Anda di halaman 1dari 5

Pagi ini matahari tersenyum hangat setelah semalam

hujan menyapa. Setiap pagi Naya selalu tersenyum


bahagia dan melakukan afirmasi diri di depan cermin.

Jum’at berkah karena banyak pesanan buket bunga dan


karangan bunga, untuk acara ulang tahun, pernikahan
dan seminar, akh... akhirnya satu persatu selesai juga dan
mulai dikirim ke alamat tujuan.

Naya bisa merasa sedikit santai lalu mengambil


dawainya dan mengecek pesan yang masuk di toko
online, dan memposting iklan diakun sosial medianya.

Selamat siang mas! Silahkan masuk, apa yang bisa saya


bantu?

Naya beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri


calon pembeli.

“Saya ingin membeli bunga untuk wanita yang saya


sukai, bisakah, mba membantu saya memilihkan bunga
apa yang harus saya pilih?”

“Oh, seperti itu baiklah kalau mas berkenan saya


sarankan mas memilih bunga yang melambangkan
ketertarikan dan kekaguman, bunga itu bunga Anyelir.”

Baiklah mba, tolong buatkan saya satu buket


Anyelir,seperti yang mba saranakan.
Naya tersenyum dan mempersilahkan pembelinya untuk
duduk dan menunggu.

Naya mengambil 10 tangkai bunga Anyelir untuk ia


rangkai menjadi buket bunga yang cantik, sesekali Naya
melirik laki-laki yang memesan bunga. Dalam hati Naya
berkata, aku merasa iri kepada perempuan penerima
bunga ini.

Laki-laki itu terlihat cukup manis dengan kedua lesung


pipinya, berpakaian rapi dengan kemeja biru yang
lengannya digulung hingga siku.

Setelah selesai, Naya menyerahkan buket bunga ke


pembeli itu. Dengan tersenyum lelaki itu menerimanya
dan mencabut satu tangkai bunga Anyelir dan
menyerahkannya pada Naya.

“Ini untuk mba! Sebagai ucapan terima kasih karena


telah memilihkan bunga untuk saya.” Naya tersenyum
dan menerima satu tangkai Anyelir itu.”

Naya menatap laki-laki itu dan tersenyum tipis, entah


apa yang membuat hatinya sedikit bergetar dan berkata
lirih “semoga besok anda datang lagi.”

Doa Naya terkabul, Sabtu pagi laki-laki itu datang


kembali untuk membeli satu buket bunga Anyelir dan ia
pun memberikan satu tangkai bunga untuk Naya.
Hari Minggu pagi langit terlihat gelap membuat Naya
duduk berdiam diri memandang jalanan,“selamat
siang!” suara laki-laki membuyarkan lamunan Naya.
“Selamat siang mas!” Naya menelan salivanya dan
menatap pemilik asal suara.

Takjub yang dirasakan Naya karena ia tetap datang


disaat cuaca yang gelap ini, ia mengenakan jas warna
hitam terlihat rapi dan menawan.

Hujan turun deras di daerah rumah saya, jadi saya baru


bisa datang siang ini untuk membeli bunga Anyelir dari
mba, ujar laki-laki yang usianya tak berbeda jauh dari
Naya.

Eh, iya mas tidak mengapa saya yang sangat berterima


kasih pada mas karena mas bersedia membeli bunga saya
selama tiga hari berturut-turut.

Nay mempersilahkannya untuk duduk, kali ini Naya


membuatkan secangkir teh hangat untuknya, “silahkan
diminum tehnya mas!” saya akan mempersiapkan
bunganya. Terima kasih untuk tehnya, namaku Andika,
panggil saja Dika, sepertinya kita seumuran baiklah aku
panggil mas Dika saja ya? Agar tetap terdengar sopan.

Hari ini Dika pun tetap memberikan satu tangkai bunga


Anyelir untuk Naya, dalam hati Nay berkata
akh..sungguh beruntung wanita yang disukai mas dika,
aku doakan semoga cintamu berbalas mas.

Satu bulan berlalu Dika tak pernah datang lagi dan jujur
hati Nay sedikit kehilangan.

Hari ini langit sangat gelap, hujan turun tanpa jeda


sedikitpun, tiba-tiba seorang gadis masuk ke tokonya
dengan nafas terengah-engah. Ma.. maaf mba, ini toko
bunga mba Naya ya ?

Iya mba, ini toko saya Naya, ada apa ya mba? Gadis itu
mengucapkan alhamdulillah, ini mba maaf, saya
mengantarkan surat ini buat mba dari mas Dika.

Dengan penasaran Nay membuka surat itu dan


membacanya dengan mata yang berkaca-kaca. Isi
suratnya menyatakan bahwa Dika menyukai Nay sejak
awal Dika melihat Nay disekolah tapi Dika tak berani
mengungkapkannya.Dan meminta maaf karena ini
adalah surat terakhir yang ditulis sebelum ia pergi
menghadap sang pencipta 2 minggu yang lalu.

Naya duduk terdiam menatap surat yang masih ia


genggap, ada nyeri yang menjalar di dadanya, Andika,
laki-laki yang membuatnya tertarik selama 3 hari dan
Dika membuatnya patah hati seketika. Naya
memalingkan wajahnya menatap ke bunga Anyelir yang
ia letakkan di sebuah gelas kristal.
Air mata Naya akhirnya jatuh, selama 2 tahun Andika
berjuang melawan penyakit kanker darah. Keinginan
terakhirnya adalah menemui Naya, gadis yang selama ini
ia sukai dalam diam. Bagi Dika, Naya adalah gadis
istimewa yang hanya bisa ia cintai dalam diam.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai