Anda di halaman 1dari 5

Kambuh yang Pasti Sembuh

Oleh: Marisatul Haq

Flash back

“bukan gini caranya, pakek rumus dulu” Kana menatap Nadhira kesal

“oke-oke aku capek, udah ah nyontek aja besok” Nadira merebahkan tubuhnya menatap langit
langit kamar

“jangan gampang nyerah dong” Kana mencibir

“capek kanaaaa” Nadira memanyunkan bibirnya

“ck yaudah biar aku aja yg ngerjain” Kana memutar bolamatanya kesal

“hehe makasiii Kana baik” Nadira ternsenyum lebar memamerkan deretan giginya yang putih

Flash back off

Nadira tersenyum hambar menatap kosong jalanan dari jendela kamarnya, netranya menatap
nanar jalanan yang sepi karena hujan.

“dari ribuan manusia kenapa harus kamu yg Tuhan ambil, dan dari ribuan patah kenapa rasaynya
ini yang paling parah?’

perlahan air mata Nadira jatuh melewati pipi tirusnya yang putih, seperti mendung yang menutupi
birunya langit.kakinya melangkah membiarkan angina memeluk setiap jengkal tubunya,menemani dalam
bisunya malam yang hampa.Nadira menatap secarik kertas yang masih terbungkus rapi ditangannya lalu
kertas itu ia masukkan ke dalam kardus kecil berisi kenang yang tak bias dilupakan.

“aku belum siap menerima ketetapan takdir karena kisah ini tidak akan pernah ku anggap
berakhir.semesta boleh mengambil ragamu tapi tidak dengan cerita tentangmu.”

# # #

Nadira melangkahkan kakinya keluar rumah, menikmati cuaca dingin yang selalu ditemani angin.

“ aku lupa cara bersyukur kana”ucap Nadira lirih

“di zaman yang seperti ini apa yang belum kamu syukuri?” Tanya seseorang yang tiba-tiba
berdiri disebelah Nadira. Tanpa berpikir panjang Nadira melangkah cepat dan tidak memperdulikan
pertanyaan yang disuguhkan padanya. Dengan langkah yang tidak kalah cepat,seseorang itu mengimbangi
langkah Nadira.

“setau saya semua pertanyaan selalu mempunyai jawabannya meskipun hanya satu atau dua kata,
dan tadi saya bertanya ke kamu” ucap seseorang itu lagi. Nadira menghentikan langkahnya dan menatap
netra cantik orang itu
“bersyukur itu susah buat orang yang seperti aku, jadi gak usah ikut campur” Nadira kembali
melangkahkan kakinya dengan raut wajah kesal

“bersyukur itu mudah, mungkin hanya kamu saja yang masih belum paham bagaimana
mensyukuri nikmat Tuhan ini. Mulai sekarang kamu harus bersyukur dari hal-hal kecil dulu, nanti saya
kasih permen” pemilik netra sipit itu tersenyum. Lalu berbelok ke arah jalan yang berbeda dengan Nadira.

“aku bias kok kalo cuma mau bersyukur, dulu Kana selalu ngasih tau aku buat bersyukur” Nadira
memutar bola matanya kesal

“aku bias bersyukur dari hal-hal kecil kok, iyakan Kana…?”

# # #

Nadira terbangun dari tidurnya dan duduk menatap ke arah depan.

“Kana, hari sudah malam dan kamu belum juga pulang, aku takut sendirian di rumah ini Kana…”

Nadira bangun dan melangkahkan kakinya menuju lemari gantung berkaca besar menatap tubuh yang
terlihat berantakan dan tatapan mata yang lelah. Setelah menatap lama pantulan dirinya di cermin, Nadira
mengambil sebuah catatan harian dan sebuah bolpen. Lalu mulai merangkai kata demi kata dari hatinya.

Angina berdesir

Membawa semangkok tinta dari lekukan takdir

Namun runcingnya memohon darah

Dari garis ujung mataku yang lemah

Angina setajam belati

Meneriaki sunyi menerbangkan rambut imaji

Berteman paying hitam di lorong dekapan

Meronta-ronta meminta pertolongan sang Tuhan

Aku haus satu raga

Sebagai penyanggah akar-akar do’a

Angina duduk dipundak-pundak bernyama

Menyirami raga dengan cuka cuka semesta

Kana melipat kertas itu dan memasukkan ke saku jaket miliknya.

“aku ingin menikmati kisah kita ditiap detiknya. Sebelum aku benar-benar melupakanmu,
selamanya” Nadira tersenyum sebelum pergi meninggalkan kamarnya.
# # #

Nadira bergumam kecil menyanyikan sebuah lagu milik James Arthur, sambil lalu menunggu
angkutan umum datang. Lalu, tiba-tiba seseorang datang dan berdiri disampingnya.

“gimana?” Tanya orang itu

“ hah? “ Nadira mengangkat salah satu alisnya menatap seseorang itu

“ kemaren-kemaren tugas bersyukur dari saya udah belum?”

“ kalau gak ada kerjaan jangan kesini, pergi saja sana ke tempat lain”

“ kamu aneh, padahal saya serius nanya”

“ kamu yang gak jelas, datang tiba-tiba terus” seseorang itu tertawa sambil menatap mata Nadira

“ ikut saya yuk biar bias bersyukur dengan cara yang mudah” orang itu menarik ujung lengan
baju Nadira. Bagai dihipnotis Nadira tidak mengucapkan kalimat penolakan sedikitpun.

“saya heran kok kamu mau-mau aja di ajak orang asing”

“kenapa Emang kamu mau bunuh aku?” orang itu menggaruk-garuk kepalanya yang tdiak gatal

“ nggak juga, saya rasa ada yang narik saya ke sini. Ada magnet mungkin di tubuh kamu”
seseoang itu tertawa

“ aku juga heran” ucap Nadira membuat tawa seseorang itu terhenti “ kenapa?”

“ada gak ya orang yang betah lama-lama sama orang anaeh seperti kamu” Nadira menatap datar
seseorang itu. Seseorang itu terkekeh lalu berhenti berjalan.

“ mau ngapain di sini?”

“coba kamu lihat , sesedih-sedihnya hidup kamu ada yang lebih sedih dari kamu. Anak-anak
itugak punya orang tua dan anggota tubuhnya udah gak sempurna, kamu masih gak mau
bersyuku?,mereka juga kehilangan orang yang mereka sayang, tapi mereka kuat,ngurung diri gak akan
selesaikan masalah kamu”

Nadira terdiam,otaknya mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan seseorang ini.

“tapi aku kehilangan Kana” Nadira menatap kosong orang-orang yang berlalu lalang
dihadapannya

“tapi bukan gini caranya, kamu boleh sedih tapi jangan sampai berlarut-larut seperti ini”

“tapi aku gak mau Kana pergi” Nadira mundur secara perlahan lalu berlalu pergi dari tempat itu

“ Nadira!!!”

“GAK! Aku gak mau Kana pergi” Nadira berlari tanpa peduli tatapan orang-orang padanya.
“NAD! Saya akan membantumu untuk sembuh, tolong berhenti”

“Kana tolong aku” Nadira terus berlari hingga tanpa sadar dari arah kanannya ada sebuah mobil
trus melaju kencang. Orang-orang yang berlalu lalang ikut panik, dan

“NADIRA!!!”

Seseorang itu menarik lengan kanan Nadira ke arah samping jalan. Orang-orang yang ada di sana
segera menolong dua gadis yang terluka karena hamper tertabrak.

# # #

Dengan setengah sadar Nadira suara orang yang sedang berbicara

“Kania baik-baik aja?”

“iya om tenang aja. Tapi gimana keadaan Nadira?”

“Nadira baik-baik aja,dia hanya sedikit syok dan luka. Tapi om khawatir sama keadaan
psikisnya”

“gimana kabar orang tua Nadira?”

“ayahnya masuk penjara tahun lalu dan bundanya meninggal karena kasuh pembunuhan
ayahnya”

Kania memandang tidak percaya pada apa yang baru saja dikatakan Herman. Selama ini Kania
pikir hidup Nadira tidak semenyakitkan ini dan Nadira hanya hidup dari sisa uang ayahnya

“sebaiknya Kania bawa Nadira ke tempat berobat Kana yang dulu om, dokter Maya. Dokter
psikolog Kana di luar negri. Aku harus penuhin permintaan terakhir Kana”

Air mata Nadira menetes mendengar pernyataan Kania

Kana maaf dan terimakasih

# # #

Mobil itu berhenti di sebuah bandara, dimana hari ini adalah hari kepergian Kania dan Nadira dari
Indonesia

“Nadira udah siapkan pergi dari Indonesia?” Tanya Kania lembut yang hanya dibalas tatapan
sendu Nadira

“gak apa-apa kita hanya sementara kok di luar negri” Kania dan Nadira berjalan menyusuri
tempat penerbangan mereka.

Kana, Tuhan terlalu baik untuk orang yang tak waras seperti aku. Aku sangat
berterimakasih untuk ini. Maaf karena aku, kakakmu harusikut andil di dalam hujan deras yang harus ak
terjang. Kana, ini kesempatan aku untuk berbahagia meski tanpa kamu disamping aku.
Santri LUBTARA PI

Anda mungkin juga menyukai