Anda di halaman 1dari 4

Judul : Sebuah Pilihan

Penulis : Callista Syakirah Putri

“HOAAMMM” seorang perempuan baru saja terbangun dari tidurnya. Dan beranjak untuk
pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun, baru saja hendak keluar kamar,
tangannya ditarik oleh seorang lainnya. Ia menoleh ke arah sang pelaku sambil menaikkan
alisnya tanda heran dan bertanya ‘kenapa?’

“Baca doa dulu atuh Naurah, baru kamu bisa pergi.” Ucap seseorang itu. Dengan malas
Naurah memutar badannya jadi menghadap seseorang tersebut. “Harus banget emang Bel?
aku males banget deh, bikin lama.” Ucap Naurah. “Ya haruslah Nau, masa enggak. Eta teh
supaya kita tetap dilindungi oleh Allah bahkan saat kita bangun tidur. Cepet gih, doa. Hafal
kan doanya?” ucap Bella kepada Naurah yang sekrang duduk di kasur tepat di sebelahnya.

Naurah mengingat-ngingat, lalu menggeleng ke arah Bella sambil tersemyum. “Hadeh,


yasudah. Ayok doa bareng, ikutin aku ya.” Mereka pun berdoa bersama. Setelah selesai
berdoa, mereka berdua bersiap untuk mandi dan pergi menuju kamar mandi bersama.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00, waktunya mereka pergi ke kelas untuk belajar. Oh
iya, Naurah dan Bella ini bersekolah dan tinggal di pesantren Al-Fathanah. Mereka disana
sejak kelas 7 SMP, dan sekarang mereka sudah duduk di bangku kelas 9 SMP.

Sudah mau lulus, tetapi ada dua pilihan untuk mereka. Mau lulus dan masuk SMA biasa,
atau lulus tapi tetap di pesantren sebagai siswi SMA. Bahkan, setelah lulus SMA juga ada
dua pilihan lagi. Mau keluar pesantren dan lanjut kuliah, atau tetap di pesentren dan
mengabdi selama satu tahun.

Dan disinilah kedua orang ini, Naurah dan Bella. Berada di kelas sambil menunggu
Ustadzah yang mengajar tiba.

“Bel, kamu setelah lulus mau keluar dari pesantren atau tetap disini dan SMA nya disini
juga?” Nadira membuka pembicaraan.

“Hmm, aku belum tahu Dir mau kamana. Rencananya tetap disini aja, tapi rindu keluarga
di rumah. Bingung Ana.” Jawab Jannah. “Kalo Anti, Dir?” Tanya Jannah kembali pada
Nadira.

“Kalo Ana mau keluar, mau sekolah di SMA Nusa Bangsa.” Jawab Nadira dengan
senyuman di wajahnya. “Ohh, kitu. Baiklah kalo kitu teh.” Balas Jannah.

Saat istirahat, Jannah duduk di bangku taman pesantren. Ia memikirkan, setelah ini mau
kemana ya. Itu yang ia fikirkan sedari tadi. Karena setiap ia ditanya “Jannah, setelah lulus
mau kemana?” Pasti ia akan menjawab “Belum tahu Ustadzah,” tidak seperti temannya
yang lain. Yang sudah tahu arah selanjutnya setelah dari pesantren.
“Jannah, Ana membeli ini tadi. Anti mau?” Nadira tiba-tiba datang dan duduk di sebelah
Jannah sambil menawarkan makanan yang ia beli tadi.

“Eh, henteu kedah Dira. Ana teu acan hoyong.” Jawab Jannah sambil tersenyum.
(Eh, gak usah Dira. Ana gak mau.).

“Oh, oke deh.” Nadira pun lanjut memakan makanannya.

Malam hari pun tiba, seluruh Santriwati telah berada di kamar nya masing-masing. Satu
kamar asrama terdiri dari 4 orang Santriwati. Dan disinilah Jannah, disaat teman
sekamarnya telah tidur. Ia sendiri yang masih bangun, bahkan matanya masih terang tanpa
ada rasa kantuk sedikitpun.

“Ya Allah, apa yang harus Hamba lakukan. Hamba tidak tahu arah, hamba kehilangan
arah. Setelah ini, hamba akan kemana?. Tolong beri petunjuk pada hambamu yang
membutuhkan ini.” Jannah berdoa sebelum tidur. Setelah itu, ia terlelap masuk ke alam
mimpi.

Keesokan harinya, Jannah melakukan hal yang sama seperti biasanya. Dengan memulai
hari sambil memgucapkan Basmallah, Jannah menjalani harinya untuk hari ini.

“JANNAH ANINDIYA, Selamat Pagi.“ Ucap Nadira. “Pagi juga Nadira.” Balas Jannah.
“Bagaimana pagi ini? Kenapa tidak bereng Ana tadi?” Tanya Nadira. “Ha? Oh, Henteu
masalah. Ana ngan hoyong nyalira, Dira.” Balas Jannah. (Gakpapa, Ana mau sendiri.).

Jannah pun pergi mendahului Nadira. Nadira yang tertinggal hanya bisa terdia melihat
kelakuan Jannah. ‘Padahal kan kemaren dia ceria-ceria saja. Ada apa sebenarnya.’ Batin
Nadira.

“Jannah..” Bahkan saat istirahat pun, Jannah sendiri lagi. Sapaan Nadira saja tidak ia balas.
Padahal biasanya selal saja dibalas kembali dengan sanyuman. ‘Ah sudahlah, mungkin
memang lagi pengen sendiri. Nanti saja ku tanya jika sudah membaik.’ Batinnya. Nadira
pun pergi menjalani hari seperti biasa.

Jannah yang melihat Nadira dari kejauhan hanya bisa menghela nafas. ‘Orang yang sudah
tahu arah mau kamana mah tenang, Ana yang belum ieu the kumaha? Mau ngapain aja
rasanya henteu tenang.’ Jannah berbicara pada dirinya sendiri.

Lagi dan lagi, di malam hari. Hanya ia yang belum tertidur, disaat yang lainnya sudah
masuk ke alam mimpi. “Ya Allah, apa rencanamu. Akan dibawa kemana hamba mu ini ya
Allah, rencana terbaik mu apa?.” Jannah merenungi dirinya sendiri.

Ia menutup matanya sebentar, lalu membukanya dengan kasar dan cepat. “Aha, bagaimana
kalo Ana Shalat Istikharah aja. Minta petunjuk sama Allah, oke oke. Mari Shalat Jannah.”
Jannah pun berdiri dari kasurnya dan berjalan menuju tempat wudhu yang berada dekat
dengan kamar asramanya lalu kembali ke kamar dan melakukan Shalat Istikharah.

Selesai Shalat, ia berdoa. “Ya Allah, berilah Hamba petunjuk mengenai arah setelah lulus
dari pesantren ini Ya Allah. Yang mana baiknya, tetap disini atau keluar dari sini. Tolong
hamba, tolong.” Selesai Shalat, ia merapikan alat Shalatnya dan kembali ke kasurnya lalu
tidur.

Keesokan harinya, lagi dan lagi. Jannah melakukan rutinitas yang sama untuk kali ini. Dari
Bangun, Tilawah, Mandi, Sekolah, Menghafal Qur’an, Makan malam, lalu tidur. Dan
seperti itu terus setiap harinya.

“Jannah, apakah kali ini ingin sendiri lagi?” Nadira datang ke kelas tak lama setelah
Jannah dan duduk di sebelahnya. “Eh, henteu Dira. Émang kunaon?” Ucap Jannah. (Eh,
enggak Nadira. Memangnya kenapa?).

“Gakpapa, hanya saja…… Anti tidak ingin bercerita? Untuk informasi aja sih, Ana lihat
Anti Shalat malam tadi. Itu Shalat apa sih?” Jelas Nadir sambil menidurkan kepalanya
dengan tangan sebagai tumpuan di atas meja.

Jannah terkejut lalu terdiam sebentar mendengarnya. “Ehh, eta teh Shalat Istikharah Dir.”
Balas Jannah tak lupa dengan senyumannya. “Ohh, Shalat Istikharah.” Balas Nadira yang
di jawab dengan Anggukan oleh Jannah.

“Shalat Istikharah tu apaan? Kita memang pernah belajar, tapi Ana lupa hehe.” Lanjut
Nadira. Jannah mengehela nafas tak habis fikir.

“Shalat Istikharah adalah Shalat untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT. Jika Anti
bingun akan dua pilihan atau lebih, Anti Shalat Istikharah saja meminta petunjuk.
InsyaAllah akan dibantu Allah dalam memilih yang terbaik.” Jelas Jannah.

“Oh gitu, terus Anti minta petunjuk apa? Mau cerita?” Ucap Nadira sambil mendekatkan
dirinya ke arah Jannah. “Eehh..” Jannah membulatkan matanya terkejut. “Oke deh, kalo
gitu.”

“Jadi gini, Ana itu belum tahu mau kemana habis lulus ini. Mau tetap disini atau keluar.
Kalo tetap disini, orang tua gak perlu susah-susah mikirn uang, karena Ana dapat bantuan
masuk sini. Tapi, kalo Ana keluar, Ana belum tentu dapat bantuan. Jadi, makanya Ana
bingun Dira.” Cerita Jannah pada Nadira.

Nadira menegakkan kepalanya berfikir keras. Setelah itu ia menghadap ke arah Jannah
dengan tatapan serius.

“Jann, saran Ana. Anti gak usah bingung, ikuti saja kata hati. Mana yang menurut Anti
lebih baik dan Anti tuh nyaman sama pilihan itu. Jangan nanti malah terpaksa
mengikutinya. Dan diskusi dulu sama orang tua masalah ini, jangan Anti sendiri yang
memikirkannya. Nanti malah Antinya jadi sakit karena terlalu memikirkan tentang ini.

Jadi, untuk selanjutnya. Kan Anti sudsh meminta pertolongan akan petunjuk kepada Allah.
Selanjutnya, Anti usaha untuk mendapatkan petunjuk dan jawaban akan pilihan tersebut.

Usahanya apa? Usaha nya adalah diskusikan hal ini kepada Ustadzah dan Orang Tua Anti.
Setelah itu, tentukan pilihannya. Karena pada akhirnya, pilihan ada ditangan diri Anti
sendiri.

Ustadzah, Ana, sama Orang Tua hanya memberikan saran. Yang memilih, itu tugas Anti.
Ikuti kata hati dan ucapkan bismillah, InsyaAllah pilihan yang Anti pilih itu berkah untuk
Anti serta untuk keluarga. Paham, Jannah?” Jelas Nadira panjang lebar.

Jannah yang mendengar itu pun tak sadar meneteskan air mata. Saran dan nasehat yang
sangat bagus serta indah. Dengan cepat Jannah menghapus air matanya lalu memeluk
Nadira yang berada dihadapannya. “Terima Kasih Nadira, Terima kasih.” Mereka berdua
pun tersenyum dan tak lama Ustadzah yang mengajar masuk ke dalam kelas.

Jannah Anindiya, keputusan ada ditangan kamu. Pilih lah yang terbaik, semangat.

-TAMAT-

Anda mungkin juga menyukai