EKONOMI PEMBAGUNAN
Oleh :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Jepang, salah satu negara yang giat melakukan diplomasi dari berbasis ekonomi, sosial,
dan budaya. Ini dilatar belakangi sejarah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun
1939 – 1945 antara pihak Sekutu Amerika Serikat, yang telah membuat Jepang membentuk pola
hubungan kerjasama yang lebih soft, yaitu dengan meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan
sosial budaya di kancah internasional. Jepang merupakan salah satu negara yang dianggap paling
sukses dalam membangun perekonomiannya.
Hal ini terbukti dari perjalanan panjang sejarah pembangunan ekonomi Jepang yang
terbagi menjadi dua bagian yakni : pada abad ke-19 (Zaman Restorasi Meiji sebagai
industrialisasi awal Jepang) sampai awal Perang Dunia Kedua, serta dari masa ‘pertumbuan
cepat’ (Pasca Perang Dunia Kedua, 1950-an) sampai dengan saat ini. Itu semua tentunya dapat
menjadi bukti untuk memperkuat posisi Jepang sebagai negara yang mampu untuk memajukan
perekonomiannya, terutama untuk masa setelah PD II, dimana keadaan ekonomi Jepang dapat
berubah secara drastis, dari negara yang miskin menjadi salah satu negara yang memiliki
kekuatan ekonomi besar di dunia, khususnya di wilayah Asia.
Ekonomi Jepang telah menghadapi banyak penyesuaian struktural di masa lalu. Bagi
sebuah negara yang menarik dirinya keluar dari abu Perang Dunia II untuk mencapai jenis
kemakmuran yang dinikmati hari ini dalam waktu yang sangat singkat, penyesuaian dalam
struktur ekonomi tampaknya menjadi hal yang lumrah (Heizo dan Ryokici, 1998). Lebih
detailnya, Bank of Japan (2004) menjabarkan terdapat empat ciri globalisasi dalam
perekonomian Jepang khususnya pada periode setelah tahun 1990-an, seperti yang dijelaskan di
bawah ini:
1. Karakteristik pertama adalah perubahan nilai tukar dan dampak ekonominya. Setelah
melakukan transisi ke sistem nilai tukar mengambang, Jepang dihadapkan pada apresiasi
yen yang tajam pada akhir 1980-an serta mengalami apresiasi yen dalam jangka panjang,
meskipun tidak terlalu signifikan, pada awal 1990-an. Perubahan nilai tukar ini
berdampak besar pada perekonomian Jepang.
2. Kemajuan struktur industri dan perdagangan Jepang, fokus pada AS sebagai mitra dagang
dan tujuan investasi langsung secara bertahap bergeser ke kawasan Asia Timur.
Perkembangan ini merupakan hasil dari aktivitas korporasi yang kuat yang terjadi seiring
dengan semakin dekatnya hubungan Jepang dengan perekonomian luar negeri.
3. Terkait dengan transaksi keuangan dan modal Jepang, investasi ekuitas dari luar negeri
pada tahun 2000-an awal meningkat, namun tidak dapat dikatakan bahwa transaksi
keuangan dan modal internasional Jepang mengalami percepatan, kecuali pada periode
bubble economy. Perkembangan keuangan dan modal stagnan dibandingkan dengan
perkembangan perdagangan.
4. Hubungan internasional ekonomi Jepang tidak sedalam hubungan negara-negara Eropa
dan Amerika Utara. Artinya walaupun globalisasi di Jepang kiranya sedang maju,
mungkin tidak demikian halnya bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan
Amerika Utara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Peran Institusi
Institusi memiliki kontribusi positif terhadap ekonomi suatu negara (Jones dan Hall
1999; Acemouglu et. al., 2001). Bardhan (2005) menjelaskan bahwa awal tahun 1990an
sejumlah studi menunjukkan hubungan yang kuat antara institusi dan pertumbuhan.
Beberapa diantaranya antara lain adalah Hall dan Jones (1999), Acemoglu et al. (2004),
serta Kaufmann dan Kraay (2003) yang studinya menemukan bahwa institusi yang baik
akan menstimulus pertumbuhan dan pembangunan. Acemoglu dalam sejumlah studinya
selama tahun 2001 hingga 2005 juga menemukan bahwa kualitas institusi memiliki efek
yang lebih penting terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Olson (1996) juga
menyatakan bahwa perbedaan yang besar dari kesejahteraan suatu bangsa sebagian besar
disebabkan perbedaan dalam kualitas institusinya.
Dalam konteks hubungan institusi dan human development sejumlah studi
menunjukkan bahwa institusi yang baik memiliki pengaruh positif terhadap
pembangunan manusia. Marco Grasso dan Enzo Di Giulio menekankan bahwa institusi
memainkan peranan yang penting terhadap kebebasan individu dalam mengejar target
hidupnya dan akan menentukan pembangunan manusia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa institusi merupakan definisi yang sangat luas dan
belum ada kesepakatan mengenai makna dari definisi institusi (Ha-Joong Chan). Sylvain
Zeghni dan Nathalie Fabry (2008) dalam penelitian mengenai peranan institusi bagi
ekonomi negara transisi mencoba menggunakan pisau analisis dari dua jenis institusi
yaitu institusi formal dan institusi nonformal.
b. Economic Facilities
Akses terhadap modal berperan penting karena siapa yang memiliki akses
terhadap permodalan akan lebih mudah melakukan aktivitas ekonomi, sebaliknya
jika orang terhambat atau bahkan tidak memiliki akses sama sekali terhadap
permodalan maka akan sulit untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti produksi
atau konsumsi.
Indikator yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah negara memberikan
kemudahan terhadap rakyatnya untuk mendapatkan akses permodalan dapat dilihat
dari jumlah dana yang dikucurkan dan juga berapa banyak debitur yang diberikan
akses permodalan (kredit).
Daya tarik Tokyo sebagai pusat fintech global dan fitur apa yang ditawarkannya.
Dari perspektif global, meskipun Tokyo memiliki daya tarik yang moderat sebagai
pusat fintech, Tokyo menempati tempat yang relatif rendah di antara pusat keuangan
dunia. Dua alasan untuk ini adalah sulitnya mendapatkan izin regulasi (kurangnya
transparansi) dan dalam menghasilkan inovasi, dibandingkan dengan pusat keuangan
lainnya.
Mengenai fitur apa saja yang dapat ditawarkan Tokyo sebagai pusat fintech, ada
dukungan yang cukup besar dari pemerintah Jepang. Namun, dalam hal budaya
inovasi dan permintaan konsumen akan fintech, Jepang kalah dari negara lain, dan
tampaknya Jepang tidak akan menarik sebagai hub fintech dalam waktu dekat.
“Pencerahan” di pihak masyarakat dan konsumen sangat penting: masyarakat perlu
lebih menerima fintech, dan kesadaran konsumen perlu diubah.
c. Social Opportunities
Ada dua indikator utama untuk menunjukkan kesempatan atau aksesibilitas yang
sama antar masyarakat. Kedua indikator yang dapat digunakan adalah indikator
terkait sektor pendidikan dan kesehatan.
sebagai MEXT, Monka-shō, adalah salah satu dari sebelas Kementerian Jepang
yang merupakan bagian dari cabang eksekutif Pemerintah Jepang. Tujuan mereka
adalah untuk meningkatkan perkembangan Jepang dalam hubungannya dengan
komunitas internasional. Mereka bertanggung jawab untuk mendanai penelitian di
bawah yurisdiksi mereka, beberapa di antaranya meliputi: kesehatan anak-anak
dalam kaitannya dengan lingkungan rumah, modulasi delta-sigma menggunakan
grafik, kesetaraan gender dalam sains, dan penelitian umum lainnya untuk masa
depan.
Refugees International Japan adalah organisasi nirlaba yang mendanai proyek untuk
orang-orang yang mengungsi akibat konflik di seluruh dunia. Organisasi ini
mendukung proyek yang memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk menjalani
kehidupan mandiri dan mencari relawan untuk mengatur dan menjalankan kegiatan
penggalangan dana untuk mendukung.
d. Transparancy Guarantee
Jaminan transparansi dinilai dari adanya jaminan transparansi sebagai instrumen
penting dalam mencegah korupsi, financial irresponsibility, dan kesepakatan
tersembunyi dalam suatu negara. Sen menggunakan contoh kasus krisis finansial di
Asia pada akhir 1990an sebagai landasan dalam menekankan pentingnya jaminan
transparansi dalam suatu negara. Bagi Sen, krisis finansial yang terjadi disebabkan
oleh kurangnya transparansi dalam bisnis terutama kuranganya partisipasi publik
dalam mengkaji kesepakatan bisnis dan keuangan. Kesempatan yang disediakan oleh
demokrasi terhadap transparansi ini belum membuahkan hasil. Investasi portofolio
dan transaksi komersial dan kebijakan pemerintah masih belum transparan. Hal
tersebut disebabkan oleh kecilnya insentif terhadap agen ekonomi dan politik untuk
lebih transparan. Sen menyebutnya dengan istilah "the unchallenged power of
governance" yang membuka jalan terhadap perilaku yang tidak akuntabel dan tidak
transparan.
Financial Services Agency (金融 庁, Kin'yū-chō, FSA) adalah badan pemerintah
Jepang dan regulator keuangan terintegrasi yang bertanggung jawab untuk
mengawasi sektor perbankan, sekuritas dan bursa, dan asuransi untuk memastikan
stabilitas sistem keuangan Jepang . Badan ini beroperasi dengan Komisaris dan
melapor kepada Menteri Negara untuk Jasa Keuangan. Ia mengawasi Sekuritas dan
Komisi Pengawasan Bursa dan Akuntan Publik Bersertifikat dan Badan Pengawas
Audit. Kantor utamanya berlokasi di Tokyo.
e. Protective Security
Jepang akan memberikan bantuan tunai senilai 100.000 yen atau sekitar Rp 14,4
juta untuk setiap penduduknya. Diketahui, Jepang memiliki kasus COVID-19 dan
kasus kematian akibat COVID-19 yang relatif rendah dibandingkan dengan Amerika
Serikat (AS) dan negara-negara pusat penyebaran. Keputusan tersebut diambil dalam
upaya membatasi perjalanan domestik, selama Golden Week atau hari libur skala
besar di Jepang
DAFTAR PUSTAKA