Anda di halaman 1dari 21

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia


(ukuran, berat, volume) dan karakteristik khusus lain dari tubuh (ruang gerak), yang relevan dengan
perancangan alat-alat / benda-benda yang digunakan manusia dan / atau pengaturan stasiun kerja.
Database antropometri sangat penting digunakan untuk mendapatkan perancangan yang baik erbasis
Human Centered Design. Database antropometri ini juga dapat digunakan untuk kebutuhan lain
misalnya dalam perusahaan.

Pada Perusahaan apapun baik Perusahaan manufaktur maupun Perusahaan jasa selama masih
ada manusia yang bekerja maka antropometri harus di jadikan dasar dalam perancangan stasiun kerja.
Namun terkadang tidak semua Perusahaan menggunakan antropometri dalam perancangan stasiun kerja
sehingga membuat manusia yang bekerja tidak dapat optimal dalam bekerja.

Dalam makalah ini kami melakukan penelitian pada PT XYZ. PT. XYZ adalah perusahaan jasa
penunjang pelabuhan dan logistik. PT XYZ memiliki business core yang salah satu nya adalah supply
solar industry. Dalam menjalankan usahanya PT XYZ membangun rumah tanki di kawasan pelabuhan
yang berfungsi sebagai tempat menyimpan storage tanki solar industri untuk kegiatan operasional alat-
alat berat di Kawasan Pelabuhan tersebut. Proses kegiatan yang ada di pelabuhan yaitu pengangkutan
material dari kapal, yang dilakukan menggunakan salah satu alat berat berupa excavator.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penepatan tools atau peralatan di stasiun kerja pada aktivitas pengisian solar excavator
di PT XYZ?
2. Bagaimana postur kerja karyawan pada aktivitas pengisian solar excavator di PT XYZ?
3. Apakah stasiun kerja pada aktivitas pengisian solar solar excavator di PT XYZ sudah
mempertimbangkan kaidah Antropometri dan Biomekanika?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penepatan tools atau peralatan di stasiun kerja pada aktivitas pengisian solar
excavator di PT XYZ.
2. Mengidentifikasi postur kerja karyawan pada aktivitas pengisian solar excavator di PT XYZ.
3. Memberikan usulan desain stasiun kerja pada aktivitas pengisian solar solar excavator di PT XYZ
agar sesuai kaidah Antropometri dan Biomekanika.

1.4. Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki batasan sehingga pembahasan yang dilakukan spesifik dan tidak keluar dari
tujuan penelitian yang ada. Batasan penelitian yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada aktivitas pengisian bahan bakar solar untuk excavator yang
ada pada PT XYZ.
2. Jumlah pekerja yang diamati sebanyak 1 orang yang menjadi petugas pengisian bahan bakar solar
di PT XYZ.
BAB II
Landasan Teori

2.1. Antropometri
Antropometri berasal dari kata lain yaitu “Anthropos” yang berarti manusia dan “Metron”
yang berarti pengukuran, dengan demikian antropometri mempunyai arti sebagai pengukuran tubuh
manusia (Bridger, 1995). Antropometri menurut Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data
numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan
serta penerapandari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Sedangkan Sanders and Mc.
Cormick (1987) menyatakan bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik
fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Dengan
mengetahui ukuran dimensi tubuh pekerja, dapat dibuat rancangan peralatan kerja, stasiun kerja dan
produk yang sesuai dengan dimensi tubuh pekerja sehingga dapat menciptakan kenyamanan,
kesehatan, keselamatan kerja.

Data antropometri pada umumnya mempunyai peranan penting dalam perancangan produk,
peralatan ataupun stasiun kerja. Ketidaksesuaian data antropometri dalam proses perancangan akan
mengakibatkan rasa tidak nyaman bagi pengguna rancangan tersebut. Dampak lain adalah terjadi
gangguan moskuloskeletal bahkan sampi cedera atau kecelakaan kerja.

2.1.1. Prosedur penerapan Antropometri

Terdapat Prosedur yang dapat diikuti dalam penerapan data antropometri pada proses
perancangan, yaitu (Pulat, 1992; Wickens, et al., 2004) :

1. Tentukan populasi pengguna rancangan produk atau stasiun kerja. Orang yang berbeda pada
kelompok umur akan berbeda karakteristik fisik kebutuhannya. Begitu juga untuk kelompok
gender, ras, kelompok etnis, penduduk sipil atau militer.
2. Tentukan dimensi tubuh yang diperkirakan penting dalam perancangan (sebagai contoh : tinggi
mata duduk, lebar pinggul, tinggi jari kaki dan sebagainya). Misalnya untuk perancangan pintu
masuk harus dipertimbangkan tinggi badan dan lebar bahumaksimal dari pengguna, sedangkan
rancangan tempat duduk harus mengakomodasikan lebar pinggul pengguna.
3. Pilihlah presentase populasi untuk diakomodasikan dalam perancangan. Hal yang tidak
mungkin bahwa suatu rancangan dapat mengakomodasi 100% populasi pengguna.
4. Untuk masing-masing dimensi tubuh tentukan nilai persentil yang relevan dengan melihat tabel
antropometri. Jika nilai persentil pada tabel tidak tersedia maka gunaakan nilai rata-rata (mean)
dan simpang baku (standart deviation) dimensi dari data antropometri.
5. Berikan kelonggaran pada data yang ada jika diperlukan. Pakaian merupakan salah satu yang
harus dipertimbangkan dalam membuat kelonggaran. Kelonggaran perlu juga dilakukan untuk
perlengkapan seperti sepatu, sarung tangan, masker dan sebagainya.
6. Gunakan Mock-ups atau simulator untuk melakukan uji rancangan. Para perancang perlu untuk
mengevaluasi apakah rancangan sesuai dengan kebutuhan atau tidak. Untuk itu dapat
menggunakan mock-ups atau simulator dalam menguji rancangan dengan mengambil sampel
mengguna untuk melakukan simulasi.

2.1.2. Sumber Variabilitas Data Antropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya.
Disini ada beberapa faktor yang paling mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah
semestinya seorang perancang produk harus memperhatikannya, faktor-faktor antara lain adalah :

a. Umur

Sebuah rancangan akan nyaman digunakan jika sesuai dengan umur pengguna.
Rancangan peralatan untuk anak-anak akan berbeda dengan rancangan peralatan untuk orang
dewasa. Dengan demikian umur merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
perancangan produk/fasilitas, dikarenakan variabilitas dimensi tubuh manusia salah satunya
dipengaruhi oleh umur. Pertumbuhan manusia berawal dari manusia lahir sampai usia dewasa,
dan akan berhenti pada usia tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai batasan
pertumbuhan yang berbeda, dimana pertumbuhan tinggi badan laki-laki biasanya berhenti pada
20 tahun. Sedangkan untuk perempuan akan berhenti lebih awal dibandingkan laki-laki.

b. Jenis kelamin

Selain faktor umur, variabilitas dimensi tubuh manusia dipengaruhi oleh faktor jenis
kelamin. Secara kodrati tinggi badan laki-laki dewasa mempunyai rerata lebih tinggi
dibandingkan dengan dimensi tubuh perempuan dewasa. Secara umum laki-laki dewasa
mempunyai dimensi tubuh yang lebih besar disbanding perempuan untuk sebagian besar
dimensi tubuh.

c. Suku / Ras asli

Variabilitas dimensi tubuh manusia disebabkan juga karena perbedaan ras dan
kelompok etnis. Adanya perpindahan penduduk baik tetap atau sementara dari suatu negara ke
negara lainnya seringkali menimbulkan masalah dalam hal rancangan produk atau fasilitas kerja
terutama bila perpindahannya dikaitkan dengan masalah pekerjaaan

d. Variabilitas jenis pekerjaan atau profesi

Perbedaan dimensi tubuh dapat dilihat pada jenis pekerjaan atau profesi yang
dilakukan. Seorang petani yang pekerjaannya mencangkul mempunyai lengan lebih besar
dibandingkan dengan pegawai negeri sipil. Hal ini dikarenakan seorang petani lebih banyak
menggunakan lengan untuk aktivitas kerja. Perbedaan ini dikarenakan tuntutan profesi. Dengan
demikian profesi seringkali mensyaratkan dimensi tubuh yang dikehendaki. Hal ini ditujukan
untuk kenyamanan dan keamanan pekerja dalam menggunakan peralatan yang ada.

2.2. Biomekanika
Biomekanika adalah suatu ilmu pengetahuan yang merupakan kombinasi dari ilmu fisika
(khususnya mekanika) dan teknik, berdasar pada biologi dan juga pengetahuan lingkungan. Gerakan
manusia adalah ilmu yang menyelidiki, menggambarkan dan menganalisis gerakan manusia
(Wignjosoebroto, 2012). Biomekanika adalah suatu ilmu pengetahuan yang merupakan kombinasi dari
ilmu fisika (khususnya mekanika) dan teknik, dengan berdasar pada biologi dan juga pengetahuan
lingkungan kerja. Biomekanika umum adalah bagian dari biomekanika yang berbicara mengenai
hukum-hukum dasar yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik dalam posisi diam maupun
bergerak. Biostatik adalah bagian dari biomekanika umum yang hanya menganalisa bagian tubuh dalam
keadaan diam maupun bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam (uniform).

Biodinamik adalah bagian dari biodinamika umum yang berkaitan dengan gerakan-gerakan
tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi (kinematik) dan gaya yang disebabkan gaya yang
bekerja dalam tubuh (kinetik). Analisis biomekanika ada 2 (dua) yaitu secara statis berupa analisis
besarnya gaya dan momen yang terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu, saat tubuh dalam kondisi
tanpa gerakan. Sedangkan analisis biomekanika secara dinamis adalah analisis besarnya gaya dan
momen yang terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saat tubuh dalam kondisi bergerak (Sukania,
dkk., 2013).

Dengan demikian gerak tubuh merupakan sebuah sistem biologis yang dapat diakui sebagai
hasil interaksi sistem biologis dengan lingkungan sekelilingnya. Interaksi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya (Siska dan Multy, 2012):

1. Struktur dari lingkungan (bentuk dan stabilitas).


2. Medan dari gaya (arah relatif terhadap gravitasi, kecepatan gerakan).
3. Struktur dari sistem (susunan tulang, aktifitas otot, susunan segmen dari tubuh, ukuran,
integrasi motoric yang dibutuhkan untuk mendukung postur).
4. Peranan dari keadaan psikologis (level keaktifan, motivasi).
5. Bentuk gerakan yang akan dikerjakan (kerangka dan organisasi gerakan).

Biomekanika juga mengkaji hubungan pekerja dengan perlengkapan kerjadengan lingkungan


kerja dan sebagainya. Biomekanika didefinisikan sebagai bidang ilmu aplikasi mekanika pada sistem
biologi. Biomekanika didefinisikan sebagai bidang ilmu aplikasi mekanika pada sistem biologi.
Biomekanika merupakan kombinasi antara disiplin ilmu mekanika terapan dan ilmu-ilmu biologi dan
fisiologi. Biomekanika menyangkut tubuh manusia dan hampir semua tubuh makhluk hidup. Selain itu
untuk meningkatkan suatu sistem kerja melalui minimasi kemungkinan terjadinya cedera pada saat
melakukan kerja.

Biomekanika menggunakan hukum-hukum mengenai konsep fisik dan Teknik menggambarkan


gerakan yang dialami oleh bagian-bagian tubuh yang beragam dan aksi gaya pada bagian-bagian tubuh
tersebut selama melakukan Aktifitas harian. Dilihat dari definisi tersebut, biomekanika adalah aktifitas
multidisipliner (Siska dan Multy, 2012).

2.3. Manual Material Handling (MMH)


Manual Material Handling (MMH) adalah suatu kegiatan transportasi yang dilakukan oleh satu
pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik,
mengangkut, dan memindahkan barang. Meskipun telah banyak mesin yang digunakan pada berbagai
industry untuk mengerjakan tugas pemindahan, namun jarang terjadi otomasi sempurna di dalam
industri. Disamping pula adanya pertimbangan ekonomis seperti tingginya harga mesin otomasi atau
juga situasi praktis yang hanya memerlukan peralatan sederhana. Sebagai konsekuensinya adalah
melakukan kegiatan manual di berbagai tempat kerja (Suhardi, 2008)

Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat
aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada
kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh
pekerja di dalam industri antara lain (Suhardi, 2008):

1. Kegiatan pengangkatan benda (LiftingTask)


2. Kegiatan pengantaran benda (Caryying Task)
3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task)
4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)

Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material
bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai
berikut :

1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang
terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.
2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin.
3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat. Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja
dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab.
Beberapa pemindahan material secara teknis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Mas’idah dkk, 2009):

1. Memindahkan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang dengan
menggunakan roller (ban berjalan).
2. Menggunakan meja yang dapat digerakkan naik turun untuk menjaga agar bagian permukaan
dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan lembaran logam ataupun benda
kerja lainnya kedalam mesin.
3. Menempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan menurunkan
dengan bantuan gaya grafitasi.
4. Menggunakan peralatan yang mengangkat, misalnya, pada ujung belakang truk untuk
memudahkan pengangkatan material, dengan demikian tidak diperlukan lagi alat angkat
(crane).
5. Merancang Overhead Monorail dan Hoist diutamakan yang menggunakan power (tenaga)
baik untuk gerakan vertikal maupun horisontal.
6. Mendesain kotak (tempat benda kerja) dengan disertai handle yang ergonomis sehingga
mudah pada waktu mengangkat.
7. Mengatur peletakan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi angkat benda pada
ketinggian permukaan pinggang.

2.4. Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada
sendi, ligament dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993;
Lemasters, 1996 dikutip oleh Tarwaka, dkk., 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban
statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan,
dan
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan
kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi
menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi
otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Di antara keluhan
otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back
pain=LBP) (Tarwaka, dkk., 2004).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi otot yang berlebihan akibat
pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan
otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 - 20% dari kekuatan otot
maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 %, maka peredaran darah ke otot berkurang
menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke
otot menurun, proses metabolism karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dikutip
oleh Tarwaka, dkk., 2004).

2.5. REBA (Rapid Entire Body Asesment)


REBA adalah suatu metode yang metode yang dikembangkan secara cepat dan mudah dalam
meneliti postur tubuh secara keseluruhan, dengan memberikan level atau nilai resiko kerja pada
muskuloskeletal. Nilai atau level ini menunjukkan postur tubuh dan tingkatan risiko cedera
musculoskeletal yang dihadapi karyawan dalam melakukan pekerjaanya. Diperkenalakan oleh Hignett,
S., dan McAtamney, L. REBA digunakan untuk aktivitas pada tubuh secara keseluruhan (statis atau
dinamis) dan dapat digunakan dengan observasi secara langsung atau dengan video (Hignet &
McAtamney, 2000).

Analisis REBA dibagi menjadi dua grup yang berbeda, yaitu grup A yang terediri dari leher,
punggung dan kaki, dan grup B yang terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Masing-masing grup memiliki skala penilaian postur tubuh yang bebeda dan ditambah catatan yang
dapat digunakan sebagain bahan pertimbangan dalam desain perbaikan. Selain penilaian pada postur
tubuh, dalam analisis REBA juga terdapat pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam
perhitungan, seperti nilai pada beban atau tenaga yang digunakan dan faktor yang terkait denga coupling
atau pegangan.
Gambar 1 Lembar Analisis REBA

Langkah-langkah dalam analisis REBA adalah sebagi berikut:

1. Mengambil data berupa gambar postur pekerja yang sedang melakukan aktivitasnya.
2. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan dianalisis dengan menggunakan REBA.
3. Menentukan nilai untuk masing-masing postur tubuh sesuai dengan REBA Employee
Assessment Worksheet.
4. Menentukan nilai postur tubuh di setiap grup (A dan B) dengan melihat tabel penilaian A dan
B.
5. Menentukan nilai A dengan menjumlahkan nilai psotur tubuh dengan berat atau gaya yang
digunakan.
6. Menetukan nilai B dengan menjumlahkan nilai postur tubuh B dengan factor pegangan.
7. Menentukan nilai C dengan melihat tabel penilaian C.
8. Menentukan nilai dari aktivitas yang dilakukan.
9. Menjumlahkan nilai C dan nilai aktivitas untuk mendapatkan nilai terakhir analisis REBA.
10. Menentukan level resiko dan mengambil keputusan unutk melakukan perbaikan.
11. Membuat desain, fasilitas, metode kerja maupun lingkungan kerja baru, untuk mendapatkan
perbaikan.
12. Mengimplementasi dan mengevaluasi kembali perbaikan yang diusulkan.
13. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk perbaikan yang telah
diimplementasikan.
14. Mengevaluasi perbandingan nilai REBA unutk kondisi sebelum dan sesudah perbaikan.
BAB III

Pembahasan
3.1. Kondisi Awal Pengisian BBM Excavator di PT XYZ

Gambar 2 Posisi excavator.ketika mengisi solar

Pada gambar dapat dilihat untuk stasiun kerja pada aktivitas pengisian solar excavator posisi
dari kendaraan berada di luar Gedung sedangkan untuk mesin pengisian di simpan didalam Gedung.

Gambar 3 Proses Karyawa merapihkan selang solar

Untuk proses pengisian ini PT. XYZ menggunakan cara manual yaitu dengan menggunakan 1
orang karyawan/pegawai dan proses pengisian solar menggunakan sebuah selang yang panjangnya ±
6 m dikarenakan posisi lubang pengisian excapator berada di atas kendaraan ± 2 m dari permukaan
tanah sedangkan mensin pengisi solar berada di luar ± 3 m dari excavator.
Gambar 4 Posisi Selang setelah digunakan

Seperti terlihat pada gambar untuk proses penyimpanan selang setelah digunakan tidak
disediakan tempat khusus hanya diletakan pada lantai dan tidak diberikan penanda apapun.

3.2. Analisa fishbone

Pendekatan fishbone (gambar 6.2) dilakukan untuk mencari tahu pilihan-pilihan yang bisa
dilakukan untuk memperbaiki kondisi aktual. Berdasarkan data yang diperoleh ditemukan bahwa
kurangnya efisiensi proses kerja saat pengisian BBM adalah:

1. Material: posisi parkir excavator membuat lubang tangki bahan bakar excavator berada jauh dari
mesin pengisian BBM yang menyebabkan bertambahnya jarak yang harus dilalui untuk meletakan
nozzle pada lubang tangki bahan bakar.
2. Method: tidak adanya metode yang meregulasi untuk posisi parkir excavator, tidak ada
standarisasi peletakan nozzle dan selang mesin pengisian bahan bakar.
3. Machine: tidak ada alat bantu khusus yang didesain untuk meletakan nozzle dan selang pada
posisi fix.
4. Man: kurangnya kesadaran pekerja untuk mengembalikan tools pada tempatnya.
Gambar 5 fishbone

3.3. Analisa MSD dengan metode REBA

Gambar 6 Kegiatan Karyawan mengambil selang

Berdasarkan gambar diatas maka dilakukan proses perhitungan REBA untuk mengetahui MDS
dari karyawan yang sedang mengambil selang.

• Tabel A. Analisis Leher, Batang dan Kaki

Gambar Analisa REBA Nilai


REBA

Posisi Leher (Neck)


2

Posisi Batang (Trunk)

Posisi Kaki (Legs)

Skor Leher, Batang dan Kaki

5
Beban yang diangkat adalah selang dengan berat < 11 lb (4 kg) sehingga skor tenaga = 0

Total skor untuk tabel A adalah 5 + 0 = 5

• Tabel B. Analisa Lengan Atas, Lengan Bawah dan Pergelangan Tangan

Gambar Analisa REBA Nilai


REBA

Posisi Lengan Atas

Posisi Lengan Bawah

Posisi Pergelangan Tangan


1

Skor Lengan Atas, Lengan Bawah dan Pergelangan Tangan

Posisi pegangan lengan Ketika memegang benda sangat baik sehingga coupling score = 0

Total skor untuk tabel B adalah 1 + 0 = 1

Tabel 3
Berdasarkan gambar maka didapat skor tabel C = 4

Pada gambar terlihat perubahan postur tubuh karyawan menjadi membongkok sehingga nilai
dari activity score = 1

Total skor REBA adalah Total Tabel C + Activity Score = 4 + 1 = 5

Gambar 7 Tabel Scor MDS

Sesuai Skor REBA maka dapat dilihat pada tabel MDS, untuk kegiatan karyawan mengambil
selang tergolong Resiko Menengah, penyidik lebih Lanjut, dan segera diubah

3.4. Perhitungan Antropometri

Dari hasil Perhitungan REBA di dapat kesimpulan bahwa posisi karyawan saat mengambil
selang ketika ingin mengisi solar termasuk kegiatan yang sebaiknya segera diubah maka dari itu
dilakukan pengukuran fisik dari karyawan tersebut. Berikut ini hasil pengukuran terhadap Karyawan
yang melakukan aktivitas pengisian Solar didapat data berikut :

Gambar 8 Gambar Simulasi Karyawan

No keterangan Ukuran (m)


1 Panjang lengan atas 176,20
2 Tinggi tubuh 168,50
3 Tinggi mata 158,50
4 Tinggi bahu 143,20
5 Panjang rentang tangan ke depan 65,67
6 Tinggi pinggul 96,00
Selain postur tubuh dari pegawai yang perlu di perhatikan ada juga faktor penepatan selang
yangbharus di rapihkan sesuai dengan Analisa fishbone. Berikut ini layout yang saat ini ada di stasiun
kerja untuk aktivitas pengisian solar PT. XYZ.

Pompa
Solar

Tangki Solar sela


ng

Pegawai

Gambar 9 Layout Stasiun Kerja

3.5. Usulan Desain Stasiun kerja


• Usulan Desain Layout

Posisi dari selang yang berada di lantai sebaiknya diubah menjadi di gantung di kerangken besi
Pompa Solar agar selang mudah dijangkau dan ruang kerja menjadi lebih luas
Usualan
tempat
menaruh
selang

Gambar 10 Usulan Posisi Selang

• Usulan alat gantung selang


Untuk alat gantung selang bisa menggunakan sebuah besi yang ditekuk membentuk huruf S
dimana lekukan atas digunakan untuk mengaitkan besi pada kerangkeng sedangkan lekukan
bawah untuk menggantung selang

Gambar 11 Besi Penggantung Selang

• Usulan tinggi selang dari lantai


Sesuai kaida antropometri maka posisi selang harus ditempatkan setinggi bahu karyawan dan
berjarak paling jauh sepanjang tangan pegawai Ketika diangkat ke depan.
Gambar 12 Tinggi Selang dari Lantai
BAB IV

Kesimpulan

Berdasarkan Analisa diatas dapat disimpulkan bahwa

1. Penempatan tools atau peralatan dalam hal ini selang di stasiun kerja pada aktivitas pengisian
solar excavator di PT XYZ tidak diletakan dengan baik dan perlu di sediakan tempat khusus.
2. Postur kerja karyawan pada aktivitas pengisian solar excavator di PT XYZ terutama saat
mengambil selang tidak baik dan beresiko sedang dikarenakan posisi selang yang berada di
lantai
3. Untuk Memastikan agar tidak terjadi ciderap pada pegawai maka diperlukan penempatan ulang
terhadap posisi selang dan sesuai kaidah Antropometi maka posisi selang harus ditaruh
menggatung setinggi 143,2 cm dari lantai dengan cara membuat sebuah penggantung pada besi
kerangkeng pompa solar.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai