Anda di halaman 1dari 15

EMPAT KRITERIA MASYARAKAT

JAHILIYAH
Ihsan Tanjung

Muhammad Quthb, adik kandung asy-Syahid


Sayyid Quthb rahimahullah, menyebut dunia
modern sebagai jahiliyah abad 20 atau jahiliyah
modern. Menurutnya “jahiliyah” bukan hanya
keadaan di jazirah Arab pada masa awal Nabi
Muhammad shollallahu ‟alaih wa sallam diutus.
Jahiliyah merupakan sifat yang mungkin berlaku
bagi masyarakat mana pun di zaman kapan pun bila
memenuhi setidaknya empat kriteria.
Pertama, tidak adanya iman yang sesungguhnya
kepada Allah ta‟ala. Yaitu, sikap yang
membuktikan kesatuan antara akidah dan syariat
tanpa pemisahan.
Kedua, tidak adanya pelaksanaan hukum menurut
apa yang telah diturunkan Allah ta‟ala, yang berarti
menuruti “hawa nafsu” manusia.
          

           

          

1
         

   

”…dan hendaklah kamu memutuskan perkara


di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan musibah
kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan
manusia adalah orang-orang yang fasik.
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?” (QS Al-Maidah : 49-50)
Ketiga, hadirnya berbagai thaghut di muka bumi
yang membujuk manusia supaya tidak beribadah
dan tidak taat kepada Allah ta‟ala serta menolak
syariat-Nya. Lalu, mengalihkan peribadatannya
kepada thaghut dan hukum-hukum yang dibuat
menurut nafsunya.

2
         

      

          

”Allah ta‟ala Pelindung orang-orang yang


beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).
Dan orang-orang yang kafir, pelindung-
pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka itu adalah penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-
Baqarah : 257)
Keempat, hadirnya sikap menjauh dari agama Allah
ta‟ala, sehingga penyelewengan menjurus kepada
nafsu syahwat. Masyarakat itu tidak melarang dan
tidak merasa berkepentingan untuk melawan
perbuatan asusila.
Itulah beberapa ciri menonjol setiap kejahiliyahan
yang ada di muka bumi sepanjang sejarah.
Semuanya muncul dari cirinya yang paling pokok,
yaitu penyelewengan dari kewajiban berbakti dan
menyembah Allah ta‟ala sebagaimana mestinya.
Ciri pertama suatu masyarakat jahiliyah adalah
tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada
Allah ta’ala. Sebagian masyarakat bisa jadi
3
mengaku beriman, mengaku muslim. Namun dalam
hal mengimani Allah ta‟ala, mereka mengimani
Allah ta‟ala menurut selera, bukan sebagaimana
Allah ta‟ala memperkenalkan dirinya di dalam
Kitab-Nya. Mereka tidak tunduk kepada Allah
ta‟ala, malah mereka yang mendefinisikan Allah
ta‟ala sesuai hawa nafsu.
  ....     

”Dan mereka tidak menghormati Allah ta‟ala


dengan penghormatan yang semestinya.” (QS
Al-An’aam ayat 91)
Dalam suatu masyarakat jahiliyah mereka senang
mengakui Allah ta‟ala sebagai Maha Pengasih,
Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Tapi
mereka tidak suka mendengar Allah ta‟ala sebagai
Yang Maha Keras siksa-Nya, atau Maha Memaksa,
Maha Perkasa serta Maha Sombong. Padahal
semua ini merupakan atribut dari Allah ta‟ala yang
jelas tercantum di dalam Kitab-Nya.
         

    

”Dan peliharalah dirimu daripada siksaan


yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah
bahwa Allah ta‟ala amat keras siksaan-Nya.”
(QS A-Anfaal : 25)
4
            

          

       

    

“Dia-lah Allah ta‟ala Yang tiada Tuhan (yang


berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah
Allah ta‟ala Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci,
Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan
keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang
Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah
ta‟ala dari apa yang mereka persekutukan.”
(QS Al-Hasyr ayat 22-23)
Mengapa sebuah masyarakat jahiliyah bersikap
pilih-kasih terhadap berbagai atribut Allah ta‟ala?
Karena mereka banyak tenggelam dalam perbuatan
dosa dan maksiat, sehingga mereka sangat perlu
dengan tuhan yang menyayangi dan mengampuni.
Mereka suka dengan tuhan yang menjanjikan surga
yang penuh kenikmatan. Namun mereka berusaha
untuk tutup mata akan tuhan yang maha kuasa,
maha perkasa dan maha keras siksaannya. Mereka
5
menutup mata akan hadirnya neraka dengan
segenap siksaannya yang mengerikan.
Sebab mereka ingin tetap bermaksiat namun tidak
ingin menerima konsekuensi atau hukuman akibat
maksiat tersebut. Maka mereka mengimani
sebagian saja dari ketuhanan Allah ta‟ala. Artinya,
mereka tidak mau mengembangkan iman yang
sesungguhnya kepada Allah ta’ala sebab mereka
tidak siap menanggung resikonya. Mereka beriman
dengan cara berangan-angan. Mereka beriman
dalam mimpi belaka. Mereka sangat lemah dalam
beriman. Sungguh benarlah Rasulullah shollallahu
‟alaih wa sallam dengan sabda beliau sebagai
berikut:
“Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa
yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi
(„amal-perbuatan) dirinya dan ber‟amal untuk
kehidupan setelah kematian. Dan orang yang
paling lemah ialah barangsiapa yang mengikuti
hawa nafsunya dan berangan-angan
(diampuni) Allah ta‟ala.” (At-Tirmidzi 8/499)
Ciri kedua suatu masyarakat jahiliyah adalah tidak
adanya pelaksanaan hukum menurut apa yang
telah diturunkan Allah ta’ala, yang berarti
menuruti “hawa nafsu” manusia. Padahal jelas di
dalam Al-Qur’an Allah ta‟ala perintahkan manusia
untuk menegakkan hukum berdasarkan apa yang
telah diwahyukan-Nya. Bila hal ini dilanggar
6
berarti masyarakat tersebut telah menegakkan
hukum berdasarkan hawa nafsu manusia bukan
mengikuti arahan petunjuk ilahi. Dan sikap seperti
itu menjadi indikasi bahwa mereka cenderung
memilih hukum jahiliyah daripada hukum Allah
ta‟ala. Maka masyarakat semacam itu pantas
dijuluki sebagai masyarakat jahiliyah.
          

           

          

         

   

”…dan hendaklah kamu memutuskan perkara


di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah ta‟ala, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan musibah
kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan
manusia adalah orang-orang yang fasik.
7
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?” (QS Al-Maidah : 49-50)
Berdasarkan ayat di atas berarti berbagai negeri
kaum muslimin di berbagai penjuru dunia dewasa
ini sebagian besar termasuk ke dalam masyarakat
jahiliyah. Sebab mereka tidak menjadikan wahyu
Allah ta‟ala semata sebagai sumber dari segenap
sumber hukum. Mereka rela mengekor kepada
logika berhukum masyarakat Barat non-Islam alias
kafir. Bahkan negeri seperti Kerajaan Arab Saudi
sekalipun masih patut dipertanyakan konsistensinya
dalam menjadikan Allah ta‟ala sebagai fihak yang
berdaulat penuh. Sebab andaikan mereka sejujurnya
menegakkan hukum Allah ta‟ala, niscaya mereka
tidak akan membiarkan berlarut-larutnya
penindasan dan penjajahan berlangsung atas
saudara-saudara muslim di bumi suci Palestina
yang merupakan salah satu jiran Kerajaan Arab
Saudi.
Al-Qur’an bahkan memberi label yang sangat
mengerikan kepada fihak-fihak pemegang otoritas
hukum dalam suatu masyarakat bilamana mereka
tidak mau berhukum dengan hukum Allah ta‟ala.
Allah ta‟ala menyebut para pemimpin –baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif- masyarakat

8
tersebut sebagai orang-orang kafir, zalim dan
fasik..!
          ....

”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut


apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-
Maidah : 44)
          ....

”Barangsiapa tidak memutuskan perkara


menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
(QS Al-Maidah : 45)
         ....



”Barangsiapa tidak memutuskan perkara


menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”
(QS Al-Maidah : 47)
Maka saudaraku, sungguh perjuangan menegakkan
Islam masih memerlukan pengerahan energi dan
kesungguhan yang luar biasa. Masih banyak ummat
Islam yang menyebut hukum jahiliyah sebagai
hukum positif, padahal jelas negatif-nya di mata
Allah ta‟ala. Yang kita sayangkan bahwa sebagian
orang yang mengaku sebagai aktivis pergerakan
9
Islam merasa yakin benar bahwa jika mereka
terpilih menjadi pemimpin dalam sebuah
masyarakat jahiliyah berarti kemenangan sudah di
depan mata…! Padahal ancaman Allah ta‟ala
begitu nyata. Allah ta‟ala memandang mereka yang
memiliki otoritas hukum dalam sistem yang tidak
berhukum berdasarkan wahyu Allah ta‟ala adalah
manusia-manusia kafir, zalim dan fasik.
Na‟udzubillahi min dzaalika…!
Ciri ketiga ialah bilamana hadir di dalamnya
berbagai thaghut yang membujuk manusia
supaya tidak beribadah dan tidak taat kepada
Allah ta’ala serta menolak syariat-Nya. Lalu,
mengalihkan peribadatannya kepada thaghut dan
hukum-hukum yang dibuat menurut nafsunya.
Perkara ini sudah kita singgung dalam tulisan
terdahulu berjudul ”Wali Allah Versus Wali
Thaghut”.
Adapun ciri keempat suatu masyarakat jahiliyah
ialah hadirnya sikap menjauh dari agama Allah
ta’ala, sehingga penyelewengan menjurus kepada
nafsu syahwat. Masyarakat itu tidak melarang dan
tidak merasa berkepentingan untuk melawan
perbuatan asusila. Sehingga dalam masyarakat
seperti itu segenap upaya untuk menjunjung tinggi
akhlak mulia menjadi sia-sia bahkan memperoleh
penentangan hebat dari kebanyakan manusia.

10
Sikap menjauh dari agama Allah ta‟ala
menyebabkan manusia selalu menjadikan
pertimbangan syar’i sebagai pertimbangan terakhir
bukan pertimbangan pertama dan utama. Hampir
semua kebijakan mempertimbangkan hal-hal selain
agama Allah ta‟ala. Misalnya, yang lebih
diutamakan adalah pertimbangan ekonomi atau
stabilitas nasional atau penilaian dunia
internasional.
Inilah yang terjadi pada kasus kaum wanita yang
berprofesi sebagai pelacur. Pemerintah dan
masyarakat membiarkan bahkan mendukung
eksistensi profesi tersebut dengan alasan hak
berpenghasilan. Soal bahwa menurut pandangan
agama Allah ta‟ala hal itu haram tidak menjadi
persoalan. Sampai-sampai nama profesi tersebut
“diperhalus” menjadi Pekerja Seks Komersial
(PSK) untuk mendongkrak kehormatan para
pelakunya.
Ini pula yang menjadi argumentasi mengapa aliran-
aliran sesat tetap dibiarkan beraktivitas
menyebarluaskan kesesatannya di tengah
masyarakat. Ahmadiyah, misalnya, tidak kunjung
diberangus karena berlindung di balik alasan hak
asasi manusia atau menjaga stabilitas nasional atau
menjaga image di mata dunia internasional. Bahwa
dari sudut pandang agama Allah ta‟ala ajarannya
sudah jelas-jelas menentang Allah ta‟ala dan
11
Rasul-Nya, maka hal itu tidak pernah menjadi
pertimbangan yang patut diperhatikan.
Berbagai tayangan televisi yang masuk kategori
pornografi atau pornoaksi tidak kunjung berkurang
apalagi berakhir karena –kata mereka- memiliki
rating yang tinggi, mendatangkan banyak iklan dan
profit bagi para pemilik stasiun TV. Soal bahwa
dari segi agama Allah ta‟ala tayangan-tayangan
seperti itu termasuk haram, maka hal ini tidak
pernah menjadi perhatian para pengusaha TV.
Prinsip mereka “Anjing menggonggong, kafilah
berlalu.” Dengan liciknya mereka bilang: “Kami
hanya melayani aspirasi masyarakat luas.
Kebanyakan pemirsa TV memang menghendaki
hadirnya tayangan-tayangan seperti itu.”
Saudaraku, memang perbedaan pokok masyarakat
jahiliyah dengan masyarakat Islam atau masyarakat
orang-orang beriman ialah pada landasan berdirinya
masyarakat tersebut. Masyarakat jahiliyah bertolak
dari hawa nafsu dan selera masyarakat dalam
mengembangkan kehidupan dan peradaban.
Sedangkan masyarakat orang-orang beriman
bertolak dari ketundukan dan penghambaan diri
kepada Allah ta‟ala.
Kedua-duanya sama-sama mengaku ingin
menegakkan kebebasan. Yang satu kebebasan
dalam pengertian bebas untuk bermaksiat kapan
saja dan bagaimana saja sesuka hati. Sedangkan
12
yang satu lagi kebebasan untuk taat dan patuh
hanya kepada Allah ta‟ala, pemilik otoritas
tertinggi di alam raya. Jahiliyah tidak pernah
menyebut perbuatan manusia sebagai maksiat,
melainkan kreativitas. Sedangkan Islam tidak
membenarkan adanya kebebasan untuk bermaksiat,
yang dibenarkan hanyalah kebebasan untuk taat.
Apapun boleh dikerjakan dan dikembangkan di
dalam Islam asalkan masih dalam koridor taat
kepada Allah ta‟ala.
          

         

           

              

 

”Maka pernahkah kamu melihat orang yang


menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya,
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah
yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran? Dan mereka
berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah
13
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita
hidup dan tidak ada yang membinasakan kita
selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS
Al-Jatsiyah : 23-24)
Masyarakat jahiliyah menjadikan segala
pertimbangan hidupnya berdasarkan kepentingan
yang dibatasi oleh kehidupan dunia belaka.
Mereka tidak pernah dan tidak tertarik menjadikan
pertimbangan agama Allah ta‟ala sebagai
pertimbangan pertama dan utama karena mereka
tidak memiliki visi akhirat. Mereka hanya mengerti
perkara dunia semata. Mereka meragukan bahkan
mengingkari kehidupan akhirat. Mereka telah
tertipu oleh dunia.
Sedangkan masyarakat Islam sangat peduli
dengan agama Allah ta’ala. Segala sesuatu dinilai
berdasarkan agama Allah ta’ala. Mengapa
demikian? Karena mereka sangat bersyukur akan
ni’mat Iman dan Islam yang Allah ta‟ala
limpahkan kepada mereka. Sebagai wujud rasa
syukur itu mereka mengembangkan rasa cinta
kepada keimanan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan keimanan. Sambil sebaliknya, mereka
kembangkan rasa benci terhadap kekafiran,
kefasikan dan kemaksiatan.

14
         .....

        

”…tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada


keimanan dan menjadikan iman itu indah
dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang-orang yang mengikuti
jalan yang lurus.” (QS Al-Hujurat : 7)
Benarlah Rasulullah shollallahu ‟alaih wa sallam
dengan sabdanya sebagai berikut:
“Neraka dilapisi oleh hal-hal yang
menyenangkan (syahwat) manusia, sedangkan
surga dilapisi hal-hal yang tidak disukai
manusia.” (HR Bukhari no. 6006)
----------------

15

Anda mungkin juga menyukai