Anda di halaman 1dari 56

HUBUNGAN PERSEPSI KESIAPSIAGAAN DAN

KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA PADA


MAHASISWA KEPERAWATAN DI KOTA KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

PUAN ARYANITA DEWI


NIM. 10220060

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2023
HUBUNGAN PERSEPSI KESIAPSIAGAAN DAN
KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA PADA
MAHASISWA KEPERAWATAN DI KOTA KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

PUAN ARYANITA DEWI


NIM. 10220060

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2023

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN PERSEPSI KESIAPSIAGAAN DAN KESIAPSIAGAAN


MENGHADAPI BENCANA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
DI KOTA KEDIRI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

PUAN ARYANITA DEWI


NIM. 10220060

Proposal skripsi ini Telah Disetujui


Pada …………………

Pembimbing

Yohanes Andy Rias M.Kep.,NS.,Ph.D

Mengetahui :
Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Yanuar Eka Pujiastutik, S. Kep., Ns., M.Kes


Ketua Program Studi

iii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN PERSEPSI KESIAPSIAGAAN DAN KESIAPSIAGAAN


MENGHADAPI BENCANA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
DI KOTA KEDIRI

Oleh:

PUAN ARYANITA DEWI


NIM. 10220060

Telah Diuji
Pada Tanggal 9 Desember 2023

Oleh Tim Penguji :

Penguji I : Ika Rahmawati, S.Kep.Ns,M.Kep ( )

Penguji II : Christina Dewi, S.Kep.Ns,M.Kep ( )

Penguji III : Yohanes Andy Rias M.Kep.,Ns.,PhD ( )

Mengetahui :
Fakultas Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Christina Dewi, S.Kep.,Ns.,M.Kep


Dekan Fakultas Kesehatan

iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Puan Aryanita Dewi

Nim : 10220060

Program Studi : S1 Keperawatn

Judul Skripsi : Hubungan Persepsi Kesiapsiagaan Dan Kesiapsiagaan

Menghadapi Bencana Pada Mahasiswa Keperawatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

merupakan benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan

tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pemikiran saya

sendiri

Apabila suatu saat nanti dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya sanggup menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kediri, Desember 2023


Yang Membuat Pernyataan,

Puan Aryanita Dewi


NIM : 10220060

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat

dan karunia-Nya, telah terselesaikan penyusunan Proposal Skripsi dengan judul

“Hubungan Persepsi Kesiapsiagaan Dan Kesiapsiagaan Menghadapi

Bencana Pada Mahasiswa Keperawatan” guna memenuhi syarat dalam

menyelesaikan progam Sarjana Keperawatan di Fakultas Kesehatan Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Proposal Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan, dorongan dan motivasi

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Dr. Ec Lianawati, M. BA , selaku Ketua Yayasan Pendidikan Bhakti Wiyata

Kediri.

2. Prof. Dr Muhamad Zainuddin, Apt, selaku rektor Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan Skripsi.

3. Ibu Christina Dewi, S.Kep.Ns,M.Kep selaku dekan fakultas Farmasi Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan

kepada kami untuk menyelesaikan Skripsi

4. Ibu Yanuar Eka Pujiastutik, S.Kep., Ns.,M.Kes selaku Ketua Progam Studi

S1 Keperawatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah

memberikan arahan dan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan Skripsi

5. Bapak Yohanes Andy Rias M.Kep.,NS.,Ph.D selaku dosen pembimbing yang

telah merelakan waktu, tenaga, dan pikiranya untuk membimbing,

memberikan motivasi, kritik dan saran serta ilmu kepada saya sehingga

vi
penyusunan skripsi dapat terselesaikan dengan baik.

6. Bapak Yohanes Andy Rias M.Kep.,NS.,Ph.D selaku Dosen Penguji 1, Ibu Ika

Rahmawati, S.Kep.Ns,M.Kep selaku Dosen Penguji II, d a n I b u Christina

Dewi, S.Kep.Ns,M.Kep selaku Dosen Penguji III sebagai penguji skrispi saya.

7. Kedua Orang tuaku yang selalu membimbingku dengan rasa sabar.

8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Pogram Studi S1 Keperawatan Institut Ilmu

Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan ilmu yang berharga

9. Kedua Orang Tua tercinta ayah dan ibu yang selalu mendoakan dan dukungan

yang secara moral maupun materi sehingga bisa menjalankan studi dengan

lancer.

10. Teman-teman Almamater S1 Keperawatan 2020, terimkasih sahabat terbaikku

Sovia Fatmasari dan Nafithatun Nisa yang dari awal bersamaterimakasih atas

semangat, kisah yang berakhir dengan sengan maupun susah dalam 8 semester

ini, sehingga kita dapat menjalani tugas akhir ini secara Bersama.

11. Semua pihak yang berkontribusi dan membantu dalam menyelesaikan dan

melancarkan penyusunan skipsi ini.

12. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan

kesempatan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Saya menyadari banyak kekurangan dalam penulisan proposal skripsi ini,

oleh karena itu, saya membutuhkan kritik serta saran yang membangun supaya

skripsi ini dapat diperbaiki dengan sebaik-baiknya di masa yang akan datang.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga skripsi ini dapat diterima

dengan baik dan bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, Desember 2023


Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................
C. Tujuan..........................................................................................
D. Manfaat........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi Bencana..........................................................................
1. Pengertian Persepsi Bencana..................................................
2. Dimensi Persepsi Risiko Bencana..........................................
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Risiko Bencana..
B. Bencana........................................................................................
1. Definisi Bencana....................................................................
2. Klasifikasi Bencana................................................................
3. Gawat Darurat........................................................................
C. Kesiapsiagaan Bencana................................................................
1. Kesiapsiagaan Bencana..........................................................
2. Parameter Kesiapsiagaan Bencana.........................................
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Bencana...
4. Indikator Penilaian Kesiapsiagaan.........................................
5. Sarana Tanggap Darurat.........................................................
6. Upaya Penyelamatan Diri Saat Bencana................................
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep.........................................................................
B. Penjelasan Kerangka Konsep.......................................................
C. Hipotesis Penelitian......................................................................

viii
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian..........................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling................................................
D. Variabel Penelitian................................................................................
E. Definisi Operasional..............................................................................
F. Bahan /Instrumen Penelitian.................................................................
G. Prosedur Pengumpulan Data.................................................................
H. Pengolahan dan Analisis Data...............................................................
I. Analisis Data.........................................................................................
J. Validitas dan Reabilitas.........................................................................
K. Kerangka Kerja............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel IV. 1 Definisi Operasional.......................................................................
Tabel IV. 2 Penilaian Tingkat Persepsi..............................................................
Tabel IV. 3 Penilaian Tingkat Perilaku..............................................................
Tabel IV. 2 Nilai Cronbach’s Alpha..................................................................

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar III. 1 Kerangka Konsep.......................................................................
Gambar IV. 1 Kerangka Kerja..........................................................................

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 2 Kuesioner.......................................................................................

xii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, ISTILAH

Daftar Arti Lambang


% : Persentase
“ : Tanda petik
< : Kurang dari
= : Sama dengan
> : Lebih dari
2
: Kuadrat
d : ketepatan
F : Jawaban benar
N : Besar Populasi
n : Besar sampel
P : Nilai persentase
x : Kali

Daftar Arti Singkatan


BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPS : Badan Pusat Statistik
ICN : The International Council of Nurse
WHO : World Health Organization
NSHRP : National Survey of Health Risk Perception
UU : Undang-undang
RI : Republik Indonesia
SPGDT : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
P3K : Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
PLN : Pusat Listrik Negara
PAM : Perusahaan Air Minum
SDM : Sumber Daya Manusia
IIK : Institut Ilmu Kesehatan
SPSS : Statistikal Package for the Social Sciens

xiii
Istilah
Cross sectional : penelitian untuk mempelajari suatu dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek, dan dengan suatu
pendekatan, observasi ataupun dengan teknik
pengumpulan data pada suatu waktu tertentu.
Purposive Sampling : teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Nominal : skala pengukuran yang paling sederhana. Data ditetapkan
atas dasar proses penggolongan, data bersifat
membedakan

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi, masyarakat, dan individu untuk merespon dengan
cepat dan efektif terhadap situasi bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana yang
menimbulkan kerugian baik korban jiwa, gangguan psikologis, dan kerusakan
harta benda (Pemerintah Republik Indonesia, 2007).
Angka kejadian bencana alam dan kegawatan selalu meningkat setiap
tahunnya diseluruh dunia. Pada tahun 2020, terjadi total 416 peristiwa
bencana alam di dunia. Wilayah Asia Pasifik berada di urutan tertinggi kedua
jumlah kejadian bencana alam, hal ini salah satunya dikarenakan ukuran dan
biaya yang dirugikan akibat bencana alam. Pada tahun 2018 di Amerika,
sebagian besar kematian akibat bencana alam disebabkan oleh siklon tropis,
kebakaran hutan, panas dan kekeringan (Jaganmohan, 2021).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, total
1.441 kali bencana alam yang melanda Indonesia sejak 1 Januari-18 Juni
2021. Bencana alam yang terbanyak adalah banjir yakni 599 kejadian. Lalu
puting beliung dengan 398 kejadian. Setelahnya ada tanah longsor dan
kebakaran hutan yang masing-masing sebanyak 293 dan 109 kejadian.
Sementara itu ada 20 bencana gempa bumi telah melanda Indonesia sejak 1
Januari-18 Juni 2021. Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat pertama
wilayah yang mengalami bencana terbanyak di Indonesia dalam kurun waktu
tahun 2013 – 2018 yang disusul oleh Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur
(BNPB, 2022).
Bencana alam yang sering terjadi di Jawa Timur adalah: gempa bumi,
gunung meletus, tsunami, tanah longsor, banjir, banjir bandang, kekeringan,
kebakaran hutan, puting beliung, tsunami/badai dan keausan. Pada tahun

1
2

2020, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.935


bencana alam di Jawa Timur. Sedangkan Data BPS Kota Kediri menyebutkan
bahwa pada tahun 2022 terdapat 3 kejadian bencana banjir, 8 kejadian
bencana kebakaran dan 2 kejadian bencana abrasi. Dari 13 kejadian bencana
tersebut terdapat 194 orang terdampak dan mengungsi serta terdapat 53
rumah rusak ringan (BPS Kota Kediri, 2022).
Bencana alam dapat berdampak pada aspek fisik, sosial, ekonomi,
psikologis manusia, juga merusak lingkungan dan fasilitas umum. Dampak
negatif bencana alam dilihat dari sudut pandangnya, dirasakan oleh individu,
keluarga, masyarakat dan pemerintah/negara. Bila dilihat dari berbagai
seginya, yang meliputi aspek fisik, sosial, budaya, ekonomi, psikologis,
spiritual dan lingkungan. Jika batas dan dimensi saling terkait, efek dari
bencana alam ini akan tampak multidimensi. Data BNPB menunjukkan
bahwa bencana alam yang terjadi di awal tahun 2021 berdampak pada
berbagai sektor kehidupan masyarakat (BNPB, 2022).
Kesiapsiagaan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana
merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta langkah tepat guna dan berdaya guna.
Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana. Tahap-tahap kesiapsiagaan meliputi
penyusunan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana,
pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini,
penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar,
pengorganisasian penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat, penyiapan lokasi evakuasi, penyusunan data akurat,
informasi dan prosedur tetap tanggap darurat bencana, penyediaan dan
penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan sarana
dan prasarana (Ihsan et al., 2022).
Mahasiswa keperawatan merupakan calon perawat yang akan
melayani masyarakat. Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup
segala kondisi, tidak terbatas pada pemberian asuhan di rumah sakit namun
juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana (Rofifah,
3

2019). Situasi penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang
sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara keterampilan dan
teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini. Perlunya persiapan baik secara
pengetahuan dan ketrampilan pada mahasiswa keperawatan untuk
menghadapi kondisi bencana sesuai dengan kompetensi yang telah diatur oleh
World Health Organization (WHO) dan The International Council of Nurse
(ICN) pada tahun 2009 (Achora & Kamanyire, 2016).
Setelah dilakukan studi pendahuluan terhadap 10 mahasiswa
Keperawatan di Kota Kediri pada tanggal 10 November 2023 didapatkan
hasil bahwa persepsi mahasiswa terkait kebencanaan baik namun
pengaplikasian kesiapsiagaan bencana masih kurang karena kurang
memahami beberapa fasilitas yang tersedia di lingkungan kampus dan
perlengkapan yang dipersiapkan untuk menghadapi bencana. Selain itu
mahasiswa keperawatan juga belum mengetahui lokasi evakuasi di titik-titik
rawan bencana di Kota Kediri, sehingga kesiapan manajemen bencana
mahasiswa masih kurang.
Hubungan antara persepsi risiko bencana dan kesiapsiagaan bencana
telah banyak dieksplorasi sebelumnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa
ketika orang merasakan risiko suatu peristiwa yang tidak dapat diterima,
mereka akan terlibat dalam perilaku yang mereka yakini paling layak dan
akan memberi hasil terbaik untuk meminimalkan risiko (Kurnianto, 2019).
Penelitian Hasan, et al. (2022) didapatkan bahwa kesiapsiagaan bencana pada
mahasiswa jurusan keperawatan negeri dan swasta (p = 0,006). Selain itu
terdapat hubungan antara kesiapsiagaan bencana dengan kemampuan
kemampuan tanggap bencana pada mahasiswa keperawatan. Kemampuan
tanggap bencana, pemulihan bencana dan jenis kelamin mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kesiapan manajemen bencana pada mahasiswa
keperawatan.
Sementara itu penelitian Ji-Suk Kang, et al. (2022) didapatkan bahwa
kesadaran akan bencana menunjukkan korelasi positif dengan kemauan untuk
berpartisipasi dalam tanggap bencana. Selanjutnya, kesiapsiagaan bencana
dan kemauan untuk berpartisipasi dalam respon suatu bencana menunjukkan
4

korelasi positif dengan kapasitas keperawatan bencana. Kesadaran akan


bencana tidak menunjukkan korelasi yang signifikan antara kesiapsiagaan
bencana dan kompetensi keperawatan bencana. Terakhir, kesiapsiagaan
bencana tidak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan kemauan
berpartisipasi dalam tanggap bencana.
Uraian diatas melandasi penulis untuk meneliti tentang “Hubungan
Persepsi Kesiapsiagaan Dan Kesiapan Managemen Bencana Pada Mahasiswa
Keperawatan di Kota Kediri”

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui persepsi kesiapsiagaan bencana pada mahasiswa
Keperawatan di Kota Kediri
b. Mengetahui kesiapsiagaan menghadapi bencana pada mahasiswa
Keperawatan di Kota Kediri
c. Mengetahui hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literatur tentang penelitian, sehingga dapat
menambah pustaka dalam institusi.
b. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain dapat mengetahui acuan untuk penelitian sejenis
dan dapat melakukan penelitian yang sama dengan responden yang
5

berbeda tempat, sehingga hasil penelitian dapat dibandingkan.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu konstribusi tinggi
bagi wilayah setempat yang bisa dipakai sebagai salah satu bahan
masukan tentang hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan
menghadapi bencana pada mahasiswa Keperawatan.
b. Bagi Responden
Menambah pengetahuan tentang hubungan persepsi
kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana pada
mahasiswa Keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi Bencana
1. Pengertian Persepsi Bencana
Persepsi Risiko Bencana telah menjadi topik yang penting bagi
para politisi dan pembuat kebijakan yang peduli dengan masalah
keselamatan, dan pendekatan serta analisa psikologi terhadap persepsi
risiko bencana juga telah banyak menarik perhatian (Sjöberg, Moen, &
Rundmo, 2004). Meskipun terdapat perbedaan dalam model yang
digunakan untuk menjelaskan persepsi risiko bencana, namun peneliti dan
praktisi umumnya mencapai kesepakatan bahwa persepsi risiko bencana
itu merupakan hal penting (Yong, 2017).
Ada dua pendekatan teori besar yang berusaha untuk menjelaskan
tentang persepsi risiko bencana, yaitu pendekatan kognitif dan pendekatan
sosial-budaya. Prinsip dasar dari pendekatan kognitif terhadap persepsi
risiko individu didasarkan pada proses dasar psikologi tentang bagaimana
individu mengukur dan menganggap suatu kejadian memenuhi syarat
sebagai suatu risiko. Terdapat dua pendekatan utama dalam pendekatan
kognitif, yaitu pendekatan heuristik dan bias, dan paradigma psikometrik
(Yong, 2017). Penelitian psikologis tentang Persepsi Risiko telah
didominasi oleh Paradigma Psikometrik yang bermanfaat dalam
mengemukakan masalah-masalah penting dalam penelitian. Paul Slovic
(1999) sebagai tokoh utama yang menjelaskan persepsi risiko melalui
paradigm psikometrik mendefinisikan persepsi risiko sebagai nilai
kepercayaan seseorang yang terdiri dari keyakinan tentang tanggung
jawab, kontrol, penerimaan, dan respons terhadap bahaya. Sedangkan
pada pendekatan sosial-budaya menyatakan bahwa persepsi risiko setiap
individu dapat bervariasi karena lingkungan sosialnya. Artinya, apa yang
dianggap berisiko atau tidak berisiko secara sosial dibangun oleh cara
hidup tertentu (Yong, 2017).

6
7

Persepsi Risiko adalah penilaian subjektif dari kemungkinan jenis


kejadian tertentu yang terjadi dan seberapa peduli kita dengan
konsekuensinya (Sjöberg, Moen, & Rundmo, 2004). Persepsi risiko
termasuk suatu langkah evaluasi dari kemungkinan-kemungkinan serta
konsekuensi negatif dari suatu risiko (Sjöberg, Moen, & Rundmo, 2004).
Pidgeon, Hood, Jones, Turner, dan Gibson (1992) mendefinisikan
persepsi risiko sebagai suatu kepercayaan, sikap, penilaian dan perasaan
sesorang, serta nilai-nilai sosial atau budaya yang diadopsi seseorang,
terhadap bahaya dan manfaatnya (Bodemer & Gaissmaier, 2015). Yong
(2017) beranggapan bahwa persepsi risiko merupakan struktur
multidimensi yang terdiri dari keyakinan akan tanggung jawab, kontrol,
penerimaan, dan respon terhadap bahaya.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa persepsi risiko
terdiri dari beberapa dimensi dan dimensi persepsi risiko yang berbeda
akan berkaitan dengan respon perilaku yang berbeda pula. Mengevaluasi
suatu risiko dari perspektif yang berbeda juga akan mengahasilkan
pandangan yang berbeda dalam mengevaluasi serta akan menghasilkan
perilaku yang berbeda pula (Bodemer & Gaissmaier, 2015). Berdasarkan
uraian di atas, mengacu pada pendapat Yong (2017) maka definisi
persepsi risiko bencana dalam penelitian ini adalah sebagai struktur
multidimensi tentang nilai kepercayaan terhadap risiko yang terdiri dari
keyakinan tentang tanggung jawab, kontrol, penerimaan, dan respons
terhadap bencana alam.
2. Dimensi Persepsi Risiko Bencana
Yong (2017) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa persepsi
risiko terhadap bencana sebagai struktur multidimensi yang terdiri dari
kepercayaan tentang risiko dan masalah bencana alam. Penelitian yang
dilakukannya berhubungan dengan persepsi risiko dan kesiapsiagaan
bencana untuk bencana alam. Berdasarkan hasil analisis data National
Survey of Health Risk Perception (NSHRP) 2012, Yong (2017)
mengungkapkan tiga dimensi psikologis yang mendasari persepsi risiko,
yaitu:
8

a. External Responsibility for Disaster Management


Tanggung jawab eksternal untuk manajemen bencana mencerminkan
individu percaya bahwa pemerintah, organisasi dan orang lain
memiliki peran dan bertanggung jawab atas kesiapsiagaan dan
manajemen bencana, sehingga individu juga mau mengikuti arahan
atau himbauan dari pemerintah, organisasi, masyarakat dan orang lain
akan manajemen bencana agar dapat mengurangi dampak risiko dari
suatu bencana (Yong, 2017).
b. Self-preparedness Responsibility
Tanggung jawab kesiapsiagaan diri mewakili keyakinan bahwa
individu memegang kendali dan bertanggung jawab atas risiko
bencana alam melalui kesiapsiagaan bencana. Seberapa besar atau
kecilnya kemungkinan risiko yang akan diterima individu akibat dari
bencana tergantung usaha yang dilakukan untuk meminimaliri risiko
tersebut dengan melakukan kesiapsiagaan (Yong, 2017).
c. Illusiveness of preparedness
Ilusi Kesiapsiagaan menunjukkan sikap individu dalam merespons
risiko bencana dengan sikap fatalistik (pasrah terhadap nasib),
penolakan dan angan-angan. Sikap tersebut dapat meningkatkan rasa
ketidakpastian terhadap bencana dan kurangnya kontrol atas risiko
dan juga pandangan bahwa kesiapsiagaan bencana itu merupakan hal
yang sia-sia (Yong, 2017).
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Risiko Bencana
Dalam peneltiannya yang berjudul Risk Perception, Bodemer dan
Gaissmaier (2015) telah menganalisis berbagai faktor yang dapat
memengaruhi persepsi risiko berdasarkan pendekatan psikometri, sosial
dan budaya. Berikut ini dirangkum beberapa faktor yang memengaruhi
persepsi risiko:
a. Dread Risk
Seperti yang diusulkan oleh pendekatan psikometri, ketakutan adalah
salah satu prediktor penting dalam persepsi dan reaksi seseorang
9

terhadap bahaya (Bodemer & Gaissmaier, 2015). Orang yang menilai


suatu risiko akan bahaya yang menimpa banyak orang dan dalam
periode waktu yang dekat atau bahkan pernah merasakan akan
memiliki kecenderungan kuat untuk menghindari risiko tersebut
(Slovic P. , 1987).
b. The Role of Affect: Risk-asFeelings and the Affect Heuristic
Reaksi perasaan memberikan sinyal penting tentang bagaimana kita
memahami dan merasakan tentang lingkungan kita (Bodemer &
Gaissmaier, 2015). Perasaan akan bahaya akan muncul secara
otomatis dan cepat, seringkali muncul sebelum seseorang
mengevaluasi risiko tersebut secara kognitif dan sadar. Reaksi
perasaan memungkinkan seseorang melakukan evaluasi, memotivasi
perilaku dan memungkinkan untuk melakukan perbandingan berbagai
peristiwa dan situasi pada tingkat yang sama (Peters, 2006).
c. Availability Heruristic
Strategi lain untuk menilai risiko adalah dengan melalui ketersediaan
heruristik, yaitu menilai seberapa besar frekuensi kemungkinan suatu
peristawa yang diingat dan pernah terjadi akan terjadi lagi dikemudian
hari (Tversky & Kahneman, 1974). Apakah dan kapan heuristik ini
mengarah pada persepsi risiko bencana yang akurat tergantung pada
struktur lingkungan. Asumsinya adalah bahwa peristiwa yang lebih
sering dan lebih mudah diingat akan mempengaruhi tingkat persepsi
risiko seseorang (Bodemer & Gaissmaier, 2015).
d. Optimism Bias
Bias Optimisme, juga disebut sebagai keyakinan seseorang akan masa
depan secara positif yang berfungsi untuk menjelaskan mengapa
orang sering untuk tidak mengambil tindakan pencegahan dan sebagai
gantinya hanya mengurangi risiko pribadi mereka karena merasa
yakin bahwa suatu peristiwa atau bencana itu tidak akan terjadi pada
dirinya (Bodemer & Gaissmaier, 2015).
e. Representation of Risk
10

Cara kita memandang risiko sangat tergantung pada bagaimana kita


secara mental dapat menggambarkannya (Bodemer & Gaissmaier,
2015). Fuzzy-Trace Theory telah membedakan dua jenis representasi,
yaitu secara verbatim dan inti. Representasi verbatim menyandingkan
stimulus secara obyektif, yaitu seperti yang sebenarnya terjadi.
Sedangkan Representasi inti lebih kabur dan menyandingkan
informasi secara subyektif.
f. Media
Media pada umumnya dianggap sebagai mediator penting dalam
persepsi risiko (Bodemer & Gaissmaier, 2015). Seberapa baik dan
sesuainya media dalam memberikan informasi berdasarkan fakta yang
ada kepada masyarakat akan mempengaruhi perespi risiko. Jika
liputan media tidak seimbang antara frekuensi bahaya yang
sebenarnya dengan apa yang disajikan, maka akan menyebabkan
kecenderungan orang untuk merepresentasikan suatu risiko secara
keliru (Bodemer & Gaissmaier, 2015).

B. Bencana
1. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU
RI No 24 Tahun 2007). Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah bencana ialah peristiwa, bencana terjadi secara tiba –
tiba dan mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat serta
menyebabkan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat atau
komunitas. Bencana dapat pula diakibatkan oleh ulah manusia
(International Council of Nurses (ICN), 2009).
Bencana merupakan suatu keadaan yang muncul tiba-tiba dan
mengancam kehidupan masyarakat disebabkan oleh faktor alam dan/atau
non alam maupun faktor manusia. Bencana dapat mengakibatkan korban
11

jiwa, kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat untuk


mengatasinya sendiri (Tyas, MCD, 2016).

2. Klasifikasi Bencana
Bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 diklasifikasikan menjadi
3 diantaranya:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan
teror.
3. Gawat Darurat
Situasi gawat darurat dapat terjadi akibat bencana. Gawat darurat
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu Tahun 2016 adalah keadaan klinis korban/pasien
gawat darurat yang membutuhkan tindakan medis segera untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) merupakan suatu mekanisme pelayanan
korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center
dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan
masyarakat (Sudibyakto, 2008).
Tujuan dari penyelenggaraan SPGDT adalah meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dan mempercepat waktu
penanganan (respon time) korban dan menurunkan angka kematian serta
kecacatan. SPGDT dilaksanakan oleh Pusat Komando Nasional beserta
PSC tingkat Kabupaten/ Kota dan fasilitas kesehatan (Sudibyakto, 2008).
12

Pada kondisi bencana kegiatan yang dilakukan pada fase bencana


atau fase gawat darurat disebut tanggap darurat. Pada fase tanggap darurat
dilakukan berbagai aktivitas darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri
atau harta kekayaan (United Nation (UN), 2015). Aktivitas yang
dilakukan secara kongkret yaitu:
a. Instruksi penyelamatan diri
b. Pencarian dan penyelamatan korban,
c. Menjamin keamanan di lokasi bencana,
d. Pengkajian kerugian yang timbul setelah bencana
e. Pembagian dan penggunaan sarana dan prasarana pada kondisi darurat
f. Pendistribusian barang material, dan
g. Menyediakan lokasi pengungsian, dan lain-lain.

C. Kesiapsiagaan Bencana
1. Kesiapsiagaan Bencana
Kesiapsiagaan bencana merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang
berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan bencana merupakan salah
satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang
bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya suatu bencana
(LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Kegiatan-kegiatan yang umumnya
dikaitkan dengan kesiapsiagaan bencana termasuk mengembangkan
proses perencanaan untuk memastikan kesiapan, merumuskan rencana
bencana, menimbun sumber daya yang diperlukan untuk respon yang
efektif dan mengembangkan keterampilan dan kompetensi untuk
memastikan kinerja yang efektif dari tugas-tugas terkait bencana (Sutton
& Tierney , 2006).
Konsep kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah yang
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan jiwa ketika bencana terjadi,
seperti tindakan perlindungan selama gempa bumi atau tsunami terjadi.
Hal ini juga mencakup tindakan yang dirancang untuk meningkatkan
kemampuan dalam melakukan tindakan darurat untuk melindungi harta
13

benda dan dokumen-dokumen penting, serta kemampuan untuk terlibat


dalam kegiatan pemulihan pasca bencana dan kegiatan pemulihan dini
(Sutton & Tierney , 2006).
Ada banyak stakeholders di dalam masyarakat yang terlibat dan
berpengaruh dalam upaya kesiapsiagaan bencana, stakeholders utama
adalah individu dan keluarga, pemerintah, dan komunitas sekolah.
Individu dan keluarga merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari
kesiapsiagaan, karena berpengaruh secara langsung terhadap risiko
bencana (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Kesiapsiagaan bencana pada
keluarga berarti segala perilaku kesiapsiagaan yang dilakukan di dalam
keluarga dengan tujuan untuk meminimalisir dampak bencana agar dapat
menjaga kelangsungan hidup dan pemeliharaan kualitas hidup keluarga
saat dan sesudah bencana terjadi (Bradley, 2010).
2. Parameter Kesiapsiagaan Bencana
Kesiapsiagaan bencana memiliki lima faktor-faktor kritis yang
sangat dibutuhkan, penting, mendesak dan sensitif terhadap kesiapsiagaan
bencana masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam dan disepakati
sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dan keluarga
dalam mengantisipasi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami
(LIPI-UNESCO/ISDR, 2006), yaitu :
a. Pengetahuan dan Sikap Terhadap Risiko Bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dalam menyikapi risiko
bencana serta menjadi kunci untuk kesiapsiagaan bencana.
Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan
kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi
bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah
pesisir yang rentan terhadap bencana alam (LIPI-UNESCO/ISDR,
2006).
b. Kebijakan dan Panduan
Kebijakan kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan
merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga
14

bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap


kesiapsiagaan bencana pada keluarga (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Kebijakan yang diperlukan untuk kesiapsiagaan bencana pada
keluarga berupa kesepakatan keluarga dalam hal menghadapi bencana
alam, yakni adanya diskusi keluarga mengenai sikap dan tindakan
penyelamatan diri yang tepat saat terjadi bencana alam, dan tindakan
serta peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi bencana alam
(Lenawida, 2011).
c. Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana
Rencana keadaan darurat bencana menjadi bagian yang penting
dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan evakuasi,
pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi
bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari
pemerintah dan pihak luar datang (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:
1) Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat, yaitu adanya
rencana penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga
mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat
(bencana alam) terjadi.
2) Rencana evakuasi, yaitu adanya rencana atau kesepakatan
keluarga mengenai jalur aman yang dapat dilewati saat kondisi
darurat dan tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi bencana
alam dan adanya keluarga/kerabat/teman, yang memberikan
tempat pengungsian sementara saat kondisi darurat.
3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan,
meliputi tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya
untuk pertolongan pertama keluarga, adanya anggota keluarga
yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama, dan adanya akses
layanan kesehatan untuk keadaan darurat.
4) Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan
dasar untuk keadaan darurat seperti makanan siap saji dan
15

minuman dalam kemasan, tersedianya alat komunikasi untuk


keluarga seperti Handphone, tersedianya alat penerangan alternatif
seperti senter/baterai cadangan/lampu/jenset untuk keluarga pada
saat darurat.
5) Peralatan dan perlengkapan siaga bencana, meliputi tersedianya
peralatanperalatan yang dapat digunakan dan membantu saat
kondisi darurat, tersedia tempat penyimpanan yang aman untuk
dokumen-dokumen penting dan sebagainya.
6) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
seperti tersedianya nomor telepon dan alamat rumah sakit, polisi,
pemadam kebakaran, PAM, PLN, Telkom.
7) Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana, yaitu anggota
keluarga memiliki akses untuk mengikuti pendidikan/pelatihan
tentang kesiapsiagaan bencana, dan keluarga melakukan latihan
dan simulasi tanggap bencana.
d. Sistem Peringatan Bencana
Sistem ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi
akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini, keluarga
dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa,
harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan
dan simulasi, apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan,
kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu
tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga sedang berada saat
terjadinya peringatan (LIPIUNESCO/ISDR, 2006).
Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya
sumber informasi peringatan bencana baik dari sumber tradisional
maupun lokal dan memiliki akses untuk mendapatkan informasi
peringatan bencana. Peringatan dini meliputi informasi yang tepat
waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga
memungkinkan setiap individu dan keluarga yang terancam bahaya
dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko
16

serta mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat


yang efektif (Lenawida, 2011).
e. Mobilisasi Sumber Daya
Mobilisasai sumber daya menjadi faktor yang krusial karena
sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia, keuangan dan
sarana-prasarana penting untuk keadaan darurat dan merupakan
potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala
dalam kesiapsiagaan bencana alam (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Mobilisasi sumber daya keluarga meliputi adanya anggota
keluarga yang terlibat dalam penyuluhan atau pelatihan tentang
kesiapsiagaan bencana, memiliki keterampilan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan bencana, adanya alokasi dana atau tabungan keluarga
yang dipersiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana atau
situasi darurat, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau
peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara regular (Lenawida,
2011).
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Bencana
Berbagai peneliti lain di bidang ini telah mencoba untuk menemukan
apa saja faktor yang dapat mempengaruhi kesiapsiagaan bencana pada
keluarga, Dantzler (2013) dalam penelitiannya meyimpukan beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kesiapsiagaan bencana pada keluarga,
yaitu:
a. Pengaruh Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi seperti penghasilan, pendidikan, usia,
gender, ras, dan etnis telah diteliti dan diterapkan untuk menjelaskan
atau memprediksi perilaku kesiapsiagaan bencana rumah tangga
(Perry & Lindell, 2007). Rumah tangga dengan status sosial ekonomi
yang lebih tinggi dan rumah tangga non-minoritas akan lebih baik dan
siap dalam menghadapi dampak bencana (Baker, 2010).
b. Pengaruh Pengetahuan dan Perilaku
Pengetahuan tentang bencana dapat memengaruhi penilaian
perilaku atau sikap tentang kesiapsiagaan bencana. Pengetahuan
17

bencana dipengaruhi oleh tingkat kesadaran dan pengalaman bencana


masa lalu (Kim & Kang, 2010). Studi sebelumnya telah meneliti
hubungan tersebut antara pengetahuan atau pengalaman bencana
individu tentang kesiapsiagaan bencana pada keluarga, menyatakan
bahwa kesadaran bencana dan pengalaman bencana di masa lalu
memiliki pengaruh positif terhadap perilaku untuk melakukan
kesiapsiagaan bencana pada keluarga (Kim & Kang, 2010).
c. Socio-psychological or Control Beliefs Influences
Faktor sosial-psikologis seperti persepsi risiko, self-efficacy, dan
response efficacy mempengaruhi motivasi seseorang untuk
mempersiapkan diri menghadapi bencana (Kim & Kang, 2010).
Setelah seseorang mengevaluasi akan suatu risiko perihal keparahan,
kerentanan, dan manfaat. Setelah itu menentukan faktor-faktor
penyelesaian melalui self-efficacy dan respons efficacy, akan
membentuk suatu motivasi untuk melindungi diri dari suatu risiko
(Martin, Bender, & Raish, 2007). Persepsi risiko didefinisikan sebagai
penilaian terhadap kemungkinan mengalami dampak fisik dan sosial
yang merugikan akibat dari suatu peristiwa (Lindel & Hwang, 2008).
Self-efficacy adalah keyakinan individu akan mampu atau tidak
mampu melakukan perilaku mitigasi akan risiko (Martin, Bender, &
Raish, 2007). Respons Efficacy adalah sejauh mana perilaku mitigasi
risiko yang direncanakan dianggap efektif dalam mengurangi risiko
tertentu (Martin, Bender, & Raish, 2007).
d. Pengaruh Struktural dan Normatif
Norma sosial dan ikatan masyarakat termasuk kepemilikan
rumah, dan penghuni lama di lingkungan merupakan faktor-faktor
dari variabel struktural yang dapat mempengaruhi kesiapsiagaan
bencana (Mulilis, Duval, & Bovalin, 2000). Kim dan Kang (2010)
menyatakan bahwa pada umunya, pemilik rumah dan penghuni
lingkungan lama lebih cenderung siap untuk menghadapi bencana.
Penelitian juga menunjukkan bahwa rasa keterikatan terhadap
18

masyarakat atau suatu komunitas menghasilkan hasil psikologis dan


perilaku yang positif terhadap perilaku kesiapsiagaan bencana.
4. Indikator Penilaian Kesiapsiagaan
Indikator yang akan digunakan untuk menilai kesiapsiagaan
masyarakat diturunkan dari lima parameter yang menurut
LIPIUNESCO/ISDR (2006) yaitu:
a. Pengetahuan dan sikap
Parameter pertama adalah pengetahuan dan kebijakan terhadap resiko
bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci
untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimilikibiasanya dapat
mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga
dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat
tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.
b. Kebijakan
Parameter kedua adalah kebijakan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan
kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan
upayakonkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana.
c. Rencana tanggap darurat
Parameter ketiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana alam.
Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan,
terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongandan penyelamatan,
agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial,
terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah
bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang.
d. Sistem peringatan bencana
Parameter ke empat berkaitan dengan system peringatan bencana,
terutama tsunami. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini,
masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi
korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu
diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus dilakukan apabila
19

mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan


diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana masyarakat
sedang berada saat terjadinya peringatan.
e. Mobilisasi sumberdaya
Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumberdaya. Sumberdaya yang
tersedia, baik sumberdaya manusia (SDM), maupun pendanaan dan
sarana prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi
yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam
kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumberdaya
menjadi faktor yang krusial.
Berdasarkan lima faktor kesiapsiagaan tersebut, LIPIUNESCO/
ISDR kemudian diturunkan menjadi variabel yang kemudian diturunkan
lagi menjadi indikator-indikator yang dapat di gunakan untuk mengukur
kesiapsiagaan masyarakat.
Secara teoritis langkah-langkah yang harus dilakukan tiap individu
dalam kesiapsiagaan adalah:
1) Siapkan satu tas darurat yang sudah diisi keperluan-keperluan
mengungsi untuk 3 hari. Di dalamnya termasuk, pakaian, makanan,
surat-surat berharga, dan minuman secukupnya. Jangan membawa tas
terlalu berat karena akan mengurangi kelincahan mobilitas.
2) Selalu merespon tiap latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya
bencana.
3) Selalu peka dengan fenomena alam yang tidak biasa.
Untuk membaca tanda-tanda alam sebelum terjadinya tsunami
(Widodo, 2011) memberikan sejumlah petunjuk berdasarkan pengalaman
tsunami-tsunami sebelumnya:
a) Terdengar suara gemuruh yang terjadi akibat pergeseran lapisan tanah.
Suara ini bisa didengar dalam radius ratusan kilometer seperti yang
terjadi saat gempa dan tsunami di Pangandaran lalu.
b) Jika pusat gempa berada di bawah permukaan laut dikedalaman
dangkal dan kekuatan lebih dari 6 skala richter, perlu diwaspadai
adanya tsunami.
20

c) Jangka waktu sapuan gelombang tsunami di pesisir bisa dihitung


berdasarkan jarak episentrumnya dengan pesisir.
d) Garis pantai dengan cepat surut karena gaya yang ditimbulkan
pergeseran lapisan tanah. Surutnya garis pantai ini bisa jadi cukup
jauh.
e) Karena surutnya garis pantai, tercium bau-bau yang khas seperti bau
amis dan kadang bau belerang.
f) Untuk wilayah yang memiliki jaringan pipa bawah tanah, terjadi
kerusakan jaringan-jaringan pipa akibat gerakan permukaan tanah.
g) Dalam sejumlah kasus, perilaku binatang juga bisa dijadikan
peringatan dini terjadinya tsunami. Sesaat sebelum tsunami di Aceh,
ribuan burung panik dan menjauhi pantai, sedangkan gajah-gajah di
Thailand gelisah dan juga menjauhi pantai.
5. Sarana Tanggap Darurat
Setiap bangunan gedung wajib memiliki dan dilengkapi dengan
jalan evakuasi yang selalu dapat digunakan setiap saat oleh penghuni
gedung, yaitu mahasiswa. Jalur evakuasi dibuat agar penghuni gedung
memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dari bahaya saat
situasi darurat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 10,
setiap bangunan gedung wajib dilengkapi dengan sarana penyelamatan
jiwa, antara lain :
a. Sarana Jalan Keluar
Menurut Kepmen PU No. 10 Tahun 2000, sarana jalan keluar
dari suatu bangunan harus disediakan agar penghuni gedung tersebut
dapat menggunakannya untuk menyelamatkan diri dengan jumlah,
lokasi, dan dimensi yang sesuai dengan jarak tempuh, jumlah dan
karakter penghuni gedung, fungsi bangunan, tinggi bangunan, dan
arah sarana keluar.
Sarana jalan keluar harus ditempatkan terpisah dengan
memperhitungkan:
1) Jumlah lantai bangunan yang dihubungkan oleh jalan keluar
tersebut
21

2) Sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan


3) Fungsi atau penggunaan bangunan
4) Jumlah lantai yang dilalui
5) Tindakan petugas pemadam kebakaran
b. Pencahayaan Darurat
Pencahayaan darurat dibuat sebagai wujud antisipasi bila
terjadi situasi darurat di malam hari. Biasanya situasi darurat yang
terjadi di malam hari akan disertai dengan pemadaman lampu utama.
Persyaratan penerangan darurat antara lain: (Wahyudi, 2011)
1) Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap dan
tidak menyilaukan mata.
2) Ruangan yang disinari dari penerangan darurat adalah jalan menuju
pintu darurat.
3) Sumber tenaga didapatkan dari listrik atau baterai dengan instalasi
yang khusus sehingga pada saat terjadi keadaan darurat lampu
tidak perlu dimatikan.
Sesuai dengan SNI 03-6574-2001 yang menyebutkan bahwa
pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus disediakan untuk
setiap lantai bangunan antara lain pada jalan pintas, ruangan yang
luasnya lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2 dan tidak
terbuka, ke koridor, ke jalan raya, dan lain-lain. Setiap lampu darurat
harus berfungsi secara otomatis, dan pencahayaan yang cukup untuk
melakukan evakuasi yang aman, energi yang tersedia harus terhindar
dari potensi terjadinya kebakaran, dan konstruksi penutup sumber
energi mempunyai tingkat ketahanan api yang tinggi, serta lampu
darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku. Hal
tersebut wajib terpenuhi pada bangunan.
c. Petunjuk Arah Jalan Keluar
Pada saat kondisi emergensi akibat bencana, penghuni gedung
akan mengalami panik dan kebingungan untuk melakukan sesuatu,
terutama baik penghuni gedung yang belum memahami secara pasti
struktur gedung. Oleh karena itu, petunjuk arah jalan keluar
22

diperlukan di setiap gedung. Menurut Kepmen PU No. 10 tahun 2000,


sebuah tanda jalan keluar harus jelas terlihat bagi setiap orang dan
harus terpasang di atas atau berdekatan pada setiap pintu yang menuju
jalan keluar. Tanda petunjuk jalan keluar harus memiliki tulisan
“KELUAR” atau “EXIT” dengan tinggi minimum 10 cm dan dapat
terlihat jelas pada jarak 20 m. Warna tulisan tersebut hijau dan diatas
dasar putih, tembus cahaya, atau diberi penerangan (SNI 03-6574-
2001).
d. Komunikasi darurat
Komunikasi yang baik dianggap sebagai hal yang paling sulit
dilakukan pada saat bencana. Tujuan utama dari membangun sistem
komunikasi darurat adalah mengirimkan informasi yang benar kepada
orang yang tepat di waktu yang tepat. Hal ini harus dilakukan secara
terstruktur dan sistematis. Sistem perencanaan bencana perlu
mencantumkan daftar nomor telepon yang akan dihubungi saat
kondisi bencana.
e. Tempat Berkumpul Sementara
Tempat berkumpul sementara disebut juga dengan Assembly
Point. Assembly Point merupakan suatu tempat yang dapat dijadikan
tempat berkumpul setelah proses evakuasi dilakukan. Kriteria
pembuatan Assembly Point adalah :
1) Lokasinya harus aman dan mudah untuk dicapai
2) Lokasi aman dari lokasi kejadian, minimal 20 m dari gedung
terdekat
3) Lokasi aman dan sepi
4) Lokasi cukup untuk menampung seluruh penghuni agar aman dari
segala hal yang menimbulkan kepanikan
5) Lokasi mudah dijangkau dalam waktu seminimal mungkin
Lokasi yang aman berdasarkan Kepmen PU No. 10 tahun 2000
adalah suatu tempat aman di dalam gedung yang tidak terancam olah
api, suatu jalan, atau ruangan terbuka.
6. Upaya Penyelamatan Diri Saat Bencana
23

a. Gempa Bumi
Perabotan dari jati dan ranjang yang kokoh dapat menjadi
tempat berlindung. Pojok-pojok ruangan atau dekat pondasi bangunan
juga dapat menjadi tempat berlindung. Hindari jendela kaca, kompor
gas, dan lemari berisi barang-barang berat. Tidak ada waktu untuk lari
keluar ruangan. Tetap tenang di dalam ruangan, usahakan merapat ke
dinding/pondasi bagian dalam bangunan. Konstruksi terkuat gedung
bertingkat yang dapat dijadikan tempat berlindung adalah pondasi
dekat lift namun, jangan berada di dalam lift atau di area tangga.
Apabila sedang berada diluar bangunan hindari berada di sekitar tiang
listrik, tiang telepon, papan reklame, pohon-pohon besar, serta berhati
– hati pada reruntuhan bangunan. Berkumpulah pada titik kumpul
yang telah ditentukan (Divisi Manajemen Bencana Paramartha).
b. Kebakaran
Proses evakuasi yang dapat dilakukan selama terjadi kebakaran
adalah berjalan dengan cepat jangan lari. Hindari membawa atau
memakai barang – barang yang dapat mempersulit pelaksanaan
evakuasi. Berikan prioritas kepada penghuni gedung perempuan atau
penghuni yang lain yang lemah fisiknya. Apabila hendak membuka
pintu, rabalah dan rasakan lebih dahulu pintunya untuk mengetahui
apakah dibalik pitu tersebut terdapat api atau tidak lalu menuruni
tangga dengan cara berjajar berturut – turut sesuai lebar kapasitas
tangga. Apabila memungkinkan tutuplah semua pintu dan jendela
untuk membantu memperlambat rambatan api. Apabila terperangkap
asap, bernafaslah dengan pendek – pendek melalui hidung,
bergeraklah dengan cara merangkak karena udara dibawah lebih
dingin. Tahanlah nafas anda, kalau perlu pakailah masker asap/escape
hood saat menerobos asap. Keluar dari tangga darurat harus melalui
pintu menuju titik kumpul serta melapor kepada kepala Regu
Evakuasi Lantai masing –masing (Kemenhub RI, 2019).
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Mahasiswa Keperawatan

Manajemen Bencana

Persepsi Kesiapsiagaan
Persepsi mahasiswa Kesiapan mahasiswa dalam
kesiapsiagaan bencana di menghadapi bencana di Kota
Kota Kediri Kediri

Kriteria Persepsi Kriteria


1) Persepsi Baik Kesiapsiagaan
2) Persepsi Sedang 1. Siap Siaga
3) Persepsi Buruk 2. Tidak Siap Siaga

Hasil
1. Mengetahui persepsi kesiapsiagaan bencana
2. Mengetahui kesiapsiagaan menghadapi
bencana

Mengetahui pengaruh dengan


Uji chi square

Keterangan
: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar III. 3 Kerangka Konsep

24
25

B. Penjelasan Kerangka Konseptual

Penelitian ini dilakukan pada responden yaitu mahasiswa keperawatan

di Kota Kediri. Kesiapsiagaan mahasiswa keperawatan dalam penanggulangan

bencana merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana melalui pengorganisasian serta langkah tepat guna dan berdaya guna.

Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya cepat dan tepat dalam

menghadapi kejadian bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan

keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu

secara keterampilan dan teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini.

Perlunya persiapan baik secara pengetahuan dan ketrampilan pada mahasiswa

keperawatan untuk menghadapi kondisi bencana sesuai dengan kompetensi.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka

konseptual penelitian dan merupakan jawaban sementara terhadap

permasalahan yang dihadapiserta dapat diuji kebenarannya berdasarkan fakta

empiris. Hipotesis yang digunakan adalah H1

Hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Ada hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapsiagaan menghadapi

bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

observasional analitik yang bersifat non-eksperimental dengan pengambilan

data secara perspektif, penelitian observasional analitik merupakan penelitian

yang bertujuan untuk melihat gambaran mengenai suatu keadaan secara

objektif tanpa memberikan intervensi terhadap subyek penelitian

(Notoatmodjo, 2020). Dengan desain penelitian berupa cross-sectional yang

mempunyai pendekatan kuantitatif karena pada penelitian ini hanya mengacu

untuk memakai angka, dari mengumpulkan data hingga mengolah data,

sampai pemaparan hasil yang didapat (Arikunto, 2019). Penelitian ini

dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada mahasiswa

Keperawatan di Kota Kediri.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian akan dilaksanakan di Perguruan Tinggi Kesehatan di

Kota Kediri.

2. Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2023.

26
27

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Menurut (Sugiyono, 2020) populasi adalah totalitas dari setiap

elemen yang akan diteliti yang memiliki ciri sama, bisa berupa individu

dari suatu kelompok, peristiwa, atau sesuatu yang akan diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa keperawatan di Kota Kediri

yang terdiri dari 2 perguruan tinggi yaitu:

a. IIK Strada Indonesia

1) Mahasiswa semester V : 69 orang

2) Mahasiswa semester VII : 49 orang

b. IIK Bhakti Wiyata.

1) Mahasiswa semester V : 192 orang

2) Mahasiswa semester VII : 78 orang

Total mahasiswa : 391 orang

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari seluruh objek yang dianggap sudah

mewakili populasi (Sugiyono, 2020). Sampel pada penelitian ini adalah

masyarakat yang menjadi responden dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi yang telah ditentukan.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:
28

a. Kriteria inklusi

1) Mahasiswa keperawatan yang masih aktif semester 5,6,7 Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri dan Institut Ilmu Kesehatan

Strada Indonesia

2) Mahasiswa keperawatan yang bersedia menandatangani perjanjian

responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dan mengisi

kuesioner.

b. Kriteria eksklusi

1) Mahasiswa keperawatan dengan perguruan tinggi di luar Kota

Kediri

2) Mahasiswa keperawatan yang sedang cuti

3) Mahasiswa keperawatan swmester 1,2,3, 4

4) Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner

5) Mahasiswa yang tidak masuk saat pengambilan data

Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin, yaitu

(Notoatmodjo, 2020). Penelitian ini menggunakan rumus Slovin untuk

menghitung jumlah sampel minimal jika perilaku sebuah populasi belum

diketahui secara pasti. Rumus Slovin digunakan untuk penarikan sampel

jumlahnya harus representative agar dapat digeneralisasikan dan

perhitungannya tidak membuat tabel jumlah sampel namun dapat

dilakukan dengan rumus perhitungan sederhana.

N
n=
1+N ( d 2 )
29

Keterangan :

n = Besar sampel

N= Besar Populasi

d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0.05)

391 391
n= = =197 , 7=198
1+391 ( 0, 0 5 ) 1,9775
2

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 198 mahasiswa

keperawatan di Kota Kediri.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara untuk menentukan sampel yang

akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai macam teknik

sampling yang dapat digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2020).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling, merupakan teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2020).

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas atau variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi perubahannya atau penyebab timbulnya

variabel dependen (tergantung) (Sugiyono, 2020). Variabel bebas dari

penelitian ini adalah persepsi kesiapsiagaan bencana.


30

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat atau variabel dependen merupakan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat (Sugiyono, 2020). Variabel

tergantung dari penelitian ini adalah kesiapan managemen bencana.


31

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu nilai dari objek atau kegiatan yang

memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti kemudian di tarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2020). Definisi operasional dari penelitian ini

adalah:

Tabel IV. 3 Definisi Operasional


Definisi Kriteria
N Indikator/
Variabel Operasiona Skala
o Parameter
l
1. Persepsi Penilaian 1) Persep 1) External Nomina
kesiapsiagaa responden si baik Responsibility l
n bencana dalam 2) Persep for Disaster
kesiapan si Management
menghadapi sedang 2) Self-
bencana 3) Persep preparedness
si Responsibility
buruk 3) Illusiveness of
preparedness
2. Kesiapsiagaa Penerapan Siap siaga Kuesioner Ordinal
n bencana kesiapsiagaa = Skor T Pangestu tentang
n responden penerapan
dalam > skor T kesiapan bencana
menghadapa mean yang telah diisi
i oleh responden
bencana Tidak Siap
pada siaga =
kehidupan Skor T
seharihari responden
responden < skor T
mean

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan satuan acara Pendidikan kesehatan serta kuesioner dalam

bentuk pertanyaan dan pernyataan yang hasilnya akan diolah dan dianalisis.

Pertanyaan dan pernyataan tersebut untuk mengetahui tingkat perilaku terkait


32

pertolongan pertama aspirasi benda asing. Kuesioner terdiri dari karakteristik

responden, persepsi kesiapsiagaan bencana dan perilaku manajemen bencana.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer yang digunakan pada penelitian ini

adalah menggunakan kuisioner yang didesain berdasarkan target sampel yang

telah ditentukan. Kuisioner adalah metode pengumpulan data dengan cara

menanyakan beberapa pertanyaan atau memberi pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab ((Sugiyono, 2020).

Tahap awal dalam penelitian yaitu dengan membuat surat perizinan

melakukan penelitian kepada Institut Ilmu kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Langkah selanjutnya menyerahkan surat perizinan penelitian kepada kepala

Perguruan Tinggi Kesetahan di Kota Kediri. Setelah mendapatkan izin,

langkah berikutnya merupakan tahapan penelitian. Penelitian dimulai dengan

cara mencari dan menentukan responden yaitu mahasiswa keperawatan yang

telah sesuai dengan kriteria. Kemudian memberikan kuesioner terhadap

responden. Setelah hasil dari kuesioner tersebut didapatkan selanjutnya akan

dilakukan proses analisa data dari kuesioner menggunakan aplikasi SPSS

(Statistikal Package for the Social Sciens). Dari hasil analisa yang diperoleh

tersebut kemudian ditarik kesimpulan untuk menentukan persepsi

kesiapsiagaan dan kesiapan managemen bencana pada mahasiswa

Keperawatan di Kota Kediri serta untuk mengetahui hubungan persepsi

kesiapsiagaan dan kesiapan managemen bencana pada mahasiswa

Keperawatan di Kota Kediri.


33

H. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan cara

membagikan kuisioner tertutup kepada responden melalui kertas kuisioner.

Data yang diperoleh dari data primer yaitu data yang diperoleh secara

langsung dariobjek peneliti (Notoatmodjo, 2020) Prosedur pengolahan data

dilakukan melalui tahap tahap berikut ini :

1. Editing

Hasil kuisioner yang ada akan dilakukan editing terlebih dahulu.

Editing disebut juga dengan penyuntingan. Editing dalam hal ini meliputi

bagaimana tentang kelengkapan jawaban kuisioner, kejelasan dari masing-

masing pertanyaan, mengetahui relevan antara pertanyaan dan jawaban

(Notoatmodjo, 2020).

2. Coding

Setelah melalui tahap editing, selanjutnya akan dilakukan coding

atau disebut juga pengkodean, yaitu mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau sebuah bilangan

(Notoatmodjo, 2020). Pengkodean atau coding ini mempermudah untuk

pengelompokan data dan memasukkan serta menganalisis data.

3. Pemberian Nilai (Scoring)

Pemberian nilai pada setiap pertanyaan kuisioner dengan cara

sebagai berikut :

Teknik skala yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku adalah

dengan menggunakan teknik skala Likert. Skala likert mempunyai empat


34

atau lebih butir-butir pertanyaan yang dikombinasikan sehingga

membentuk sebuah skor/nilai yang merepresentasikan sifat individu,

misalkan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam proses analisis data,

komposit skor, biasanya jumlah atau rataan, dari semua butir pertanyaan

dapat digunakan. Nilai yang dimaksud adalah skor atas jawaban

responden, dimana nilai digunakan peneliti adalah sebagai berikut

(Sugiyono, 2020):

Tabel IV. 2 Penilaian Tingkat Persepsi


Bobot Kriteria
Kriteria Jawaban
Positif Negatif
Ya 2 1
Tidak 1 2

Tabel IV. 3 Penilaian Tingkat Perilaku


Bobot Kriteria
Kriteria Jawaban
Positif Negatif
Ya 2 1
Tidak 1 2

4. Entry Data

Menginput data yang sudah diperoleh ke komputer dan diolah

dengan aplikasi SPSS.

I. Analisis Data

1. Pembuatan kuisioner yang berisikan pertanyaan mengenai

kakteristik beserta persepsi kesiapsiagaan dan kesiapan managemen

bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri.

2. Setelah pembuatan kuisioner maka dilakukan uji validitas dan uji reabilitas

dengan melakukan uji kepada 30 orang menggunakan SPSS yang sesuai


35

prosedur.

3. Setelah melakukan uji, lalu kuisioner dinyatakan valid dan reliable maka

dilakukan pengumpulan data dengan membagikan kuisioner kepada

mahasiswa keperawatan di Kota Kediri.

4. Setelah mendapatkan hasil dari responden maka hasil tersebut dilakukan

perhitungan sesuai dengan cara pemberian nilai yang tertulis pada

pengolahan data yang mengacu pada analisis univariate yang

menggunakan skala guttman dan skala likert. Analisis univariate

merupakan analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel dari hasil penelitian.

Kemudian untuk mengetahui hubungan persepsi kesiapsiagaan dan

kesiapan managemen bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota

Kediri akan dianalisis lagi dengan analisis bivariate dimana data yang

dilakukan untuk mencari ada atau tidaknya hubungan yang signifikan

persepsi kesiapsiagaan dan kesiapan managemen bencana pada mahasiswa

Keperawatan di Kota Kediri menggunakan SPSS dengan uji spearman

rho.

J. Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran apakah alat ukur itu efektif dalam

melakukan pengukuran apakah benar-benar dapat mengukur apa yang

perlu di ukur. Dalam Penelitian ini yang digunakan sebagai alat ukur

adalah kuesioner. Uji efektivitas membantu untuk mengetahui apakah


36

survei terukur besarannya harus diukur dengan uji korelasi. Skor (nilai)

untuk setiap item pertanyaan dan skor total untuk survei. Menggunakan

rumus df= (N-2) maka didapatkan 30 orang untuk melakukan uji validitas

kuisioner dengan hasil yang akan di uji pada SPSS menunjukkan bahwa,

jika r hitung > 0,349 < r tabel maka dinyatakan valid. Dinyatakan tidak

valid jika r hitung < 0,349 > r tabel dengan level signifikansi 5%

(Notoatmodjo, 2018).

2. Uji Reabilitas

Reabilitas adalah indikator seberapa andal alat pengukuran data. Uji

reliabilitas ini menunjukkan bagaimana data tetap konsisten ketika

dilakukan lebih dari dua kali atau pada instans yang sama menggunakan

pengukur yang sama (Notoatmodjo, 2020). Uji reabilitas kali ini

menggunakan Cronbach’s alpha menggunakan SPSS. Cronbach’s alpha

merupakan sebuah ukuran keandalan yang memiliki nilai berkisar dari nol

sampai satu, nilaireabilitas minimum pada Cronbach’s alpha adalah 0,60.

Tabel IV. 4 Nilai Cronbach’s Alpha


Nilai Cronbach’s Alpha Tingkat Reabilitas
0.0 – 0.20 Kurang Reliabel
>0.20 – 0.40 Agak Reliabel
>0.40 – 0.60 Cukup Reliabel
>0.60 – 0.80 Reliabel
>0.80 – 1 Sangat Reliabel
37

K. Kerangka Kerja

Mengajukan permintaan surat penelitian dari IIK Bhakti


Wiyata

Menyerahkan surat izin penelitian ke Perguruan Tinggi


Kesehatan di Kota Kediri

Pembuatan kuesioner

Melakukan uji validitas dan uji reabilitas kuesioner

Valid Uji Kuesioner Reliabel

Melakukan penelitian dengan membagikan kuesioner dan


meminta responden untuk mengisi kuesioner tentang persepsi
kesiapsiagaan dan kesiapan managemen bencana

Mengolah data kuesioner dengan SPSS

Mengetahui hubungan persepsi kesiapsiagaan dan kesiapan managemen


bencana pada mahasiswa Keperawatan di Kota Kediri.

Kesimpulan

Gambar IV. 2 Kerangka Kerja


38

DAFTAR PUSTAKA

Achora, S., & Kamanyire, J. K. (2016). Disaster preparedness: Need for inclusion
in undergraduate nursing education. Sultan Qaboos University Medical
Journal, 16(1). https://doi.org/10.18295/squmj.2016.16.01.004

Arikunto, S. (2019). Metodelogi Penelitian, Suatu Pengantar Pendidikan. Rineka


Cipta.

BNPB. (2022). BNPB Verifikasi 5.402 Kejadian Bencana Sepanjang Tahun 2021
- BNPB. Kepala Pusat Data Informasi Dan Komunikasi Kebencanaan BNPB.

BPS Kota Kediri. (2022). Kota Kediri dalam Angka. Kota Kediri Dalam Angka,
1–68. https://kedirikota.bps.go.id/

Ihsan, F., Kosasih, C. E., & Emaliyawati, E. (2022). Kesiapsiagaan Perawat dalam
Menghadapi Bencana: Literature Review. Faletehan Health Journal, 9(01).
https://doi.org/10.33746/fhj.v9i01.319

Jaganmohan, M. (2021). • Number of natural disasters worldwide 2020 | Statista.


Statista.

Kurnianto, Y. T. (2019). Pengaruh Persepsi Risiko Bencana terhadap


Kesiapsiagaan Bencana pada Keluarga di Pesisir Pantai Kecamatan Sumur,
Pandeglang. In Universitas Negeri Jakarta.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2020). Metodelogi Penelitian. Salemba Medika.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana. In Pemerintah Republik Indonesia.

Rofifah, R. (2019). Hubungan antara Pengetahuan Dengan Kesiapsiagaan


Bencana pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Diponegoro.
Transcommunication, 53(1).

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mix


Method). In Alfabeta (Issue 75).
39

KUESIONER

HUBUNGAN PERSEPSI KESIAPSIAGAAN DAN KESIAPSIAGAAN


MENGHADAPI BENCANA PADA MAHASISWA KEPERAWATAN
DI KOTA KEDIRI

Tanggal/Kode Responden

   /  (diisi oleh peneliti)

Petunjuk pengisian:
1. Berikan jawaban dari pernyataan dibawah ini menggunakan tanda centang (√)
pada tempat/kolom yang sudah disediakan
2. Karena jawaban diharapkan sesuai dengan pendapat anda sendiri maka tidak
ada jawaban yang dianggap salah
3. Mohon diteliti ulang agar tidak ada kesalahan dalam memilih
4. Apabila pernyataan kurang dimengerti harap ditanyakan pada peneliti

Usia : Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Tingkat : 3 4

IPK (rata-rata) : 3,0-4,0 < 3,0

PERSEPSI KESIAPSIAGAAN BENCANA


1. Saya tertarik pada materi tentang kesiapsiagaan bencana yang berhubungan
secara khusus dengan situasi saya saat ini?
 Ya  Tidak
2. Saya mengetahui kelas-kelas kesiapsiagaan dan manajemen bencana yang
ditawarkan, baik di universitas, maupun di masyarakat?
 Ya  Tidak
3. Saya berpendapat bahwa penelitian yang dipublikasikan tentang kesiapsiagaan
bencana dapat dimengerti?
 Ya  Tidak
40

4. Sebagai mahasiswa keperawatan, saya mengetahui batas pengetahuan,


keterampilan, dan kewenangan saya untuk bertindak dalam situasi bencana,
dan saya akan mengetahui kapan saya bertindak lebih?
 Ya  Tidak
5. Menemukan informasi yang relevan tentang kesiapsiagaan bencana yang
berkaitan dengan kebutuhan masyarakat di lingkungan saya merupakan
hambatan bagi tingkat kesiapsiagaan saya?
 Ya  Tidak
6. Saya menyadari potensi kerentanan di lingkungan saya (misalnya gempa
bumi, banjir, teror)?
 Ya  Tidak
7. Jika terjadi bencana, saya rasa dukungan dari pejabat lokal di tingkat
kabupaten atau provinsi cukup memadai?
 Ya  Tidak
8. Saya tahu dimana mencari penelitian atau informasi relevan terkait
kesiapsiagaan dan manajemen bencana untuk mengisi meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan saya?
 Ya  Tidak
9. Saya mempunyai daftar kontak di perguruan tinggi atau institut keperawatan
tempat saya belajar. Saya mengetahui kontak rujukan jika terjadi situasi
bencana (mis., rumah sakit)?
 Ya  Tidak
10. Saya yakin bahwa penelitian yang dipublikasikan mengenai kesiapsiagaan dan
manajemen bencana dapat diakses dengan mudah?
 Ya  Tidak
11. Saya secara teratur berpartisipasi dalam salah satu kegiatan pendidikan
berikut: kelas pendidikan berkelanjutan, seminar, atau konferensi menangani
kesiapsiagaan bencana?
 Ya  Tidak
12. Saya memahami sistem tanggap darurat lokal terhadap bencana?
 Ya  Tidak
41

13. Saya tahu siapa yang harus dihubungi (rantai komando) dalam situasi bencana
di komunitas saya?
 Ya  Tidak
14. Saya membaca artikel jurnal yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana?
 Ya  Tidak
15. Saya berpartisipasi/telah berpartisipasi dalam membuat pedoman baru,
rencana darurat, atau melobi untuk perbaikan pada kondisi lokal atau level
nasional?
 Ya  Tidak
16. Saya telah berpartisipasi dalam penyusunan rencana darurat dan perencanaan
darurat untuk situasi bencana di lingkungan saya?
 Ya  Tidak

Sumber: Modifikasi Md Khalid Hasan, et al. 2022

Jawaban benar: Skor 1


Jawaban salah : Skor 0
Hasil jawaban kemudian dipersentase dan dikriteriakan sebagai berikut:
> 76% : Persepsi baik
56-75% : Persepsi sedang
< 56% : Persepsi buruk
42

KESIAPANSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA


1. Jawablah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda centang ( √ ) pada
kolom.
2. Jawablah sesuai dengan yang anda ketahui.
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Pernahkah Anda mendiskusikan bagaimana menanggapi
bencana dengan sesama mahasiswa atau dosen?
2. Pernahkah Anda dilatih tentang bencana oleh dosen di
kampus Anda?
3 Pernahkah Anda mendiskusikan bagaimana menanggapi
bencana dengan sesama mahasiswa atau dosen di luar
kampus?
4. Apakah Anda secara pribadi mempunyai rencana
kesiapsiagaan bencana?
5. Apakah pendidikan keperawatan Anda mencakup materi
“perencanaan bencana”?
6 Pernahkah Anda dilatih tentang lokasi alternatif untuk kelas
dalam apabila ada bencana yang menimpa kampus?
7 Tahukah Anda rencana bencana di kampus anda saat ini?
8 Pernahkah Anda mendengar tentang Go Bag (ransel
bertahan hidup kesiapsiagaan bencana)?
9 Apakah Anda mempunyai perlengkapan kesiapsiagaan
bencana? (ransel, makanan, air, pakaian, senter, kotak P3K,
korek api, dll)
10 Apakah Anda selalu berkemas dan mempersiapkan sesuatu
yang diperlukan jika terjadi evakuasi dari bencana?
(misalnya, tas perlengkapan)
11 Apakah Anda biasanya memiliki atau menghubungi sistem
kontak keadaan darurat jika terjadi bencana?
12 Pernahkah Anda melakukan praktik evakuasi bencana di
rumah (tempat tinggal, asrama, dll)?
13 Pernahkah Anda melakukan praktik evakuasi bencana di
kampus?
14 Sudahkah Anda secara pribadi menyiapkan tempat
berlindung di rumah (tempat tinggal, asrama, dll)?
15 Sudahkah Anda secara pribadi menyiapkan tempat
berlindung di kampus?
Sumber: Modifikasi Ji-Suk Kang, MS, et al., 2022
Jawaban benar: Skor 1
Jawaban salah : Skor 0
Hasil jawaban kemudian dipersentase dan dikriteriakan sebagai berikut:
Skor T > Mean T : Siap siaga
Skor T < Mean T : Tidak Siap siaga

Anda mungkin juga menyukai