Anda di halaman 1dari 14

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA HIDUP

BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

OLEH :

Kelompok X (Sepuluh)

Nama Kelompok :

1. Aga Pangestu Leriansyah (05061181823005)

2. Arinda Astuti (05061381823034)

3. Firliansyah Yusrin Setiadi (05061281823041)

4. Krisdayanti Br Nainggolan (05061181823009)

5. Nia Novita Tamara (05061181823052)

Kelas : Teknologi Hasil Perikanan

Nama Dosen Pembibing : Drs. Diartama, M.Pd.

NIP Dosen Pembimbing : 195707021985031001

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN ANGKATAN 2018/2019


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat
Berbangsa Dan Bernegara

A. Pengertian Paradigma

Paradigma berasal Menurut KBBI, paradigma berarti seperangkat unsur bahasa yang sebgian bersifat
konstan (tetap) dan yang sebagian berubah-ubah, juga bisa diartikan gagasan sistem pemikiran. Paradigma
juga dapat diartikan sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, metode metode, prinsip-prinsip
atau cara memecahkan masalah yang di anut oleh masyarakat pada masa tertentu dan sumber asa serta arah
dari tujuan suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan. Inti sari pengertian paradigma adalah suatu asumsi-
asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupakan
suatu sumber hukum-hukum, metode, srta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehigga sangat menentukan
sifat, ciri atau karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi, dapat disingkat bahwa paradigma artinya kerangka
berpikir atau model dalam ilmu pengetahuan.

B. Pancasila sebagai paradigma hidup bermasyarakat

Adapun dalam praktiknya, pancasila sebagai paradigma kehidupan bermasyarakat dapat ditemukan
dalam sikap toleransi misalnya ketika kita hendak bertamu di rumah salah seorang teman yang akan keluar
menjalankan ibadah rutin. Sikap kita setelah mengetahui kepentingan seorang teman tersebut hendaknya
mempersilahkan ia untuk mendahulukan kepentingannya terlebih dahulu karena bertamu dapat dilakukan
lain waktu. Contoh lain adalah perlunya musyawarah ketika memilih struktur kepengurusan baru dalam
sebuah organisasi bukan secara sepihak sudah menentukan nama-nama baru untuk menggantikan
kepengurusan lama. Musyawarah cukup penting untuk mempertimbangkan nama-nama calon pengurus
untuk kebaikan organisasi itu sendiri di masa yang akan datang.

C. Pancasila sebagai paradigm kehidupan berbangsa

Contoh dari penerapan pancasila sebagai paradigma kehidupan berbangsa adalah tentang hubungan
antara masyarakat dengan negara. Hubungan masyarakat dengan negara ini berkaitan dengan hak dan
kewajiban baik masyarakat kepada negara atau sebaliknya yang sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 27-31.
Hak dan kewajiban masyarakat dan negara pun berdasarkan pada norma-norma yang terkandung dalam
pancasila.
D. Pancasila sebagai paradigm kehidupan bernegara

Pancasila sebagai paradigma kehidupan bernegara dapat dicerminkan melalui kehidupan bangsa dan
negara yang sudah mengikut norma-norma dalam pancasila. Menurut UUD 1945 sendiri, pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. UUD 1945 juga dibentuk dengan pancasila sebagai dasarnya.

E. Pancasila sebagai paradigma pembangunan

Pembangunan dalam bahasa Inggrisnya development dapat diartikan pertumbuhan,


perluasan/ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan yang harus dibangun agar dicapai
kemajuan dimasa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara bangsa indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam
meningkatkan harkat dan martabatnya.

Pembangunan tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif, artinya tidak hanya
mencakup bidang materiil namun juga mencakup bidang spritual. Jadi, yang dibangun adalah manusia
seutuhnya. Kata pembangunan mengandung pemahaman akan adanya penalaran dan pandangan yang logis,
dinamis, dan optimis, sehingga di dalam pembangunan terjadi proses perubahan yang terus menerus menuju
kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang di cita-citakan.

Pembangunan atau perubahan yang diinginkan oleh bagsa indonesia adalah perubahan atau
pembangunan yang mengarah keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara kemajuan lahir dan batin,
jasmani dan rohani, dunia dan akhirat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah kegiatan dan usaha terencana manusia yang
terus menerus dan berkesinambungan untuk mewujudkan hidup yang lebih baik, dan harapan hari ini lebih
baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila

Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti kegiatan atau usaha terencana manusia dan
bangsa Indonesia yang terus-menerus dan berkesinambungan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik
berdasarkan kerangka berpikir manusia sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.

Pembangunan berasal dari kerangka berpikir Pancasila bertujuan mewujudkan tujuan nasional
sebagaimana tertulis di dalam alenia 4 Pembukaan UUD 1945, yaitu:

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


 Memajukan kesejahteraan umum.
 Mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Oleh karena itu, paradigma pembangunan harus berdasarkan pancasila sehingga terwujud masyarakat yang
adil dan makmur serta maju, tetapi tetap berkpribadian Indonesia.

Dalam melaksanakan pembangunan berdasarkan paradigma Pancasila tentu membutuhkan modal.


Modal pembangunan bangsa Indonesia tertuang kedalam delapan modal dasar pembangunan, yaitu:
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia.

 Kedudukan geografis yang terletak pada posisi silang dunia.


 Sumber kekayaan alam yang berlimpah (SDA).
 Jumlah penduduk yang sangat besar (SDM).
 Modal rohani dan mental.
 TNI atau Polri.
 Modal budaya bangsa yang berkembang sepanjang sejarah
 Potensi efektif bangsa.

Modal dasar pembangunan tersebut bagi bangsa Indonesia memungkinkan tercapainya hasil pembangunan
yang hebat dan bermutu tinggi, seperti yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia

F. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek

Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka
manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada
hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi aspek
akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungan dengan intelektualitas,
rasa bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moraal (etika).

Atas dasar kreatifitaas akalnya manusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah
kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh kareena itu tujuan yang essensial dari
iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakikatnya tidak bebas nilai namun
terikat oleh nilai. Dalam masalah ini Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan Iptek
demi kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya mausia harus didasarkan pada
moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika
dalam pengembangan Iptek.

1) Sila Ketuhanan yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan
antara rasional dan irrasional, antara akal rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dan sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan
melestarikan. Sil ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya melainkan
sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T. Jacob, 1986
2) Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manuia dalam
mengembangkan Iptek haruslah bersifat beadab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan Iptek harus didasarkan pada hakikiat tujuan
demi kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan
umat manusia namun harus di abdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia
3) Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme (kemanusiaan)
dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek diarahkan demii kesejahteraan umat manusia
termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan Iptek hendaknya dapat
mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari
umat manusia di dunia
4) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuan haruslah memiliki
kebebassan untuk mengembangkan Iptek. Selain itu dalam pengembangan Iptek setiap ilmuan juga
harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka
artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
5) Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengkomplementasikan pengembangan Iptek
haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara
serta manusia dengan alam lingkungannya (T. Jacob, 1986)

Kesimpulannya bahwa pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka
pikir serta basis moralitas bagi pengembangan Iptek.

G. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi

Bangsa indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa
dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera,bermartabat, menghargai hak asasi
manusia,dan masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral
kemanusiaan dan beradab.

Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan
banyak menelan banyak korban jiwa dari anak - anak bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan
mendambakan perdamaian ketentraman serta kesejahteraan. Tragedi yang sangat memilukan itu antara lain
peristiwa Amuk Masa di Jakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan, serta daerah-daerah lainnya.
Bahkan tragedi pembersihan etnis ala Rezim Serbia di Balkan terjadi di berbagai daerah antara lain di Dili,
Kupang, Ambon, Kalimantan Barat, serta beberapa daerah lainnya. Rakyat benar-benar menjerit bahkan
banyak yang kondisi kehidupan sehari-harinya sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari.

Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-
nilai pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.

Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa indonesia. Oleh karena itu proses
reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang
jelas yang merupakan arah, tujuan,serta cita - cita yaitu nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila.

Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan adalah ada secara objektif dan
melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh
karena itu bilamana bangsa indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta sumber norma kepada
nilai - nilai tersebut bukan lah suatu keputusan yang bersifat politis saja melainkan suatu keharusan yang
bersumber dari kenyataan hidup pada bangsa indonesia sendiri sehingga dengan lain perkataan bersumber
pada kenyataan objektif pada bangsa indonesia sendiri.

Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering diteriakan dengan
jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Reformasi itu
harus memili tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa indonesia Nilai-nilai pancasila
itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total tersebut.

H. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah
merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin
dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang
lebih kongkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak adalah reformasi bidang
hukum. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat rutuhnya
kekuasaan Orde Baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah selama orde baru adalah
bidang hukun. Produk hukum baik materi maupun penegakannya dirasakn semakin menjauh dari nilai-nilai
kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan. Subsistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi
kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.

Oleh karena kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang
misalnya politik, ekonomi dan bidang lainnya maka banga Indonesia ingin melakukan suatu reformasi,
menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami
bahwa dalam melakukan reformasi tidak mungki dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki
dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.

I. Pancasila sebagai Nilai Perubahan Hukum

Dalam Negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum
positif yang dalam ilmu hukum tata Negara disebut staatsfundamentalnorm. Dalam Negara Indonesia
staatsfundamentalnorm tersebu intinya tidak lain adalah Pancasila. Maka pancasila merupakan cita-cita
hukum, kerangka berfikir, sumbe nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di
Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berfungsi sebagai paradigm hukum terutama dalam
kaitannya dengan berbagaimacam upaya perubahan hukum, atau pancasila harus meupakan paradigm dalam
suatu pembaharuan hukum. Materi-materi dalam suatu produk hukum atau perubahan hukum dapat
senantiasa berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan Iptek serta
perkembangan aspirasi masyarakat namun sumber nilai ( yaitu nilai-nilai pancasila ) harus senantiasa tetap.
Hal ini mengingat kenyataan bahwa hukum itu tidak berada pada suatu yang vacuum.

Oleh karena itu agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus
senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang
dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus-menerus tersebut pancasila harus tetap sebagai
kerangka berpikir, sumber norma atau sumber nilai-nilainya.

Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatanan hukum pancasila itu dapat dipandang sebagai cita-
cita hukum yang berkedudukan sebagai staatsfundamentalnorm dalam Negara Indonesia. Sebagai cita-cita
hukum pancasla dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya
pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga
tanpa dasar yang diberikan oleh pancasila maka ukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu
sendiri. Demikian juga dengan fungsi regulatifnya pancasila menentukan apakah suatu hukum positif itu
sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatsfundamentalnorm pancasila merupakan pangkal
tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian
inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segla peraturan perundang-undangan di
Indonesia.

Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, yaitu:

sumber formal hokum, sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan permen, perda.

sumber material hokum, suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu hukum.
Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai religius, nilai hukum kodrat, nilai hukum moral pada
hakikatnya merupakan suatu sumber material hukum positif di Indonesia. Dengan demikian pancasila
menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesi yang tersusun secara hierarkhis.

Dalam susunan yang hierarkhis ini pancasila menjamin keserasian atau tiadanya kontradiksi antara
berbagai peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horisontal. Ini mengandung
konsekuensi jikalau terjadi ketidakserasian atau pertentangan suatu norma hukum dangan norma hukum
lainnya yang secara hierarkhis lebih tinggi apalagi dengan pancasila sebagai sumbernya.

Selain sumber nilai yang terkandung dalam pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga hrus
berumber pada kenyataan empiris yang ada dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Menurut
Johan Galtung suatu prubahan serta pengembangan secara ilmiyah harus mempertimbangkan tiga unsur:
nilai, teori (noma), fakta atau realitas empiris.

Oleh karena itu dalam reformasi hukum dewasa ini selain pancasila sebagai paradigma pembaharuan
hukum yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat sumber pokok yang justru tidak kalah
pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat. Oleh karena masyarakat bersifat dinamis
baik menyangkut aspirasinya, kemajuan peradaban serta, kemajuan iptek maka perubahan dan pembaharuan
hukum harus mampu mengakomodasinya dalam norma-norma hukum dengan sendirinya.

Selama hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai hakiki yan terkandung dalam sila-sila
pacasila. Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum atau benar-benar mampu mngantarkan
manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sbagai makhluk yang berbudaya dan beradap.

J. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi pelaksanaan Hukum

Dalam suatu negara betapapun baiknya suatu paraturan peraturan perundang-undangan namun tidak
disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik niscaya reformasi hukum akan menjadi sia-sia
belaka.integritas dan moralitas para aparat penegak hukum dengan sendirinya harus memiliki landasan nilai-
nilai serta norma yang bersumber landasan filosofis negara , dan bagi bangsa indonesia adalah dasar filsafat
negara pancasila.

Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai
operanasionalnya. Negara pada hakikatnya secara formal (sebagai negara hukum foemal) harus melindungi
hak-hak warganya terutama hak kodratsebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia dari tuhan yang
maha esa ( sila I dan II ). Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia adalah sebagai
pengingkaran terhadap dasar felosofis negara , misalnya pembungkaman demokrasi , penculikan pembatasan
berpendafat,berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya dengan tanggung jawab atas kepentingan
bersama.Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat.Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara. Maka dalam
pelaksanaan hukum harus mengembalikan negara pada supremasi hukum yang didasarkan atas kekuasaan
yang berada pada rakyat bukannya pada kekuasaan perseorangan atau kelompok.

Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujutkan negara demokratis
dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan (sila V), dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan wajib bagi setiap
warga negara tidak memandang pangkat, jabatan ,golongan,etinsitas, maupun agama. Jaminan atas
terwujudnya kedilan bagi setiap warga negaradalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi
seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komonikatif, serta keadilan legal.konsekuensinya
dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adlah sebagai ujung tombaknya
sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.

K. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik

Landasan aksiologi(sumber nilai) bagi system poli tik Indonesia adalah sebagai mana terkandung
dalam deklarasi bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 Alenia IV yang berbunyi “……… maka di
susunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu kedalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradap, Persatuaan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Jikalau dikaitkan dengan makna alenia ll tentang cita-cita Negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi
(bebas,bersatu,berdaulat,adil) dan (makmur) kemakmuran, dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa
bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila lll), demokrasi (sila lV), berkeadilan dan
berkemakmuran (sila V) serta Negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.

Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu
Pasal 1 ayat (2) menyatakan: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.”

Pasal 2 ayat (2) menyatakan: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut
aturan yang ditetepkan dengan undang-undang.

Pasal 5 ayat (1) menyatakan: “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakiulan Rakyat.”

Pasal 6 ayat (2) menyatakan: “Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan suara terbanyak.”
Rangkaian keempat pasal tersebut terkesan sangat unik, karena berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga tertinggi Negara untuk menjalankan kedaulatan
rakyat, serta berdasarkan Pasal 6 ayat (2) berkuasa memilih presiden. Akan tetapi berdasarkan Pasal 2 ayat
(1) susunan dan kedudukannya justru di atur dengan undang-undang yang ditetapkan oleh Presiden bersama
Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini dipahami berdasarkan semangat dari UUD 1945 yang merupakan esensi
pasal-pasal itu.

Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara.

Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dank arena nya harus tunduk dan
bertanggung jawab.

Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama lembaga lain.

L. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Tidak terwujudnya perlembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan prbadi
merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan
atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya
hubungan antara penguasa politik dan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan penguasa (Sanit, 1999:85).
Terlebih lagi karena lemahnya sistem kontrol kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus sebagai
pengusaha, yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.

Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai – nilai Pancasila yang meletakkan
kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa sebagai unsur pokok serta subjek
dalam negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia individu makhluk sosial, adalah sebagai satu
keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan
harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu negara. Sistem ekonomi yang berbasis pada
kesejahteraan rakyat menurut Moh.Hatta, merupakan pilar (soko guru) ekonomi Indonesia.

Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat “birokratik otoritarian” yang ditandai
dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan – keputusan nasional hampir
sepenuhnya berada di tangan penguasa bekerja sama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun
kelompok pengusaha oligopolistik didukung oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat bisnis
internasional, dan terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat negara termasuk
Presiden (Wiliam Liddle, 1995:74)

Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya mendasakan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh
kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam
kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus
ditanggung oleh rakyat.

Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini
adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang
luar biasa banyaknya pada masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok
konglomerat, sedankan bilamana mengalami mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat
banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.

Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi
rakyat yang berdasarkan nilai – nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah
sebagai berikut : (1) Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program
“social safety net” yang populer dengan program Jaringan Pengamanan Sosial (JPS). Sementara untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten
menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah pada masa orde baru yang melakukan
pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha. (2) Program rehabilitasi dan
pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan
diwujudkannya perlindungan hokum serta Undang – Undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan
dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung
perekonomian. (3) Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan
sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation).

Transformasi sruktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern,
dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor (Nopirin, 1999:4).
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi
kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan system ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya
terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian
besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

M. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM

Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik,
terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa.
Hal ini bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-
benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu tradisi kebenaran objektif. Masyarakat kampus
harus terhindari dari kiprah tarik-menarik kekuasaan dalam pertentangan politik.

Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran objektif,
tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan.
Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik
penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus
adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur yang bersumber pada
Ketuhanan dan kemanusiaan.

1) Kampus sebagai Sumber Pengembangan Hukum


Dalam rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang sangat mendesak
untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. Negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan
penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus mengakkan supremasi
hukum. Agenda reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan adalah melakukan reformasi dalam
bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus
dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tertib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai dengan tertib
hukum Indonesia. Berdasarkan tertib hukum Indonesia maka dalam pengembangan hukum positif di
Indonesia, maka dasar filsafat negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi pengembangan
hukum, hal ini berdasarkan Tap. No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No. III/MPR/2000. Namun perlu
disadari bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional, adalah sumber materi dan nilai
bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di
Indonesia nilai Pancasila sebagai sumber materi, konsekuensinya hukum di Indonesia harus ersumber
pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan
seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai
demokrasi yang bertumpu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan nilai keadilan
dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan (sila V).
Selain itu tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan realitas
kehidupan masyarakan dan rakyat adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan
pengembangan hokum
2) Kampus sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hak Asasi Manusia
Sebagaimana dibahas di muka bahwa dalam refoermasi dewasa ini bangsa Indonesia telah mewujudkan
Undang-Undang Hak Asasi Manusia yaitu UU Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999. Sebagaimana
terkandung dalam Konsiderans, bahwa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah, seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dijinjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Disamping hak asasi manusia, UU No.39 Tahun 1999 tersebut juga menentukan Kewajiban Dasar
Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana
dan tegaknya hak asasi manusia.
Dalam penegakkan hak manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat objektif, dan
benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan
politik terutama kepentingan kekuatan politik dan kospirasi kekuatan internasional yang ingin
menghancurkan negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi tersebut,
pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara,
penguasa negara baik disengaja maupu tidak disengaja (UU No. 39 Tahun 1999). Dewasa ini kita lihat
dalam menegakkan hak asasi sering kurang adil misalnya kasus pelanggaran beberapa orang saja di
Timtim, banyak kekuatan yang mendesak untuk mengusut dan menyeret bangsa sendiri ke Mahkamah
Internasional. Namun ratusan ribu rakyat kita seperti korban krusuhan Sambas, Sampit, Poso dan yang
lainnya tidak ada kelompok yang memperjuangkannya. Padahal mereka sangat menderita karena diinjak-
injak hak asasinya.
DAFTAR PUSTAKA

www.blogbarabai.com/2015/02/pancasila-sebagai-paradigma-kehidupan.html?m=1

www.bacaanmenariku.com/2017/10/23/pancasila-sebagai-paradigma-kehidupan-bermasyarakat-berbangsa-
dan-bernegara/amp/

Anda mungkin juga menyukai