Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Teknik Self Management

1. Pengertian Self Management

Self Management merujuk kepada suatu teknik dalam terapi

kognitif behavior berlandaskan pada teori belajar yang dirancang untuk

membantu para klien mengontrol dan mengubah tingkah lakunya

sendiri kearah yang lebih efektif, sering dipadukan dengan ganjaran

diri (self reward). Menurut Hidayat (2017) menjelaskan bahwa

kemampuan diri (Self management) memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap disiplin belajar siswa.

Self management bukanlah pengetahuan semata, melainkan

suatu cara hidup ataupun kebiasaan yang dilakukan secara terus

menerus dalam kehidupan, yang terpenting adalah bagaimana

membangun kebiasaan-kebiasaan baru dan bergerak dari zona nyaman

(confort zone) untuk membangun realita baru bagi kehidupan.

Perubahan dapat dihasilkan melalui tanggung jawab dan pembiasaan

diri dengan mengontrol setiap tingkah laku kearah yang lebih positif.

Dengan mengatur setiap tingkah laku, kehidupan individu akan lebih

tertata sehingga untuk mengambil setiap tindakan dalam merancang

masadepan.

14
15

Menurut Asrori (2019, h.152) self management adalah suatu

strategi pengubahan dan/atau pengembangan perilaku dalam konseling

yang menekankan pentingnya ikhtiar dan tanggung jawab pribadi untuk

mengubah dan mengembangkan perilaku sendiri dengan seminimal

mungkin bantuan dari konselor, yang di dalamnya terdiri dari tiga teknik:

pantau-diri, ganjar-diri, dan kendali-stimulus.

Menurut Elvina (2019, h.123-128) self management adalah suatu

proses dimana klien mengarahkan sendiri pengubahan perilakunya dengan

satu strategi atau gabungan strategi. Self management bertujuan untuk

membantu konseli menyelesaikan masalah, teknik ini menekankan pada

perubahan tingkah laku konseli yang dianggap merugikan orang lain.

Tujuan teknik ini untuk mengatur perilakunya sendiri yang bermasalah

pada diri sendiri ataupun orang lain.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Sa’diyah (2016, h.67) self

management merupakan salah satu teknik dalam konseling behavior, yang

mempelajari tingkah laku (individu manusia) yang bertujuan merubah

perilaku maladaptif menjadi adaptif.

Menurut Komalasi, Wahyuni, & Karsih, (2016) teknik self

management merupakan salah satu bagian dari pendekatan behavioral.

Pengelolaan diri (self management) adalah prosedur dimana individu

mengatur perilakunya sendiri. Pada teknik ini individu terlibat pada

beberapa atau keseluruhan komponen dasar yaitu : menentukan perilaku

sasaran, memonitor perilaku tersebut, memilih prosedur yang akan


16

diterapkan, melaksanakan prosedur tersebut, dan mengevaluasi efektivitas

prosedur tersebut.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa self management

adalah serangkaian teknik untuk mengubah perilaku, pikiran dan perasaan

dengan menekankan pada tanggung jawab klien untuk mengatur,

memahami, memantau, dan mengevaluasi setiap perilaku, sehingga

mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan

menciptakan proses kemandirian.

2. Tujuan Self Management

Menurut Asrori (2019, h.31) Tujuan dari teknik

pengelolaan diri (self management) adalah untuk membantu klien agar

dapat mengubah perilaku negatifnya dan mengembangkan perilaku

positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri: mencatat perilaku-

perilaku tertentu (pikiran, perasaan, dan tindakan) dan interaksinya

dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya: menata kembali

lingkungan isyarat khusus (cues) atau anteseden atas respons tertentu:

serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang

mengikuti respons yang diinginkan.

3. Manfaat Teknik Self Manaement

Dalam Asrori (2019, h.31) Tujuan dari teknik pengelolaan

diri (self management) adalah untuk membantu klien agar dapat

mengubah perilaku negatifnya dan mengembangkan perilaku

positifnya dengan jalan mengamati diri sendiri: mencatat perilaku-


17

perilaku tertentu (pikiran, perasaan, dan tindakan) dan interaksinya

dengan peristiwa-peristiwa lingkungannya: menata kembali

lingkungan isyarat khusus (cues) atau anteseden atas respons tertentu:

serta menghadirkan diri dan menentukan sendiri stimulus positif yang

mengikuti respons yang diinginkan motivator bagi peserta didik.

Adapun manfaat dari pengelolaan diri (self management) menurut

Asrori (2019, h.33-34) sebagai berikut:

a. Pengelolaan diri dapat meningkatkan kendali klien atas

lingkungan dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor

atau orang lain.

b. Pengelolaan diri bersifat praktis tidak mahaldan mudah di

laksanakan.

c. Teknik-teknik dalam pengelolaan diri bersifat usuabl.

d. Pengelolaan diri dapat meningkatkan generalisasi belajar, baik dari

situasi wawancara ke lingkungan maupun dari situasi problematik

ke nonproblematik.

Menurut Amin (2017, h.50) manfaat dari pengelolaan diri

(self management) yaitu sebagai berikut:

a. Membantu individu untuk mengelola diri baik pikiran, perasaan,

dan perbuatan sehingga dapat berkembang secara optimal.

b. Dengan melibatkan individu secara aktif maka akan menimbulkan

perasaan bebas dari kontrol orang lain.


18

c. Dengan meletakkan tanggung jawab perubahan sepenuhnya

kepada individu maka ia akan menganggap bahwa perubahan yang

terjadi karen usahanya sendiri.

d. Individu akan semakin mampu untuk menjalani hidup yang

diarahkan sendiri dan tidak tergantung lagi pada konselor untuk

berurusan dengan masalah mereka.

4. Teknik Konseling Self Management

Perbedaan utama antara teknik management diri dengan

teknik lainnya adalah konseli mengasumsikan tanggung jawab utama

untuk mangatur dan melaksanakan program yang telah dirancang

secara teratur dan konsisten. Menurut Asrori (2019, h.40-48)

menggunakan tiga teknik self management: pantau diri (self-

monitoring), kendali stimulus (stimulus control), dan ganjar diri (self-

reward). Selanjutnya Gunarsa (2011, h.225) menambahkan teknik satu

teknik yaitu teknik kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self

contracting). Yang dimaksud dengan self conctracting adalah kontrak

atau perjanjian konseli dengan diri sendiri membuat perencanaan untuk

mengubah tingkah laku.

Empat teknik ini diklasifikasikan sebagai pengelolaan diri

karena dalam masing-masing teknik itu klien, dalam gaya yang

diarahkan oleh klien itu sendiri, menandai, mengubah, atau

mengendalikan anteseden dan konsekuensi untuk menghasilkan


19

perilaku yang diinginkan. Berikut uraian teknik–teknik self

management:

a. Pantau diri (Self-Monitoring)

Pantau diri adalah suatu proses klien mengamati dan

mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dan dalam

interaksinya dengan lingkungan.

b. Kendali-stimulus (Stimulus-control)

Kendali-stimulus adalah teknik pengubahan dan

pengembangan perilaku yang dilakukan klien melalui proses

mengenali perangsang-perangsang pengendali perilaku,

mengurangi kemungkinan bertemunya dengan perangsang yang

dapat mengakibatkan munculnya perilaku yang menjauhkan dari

perilaku sasaran, menambah perilaku perangsang yang dapat

memunculkan perilaku yang mendekatkan terhadap perilaku

sasaran, dan mengubah sekuensi kegiatan-kegiatan sebelumnya

yang merugikan dengan pola baru yang dapat mendukung

tercapainya perilaku sasaran.

c. Ganjar-diri (Self-reward)

Ganjaran diri adalah teknik pengubahan dan pengembangan

perilaku yang dilakukan klien melalui proses mengenali dan

menyeleksi jenis-jenis ganjaran, melahirkan ganjaran terhadap

dirinya sendiri, menjadwalkan peluncuran ganjaran bagi dirinya

setelah melakukan teingkah laku yang dapat meningkatkan


20

perilaku sasaran, dan memelihara tetapnya perilaku baru yang

dapat meningkatkan perilaku sasaran itu dengan cara mencari

ganjaran dari luar (orang lain).

Ganjaran diri digunakan untuk membantu klien mengatur

dan memperkuat perilakunya melalui konsekuensi yang

dihasilkannya sendiri. Banyak tindakan individu yang

dikendalikan oleh konsekuensi yang dihasilkannya sendiri

sebanyak yang dikendalikan oleh konsekuensi eksternal.

d. Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self contracting)

Self contracting adalah kontrak atau perjanjian konseli

dengan diri sendiri membuat perencanaan untuk merubah tingkah

laku. Ada beberapa langkah dalam self contracting ini yaitu:

1) Peserta didik membuat perencanaan untuk mengubah pikiran,

perilaku, dan perasaan yang di inginkannya.

2) Peserta didik meyakini semua yang ingin diubahnya.

3) Peserta didik bekerjasama dengan teman/leluarga dalam

menjalani program Self Managementnya.

4) Peserta didik akan menanggung resiko dengan program Self

Management yang dilakukannya.

5) Pada dasarnya semua yang peserta didik harapkan mengenai

perubahan pikiran, perilau dan perasaan adalah untuk peserta

didik itu sendiri.


21

6) Peserta didik menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri

selama menjalani proses self-management.

5. Tahap-tahap Self Management

Menurut Menurut Sukadji (dalam Komalasari, 2016, h.182)

pengelolaan diri (Self Management) dilaksanakan dengan mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahap monitor observasi diri

Pada tahap monitor diri, konseli dengan sengaja mengamati

tingkah laku bermasalah serta mencatat dengan teliti. Hal-hal yang

perlu diperhatikan oleh konseli dalam mencatat tingkah laku

adalah frekuensi, intensitas, dan durasi tingkah laku.

b. Tahap evaluasi diri

Pada tahap ini konseli membandingkan hasil catatan lalu dengan

target tingkah laku yang telah dibuat oleh konseli, perbandingan

ini bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas dan efesiensi

program.

c. Tahap pemberian penguatan

Konseli mengatur dirinya sendiri, memberikan penguatan,

penghapus, dan memberi hukuman pada diri sendiri.

6. Hal-hal yang Diperhatikan dalam Teknik Self Management

Lilis (2013, h.60) menjelaskan bahwa dalam merancang

program penguatan tingkah laku, klien harus memiliki tujuan yang

ingin dicapai sehingga klien memiliki rasa percaya diri dalam


22

membentuk tingkah laku yang baru. Dalam pelaksanaan teknik self

management, biasanya diikuti dengan pengaturan lingkungan untuk

mempermudah terlaksananya pengelolaan diri. Pengaturan lingkungan

dimaksudkan untuk menghilangkan faktor penyebab dan dukungan

untuk perilaku yang akan dikurangi. Pengaturan lingkungan dapat

berupa:

a. Mengubah lingkungan fisik sehingga perilaku yang tidak

dikehendaki sulit dan tidak mungkin dilaksanakan.

b. Mengubah lingkungan sosial sehingga lingkungan sosial ikut

mengontrol tingkah laku konseli.

c. Mengubah lingkungan atau kebiasaan sehingga menjadi perilaku

yang tidak dikehendaki hanya dapat dilakukan pada waktu dan

tempat tertentu saja.

B. Prokratinasi Akademik

1. Pengertian Prokratinasi Akademik

Menurut pendapat Ferrari (1995) dalam Ghufron &

Risnawati (2010, h.85) menyatakan bahwa:

Prokrastinasi akademik merupakan kesulitan untuk

melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah

ditentukan, sering mengalami keterlambatan,

mempersiapkansesuatu dengan sangat berlebihan, dan gagal

dalam menyelesaikan tugas sesuai waktu yang telah

ditentukan. Oleh karena itu, prokrastinasi dipandang dari


23

berbagai segi dikarenakan melibatkan berbagai unsur

masalah kompleks yang saling terkait satu dengan lainnya.

Menurut Freeman (2011, h.375) “Procrastination is a

prevalent and complex psychological phenomenon that has defined as

the purposive delay in beginning or completing a task”. Artinya,

prokrastinasi adalah suatu fenomena psikologis yang lazim dan

komplek yang didefinisikan sebagai penundaan purposif pada awal atau

penyelesaian sebuah tugas.

Ellis & Knaus (dalam Yong 2010, h.63) mengatakan bahwa

prokrastinator memiliki kecenderungan untuk menghindari pekerjaan

dengan menggunakan alasan untuk membenarkan penundaan yang

dilakukannya dan menghindari kesalahan.

Academic procastination is an irrasional tendency to delay


at the beginning or completion of an academic task. Many
tertiary students intend to complete their academic tasks
within the time frame, but they lack the motivation to get
started.due to their self-defeating behavior, academic
procrastinators often experience dire consequences,
including low self-asteem, depression, and academic failur
(Yong 2010, h.63).

Prokrastinasi dibagi menjadi dua yaitu prokrastinasi

akademik dan prokrastinasi non akademik. Dalam penelitian ini

memfokuskan pada penundaan pekerjaan dalam ranah pendidikan atau

sering disebut dengan istilah prokrastinasi akademik.

Prokrastinasi akademik adalah kebiasaan menunda mulai

dari mengerjakan dan menunda menyelesaikan pekerjaan rumah (PR),

membuat laporan dan belajar untuk mempersiapkan ulangan/ujian.


24

Individu dapat dikatakan melakukan prokrastinasi akademik apabila

memiliki kesenjangan antara harapan dan kenyataan dalam

mengerjakannya. Prokrastinasi akademik di ukur dengan menghitung

hari keterlambatan mengerjakan, menunda untuk memulai dan

menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Ciri-ciri Prokratinasi Akademik

Menurut Ferrari (dalam Ghufron & Risnawati 2010, h.158-

159) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,

prokrastinasi akademik dapat termanifitasikan dalam indikator tertentu

yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu, seperti:

a. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas

Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas

yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi akademik

tahu bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan akan

tetapi, dia menunda-nunda untuk memulai mengerjakannya atau

menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah

memulai mengerjakan sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan oleh

kurang dapat mengatur waktu. Yong (2010 ) (dalam Ahmaini 2010,

h.21-22).

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas

Orang yang melakukan prokrastinasi akademik

memerlukan waktu lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan

pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas, seorang


25

prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk

mempersiapkan diri secara berlebihan. Karena orang yang memiliki

perilaku prokrastinasi akademik cenderung mengerjakan tugas

secara perfeksionisme yaitu mengerjakan sesuatu yang dirasa

kurang. Sehingga orang yang cenderung perfeksionisme itu

memiliki kecemasan yang berlebih. Selain itu, juga melakukan hal-

hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa

memperhitungkan keterbatasan waktu yang telah dimilikinya.

Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak

berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Sapadin &

Maquaere (dalam Ahmaini, 2010, h.21-22).

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk

melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan

sebelumnya. Seorang prokrastinator sering memiliki keterlambatan

dalam memenuhi deadline yang telah di tentukaan, baik oleh orang

lain maupun rencana yang telah ditentukan sendiri. Seseorang

mungkin telah merencanakan mulai mengerjakan tugas pada waktu

yang telah ia tentukan sendiri. Akan tetapi, ketika saatnya tiba dia

tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah

direncanakan sehingga mengakibatkan keterlambatan atau

kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai. Hal tersebut

bisa jadi disebabkan karena kurang dapat mengatur waktu sehingga


26

dapat menghambat dalam mengerjakan tugas dan mengganggap

dirinya terlalu sibuk sehingga mengakibatkan keterlambatan atau

kegagalan dalam menyelesaikan tugas.

d. Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan

Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari

pada melakukan tugas yang harus dikerjakan karena mengganggap

dirinya terlalu sibuk jika harus mengerjakan tugas. Seseorang

prokrastinator dengan sengaja tidak melakukan tugasnya. Akan

tetapi, menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan

aktivitas lain yang di pandang lebih menyenangkan dan mendatang

hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita

lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan

sebagainya. Sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk

mengerjakan tugas yang dia selesaikan.

Selain ciri-ciri di atas karakteristik prokrastinasi bisa juga

seperti mengarah kepada hal-hal yang negatif yaitu keras kepala, hanya

menganggap dirinya yang bisa melakukannya, dan menjadikan

penundaan sebagai coping untuk menghindari tekanan, dan tidak mau

diperintah atau dinasehati orang lain, hal ini dijelaskan oleh Yong

(dalam Ahmaini 2010, h.21-22). Selain hal negatif individu yang

memiliki prokrastinasi akademik yaitu termasuk orang yang sangat hati-

hati. Sapadin & Maquere (dalam Ahmaini 2010, h.22) mengatakan

bahwa “orang yang memiliki perilaku prokrastinasi akademik adalah


27

orang harus menghasilkan sesuatu yang bagus sempurna

(Perfeksionisme). Karena dia sempurna biasanya orang tersebut

cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi karena ingin

mengerjakan sesuatu dengan sempurna, tidak takut hasil yang jelek,

tidak mau diperintah atau dinasehati orang dan terlalu banyak tugas.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, jika sering terjadi

atau muncul nya ciri-ciri tersebut dalam diri siswa hal tersebut akan

membentuk karakteristik tersendiri pada diri individu yang akan

membawa pada perilaku prokrastinasi didalam kehidupan sehari-hari.

3. Jenis-jenis Prokratinasi Akademik

Ferrari (dalam Ghufron & Risnawati, 2010, h.154) membagi

prokrastinasi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Functional procrastination atau penundaan yang bertujuan

memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat untuk

mengumpulkan data-data penting, referensi atau informasi lain yang

berkaitan dengan tugas primer (tugas penting).

b. Disfunctional procrastination atau tidak bertujuan penundaan yang

tidak memiliki tujuan, berakibat buruk dan menimbulkan masalah.

Prokrastinasi disfungsional dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan

tujuan mereka melakukan penundaan, yaitu decisional

procrastination dan avoidanceprocrastination.


28

1) Decisional procrastination

Decisional procrastination berhubungan dengan keluapan

atau kegagalan proses kognitif yang tidak berkaitan dengan

kurang nya tingkat intelegensi seseorang. Jenis prokrastinasi ini

terjadi akibat kegagalan nya dalam mengidentifikasi tugas, yang

menimbulkan konflik dalam diri individu sehingga individu

memutuskan untuk melakukan penundaan mengerjakan tugas

akademiknya.

2) Behavioral atau Avoidance prokrastination

Adalah suatu penundaan yang dilakukan sebagai suatu cara

untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan

sulit untuk dilakukannya.

4. Area Prokratinasi Akademik

Salomon & Rothblum (dalam Ghufron & Risnawati 2003,

h.157) terdapat enam area akademik yang sering di tunda-tunda oleh

prokrastinator, yaitu:

a. Tugas mengarang ( writing a term paper)

Tugas ini berkaitan dengan penundaan dalam memulai atau

menyelesaikan tuga-tugas menulis, seperti mengarang, menulis

makalah, laporan penelitian, bahkan penulisan skripsi.

b. Belajar dalam menghadai ujian (study for an exam)


29

Contohnya siswa melakukan penundaan belajar ketika menghadapi

ujian, baik ujian tengah semester, ujian akhir semester, kuis-kuis,

maupun ujian yang lain.

c. Membaca buku penunjang (keeping up with weekly ready

assigments)

Contohnya antara lain penundaan dan keengganan siswa membaca

buku referensi yang berhubungan dengan tugas sekolahnya.

d. Kinerja akademik secara umum (performing academic tasks in

general)

Yaitu penundan pelajaran dalam mengerjakan atau menyelesaikan

tugas-tugas akademik secara umum.

John W Santrock (dalam Widiseno, Purwanti &

Wicaksono, 2017 ) mengatakan prokrastinasi memiliki berbagai bentuk

yaitu individu mengabaikan tugas dengan harapan tugas akan pergi,

meremahkan setiap pekerjaan yang terlibat dalam tugas, mengharapkan

dari sumber-sumber lain yang memiliki kemampuan tinggi dan selalu

menghabiskan waktu berjam-jam pada permasalahan komputer atau

menjelajahi internet seperti bermain game online dan bermain media

sosial.

5. Teori Perkembangan Prokratinasi Akademik

Teori yang membahas tentang perkembangan prokrastinasi

akademik diantaranya:
30

a. Psikodinamik

Menurut Ferarri (dalam Ghufron & Risnawati 2010, h.160)

Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa

kanak-kanak akan memengaruhi perkembangan proses kognitif

seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Orang yang pernah

mengalami kegagalan akan suatu tugas cenderung melakukan

prokrastinasi akademik ketika dihadapkan lagi pada suatu tugas

yang sama. Individu akan teringat kepada pengalaman kegagalan

dan perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami.

b. Behavioristik

Menurut Ghufron & Risnawati (2010, h.161) Penganut

psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi

akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang

melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan

punisment atas perilaku tersebut. Seorang yang pernah merasakan

sukses dalam melakukan tugas sekolah dengan melakukan

penundaan, cenderung akan mengulangi lagi perbuatannya. Sukses

yang pernah dia rasakan akan di jadikan reward untuk mengulangi

perilaku yang sama pada masa yang akan datang. Perilaku

prokrastinasi akademik juga dapat muncul pada kondisi tertentu.

Kondisi rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang

untuk melakukan prokrastinasi akademik karena tidak adanya


31

pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak

tepat waktu.

c. Kognitif dan Behavioral-Kognitif

Ellis dan Knaus (dalam Ghufron & Risnawati 2010, h.162-

163) memberikan penjelasan tentang prokrastinasi akademik dari

sudut pandang cognitive-behavioral. Prokrastinasi akademik terjadi

karena adanya keyakinan irasional yang dimiliki oleh seseorang.

Keyakinan irasional tersebut bisa disebabkan suatu kesalahan dalam

persepsikan tugas sekolah. Seseorang memandang tugas sebagai

sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan (aversivenessof the task

dan fear of failure). Fear of failure adalah ketakutan yang

berlebihan untuk gagal. Seseorang menunda mengerjakan tugas

sekolahnya karena takut jika gagal akan mendatangkan penilaian

negatif atas kemampuannya. Akibatnya, seseorang menunda-nunda

untuk mengerjakan tugas yang dihadapinya.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokratinasi Akademik

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi

prokrastinasi akademik menurut Ghufron & Risnawati (2010, h.163-

166) dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri

individu yang memengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor-faktor

itu meliputi:
32

1) Kondisi fisik individu

Faktor dari dalam yang turut mempengaruhi prokrastinasi

akademik pada individu adalah keadaan fisik dan kondisi

kesehatan seseorang. Tingkat intelegensi tidak mempengaruhi

perilaku prokrastinasi. Walaupun prokrastinasi sering

disebabkan oleh adanya keyakinan irasional yang dimiliki

seseorang.

2) Kondisi psikologis individu

Kepribadian locus of control sangat mempengaruhi seberapa

banyak orang yang melakukan prokrastinasi. Semakin tinggi

motivasi intrinsik yang dimiliki individu dalam belajar, akan

semakin rendah potensi untuk melakukan prokrastinasi.

Selain itu terdapat faktor-faktor yang terdiri dari yaitu

faktor motivasi (Motivation Factor) yang dinilai kuat dalam

menyelesaikan pekerjaan rumah, faktor kualitas/ gaya

(Quality/Style of Assignments Factor) tugas yaitu guru perlu

melibatkan siswa dalam pemberian tugas dan perlu memastikan

semua siswa mengerti apa tugas dan pertanyaan yang diajukan

kepada mereka, faktor umpan balik (Feedback Factor ) yaitu salah

satu faktor yang berpengaruh terhadap siswa karena jika siswa

mendapatkan umpan balik dari guru maka dapat meningkatkan

pemahaman dan akan menghasilkan pekerjaan rumah yang lebih

besar penyelesaiannya, dan faktor lingkungan (Environment


33

Factor) bekerja paling baik ketika mengerjakan pekerjaan rumah

selama di kelas baik sendiri maupun berkelompok. (Watkins,

2012).

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat dari luar diri individu

yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor eksternal

sendiri terbagi meliputi:

1) Gaya pengasuhan orang tua

Tingkat pengasuhan orangtua yang otoriter akan menyebabkan

munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis.

Sedangkan pengasuhan orang tua dengan gaya otoritatif akan

menghasilkan anak yang bukan prokrastinasi.

2) Kondisi lingkungan

Seseorang yang melakukan prokrastinasi akademik cenderung

berada pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan.

Seseorang cenderung akan rajin mengerjakan tugas apabila ada

yang mengawasi dirinya. Namun sebaliknya, individu yang

rendah rendah pengawasannya akan membuat mereka lebih

bebas dalam mengerjakan tugas.

Menurut Burka & Yuen (dalam Sutriyono, Riyani &

Prasetya, 2012) faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi

yaitu:
34

a. Faktor Internal

1) Pemberontakan terhadap kontrol dari figur otoritas

Figur orang yang punya otoritas dapat juga

meninggalkan akibat yang berkelanjutan pada kemampuan

individu untuk melakukan sesuatu. Prokrastinasi bisa

menjadi sebuah cara untuk mengembalikan rasa kontrol

pada diriya dengan terlambat mengerjakan tugas atau

bahkan tidak mengerjakannya sama sekali.

2) Pengalaman dalam suatu kelompok

Pengalaman pada kelompok dimasa lampau

individu, dapat mempunyai pengaruh yang kuat pada

kepercayaan dirinya. Lama setelah tahun–tahuan sekolah

berlalu, banyak orang dewasa yang masih berfikir tentang

dirinya dalam kerangka sebagai anak-anak, termasuk

mengenai prokrastinasi yang dilakukannya.

3) Bentuk-bentuk sukses maupun kegagalan

Orang tua, guru, tetangga, saudara, dan orang-orang

sekitar individu saat dirinya tumbuh merupakan model bagi

individu untuk melakukan prokrastinasi.

b. Faktor Eksternal

1) Ketakutan akan kegagalan (fear of failure): adanya

ketakutan terhadap kemungkinan terjadinya kegagalan

dalam mencapai prestasi akademik, sehingga individu


35

cenderung untuk menghindari situasi yang mungkin akan

menimbulkan kemungkinan kegagalan.

2) Ketakutan akan kesuksesan (fear of success): adanya

ketakutan akan akibat yang mungkin terjadi pada dirinya

bila kebersihan yang di capai.

3) Ketakutan akan kelekatan (fear of losing the battle): adanya

ketakutan yang akan kehilangan kontrol terhadap dirinya.

4) Ketakutan akan kelekatan (fear of attachment) : ketakutan

akan merasa terbebani, terkekang bila menjalin hubungan

dekat dengan orang lain.

5) Ketakutan akan perpisahan (fear of sparation): adanya

perasaan takut apabila ditinggalkan sendirian.

Sedangkan menurut Wilson & Rhodes (dalam Watkins

2012) bahwa kegiatan ektrakurikuler yang menyebabkan mereka

harus pulang terlambat dan tidak dapat menyelesaikan tugas

pekerjaan rumah. Sedangkan menurut Watkins (2012) “This would

seem to indicate that most students complete homework during

class more so than outside of class” mengatakan bahwa mereka

bekerja paling baik ketika mengerjakan pekerjaan rumah

selama waktu kelas dengan yang lain dari pada diluar kelas.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah

kebenarannya, maka dari itu perlu diuji kebenarannya. Hal ini selaras
36

dengan apa yang dikemukakan Arikunto (2010, h.112). “Hipotesis

merupakan suatu pernyataaan yang paling penting kedudukannya dalam

penelitian. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa hipotesis merupakan

jawaban sementara dan dapat dibuktikan kebenarannya”. Adapun hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Alternatif (Hₐ): Teknik Self Management efektif untuk

mengatasi perilaku Prokrastinasi Akademik peserta didik Kelas VIII

SMP Negeri 18 Pontianak.

2. Hipotesis Nol (H₀): Teknik Self Management tidak efektif untuk

mengatasi perilaku Prokrastinasi Akademik peserta didik Kelas VIII

SMP Negeri 18 Pontianak.

Anda mungkin juga menyukai