Anda di halaman 1dari 14

PARENTERAL VOLUME BESAR (LVP)

A. Definisi dan Indikasi Parenteral volume besar (LVP)

Parenteral volume besar (LVP) adalah Suatu sediaan steril berupa larutan

atau emulsi bebas pirogen sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah yang

disuntikkan langsung kedalam vena dalam volume relatif banyak yang dikemas

dalam wadah kapasitas 100-1000 ml yang digunakan untuk memperbaiki

gangguan elektrolit cairan tubuh yang serius yang menyediakan nutrisi dasar dan

digunakan sebagai pembawa untuk bahan-bahan obat

Injeksi parenteral volume besar sering digunakan dalam memperbaiki

gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh yang serius dan menyediakan

nutrisi dasar. Pada tahun belakang ini, parenteral volume besar digunakan sebagai

pembawa untuk obat-obat lain dan metode dalam penyiapan nutrisi parenteral

Larutan steril volume besar meliputi obat-obat yang digunakan untuk

irigasi atau untuk dialisis

Cairan intravena umumnya digunakan untuk sejumlah kondisi klinik. Ini

meliputi :

 Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

 Memperbaiki gangguan dalam cairan

 Bahan untuk menyediakan nutrisi dasar

 Bahan untuk praktek penyediaan nutrisi parenteral total


 Digunakan sebagai pembawa untuk bahan obat lain

Tabel penggunaan larutan volume besar untuk intravena


Injeksi Nama umum % pH Penggunaan terapi
konsentrasi
Dekstrosa Glukosa 5D/W 2,5 3,5-6,5 Hidrasi, kalori
5 Hidrasi, kalori
10 Shok insulin, kalori
20 Shok insulin, kalori
50 Shok insulin, kalori
Na. klorida Normal saline 0,9 4,5-7,0 Pengganti cairan
N.S.S Ekstraseluler
½ normal saline 0,45 Dehidrasi
3 Hiponatrium
6 Hiponatrium
Ringer’s Ringer’s Pengganti cairan &
NaCl 0,86 elektrolit
KCl 0,03 5,0-7,5
CaCl2 0,033
Ringer’laktat Hartmann’s
NaCl 0,6
KCl 0,03 6,0-7,5 Pengganti cairan &
CaCl2 0,02 elektrolit
Na. Laktat 0,5
Natrium 1,4 Asidosis metabolit
4,5-6,0
Bikarbonat 5 Asidosis metabolit
Amonium 2,14 Asidosis metabolit
klorida Hipokloremia
Na. laktat m/6 Na. laktat 6/4 molar 6,0-7,3 Asidosis metabolit
Fruktosa Levalase 10 3,0-6,0 Kalori, pengganti
cairan
Fruktosa & 10
elektrolit
Gula invert 5 4 Kalori, pengganti
cairan
Protein 10 5,0-7,0 Mempertahankan
hidrolisis nutrisi
Manitol 5
Juga dalam 5
kombinasi
Dgn dekstrosa 10 5,0-7,0 Diuresis osmotik
a/ NaCl 20
Alkohol
Dgn 5% D/W 5 4,5 Sedatif analgetik
kalori
Dgn 5% D/W 5 Sedatif analgetik
dalam N.S.S kalori

B. Tipe-tipe larutan LVP

1. Larutan Elektrolit

Kebutuhan elektrolit untuk K setiap harinya kurang lebih 100 mEq,

dengan kurang lebih 40 mEq sebagai pengganti. Untuk Na rata-rata 135-170

mEq, dengan 51-85 mEq sebagai pengganti.

2. Karbohidrat
Dekstrosa 5% digunakan untuk memperkecil kekurangan kalori, pada

saat puasa kehilangan kalori kurang lebih 80 g/hari kg BB, dengan 100 g glukosa

menurunkan separuh kehilangan ini.

3. TPN (Total Parenteral Nutrition):

Infus yang mengandung sejumlah besar yang cukup untuk sintesis

jaringan aktif dan pertumbuhan. Digunakan pada pemberian larutan protein jangka

panjang mengandung Dekstrosa kadar tinggi (kurang lebih 20%), elektrolit,

vitamin, dan beberapa mengandung insulin.

C. Praformulasi dan formulasi sediaan parenteral volume besar

a. Praformulasi

Untuk memformulasikan suatu sediaan dengan baik, perlu diperhatikan

sifat dari bahan-bahan yang akan digunakan baik dari segi sifat kimia maupun

sifat fisika dari masing-masing bahan yang akan digunakan. Dengan

mengetahui sifat kimia maupun sifat fisika dari bahan-bahan tersebut, maka

diharapkan akan dapat mengetahui bagaimana interaksi anatara bahan yang satu

dengan yang lainnya.

Adapun parameter-parameter yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Parameter fisiologi

Bila penderita dirawat dengan diberi cairan parenteral volume besar

(infus) hanya untuk beberapa hari, maka umumnya cukup dengan larutan

sederhana yang mengandung air dan dekstrosa secukupnya dan sejumlah kecil

natrium dan kalium. Teteapi bila penderita tidak dapat menerima nutrisi atau
cairan lewat mulut untuk masa yang lebih lama, maka dapat digunakan larutan

yang mengandung kalori tinggi. Yang termasuk dalam larutan ini adalah

protein, hidrolisat, karbohidrat, vitamin, mineral, elektrolit dan air yang cukup

dapat menunjang fisiologi tubuh.

Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada

formulasi. Tekanan osmosa atau osmolaritas merupakan faktor

fisiologi yang dimana tekanan osmosa adalah perpindahan pelarut dan zat

terlarut melalui membran permeabel yang memisahkan 2 komponen,

dinyatakan dalam osmole per kilogram = osmolarita.

2. Faktor fisikokimia

a. Organoleptis

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah pemerian dari bahan-

bahan yang akan digunakan secara kasatmata, meliputi : warna, aroma dan

rasa. Manfaat pengamatan organoleptis misalnya yaitu setelah melakukan

pengamatan dengan kasat mata, maka dapat diketahui bagaimana

penyimpanan bahan-bahan yang akan digunakan tersebut.

b. Kelarutan

Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan

parenteral volume besar dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya

kristal pada beberapa zat. Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk
mermbuat sediaan parenteral volume besar adalah obat-obatan/zat

yang mudah larut.

Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat

disuntikkan baik secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam

bentuk infus harus jernih, maka bahan-bahan obat/zat yang akan digunakan

untuk membuat infus harus larut sempurna dalam pembawanya.

Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan sebagai zat

pembawa yang digunakan dalam formulasi infus. Selain itu, untuk

memperoleh kelarutan yang baik, komponen yang akan digunakan harus

memiliki kualitas yang baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya

menyebabkan iritasi ke jaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi tersebut

juga dapat menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan

kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila digunakan sterilisasi panas.

Adapun pelarut bukan air yang dipilih harus dengan hati-hati, karena

pelarut tersebut tidak boleh bersifat iritasi, toksik atau terlalu pekat dan juga

tidak boleh memberi efek merugikan pada bahan formulasi

lainnya.Pemilihan pelarut seperti itu harus melibatkan suatu evaluasi sifat-

sifat fisiknya seperti kerapatan, viskositas, kemampuan bercampur dan

kepolaran, kestabilan, aktivitas pelarut dan toksisitas. Contoh pelarut bukan

air yang dapat dikombinasi dengan air adalah dioksilan, dimetil-asetamida,

N-(β-hidroksietil )-laktamida, butilen glikol, polietilen glikol 400 dan 600,

propilen glikol, gliserin, etil alkohol. Pelarut bukan air yang tidak dapat
bercampur dengan air contohnya minyak lemak, etil oleat, isopropil miristat,

dan benzilbenzoat.

c. pH

pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat menyebabkan :

· berpengaruh terutama pada darah tubuh

· berpengaruh pada kestabilan obat

· berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet.

pH sediaan parenteral volume besar tidak boleh diluar batas pH darah

normal karena akan menyebabkan masalah pada tubuh yang dimana pH

darah normal yaitu 7,35 – 7,45.

d. Ukuran partikel

Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam sediaan farmasi

sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan

sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya.

Untuk sediaan infus harus memiliki ukuran partikel yang kecil karena

sediaan infus pemberiannya langsung kedalam pembuluh darah vena. Jika

terdapat ukuran partikel yang besar dalam infus maka dikhawatirkan akan

terjadi penyumbatan atau gangguan dalam pembuluh darah.

e. Pembawa

Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air

tetapi dapat juga dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau
dikombinasi dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh

lebih besar dari 0,5 µm.

f. Viskositas

Dalam sediaan infus viskositas sangat berpengaruh karena jika sediaan

infus terlalu kental maka akan susah menetes, distribusi obat dalam darah akan

lambat, sehingga ketercapaian efek terapi yang diinginkanpun akan lambat

pula.

g. Cahaya dan suhu

Cahaya dan suhu erat hubungannya dengan tampat/wadah penyimpanan

obat/bahan obat. Cahaya dan suhudapat mempengaruhi kestabilan

obat sehingga dalam hal penyimpanan obat sangat perlu sekali diperhatikan

karakteristik dari obat/bahan obat yang akan disimpan.

h. Faktor kemasan

Faktor kemasan juga berpengaruh terhadap kestabilan obat/bahan obat.

Untuk sediaan parenteral volume besar sebaiknya kemasan yang

digunakan diusahakan kemasan tidak mempengaruhi kestabilan obat/bahan

obatdari sediaan parenteral volume besar

3. Stabilisator pada sediaan parenteral volume besar

Untuk bahan penambah seperti dapar, antioksidan, komplekson,jarang

ditambahkan pada sediaan parenteral volume besar.


b. Formulasi

Formulasi suatu produk steril meliputi kombinasi dari satu atau lebih

bahan dengan zat obat untuk menambahkan keefektifan produk

tersebut dan kemampuan diterima. Oleh karena itu perlu diperhatikan untuk

setiap kombinasi dua bahanobat atau lebih untuk memastikan apakah terjadi

interaksi merugikan atau tidak. Jika terjadi interaksi yang tidak

diinginkan,maka perlu dilakukan modifikasi formulasi sehingga reaksi yag

tidak diinginkan tadi dapat dihilangkan atau dikurangi.

Bahan tambahan bisa ditambahkan ke suatu formulasi untuk memberikan

kestabilan yang dibutuhkan dan kemanjuran terapi. Adapun jenis-

jenis bahan/zat tambahan yang dimaksud adalah zat antibakteri, antioksidan,

dapar, dan pembantu isotonis.

Contoh zat antibakteri : Benzil Alkohol, Benzetonium klorida, Butilparaben,

Klorobutanol, Metakresol.

Contoh Anktioksidan : Asam askorbat, Natrium bisulfit, Natrium

formaldehida sulfoksilat, Tiourea.

Andil Tonisitas, senyawa yang membantu ke isotonisitas suatu produk

mengurangi sakit pada daerah injeksi yang berakhir ke syaraf. Dapar

bertindak sebagai pembantu tonisitas serta penstabil pH larutan. Walaupun

penurunan titik beku larutan paling sering digunakan untuk menentukan

apakah suatu larutan bersifat isotonis, isotonisitas sebenarnya tergantung pada


permeabilitas suatu membran semipermeable; hidup yang memisahkan larutan

dari sitem.

Komponen formulasi

R/ zat berkhasiat (zat aktif)

Zat tambahan (pengisotonis, adjust, dll)

Pembawa

a. Zat aktif

Zat aktif yang dipilih adalah zat yang umumnya mudah larut dalam air,

atau memiliki ikatan kuat dengan air. karena kelarutan suatu zat sangat

berpengaruh dalam pembuatan sediaan cair khususnya infus.

b. Pembawa

Zat pembawa yang digunakan dalam pembuatan infus yaitu zat yang

berbentuk larutan (air) atau yang biasa di gunakan dalam pembuatan sediaan

steril adalah aqua pro injeksi untuk melarutkan zat aktif dan zat tambahan.

c. Pengawet

Pengawet dalam suatu sediaan steril biasanya digunakan untuk

mengawetkan sdiaan tersebut. Tapi karena berdasarkan literatur (DI 88 hal.

1427) sediaan infus yang dibuat merupakan dosis tunggal sehingga

kemungkinan terjadinya kontaminasinya mikroba sangat kecil dan tidak perlu

menggunakan pengawet.

d. Pengisotonis
Tonisitas sediaan = % NaCl, sudah termasuk di dalam batas toleransi

normal tubuh yaitu 0,7 – 1,5 % (TPC, p. 163), maka iritasi tubuh dan

konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel jaringan tubuh tidak terjadi. NaCl

digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9%

larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama

dengan cairan tubuh.

Contoh formulasi Infus untuk pelengkap cairan tubuh

Dekstrosa 5 %

NaCl q.s

Aqua p.i ad 500 ml

Metode Pembuatan

Ada dua metode dalam pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan

cara aseptik

1. Sterilisasi akhir

Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak

digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif

harus stabil dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan

disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.

2. Aseptik

Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap

suhu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja

farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif


yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara

sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan

mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi.

Prosedeur pembuatan sediaan steril

Larutan (Sterilisasi akhir)

Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada

ruang terlindung cahaya, dibawah lampu natrium

a. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan. Bila zat

aktifnya bersifat hidroskipis dan higroskopis maka untuk penimbangan

harus menggunakan kaca arloji, setelah di timbang kemudian

dimasukkan ke dalam beker glass. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan

aqua pro injeksi.

b. Zat aktif yang sudah ditimbang tadi kemudian dilarutkan dalam

sejumlah tertentu aqua pro injeksi di dalam beker glass ad larut.

c. Sama halnya dengan zat aktif, zat tambahan juga ditimbang kemudian

dilarutkan dengan sejumlah tertentu aqua pro injeksi.

d. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut

kemudian dituang ke dalam gelas ukur sehingga volume tertentu

dibawah volume akhir.


e. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring

rangkap 2, tapi sebelumnya kertas saring dibasahi terlebih dahulu

dengan aqua pro injeksi.

f. Setelah proses penyaringan selesai dilakukan pengukuran pH sediaan.

Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit demi sedikit untuk

membilas beker glass.

g. Sediaan kemudian dipindahkan ke dalam wadah yang sudah di

sediakan. Sisa dalam beker glass di bilas dengan aqua pro injeksi ad

volume akhir atau volume total.

h. Kemudian di lakukan sterilisasi akhir.


DAFTAR PUSTAKA

Gennaro, M, 1989 “Remingtons Pharmaceutivcal Science”; New York

Taro, S. King “Sterile dosage Form”.Lestienerst

http://afdhalmawardinkren.blogspot.com/2012/11/praformulasi-dan-formulasi-

sediaan.html diakses tanggal 01 Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai