Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

NAMA MAHASISWA : AJENG HARJUTRI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042215242

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4110 / Pengantar Ekonomi Makro

Kode/Nama UPBJJ : 76 / UPBJJ-UT JEMBER

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS
TERBUKA
1.
Pada dasarnya, kurva permintaan agregat melambangkan jumlah dari seluruh
barang dan jasa yang diminta dalam suatu perekonomian pada setiap tingkat
harga. Seperti yang digambarkan pada figur di atas, yaitu kurva agregat miring ke
bawah. Hal ini mengimplikasikan bahwa jika hal lain tetap sama, penurunan tingkat
harga keseluruhan dalam perekonomian (misalkan dari P1 ke P2) cenderung
meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta (dari Y1 ke Y2).

Mengapa Kurva Permintaan Agregat Miring ke Bawah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengingat bahwa PDB (Y) merupakan
jumlah dari konsumsi (C), investasi (I), belanja pemerintah (G) dan ekspor neto
(NX):

Y = C + I + G + NX.

Masing-masing dari keempat komponen tersebut memberikan kontribusinya bagi


permintaan agregat atas barang dan jasa. Saat ini, kita mengasumsikan bahwa
belanja pemerintah adalah tetap karena berdasarkan kebijakan.

Sedangkan tiga komponen lainnya (konsumsi, investasi dan ekspor neto)


tergantung pada kondisi-kondisi perekonomian, terutama pada tingkat harga. Oleh
karena itu, untuk memahami mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah,
maka kita harus mengkaji lagi bagaimana tingkat harga dapat memengaruhi
jumlah barang dan jasa yang diminta untuk konsumsi, investasi dan ekspor neto
(Mankiw, 2006: 293).
Tingkat Harga dan Konsumsi: Efek Kekayaan

Kita dapat menjelaskannya melalui sebuah permisalan, di mana nilai nominal


uang yang ada di dalam dompet dan rekening bank Anda adalah tetap. Sejatinya,
nilai riil yang Anda miliki tersebut tidaklah tetap.

Seandainya harga-harga turun, uang tersebut menjadi lebih bernilai karena dapat
digunakan untuk membeli barang dan jasa dengan jumlah yang lebih banyak. Jadi,
penurunan tingkat harga membuat konsumen merasa lebih kaya, sehingga
mereka terdorong untuk lebih banyak membelanjakan uangnya. Peningkatan
pengeluaran konsumen berarti juga peningkatan jumlah barang dan jasa yang
diminta.

Tingkat Harga dan Investasi: Efek Suku Bunga

Sejauh ini kita telah memahami bahwa tingkat harga merupakan salah satu
penentu jumlah uang yang dibutuhkan. Semakin rendah tingkat harga, maka
semakin sedikit jumlah uang yang perlu dipegang oleh rumah tangga guna
membeli barang dan jasa yang mereka inginkan.

Ketika tingkat harga turun, kebutuhan uang pun berkurang. Dengan demikian,
rumah tangga akan berupaya untuk memanfaatkan kelebihan uang yang mereka
miliki dengan cara meminjamkan sebagian darinya.

Sebagai contoh, suatu rumah tangga mungkin menggunakan kelebihan uangnya


untuk membeli surat berharga yang menawarkan pembayaran dengan suku
bunga tertentu. Kemungkinan lainnya, rumah tangga tersebut juga dapat
mendepositokan kelebihan uangnya dalam tabungan yang menghasilkan bunga
dan bank akan menggunakan dana tersebut untuk memberi lebih banyak
pinjaman.

Tingkat Harga dan Ekspor Neto: Efek Nilai Tukar

Masih dalam koridor pembahasan yang sama, misalkan pemerintah Indonesia


memberlakukan tingkat harga yang lebih rendah. Hal ini mengindikasikan suatu
korelasi, di mana nantinya suku bunga di negara tersebut akan menurun. Hasilnya,
beberapa investor Indonesia akan mencari keuntungan lebih dengan cara
menanamkan modal mereka di luar negeri.
Sebagai contoh, ketika suku bunga surat obligasi pemerintah Indonesia jatuh,
badan reksa dana mungkin akan menjual surat-surat berharga tersebut untuk
membeli surat-surat obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Jerman. Pada saat
reksa dana tersebut berupaya memindahkan aset-asetnya ke luar negeri, usaha
tersebut meningkatkan jumlah mata uang rupiah yang beredar di pasar valuta
asing.

2. Dalam teori kuantitas uang Irving Fisher, dirumuskan persamaan :


MV = PY
Keterangan :
M = Jumlah uang yang beredar
V = Laju/kecepatan peredaran uang
P = Tingkat harga barang
Y = Tingkat pendapatan
→ MV = PY
Maka untuk menghitung nilai P, menggunakan rumus :

P=

P=

P=

P = 4.
Jadi, tingkat harga dari suatu perekonomian tersebut adalah sebesar 4

3.
 Pemisalah bahwa T adalah tetap kurang tepat. Keynesian berpendapat bahwa
kesempatan kerja penuh tidak selalu dicapai sehingga menyebabkan
pengangguran. Oleh karena itu jumlah barang T masih boleh ditambah.
 Laju peredaran uang tidak selalu tetap dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Pengangguran yang tinggi mengurangi pengeluaran masyarakat dan
laju peredaran uang. Inflasi menyebabkan orang lebih suka berbelanja
sekarang daripada masa yang akan datang sehingga laju peredaran uang
bertambah cepat. Dalam jangka panjang, kemajuan dan perkembangan institusi
keuangan mengurangi sisa tunai dan ini faktor mempercepat laju peredaran
uang.
 Perhubungan diantara penawaran uang dan harga adalah lebih rumit dari yang
diterangkan oleh teori kuantitas. Apabila ekonomi mengalami pengangguran,
persamaan MV=PT tidak dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana
perubahan penawaran uang akan mempengaruhi harga dan jumlah barang dan
jasa.
 Teori kuantitas hanya memperhatikan fungsi uang sebagai alat untuk
melicinkan kegiatan tukar menukar dan transaksi dengan menggunakan uang.
Dalam persamaan MV=PT, masyarakat dianggap meminta uang untuk tujuan
membiayai transaksi saja, harga akan tetap stabil apabila kenaikan T sebesear
5%, akan diikuti pertambahan M 5% juga. Dalam teori Keynes uang digunakan
juga untuk berjaga-jaga dan spekulasi.
 Teori kuantitas mengabaikan efek perubahan penawaran uang ke atas suku
bunga. Suku bunga ditentukan oleh penawaran tabungan dan permintaan
tabungan untuk investasi. Oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa
penawaran uang tidak mempengaruhi suku bunga. Pandangan orang
Keynesian penawaran uang mempengarahi suku bunga.

4. Macam-Macam Kebijakan Fiskal


a. Pembiayaan fungsional (functional finance) A.P. Lerner. Pengeluaran
pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap
pendapatan nasional terutama guna meningkatkan kesempatan kerja
(employment). Sementara pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta
dan bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, sehingga dalam
masa ada pengangguran, pajak sama sekali tidak diperlukan.

b. Pengelolaan anggaran (the managed budget approach) Alvin Hansen “Masa


depresi dimana ada banyak pengangguran, pengeluaran pemerintah yang
meningkat adalah satu-satunya obat”. Dalam Pendekatan ini hubungan
langsung antara pengeluaran pemerintah dan perpajakan selalu
dipertahankan, tetapi penyesuaian dalam anggaran selalu dibuat guna
memperkecil ketidakstabilan ekonomi, sehingga pada suatu saat dapat terjadi
defisit maupun surplus.

c. Stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget) Dengan stabilisasi


otomatis, pengeluaran pemerintah akan ditentukan berdasar atas perkiraan
manfaat dan biaya relatif dari berbagai macam program dan pajak akan
ditentukan sehingga menimbulkan surplus dalam periode kesempatan kerja
penuh. Peranan built in flexibility ini dapat ditingkatkan dengan penambahan
pengeluaran pemerintah pada proyek-proyek pekerjaan umum.

d. Anggaran belanja seimbang (balanced budget approach) Suatu modifikasi dari


pembelanjaan atas dasar anggaran yang disesuaikan dengan keadaan adalah
pembelanjaan secara seimbang dalam jangka panjang.
5. Pada dasarnya terdapat tiga faktor yang menentukan besarnya perubahan dalam
anggaran belanja untuk mengatasi kedua masalah (pengangguran atau inflasi)
a. Besarnya perbedaan antara pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai
dengan pendapatan nasional yang akan tercapai pada konsumsi tenaga kerja
penuh,
b. Bentuk kebijakan fiskal diskresioner yang dilaksanakan,
c. Besarnya kecenderungan konsumsi marjinal pendapatan nasional (MPC).

Anda mungkin juga menyukai