Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611

Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

KERAGAMAN JENIS VEGETASI DI KAWASAN RAWA TANPA POHON DESA


BATI-BATI KABUPATEN TANAH LAUT SEBAGAI BAHAN PENGAYAAN MATERI
MATA KULIAH EKOLOGI LAHAN BASAH

Hardiansyah*, Noorhidayati, Mahrudin


Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Jl.
Brigjend Haji Hasan Basri, Banjarmasin, Indonesia
*surel: hardiansyah@unlam.ac.id.

Abstrak
Rawa merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua daerah yang tergenang air baik secara musiman maupun
permanen dan memiliki keragaman flora dan fauna yang khas. Rawa di Kalimantan terdapat kurang lebih 10,56 juta ha
dan di Kalimantan Selatan kurang lebih 235,677 ha. Salah satu rawa adalah tanpa pohon dan terdapat di Desa Bati-bati
Kecamatan Bati-bati Kabupaten Tanah Laut. Rawa tersebut berpotensi sebagai sumber belajar Ekologi. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui keragaman jenis vegetasi rawa tanpa pohon dan membuat handout pengayaan materi
Matakuliah Ekologi Lahan Basah yang valid. Penelitian lapangan digunakan untuk mengetahui keragaman vegetasi
rawa tanpa pohon. sedangkan penelitian pengembangan untuk membuat bahan ajar berupa handout. Didapatkan 12
spesies yaitu Vetiverinia zizanoides (bundung), Leersia hexandra (banta), Panicum virgatum (kumpai batu), Eleocharis
palustris (purun), Eleocharis acicularis (rumput purun), Eleocharis dulcis (purun tikus), Ludwegia hyssopifolia
(pipisangan), Leptochlea caerulencens (parupuk), Nyampheae pubescens (batang tanding), Ipomea aquatic
(kangkung), Cynodon dactylon (rumput jarum) dan Mikania scandens (kangkung pagar). Indeks Diversitas (H’)
tumbuhan di rawa ini 1,5544 dan dikategorikan keanekaragaman sedang. Validitas bahan ajar handout tentang
keanekaragaman vegetasi di kawasan rawa tanpa pohon Desa Bati-bati kabupaten Tanah Laut sebagai pengayaan
materi mata kuliah Ekologi Lahan Basah sangat valid.

Kata Kunci: keanekaragaman, vegetasi, rawa tanpa pohon, handout

1. PENDAHULUAN pohon yang didominasi tumbahan herba ini dapat


dijadikan sebagai sumber belajar. Sumber belajar
Rawa merupakan istilah umum yang digunakan berbasis lokal dapat menjadikan pembelajaran lebih
untuk semua daerah yang tergenang air baik secara kontekstual, dan mahasiswa dapat mengenal
musiman maupun permanen dan memiliki lingkungan yang ada daerahnya sendiri. Sumber
keragaman flora dan fauna yang khas. Rawa di belajar ini dapat berupa bahan ajar. Menurut Panen
Kalimantan terdapat kurang lebih sebesar 10,56 (2001) bahan ajar ditulis dan dirancang sesuai
juta ha, dan di Kalimantan Selatan terdapat kurang dengan prinsip instruksional. Oleh karena itu, bahan
lebih 235,677 ha. Jenis rawa ada bermacam- ajar yang dikembangkan didesain sedemikian rupa
macam, dimana salah satunya adalah rawa tanpa agar mahasiswa dapat memanfaatkan dengan baik
pohon, yang juga terdapat di Desa Bati-bati dan secara mandiri. Bahan ajar yang dikembangkan
Kabupaten Tanah Laut. Ekologi yang merupakan dalam bentuk handout dan Lembar Kerja
ilmu yang mengkaji hubungan antara makhluk mahasiswa . Bahan ajar umumnya dikemas dalam
hidup, dan makhluk hidup dengan lingkungannya. bentuk bahan-bahan cetakan atau media lain yang
Objek kajian ekologi adalah alam sekitar, biotik secara potensial mampu menumbuhkan dorongan
maupun abiotiknya dan interaksinya. Objek tersebut pada diri siswa untuk belajar (Surachman, 2001).
dapat dijadikan sebagai bahan kajian yang konkrit Handout yang disusun dari hasil penelitian
dalam pembelajaran terutama keberadaannya di dapat melalui langkah-langkah antara lain dengan
lingkungan, sehingga dapat memudahkan penelitian Research and Development. Adanya
mahasiswa lebih mengenal dan memahami sifat, handout ini dapat menambah wawasan dan
ciri-ciri morfologi dan juga karakteristik objek yang pengetahuan mahasiswa dalam pengembangan
dipelajarinya. Salah satu pokok bahasan dalam berpikir dan menambah pengetahuan terutama
Mata Kuliah Ekologi Lahan Basah adalah Rawa tentang keberadaan vegetasi di Lahan Basah.
Tanpa Pohon. Di Desa Bati-Bati Kecamatan Bati- Mahsiswa lebih mengenal dan memahami objek
Bati Kabupaten Tanah Laut terdapat rawa tanpa kajian di sekitarnya, sehingga mempunyai
pohon yang cukup luas. Keberadaan rawa tanpa pengetahuan dan berwawasan yang luas tentang

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


170
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611
Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

apa yang dipelajarinya. Pengenalan objek sekitar 2. METODE PENELITIAN


dapat berupa menggali potensi lokal yang ada di
suatu daerah atau kawasan. Adapun potensi lokal Untuk keanekaragaman jenis, data sampel diambil
adalah suatu keragaman potensi daerah, sistematis menggunakan metode kuadrat dengan
karakteristik daerah, kebutuhan daerah yang plot ukuran (1 x 1) m2 yang diletakkan secara teratur
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tertentu di kawasan rawa tanpa pohon Desa Bati-bati,
(Damarhati, 2012). Melalui pembelajaran yang Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan
memanfaatkan sumber belajar atau bahan ajar yang Selatan. Kuadrat diletakkan di daerah depan
diambil dari lingkungan sekitar atau khususnya (berbatasan dengan pemukiman/jalan raya) dan
potensi sumberdaya lokal yang erat kaitannya daerah dalam (jauh dari pemukiman dengan jumlah
dengan kehidupan sehari-hari diharapkan akan titik ada 25, tiap daerah, sehingga jumlah titik
menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. sebanyak 50 buah) (Gambar 1). Populasi dalam
Mata kuliah Ekologi Lahan Basah adalah mata penelitian ini adalah semua jenis vegetasi yang
kuliah wajib bagi mahasiswa Program Studi terdapat di daerah pengamatan dan sampel
Pendidikan Biologi di Fakultas Keguruan dan Ilmu penelitian adalah vegetasi herba yang terdapat
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat dapat kuadran ukuran (1 x 1) m2 yang diletakan
Banjarmasin. Mata kuliah ini mengajarkan tentang secara sistematis pada dua daerah pengamatan
hubungan timbal balik antara tumbuhan dengan dengan luas daerah yaitu 100 m x 100 m.
lingkungannya yang ada di Lahan Basah. Materi
yang diajarkan dalam mata kuliah ini adalah tentang
keberadaan pencirian khas berbagai jenis lahan Jalan raya
basah terutama berkaitan dengan ciri dan 100 m
karakteristiknya, flora dan fauna, pemanfaatan dan

100 m
juga upaya pelestarian atas keberadaan lahan Daerah luar
basah tersebut. Berdasarkan pengkajian terhadap
bahan ajar yang digunakan pada mata kuliah ini,
salah mahasiswa kurang memahami karakteritik
dan pencirian yang khas terutama keberadaan flora
yang ada di lahan basah, serta terbatasnya bahan Daerah dalam
ajar yang mengkaji tentang lahan basah yang ada di
sekitar kita terutama daerah Kalimantan Selatan,
terutama contoh-contoh dari lingkungan sekitar atau Gambar 1. Denah area peletakkan kuadrat
berbasis lokal. Dengan kata lain mahasiswa hanya
mengenal vegetasi yang ada di dalam bahan ajar Untuk membuat bahan ajar berupa Handout
yang telah dibuat, sehingga belum dapat digunakan metode penelitian pengembangan (R&D)
menggambarkan keberadaan vegetasi yang (Depdiknas, 2008) dengan data keanekaragaman
sesungguhnya pada lahan basah tersebut. Hal jenis seperti disebutkan terdahulu.
tersebut merupakan salah satu penyebab kesulitan Analisis data secara deskriptif, dengan
pembelajaran pada mata kuliah ini. Sehingga perlu menghitung indeks Diversitas (H’) menurut
adanya pengembangan bahan ajar penunjang Shannon-Winner (Odum, 1998) dengan rumus:
materi rawa tanpa pohon yang memuat materi H’ = - Pi ln Pi ;
dengan contoh-contoh dari lingkungan sekitar. Pi = n/N
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik Dalam hal ini,
untuk meneliti keanekaragaman vegetasi di Pi = Keanekaragaman proporsional
Kawasan Rawa tanpa Pohon desa Bati-bati n = Jumlah individu suatu spesies
Kabupaten Tanah Laut Sebagai Bahan Pengayaan N = Jumlah total individu semua spesies
mata Kuliah Ekologi Lahan Basah. Tujuan penelitian H’ = Nilai indeks keanekaragaman
adalah untuk menghitung keanekaragaman jenis Bahan ajar berupa handout yang validitasnya
vegetasi di Kawasan Rawa tanpa Pohon desa Bati- diuji oleh 2 pakar yang terdiri atas ahli ekologi lahan
bati Kabupaten Tanah Laut, dan untuk membuat basah dan bahasa. Keterbacaannya diuji oleh 5
handout yang valid tentang Keanekaragaman mahasiswa yang telah selesai mengikuti mata kuliah
vegetasi di kawasan rawa tanpa pohon desa Desa Ekologi Lahan Basah,
Bati-bati Kabupaten Tanah Laut untuk bahan Data ajar dianalisis secara deskriptif dan
pengayaan mata kuliah Ekologi Lahan Basah. diukur dengan menghitung skor validitas yang
diberikan ahli berdasarkan pada rumus berikut.

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


171
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611
Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

V= x 100% dominan kelompok herba adalah rumput-rumputan.

Dalam hal ini: Tabel 1. Jenis-jenis yang ditemukan di kawasan rawa


V : Validitas tanpa pohon
TSe : total skor validasi dari validator Nama daerah Pada daerah
TSh : total skor maksimal yang diharapkan. No Nama ilmiah
(Banjar) Luar Dalam
1 Vetiveria zizanoides Bundung √ √
Validitas selanjutnya dicocokkan dengan kriteria
2 Eleocharis palustris Puurn √ √
seperti pada tabel 1. 3 Eleocharis dulcis Purun tikus - √
4 Eleocharis acicularis Purun air √ √
Tabel 1. Kategori validitas bahan ajar 5 Ludwigia hyssopifolia Papisangan √ √
No. Nilai (%) Kategori Validitas 6 Ipomea aquatic Kangkung √ √
7 Mikania scandens Kangkung pagar - √
1 85,1 – 100 Sangat valid atau dapat digunakan 8 Nyampheae pubescens Batang tanding √ √
tanpa revisi 9 Panicum virgatum sp Kumpai batu √ √
2 70,1 - 85 Cukup valid, atau dapat digunakan 10 Leptochloa caerulescens Parupuk √ √
namun perlu revisi kecil 11 Cynodon dactylon Rumput jarum √ √
3 50,1 – 70 Kurang valid, disarankan tidak 12 Leearsia hexandra Banta √ √
digunakan karena perlu revisi besar
4 1 - 50 Tidak valid, atau tidak boleh Indeks Keragaman jenis vegetasi di daerah
dipergunakan rawa tanpa pohon adalah 1,56 atau terkategori
Sumber: Akbar (2013) sedang (Tabel 2). Keragaman jenis vegetasi dalam
suatu komunitas terkait dengan ketersediaan
Keterbacaan mahasiswa dihitung berdasarkan sumber daya dan kondisi habitat yang ada terutama
dengan rumus seperti berikut ini dan dicocokkan berkaitan dengan faktor lingkungan yang
dengan kriteria Rohmad (2013) mendukung. Hal ini menyebabkan kemampuan
suatu jenis untuk bertahan hidup pada
lingkungannya.

Kriteria validitas Tabel 2. Keanekaragaman herba yang ditemukan di


85,1 %-100% = Sangat baik daerah rawa tanpa pohon Desa Bati-Bati.
70,1%-85% = Baik
60,5 - < 70% = Cukup baik No. Nama spesies Jumlah Pi ln Pi
50,1% - < 60% = Kurang baik
1 Vetiveria zizanoides 1378 0.3670
1%-<50% = Tidak baik
2 Leersia hexandra 150 0.1349
3 Panicum virgatum 149 0.1342
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4 Eleocharis palustris 100 0.1015
3.1 Jenis Herba dan Keragamannya 5 Eleocharis acicularis 114 0.1114
6 Eleocharis dulcis 1201 0.3670
Dua belas spesies ditemukan tersebar di kedua 7 Ludwegia hyssopifolia 30 0.0407
daerah pengamatan (Tabel 1). Ordo terbesar jenis 8 Leptochlea caerulencens 44 0.0550
herba yang ditemukan di rawa tanpa pohon desa 9 Nyampheae pubescens 328 0.2217
Bati-Bati adalah Ordo Graminales yang terdiri dari 10 Ipomea aquatic 6 0.0109
familia Cyperaceae dan Poaceae, yang sering kita
11 Cynodon dactylon 4 0.0077
kenal dengan nama rumput-rumputan. Keberadaan
12 Mikania scandens 1 0.0023
herba dalam familia ini sangat mendominasi di
daerah tersebut. Selain dari lingkungannya perairan Jumlah 3505 H’ = 1.5544
yang tergenang, juga merupakan daerah terbuka
yang cocok bagi tumbuhnya rumput-rumputan. Menurut Odum (1994) bahwa semakin
Menurut Steenis (2006) kelompok rumput lebih banyak jumlah jenis maka semakin tinggi
menyukai daerah terbuka dengan penyinaran keanekaragamannya. Sebaliknya jika nilainya kecil
matahari penuh. Sebagian besar kelompok maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau
Cyperaceae dan Poaceae, tumbuh pada daerah sedikit jenis. Keragaman jenis juga dipengaruhi oleh
perairan hal ini sesuai dengan daerah penelitian, pembagian penyebaran individu dalam tiap
dimana rawa tanpa pohon merupakan suatu rawa jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak
yang didominasi oleh tumbuhan herba, dan jenisnya tetapi bila penyebaran individu tidak merata
sebagian kecil adalah semak. Kelompok herba lehih maka keanekaragaman rendah.

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


172
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611
Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

Besarnya indeks keragaman komunitas penyebaran tumbuhan.


menggambarkan kestabilan vegetasi dalam Suhu udara pada daerah penelitian berkisar 30
ekosistem. Daerah rawa tanpa pohon di Desa Bati- - 31oC. Sedangkan suhu air berkisar 26 - 28oC.
Bati ternyata memiliki indeks diversitas yang sedang Tinggi rendahnya suhu merupakan salah satu faktor
berkembang. Hal ini menunjukkan vegetasi yang menentukan pertumbuhan dan
khususnya herba pada daerah tersebut cukup perkembangan, reproduksi dan kelangsungan
banyak jenis dan jumlahnya. Dengan demikian hidup tumbuhan. Berdasarkan hasil pengukuran,
keberadaan vegetasi herba yang ada cukup stabil. suhu pada kawasan sudah optimal untuk tumbuhan.
Hal ini dapat terjadi berkaitan dengan habitat yang Menurut Jumin (1992) suhu akan mengaktifkan
mendukung yaitu lingkungan atau habitat rawa yang proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi
cukup heterogen sehingga keanekaragaman jenis panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia
yang sedang. Menurut Fachrul (2008) menjelaskan pada tanaman atau reaksi fisiologis. Suhu berperan
bahwa keanekaragaman dapat digunakan sebagai dalam pertumbuhan, pembelahan sel, fotosintesis
salah satu parameter untuk mengukur kestabilan dan respirasi tanaman.
komunitas. Semakin tinggi nilai indeks Aktivitas biologi di dalam tanah juga
keanekaragaman, semakin stabil komunitas. dipengaruhi oleh keasaman (pH). Pengaruhnya di
Kondisi lingkungan area disajikan pada Tabel dalam kecepatan penguraian bahan organik.
3. Menurut Barbour, dkk (1987) perbedaan kondisi Menurut Hardjosuwarno (2003), tanah yang memiliki
lingkungan, ketersediaan daya dukung atau sumber derajat keasaman antara 4,5-5,5 bersifat asam, 5,5-
daya untuk bertahan hidup, ekosistem dan 6,5 agak asam dan 6,6-7,5 netral. Pada pH sekitar 6
gangguan yang muncul hanyalah beberapa dari - 7, mikroorganisme tanah paling aktif menguraikan
sekian faktor yang mempengaruhi jumlah populasi bahan organik dan membantu cepatnya
dan pola penyebarannya. Kondisi lingkungan yang ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
berbeda tidak hanya merubah penyebaran dan Pengukuran pH air pada Kawasan penelitian
keberadaan suatu jenis tumbuhan saja, tetapi juga berkisar antara 6,4 – 7,0. Kondisi ini cukup normal
tingkat pertumbuhan, kesuburan, kelebatan, bagi pertumbuhan tanaman, dimana berkaitan
percabagan, sebaran daun, jangkauan akar dan dengan penguraian mineral yang cukup baik pada
ukuran individu itu sendiri. Oleh karena itu daerah penelitian. Dengan penguraian yang terjadi
lingkungan mempunyai peranan yang sangat akan menambah unsur hara yang ada di lingkungan
penting bagi tumbuhan. dan mendukung bagi pertumbuhan tanaman.
Sinar matahari dapat membatasi apabila
Tabel 3. Hasil pengukuran parameter lingkungan pada intensitas tinggi, demikian juga pada intensitas
kawasan rawa tanpa pohon Desa Bati-Bati rendah (Odum, 1993). Intensitas cahaya pada
Parameter Kisaran kawasan rawa tanpa pohon berkisar 15769 – 21600
No. Pustaka lux, dimana berpengaruh terhadap metabolisme
(satuan) pengukuran
1 Suhu udara (oC) 30 – 31 Jumin (1992), yang terjadi pada tumbuhan. Keadaan ini
BMKG (2011) mendukung bagi terjadinya fotosintesis tumbuhan
2 Kelembaban 68 – 84 - yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman,
udara (%) karena fotosintessis akan menghasilkan sumber
3 Kecepatan angin 0,3 - 1,9 Syafei & makanan bagi tumbuhan. Menurut Jumin (1992)
(m/s) Taufikurrahman
cahaya adalah energi dasar untuk fotosintesis,
(1994)
4 Intensitas cahaya 15769 - Odum (1993) karena cahaya menggiatkan beberapa proses dan
(Lux) 21600 sistem enzim yang terlibat dalam fotosintesis.
5 Keasaman air (pH) 6,4 – 7,0 Hardjosuwarno Kelembaban udara pada kawasan Rawa tanpa
(2003 pohon adalah 68% - 84%. Keadaan kelembaban
6 Suhu air (oC) 26 – 28 - udara yang ada erat kaitannya dengan keberadaan
uap air di udara. Lingkungan rawa yang identic
Faktor-faktor abiotik itu seperti suhu udara, pH, dengan air, menjadikan udara yang ada cukup
kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya, lembab, karena terjadinya penguapan air pada
kecepatan angin. Semua faktor abiotik ini sangat lingkungan rawa.
berpengaruh dan berperan penting bagi vegetasi Kecepatan angin di kawasan penelitian
herba di rawa tanpa pohon. Hal tersebut sesuai berkisar 0,3 -1,9 m/s. Ini cukup berpengaruh
dengan pendapat Michael (1995) menyatakan terhadap penyerbaran biji tumbuhan kelompok
bahwa faktor-faktor abiotik dapat berperan sebagai rumput (Poaceae), sedangkan kecepatan angin
faktor pembatas terhadap pertumbuhan serta tidak berpengaruh besar terhadap kerusakan fisik

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


173
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611
Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

vegetasi karena tergolong dalam kelompok herba. Validasi produk awal sangat penting dilakukan
Menurut Syafei & Taufikurrahman (1994), agar dapat diketahui kelemahan atau kekurangan
kecepatan angin berpengaruh terhadap dari bahan ajar yang dikembangkan dari sisi
perkembangbiakan tumbuhan, pertumbuhan, relevansi, akurasi, kebahasaan dan
abnormalitas bentuk dari struktur tumbuhan, dan pembelajarannya, seperti yang dijelaskan oleh
kerusakan fisik tumbuhan tersebut. Angin juga Setyosari (2010) bahwa Uji ahli atau Validasi
merupakan medium paling baik untuk penyebaran dilakukan dengan responden para ahli berguna
biji tumbuhan. Biji yang dapat diterbangkan angin untuk mereview produk awal dan memberikan
berukuran sangat kecil, biji berkomosa (biji diperluas masukan untuk perbaikan.
dengan adanya bulu-bulu atau rambut-rambut halus Sementara itu hasil uji keterbacaan oleh
yang hampir tidak menambah berat), biji bersayap, mahasiswa sebagian besar mahasiswa menyatakan
dan biji berkantung. bahan ajar baik digunakan dari segi tampilan,
penyajian materi, dan manfaatnya dengan hasil
3.2 Pengembangan Bahan Ajar Handout rerata 89,50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
bahan ajar mudah untuk dipahami dan mudah
Rata-rata penilaian oleh 2 validator terhadap aspek diaplikasikan materinya dalam kehidupan sehari-
kelayakan isi, kelayakan penyajian dan kelayakan hari oleh peserta didik. Uji keterbacaan ini penting
bahasa adalah 87,50 (Tabel 4). Ini berarti bahan dilakukan agar bahan ajar yang dikembangkan
ajar yang dikembangkan sudah sangat valid dan sesuai untuk mahasiswa yang akan
dapat digunakan pada pembelajaran. menggunakannya di lapangan secara nyata. Selain
itu bahan ajar yang sesuai karakteristik mahasiswa,
Tabel 4. Hasil validasi bahan ajar oleh pakar memungkinkan mahasiswa dapat belajar sendiri,
No Aspek yang di uji Rerata hasil validasi sehingga makin menambah pengalaman belajar
1 Kelayakan isi 87,56 mahasiswa, seperti yang dijelaskan oleh Aisyhar, R.
2 Kelayakan penyajian 88,34 dkk (2012) bahwa pengembangan bahan ajar yang
3 Kelayakan bahasa 86,60 disusun haruslah kontekstual, maksudnya berasal
Nilai rerata 87,50 dari lingkungan terdekat dan akrab dengan
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu penilaian oleh
Uji keterbacaan kepada mahasiswa yang mahasiswa terhadap bahan ajar perlu dilakukan.
telah lulus mengambil mata kuliah Ekologi Lahan Bahan ajar handout yang disusun dari hasil
Basah didapat skor rerata 89,5 dengan kategori penelitian dan telah dinyatakan valid setelah uji
sangat baik (Tabel 5) dan dapat digunakan sebagai validasi oleh 2 orang validator, serta uji
bahan pengayaan mata kuliah Ekologi Lahan keterbacaan mahasiswa sebanyak 5 orang akan
Basah. menjadi sebuah produk akhir. Produk akhir pada
penelitian ini yang telah mempertimbangkan dan
Tabel 5. Uji keterbacaan mahasiswa menindaklanjuti saran dari validator dan mahasiswa
Jumlah sehingga dapat digunakan sebagai bahan ajar.
No. Aspek tanggapan
(4) (3) (2) (1) 4. SIMPULAN
1. Desain cover 3 2 - -
2. Gambar-gambar dalam Handout 3 2 - - 1. Di rawa tanpa pohon Desa Bati-bati terdapat 12
3. Gambar yang disajikan 3 1 1 - spesies dan indeks keragamannya tergolong
4. Tulisan dalam Handout 4 1 - - sedang.
5. Kalimat di dalam Handout 3 2 - - 2. Validitas Handout yang disusun dari penelitian
6. Gambar-gambar terlihat jelas
2 2 1 - “Keanekaragaman vegetasi herba di Kawasan
dalam Handout
7. Istilah-istilah dalam Handout 3 2 - - rawa tanpa pohon desa Bati-Bati Kabupaten
Materi yang disajikan dalam Tanah Laut” sangat valid dan keterbacaannya
8. 3 2 - - sangat baik, sehingga layak digunakan sebagai
Handout
Tidak ada kalimat yang materi pengayaan mata kuliah Ekologi Lahan
9. 4 1 - -
menimbulkan makna ganda Basah.
Materi pengayaan dapat
10. 3 2 - -
dipahami 5. UCAPAN TERIMA KASIH
Jumlah 31 17 2
Rerata 89,50 %
Terima kasih disampaikan kepada Dekan
FKIP yang telah memberikan ijin penelitian

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


174
Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah p-ISSN 2623-1611
Volume 3 Nomor 1 Halaman 170-175 April 2018 e-ISSN 2623-1980

dan dana, Kesbangpol Tanah Laut yang Pendidikan. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan
memberikan ijin penelitian, Kepala desa Bati- dan Pelestarian. Bogor.
bati yang membantu dan memberikan ijin Noor YS, Khazali M, Suryadiputra NN. 1999. Panduan
penelitian, pengikut mata kuliah Ekologi Lahan Pengenalan Mangrove Indonesia. Wetlands
International Indonesia Program, Bogor.
Basah yang berperan aktif dalam pengambilan
Odum PE. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga.
data lapangan, dan mahasiswa yang berperan Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
aktif dalam uji keterbacaan handout. Prasetyo ZK. 2013. Pembelajaran Sains Berbasis
Kearifan Lokal. Pascasarjana UNY, Surakarta.
6. DAFTAR PUSTAKA Prastowo A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar
Inovatif. Diva Press. Yogyakarta.
Akbar S. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. PT Resosoedarmo RS, Kuswata K, Aprilani S. 1992.
Remaja Rosdakarya, Bandung. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya,
Asyhar R. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Bandung.
Pembelajaran. Referensi. Jakarta. Rohmad A., Suhandini P, Sriyanto. 2013. Pengembangan
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Eksplorasi,
Praktik edisi Revisi. Rineka Cipta, Yogyakarta Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK) Serta
Backer CA. Brink RCBVD. 1968. Flora of Java Kebencanaan Sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran
(Spermatophytes only) Vol III. Netherland. Wolters- Geografi SMA/MA di Kabupaten Rembang.
Noordhoof. V-Groningen. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial. Universitas
Barbour MG, Burk JH, Pitts WD. 1987. Terrestrial Plant Negeri Semarang, Semarang.
Ecology. The Benjamin Cummings Publishing Sagala S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
Company, Inc. California. Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
Dasuki UA. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Jurusan Mengajar. Alfabeta, Bandung.
Biologi ITB, Bandung. Setyosari P. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Pengembangan. Pn Kencana, Jakarta.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang
dan Menengah, Jakarta. Mempengaruhinya. Rineka C[pta. Jakarta
Dharmono. 2008. Modul Ekologi Lahan Basah. Jurusan Sitepu. 2014. Pengembangan Sumber Belajar. PT Raja
PMIPA FKIP Unlam, Banjarmasin. Grafindo Persada, Jakarta.
Fachrul, Melati Ferianita. 2008. Metode Sampling Sungkowo. 2010. Panduan Pengembangan Bahan Ajar
Bioteknologi. Bumi Aksara. Jakarta. Berbasis TIK. Kementerian Pendidikan Nasional
Hardjosowarno S. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta. dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah
Hatimah I. 2006. Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Menengah Atas, Jakarta
Potensi Lokal di PKBM. Universitas Pendidikan Sukiman, 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. PT
Indonesia. Jakarta Pustaka Insan Madani, Yogyakarta.
Jumin HB. 1992. Ekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Sufatmi A. 2012. Pengembangan Handout Berbasis
Rajawali Press, Jakarta. Kontekstual untuk Pembelajaran Kimia Materi
Michael P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Unsur Transisi Sebagai Sumber Belajar Mandiri
Lapangan dan Laboratorium Indonesia. Universitas Peserta Didik Kelas XII SMA/MA. Universitas
Press. Jakarta. Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
Menristek-dikti. 2016. Panduan Hibah Penyusunan Stennis Van CG. 2006. Flora. PT. Pradnya Paramita,
Bahan Ajar. Jakarta. Jakarta.
Mukminan. 2011. Perspektif Teori dan Praktik Syafei ES, Taufikuurahman. 1994. Pengantar Ekologi
Implementasi Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal. Tumbuhan. Fakultas Matematika dan Ilmu
UNY, Yogyakarta. Pengetahuan Alam. ITB, Bandung.
Mumpuni E. 2013. Potensi Pendidikan Keunggulan Lokal Tjitrosoepomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gajah
Berbasis Karakter dalam Pembelajaran Biologi di Mada University Press, Yogyakarta.
Indonesia. Pendidikan Biologi Program Yamin. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran. Ciputat.
Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Malang. Jakarta
Nirarita NCH, Wibowo P, Susanti. S, Padmawinata D. Wirakusumah S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi
Kusmarini, Syarif M, Hendriani Y, Kusnianingsih, Populasi dan Komunitas. Universitas Indonesia,
Sinulingga LB. 1996. Ekosistem Lahan Basah. Jakarta.
Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi

-----

© Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat


175

Anda mungkin juga menyukai