Anda di halaman 1dari 22

Endapan Vulcanogenic Massive Sulphide (VMS) dan Sediment

Exhalative (SEDEX) di Indonesia


Oleh: Extivonus Fransiskus (22021050)

Pendahuluan
Endapan VMS (Vulcanogenic Massive Sulphide) adalah endapan penghasil metal
seperti tembaga, timbal dan seng terbesar secara global. Beberapa endapan bahkan
memiliki nilai keekonomisan emas dan perak sebagai produk ikutan (byproduct) dari
endapan. VMS menghasilkan prosentase cadangan 22% seng, 9.7% timbal, 6%
tembaga, 8.7% perak, dan 2.2% emas secara global.

Gambar 1. Distribusi dari endapan VMS dunia (Galley, dkk., 2007)

Endapan VMS terbentuk sebagai lensa-lensa polimetalik sulfida masif yang


terendapkan pada lantai samudra atau lingkungan vulkanik bawah laut. Sebagian besar
endapan VMS berupa akumulasi mineral sulfida berlapis yang mengendap dari cairan
hidrotermal di bawah dasar laut dalam berbagai setting geologi dari masa terbentuknya
hingga sekarang. Secara umur dapat terbentuk pada 3.4 milyar tahun yang lalu maupun
saat ini.
Endapan Sedex atau sedimentary exhalative adalah endapan sulfida yang terbentuk
pada cekungan sedimen oleh submarine venting fluida hidrotermal dengan mineral
utama berupa sfalerit dan galena (Lyndon, 1990). Sedangkan terminologi lain dari
sedex adalah tubuh endapan berbentuk tabular yang terdiri dari seng, timbal, dan perak
terikat dalam sfalerit dan galena yang pembentukannya berselang-seling dengan sulfida
besi dan batuan sedimen pada cekungan. Hampir seluruh endapan jenis ini tidak
menunjukkan hubungan dengan batuan-batuan intrusif.

Gambar 2. Distribusi secara global endapan dan indikasi endapan dari Sedex Zn-Pb-
Ag. Besarnya lingkaran menandakan cadangan dalam ton. (Emsbo, dkk.,
2010)
POTENSI ENDAPAN VMS DI INDONESIA

Sangkaropi (Sulawesi Selatan)

Endapan sulfida masif di Sangkaropi area yang di dalamnya termasuk prospek Batu
Marupa, Rumanga dan Bilolo terbentuk pada bagian tengah dari bagian barat dari Pulau
Sulawesi. Lokasi terletak pada bagian barat dari busur vulkanik Sulawesi. Sejarah
penemuan dari prospek ini adalah adanya tambang dalam skala kecil pada masa perang
dunia kedua. Eksplorasi lanjutan kemudian dilanjutkan oleh PT Aneka Tambang pada
tahun 1974.

Gambar 3. Peta Geologi daerah Sangkaropi (Sunarya, dkk., 2011)

Geologi Sangkaropi dapat dibagi menjadi delapan unit batuan berupa Batuan Granitik,
Tuff-Breccia Andesitik, Dasit, Tuff, Piroklastik dan Lava Andesitik, Basalt, Serpih
karbonatan, Lava dan Piroklastik Andesitik.
Endapan sulfida masif pada daerah Sangkaropi diklasifikasikan kedalam tipe endapan
Kuroko yang terletak umumny pada dasar dari satuan lava dan piroklastik riolitik dan
pada bagian atas dari satuan tuff-breksi andesitic. Endapan ini memiliki korelasi
stratigrafi secara menerus/linear dari NE-SW. Endapan mineral ekonomis dapat dibagi
menjadi dua tipe utama yaitu syngenetic stratiform massive type dan epigenetic urat
dan stockwork. Mineral sulfida yang hadir pada endapan di Sangkaropi, Rumanga dan
Bilolo adalah sfalerit, galena, pirit, kalkopirit, bornit, tetrahedrite, kalkosit, kovelit,
kuarsa, barit, serisit, serisit-montmorilonit, klorit, dan klorit-saponit.

Gambar 4. Korelasi stratigrafi dari endapan Sangkaropi, Rumanga, dan Bilolo. 1.


Batugamping foraminifera 2. Foraminifera marl 3. Tuff Dasitik 4. Lava
Bantal Basalt 5. Barit dan Tuff 6. Batulumpur dan bijih sulfida masif 7.
Zona stockwork dan tersilisifikasi 8. Tuff dasitik terbreksikan dan
tersilisifikasi 9. Serpih hitam 10. Batuan Granitik (Sunarya, dkk., 2011)
Gambar 5. Penampang melintang dari endapan Sangkaropi. 1. Basalt 2. Batulempung
3. Breksi Tuff Dasitik 4. Fragmen bijih dan batulempung tersilisifikasi 5.
Bijih tersilisifikasi 6. Breksi Tuff Riolitik 7. Batuan Granitik 8. Bijih
dengan stockwork 9. Sesar (Sunarya, dkk., 2011)

Gambar 6. Fotomikrograf dari endapan bijih Kuroko Type di Sangkaropi. A.


Framboidal pirit yang berasosiasi dengan anhedral pirit. B. Kalkopirit
(cpy) yang berasosiasi dengna pirit dan galena terdeformasi C. Bijih
galena stratiform yang berasosiasi dengan kalkopirit berbutir halus D.
Pirit dan bornit yang tumbuh bersama sfalerit dan kalkopirit E. Pirit
terekahkan yang terisi oleh bornit-galena-kovelit F. barit yang berasosiasi
dengan microgranular silika dan mineral opak G. Sfalerit yang berasosiasi
dengan kalkopirit framboidal dan mineral gangue H. Bornit yang
berasosiasi dengan kovelit kalkopirit, sfalerit. (Sunarya, dkk., 2011)
Berdasarkan studi inklusi fluida pada mineral sfalerit dan kuarsa memiliki rentang
temperatur pembentukan berkisar 160º hingga 346º C yang memiliki kemiripan dengan
temperatur pembentukan endapan mineral pada tipe Kuroko di Jepang, hanya saja
perbedaan yang cukup signifikan adalah absennya kelimpahan gipsum pada daerah
Sekitar Sangkaropi. Asosiasi batuan berupa tuf hijau dapat menjadi penaksiran awal
untuk mengetahui potensi endapan sulfida masif vulkanik (VMS) pada busur
kepulauan Indonesia.

Pulau Wetar (Maluku)

Pulau Wetar yang merupakan bagian dari busur Banda dalam yang merupakan hasil
kolisi dari lempeng Indo-Australia menujam dibawah lempeng Eurasia. Bagian busur
Banda bagian luar terdiri dari batuan non-volkanik dengan Timor disebelah selatan dari
Pulau Wetar sebagai prisma akresi dan bagian tengah dari pusat penujaman. Bagian
depan dari penujaman terdiri dari sesar-sesar anjak bersudut curam yang terimbrikasi
dari bagian tepi kontinen Australia yang tersubduksi. Kecepatan pengangkatan yang
terbentuk terdistribusi merata antara bagian akresi dan pulau-pulau sekitarnya dengan
bagian timur dari Timor saat ini berada 3 km diatas permukaan laut. Studi
paleobatimetri dan mikrofauna mengindikasikan bahwa terbentuk beberapa episode
dari pengangkatan yang terbentuk di Timor, Seram, dan Kai.
Gambar 7. Lokasi dari pulau wetar yang memperlihatkan tektonik dari Busur Banda.
Busur Banda dibagi kedalam zona luar yang didominasi oleh batuan non-
volkanik dan bagian dalam berupa busur volkanik (Scotney, dkk., 2005)

Pulau Wetar terdiri dari batuan volkanik berumur neogen dan minor batuan sedimen
marine. Batuan dasar (basement) Pulau Wetar adalah basaltik-andesit dengan beberapa
dijumpai lava bantal. Satuan ini kemudian diintrusi oleh kubah lava rhyo-dacite dan
ditumpangi oleh lava dasitik, tuff, dan breks, endapan aliran debris dan lava.
Batugamping terumbu terdapat pada bagian tepi dari endapan yang mengindikasikan
bahwa pembentukan endapan pada Pulau Wetar berada pada kedalaman yang relatif
dangkal.

Dua endapan utama pada Pulau Wetar adalah Kali Kuning dan Lerokis yang terletak
pada bagian tengah dan utara dari Pulau Wetar. Endapan-endapan ini memiliki tren
struktur NW-SE dan NE-SW. Pada bagian dasar dari endapan ini terdapat satuan lava
bantal teralterasi kloritik. Bagian atas dari satuan ini terdapat lava andesitik hingga
rhyodasit dan beberapa breksi yang menjadi hostrock dari mineralisasi. Secara tidak
selaras diatas endapan ini terendapkan beberapa seri dari lahar dan aliran yang secara
geomorfologi dipengaruhi oleh paleogeografi (post mineralization unit).
Gambar 8. Peta geologi daerah Wetar. Peta menunjukkan area mineralisasi umum,
kelurusan struktur, dan batuan-batuan penyusun

Sebelum adanya proses penambangan, sulfida masif tidak tersingkap di permukaan


karena tertutup endapan lahar dan berbentuk lengkungan. Bukit-bukit endapan sulfida
nampak menyudut dengan fragmen berupa pirit masif dengan diameter bervariasi dari
beberapa cm hingga 30cm. Endapan talus berupa sufida yang terdepositkan Kembali
terletak pada bagian tepi dari bukit-bukit dengan fragmen-fragmen sulfida menyudut
dalam matriks lumpur sulfida. Rijang, gipsum, dan batugamping dengan globigerina
ditemukan pada endapan Kali Kuning. Pada bagian tepi dari endapan sulfida terdapat
zona kontak antara sulfida masif dengan zona endapan barit. Zona ini ditandai oleh
hadirnya granular pirit berbutir halus yang tidak terkonsolidasi secara sempurna.
Mineralogi dari sulfida masif didominasi 98% pirit dengan minor kalkopirit dan
sfalerit.
Gambar 9. a. Foto yang memperlihatkan endapan Kali Kuning bagian N-NW.
Gundukan sulfida memiliki bentuk irregular, sebalum proses
penambangan keseluruhan endapan utama dilingkupi oleh bijih barit.
Alterasi hidrotermal menjadi halo dari endapan, endapan pasca
mineralisasi berupa endapan lahar. b. Gundukan sulfida yang tersingkap
pada endapan Kali Kuning dengan ketinggian 60m. c. Lerokis zone 5
yang terletak pada ketinggian 550m. Endapan pasca mineralisasi terlihat
pada sekitar gundukan sulfida. d. Gundukan sulfida yang tersingkap
pada Lerokis zona 5, ketinggian gundukan mencapai 15m dari lantai
tambang.

Paragenesis endapan sulfida masif di Pulau Wetar dapat dibagi menjadi beberapa
tahapan berdasarkan observasi dari tiga komponen utama dari system yaitu zona
stockwork, gudukan sulfida, dan endapan barit.

Tahap 1
Pirit (+kalkopirit + sfalerit + markasit). Membentuk gundukan sulfida masif dan
berasosiasi dengan zona stockworks
Tahap Ia
Barit terbentuk sebagai endapan bijih dengan terendapkan tidak terkonsolidasi
sempurna. Emas terakumulasi pada zona ini yang terendapkan bersama presipitasi
barit. Inklusi sulfida yang hadir bersama zona stockwork berupa pirit, sfalerit,
kalkopirit, dan tanpa adanya inklusi sulfosalt
Tahap II
Tahap II ditandai dengan adanya rekahan-rekahan akibat adanya reaktivasi zona
stockwork. Urat-urat ini menunjukan adanya tekstur tumbuh bersama antara
kalkopirit/sfalerit, sfalerit dengan besi rendah, tennantite dengan zinc rendah,
tennantite ± tetrahedrite zinc tinggi, bornit, digenit, dan barit. Barit dengan bentuk
tabular dapat mencapai 7 mm dimensi kristal.
Tahap III
Endapan barit terakhir dengan individual kristal mencapai 5 cm terbentuk baik pada
zona proksimal maupun distal dari zona mineralisasi dan melingkupi zona mineralisasi
utama.
Tahap IV
Proses sementasi oleh endapan barit oleh oksida, arsenat, dan sulfat selain barit.
Gambar 10. Skema evolusi dari endapan sulfida masif di Pulau Wetar: a T1, endapan
di Pulau Wetar merupakan tipe endapan sulfida masif bertipe Kuroko. b
T2, endapan barit bermula dari bagian tepi dari cerobong (vent) dengan
fluida tersirkulasi melewati gundukan sulfida dan mengalami
pencampuran yang intensif dengan air laut. Ketika system berkembang
dan mengalami pendinginan pada gundukan sulfida, proses alterasi
berkembang menjadi lebih teroksidasi dan asam sehingga membentuk
alterasi argillic dan argillik lanjut. c. Sulfida dan barit terpreservasi pada
bagian bawah dari satuan batugamping dan lahar.

Alterasi Hidrotermal
Zona alterasi yang hadir pada kedua endapan terbentuk pada bagian footwall berupa
intensifnya zona silisifikasi (mikrokristalin kuarsa seperti silika dan kristobalit), dan
himpunan mineral seperti ilit, pirofilit, dan kaolinit, serta minor alunit. Alterasi ini
memberikan penyebaran baik secara lateral dan vertikal.

Gambar 11. a. alterasi ilit-smektit dan kloritik sekitar endapan bijih Kali Kuning
mengikuti penurunan intensitas barit. b. Zona alterasi pada endapan
Lerokis Zona 4 yang ditentukan berdasarkan XRD dan PIMA

Sulfida masif dan endapan mineralisasi emas beraosiasi dengan barit pada Pulau Wetar
memberikan perpektif baru mengenai mineralisasi Au-barit pada lingkungan busur
vulkanik. Mineralisasi di Pulau Wetar dipicu oleh kolisi antara busur banda dan
lempeng kontinen Australia. Beberapa tahapan mineralisasi yang dapat diamati adalah
adanya arsenian pirit yang berasosiasi dengan kalkopirit dengan minor kehadiran barit.
Sulfosalt kemudian muncu yang ditandai lebih lanjut oleh kehadiran sfalerit Fe-rendah,
barit, dan minera oksida. Kehadiran bijih barit yang dilingkupi oleh semen oksida
mengindikasikan bahwa adanya pengaruh air laut yang dominan pada system ini.
Fluida yang mengalami oksidasi ini kemudian memisahkan arsenik dan emas pada
arsenian pirit tahap pertama dan mengendapkan emas bebas (free gold) pada endapan
barit.
Romang (Maluku)

Pulau Romang terdiri dari dua gunung api yang terletak pada bagian timur dari busur
Sunda-Banda, tempat tersubduksinya lempeng Australia dibawah lempeng Eurasia
yang membentuk busur vulkanik sepanjang zona interaksi lempeng.

Gambar 12. Lokasi dari Pulau Romang yang memperlihatkan tektonik dari Busur
Banda. (Scotney, dkk., 2005)

Komposisi batuan di Pulau Romang terdiri dari sekuen dasit-andesit (lava, piroklastik
aglomerat, tuff kristal-litik, dan intrusif) dan terakhir berupa batian dasitik-riodasitik.
Pada bagian selatan Pulau Romang, yang menjadi batuan dasar dikenal sebagai
Lakuwahi Volcanic menjadi host rock dari mineralisasi di Prospek Lakuwahi. Satuan
ini diduga terdiri dari lava, tuff, dan aglomerat walaupun hasil dari studi petrografi
kesulitan untuk mengenali secara jelas tekstur batuan akibat sangat intensifnya zona
alterasi. Diatas Satuan Lakuwahi terendapkan secara tidak selaras satuan
Vulkaniklastik Atas yang terdiri dari tuf litik/lapilli, breksi tuf, dan konglomerat. Lebih
atas lagi terdapat satuan Batugamping Terumbu dengan ketebalan bervariasi mulai dari
1 – 20m mengandung fosil koral dan bivalvia.
Gambar 13. Kolom Stratigrafi Romang – Wetar (Ogierman, 2016)

Struktur yang berkembang pada Pulau Romang erat kaitannya dengan subduksi di
bagian selatannya yaitu struktur berarah EW (arc-parallel), NS transfer fault, dan
NW/NE conjugate fracture. Data geofisika (magnetik dan resistivity) mengindikasikan
adanya ring structure yang mengontrol terbentuknya endapan Lakuwahi. Struktur
melingkar ini mengindikasikan adanya submarine kaldera pada bagian atas Pulau
Romang.

Gambar 14. Ekspresi geofisika dari endapan Lakuwahi yang menunjukkan adanya
anomali magnetic rendah yang berasosiasi dengan bentukan struktur
cincin sisa gunung api (Ogierman, 2016)
Mineralisasi
Sistem hidrotermal pada Lakuwahi diintepretasikan ketika adanya intrusi pada
kedalaman yang terdiri dari bebrapa jalur yang dikontrol oleh struktur, seperti pipa dan
jalur breksi yang membawa fluida termineralisasi menuju lantai samudera dan dibawah
lantai samudera. Larutan hidtotermal ini yang kemudian bertanggungjawab untuk
adanya beberapa kali episode mineralisasi dan hingga kini masih menunjukkan proses
geothermal aktif dengan adanya fumarol.

Gambar 15. Model skematik pembentuka endapan pada Prospek Lakuwahi-Romang


(Ogierman, 2016)

Fasa awal adalah mineralisasi bertipe epitermal sulfidasi rendah yang menyebar secara
lateral dari struktur utama yang membentuk pola zona alterasi dari bagian inti berupa
silika-serisit-pirit dengan kadar emas rendah (0.1-0.3 g/t) dan sedikit kandungan base
metal, menuju semakin rendah silika dan pada distal merupakan alterasi bertipe
propilitik.
Gambar 16. Sumberdaya Polimetalik dan Mangan endapan Lakuwahi (Ogierman,
2016)

Fasa kedua merupakan aktivitas hidrotermal hasil reaktivasi dari struktur yang telah
ada sebelumnya yang membentuk zona breksiasi dan zona stockwork. Naiknya fluida
hidrotermal mengendapkan silika-barit dengan beberapa elemen seperti Au-Ag-Pb-Zn-
Cu-As-Sb. Fasa kedua ini ditandai dengan adanya beberapa kali fasa fluida dan
tektonik dengan breksi yang terbreksikan kembali. Berdasarkan studi inklusi fluida
mengindikasikan adanya pengaruh air laut dan minim pengaruh magmatisme. Fluida
memiliki temperature pembentukan 225 ºC - 255 ºC dengan salinitas rata-rata 3.2 wt%
NaCl. Studi Ar/Ar penarikan umur menghasilkan kisaran umur pembentukan 1.7 Ma.
Gambar 17. Gambar skematik yang menunjukkan kedalaman pembantukan dari
endapan Pulau Wetar dan Pulau Romang yang mengakibatkan perbedaan
presipitasi dari dominasi PbZn vs Dominasi sulfida Cu (Ogierman, 2016)

Endapan pada prospek Lakuwahi di Pulau Romang adalah mineralisasi bertipe VMS
baru pada Indonesia Timur yang memiliki banyak kesamaan dengan endapan di Pulau
Wetar namun juga memiliki beberapa perbedaan signifikan diantaranya dominasi Pb-
Zn dibandingkan dengan Cu. Endapan mineral pada Pulau Romang terbentuk pada
temperatur yang lebih dingin dan dangkal karena bagian atasnya berupa batugamping
terumbu sedangkan pada Pulau Wetar batugamping berupa batugamping dengan fosil
globigerina yang mengindikasikan pembentukan endapan dapat mencapai 2 km.

Dairi (Sumatra Utara)

Prospek Dairi terletak di daerah Sumatera Utara dan berpusat pada Sopokomil Dome,
sebuah antiklinorium batuan sedimen yang tersingkap berumur Permo-Karbon. Bagian
pusat dari endapan terdiri dari batuan masif dolomitik yang ditumpangi oleh oleh serpih
hitam karbonan dan endapan kalsiturbidit tebal. Dimensi dari kubah 5 x 2 km yang
memanjang sepanjang struktur berarah NW-SE. Mineralisasi timbal dan seng
terkonsentrasi pada area 3.6 hingga 1 km pada bagian timur dari kubah.

Gambar 18. A. Peta geologi dari prospek timbal dan seng Dairi, Sumatra Utara yang
menunjukkan Kubah Sopokomil, lokasi endapan utama yaitu Anjing
Hitam. B. Diagram yang memperlihatkan distribusi dari endapan Zn-
Pb_ag Dairi. Multilayer, konkordan, dan stratiform dibentuk oleh
endapan pada Juli Unit sedangkan endapan diskordan dan stratabound
pada endapan Jahe Unit. C. Kolom Stratigrafi daerah Dairi (Rivai, 2020)
Gambar 19. Host rock dan singkapan bijih. A. Batuan pada satuan Dagang yang terdiri
dari kuarsa, dolomit, dan muskovit yang dipotong oleh veinlet kuarsa. B.
Lipatan isoklin pada Satuan Dagang C. Batuan pada Satuan Julu yang
terdiri ari kuarsa, dolomit, muskovit. D. Indikasi adanya kekar-kekar pada
Satuan Julu. E. Dolomit pada Satuan Jahe F. Kontak antara bijih
stratiform dan Satuan Julu G. Fragmen bijih masif pada Satuan Julu. H.
Urat Galena yang memotong satuan Jahe (Rivai, 2020)
Setidaknya terdapat beberapa tipe endapan pada Projek Dairi: 1) Sediment Exhalative
(SEDEX) berua sulfida Zn-Pb yang terbentuk pada batuan serpih hitam, terbentuk
secara sempurna pada Prospek Anjing Hitam 2) Zona kaya Sfalerit berupa Mississippi
Valley Type (MVT) terbentuk pada batuan dolostone 3) Urat-urat kuarsa karbonat
polimetalik (Zn-Pb-Cu-Ag) yang terletak pada bagian atas batuan dolostone.

Endapan bertipe SEDEX terbentuk pada setidaknya dua fasies pembentukan yaitu
stratiform dan tipe urat. Zona mineralisasi dikarakteristikan dengan lapisan tunggal
tebal (12 – 30m) pada bagian tenggara hingga lapisan-lapisan tipis pada batuan sedimen
klastik karbonatan dengan ketebalan mencapai 100m. Hal ini mengindikasikan bahwa
adanya perbedaan pengendapan pada cekungan.

Gambar 20. Model genetik pembentukan dari Dairi Zn + Pb + Ag deposit (a) Air
formasi mengalami perkolasi pada bagian dalam dari formasi dan
melarutkan metal dan sulfur. Fluida yang tersirkulasi terperangkap oleh
fasa sag yang terepresentasikan pada Siporokomil Dome. Pirit diagenetik
terpresipitasi pada bagian atas dari sedimen yang belum terkonsolidasi
melalui bakteri reduksi (b) Syn-sedimentary faults mencapai reservoir dan
mengenai fluida pembawa bijih. Pada bagian dangkal dari cekungan
pembawa endapan, fluida melewati open space pada Formasi jahe dan
membentuk endapan sepanjang Formasi Julu. Diatas dari endapan bijih
terendapkan sedimen tak terkonsolidasi, (c) Reservoir mengalami
recharge akibat dari terhentinya struktur dan melarutkan metal (d) Fluida
pembawa biji naik keatas akibat adanya syn-sedimentary struktur dan
membentuk endapan mineralisasi pada unit Jahe (e) Pelarutan bijih dan
sulfur terbentuk akibat sealing struktur (f) Fluida pembawa bijih mengalir
melalui lantai Samudra dan terendapkan. Bakteri reduksi sulfat menjadi
tereduksinya sulfur pada badan bijih pada Satuan Julu sedangkan larutan
hidrotermal sulful mendominasi badan bijih pada Satuan Jahe (Rivai,
2020)

Kelapa Kampit, Belitung

Endapan lodes Pb-Zn terletak beberapa kilometer dari tambang Nam Salu. Mineralisasi
hadir sebagai perlapisan dan mengisi rekahan. Pengayaan Pb-Zn terbentuk secara
singenetik. Endapan Pb-Zn di Pulau belitung pada bagian blok timur dari Sumatra di
umur pra Tersier.

Gambar 21. Potensi endapan sedex di Bangka Belitung


DAFTAR PUSTAKA

Galley, A.G. (1993): Semi-conformable alteration zones in volcanogenic massive


sulphide districts: Journal of Geochemical Exploration, 48, 175-200.
Galley, A.G., Hannington, M.D., dan Jonasson, I.R. (2007): Volcanogenic massive
sulphide deposits, in Goodfellow, W.D., dalam Mineral Deposits of Canada: A
Synthesis of Major Deposit-Types, District Metallogeny, the Evolution of
Geological Provinces, and Exploration Methods: Geological Association of
Canada, Mineral Deposits Division, Special Publication, 5, 141-161.
Goodfellow, W.D., McCutcheon, S.R. dan Peter, J.M. (2003): Massive sulfide deposits
of the Bathurst Mining Camp, New Brunswick and Northern Maine:
Introduction and summary of findings: Economic Geology Monograph ,11, 1-
16.
Lydon, J.W. (2004): Genetic models for Sullivan and other SEDEX deposits, in Deb,
M., and Goodfellow, W.D., eds., Sediment-hosted lead-zinc sulphide deposits—
Attributes and models of some major deposits in India, Australia and Canada:
New Delhi, Narosa Publishing House, 149–190.
Emsbo, P., Seal, R.R., Breit, G.N., Diehl, S.F., dan Shah, A.K. (2010): Sedimentary
Exhalative (Sedex) Zinc-Lead-Silver Deposit Model, U.S. Geological Service
Scotney, P. M., Roberts, S., Herrington, R.J., Boyce, A.J., dan Burgess, R. (2005): The
development of volcanic hosted massive sulfide and barite–gold orebodies on
Wetar Island, Indonesia: Mineralium Deposita, 40, 76-99
Rivai, T.A., Syafrizal, Yonezu, K., Tindell, T., Boyce, A.J., Sanematsu, K., Satori, S.,
dan Watanabe, K. (2020): The Dairi SEDEX Zn + Pb + Ag deposit (North
Sumatra, Indonesia): Insights from mineralogy and sulfur isotope systematics:
Ore Geology Review
Herrington, R.J., Scotney, P. M., Roberts, S., Boyce, A.J., dan Harrison, D. (2011):
Temporal association of arc–continent collision, progressive magma
contamination in arc volcanism and formation of gold-rich massive sulphide
deposits on Wetar Island (Banda arc): Gondwana Research, 19, 583-593
Sunarya, Y., Yoshida, T., Yudawinata, K., Rinawan, R., Hartono, dan Sutopo, B.
(2011): The Sangkaropi Massive Sulphide Deposit District, South Sulawesi: Its
Implications for Genesis and Exploration for Kuroko‐type Deposits:
PROCEEDINGS OF THE SULAWESI MINERAL RESOURCES 2011
SEMINAR MGEI‐IAGI: 230-242
Ogierman, J. (2016): Discovery, Geology and Origin of the Lakuwahi Volcanogenic
Au-Ag-Pb-Zn Deposit, Romang Island, eastern Indonesia: PROCEDING
MGEI.
Leeuwen, T.v. (2018): Twenty five more years of mineral exploration and discovery
in Indonesia (1993-2017): Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai