Anda di halaman 1dari 14

HERMENEUTIKA p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439

VOL. 5, NO. 1, FEBRUARI 2021 http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

TEORI HUKUM PEMBANGUNAN ANTARA DAS SEIN DAN DAS


SOLLEN

1
RR. Lyia Aina Prihardiati

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Iblam, Jakarta

DOI: http://dx.doi.org/10.33603/hermeneutika.v3i2
Diterima: 15 Desember 2020; Direvisi: 25 Januari 2021; Dipublikasikan: Februari 2021

Abstrak: Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis di
Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan
tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia maka hakikatnya
jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat
Indonesia yang pluralistik. Permasalahannya adalah Bagaimana perkembangan penerapan
teori hukum pembangunan dalam sistem hukum nasional dan Bagaimana pengaruh teori hukum
pembangunan bagi modernisasi hukum nasional das sein dan das sollen. Metode penelitiannya
menggunakan Metode Pendekatan, Penelitian ini termasuk dalam bentuk penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang memberi pemahaman terhadap permasalahan norma yang
dialami oleh ilmu hukum dogmatif dalam kegiatannya mendeskripsikan norma hukum,
merumuskan norma hukum (membentuk peraturan perundang-undangan), dan menegakkan
norma hukum (praktik yudisial). Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis, untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah dan ditarik kesimpulan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pada data sekunder,
Penulis membagi menjadi 3 (tiga), yaitu sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, sumber
hukum tersier. Teknik Analisis Data yang diperoleh akan dianalisis secara analisis deskriptif
kualitatif. Kesimpulannya adalah Perkembangan Penerapan Teori Hukum Pembangunan Dalam
Sistem Hukum Nasional. Perkembangan sistem hukum nasional tentunya merupakan input dari
lapisan masyarakat dalam melihat pelaksanaan sistem hukum yang ada saat ini.

Kata Kunci: Hukum Pembangunan, Das Sein-Das Sollen, Teori Hukum

1
RR. Lyia Aina Prihardiati
lyiaaian@gmail.com
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

PENDAHULUAN a. Pandangan yang menyatakan bahwa


Teori hukum adalah teori bidang hukum merupakan suatu sistem yang
hukum yakni berfungsi memberikan dapat diprediksi dengan pengetahuan
argumentasi yang meyakinkan bahwa hal- yang akurattentang bagaimana kondisi
hal yang dijelaskan itu adalah ilmiah, atau hukum saat ini. Teori hukum mampu
hal-hal yang dijelaskan itu memenuhi memberikan penjelasan mengenai
standar teoritis.2 Menurut Hans kalsen, persoalan hukum sebagaimana yang ada
Teori Hukum adalah ilmu pengetahuan tanpa melibatkan orang atau pengamat,
mengenai hukum yang berlaku bukan hal ini memberikan kita gambaran yang
mengenai hukum yang seharusnya. Teori jelas bahwa hukum itu bersifat,
hukum yang dimaksud adalah teori hukum deterministik, reduksi, dan realistik. Teori
murni, yang disebut teori hukum positif.3 ini selanjutnya dikenal dengan teori
Sedangkan menurut W. Friedman, sistem.
Teori hukum adalah ilmu pengetahuan yang b. Hukum bukanlah suatu sistem yang
mempelajari esensi hukum yang berkaitan teratur untuk itu tidak dapat diprediksi,
antara filsafat hukum di satu sisi dan teori melainkan suatu yang berkaitan dalam
politik di sisi lain. Disiplin teori ilmu hukum sebuah ketidak teraturan, dan tidak dapat
tidak mendapat tempat sebagai ilmu yang pula diprediksi bahwa hukum sangatlah
mandiri, untuk itu teori hukum harus dipengaruhi oleh pandangan pengamat.
disandingan dengan ilmu hukum yang Pandangan ini sebenarnya banyak
lainnya.4 Teori hukum berbeda dengan dipengaruhi oleh para sosiolog, terutama
hukum posistif. Hal ini perlu dipahami pada masa post modrenisme.
supaya terhindar dari kesalah pahaman, Pada dasarnya, dalam teori hukum
Karena seolah-olah tidak dapat sejarah perkembangan hukum di Indonesia
dibedakan antara teori hukum dan hukum maka salah satu teori hukum yang banyak
positif, padahal keduanya dapat dikaji mengundang atensi dari para pakar dan
menurut pandangan filosofis. masyarakat adalah mengenai Teori Hukum
Teori hukum tidak dapat dilepaskan Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar
dari lingkungan zaman yang senantiasa Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa
berkembang, karena teori hukum biasanya argumentasi krusial mengapa Teori Hukum
hadir sebagai suatu jawaban atas Pembangunantersebut banyak mengundang
permasalahan hukum. Oleh karena itu, banyak atensi, yang apabila dijabarkan
meskipun hukum memiliki pandangan yang aspek tersebut secara global adalah sebagai
umum (universal), tetapi dalam berikut:
perkembangannya teori hukum sangat Pertama, Teori Hukum
bijaksana. Terdapat dua karakteristik teori Pembangunan sampai saat ini adalah teori
hukum yang saling bertentangan antara satu hukum yang eksis di Indonesia
dengan yang lain, atau bertolak belakang karenadiciptakan oleh orang Indonesia
yakni: dengan melihat dimensi dan kultur
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
2
H. Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan dengan tolok ukur dimensi teori hukum
Aplikasinya, (Bandung: CV Pustaka Setia, Cetakan pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan
kedua, 2014), hlm, 53. berkembang sesuai dengan kondisi
3
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum Murni, Indonesia maka hakikatnya jikalau
(Bandung: Nusa Media, 2010),hlm, 38.
4
W. Friendman,Teori dan Filsafat Hukum, diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai
susunan I. Telaah Keritis Atas Teori Hukum, dengan kondisi dan situasi masyarakat
(Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990), hlm, 1.
RR. Lyia Aina Prihardiati
Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 85
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

Indonesia yang pluralistik. Kedua, secara Approach) ditambah dengan teori Hukum
dimensional maka Teori Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi
Pembangunan memakai kerangka acuan mekanisnya). Mochtar mengolah semua
pada pandangan hidup (way of live) masukan tersebut dan menyesuaikannya
masyarakat serta bangsa Indonesia pada kondisi Indonesia.8 Ada sisi menarik
berdasarkan asas Pancasila yang bersifat dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc
kekeluargaan maka terhadap norma, asas, Dougal dimana diperlihatkan betapa
lembaga dan kaidah yang terdapat dalam pentingnya kerja sama antara pengemban
Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif hukum teoritis dan penstudi pada umumnya
sudah merupakan dimensi yang meliputi (scholars) serta pengemban hukum praktis
structure (struktur), culture (kultur) dan (specialists in decision) dalam proses
substance (substansi) sebagaimana melahirkan suatu kebijakan publik, yang di
dikatakan olehLawrence W. Friedman.5 satu sisi efektif secara politis, namun di sisi
Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum lainnya juga bersifat mencerahkan.
Pembangunan memberikan dasar fungsi Mochtar Kusumaatmadja secara
hukum sebagai “sarana pembaharuan cemerlang mengubah pengertian hukum
masyarakat”6 (law as a tool social sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai
engeneering) dan hukum sebagai suatu sarana (instrument) untuk membangunan
sistem sangat diperlukan bagi bangsa masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang
Indonesia sebagai negara yang sedang melandasi konsep tersebut adalah bahwa
berkembang.7 ketertiban dan keteraturan dalam usaha
Dikaji dari perspektif sejarahnya pembangunan dan pembaharuan memang
maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir Teori diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa
Hukum Pembangunan dan elaborasinya hukum dalam arti norma diharapkan dapat
bukanlah dimaksudkan penggagasnya mengarahkan kegiatan manusia kearah yang
sebagai sebuah “teori” melainkan “konsep” dikehendaki oleh pembangunan dan
pembinaan hukum yang dimodifikasi dan pembaharuan itu.
diadaptasi dari teori Roscoe Pound “Law as Oleh karena itu, maka diperlukan
a tool of social engineering” yang sarana berupa peraturan hukum yang
berkembang di Amerika Serikat. Apabila berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai
dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis dengan hukum yang hidup dalam
Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. masyarakat. Lebih jauh, Mochtar
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. berpendapat bahwa pengertian hukum
dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai
Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-
5
undangan dalam proses pembaharuan
Lawrence W. Friedman, American Law: An hukum lebih menonjol, misalnya jika
invaluable guide to the many faces of the law, and
how it affects our daily our daily lives, (New York: dibandingkan dengan Amerika Serikat
W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 1-8. yang menempatkan yurisprudensi
6
Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa (khususnya putusan the Supreme Court)
Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah pada tempat lebih penting.
disampaikan dalam “Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003,
hlm. 7.
7 8
Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum
Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: CV. Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, (Jakarta: Penerbit
Mandar Maju, 2003, hlm. 5. CV Utomo, 2006), hlm. 411.
86 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

2. Konsep hukkum sebagai “alat” akan Mochtar lebih memilih makna denotative
mengakibatkan hasil yang tidak jauh dari pembangunan daripada makna
berbeda dengan penerapan “legisme” konotatifnya yang bertendensi politik.
sebagaimana pernah diadakan pada Dalam konteks politik ketika itu,
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia pembangunan adalah jargon politik orde
ada sikap yang menunjukkan kepekaan baru yang dimaksudkan sebagai anti tesis
masyarakat untuk menolak penerapan terhadap suatu orientasi politik orde lama
konsep seperti itu. yang terlalu ideologis tapi miskin program
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga kerja (karya). Menariknya meskipun
hukum internasional, maka konsep mochtar adalah sebagian dari kekuasaan
hukum sebagai sarana pembaharuan orde baru.
masyarakat sudah diterapkan jauh
sebelum konsep ini diterima secara II. METODE PENELITIAN
resmi sebagai landasan kebijakan Penelitian ini termasuk dalam bentuk
hukum nasional.9 penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian
Istilah hukum dan pembangunan yang memberi pemahaman terhadap
menjadi sangat identik dengan mochtar permasalahan norma yang dialami oleh ilmu
paling tidak karena dua alasan. Pertama hukum dogmatif dalam kegiatannya
mochtar memperkenalkan sekaligus mendeskripsikan norma hukum,
mayakinkan bahwa hukum bukan saja dapat merumuskan norma hukum (membentuk
tapi harus berperan dalam pembangunan. peraturan perundang-undangan), dan
Dengan perkataan lain, mochtar menegaskan menegakkan norma hukum (praktik
mengenai fungsi hukum dalam yudisial).11 Penelitian normatif menekankan
pembangunan. Kedua mochtar mengusung pada penggunaan norma-norma hukum
gagasan tersebut ketika istilah secara tertulis yang diharapkan mampu
“pembangunan” menjadi terminologi politik menjawab secara rinci dan sistematis dan
orde baru yang sakti dan sakral yang harus menyeluruh mengenai teori hukum
diterapkan pada setiap bidang kehidupan pembangunan antara das sein dan das sollen.
termasuk pembangunan hukum. Bagi Tipe penelitian yang digunakan dalam
kalangan yang memberikan apresiasi penelitian ini adalah deskriptif analisis,
khususnya di lingkungan Fakultas Hukum untuk memperoleh kejelasan penyelesaian
Unpad kemudian mempopulerkan gagasan masalah dan ditarik kesimpulan, yaitu dari
ini sebagai “Teori Hukum Pembangunan”, hal yang bersifat umum menuju ke hal yang
meskipun Mochtar sendiri tidak pernah bersifat khusus untuk menggambarkan
secara langsung menyebut gagasannya itu mengenai teori hukum pembangunan antara
sebagai teori hukum pembangunan.10 das sein dan das sollen.
Pembangunan menurut Mochtar Sumber data yang digunakan dalam
esensinya adalah perubahan. Dengan penelitian ini adalah data sekunder. Pada
menggunakan makna ini tampaknya data sekunder, Penulis membagi menjadi 3
(tiga), yaitu:
9
Ibid, hlm. 415. a. Sumber Hukum Primer, yaitu sumber
10
Namun, dalam suatu wawancara yang hukum yang menjadi pengikat/landasan
dilakukan oleh Shidarta, Mochtar pernah menyebut hukumnya seperti Undang-Undang
gagasannya itu sebagai Teori Hukum Pembangunan.
Lihat Shidarta, “Posisi Pemikiran Teori Hukum
11
Pembangunan Dalam Konfigurasi Aliran Pemikiran I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian
Hukum” dalam Shidarta (ed.), Mochtar Kusuma- Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum,
Atmadja...., Op. cit., note 3, hlm. 10. (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hlm. 84.
RR. Lyia Aina Prihardiati
Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 87
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

Dasar Negara Republik Indonesia dengan saat berdirinya sistem hukum


Tahun 1945. negara tersebut.13
b. Sumber Hukum Sekunder, yaitu bahan Sistem adalah kesatuan yang
yang memberikan penjelasan mengenai terdiri dari bagian-bagian yang satu
sumber hukum primer seperti bahan dengan yang lain saling bergantung
yang berupa buku-buku, harian/majalah untuk mencapai tujuan tertentu. banyak
dan karya tulis ilmiah. yang memberi definisi tentang istilah
c. Sumber Hukum Tersier, yaitu bahan sistem ini. Ada yang mengatakan14
yang memberikan petunjuk terhadap bahwa sistem adalah keseluruhan yang
sumber hukum primer dan sekunder terdiri dari banyak bagian atau
seperti kamus-kamus hukum, komponen yang terjalin dalam
ensiklopedia, dan bibliografi. hubungan antara komponen yang satu
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan yang lain secara teratur.
secara analisis deskriptif kualitatif. Data Sedangkan hukum nasional adalah
yang diperoleh akan diolah, kemudian hukum atau peraturan perundang-
diuraikan dalam bentuk uraian yang logis undangan yang dibentuk dan
dan sistematis untuk menggambarkan dilaksanakan untuk mencapai tujuan,
mengenai teori hukum pembangunan antara dasar, dan cita hukum suatu negara.
das sein dan das sollen. Dalam konteks ini hukum nasional
Indonesia adalah kesatuan hukum atau
III. PEMBAHASAN peraturan perundang-undangan yang
1. Perkembangan Penerapan Teori dibangun untuk mencapai tujuan negara
Hukum Pembangunan Dalam Sistem yang bersumber pada Pembukaan dan
Hukum Nasional Pasal-pasal UUD 1945.
Istilah sistem paling sering Perkembangan sistem hukum
digunakan untuk menunjuk pengertian nasional tentunya merupakan input dari
metode atau cara dan sesuatu himpunan lapisan masyarakat dalam melihat
unsur atau komponen yang saling pelaksanaan sistem hukum yang ada
berhubungan satu sama lain menjadi saat ini. Jika berkaca pada sistem
satu kesatuan yang utuh. Sebenarnya pemerintahan negara yang ditegaskan
penggunaanya lebih dari itu, tetapi dalam Undang-undang Dasar 1945
kurang dikenal. Sebagai suatu sebelum amandemen dikatakan bahwa
himpunan, sistem pun didefinisikan “Negara Indonesia berdasarkan atas
bermacam-macam pula.12 Negara hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas
adalah merupakan organisasi kekuasaan kekuasaan belaka (Machtsstaat)”, maka
yang nampaknya keluar terdiri dari sesungguhnya corak sistem hukum
aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan Indonesia diwarnai oleh sistem hukum
hukum yang tersusun di dalam suatu Belanda yang menganut sistem hukum
tatanan hukum, oleh karena itulah Eropa Kontinental dengan berasaskan
seperti dikemukakan di atas, maka saat kepada kepastian hukum (Rechtsstaat).
berdirinya negara akan bersamaan pula Hal ini tentunya dapat dipahami terjadi

13
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 5.
14
Elias M. Awad, Richard D. Irwin, System
12
Tatang. M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Analysis and Design, Homewood, Illionis, 1979, hlm.
Sistem, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm.1. 4.
88 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

dikarenakan Indonesia merupakan bekas Selanjutnya, pembangunan


jajahan Belanda. sistem hukum Indonesia seharusnya
Perkembangan Sistem Hukum mengarah kepada cita negara
Nasional semestinya tidak (staatsidee) Indonesia yang sejauh
meninggalkan sumber hukum materiil mungkin harus dibangun secara khas
sebagai dasar pembentukan sistem dalam arti tidak meniru paham
hukum yang mencerminkan semangat individualismeliberalisme yang justru
ke-Indonesia-an. Sumber hukum telah melahirkan kolonialisme dan
materiil yang dicerminkan dengan imperialisme yang harus ditentang,
Pancasila, cita masyarakat Indonesia, ataupun paham kolektivisme ekstrim
nilai-nilai, norma-norma, kekeluargaan, seperti yang diperlihatkan dalam
musyawarah, gotong royong, toleransi praktek di lingkungan negara-negara
dan sebagainya yang menjadi ciri dari sosialis-komunis. Dengan kata lain,
masyarakat Indonesia harus menjadi semangat yang melandasi pemikiran
skala prioritas dalam melakukan para pendiri Republik Indonesia adalah
penataan terhadap sistem hukum semangat sintesis, semangat untuk
Indonesia ke depannya. Semangat ke- melakukan kombinasi atau semangat
Indonesia-an tentunya harus terpancar untuk menciptakan suatu paham baru.16
dari perkembangan sistem hukum Patut juga untuk dipahami, bahwa
nasional. sistem hukum itu merupakan sistem
Dalam artian, tidak dibenarkan abstrak (konseptual) karena terdiri dari
meninggalkan semangat di atas dengan unsur-unsur yang tidak konkret, yang
cara menggunakan konsep-konsep yang tidak menunjukkan kesatuan yang dapat
lainnya yang secara nyata bertentangan dilihat. Unsur- unsur dalam sistem
sehingga menyebabkan sistem hukum hukum mempunyai hubungan yang
nasional menjadi terganggu. Hal khusus dengan unsur-unsur
tersebut khususnya tercermin dalam lingkungannya. Selain itu juga
Pasal 24 F yang menentukan bahwa dikatakan, bahwa sistem hukum
negara menata dan mengembangkan merupakan sistem yang terbuka, karena
sistem hukum nasional dengan peraturan-peraturan hukum dengan
memelihara dan menghormati istilah-istilahnya yang bersifat umum,
keberagaman nilai-nilai hukum dan terbuka untuk penafsiran yang berbeda
sumber- sumber hukum yang hidup dan untuk penafsiran yang luas.17
dalam masyarakat.15 Oleh karenanya, Oleh karena itu, perkembangan
perkembangan sistem hukum nasional sistem hukum Indonesia yang salah
harus berorientasi kepada kebijakan satunya didorong oleh perkembangan
berupa pilihan hukum yang berlaku, tatanan kehidupan masyarakat,
sistem hukum yang akan dianut, dasar mengarahkan pembangunan sistem
filosofis yang digunakan dalam hukum Indonesia kepada pembangunan
pembentukan hukum, termasuk hukum yang mencerminkan kehidupan
kebijakan agar mendasarkan hukum
nasional dari asas-asas umum yang
16
berlaku. Jimly Asshiddiqie dalam Ni’matul Huda,
Hukum Tata Negara : Kajian Teoritis dan Yuridis
Terhadap Konstitusi Indonesia, (Yogyakarta: Gama
15
Soetanto Soepiadhy, Undang-Undang Dasar Media, 1999), hlm. 3.
17
1945 : Kekosongan Politik Hukum Makro, Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum,
(Purwanggan: Kepel Press, 2004), hlm. 20. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), hlm. 90.
RR. Lyia Aina Prihardiati
Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 89
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

masyarakat itu sendiri. Sub sistem antara kepentingan das sein dan das
hukum-sub sistem hukum Indonesia sollen, antara teori dan kenyataan.
tentunya tidak boleh bertentangan Sejalan dengan hal di atas juga,
dengan semangat nilai-nilai yang hidup dikarenakan hukum selalu terbuat
dalam masyarakat Indonesia. Di sisi (secara pasif) atau dibuat (secara aktif)
lainnya, pengaruh dari sistem hukum untuk suatu masyarakat, maka hukum
yang lainnya seperti sistem hukum nasional Indonesia yang harus dibentuk
anglo saxon, sistem hukum eropa itu pun harus dibuat untuk masyarakat
kontinental, sistem hukum islam yang hidup dalam empat gelombang
maupun sistem hukum adat harus peradaban sekaligus.19 Hal tersebut
dijadikan sebagai bahan pembanding berarti bahwa sekalipun seluruh hukum
bagi terciptanya sistem hukum nasional harus bersumber dan diilhami
Indonesia yang lebih baik lagi. oleh Undang-undang Dasar 1945
Pengadopsian sebuah sistem sebagai konstitusi bangsa Indonesia
hukum tanpa proses filterisasi akan yang berlindung di bawah Negara
bertentangan dengan semangat cita Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
negara pada akhirnya akan perbedaan-perbedaan kebutuhan bagi
menimbulkan gejolak sosial yang tiap-tiap dan masing-masing generasi
berkepanjangan akibat dari mau tidak mau harus diperhatikan dan
ketidaksesuaian penerapan hukum di diberi saluran dan tempatnya di dalam
tengahtengah masyarakat. Hasrat untuk sistem hukum nasional Indonesia.20
membangun sebuah sistem hukum yang Pengembangan sistem hukum nasional
memiliki pondasi yang kokoh tentunya tentunya diharapkan dapat merangkum
harus bersumber kepada nilai-nilai dan semua golongan, kaum, suku, ras,
cita negara Indonesia itu sendiri. Karena agama sebagai bentuk pluralisme yang
itu, pemikiran terhadap peranan hukum tertanam di dalam konsep Negara
sebagai alat perubahan dan Kesatuan Republik Indonesia.
pembangunan itu perlu ditempatkan Perangkuman tersebut ke dalam
pada alur persepsi yang disepakati pembangunan sistem hukum nasional
bersama untuk memahami sifat diharapkan mampu menciptakan sistem
hakikatnya dan konsekuensi hukum yang lebih baik lagi dalam
diterimanya konsep tersebut. kerangka ke-bhinneka tunggal ika-an.
Apabila hukum diberi peranan Dalam membangun sistem
sebagai sarana perubahan dan hukum Indonesia yang baik terlebih
pembangunan, pemikiran ini dahulu perlu dilakukan penetapan
membuktikan adanya kesadaran konsensus terhadap struktur dan kultur
terhadap pengaruh timbal balik antara yang dikehendaki agar dalam menyusun
hukum dan masyarakat dan bahwa pengembangan sistem hukum dapat
(karena salah satu sebab) memang mengarah kepada yang telah disepakati
diinginkan agar masyarakat yang dan dicita-citakan tersebut.
bersangkutan berubah secara lebih cepat
dan menuju suatu arah yang tertentu.18
Untuk itu, pembangunan hukum 19
C.F.G Sunaryati Hartono, Bhinneka Tunggal
nasional harus mampu mengimbangkan Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum
Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.
18
C.F.G Sunaryati Hartono, Bhinneka 49.
20
Tunggal…Op.Cit. hlm. 30. Ibid.
90 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

Menyikapi perkembangan 2. Pengaruh teori hukum pembangunan


hukum nasional sebagaimana telah bagi modernisasi hukum nasional das
dijelaskan di atas, perlu kiranya sein dan das sollen
diingatkan kembali bahwa Sollen berada dalam alam “idea”
perkembangan sistem hukum nasional hasil dari akumulasi moralis, sedangkan
dalam kerangka pembangunan sistem sein berada dalam alam “realitas” yang
hukum nasional tetap memperhatikan seharusnya menjadi penjelmaan
konsep pemikiran hukum tentang ius langsung dari sollen. Dinamika antara
constitum maupun ius constituendum sollen dan sein merupakan keterkaitan
agar dalam pembangunan sistem hukum antara idea-normatif dengan realitas
nasional dapat diramalkan dengan keberlakuan norma. Hal ini kemudian
sedemikan rupa arah perkembangan menimbulkan pertanyaan, apakah sollen
hukum ke depannya dengan menjadikan merupakan penerjemahan dari cita-cita
keberlakuan hukum positif sekarang ideal hukum atau tujuan hukum?
sebagai bahan pertimbangan dan Sebuah validitas dari sollen adalah
rujukan bagi pengembangan terhadap sejauh mana keberlakuannya di dalam
aspek-aspek hukum yang akan masyarakat (sein). Hans Kelsen sendiri
dikembangkan yang diselaraskan secara tegas menyatakan bahwa
dengan perkembangan masyarakat. validitas dari suatu tatanan hukum
Pengembangan sistem hukum sangat bergantung pada realitas atau
nasional mestinya tetap berorientasi keefektifitasannya. Namun,
untuk jangka panjang dalam persoalannya adalah tujuan dari hukum
penerapannya. Pemikiran-pemikiran sendiri yang merupakan sesuatu yang
tentang pengembangan hukum nasional ideal sangatlah abstrak dan tidak
ke depan tentunya sejak dini sudah operasional.
dipikirkan guna menetapkan arah Jika mengacu pada pemikiran Radbruch
pembangunan hukum nasional. maka idealitas tersebut terbagi menjadi
Semangat “cita rasa Indonesia” di dalam tiga; supremasi hukum, kemanfaatan,
setiap produk hukum yang dihasilkan dan keadilan. Namun, aktualisasi
mesti tetap dipertahankan, semangat ketiganya tidaklah bisa komulatif,
citarasa yang tentunya tidak melainkan sebatas fakultatif. Terhadap
bertentangan dan berseberangan dengan konsep tersebut Meuwissen bahkan
nilai-nilai yang lainnya yang masih memberikan kritik bahwa pemikirannya
dipegang teguh dan dapat diterima oleh tidaklah didasari pada pemikiran yang
masyarakat. mendalam (kontemplatif), tetapi sebatas
Akhirnya, tidak ada pilihan lain sebuah kebetulan semata karena
selain dari menjejaki ulang nilai-nilai korelasi ketiganya berubah-ubah dan
norma hukum bangsa Indonesia yang tidak memuaskan.
dulunya terbentuk dari indigenous legal Sollen menurut penulis adalah
system dan dibentuk dengan sistem kristalisasi dari tujuan-tujuan hukum
hukum Indonesia yang bercorak yang abstrak, ia muncul dari akumulasi
ideologi Pancasila dan konstitusi UUD moralis refleksi sosial, bukan hanya
1945. Hal ini sangat ideal dan sebatas penciptaan tanpa makna.
menitikberatkan kepada keadilan sosial Pembuatan aturan bahwa membunuh
bagi seluruh rakyat Indonesia. dapat diancam dengan sanksi 20 tahun
penjara muncul dari dasar pemahaman

RR. Lyia Aina Prihardiati


Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 91
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

(moral) bahwa membunuh itu dilarang sebagai semangat dari cita-cita hukum
karena akan memberikan dampak sosial tersebut, atau biasa disebut idea-hukum.
yang kurang baik, sehingga masyarakat Namun, perlu diperhatikan satu hal
yang nyaman dan ideal adalah yang di bahwa konstruksi produk norma
dalamnya tidak ada pembunuhan, oleh tersebut bukanlah sebagai representatif
karenanya muncullah suatu bentuk langsung (direct representative) dari
pemahaman ideal tentang bentuk sein. Perlu dipahamkan bahwa sollen
pengaturan beserta sanksinya untuk merupakan hasil refleksi atas sein,
membuat orang takut dan mencegah bukan reaktif atas sein. Konotasi
untuk membunuh. keduanya sangatlah jauh berbeda. Tentu
Di sini, norma tersebut (sollen) hal ini akan sangat berbeda dengan
adalah perwujudan dari kesadaran sosial pandangan dari para penganut Sosiologi
yang muncul dari refleksi terhadap Hukum yang mengidentikkan hukum
keadaan yang sebenarnya (sein). Sollen sebagai gejala sosial, seperti yang
tidak bisa dipisahkan dari sein karena dinyatakan oleh Lawrence M. Friedman
tidak mungkin bisa disebut sebagai ide dalam bukunya Sistem Hukum
moralis atas hukum (sollen) tanpa Perspektif Ilmu Sosial “Jadi, tekanan
didasari dari sebuah refleksi atas untuk menciptakan sebuah hukum baru,
dinamika empiris sosial (sein). Oleh atau mempertahankan hukum lama,
karenanya, penggambaran atas korelasi muncul dari sikap dan perasaan yang
keduanya adalah sebuah hubungan menampilkan tuntutan kepada sebuah
monodualis, karena berbeda namun kelompok atau individu. Yang menjadi
harus dilihat dalam keterkaitan mutlak. proposisi dasar dalam hakikat sistem
Semangat dari hukum pada hukum adalah bahwa tuntutan-tuntutan
dasarnya diartikan sebagai jiwa dari ini menentukan kandungan isinya.
sein, sehingga sebuah penciptaan Artinya, hukum bukan merupakan suatu
hukum baik oleh institusi formal kekuatan kokoh yang idependen
ataupun lembaga organis di dalam melainkan merupakan respon atas
masyarakat harus memperhatikan aspek tekanan luar dengan cara tertentu yang
ini. Tentunya, sebuah sollen yang tidak mencerminkan kehendak dan kekuatan-
di didasari sein akan berubah menjadi kekuatan sosial yang mengerahkan
hukum otoriter dengan semangat tekanan tersebutt.”
subyektifisme murni dan sebatas pada Dasar berpikir Friedman tersebut
pragmatisme kekuasaan, tanpa adalah hukum bertolak secara langsung
memperhatikan validitas atasnya. dari reaktif sosial, sehingga hukum tak
Sebagaimana dinyatakan oleh Hans lain adalah gejala sosial. Ia
Kelsen bahwa efektifitas atas hukum memungkinkan untuk segera berganti
sangat bergantung dari validitasnya, dan jika ada kontroversi sosial dan reaktif
validitas sangat bergantung dengan terhadap dinamika atasnya. Jika hukum
realitasnya. adalah produk dari gejala sosial akibat
Jika hal ini diabaikan maka hukum kontroversi didalamnya maka ia tidak
hanya sebatas menjadi alat kekuasaan mempunyai suatu pandangan yang tetap
sebagaimana yang terjadi pada negara terhadapnya, karena unsur reaktif ini
Fasis atau Komunis. Hukum Bukan tentu lebih pada pola pandangan
Gejala Sosial Hukum yang merupakan pragmatisme hukum secara subyektif.
norma-norma memang dijiwai oleh sein Terhadap hal ini, Hazairin secara tegas

92 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum


Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

menyatakan penolakannya, ia ilmu hukum dalam suatu perspektif ilmu


menyatakan “Paham yang memandang sosial”.
hukum itu semata-mata sebagai gejala Karya Nonet dan Selznick ini
sosial bukanlah paham yang dianut kemudian menjadi dasar yang kuat
dalam negara Panca Sila, malahan juga dalam perkembangan sosiologi hukum,
tidak dianut oleh negara Komunis dan sehingga yang terjadi bukanlah
hanya dianut oleh negara demokrasi normative heavy terhadap pembacaan
liberal, di mana adu tenaga dan hukum melainkan politic and sociology
kekuatan, pertentangan antara si kaya heavy. Hukum sebagai gejala sosial
dan si miskin, pertentangan antara memang sangat kuat dari pengaruh
kapital dan labor (kaum buruh…)” pemahaman politik dan sosiologi,
Hukum sebagai gejala sosial memang sehingga sikap pragmatisme yang
sering dikumandangkan pagi penganut menjadi dasar atasnya.
sosiologi hukum. Namun sebenarnya, setiap aspek teoritik
Tentunya di sini hukum tak kelimuan memiliki sudut pandangnya
perlu lagi berpijak pada Ground masing-masing. Metode berpikir yang
Normala Hans Kelsen ataupun fusion akan menimbulkan kerancuan
Staatfundamentalnorm ala Hans asumsi dan kegagalan logika ilmiah,
Nawiasky, tetapi hukum lebih sehingga yang paling memungkinkan
ditekankan sebagai akibat dari adalah model paradigma federasi
kontroversi sosial yang reaktif sehingga keilmuan dengan metode
kelompok mana yang menang maka multidisipliner. Jujun S. Suriasumantri
ialah yang menentukan kemana arah dengan tegas menyatakan bahwa sebuah
hukum selanjutnya. Dalam ilmu pada dasarnya bersifat otonom
perkembangannya, hukum sebagai dalam bidang kajiannya masing-masing
gejala sosial kemudian dilegitimasi oleh dan berkesatuan dalam suatu
pemahaman-pemahaman yang bersifat pendekatan multidisipliner, bukan
politis atau sosiologis, yakni “fungsi” dengan menggabungkan
mencampuradukkan aspek empiris asumsi yang kacau. Sebuah asumsi
sebagai determin atau variabel terhadap haruslah relevan dengan bidang dan
aspek normatif secara langsung. Nonet tujuan pengkajian disiplin keilmuan dan
dan Selznick adalah yang paling asumsi harus disimpulkan dari keadaan
menonjol dalam hal ini, dengan konsep sebagaimana adanya bukan
hukum responsif mereka mencoba sebagaimana seharusnya. Menggunakan
mendobrak dikotomi antara sekat asumsi yang berbeda maka berbeda pula
empiris dan normatif, bahkan konsep pemikiran yang digunakan.
memandang aspek normatif secara Salah satu contohnya adalah saat fusion
empiris lewat ilmu sosial. Konsep Politik Hukum disebut sebagai atau
fusion yang ditawarkan oleh Nonet dan bagian dari Ilmu Hukum, maka muncul
Selznick ini sebagaimana mereka tiga asumsi dasar atasnya hukum
nyatakan “Agar ilmu hukum lebih determin politik, politik determin
relevan dan lebih hidup, harus ada hukum, dan atau keduanya saling
reintegrasi antara teori hukum, teori deterministik. Saat menyatakan hukum
politik, dan teori sosial. Sebagai suatu determin politik, maka di sini adalah
langkah ke arah itu, kami telah mencoba ruang normatif (Sollen), namun saat
untuk menyusun kembali isu-isu dalam berbicara politik determin hukum maka

RR. Lyia Aina Prihardiati


Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 93
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

di sini adalah ruang empiris (Sein), dari pemahaman lingkup normatif. Saat
sehingga kedua asumsi tersebut pada kesadaran sosial akan hukum dilihat
dasarnya bertentangan satu sama lain. sebagai hasil dari kinerja hukum,
Ranah keilmuan normatif (normologis) sehingga perlu diketahui variabel-
tidak bisa dicampuradukkan dengan variabel bebas dan variabel
ranah keilmuan empiris. Oleh karena terpengaruhnya maka hal yang seperti
kerancuan asumsi yang kontradiktif ini itu masuk di dalam lingkup pemahaman
maka keduanya tidak bisa disatukan empiris.
(fusion) namun cara pandang atas Sedangkan jika dalam hal kesadaran
keduannya dapat digunakan lewat sosial dikaitkan sebagai bagian dari
pendekatan multidisipliner (federasi kesadaran moralis dalam pembentukan
keilmuan). hukum atau norma sehingga memiliki
Dari sini sangat jelas bahwa jiwa dan semangat didalamnya sesuai
Politik Hukum tidak bisa dimasukkan dengan kesadaran masyarakat maka
kedalam ranah Ilmu Hukum yang lingkup tersebut masuk dalam ranah
normatif, melainkan ilmu sosiologis normatif. Kesadaran sosial tidak selalu
yang empiris. Akan sangat berbahaya sama dengan gejala sosial, dalam waktu
jika asumsi ini dibenarkan sebagai tertentu sering keduanya identik
bagian dari Ilmu Hukum, sehingga akan terutama dalam pemahaman lingkup
muncul sebuah konsentrasi berpikir oleh empiris. Kesadaran sosial sebagai
para sarjana hukum bahwa hukum produk hukum berarti penciptaan norma
merupakan produk politik, dan sesuai dengan kehendak nilai-nilai
pembentukan hukum tak lain hanya masyarakat dan kebutuhan didalamnya
sebatas pada aspek konfigurasi politik untuk mewujudkan idea-hukum
semata. Secara perlahan namun pasti, masyarakat yang bertatanan dan tertib,
pemahaman ini akan dapat mengubah sehingga setelah norma tersebut
keadaan negara yang Rechstaat (Negara mencapai bentuk realistisnya baik
Hukum) menjadi Machstaat (Negara tertulis ataupun tidak, maka kepatuhan
Kekuasaan), karena hukum terhadapnya adalah kepatuhan murni
dikendalikan oleh politik peraduan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu
kekuasaan, namun bukan dalam sendiri. Inilah saat yang paling
pemahaman otoritarian melainkan menentukan, dari sudut pandang empiris
kontroversi atau gejala sosial. Di dalam akan muncul pertanyaan, sudahkah
negara demokrasi, pertentangan antar norma atau hukum tersebut membudaya
kekuatan yang bersifat politis lebih atau melembaga? Suatu norma
terasa karena melibatkan para elit dikatakan melembaga dan membudaya
oligarki dan organisasi-organisasi sosial apabila warga masyarakat-baik pribadi
yang berkepentingan dengan melakukan maupun kelompok mengetahui,
tuntutan-tuntutannya dan melakukan menghargai, memahami, dan mentaati
mobilisasi untuk menciptakan (patuh) terhadap norma-norma tersebut.
kontroversi sosial. Mengetahui saja tidaklah cukup,
Pada dasarnya, pemahaman seseorang perlu memahami dan
tentang kesadaran sosial adalah masuk menghargai hukum atau norma tersebut
dalam lingkup empiris, namun tidak sehingga bisa dikatakan bahwa
menutup kemungkinan dalam beberapa aktualisasi terhadapnya sudah benar-
hal tertentu hal itu juga menjadi bagian benar selaras dengan kesadaran sosial,

94 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum


Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

yakni hukum sudah masuk ke dalam pada dasarnya merupakan konkretisasi


sistem kultural mereka (budaya hukum). nilai-nilai yang dianut masyarakat yang
Kebudayaan sebagai hasil dari berhubungan erat dengan pola pikir dan
pemikiran kolektif dan komunal tentu kebatinan mereka. Konsep budaya
sangatlah normatif, oleh karenanya hukum sendiri dalam perkembangannya
korelasi kebudayaan dengan hukum digunakan sebagai dasar pemahaman
tidak bisa dihindari. Hukum merupakan sosiologi hukum ala Friedman dengan
anak kandung dari kebudayaan, oleh sistem hukumnya, sejarah hukum ala
karena itu validitas dan efektifitas Savigny dengan volkgeist (jiwa rakyat),
hukum sangat dipengaruhi oleh maupun Eugen Ehrlich dengan living
kebudayaannya sebagai wujud dari law-nya. Secara antropologi, penciptaan
kesadaran sosialnya. norma tertentu memang bisa
Sistem kebudayaan dengan nilai- mengarahkan perubahan nilai budaya,
nilai normatifnya akan sangat seperti konsep Marxisme atau gaya
membutuhkan hukum untuk tetap lestari Roscoe Pound dengan asumsi ‘hukum
dimana hukum memiliki kekuasaan sebagai alat perubahan sosial (law as a
untuk memaksa setiap orang mematuhi tool of social engineering) yang oleh
norma sosial di dalam sistem Mochtar Kusumaatmadja diartikan
kebudayaan tersebut. Dapat diinsyafi di hukum sebagai sarana pembangunan.
sini bahwa peran budaya sangat Percobaan hukum sebagai “alat” atau
menentukan sebuah validitas hukum, “sarana” ini kemudian dengan tegas
bisa dikatakan sebuah hukum atau ditentang oleh M. Koesnoe karena
norma akan kehilangan sisi normatifnya beberapa hal, yakni; pertama, ajaran
jika ia bertentangan atau bertolak fungsional tentang hukum sebagai
dengan budaya. Budaya adalah “alat” atau “sarana” perubahan sosial
kesadaran sosial yang sudah mencapai disangkal keampuhannya oleh para
tarafnya, unsur pembentuk yang paling Antropologi Hukum, kedua, pengertian
terasa adalah akumulasi nilai-nilai yang atas “law” dalam pandangan Pound
telah berjalan dan berproses dari tahun- masih sangat ambigu dan Sociology
tahun sebelumnya. Jelas ini bukan Heavy dan ketiga, pandangan tersebut
sebagai salah satu bentuk gejala sosial tidak sesuai dengan pandangan bangsa
yang hanya membutuhkan kontroversi Indonesia. Pandangan Koesnoe tersebut
sosial didalamnya. Akan sangat sulit menekankan pada satu paham bahwa
dibayangkan jika sebuah norma yang pembentukan norma harus didasari pada
terbentuk dari gejala sosial dan ternyata aspek-aspek normatif, bukan hanya
didalamnya terdapat kontroversi lewat aspek empiris. Norma pada
kultural yakni adanya penetrasi budaya dasarnya adalah “idea” yakni lingkup
asing terhadap budaya lokal setempat. sollen, sehingga ia hanya bisa
Jelas produk hukum yang dihasilkan diterjemahkan ke ranah empiris (sein)
tidak bisa dipahami dan dihargai oleh lewat aktualisasi sollen sebagai daya
masyarakat setempat sehingga terjadi preskriptifnya. Standar normatif ini
alienasi dan distorsi antara hukum dan adalah pakem keilmuan hukum yang
masyarakat. didasarkan pada kesadaran sosial atau
Dari sinilah kemudian konsep budaya refleksi sosial (kebudayaan), bukan
hukum muncul sebagai bagian dari gejala sosial (reaksioner).
sebuah sistem hukum. Budaya hukum

RR. Lyia Aina Prihardiati


Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 95
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

IV. KESIMPULAN DAN SARAN pembangunan dalam kerangka


Berdasarkan analisis di atas maka pembangunan sistem hukum nasional
kesimpulannya adalah: tetap memperhatikan konsep
1. Perkembangan Penerapan Teori pemikiran hukum tentang ius
Hukum Pembangunan Dalam Sistem constitum maupun ius constituendum
Hukum Nasional tentunya agar dalam pembangunan sistem
merupakan input dari lapisan hukum nasional dapat menjadi arah
masyarakat dalam melihat perkembangan hukum ke depannya
pelaksanaan sistem hukum yang ada dengan menjadikan keberlakuan
saat ini. Jika berkaca pada sistem hukum positif sekarang sebagai
pemerintahan negara yang bahan pertimbangan dan rujukan
ditegaskan dalam Undang-undang bagi pengembangan terhadap aspek-
Dasar 1945 sebelum amandemen aspek hukum yang akan
dikatakan bahwa “Negara Indonesia dikembangkan yang diselaraskan
berdasarkan atas hukum dengan perkembangan masyarakat.
(Rechtsstaat), tidak berdasar atas 2. Perlunya kesadaran dan kesetiaan
kekuasaan belaka (Machtsstaat)”, masyarakat terhadap hukum yang
maka sesungguhnya corak sistem berlaku sebagai aturan (rule of the
hukum Indonesia diwarnai oleh game) sebagai konsekuensi hidup
sistem hukum Belanda yang bersama, dimana kesetiaan
menganut sistem hukum Eropa diwujudkan dalam bentuk perilaku
Kontinental dengan berasaskan yang senyatanya patuh pada hukum
kepada kepastian hukum (antara das sein dan das sollen dalam
(Rechtsstaat). fakta adalah sama).
2. Pengaruh teori hukum pembangunan
bagi modernisasi hukum nasional das DAFTAR PUSTAKA
sein dan das sollen merupakan C.F.G Sunaryati Hartono, Bhinneka Tunggal
sebuah validitas dari sollen adalah Ika Sebagai Asas Hukum Bagi
sejauh mana keberlakuannya di Pembangunan Hukum Nasional, (Bandung:
dalam masyarakat (sein). Sollen Citra Aditya Bakti, 2006).
berada dalam alam “idea” hasil dari Elias M. Awad, Richard D. Irwin, System
akumulasi moralis, sedangkan sein Analysis and Design, (Homewood,
berada dalam alam “realitas” yang Illionis, 1979).
seharusnya menjadi penjelmaan H. Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan
langsung dari sollen. Dinamika Aplikasinya, (Bandung: CV Pustaka
antara sollen dan sein merupakan Setia, Cetakan kedua, 2014).
keterkaitan antara idea-normatif Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum
dengan realitas keberlakuan norma. Murni, (Bandung: Nusa Media, 2010).
Berdasarkan hasil pembahasan dan I Made Pasek Diantha, Metodologi
kesimpulan di atas, maka sarannya Penelitian Hukum Normatif Dalam
adalah: Justifikasi Teori Hukum, (Jakarta:
1. Sebaiknya hukum pembangunan Prenada Media Group, 2016).
harus mampu mengimbangkan antara Jimly Asshiddiqie dalam Ni’matul Huda,
kepentingan das sein dan das sollen, Hukum Tata Negara: Kajian Teoritis
antara teori dan kenyataan. Hal ini dan Yuridis Terhadap Konstitusi
dikarenakan perkembangan hukum

96 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum


Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA

Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,


1999).
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001).
Lawrence W. Friedman, American Law:
An invaluable guide to the many faces
of the law, and how it affects our daily
our daily lives, (New York: W.W.
Norton & Company, 1984).
Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra,
Hukum Sebagai Suatu Sistem,
(Bandung: CV. Mandar Maju, 2003).
Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa
Depan Pembangunan Hukum
Nasional, Makalah disampaikan dalam
“Seminar Pembangunan Hukum
Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli
2003.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum
Dalam Konteks Ke-Indonesiaan,
(Jakarta: Penerbit CV Utomo, 2006).
Soetanto Soepiadhy, Undang-Undang Dasar
1945: Kekosongan Politik Hukum
Makro, (Purwanggan: Kepel Press,
2004).
Tatang. M. Amirin, Pokok-Pokok Teori
Sistem, (Jakarta: Rajawali Press,
2003).
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu
Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2006).
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945.
W. Friendman,Teori dan Filsafat Hukum,
susunan I. Telaah Keritis Atas Teori
Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
1990).

RR. Lyia Aina Prihardiati


Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 97

Anda mungkin juga menyukai