4898 13481 1 SM
4898 13481 1 SM
1
RR. Lyia Aina Prihardiati
DOI: http://dx.doi.org/10.33603/hermeneutika.v3i2
Diterima: 15 Desember 2020; Direvisi: 25 Januari 2021; Dipublikasikan: Februari 2021
Abstrak: Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis di
Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan
tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia maka hakikatnya
jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat
Indonesia yang pluralistik. Permasalahannya adalah Bagaimana perkembangan penerapan
teori hukum pembangunan dalam sistem hukum nasional dan Bagaimana pengaruh teori hukum
pembangunan bagi modernisasi hukum nasional das sein dan das sollen. Metode penelitiannya
menggunakan Metode Pendekatan, Penelitian ini termasuk dalam bentuk penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang memberi pemahaman terhadap permasalahan norma yang
dialami oleh ilmu hukum dogmatif dalam kegiatannya mendeskripsikan norma hukum,
merumuskan norma hukum (membentuk peraturan perundang-undangan), dan menegakkan
norma hukum (praktik yudisial). Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis, untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah dan ditarik kesimpulan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pada data sekunder,
Penulis membagi menjadi 3 (tiga), yaitu sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, sumber
hukum tersier. Teknik Analisis Data yang diperoleh akan dianalisis secara analisis deskriptif
kualitatif. Kesimpulannya adalah Perkembangan Penerapan Teori Hukum Pembangunan Dalam
Sistem Hukum Nasional. Perkembangan sistem hukum nasional tentunya merupakan input dari
lapisan masyarakat dalam melihat pelaksanaan sistem hukum yang ada saat ini.
1
RR. Lyia Aina Prihardiati
lyiaaian@gmail.com
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA
Indonesia yang pluralistik. Kedua, secara Approach) ditambah dengan teori Hukum
dimensional maka Teori Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi
Pembangunan memakai kerangka acuan mekanisnya). Mochtar mengolah semua
pada pandangan hidup (way of live) masukan tersebut dan menyesuaikannya
masyarakat serta bangsa Indonesia pada kondisi Indonesia.8 Ada sisi menarik
berdasarkan asas Pancasila yang bersifat dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc
kekeluargaan maka terhadap norma, asas, Dougal dimana diperlihatkan betapa
lembaga dan kaidah yang terdapat dalam pentingnya kerja sama antara pengemban
Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif hukum teoritis dan penstudi pada umumnya
sudah merupakan dimensi yang meliputi (scholars) serta pengemban hukum praktis
structure (struktur), culture (kultur) dan (specialists in decision) dalam proses
substance (substansi) sebagaimana melahirkan suatu kebijakan publik, yang di
dikatakan olehLawrence W. Friedman.5 satu sisi efektif secara politis, namun di sisi
Ketiga, pada dasarnya Teori Hukum lainnya juga bersifat mencerahkan.
Pembangunan memberikan dasar fungsi Mochtar Kusumaatmadja secara
hukum sebagai “sarana pembaharuan cemerlang mengubah pengertian hukum
masyarakat”6 (law as a tool social sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai
engeneering) dan hukum sebagai suatu sarana (instrument) untuk membangunan
sistem sangat diperlukan bagi bangsa masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang
Indonesia sebagai negara yang sedang melandasi konsep tersebut adalah bahwa
berkembang.7 ketertiban dan keteraturan dalam usaha
Dikaji dari perspektif sejarahnya pembangunan dan pembaharuan memang
maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir Teori diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa
Hukum Pembangunan dan elaborasinya hukum dalam arti norma diharapkan dapat
bukanlah dimaksudkan penggagasnya mengarahkan kegiatan manusia kearah yang
sebagai sebuah “teori” melainkan “konsep” dikehendaki oleh pembangunan dan
pembinaan hukum yang dimodifikasi dan pembaharuan itu.
diadaptasi dari teori Roscoe Pound “Law as Oleh karena itu, maka diperlukan
a tool of social engineering” yang sarana berupa peraturan hukum yang
berkembang di Amerika Serikat. Apabila berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai
dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis dengan hukum yang hidup dalam
Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. masyarakat. Lebih jauh, Mochtar
Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. berpendapat bahwa pengertian hukum
dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai
Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-
5
undangan dalam proses pembaharuan
Lawrence W. Friedman, American Law: An hukum lebih menonjol, misalnya jika
invaluable guide to the many faces of the law, and
how it affects our daily our daily lives, (New York: dibandingkan dengan Amerika Serikat
W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 1-8. yang menempatkan yurisprudensi
6
Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa (khususnya putusan the Supreme Court)
Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah pada tempat lebih penting.
disampaikan dalam “Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003,
hlm. 7.
7 8
Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum
Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: CV. Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, (Jakarta: Penerbit
Mandar Maju, 2003, hlm. 5. CV Utomo, 2006), hlm. 411.
86 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA
2. Konsep hukkum sebagai “alat” akan Mochtar lebih memilih makna denotative
mengakibatkan hasil yang tidak jauh dari pembangunan daripada makna
berbeda dengan penerapan “legisme” konotatifnya yang bertendensi politik.
sebagaimana pernah diadakan pada Dalam konteks politik ketika itu,
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia pembangunan adalah jargon politik orde
ada sikap yang menunjukkan kepekaan baru yang dimaksudkan sebagai anti tesis
masyarakat untuk menolak penerapan terhadap suatu orientasi politik orde lama
konsep seperti itu. yang terlalu ideologis tapi miskin program
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga kerja (karya). Menariknya meskipun
hukum internasional, maka konsep mochtar adalah sebagian dari kekuasaan
hukum sebagai sarana pembaharuan orde baru.
masyarakat sudah diterapkan jauh
sebelum konsep ini diterima secara II. METODE PENELITIAN
resmi sebagai landasan kebijakan Penelitian ini termasuk dalam bentuk
hukum nasional.9 penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian
Istilah hukum dan pembangunan yang memberi pemahaman terhadap
menjadi sangat identik dengan mochtar permasalahan norma yang dialami oleh ilmu
paling tidak karena dua alasan. Pertama hukum dogmatif dalam kegiatannya
mochtar memperkenalkan sekaligus mendeskripsikan norma hukum,
mayakinkan bahwa hukum bukan saja dapat merumuskan norma hukum (membentuk
tapi harus berperan dalam pembangunan. peraturan perundang-undangan), dan
Dengan perkataan lain, mochtar menegaskan menegakkan norma hukum (praktik
mengenai fungsi hukum dalam yudisial).11 Penelitian normatif menekankan
pembangunan. Kedua mochtar mengusung pada penggunaan norma-norma hukum
gagasan tersebut ketika istilah secara tertulis yang diharapkan mampu
“pembangunan” menjadi terminologi politik menjawab secara rinci dan sistematis dan
orde baru yang sakti dan sakral yang harus menyeluruh mengenai teori hukum
diterapkan pada setiap bidang kehidupan pembangunan antara das sein dan das sollen.
termasuk pembangunan hukum. Bagi Tipe penelitian yang digunakan dalam
kalangan yang memberikan apresiasi penelitian ini adalah deskriptif analisis,
khususnya di lingkungan Fakultas Hukum untuk memperoleh kejelasan penyelesaian
Unpad kemudian mempopulerkan gagasan masalah dan ditarik kesimpulan, yaitu dari
ini sebagai “Teori Hukum Pembangunan”, hal yang bersifat umum menuju ke hal yang
meskipun Mochtar sendiri tidak pernah bersifat khusus untuk menggambarkan
secara langsung menyebut gagasannya itu mengenai teori hukum pembangunan antara
sebagai teori hukum pembangunan.10 das sein dan das sollen.
Pembangunan menurut Mochtar Sumber data yang digunakan dalam
esensinya adalah perubahan. Dengan penelitian ini adalah data sekunder. Pada
menggunakan makna ini tampaknya data sekunder, Penulis membagi menjadi 3
(tiga), yaitu:
9
Ibid, hlm. 415. a. Sumber Hukum Primer, yaitu sumber
10
Namun, dalam suatu wawancara yang hukum yang menjadi pengikat/landasan
dilakukan oleh Shidarta, Mochtar pernah menyebut hukumnya seperti Undang-Undang
gagasannya itu sebagai Teori Hukum Pembangunan.
Lihat Shidarta, “Posisi Pemikiran Teori Hukum
11
Pembangunan Dalam Konfigurasi Aliran Pemikiran I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian
Hukum” dalam Shidarta (ed.), Mochtar Kusuma- Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum,
Atmadja...., Op. cit., note 3, hlm. 10. (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), hlm. 84.
RR. Lyia Aina Prihardiati
Teori Hukum Pembangunan Antara Das Sein Dan Das Sollen 87
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA
13
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 5.
14
Elias M. Awad, Richard D. Irwin, System
12
Tatang. M. Amirin, Pokok-Pokok Teori Analysis and Design, Homewood, Illionis, 1979, hlm.
Sistem, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm.1. 4.
88 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA
masyarakat itu sendiri. Sub sistem antara kepentingan das sein dan das
hukum-sub sistem hukum Indonesia sollen, antara teori dan kenyataan.
tentunya tidak boleh bertentangan Sejalan dengan hal di atas juga,
dengan semangat nilai-nilai yang hidup dikarenakan hukum selalu terbuat
dalam masyarakat Indonesia. Di sisi (secara pasif) atau dibuat (secara aktif)
lainnya, pengaruh dari sistem hukum untuk suatu masyarakat, maka hukum
yang lainnya seperti sistem hukum nasional Indonesia yang harus dibentuk
anglo saxon, sistem hukum eropa itu pun harus dibuat untuk masyarakat
kontinental, sistem hukum islam yang hidup dalam empat gelombang
maupun sistem hukum adat harus peradaban sekaligus.19 Hal tersebut
dijadikan sebagai bahan pembanding berarti bahwa sekalipun seluruh hukum
bagi terciptanya sistem hukum nasional harus bersumber dan diilhami
Indonesia yang lebih baik lagi. oleh Undang-undang Dasar 1945
Pengadopsian sebuah sistem sebagai konstitusi bangsa Indonesia
hukum tanpa proses filterisasi akan yang berlindung di bawah Negara
bertentangan dengan semangat cita Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
negara pada akhirnya akan perbedaan-perbedaan kebutuhan bagi
menimbulkan gejolak sosial yang tiap-tiap dan masing-masing generasi
berkepanjangan akibat dari mau tidak mau harus diperhatikan dan
ketidaksesuaian penerapan hukum di diberi saluran dan tempatnya di dalam
tengahtengah masyarakat. Hasrat untuk sistem hukum nasional Indonesia.20
membangun sebuah sistem hukum yang Pengembangan sistem hukum nasional
memiliki pondasi yang kokoh tentunya tentunya diharapkan dapat merangkum
harus bersumber kepada nilai-nilai dan semua golongan, kaum, suku, ras,
cita negara Indonesia itu sendiri. Karena agama sebagai bentuk pluralisme yang
itu, pemikiran terhadap peranan hukum tertanam di dalam konsep Negara
sebagai alat perubahan dan Kesatuan Republik Indonesia.
pembangunan itu perlu ditempatkan Perangkuman tersebut ke dalam
pada alur persepsi yang disepakati pembangunan sistem hukum nasional
bersama untuk memahami sifat diharapkan mampu menciptakan sistem
hakikatnya dan konsekuensi hukum yang lebih baik lagi dalam
diterimanya konsep tersebut. kerangka ke-bhinneka tunggal ika-an.
Apabila hukum diberi peranan Dalam membangun sistem
sebagai sarana perubahan dan hukum Indonesia yang baik terlebih
pembangunan, pemikiran ini dahulu perlu dilakukan penetapan
membuktikan adanya kesadaran konsensus terhadap struktur dan kultur
terhadap pengaruh timbal balik antara yang dikehendaki agar dalam menyusun
hukum dan masyarakat dan bahwa pengembangan sistem hukum dapat
(karena salah satu sebab) memang mengarah kepada yang telah disepakati
diinginkan agar masyarakat yang dan dicita-citakan tersebut.
bersangkutan berubah secara lebih cepat
dan menuju suatu arah yang tertentu.18
Untuk itu, pembangunan hukum 19
C.F.G Sunaryati Hartono, Bhinneka Tunggal
nasional harus mampu mengimbangkan Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum
Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.
18
C.F.G Sunaryati Hartono, Bhinneka 49.
20
Tunggal…Op.Cit. hlm. 30. Ibid.
90 Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5 No. 1, Februari 2021
p-ISSN 2337-6368 | e-ISSN 2615-4439
http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/HERMENEUTIKA
(moral) bahwa membunuh itu dilarang sebagai semangat dari cita-cita hukum
karena akan memberikan dampak sosial tersebut, atau biasa disebut idea-hukum.
yang kurang baik, sehingga masyarakat Namun, perlu diperhatikan satu hal
yang nyaman dan ideal adalah yang di bahwa konstruksi produk norma
dalamnya tidak ada pembunuhan, oleh tersebut bukanlah sebagai representatif
karenanya muncullah suatu bentuk langsung (direct representative) dari
pemahaman ideal tentang bentuk sein. Perlu dipahamkan bahwa sollen
pengaturan beserta sanksinya untuk merupakan hasil refleksi atas sein,
membuat orang takut dan mencegah bukan reaktif atas sein. Konotasi
untuk membunuh. keduanya sangatlah jauh berbeda. Tentu
Di sini, norma tersebut (sollen) hal ini akan sangat berbeda dengan
adalah perwujudan dari kesadaran sosial pandangan dari para penganut Sosiologi
yang muncul dari refleksi terhadap Hukum yang mengidentikkan hukum
keadaan yang sebenarnya (sein). Sollen sebagai gejala sosial, seperti yang
tidak bisa dipisahkan dari sein karena dinyatakan oleh Lawrence M. Friedman
tidak mungkin bisa disebut sebagai ide dalam bukunya Sistem Hukum
moralis atas hukum (sollen) tanpa Perspektif Ilmu Sosial “Jadi, tekanan
didasari dari sebuah refleksi atas untuk menciptakan sebuah hukum baru,
dinamika empiris sosial (sein). Oleh atau mempertahankan hukum lama,
karenanya, penggambaran atas korelasi muncul dari sikap dan perasaan yang
keduanya adalah sebuah hubungan menampilkan tuntutan kepada sebuah
monodualis, karena berbeda namun kelompok atau individu. Yang menjadi
harus dilihat dalam keterkaitan mutlak. proposisi dasar dalam hakikat sistem
Semangat dari hukum pada hukum adalah bahwa tuntutan-tuntutan
dasarnya diartikan sebagai jiwa dari ini menentukan kandungan isinya.
sein, sehingga sebuah penciptaan Artinya, hukum bukan merupakan suatu
hukum baik oleh institusi formal kekuatan kokoh yang idependen
ataupun lembaga organis di dalam melainkan merupakan respon atas
masyarakat harus memperhatikan aspek tekanan luar dengan cara tertentu yang
ini. Tentunya, sebuah sollen yang tidak mencerminkan kehendak dan kekuatan-
di didasari sein akan berubah menjadi kekuatan sosial yang mengerahkan
hukum otoriter dengan semangat tekanan tersebutt.”
subyektifisme murni dan sebatas pada Dasar berpikir Friedman tersebut
pragmatisme kekuasaan, tanpa adalah hukum bertolak secara langsung
memperhatikan validitas atasnya. dari reaktif sosial, sehingga hukum tak
Sebagaimana dinyatakan oleh Hans lain adalah gejala sosial. Ia
Kelsen bahwa efektifitas atas hukum memungkinkan untuk segera berganti
sangat bergantung dari validitasnya, dan jika ada kontroversi sosial dan reaktif
validitas sangat bergantung dengan terhadap dinamika atasnya. Jika hukum
realitasnya. adalah produk dari gejala sosial akibat
Jika hal ini diabaikan maka hukum kontroversi didalamnya maka ia tidak
hanya sebatas menjadi alat kekuasaan mempunyai suatu pandangan yang tetap
sebagaimana yang terjadi pada negara terhadapnya, karena unsur reaktif ini
Fasis atau Komunis. Hukum Bukan tentu lebih pada pola pandangan
Gejala Sosial Hukum yang merupakan pragmatisme hukum secara subyektif.
norma-norma memang dijiwai oleh sein Terhadap hal ini, Hazairin secara tegas
di sini adalah ruang empiris (Sein), dari pemahaman lingkup normatif. Saat
sehingga kedua asumsi tersebut pada kesadaran sosial akan hukum dilihat
dasarnya bertentangan satu sama lain. sebagai hasil dari kinerja hukum,
Ranah keilmuan normatif (normologis) sehingga perlu diketahui variabel-
tidak bisa dicampuradukkan dengan variabel bebas dan variabel
ranah keilmuan empiris. Oleh karena terpengaruhnya maka hal yang seperti
kerancuan asumsi yang kontradiktif ini itu masuk di dalam lingkup pemahaman
maka keduanya tidak bisa disatukan empiris.
(fusion) namun cara pandang atas Sedangkan jika dalam hal kesadaran
keduannya dapat digunakan lewat sosial dikaitkan sebagai bagian dari
pendekatan multidisipliner (federasi kesadaran moralis dalam pembentukan
keilmuan). hukum atau norma sehingga memiliki
Dari sini sangat jelas bahwa jiwa dan semangat didalamnya sesuai
Politik Hukum tidak bisa dimasukkan dengan kesadaran masyarakat maka
kedalam ranah Ilmu Hukum yang lingkup tersebut masuk dalam ranah
normatif, melainkan ilmu sosiologis normatif. Kesadaran sosial tidak selalu
yang empiris. Akan sangat berbahaya sama dengan gejala sosial, dalam waktu
jika asumsi ini dibenarkan sebagai tertentu sering keduanya identik
bagian dari Ilmu Hukum, sehingga akan terutama dalam pemahaman lingkup
muncul sebuah konsentrasi berpikir oleh empiris. Kesadaran sosial sebagai
para sarjana hukum bahwa hukum produk hukum berarti penciptaan norma
merupakan produk politik, dan sesuai dengan kehendak nilai-nilai
pembentukan hukum tak lain hanya masyarakat dan kebutuhan didalamnya
sebatas pada aspek konfigurasi politik untuk mewujudkan idea-hukum
semata. Secara perlahan namun pasti, masyarakat yang bertatanan dan tertib,
pemahaman ini akan dapat mengubah sehingga setelah norma tersebut
keadaan negara yang Rechstaat (Negara mencapai bentuk realistisnya baik
Hukum) menjadi Machstaat (Negara tertulis ataupun tidak, maka kepatuhan
Kekuasaan), karena hukum terhadapnya adalah kepatuhan murni
dikendalikan oleh politik peraduan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu
kekuasaan, namun bukan dalam sendiri. Inilah saat yang paling
pemahaman otoritarian melainkan menentukan, dari sudut pandang empiris
kontroversi atau gejala sosial. Di dalam akan muncul pertanyaan, sudahkah
negara demokrasi, pertentangan antar norma atau hukum tersebut membudaya
kekuatan yang bersifat politis lebih atau melembaga? Suatu norma
terasa karena melibatkan para elit dikatakan melembaga dan membudaya
oligarki dan organisasi-organisasi sosial apabila warga masyarakat-baik pribadi
yang berkepentingan dengan melakukan maupun kelompok mengetahui,
tuntutan-tuntutannya dan melakukan menghargai, memahami, dan mentaati
mobilisasi untuk menciptakan (patuh) terhadap norma-norma tersebut.
kontroversi sosial. Mengetahui saja tidaklah cukup,
Pada dasarnya, pemahaman seseorang perlu memahami dan
tentang kesadaran sosial adalah masuk menghargai hukum atau norma tersebut
dalam lingkup empiris, namun tidak sehingga bisa dikatakan bahwa
menutup kemungkinan dalam beberapa aktualisasi terhadapnya sudah benar-
hal tertentu hal itu juga menjadi bagian benar selaras dengan kesadaran sosial,