Anda di halaman 1dari 15

DAYA DIURETIK TUMBUHAN BELALAI GAJAH

(Clinacanthus nutans (Burm.fil.) Lindau)

Ruqiah Ganda Putri Panjaitan, Afandi, Syarifah Ditha Aprilia


Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak
Email: ruqiah.gpp@fkip.untan.ac.id

Abstrak

Latar belakang: Pemanfaatan Clinacanthus nutans dipercaya oleh masyarakat Tionghoa


dapat mengatasi hipertensi, sehingga untuk membuktikan ada tidaknya daya tersebut pada
Clinacanthus nutans adalah dengan melakukan uji aktivitas diuretik. Tujuan: untuk
mengetahui adanya daya diuretik pada Clinacanthus nutans. Metode: Pengujian ini
menggunakan tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram
yang berumur 2-2.5 bulan sebanyak 35 ekor tikus yang dibagi menjadi 7 kelompok.
Kelompok pertama atau tanpa perlakuan, kelompok kedua dengan pemberian aquades 2.8
ml/200 g berat badan, kelompok ketiga dan keempat dengan pemberian furosemid 0.72
mg/200 g berat badan dan 1.44 mg/200 g berat badan, kelompok kelima, keenam, dan
ketujuh dengan pemberian ekstrak Clinacanthus nutans dosis 75 mg/kg berat badan, 150
mg/kg berat badan, dan 300 mg/kg berat badan. Pengujian ini menggunakan metode
Cumming. Pengumpulan urin dilakukan selama 24 jam, kemudian diukur volume urin, pH
urin, serta kadar natrium dan kalium dalam urin tikus. Hasil penelitian: hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada tanpa perlakuan, pemberian aquades dosis 2.8 ml/200 g berat
badan, furosemid dosis 0.72 mg/200 g berat badan dan 1.44 mg/200 g berat badan, serta
ekstrak Clinacanthus nutans dosis 75 mg/kg berat badan, 150 mg/kg berat badan, dan 300
mg/kg berat badan didapat volume urin secara berturut-turut 13.01±0.07 ml; 13.77±0.17 ml;
15.78± 0.39 ml; 18.13±0.23 ml; 14.05±0.06 ml; 16.78±0.12 ml; 17.98±0.09 ml (p<0.5).
Selanjutnya pH urin secara berturut-turut 7.02±0.04; 7.11±0.02; 7.21±0.02; 7.58±0.18;
7.15±0.03; 7.37±0.03; 7.44±0.02 (p>0.5). Hasil kadar natrium pada urin secara berturut-
turut 1.06±0.03 mEq/ml; 1.14±0.03 mEq/ml; 2.17±0.09 mEq/ml; 4.01±0.069 mEq/ml;
1.34±0.08 mEq/ml; 1.49±0.02 mEq/ml; 1.77 ±0.05 mEq/ml (p<0.5) dan kadar kalium pada
urin secara berturut-turut 0.5±0.03 mEq/ml; 0.57±0.018 mEq/ml; 0.98±0.023 mEq/ml;
1.88±0.04 mEq/ml; 0.6±0.02 mEq/ml; 0.76±0.021 mEq/ml; 0.87±0.032 mEq/ml (p<0.5).
Kesimpulan: ekstrak Clinacanthus nutans pada dosis 300 mg/kg berat badan memiliki
kemampuan meningkatkan volume urin yang mendekati volume urin dengan pemberian
furosemid 1.44 mg/200 g berat badan. Ekstrak Clinacanthus nutans pada dosis 75 mg/kg
berat badan memiliki pH urin yang mendekati pH urin dengan pemberian aquades dosis 2.8
ml/200 g berat badan dan furosemid 0.72 mg/200 g berat badan. Pemberian ekstrak
Clinacanthus nutans pada dosis 75 mg/kg berat badan memiliki kadar kalium pada urin yang
mendekati kadar kalium urin dengan pemberian aquades.

Kata Kunci: Clinacanthus nutans, Daya Diuretik, Urin

PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal
kronis, penyebab utama kematian secara global (Pulipati, Mares, & Bakris, 2021). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana setelah dua kali pengukuran
secara terpisah terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau diastoliknya
≥90 mmHg (Li et al., 2018; Nuraini, 2015; Mills, Stefanescu, & He, 2020). Jika dibiarkan
maka penyakit ini dapat mengganggu fungsi dari organ yang lainnya seperti jantung dan
ginjal yang termasuk organ vital (Paramita et al., 2017). Gejala yang dapat ditimbulkan pada
penderita hipertensi yaitu nyeri dada, masalah penglihatan, telinga berdenging, kelelahan,
kebingungan, sakit kepala, rasa berat di tengkuk, vertigo, mimisan, dyspnea/sesak napas,
peningkatan frekuensi urin, mual, sleep apnea, detak jantung tidak teratur (Hafsa et al., 2018;
Saputra & Fitria, 2016). Faktor penyebab terjadinya hipertensi yaitu usia, riwayat keluarga,
kelebihan berat badan/obesitas, tidak aktif secara fisik, menggunakan tembakau, terlalu
banyak garam (natrium) dalam makanan yang dikonsumsi, terlalu sedikit kalium dalam
makanan yang dikonsumsi, terlalu banyak mengkonsumsi alkohol (Sharma, Beria, Gupta,
Manokaran, & Reddy, 2019). Hipertensi sering terjadi pada penderita penyakit ginjal kronis
(Ku, Lee, Wei, & Weir, 2019).

Penanggulangan hipertensi sangat diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah
terjadinya komplikasi. Penanggulangan hipertensi dapat dilakukan dengan non-farmakologis
seperti upaya penurunan berat badan dan pembatasan asupan garam. Adapun penanggulangan
secara farmakologis seperti terapi dengan obat antihipertensi, salah satunya yaitu diuretika
(Saputra & Fitria, 2016). Diuretik merupakan obat yang dapat meningkatkan produksi urin
karena adanya ekskresi air dan elektrolit oleh ginjal (Kalabharathi et al., 2015; Kehrenberg &
Bachmann, 2022). Terjadinya penumpukan cairan dalam jaringan tubuh disebabkan
ketidakmampuan ginjal melepas natrium dan air yang dikeluarkan bersamaan. Diuretik dapat
digunakan untuk mengobati edema, gagal jantung, hipertensi (Kehrenberg & Bachmann,
2022). Diuretik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu diuretik loop, diuretik
thiazide, dan diuretik hemat kalium (Al-Saadi, Al-Kharusi, & Abdulrahman, 2020; Ellison,
2019; Pareek, Ram, & Messerli, 2022).

Diuretik digunakan untuk memperbaiki komposisi dan volume cairan dalam tubuh, yang
mengatasi hipertensi (Elmahdy, Allehyani, Shehata, & Alanazi, 2021; Mulyani, Rosa, &
Huriah, 2015). Mekanisme kerja dari obat diuretik dalam menurunkan tekanan darah yaitu
dengan membantu fungsi ginjal dalam menyaring, membuang garam dan air, yang nantinya
akan mengurangi volume cairan di dalam tubuh sehingga menurunnya juga tekanan darah
(Pratiwi, 2017; Saputra & Fitria, 2016). Hipertensi umumnya diobati dengan menggunakan
obat-obatan sintetis seperti furosemid (Nurihardiyanti, Yuliet, & Ihwan, 2015; Pathmanathan,
Wardana, Widianti, 2019; Susilowati, 2019; Susilowati & Nur’aini, 2022). Furosemid
merupakan salah satu diuretik loop yang dapat menurunkan reabsorbsi natrium yang
dihasilkan dari ginjal. Furosemid dapat menghambat co-transporter Na-K-Cl luminal di
lengkung Henle dengan cara mengikat ke saluran transportasi klorida. Dalam hal ini,
peningkatan kadar Na, Cl, dan K tetap dalam urin (Tamas et al., 2022). Penggunaan
furosemid dalam jangka panjang diketahui dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
elektrolit (kehilangan natrium dan kalium yang berlebihan), penipisan volume sehingga
kemungkinan dapat menyebabkan serangan jantung aritmia dan hipotensi, hipomagnesemia
pada beberapa pasien terutama pada pasien dengan defisiensi magnesium, glucose
intolorence juga mempunyai peran penting dalam proses terjadinya hiperglikemia (Eid et al.,
2020; Lestari & George, 2019; Swandayani, 2015).

Selain penanggulangan secara non-farmakologis dan farmakologis, adapun penanggulangan


hipertensi dengan terapi menggunakan obat herbal yaitu menggunakan bahan alami seperti
tanaman obat secara tradisional maupun tanaman yang sudah teruji secara klinis/preklinis
(Disi, Anwar, & Eid, 2016; Saputra & Fitria, 2016; Swastini, 2021). Pada penelitian ini
pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat obat dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat
Tionghoa dalam memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk hipertensi dengan memanfaatkan
tumbuhan belalai gajah (Clinacanthus nutans). Clinacanthus nutans termasuk dalam anggota
famili Acanthaceae. Tanaman ini populer dan tersebar luas di negara tropis seperti Thailand,
Malaysia, Indonesia, Afrika, Brasil, dan Amerika Tengah (Alam et al., 2016; Yoe, Yap, Koh,
Ng, & Chye, 2016).

Tumbuhan belalai gajah dipercaya masyarakat Tionghoa sebagai ramuan obat tradisional.
Masyarakat Tionghoa dikenal sejak zaman dahulu sudah memanfaatkan tumbuhan yang
berkhasiat obat untuk pengobatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tedi, Fadly, & Dahlia (2017) bahwa telah lebih dari 3000 tahun, obat tradisional Cina
menjadi bagian dari budaya dan telah puluhan abad menyebar luas ke seluruh penjuru dunia,
salah satunya yaitu di Indonesia. Adapun dalam penelitian Yassir & Asnah (2018); Xiong,
Sui, Ahmed, Wang, & Long (2020) bahwa pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia salah
satunya yaitu negara Indonesia dan negara Asia lainnya seperti India dan Cina yang telah
berlangsung ribuan tahun lalu. Secara ilmiah tumbuhan belalai gajah memiliki potensi dalam
pengobatan seperti antikanker, antidiabetes, antibakteri, anti-inflamasi, anti-peradangan saraf,
antimikroba, antitumor dan antioksidan, antibiotik dan antiapoptosis (Afizan et al., 2019;
Azam et al., 2020; Azemi, Mokhtar, & Rasool, 2020; Hanafiah et al., 2019; Kong & Sani,
2018; Lim et al., 2020; Lin, Chen, Lung, & Chen, 2021; Ong, Herr, Sun, & Lin, 2022; Panya
et al., 2020).

Penelitian sebelumnya oleh Dewinta, Mukono, & Mustika (2020) menunjukkan bahwa
pemberian daun Clinacanthus nutans dengan dosis 75 mg/kg berat badan secara signifikan
dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus model diabetes. Sebelumnya, Nurulita,
Dhanutirto, & Soemardji (2008) menyatakan pemberian ekstrak air daun Clinacanthus
nutans dosis 150 mg/kg berat badan dapat mengakibatkan turunnya kadar glukosa darah pada
mencit diabetes dengan induksi aloksan. Demikian pula Nizar, Andriane, & Trisnadi (2022)
yang melaporkan bahwa pemberian ekstrak air daun Clinacanthus nutans dosis 75 mg/kgBB
efektif menurunkan kadar glukosa darah pada tikus model diabetes.

Asumsi di masyarakat bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman untuk digunakan jika
dibandingkan dengan obat modern yang beredar di pasaran, hal ini karena tumbuhan obat
yang bersifat alami tidak mengandung zat-zat yang dapat bersifat toksik bagi tubuh serta obat
tradisional diyakini memiliki efek samping yang relatif lebih kecil. Selain itu obat tradisional
mudah diperoleh di sekitar lingkungan tempat tinggal bahkan ada yang sengaja ditanam di
pekarangan rumah. Obat tradisional juga banyak dipilih karena dalam pengolahannya tidak
rumit sehingga dapat diolah sendiri di rumah tanpa memerlukan peralatan khusus, dan yang
paling utama obat tradisional dinilai lebih murah. Pernyataan di atas ini sejalan dengan
penelitian Ekor (2014); Moreira, Teixeira, Monteiro, Oliveira, & Paumgartten (2014); Singh,
Mishra, Singh, Goswami, Singh, & Tiwari (2015) yang menyatakan bahwa pemanfaatan
tumbuhan obat untuk pengobatan hipertensi lazim dilakukan karena tidak ada efek
sampingnya, mudah didapat, dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Adapun dalam
penelitian ini dilakukan uji aktivitas diuretik tumbuhan belalai gajah untuk membuktikan
daya duretik tumbuhan belalai gajah dalam kaitannya dimanfaatkan untuk mengatasi
hipertensi.

BAHAN DAN METODE

Tahap ekstraksi
Tumbuhan belalai gajah dibeli di pasar tradisional yang ada di Pontianak. Daun dan batang
tumbuhan belalai gajah yang telah dibersihkan, disiangi, dan didapat berat basahnya 2.743
kg. Selanjutnya, daun dan batang tumbuhan belalai gajah dikeringkan pada ruangan terbuka
dan didapat berat kering sampel sebesar 486 gram. Tumbuhan belalai gajah kemudian
diekstraksi secara maserasi menggunakan etanol teknis 96%. Proses ekstraksi dilakukan
selama 3 x 24 jam dengan penggantian setiap 24 jam, selanjutnya maserat hasil perendaman
sampel disaring menggunakan kertas saring sehingga didapat maserat pertama, kedua, dan
ketiga. Ketiga maserat tersebut digabung dan dipekatkan dan dari hasil pemekatan diperoleh
berat ekstrak 53.572 gram dengan rendemen 11.02%.

Hewan coba
Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dengan berat badan 200-250
gram yang berumur 2-2.5 bulan sebanyak 35 ekor tikus diperoleh dari laboratorium Pusat
Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sebelum percobaan, semua
tikus diaklimatisasi selama 7 hari dengan diberi pakan standar dan minum ad libitum. Setelah
dilakukan aklimatisasi kemudian semua tikus diamati kesehatannya dengan cara menimbang
bobot badan setiap harinya di waktu yang sama. Penelitian ini telah mendapat persetujuan
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Universitas Respati, Yogyakarta dengan diterbitkannya
Ethical Clearance nomor 214.3/FIKES/PL/X/2021.

Pengujian aktivitas diuretik tumbuhan belalai gajah


Tikus dibagi menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Kelompok I
tidak diberi sediaan uji (tanpa perlakuan), kelompok II yaitu pemberian aquades dengan dosis
2.8 ml/200 g berat badan, kelompok III yakni pemberian furosemid dengan dosis 0.72
mg/200 g berat badan. Dosis pemberian furosemid mengacu pada Wardani (2016). Kelompok
IV dengan pemberian furosemid dosis 1.44 mg/200 g berat badan. Kelompok V, VI, dan VII
dengan pemberian ekstrak tumbuhan belalai gajah dengan dosis 75 mg/kg berat badan, 150
mg/kg berat badan, dan 300 mg/kg berat badan. Dosis pemberian ekstrak tumbuhan belalai
gajah mengacu pada (Dewinta et al., 2020). Pengujian diuretik mengikuti metode Cumming
(Panjaitan & Bintang, 2014). Tikus dipuasakan selama ±18 jam, kemudian ditimbang bobot
badannya. Pemberian sediaan uji didahului dengan pemberian aquades sebanyak 4 ml/200 g
berat badan per oral (loading dose). Setelah 30 menit pemberian loading dose, diberikan
sedian uji sesuai dengan kelompoknya. Semua kelompok perlakuan diberikan secara oral
pada masing-masing tikus dengan menggunakan sonde lambung. Setelah pemberian sedian
uji, tikus dimasukkan ke dalam kandang individu (1 kandang berisi 1 ekor tikus).

Pengukuran volume urin, pH urin, kadar natrium, dan kadar kalium


Pengumpulan urin dilakukan selama 24 jam, kemudian diukur volume urin, pH urin, kadar
natrium, dan kadar kalium pada urin tikus. Untuk penentuan pH urin dengan menggunakan
pH meter. Adapun penentuan kadar natrium dan kalium dalam urin diukur dengan
menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 589.0 nm
untuk natrium dan 766.5 nm untuk kalium.

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 perlakuan
dengan 5 ulangan. Data urin dianalisis menggunakan ANOVA, dilanjutkan data yang berbeda
nyata pada taraf 5% diuji lanjut dengan Duncan New Multiple Range Test menggunakan
program SPSS versi 25.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Diuretik merupakan obat yang dapat meningkatkan laju produksi urin, ekskresi natrium,
mengatur volume dan komposisi cairan dalam tubuh. Diuretik digunakan dalam berbagai
penyakit seperti gagal jantung kongestif, sindrom nefritik, sirosis, gagal ginjal, hipertensi, dan
toxemia (Kateel, Rai, & Kumar, 2014), dan aktivitas maupun aksi dari diuretik dapat
ditentukan berdasarkan pengeluaran urin (Fekadu et al., 2017). Sehubungan dengan
pemanfaatan tumbuhan belalai gajah sebagai antihipertensi maka dalam penelitian dilakukan
uji aktivitas diuretiknya. Parameter yang digunakan dalam penelitian aktivitas diuretik
ekstrak tumbuhan belalai gajah ini adalah volume, pH, kadar natrium, dan kadar kalium
dalam urin tikus (Tabel 1.)
Tabel 1. Rata-Rata dan Standar Deviasi Volume, pH, Kadar Natrium, dan Kadar Kalium
Urin Tikus Tanpa Perlakuan, Aquades dosis 2.8 ml/200 g berat badan, Furosemid dosis 0.72
mg/200 g berat badan dan 1.44 mg/200 g berat badan, Ekstrak Tumbuhan Belalai Gajah dosis
75 mg/kg berat badan, 150 mg/kg berat badan, dan 300 mg/kg berat badan.
Parameter
Kelompok Na urin K urin
Volume urin (ml) pH urin
(mEq/ml) (mEq/ml)
Tanpa Perlakuan 13.01a ± 0.07 7.02a ± 0.04 1.06a ± 0.03 0.5a ± 0.03
Aquades dosis 2.8 ml/200 g 13.77 ± 0.17
b
7.11 ± 0.02 1.14 ± 0.03 0.57b ± 0.018
ab b

berat badan
Furosemid dosis 0.72 mg/200 g 15.78d ± 0.39 7.21b ± 0.02 2.17f ± 0.09 0.98e ± 0.023
berat badan
Furosemid dosis 1.44 mg/200 g 18.13f ± 0.23 7.58d ± 0.18 4.01g ± 0.069 1.88f ± 0.04
berat badan
Ekstrak Tumbuhan Belalai 14.05c ± 0.06 7.15b ± 0.03 1.34c ± 0.08 0.6b ± 0.02
Gajah dosis 75 mg/kg berat
badan
Ekstrak Tumbuhan Belalai 16.78e ± 0.12 7.37c ± 0.03 1.49d ± 0.02 0.76c ± 0.021
Gajah dosis 150 mg/kg berat
badan
Ekstrak Tumbuhan Belalai 17.98f ± 0.09 7.44c ± 0.02 1.77e ± 0.05 0.87d ± 0.032
Gajah dosis 300 mg/kg berat
badan
Keterangan: - Angka yang tertera setelah simbol ± menunjukkan nilai standar deviasi (SD).
- Angka yang diikuti dengan huruf berbeda (a,b,c,d,e,f,g) menunjukkan beda nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%

Hasil volume urin tikus pada pemberian ekstrak tumbuhan belalai gajah dengan dosis 300
mg/kg berat badan sebesar 17.98 ml. Hasil volume urin dari perlakuan tersebut mendekati
hasil volume urin yang dihasilkan pada kelompok pemberian furosemid dosis 1.44 mg/200 g
berat badan sebesar 18.13 ml. Volume urin pada pemberian ekstrak tumbuhan belalai gajah
dengan dosis 75 mg/kg berat badan dan 150 mg/kg berat badan sebesar 14.05 ml dan 16.78
ml, pada pemberian furosemid dosis 0.72 mg/200 g berat badan sebesar 15.78 ml, sedangkan
volume urin tanpa perlakuan dan aquades dosis 2.8 ml/200 g berat badan sebesar 13.01 ml
dan 13.77 ml. Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa volume urin antar perlakuan
berbeda nyata (p<5%), kecuali antara kelompok ekstrak tumbuhan belalai gajah dengan dosis
300 mg/kg berat badan dengan kelompok pemberian furosemid dosis 1.44 mg/200 g berat
badan tidak berbeda nyata (p>5%). Dengan demikian diduga bahwa sediaan ekstrak
tumbuhan belalai gajah dosis 300 mg/kg berat badan tersebut memiliki aktivitas diuretik loop
(diuretik kuat) sebagaimana halnya furosemid dosis 1.44 mg/200 g berat badan. Menurut
Nurihardiyanti, Yuliet, & Ihwan (2015) furosemid merupakan obat diuretik yang sering
digunakan sebagai standar pembanding pada pengujian aktivitas diuretik.

Rata-rata pH urin pada semua kelompok perlakuan berada pada kategori pH urin normal,
sebagaimana dinyatakan Nurihardiyanti, Yuliet, & Ihwan (2015) bahwa nilai derajat
keasaman (pH) urin pada tikus dapat dikatakan normal jika berada di antara 7.30-8. Walau
demikian, secara statistik pH urin tikus antar kelompok perlakuan berbeda nyata (p<5%).

Peningkatan pada volume urin juga mengakibatkan peningkatan ekskresi elektrolit. Diuretik
pada umumnya mampu meningkatkan ekskresi volume urin, natrium, dan kalium
(Andriyanto, Poniman, Sutisna, & Manalu, 2013). Kadar kalium memiliki pengaruh terhadap
tekanan darah jika terjadi peningkatan pada kadar natrium dalam tubuh, akan tetapi jika di
dalam tubuh kadar natrium dalam keadaan normal atau kurang maka tidak terdapat pengaruh
apapun terhadap tekanan darah. Gabungan antara kadar kalium dan natrium memiliki
hubungan bermakna dengan tekanan darah jika dibandingkan hanya kadar kalium atau
natrium saja (Tulungnen, Sapulete, & Pangemanan, 2016). Pada Tabel 1. kadar natrium
dalam urin kelompok dengan pemberian aquades 2.8 ml/200 g berat badan sebesar 1.14
mEq/ml, kelompok dengan pemberian furosemid dosis 0.72 mg/200 g berat badan dan 1.44
mg/200 g berat badan masing-masing sebesar 2.17 mEq/ml dan 4.01 mEq/ml, sedangkan
pada kelompok dengan pemberian ekstrak tumbuhan belalai gajah dosis 75 mg/kg berat
badan, 150 mg/kg berat badan, dan 300 mg/kg berat badan masing-masing sebesar 1.34
mEq/ml, 1.49 mEq/ml, dan 1.77 mEq/ml. Berdasarkan analisis statistik, kadar natrium dalam
urin tikus antar kelompok perlakuan berbeda nyata (p<5%).

Dengan meningkatnya kadar natrium maka terjadi pula peningkatan kadar kalium pada urin.
Pada kelompok dengan pemberian ekstrak tumbuhan belalai gajah dengan dosis 75 mg/kg
berat badan, 150 mg/kg berat badan, dan 300 mg/kg berat badan kadar kalium dalam urin
tikus sebesar 0.6 mEq/ml, 0.76 mEq/ml, dan 0.87 mEq/ml. Kadar kalium pada perlakuan
tesebut cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kadar kalium pada
kelompok pemberian aquades 2.8 ml/200 g berat badan yaitu 0.57 mEq/ml. Hal ini terjadi
diduga karena pada kelompok tersebut mengalami peningkatan kadar natrium dalam urin
sehingga menyebabkan kadar kalium dalam urin juga mengalami peningkatan. Sejalan
dengan pernyataan Tulungnen et al. (2016), kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
khasiat yang dimilikinya sebagai diuretik yang menyebabkan terjadinya peningkatan
pengeluaran natrium dan cairan. Keseimbangan dari natrium dan kalium memiliki peran
penting dalam menjaga volume darah. Meskipun sebagian besar terfokuskan pada natrium,
akan tetapi keseimbangan kalium juga sangat penting untuk regulasi tekanan darah dan
memodulasi efek natrium pada tekanan darah. Asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan
tekanan darah dengan pengembangan keseimbangan dari natrium (Burnier, 2019). Berbeda
halnya dengan daya diuretik furosemid, kadar kalium dalam urin pada kelompok pemberian
ekstrak tumbuhan belalai gajah tersebut tidak sebesar kadar kalium yang terdapat dalam urin
pada kelompok pemberian furosemid dosis 0.72 mg/g berat badan dan 1.44 mg/g berat badan
yaitu 0.98 mEq/ml dan 1.88 mEq/ml. Pada pengukuran kadar kalium, kelompok tanpa
perlakuan menunjukkan paling rendah dibanding perlakuan lainnya yaitu 0.50 mEq/ml.
Secara statistik kadar kalium dalam urin antar kelompok perlakuan berbeda nyata (p<5%).
Lebih lanjut, dari Tabel 1. diketahui bahwa ekstrak tumbuhan memiliki daya diuretik, dan
daya diuretiknya berbeda dengan akuades dan furosemid. Ekstrak tumbuhan belalai gajah
selain meningkatkan volume urin juga meningkatkan kadar natrium dan kalium dalam urin,
namun cenderung hemat kalium. Diasumsikan bahwa ekstrak tumbuhan belalai gajah
memiliki mekanisme diuretik hemat kalium.

Diuretik hemat kalium paling sering digunakan untuk mengoreksi defiensi kalium pada
pasien hipertensi atau untuk mengobati aldoteronisme primer (Sarafidis, Georgianos, &
Lasaridis, 2010). Adapun mekanisme kerja diuretik hemat kalium bekerja di bagian tubulus
kontortus distal dan di duktus pengumpul dengan menghambat pertukaran natrium/kalium
atau memblokir saluran natrium apikal (amilorida dan triamterene) dan yang memusuhi
reseptor mineralokortikoid (eplerenone dan spironolactone). Eplerenone dan spironolactone
merupakan antagonis kompetitif dari efek aldosteron di bagian tubulus distal. Semuanya
merupakan diuretik lemah tetapi merupakan agen antihipertensi yang efektif terutama pada
hipertensi rendah renin (tergantung garam) (Ellison, 2019; Kennelly, Sapkota, Azhar,
Cheema, Conway, & Hameed, 2022; Snigdha, Kumar, Jaya, & Kasana, 2013; Tamargo,
Segura, & Ruilope, 2014; Wiley & Sons, 2011).

KESIMPULAN

Ekstrak tumbuhan Clinacanthus nutans memiliki daya diuretik, dan mekanisme kerjanya
sebagai diuretik hemat kalium.
DAFTAR PUSTAKA

Afizan NM, Rahman NA, Nurliyana MY, Afiqah MNFNN, Osman MA, Hamid M, et al.
Antitumor and antioxidant effect of Clinacanthus nutans Lindau in 4 T1 tumor bearing mice.
BMC Complementary and Alternative Medicine. 2019; 19 (340): 8.

Alam A, Ferdosh S, Ghafoor K, Hakim A, Juraimi AS, Khatib A, et al. Clinacanthus nutans:
a review of the medicinal uses, pharmacology and phytochemistry. Asian Pacific Journal of
Tropical Medicine. 2016; 9(4): 402.

Al-Saadi TD, Al-Kharusi A, Abdulrahman A. Utilization of beta-blockers and diuretics in


treating heart failure patients in sultan qaboos university hospital. European Journal of
Medical and Health Sciences. 2020; 2(2): 2.

Andriyanto, Poniman, Sutisna A, Manalu W. Evaluasi aktivitas diuretik ekstrak etanol buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai diuretik alami: kadar natrium, kalium, dan pH
urin. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2013; 11(1): 54.

Azam AA, Ismail IS, Kumari Y, Shaikh MF, Abas F, Shaari K. The anti-neuroinflammatory
effects of Clinacanthus nutans leaf extract on metabolism elucidated through 1H NMR in
correlation with cytokines microarray. Plos One. 2020: 22.

Azemi AK, Mokhtar SS, Rasool AHG. Clinacanthus nutans leaves extract reverts endothelial
dysfunction in type 2 diabetes rats by improving protein expression of eNOS. Hindawi. 2020:
8.

Burnier, M. Should we eat more potassium to better control blood pressure in hypertension?.
Nephrol Dial Transplant. 2019; 34: 187.

Dewinta NR, Mukono IS, Mustika A. Pengaruh pemberian ekstrak dandang gendis
(Clinacanthus nutans) terhadap kadar glukosa darah pada tikus wistar model diabetes
melitus. Jurnal Medik Veteriner. 2020; 3(1): 78.

Disi SS, Anwar MA, Eid AH. Anti-hypertensive herbs and their mechanisms of action: part
1. Frontiers in Pharmacology.2016; 6: 2.

Eid PS, Ibrahim DA, Zayan AH, Elrahman MMA, Shehata MAA, Kandil H, et al.
Comparative effect of furosemide and other diuretics in the treatment of heart failure: a
systematic review and combined meta-analysis of randomized controlled trials. Heart Failure
Reviews. 2020: 6.

Ekor M. The growing use of herbal medicines: issues relating to adverse reactions and
challenges in monitoring safety. Frontiers in Pharmacology. 2014; 4: 177.

Ellison DH. Clinical pharmacology in diuretic use. CJASN. 2019; 14: 1248.

Ellison DH. Clinical pharmacology in diuretic use. CJASN. 2019; 14: 1248.

Elmahdy MF, Allehyani NM, Shehata NM, Alanazi MO. Diuretics increase blood creatinine
in the treatment of hypertension. Medico-legal Update. 2021; 21 (2): 780.

Fekadu N, Basha H, Meresa A, Degu S, Girma B, Galeta B. Diuretic activity of the aqueous
crude extract and hot tea infusion of Moringa stenopetala (Baker f.) Cufod. Leaves in rats.
Journal of Experimental Pharmacology. 2017; 9: 73.

Hafsa K, Ahsan AS, Summaiya I, Zarghoona W, Sana N, Maham R, et al. Prevalence of


clinical signs and symptomps of hypertension: a gender and age based comparison.
Symbiosis. 2018; 5(2): 7.

Hanafiah RM, Kamaruddin KAC, Saikin NAA, Alwani WN, Yakop MF, Lim V, et al.
Antibacterial properties of Clinacanthus nutans extracts against Porphyromonas gingivalis
and Aggregatibacter actinomycetemcomitans: an in-vitro study. Journal of International
Dental and Medical Research. 2019; 12(2): 404.

Kalabharathi HL, Shruthi SL, Vaibhavi PS, Puspha VH, Satish AM, Sibgatullah M. Diuretic
activity of ethanolis roots extract of Mimosa pudica in albino rats. Journal of Clinical and
Diagnostic Research. 2015; 9(12): 5.

Kateel R, Rai MS, Kumar A. Evaluation of diuretic activity of gallic acid in normal rats.
Journal of Scientific and Innovative Research. 2014; 3(2): 219.

Kehrenberg MCA, Bachmann HS. Diuretics: a contempory pharmacological classification?.


Naunyn-Schmiedeberg’s Archives of Pharmacology. 2022; 395: 619.

Kennelly P, Sapkota R, Azhar M, Cheema FH, Conway C, Hameed A. Diuretic therapy in


congestive heart failure. Acta Cardiologica. 2022; 77(2): 100.
Kong HS, Sani AN. Antimicrobial properties of the acetone leaves and stems extracts of
Clinacanthus nutans from three different samples/areas against pathogenic microorganisms.
International Food Research Journal. 2018; 25(4): 1701.

Ku E, Lee BJ, Wei J, Weir MR. Hypertension in CKD: core curriculum 2019. AJKD. 2019;
74 (1): 120.

Lestari MI, George YWH. The use of furosemide in critically ill patients. Crit Care Shock.
2019; 22(4): 208.

Li F, Guo H, Zou J, Chen W, Lu Y, Zhang X, et al. The association of urinary sodium and
potassium with renal uric acid excretion in patients with chronic kidney disease. Kidney &
Blood Pressure Research. 2018; 43: 1312.

Lim SE, Almakhmari MA, Alameri SI, Chin S, Abushelaibi A, Mai C, et al. Antibacterial
activity of Clinacanthus nutans polar and non-polar leaves and stem extracts. Biomedical &
Pharmacology Journal. 2020; 13(3): 1173.

Lin CM, Chen HH, Lung CW, Chen HJ. Recent advancement in anticancer activity of
Clinacanthus nutans (Burm.fil.) Lindau. Hindawi. 2021: 11.

Mills KT, Stefanescu A, He J. The global epidemiology of hypertension. HHS Public Access.
2020; 16(4): 1.

Moreira DL, Teixeira SS, Monteiro MHD, De-Oliveira ACAX, Paumgartten FJR. Traditional
use and safety of herbal medicines. Rev Bras Farmacogn. 2014; 24: 250.

Mulyani S, Rosa EM, Huriah T. Pengaruh ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) terhadap penurunan tekanan darah tikus putih jantan (Rattus novergicus) hipertensi.
Muhammadiyah Journal of Nursing. 2015: 178.

Nizar RZE, Andriane Y, Trisnadi S. Scoping review: efek daun belalai gajah (Clinacanthus
nutans) tehadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus model diabetes. Bandung
Conference Series: Medical Science. 2022; 2(1): 818.

Nuraini B. Risk factors of hypertension. Jurnal Majority. 2015; 4(5): 10-17.


Nurihardiyanti, Yuliet, Ihwan. Aktivitas diuretik kombinasi ekstrak biji pepaya (Carica
papaya L) dan biji salak (Salacca zalacca varietas zalacca (Gaert.)Voss) pada tikus jantan
galur wistar (Rattus norvegicus L). GALENIKA: Journal of Pharmacy. 2015; 1(2): 106.

Nurulita Y, Dhanutirto H, Soemardji AA. Penapisan aktivitas dan senyawa antidiabetes


ekstrak air daun dandang gendis (Clinacanthus nutans). Jurnal Natur Indonesia. 2008; 10(2):
103.

Ong WY, Herr DR, Sun GY, Lin TN. Anti-inflammatory effect of phytochemical
components of Clinacanthus nutans. Molecules. 2022; 27 (3607): 11.

Panjaitan RGP, Bintang M. Peningkatan Kandungan Kalium Urin Setelah Pemberian Ekstrak
Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola). Jurnal Veteriner. 2014; 15(1): 110.

Panya A, Pundith H, Thongyim S, Kaewkod T, Chitov T, Bovonsombut S, et al. Antibiotic-


antiapoptotic dual function of Clinacanthus nutans (Burm. f.) Lindau leaf extracts against
bovine mastitis. Antibiotics. 2020; 9 (429): 1.

Paramita S, Isnuwardana R, Nuryanto MK, Djalung R, Rachmawatiningtyas DG, Jayastri P.


Pola penggunaan obat bahan alam sebagai terapi komplementer pada pasien hipertensi di
puskesmas. Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017; 1(7): 120.

Pareek A, Ram VS, Messerli FH. Diuretics in hypertension- a reappraisal. Cardiology Society
on India Hypertension Reviews. 2022: 126.

Pathmanathan AL, Wardana NG, Widianti GA. Overview of drugs used for the treatment of
hypertension for elderly patients in Sanglah general hospital, Denpasar, Bali. Intisari Sains
Medis. 2019; 10(2): 184.

Pratiwi D. The overview knowledge of hypertension patient toward to hypertension disease


and antihypertension drug ACE-inhibitor and diuretic. Journal of Pharmacy Science. 2017; 1:
41.

Pulipati VP, Mares JW, Bakris GL. Optimizing blood pressure control without adding anti-
hypertensive medications. The American Journal of Medice. 2021; 134 (10): 1195.

Saputra O, Fitria T. Khasiat daun seledri (Apium graveolens) terhadap tekanan darah tinggi
pada pasien hiperkolestrolemia. Jurnal Majority. 2016; 5(2): 120-121.
Sarafidis PA, Georgianos PI, Lasaridis AN. Diuretics in clicinal practice part 1: mechanisms
of action, pharmacological effects and clinical indications of diuretic compounds. Expert
Opinion on Drug Safety. 2010; 9(2): 244.

Sharma P, Beria H, Gupta PK, Manokaran S, Reddy AHM. Prevalence of hypertension and
its associated risk factors. Journal of Pharmaceutical Science and Research. 2019; 11(6):
2162-2163.

Singh P, Mishra A, Singh P, Goswami S, Singh A, Tiwari KD. Hypertension and herbal plant
for its treatment: a review. Indian Journal of Research in Pharmacy and Biotechnology. 2015;
3(5): 358.

Snigdha M, Kumar SS, Jaya Y, Kasana B. A review on “how exactly diuretic drugs are
working in our body”. Journal of Drug Delivery & Therapeutics. 2013; 3(5): 119.

Susilowati A, Nur’aini NS. Efek diuretik seduhan daun teh hijau (Camellia sinensis L.) pada
mencit jantan galur swiss. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2022; 8(1); 121.

Susilowati A. Diuretic effect of the aqueous extract of green tea leaves. Advances in Health
Science Research. 2019; 15: 33.

Swandayani RF. Pengaruh pemberian furosemide dan homecare terhadap nilai HbA1c pada
pasien gagal jantung non-diabetic. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
2015; 4(1): 3.

Swastini N. Efektivitas Daun Sirsak (Annona muricata Linn) terhadap penurunan tekanan
darah pada hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 2021; 10(2): 413.

Tamargo J, Segura J, Ruilope LM. Diuretics in the treatment of hypertension part 2: loop
diuretics and potassium-sparing agents. Expert Opin: Pharmacother. 2014; 15(5): 612.

Tamas P, Kovacs K, Vargany A, Farkas B, Wami GA, Bodis J. Preeclampsia subtypes:


clinical aspects regarding pathogenesis, signs, and management with special attention to
diuretic administration. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive
Biology. 2022; 274: 179.

Tedi, Fadly, Dahlia. Identifikasi penggunaan obat tradisional Cina pada pembeli di toko obat
Cina sekitar pasar 16 ilir Palembang. JPP (Jurnal Kesehatan Palembang). 2017; 12(2): 149.
Tulungnen RS, Sapulete IM, Pengemanan DHC. Hubungan kadar kalium dengan tekanan
darah pada remaja di Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Jurnal Kedokteran Klinik (JKK). 2016; 1(2): 39.

Wardani IGAAK, Adrianta KA. Efektivitas ekstrak etanol daun bayam merah (Amaranthus
tricolor) sebagai diuretik pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus novergicus).
Medicamento. 2016; 2(2): 58.

Wiley J, Sons. Loop and potassium-sparing diuretics: their use in hypertension. Prescriber.
2011:14.

Xiong Y, Sui X, Ahmed S, Wang Z, Long C. Ethnobotany and diversity of medicinal plants
used by the Buyi in eastern Yunnan, China. Plant Diversity. 2020: 2.

Yassir M, Asnah. Pemanfaatan jenis tumbuhan obat tradisional di desa batu hamparan
kabupaten aceh tenggara. Jurnal Biotik. 2018; 6(1): 17.

Yoe BS, Yap YJ, Koh RY, Ng KY, Chye SM. Medicinal Properties of Clinacanthus nutans:
a review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 2016; 17(2): 375.

Anda mungkin juga menyukai