Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh poligami dalam ayat 3 surah An-Nisa terhadap hak-hak Perempuan

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poligami, sebuah bentuk perkawinan di mana seorang suami memiliki lebih dari satu
istri pada saat yang sama. Poligami diizinkan dalam Islam dengan syarat adil terhadap
istri-istri. Ayat 3 surat An-Nisa menjadi salah satu dasar hukum untuk poligami dalam
Islam, ayat tersebut menyatakan bahwa poligami dapat diterima dalam situasi tertentu,
seperti ketika ada perempuan yatim yang memerlukan perlindungan dan perhatian, serta
jika suami dapat bersikap adil terhadap istri-istri yang dinikahinya. Jika tidak, disarankan
untuk menikah dengan satu orang atau dengan budak yang dimiliki. Poligami dalam
Islam dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada perempuan yang membutuhkan,
bukan sekadar untuk memenuhi keinginan nafsu semata.1
Pembahasan mengenai poligami masih menuai pro dan kontra dalam Masyarakat.
Meskipun poligami dalam Islam memiliki tujuan baik, yaitu membantu perempuan yang
membutuhkan perlindungan, kontroversi muncul terkait hak-hak perempuan. Tidak
sedikit yang beranggapan bahwa poligami merupakan perbuatan yang negatif, Beberapa
orang mengatakan bahwa poligami merugikan bagi para kaum perempuan karena dinilai
sebagai bentuk penindasan, penghianatan, menjatuhkan dan menganggap remeh
Perempuan. Mereka berpendapat bahwa poligami hanya menguntungkan bagi kaum laki-
laki saja karena dianggap sebagai sarana untuk memenuhi gejolak birahi semata.
Tudingan lain, laki-laki atau seorang suami yang poligami dinilai tidak dapat berlaku adil
kepada istri. Karena syarat mutlak dalam berpoligami adalah mampu bersikap adil pada
istri.
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami pengaruh
poligami dalam ayat 3 surat An-Nisa terhadap hak-hak perempuan, baik dari segi hukum,
sosial, psikologis, maupun ekonomis. Apakah poligami sesuai dengan hak-hak
perempuan yang dijamin oleh syariat atau justru bertentangan? Bagaimana pelaksanaan
poligami dalam Islam memengaruhi kesejahteraan, kebahagiaan, dan keharmonisan
keluarga? Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh poligami dalam ayat 3 surah An-Nisa terhadap hak-hak
Perempuan”
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian poligami dan bagaimana sejarahnya?
2. Bagaimana pengaruh poligami terhadap hak- hak Perempuan?

1
Marzuki. Poligami dalam hukum islam. jurnal civics media kajian kewarganegeraan Vol 2, No 2 (2005). Hlm 2-3
C. Kajian pustaka

Wely Dozan (2020) dalam artikelnya yang berjudul Fakta Poligami Sebagai
Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan: Kajian Lintasan Tafsir menjelaskan tentang
analisis mengenai interpretasi ayat Al-Qur'an pada surah An Nisa mengenai poligami,
dengan fokus pada sudut pandang tafsir dan isu gender yang dianggap merugikan
perempuan. Tujuan dari penelitian mereka adalah untuk menganalisis peran poligami
dalam kerangka pemikiran tafsir dan isu gender, yang dianggap sebagai bentuk
diskriminasi dan memberikan dampak negatif terhadap perempuan. Metode kajian tafsir
dianggap sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah ini, dengan mengusulkan
penafsiran kontekstual dan memperhatikan tujuan Al-Qur'an yang menekankan
monogami dalam konteks perkawinan.
Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa poligami telah ditafsirkan secara
beragam oleh para ulama, baik ulama klasik maupun kontemporer. Namun, hampir
semua tafsir kontemporer sepakat bahwa poligami bukanlah praktik yang ideal dan
sebaiknya dihindari. Hal ini karena poligami sulit untuk dipraktikkan secara adil, baik
secara materi maupun kasih sayang.. Penelitian ini menganjurkan agar laki-laki/para
suami lebih baik memilih monogami, mengingat kesulitan dalam menerapkan prinsip
'adil' dalam poligami, di mana adil tidak hanya dinilai dari segi materi, tetapi juga
melibatkan kasih sayang penuh terhadap perempuan, sesuatu yang sulit dilakukan dalam
poligami. Sejarah menunjukkan bahwa hanya Nabi yang mampu bertindak adil terhadap
istri-istrinya. Sikap ketidakadilan ini dianggap dapat menyebabkan kekerasan terhadap
perempuan. Pria yang menjalani poligami dikritisi karena poligami dapat menimbulkan
berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan fisik, seksual, dan
psikologis. Ketidakadilan yang terjadi dalam poligami dapat menyebabkan istri merasa
tidak dicintai, diremehkan, dan bahkan diperlakukan sebagai objek seksual.. Penelitian
Wely Dozan tersebut memiliki hubungan dengan penelitian penulis karena
membahas mengenai pengaruh poligami terhadap hak-hak terhadap Perempuan.
Ahmad Faruqi (2018) dalam artikelnya yang berjudul Poligami dalam perspektif
al-Qur‘an (Analisis Tafsir Surah An-Nisa‘ Ayat 3) menjelaskan tentang konsep
poligami dalam Al-Qur'an dan persyaratan yang membolehkan poligami, khususnya
dalam Surah An-Nisa ayat 3. Tujuan dari penelitian mereka adalah untuk menjelaskan
konsep poligami dalam Al-Qur’an, menegaskan bahwa kebolehan poligami dalam Al-
Qur'an tidak didorong oleh motivasi seksual atau kenikmatan biologis, melainkan oleh
motivasi agama, sosial, dan kemanusiaan, dengan syarat adil yang harus dipenuhi di
antara para istri.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa praktik poligami sudah dikenal dan
dilakukan oleh umat terdahulu di berbagai belahan dunia. Setelah diutusnya Nabi
Muhammad saw, poligami hanya diperbolehkan hingga empat istri dengan syarat bahwa
suami mampu memperlakukan istri-istri nya dengan adil.. Penelitian ini menganjurkan
agar mereka yang ingin poligami sebaiknya mempertimbangkan pandangan Muhammad
Syahrur dan Nashr Hamid Abu Zayd, yaitu agar sebaiknya mempertimbangkan dua hal.
Pertama, melibatkan anak sebagai alasan untuk melakukan poligami, karena Menurut
mereka, memberikan perlindungan kepada anak yatim lebih diutamakan dalam konteks
poligami. Kedua, pertimbangkan apakah pelaku poligami dapat bersikap adil terhadap
calon istri yang akan dipoligami. Penelitian Ahmad Faruqi tersebut memiliki
hubungan dengan penelitian penulis karena membahas mengenai pengaruh poligami
dalam Al-Qur’an surah An-Nisa Ayat 3
Muhammad Kasim Saguni (2018) dalam artikelnya yang berjudul Meluruskan
Beberapa Persepsi Tentang Poligami (Tafsir Surat Al-Nisā’ Ayat 3 Dan 129)
menjelaskan tentang makna serta Sejarah poligami, juga mengoreksi beberapa
pemahaman yang keliru terkait poligami. Tujuan dari penelitian mereka adalah untuk
menganailisis adanya pemahaman yang keliru di kalangan umat terkait poligami, yang
muncul karena mereka jauh dari ajaran islam yang murni dari Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah SAW. Beberapa penyebab keliru tersebut mencakup hawa nafsu, sifat apriori
terhadap poligami, dan pemanfaatan oleh musuh-musuh Islam untuk menyerang agama
ini dengan fitnah-fitnah keji yang terkadang bersumber dari ketidak sukaan dan kurang
kejujuran dalam memandang isu poligami.

Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa poligami diperbolehkan dalam


Islam, tetapi dengan syarat-syarat tertentu, yaitu dilakukan dalam keadaan darurat, untuk
mengatasi masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara lain. Dengan kata lain, Islam
memperbolehkan poligami dan tidak melarangnya kecuali bila ditakutkan kebaikan dari
poligami tersebut akan dikalahkan oleh keburukannya. Al-Qur'an sendiri
memperbolehkan poligami hingga empat istri, namun batasan ini hanya dapat dilanggar
dalam keadaan darurat, dengan syarat adil. Keadilan dalam poligami tidak hanya bersifat
kuantitatif, yaitu memberikan jatah yang sama kepada setiap istri, tetapi juga bersifat
kualitatif, yaitu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama kepada setiap istri.
Penelitian ini menganjurkan agar sebaiknya Masyarakat jangan terus-terusan
memandang poligami sebagai sesuatu Tindakan yang negatif, karena pada masa sekarang
ini populasi Wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki. Jika laki-laki hanya boleh
menikah dengan satu orang perempuan, maka akan ada banyak wanita yang tidak
memiliki pasangan. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti kematian suami,
perceraian, atau karena belum bertemu dengan jodohnya. Pernyataan tersebut juga
menyoroti kenyataan bahwa peperangan, pembantaian, dan penjajahan telah
menyebabkan terbunuhnya jutaan laki-laki. Hal ini tentu saja akan menambah jumlah
wanita yang tidak memiliki pasangan. Penelitian Kasim Saguni tersebut memiliki
hubungan dengan penelitian penulis karena membahas mengenai poligami dan ayat
yang berhubungan dengan poligami.
D. Metode Penelitian
1. jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian literatur tafsir.
Yaitu penelitian tantang hasil pembacaan/penafsiran dan terjemahan seseorang terhadap
teks Al-Qur’an. Penelitian ini mengkaji human creation dalam bentuk teks yang bersifat
profan. Aspek-aspek metodologis penelitian inilah yang akan dibahas di artikel ini
secara terperinci
2. Metode pendekatan
Yang dimaksud pendekatan disini adalah perspektif yang digunakan seorang peneliti
dalam menganalisis data-data dari literatur tafsir. Pendekatan atau perspektif apa yang
tepat digunakan dalam penelitian tertentu itu tergantung pada pokok-pokok masalah
(research questions) yang ingin dicari jawabannya. Dalam penelitian ini, metode
pendekatan yang diterapkan ialah pendekatan interpretatif, yaitu pendekatan yang
digunakan oleh seseorang dalam melakukan penelitian teks atau literatur tafsir yang
fungsinya memberikan penjelasan atas teks tafsir yang sedang dibahas. Dengan sub-
pendekatan sastrawi yang ditopang oleh tinjauan feminis dan psikologis
3. Analisis data
Setelah data terkumpul melalui teknik pengumpulan data, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut. Penentuan bentuk-bentuk analisis data tergantung pada
pokok masalah, pendekatan, dan metode penelitian. Dalam hal ini, yang harus diperhatikan
adalah validitas dan rasionalitas sebuah analisis. Analisis data yang diterapkan dalam
penilitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu pemaparan apa adanya terhadap apa yang
dimaksud oleh suatu teks tafsir. Pemaparan atau deskripsi ini bisa dilakukan dengan cara
mengambil kutipan langsung dari teks atau tidak langsung dengan cara memparafrasekannya
dengan bahasa peneliti. Kutipan-kutipan langsung sebaiknya diberi komentar oleh peneliti,
sehingga pembaca dapat mengerti poin-poin yang relevan dari teks tafsir yang sedang diteliti
itu.

PEMBAHASAN

A. pengertian dan Sejarah poligami


Istilah "poligami" berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata "polus" yang berarti
banyak dan "gamos" yang berarti perkawinan. Berdasarkan pengertian tersebut, poligami
dapat diartikan sebagai suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari satu orang.
poligami mengacu pada suatu bentuk perkawinan yang melibatkan lebih dari satu
pasangan dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, poligami
diartikan sebagai sistem perkawinan di mana salah satu pihak memiliki atau menikahi
beberapa pasangan lawan jenisnya pada waktu bersamaan.2
Istilah poligami memiliki perbedaan menurut para ahli. Bagi seorang suami yang
memilki lebih dari satu istri, maka digunakan istilah “poligini” yang berasal dari kata
“polus” yang artinya banyak dan “gune” yang merujuk kepada Perempuan. Adapun bagi
seorang istri yang memiliki lebih dari satu suami disebut sebagai “poliandri”, yang
berasal dari kata "polus" yang memilki arti banyak dan "andros" yang berarti laki-laki.3

Poligami adalah persoalan kemanusiaan yang telah lama dipraktikkan oleh berbagai
masyarakat di dunia. Konsep poligami telah dikenal dalam tradisi orang Hindu, bangsa
Israel, Persia, Romawi, Babilonia, Tunisia, dan lain-lain. Poligami juga telah diakui
sebagai suatu permasalahan sosial oleh berbagai bangsa di seluruh dunia. Selain itu,
poligami juga telah menarik perhatian dari para akademisi dan ahli sosiologi seperti
Sigmund Freud, Adler, H. Levie, Jung, Charlotte Buhler, Margaret Mead, dan lainnya. 4
Sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, poligami sudah
menjadi praktik umum di berbagai belahan dunia. Para raja dan kaisar, seperti Kaisar
Sila dari Romawi yang memiliki lima permaisuri dan Kaisar Bombay dari Romawi yang
memiliki empat istri, juga melakukan poligami. Bahkan, seorang bangsawan Tiongkok
kuno pernah memiliki sekitar 30.000 istri, meskipun hukum Tiongkok kuno hanya
mengizinkan laki-laki memiliki istri hingga 130 orang.5

Di wilayah Barat, mayoritas orang membenci poligami bahkan menentangnya.


poligami secara umum dianggap sebagai praktik yang tidak etis dan merupakan
perbuatan cabul. Namun, realitasnya menunjukkan keadaan yang berbeda. faktanya,
praktik poligami secara ilegal di luar pernikahan semakin meningkat. Fenomena ini
bukanlah hal baru, dan telah terjadi sejak lama. Beberapa tokoh besar Eropa, seperti
Hendrik II, Hendrik IV, Lodewijk XV, Rechlieu, dan Napoleon I, diketahui terlibat
dalam poligami secara ilegal. Bahkan, beberapa pendeta Nasrani yang telah bersumpah
jika seumur hidup nya tidak akan menikah pun tidak malu untuk memiliki hubungan
gelap dengan beberapa istri, dengan “izin sederhana” dari uskup atau pemimpin gereja
mereka.6

Masyarakat Arab jahiliyah juga melakukan poligami. Dijelaskan Dalam kitab Ibn al
Atsir bahwa pada abad ke-7, poligami dilakukan karena rendahnya nilai sosial

2
Tihami & Sahrani S., Fikih Munahakat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018)
hlm 351
3
Zakiah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1985) hlm17.
4
Tihami & Sahrani S., Fikih Munahakat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018) hlm
352
5
saguni, muhammad kasim. meluruskan beberapa persepsi tentang poligami. jurnal bidang kajian islam vol.4,
no. 2 (2018): Hlm.163
6
Tihami & Sahrani S., Fikih Munahakat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018)
hlm 353
perempuan di kalangan bangsa Arab pada saat itu, sehingga Seorang laki-laki boleh
memiliki istri sebanyak yang mereka inginkan. Bahkan, sebagian sahabat Nabi, sebelum
turunnya ayat yang membatasi poligami, ada yang beristri delapan hingga sepuluh orang,
seperti Ghilan bin Salamah al Tsaqafi, Qais bin al Harits, dan Wahb al-Asadi.7

B. Hukum Dan Syarat-Syarat Poligami

Islam tidak mengharamkan pelaksanaan poligami. poligami tidak dilarang, tetapi juga
tidak diwajibkan. Artinya, Dalam hukum Islam, poligami dianggap sebagai suatu
lembaga yang diakui sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah yang mungkin
muncul dalam suatu keluarga atau rumah tangga. Hal ini sesuai dengan dua prinsip
hukum Islam, yaitu keadilan dan kemaslahatan. Poligami hanya boleh dilakukan jika
memenuhi kedua prinsip tersebut. Poligami harus didasari oleh keinginan untuk
mewujudkan kemaslahatan dalam keluarga serta untuk memastikan adanya keadilan di
antara suami, istri, dan anak-anak mereka. Dengan kata lain, poligami harus dilakukan
dengan mempertimbangkan tujuan positif dan memenuhi persyaratan agar keadilan dan
kesejahteraan dapat terwujud di dalam keluarga. Jika poligami dilakukan hanya untuk
memenuhi nafsu, mencari prestasi, atau prestise di tengah-tengah Masyarakat sekarang
yang cenderung hedonis dan materialis, sementara mengabaikan pemenuhan dua prinsip
utama dalam hukum Islam tersebut, maka poligami tidak dapat dibenarkan.8
Islam pada dasarnya mengikuti sistem monogami, dengan memberikan kelonggaran
melalui bolehnya poligami dalam batas-batas tertentu. Dalam sistem monogami, seorang
laki-laki hanya memiliki satu istri dan sebaliknya seorang istri hanya memiliki
satu suami. Meskipun Islam membuka peluang bagi poligami, hal ini tidak secara
kategoris mewajibkan setiap laki-laki untuk melakukannya, karena tidak semua laki- laki
memiliki kemampuan atau kebutuhan untuk menjalani poligami.9
Poligami diperbolehkan dalam Al-Qur’an, hal ini sesuai dengan firman Allah yang
telah dituliskan dalam Al-Qur’an pada surah An-Nisa ayat 3. Allah SWT berfirman:
‫َو ِاْن ِخ ْفُتْم َااَّل ُتْقِس ُطْو ا ِفى اْلَيٰت ٰم ى َفاْنِك ُحْو ا َم ا َطاَب َلُك ْم ِّم َن الِّنَس ۤا ِء َم ْثٰن ى َو ُثٰل َث َو ُر ٰب َع ۚ َفِاْن ِخ ْفُتْم َااَّل َتْع ِد ُلْو ا َفَو اِح َد ًة َاْو‬
‫َم ا َم َلَك ْت َاْيَم اُنُك ْم ۗ ٰذ ِلَك َاْد ٰٓنى َااَّل َتُعْو ُلْو ۗا‬

"”Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu
berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu
miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim."

7
Rahmi. Poligami : Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3. Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V No.1 Tahun 2015. Hlm
116
8
Marzuki. Poligami dalam hukum islam. jurnal civics media kajian kewarganegeraan Vol 2, No 2 (2005). Hlm 8
9
Tihami & Sahrani S., Fikih Munahakat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018)
hlm 357
Prof. KH Ibrahim Hosen diatas,sebagaimana yang telah dikutip Rea Fitria
menegaskan adil yang dimaksud oleh al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3 dan ayat 129 ialah
bahwa adil yang dimaksud bukanlah hanya sebagai syarat hukum kebolehan
berpoligami, melainkan adil sebagai persyaratan dalam ranah agama. Artinya, poligami
pada dasarnya secara mutlak diperbolehkan, tetapi suami yang berpoligami harus mampu
berlaku adil terhadap semua istri dan anak-anak mereka sesuai dengan tuntutan agama.
Dalam konteks adil ini, tidak hanya terhadap isteri tunggal dalam perkawinan monogami
yang diharuskan bersikap adil, Namun, adil dalam perkawinan poligami lebih berat,
karena suami harus membagi perhatiannya kepada beberapa orang istri. Oleh karena itu,
Allah SWT memberikan peringatan agar berhati-hati, dan menghindari kesenangan atau
kecenderungan untuk lebih mencintai sebagian isteri dengan mengabaikan yang lain.10

Adapun interpretasi mengenai makna "perempuan yatim" menimbulkan perbedaan


pandangan di kalangan Ulama. Sebagaimana yang dikutip Muhammad kasim, Abu
Hanifah berpendapat bahwa perempuan yatim adalah perempuan yang belum baligh,
Sementara itu, Imam Malik dan Imam Syafi'i berpendapat sebaliknya. Keduanya
menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menikahi perempuan yatim yang belum baligh
hingga ia mencapai usia baligh. Mereka juga menekankan pentingnya meminta pendapat
perempuan tersebut dan mendapatkan izin darinya sebelum menikah.11

Menurut pandangan Quraish Shihab sebaigamana yang dikutip rahmi, penggunaan


angka dua, tiga, atau empat dalam ayat tersebut tidak dimaksudkan untuk mewajibkan
poligami, melainkan untuk untuk menegaskan perlunya berlaku adil terhadap anak yatim.
Redaksi ayat ini dapat diibaratkan seperti ucapan seseorang yang melarang orang lain
mengonsumsi makanan tertentu. Untuk memperkuat larangan tersebut, dia
menambahkan, "Jika Anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini, maka habiskan
saja makanan lain yang ada di depan Anda." Analogi ini menekankan pentingnya
mematuhi larangan terhadap makanan tertentu. Perintah untuk menghabiskan makanan
selainnya itu tidak dimaksudkan untuk mewajibkan orang tersebut untuk makan semua
makanan yang ada di hadapannya. Perintah tersebut hanya dimaksudkan untuk
menekankan perlunya mengindahkan larangan untuk tidak makan makanan tertentu itu.
Demikian pula, penyebutan angka dua, tiga, atau empat dalam ayat Al-Qur'an surat An-
Nisa' ayat 3 tidak dimaksudkan untuk mewajibkan poligami. Penyebutan tersebut hanya
dimaksudkan untuk menekankan pentingnya berlaku adil kepada anak yatim. Poligami
dianggan sebagai salah satu Solusi yang disediakan untuk mereka yang membutuhkan
dan memenuhi syarat tertentu. Poligami dapa diibaratkan sebagai pintu darurat pada
pesawat terbang yang hanya boleh digunakan dalam keadaan darurat..12
10
Reza F. Ardhian, Satrio A. & Setya B.. Poligami Dalam Hukum Islam Dan Hukum Positif Indonesia Serta
Urgensi Pemberian Izin Poligam Di Pengadilan Agama. Privat Law Vol. Iii No 2 Juli-Desember 2015. Hlm 102

11
Saguni, Muhammad Kasim. Meluruskan Beberapa Persepsi Tentang Poligami. Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol.4, No. 2 (2018): Hal.165
12
Rahmi. Poligami : Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3. Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V No.1 Tahun 2015. Hlm
120
Poligami dalam Islam dibatasi oleh beberapa persyaratan tertentu, baik dalam hal
jumlah maksimal maupun persyaratan lainnya. Syarat-syarat tersebut antara lain:
1. Jumlah maksimal istri yang boleh dipoligami adalah empat orang wanita. Jika
salah satu istri meninggal dunia atau bercerai, suami diperbolehkan mencari
pengganti, namun jumlahnya tidak boleh melebihi empat orang pada saat
bersamaan (QS An-Nisa:3).
2. Suami diwajibkan untuk berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya,
Keadilan yang dimaksud adalah keadilan dalam hal-hal lahiriah, seperti
pembagian waktu, pemberian nafkah, dan hal-hal yang berhubungan dengan
kepentingan lahir. Meskipun demikian, untuk masalah batin, manusia tidak
mungkin mencapai keadilan yang mutlak.

Islam memberikan izin kepada laki-laki tertentu untuk melakukan poligami sebagai
alternatif untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya atau mengatasi masalah lain yang
dapat mengganggu ketenangan batinnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah suami
terjerumus ke dalam tindakan maksiat yang dilarang oleh Islam, dengan mencari jalan
yang halal melalui poligami, dengan syarat bahwa suami dapat berlaku adil terhadap
istri-istri yang dimilikinya. Tujuan dari poligami dalam Islam adalah untuk menghindari
perbuatan maksiat dan memilih jalur yang halal melalui poligami, dengan tetap
menjaga keseimbangan dan keadilan di antara istri-istri yang dimiliki.13

C. Pelindungan hak-hak Perempuan dalam poligami

Dalam Islam, hak dan kewajiban manusia tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin,
baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Sebab, Prinsip utama Islam adalah mementingkan keadilan bagi setiap individu, tanpa
memandang jenis kelamin mereka. Islam telah menghapuskan belenggu tirani
perbudakan pada manusia, baik perbudakan fisik maupun mental, baik perbudakan fisik
maupun mental. Islam juga mengajarkan persamaan hak bagi semua orang, tanpa
memandang jenis kelamin, ras, suku, atau agama. Islam tidak menonjolkan satu
komunitas tertentu, tetapi menyebarkan kasih sayang bagi seluruh umat manusia.14

Hak asasi perempuan adalah hak yang dimiliki oleh setiap perempuan, baik sebagai
manusia maupun sebagai Perempuan. Hak-hak ini diakui dan dilindungi oleh hukum hak
asasi manusia, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Berbagai
instrumen hukum dan perangkat pelaksanaan hukum telah mengatur hak asasi
perempuan. Instrumen-instrumen tersebut tidak hanya mencantumkan hak-hak yang
diakui, tetapi juga bagaimana menjamin dan mengakses hak-hak tersebut. Agar hak asasi
perempuan dihormati dan dilindungi sebagai bagian dari hak asasi manusia, regulasi

13
Tihami & Sahrani S., Fikih Munahakat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Depok, PT Raja Grafindo Persada, 2018)
hlm 358
14
Wely Dozan. Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Kajian Lintas Tafsir Dan Isu
Gender. Vol. 13, No. 1, Juni 2020, Pp. 739-749. hlm743
mengenai hak asasi perempuan perlu diatur dalam asas-asas hukum, prinsip-prinsip
hukum, dan norma-norma hukum..15

Perlindungan terhadap hak-hak perempuan dalam teks penafsiran yang dilakukan oleh
beberapa pemikiran termasuk dalam kajian tafsir, dapat dibongkar melalui kajian
feminis. Kajian feminis berusaha menerapkan konsep “kesetaraan gender”. Pendekatan
ini melibatkan reinterpretasi ayat-ayat yang dianggap merugikan perempuan, yang
selama ini dianggap sebagai hasil konstruksi dari pandangan dominan kaum laki-laki
dalam masyarakat Islam. Menurut wely dozan, sistem patriarki dan ketidaksetaraan
gender dalam kondisi masyarakat saat ini dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman
terhadap ajaran agama. Hal ini dapat mengakibatkan kekerasan atau penyalahgunaan
agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan, yang pada gilirannya menyebabkan
ketidaksetaraan dalam hubungan antara laki-laki dan Perempuan. Sebanyak 95% kasus
kekerasan, yang sering terjadi, melibatkan perempuan sebagai korban. Dengan demikian,
tindakan kekerasan terhadap perempuan dapat menghasilkan dominasi dan diskriminasi
oleh pihak laki-laki, serta menjadi hambatan bagi kemajuan perempuan. Dominasi dan
diskriminasi ini telah melembaga dalam ruang-ruang kehidupan masyarakat
melalui penempatan posisi laki-laki sebagai pemegang otoritas dalam relasi antar
manusia, baik di ranah publik maupun domestik, bahkan mempengaruhi aspek ekonomi,
politik, dan agama.16

Upaya hukum untuk melindungi hak perempuan dalam perspektif hukum Islam
didasarkan pada prinsip-prinsip yang tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis serta
interpretasi yang dilakukan oleh ulama-ulama Islam. Meskipun interpretasi dan
penerapan hukum Islam dapat bervariasi antara negara atau mazhab, beberapa prinsip
umum yang dianggap hak perempuan dalam konteks poligami adalah sebagai berikut:

1. Batasan jumlah istri. Hukum Islam mengatur batasan jumlah istri yang boleh dinikahi
oleh seorang laki-laki dalam poligami. Secara umum, batas maksimum yang
diperbolehkan adalah empat istri, dengan syarat bahwa pria mampu memenuhi
kewajiban keuangan serta merawat dan menjaga istri-istri secara adil.

2. Keadilan dalam perlakuan. Prinsip penting dalam hukum Islam adalah


memperlakukan istri-istri secara adil. Keadilan ini mencakup keadilan dalam hal
nafkah, waktu dan perhatian, hak-hak warisan, dan hak-hak lainnya.

3. Persetujuan istri pertama. Beberapa ulama menekankan pentingnya persetujuan istri


pertama sebagai syarat dalam praktik poligami. Hal ini bertujuan untuk melindungi
15
Torang Tambak,” Poligami Terhadap Upaya Perlindungan Hukum Perlindungan Hak Perempuan ( Studi Kasus
Pada Putusan No 673/Pdt.G/2021/PA.JS Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. (Skripsi, Fakultas Syarah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2023).hlm 40
16
Wely Dozan. Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Kajian Lintas Tafsir Dan Isu
Gender. Vol. 13, No. 1, Juni 2020, Pp. 739-749 hlm 743
kepentingan istri pertama dan memastikan bahwa dia menyetujui dan menerima
kondisi poligami sebelum suami menikahi istri tambahan.

4. Tanggung jawab finansial. Seorang suami dalam poligami diwajibkan memberikan


nafkah yang memadai kepada istri-istri dan anak-anak mereka, termasuk kebutuhan
dasar, perawatan, dan pemenuhan hak ekonomi mereka.

5. Keseimbangan kesetaraan. Prinsip Keseimbangan dan kesetaraan juga menjadi


perhatian utama dalam hukum Islam sebagai bagian dari perlindungan hak
perempuan terkait poligami. Meskipun permohonan izin poligami harus diajukan ke
pengadilan agama, prinsip kesetaraan antara istri-istri dan perlakuan yang adil harus
selalu dijaga..17

Sebagai upaya untuk memperhatikan hak-hak perempuan dan mengatasi kekerasan,


Tafsir modern-kontemporer berusaha untuk merekonstruksi pemahaman terhadap Al-
Qur'an dengan memasukkan perspektif kesetaraan gender. Hal ini dilakukan untuk
mengatasi ketidakadilan terhadap perempuan yang terjadi di masyarakat, termasuk
kekerasan terhadap perempuan. Perspektif feminis, yang mengidentifikasi penindasan
dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, menjelaskan bahwa
ketidakadilan terhadap perempuan dipicu oleh beberapa aspek, yaitu:

1. Marginalisasi perempuan, yaitu penempatan perempuan pada posisi yang lebih rendah
di berbagai bidang kehidupan, baik di rumah tangga, tempat kerja, maupun di
masyarakat.
2. Subordinasi perempuan, yaitu penundukan perempuan kepada laki-laki karena
anggapan bahwa perempuan lebih rendah derajatnya dari laki-laki.
3. Kekerasan terhadap perempuan, yaitu tindakan fisik, verbal, atau psikologis yang
dilakukan terhadap perempuan dengan tujuan untuk menyakiti, merendahkan, atau
menguasainya.

Tafsir modern-kontemporer dengan perspektif kesetaraan gender diharapkan dapat membantu


mengatasi ketidakadilan terhadap perempuan dengan cara:

1. Memberikan pemahaman bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-
laki.
2. Mencegah terjadinya marginalisasi dan subordinasi terhadap perempuan.

3. Mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan.18

17
Torang Tambak,” Poligami Terhadap Upaya Perlindungan Hukum Perlindungan Hak Perempuan ( Studi Kasus
Pada Putusan No 673/Pdt.G/2021/PA.JS Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. (Skripsi, Fakultas Syarah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2023). Hlm 45-46
D. pengaruh poligami terhadap Perempuan

Negara sepatutnya memastikan keadilan terhadap seluruh warganya, baik laki-laki


maupun perempuan, Keadilan ini harus diwujudkan melalui peraturan perundangan
yang dibuat oleh negara. Perkawinan poligami telah terbukti memberikan kerugian
terhadap perempuan dan anak. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
seharusnya dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah poligami. Namun, undang-
undang tersebut tidak cukup adil bagi perempuan dan anak. Hal ini karena undang-
undang tersebut hanya mengatur batasan jumlah istri maksimal empat orang, tanpa
mengatur secara spesifik tentang bagaimana berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anaknya. Meskipun Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah
mengalami revisi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, namun
revisi tersebut belum sepenuhnya menjawab persoalan poligami. Hal ini karena
undang-undang tersebut masih mengakomodasi poligami dengan syarat-syarat tertentu

Widanti dalam suara merdeka, (www.suaramerdeka.com) sebagaima dikutip dari


Hijrah & Landing, menyampaikan bahwa Jaringan Peduli Perempuan dan Anak
(JPAA) menolak poligami karena dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Menurut JPAA, poligami memiliki dampak psikologis yang dapat
menyakiti hati istri dan anak-anak. Selain itu, secara ekonomi, poligami dapat
menyebabkan pembagian pendapatan yang tidak merata, sedangkan secara politik,
poligami dapat menyebabkan perempuan tidak memiliki posisi yang sama dengan laki-
laki dalam pengambilan keputusan. Informasi dari Lembaran LBH APIK (Lembaga
Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) juga menyebutkan
bahwa dari segi materi, suami yang berpoligami cenderung lebih memprioritaskan istri
muda dan mengabaikan istri pertama beserta anak-anaknya.19

ada beberapa dampak yang umum terjadi terhadap seorang istri yang suaminya
berpoligami, yaitu:
1. dampak psikologis. Istri yang suaminya berpoligami dapat mengalami
perasaan inferior dan menyalahkan diri sendiri. Hal ini karena mereka merasa
bahwa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan
mereka memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
2. Dampak ekonomi. Ketergantungan ekonomi pada suami. Meskipun ada suami
yang mungkin adil terhadap istri-istrinya, pada kenyataannya seringkali suami
lebih memprioritaskan istri muda dan mengabaikan istri dan anak-anaknya

18
Wely Dozan. Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Kajian Lintas Tafsir Dan Isu
Gender. Vol. 13, No. 1, Juni 2020, Pp. 739-749
19
Hijrah, L & Landing, M. Dampak pelaksanaan perkawinan poligami terhadap Perempuan dan anak. Al-
Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol. 1, No. 2 (2021): 80-90. Hlm. 85
yang sudah ada sebelumnya. Akibatnya, istri yang tidak bekerja akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari;
3. Dampak hukum. Praktik nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak
tercatat di Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga
perkawinan dianggap tidak sah secara hukum negara, meskipun sah menurut
ajaran agama. Dampaknya adalah kerugian bagi pihak perempuan, seperti
kehilangan hak waris dan hak-hak lainnya
4. Dampak Kesehatan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan meningkatkan risiko
terhadap penyakit menular seksual (PMS), termasuk risiko tertular virus
HIV/AIDS;
5. Dampak kekerasan. Potensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik
dalam bentuk kekerasan fisik, ekonomi, seksual, maupun psikologis.
Meskipun situasi ini umumnya terjadi dalam rumah tangga poligami, tetapi
kekerasan juga dapat terjadi dalam rumah tangga monogami.20

PENUTUP
A. Kesimpulan
poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini
beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan. Poligami sudah
berlangsung sejak jauh sebelum datangnya agama Islam. Ayat 3 dari Surat An-Nisa
dalam Al-Quran berbicara tentang poligami dan menekankan pentingnya keadilan
dalam memperlakukan istri-istri barunya. Menurut para mufasir Indonesia, ayat ini
tidak dimaksudkan untuk membenarkan praktik poligami, tetapi untuk melindungi
hak-hak perempuan dan anak-anak yatim. Dalam konteks pemenuhan hak anak yatim,
ayat ini menekankan pentingnya keadilan dalam memperlakukan istri-istri barunya.
Oleh karena itu, poligami harus dilakukan dengan memperhatikan hak-hak
perempuan, seperti hak untuk mendapatkan nafkah, hak untuk mendapatkan
perlindungan, hak untuk mendapatkan kasih sayang, dan hak untuk mendapatkan
keadilan dalam memperlakukan istri-istri barunya.
Bila tidak mampu menerapkan syarat adil dalam poligami, Besar harapan kepada
seorang suami untuk setia pada satu istri dan memegang prinsip monogami, karena
perkawinan monogami adalah perkawinan yang paling ideal bagi terbangunnya sebuah relasi
antara suami dan istri serta mengurangi tingkat kekerasan terhadap istri dan anak. Selain itu,
pelaksanaan poligami memiliki dampak terhadap istri dan anak, yaitu dampak psikologis,
dampak ekonomi, dampak hukum, dampak kesehatan, kekerasan, anak merasa tersisihkan,
tidak diperhatikan dan kurang kasih sayang.

20
Ibid. hlm 89
DAFTAR PUSTAKA

Saguni, M. K. (2018). Meluruskan Beberapa Presepsi Tentang Poligami. Jurnal Bidang


Kajian Islam vol.4, no.2, 161-172
Tihami & Sahrani, S. (2018). Fikih Munahakat Kajian Fikih Lengkap. Depok: PT, Raja
Grafindo Persada.
Marzuki. (2005), Poligami Dalam Hukum Islam. jurnal civics media kajian
kewarganegeraan Vol 2, No 2 , 1-10

Darajat, Zakiah. (1985). Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang,
Rahmi. (2015). Poligami : Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3. Jurnal Ilmiah Kajian Gender
Vol. V No.1 Tahun. 114-128
Ardhian, Reza Fitrian, Satrio A. & Setya B. (2015). Poligami Dalam Hukum Islam Dan
Hukum Positif Indonesia Serta Urgensi Pemberian Izin Poligam Di Pengadilan
Agama. privat Law Vol. Iii No 2 Juli-Desember . 100-107
Wely Dozan.( 2020). Fakta Poligami Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Kajian
Lintas Tafsir Dan Isu Gender. Vol. 13, No. 1, Juni, Pp. 739-749
Tambak, Torang (2023) Poligami Terhadap Upaya Perlindungan Hukum Perlindungan Hak
Perempuan ( Studi Kasus Pada Putusan No 673/Pdt.G/2021/PA.JS Di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan). (Skripsi, Fakultas Syarah Dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah). 1-78
Lahaling, Hijrah & Landing, M. Dampak pelaksanaan perkawinan poligami terhadap
Perempuan dan anak. Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol. 1, No. 2
(2021): 80-90
Faruqi, Ahmad, Abd. Aziz Dkk. (2018). Poligami Dalam Perspektif Al-Qur’an
(Analisis Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 3). (Laporan Hasil Penelitian, Sekolah Tinggi
Ilmu Al-Qur’an Nurul Islam). 1-61

Anda mungkin juga menyukai