i
BUKU AJAR
GEOLOGI BATU MULIA
Disusun oleh:
Tri Winarno, S.T., M.Eng.
i
BUKU AJAR
GEOLOGI BATU MULIA
Disusun oleh:
Tri Winarno, S.T., M.Eng.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi,
merekam, atau dengan sengaja menggunakan sistem penyimpanan lainnya,
tanpa seizin tertulis dari Penulis.
Diterbitkan oleh:
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Jl. Prof. Sudarto, SH – Kampus Tembalang, Semarang
ii
PERSEMBAHAN
iii
KATA PENGANTAR
Semarang, 2022
Tri Winarno
(email: tri.winarno@live.undip.ac.id)
iv
ANALISIS PEMBELAJARAN
v
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ...........................................................................iii
KATA PENGANTAR .................................................................... iv
ANALISIS PEMBELAJARAN ....................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x
vi
POKOK BAHASAN III PENAMAAN BATU MULIA .............. 27
1. Pendahuluan.......................................................................... 27
2. Penyajian .............................................................................. 28
3. Penutup ................................................................................. 37
Daftar Pustaka ................................................................................ 40
Senarai ............................................................................................ 40
vii
3. Penutup ................................................................................. 90
Daftar Pustaka ................................................................................ 91
Senarai ............................................................................................ 92
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar III.3. Kelompok garnet dengan spesies spessartit (a)
dan grosularit dengan varietas tsavorit (b)
(Smigel, 2012) ...................................................... 31
Gambar III.4. Tanzanit, nama dagang yang populer untuk
menyebut heated brown zoisite
(Smigel, 2012) ...................................................... 32
Gambar III.5. Kunzit, nama dagang yang populer untuk
menyebut pink spodumene (a) dan tsavorit,
nama dagang untuk green grossular garnet
(b) (Smigel, 2012) ................................................ 32
Gambar III.6. Contoh penggunaan nama dagang yang gagal
sehingga penamaan kembali ke nama asalnya,
starlite kembali ke heated blue zircon (a) dan
royal azel kembali ke sugilite (b)
(Smigel, 2012) ...................................................... 33
Gambar IV.1. Timbangan sederhana yang digunakan untuk
menimbang batu mulia pada zaman dahulu
(Smigel, 2012). ..................................................... 44
Gambar IV.2. Timbangan elektronik yang digunakan untuk
mengukur kadar/ berat batu mulia
(Smigel, 2012). ..................................................... 44
Gambar IV.3. Alat yang digunakan untuk mengukur dimensi
batu mulia: Jangka sorong manual (a) dan
jangka sorong elektronik (b) (Haley, 2017). ....... 45
Gambar IV.4. Alat ukur Vernier gem measuring
(Haley, 2017) ....................................................... 45
Gambar IV.5. Presidium Gem Tester (Smigel, 2012) ................. 46
Gambar V.1. Apatit dengan belahan 2 arah tak sempurna (a),
Spodumen dengan belahan 2 arah sempurna (b)
dan Fluorit dengan belahan 4 arah sempurna (c)
(Smigel, 2012) ...................................................... 53
Gambar V.2. Citrine quartz dengan pecahan konkoidal (a),
Charoite dengan pecahan splintery (b),
xi
Turquoise dengan pecahan granular (c) dan
Koral dengan pecahan uneven (Smigel, 2012)..... 55
Gambar V.3. Contoh batu mulia lunak: mutiara dengan
kekerasan 3 skala Mohs (a), sfalerit dengan
kekerasan 3,5 skala Mohs (b) dan fluorit
dengan kekerasan 4 skala Mohs (c)
(Smigel, 2012) ...................................................... 56
Gambar V.4. Contoh batu mulia menengah: scapolite
dengan kekerasan 6 skala Mohs (a), tanzanit
dengan kekerasan 6,5 skala Mohs (b), garnet
dengan kekerasan 7 skala Mohs (c) dan
turmalin dengan kekerasan 7,5 skala Mohs (d)
(Smigel, 2012) ...................................................... 56
Gambar V.5. Contoh batu mulia keras: spinel dengan
kekerasan 8 skala Mohs (a), topaz dengan
kekerasan 8 skala Mohs (b), chrysoberyl
dengan kekerasan 8,5 skala Mohs (c) dan safir
dengan kekerasan 9 skala Mohs (d)
(Smigel, 2012) ...................................................... 57
Gambar VI.1. Kilap intan pada berlian (a), Kilap mutiara pada
mutiara (b), Kilap kaca pada agate (c), Kilap
lemak pada nephrite jade (d), kilap lemak pada
tiger’s eye (e) dan kilap damar pada amber (f)
(Smigel, 2012) ...................................................... 67
Gambar VI.2. Perlakukan cahaya ketika mengenai suatu
benda ada yang dipantulkan, diserap atau
diteruskan (Smigel, 2012) .................................... 68
Gambar VI.3. Prehnit, contoh batu mulia transparan (a),
Chrysoprase, contoh batu mulia translucent (b)
dan sugilite, contoh batu mulia opak (c)
(Smigel, 2012) ...................................................... 69
Gambar VI.4. Beberapa contoh batu mulia idiokromatik:
peridot (a), Rhodochrosite (b), cuprite (c) dan
malachite (d) (Smigel, 2012) ............................... 71
xii
Gambar VI.5. Contoh batu mulia alokromatik: kuarsa murni
(a), dan kuarsa dengan pengotor unsur besi
(Carnelian) (b) (Smigel, 2012) ............................ 71
Gambar VI.6. Kuarsa yang diinklusi chrysocola menjadi
berwarna hijau (a) dan kuarsa yang diinklusi
hematit menjadi berwarna oranye (b)
(Smigel, 2012) ...................................................... 72
Gambar VI.7. Beberapa contoh batu mulia yang
menunjukkan pola warna (Smigel, 2012) ............ 73
Gambar VI.8. Beberapa contoh iridescence pada batu mulia:
Orientasi pada mutiara (a), fire agate (b),
red and green ammolite (c) dan rainbow
obsidian (d) (Smigel, 2012) ................................. 75
Gambar VI.9. Kenampakan adularescence pada white
moonstone (a) dan blue moonstone (b)
(Smigel, 2012) ...................................................... 75
Gambar VI.10. Kenampakan aventuerescence pada feldspar
(a) dan kuarsa (b) (Smigel, 2012) ........................ 76
Gambar VI.11. Contoh fenomena chatoyancy: tiger’s eye
pada charoitte (a), cat’s eye pada chrysoberyl
(b) dan asterism pada rubi (C) (Smigel, 2012) .... 76
Gambar VI.12. Alexandrite di bawah sinar lampu pijar
berwarna biru-ungu (a) dan pada kondisi siang
hari berwarna kehijauan (b) (Smigel, 2012) ........ 77
Gambar VII.1. Batu mulia yang terbentuk di dekat permukaan:
agate dengan struktur banded (a) dan
botryoidal carnellian (b) (Smigel, 2012) ............. 83
Gambar VII.2. Fosil kayu palmwood yang mengalami
petrifikasi (Smigel, 2012) ................................... 84
Gambar VII.3. Kristal amethyst yang terbentuk oleh proses
hidrotermal pada lingkungan dalam
(Smigel, 2012) ...................................................... 85
Gambar VII.4. Geode berisi kristal kuarsa (Smigel, 2012) ......... 85
Gambar VII.5. Skenario pembentukan intan (Smigel, 2012) ....... 87
xiii
Gambar VII.6. Marmer yang berasal dari metamorfisme
batugamping (Smigel, 2012) ............................... 89
Gambar VIII.1. Zamrud sintetis (Smigel, 2012) ............................ 94
Gambar VIII.2. Yttrium aluminum garnet (Smigel, 2012) ............ 95
Gambar IX.1. Mesin tumbled stone (a) dan contoh batu
mulia hasil pemotongan dengan tumbled stone
(b) (Smigel, 2012) ............................................. 103
Gambar IX.2. Mesin pemotong/ gergaji kecil (a) dan gergaji
besar untuk memotong batu mulia di alam (b)
(Smigel, 2012) .................................................... 104
Gambar IX.3. Mesin gerinda/ pemoles untuk mengasah batu
mulia (Smigel, 2012).......................................... 105
Gambar IX.4. Beberapa contoh batu mulia yang dipotong
dengan gaya cabochon (Smigel, 2012) .............. 105
Gambar IX.5. Beberapa contoh manik-manik
(Smigel, 2012) .................................................... 106
Gambar IX.6. Beberapa contoh batu mulia dengan model
faceted (Smigel, 2012) ....................................... 107
xiv
TINJAUAN
MATA KULIAH
I. Deskripsi Singkat
Geologi Batu Mulia merupakan mata kuliah elektif yang
mempelajari tentang sumber daya geologi berupa batumulia,
meliputi definisi dan syarat-syarat batumulia, cara terbentuknya,
klasifikasi, penamaan, pengukuran, sifat fisik dan optik batumulia,
cara meningkatkan nilai batu mulia serta cara eksplorasinya.
II. Relevansi
Mata kuliah Geologi Batu Mulia merupakan mata kuliah
terapan di dalam ilmu geologi. Mata kuliah ini memerlukan
pengetahuan dasar tentang mineral, mineral industri, petrologi,
endapan mineral dan eksplorasinya. Pengetahuan mengenai batu
mulia ini penting sebagai dasar untuk dapat mengenal batu mulia
secara langsung, baik di alam maupun di pasar perdagangan batu
mulia, dari penamaan hingga eksplorasinya. Selain itu juga penting
sebagai bekal pengetahuan bagi yang ingin mengembangkan usaha
di bidang batu mulia.
1
2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu:
a. Sub CPMK 1 : Mampu memahami (C2) pengertian batu
mulia dan syarat-syarat suatu materi bisa disebut batumulia.
b. Sub CPMK 2 : Mampu memahami (C2) klasifikasi batu
mulia dan mengaplikasikan (C3) jika menjumpai batu mulia
di alam.
c. Sub CPMK 3 : Mampu memahami (C2) tata cara penamaan
batu mulia, baik secara ilmiah maupun nama dagang dan
mengaplikasikan (C3) ketika menjumpai batu mulia.
d. Sub CPMK 4 : Mampu memahami (C2) hal yang diukur
dari batu mulia berdasarkan jenisnya, mengaplikasikan
(C3) cara pengukuran yang benar.
e. Sub CPMK 5 : Mampu memahami (C2) sifat fisik batu
mulia, mengaplikasikan (C3) dalam pendeskripsian,
menganalisis (C4) pengujian sifat fisik batu mulia.
f. Sub CPMK 6 : Mampu memahami (C2) sifat optik dan
fenomena optik batu mulia, mengaplikasikan (C3) dalam
pendeskripsian, menganalisis (C4) pengujian sifat optik dan
fenomena optik batu mulia.
g. Sub CPMK 7 : Mampu memahami (C2) proses geologi
yang dapat membentuk batu mulia, mengaplikasikan (C3)
dalam menentukan proses pembentukan batu mulia,
menganalisis (C4) proses pembentukan batu mulia
berdasarkan kondisi dan karakteristik batu mulia.
h. Sub CPMK 8 : Mampu memahami (C2) batu mulia sintetis
dan imitasi serta mengaplikasikannya (C3) untuk
membedakannya dengan batu mulia asli.
i. Sub CPMK 9 : Mampu memahami (C2) cara preparasi batu
mulia mengaplikasikan (C3) cara preparasi yang tepat
sesuai karakter batu mulia
2
j. Sub CPMK 10 : Mampu memahami (C2) cara
meningkatkan nilai keindahan dan ketahanan batu mulia
mengaplikasikan (C3) dalam menentukan proses
enhancement yang tepat terhadap batu mulia
k. Sub CPMK 11 : Mampu menyajikan (C6) presentasi dan
berkomunikasi lisan, dengan tema geologi batu mulia secara
menyeluruh dari semua aspek: genesis, sifat fisik dan optik,
cara preparasi dan gem enhancement.
3. Indikator
Mahasiswa dinyatakan mampu menguasai materi dari buku
ajar ini apabila mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan pengertian batu mulia dan syarat-syarat suatu
materi bisa disebut sebagai batu mulia dengan kebenaran
minimal 80%.
b. Menjelaskan klasifikasi batu mulia dilihat dari berbagai
aspek dengan kebenaran minimal 80%.
c. Menjelaskan tentang penamaan batu mulia, baik secara resmi
maupun nama dagang dengan kebenaran minimal 80%.
d. Menjelaskan tentang pengukuran kadar batu mulia dengan
kebenaran minimal 80%.
e. Menjelaskan tentang sifat fisik dengan kebenaran minimal
80%.
f. Menjelaskan tentang sifat optik dengan kebenaran minimal
80%.
g. Menjelaskan tentang proses pembentukan batu mulia dengan
kebenaran minimal 80%.
h. Menjelaskan tentang batu mulia sintetis dan imitasi dengan
kebenaran minimal 80%.
i. Menjelaskan tentang preparasi batu mulia dengan kebenaran
minimal 80%.
j. Menjelaskan tentang cara meningkatkan nilai batu mulia
(enhancement) dengan kebenaran minimal 80%.
3
k. Melakukan presentasi dengan tema batu mulia secara
terstruktur dan menyeluruh mencakup semua aspek batu
mulia.
4
POKOK BAHASAN I
BATU MULIA DAN
SYARAT-SYARATNYA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang pengertian batu
mulia, benda-benda yang dapat digolongkan sebagai batu mulia serta
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu benda agar dapat
disebut sebagai batu mulia.
1.2. Relevansi
Geologi Batu Mulia mempelajari seluk beluk batu mulia.
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan pengetahuan
tentang mineral, batuan, mineral optik. Pokok bahasan ini
bermanfaat untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya yaitu
tentang klasifikasi/ pengelompokan jenis batu mulia.
5
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan secara
klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan.
2. Penyajian
2.1. Uraian
2.1.a. Definisi Batu Mulia
Berdasarkan asal katanya, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia definisi batu mulia berasal dari kata, “batu” dan “mulia”
(Tim Penyusun KBBI, 2016). Batu adalah benda keras dan padat
yang berasal dari bumi atau planet lain tetapi bukan logam,
sedangkan mulia berarti bermutu tinggi, berharga. Jadi dapat
disimpulkan bahwa batu mulia adalah batu yang mempunyai mutu
atau harga tinggi.
Dilihat dari ilmu geologi, batu mulia atau batu
permata (gemstone) adalah benda alam berupa sebuah mineral,
batuan atau bahan organik yang terbentuk dari hasil
proses geologi yang unsurnya terdiri atas satu atau beberapa
komponen kimia yang mempunyai harga jual tinggi dan diminati
oleh para kolektor (Smigel, 2012) (Gambar I.1).
6
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diuraikan lebih detil
sebagai berikut:
a) Benda alam (natural), berarti material tersebut bukan buatan
manusia.
b) Mineral, merupakan bahan kristalin padat dengan rumus
kimia tertentu dan mempunyai struktur kristal/ susunan atom
tiga dimensi tertentu. Mineral ini bisa berupa mineral tunggal
maupun agregat/ kelompok dari beberapa mineral seperti
lapis lazuli yang terdiri dari mineral lazurit, sejenis feldspar
berwarna biru dan dapat juga kalsit, sodalit serta pirit. Dalam
bidang batu mulia, kategori mineral ini juga meliputi
material amorf yang mempunyai rumus kimia tertentu
namun tidak memiliki struktur kristal, seperti opal dan
beberapa jenis gelas alami.
c) Organik, bisa berasal dari benda hidup baik terbentuk pada
saat ini maupun masa lampau. Contohnya adalah mutiara
(pearl), koral, gading, cangkang dan amber.
Perlu dicatat bahwa batu mulia organik yang telah
mengalami proses geologi lanjut, semisal pengisian (permineralisasi
dan petrifikasi) atau penggantian (replacement), di dalam konteks
batu mulia diklasifikasikan ke dalam kelompok mineral dari pada
organik. Contohnya adalah petrified dinosaur bone dan beberapa
contoh stony fossil gems (Gambar I.2). Meskipun faktanya tulang itu
adalah material organik, namun alasan mengelompokkannya sebagai
mineral adalah karena material organik tersebut telah mengalami
replacement secara total, baik struktur maupun komposisinya,
misalnya oleh larutan silika.
Berdasarkan catatan sejarah, berbagai macam batuan telah
lama dijadikan sebagai perhiasan oleh manusia. Bahkan perhiasan
dipercaya telah ada lebih dari 100 ribu tahun yang lalu. Penggunaan
batu mulia sebagai perhiasan mencerminkan lambang status sosial,
ekspresi seni dan kekayaan. Fungsi perhiasan berdasarkan budaya
tentu berbeda-beda, tetapi pada umumnya mengarah kepada
identitas diri tiap suku/ bangsa.
7
Gambar I.2. Petrified dinosaur bone agate (kiri) dan fossilized coral
colony (kanan). Keduanya tidak dapat dikelompokkan sebagai batu
mulia organik karena telah mengalami proses penggantian/
replacement (Smigel, 2012).
8
a) Indah (beauty)
Batu mulia bersifat indah. Indah di sini bisa bersifat subjektif,
berbeda dari sudut pandang tiap orang yang menilainya. Batu mulia
harus bersifat indah karena pada umumnya digunakan sebagai
perhiasan atau untuk dekorasi. Batu mulia dinilai terutama karena
keindahan atau kesempurnaannya sehingga penampilan selalu
menjadi atribut terpenting dari batu mulia.
Batu mulia memiliki keindahan yang beragam dan dijumpai
dalam berbagai warna yang menakjubkan. Kebanyakan batu mulia
menunjukkan sedikit keindahan dalam keadaan belum diolah, dan
mungkin terlihat seperti batu atau kerikil biasa. Setelah dilakukan
pemotongan dan pemolesan batu mulia yang sesuai, warna dan kilap
yang indah dapat terlihat.
9
Secara umum, sifat keindahan batu mulia dinilai berdasarkan
warna, transparansi, kilap, pola, kecermelangan, optical phenomena
dan beberapa kasus termasuk inklusi yang khusus (Gambar I.3).
Warna, transparansi dan kilap adalah karakteristik yang penting
dalam menentukan keindahan batu mulia, karena merupakan hal
pertama yang dapat diamati dalam batu mulia. Pola juga penting
dalam menentukan keindahan batu mulia. Batu mulia yang memiliki
warna yang sama, akan berbeda nilai dan harganya jika mempunyai
pola yang berbeda.
b) Langka (rare)
Aspek kelangkaan menjadi nilai lebih dari sebuah mineral/
batuan, karena dengan sifatnya yang langka tersebut banyak orang
yang menginginkannya terkait dengan privilege bagi pemiliknya.
Aspek kelangkaan ini juga berkaitan dengan aspek ekonomi, dimana
semakin langka suatu benda, akan semakin mahal harganya. Itulah
mengapa batu andesit tidak bisa disebut sebagai batu mulia, karena
tidak ada unsur kelangkaannya dan bisa didapatkan di banyak
tempat. Langka yang dimaksud di sini adalah tidak mudah
didapatkan dan tidak semua wilayah menghasilkan.
Ada dua tipe kategori langka, yaitu: relative and inherent.
- Relative: Beberapa mineral batu mulia terbentuk pada
banyak tempat dan dalam jumlah yang besar, namun
sebagian besarnya tidak memenuhi kualitas sebagai batu
mulia. Contohnya adalah mineral korundum yang banyak
dijumpai, namun tidak semua korundum bisa menjadi batu
mulia seperti halnya rubi dan safir (Gambar I.4.a).
- Inherent: Ini merupakan kebalikan dari langka yang relatif.
Sebagian mineral terbentuk hanya pada lokasi tertentu dan
dalam jumlah yang terbatas. Contohnya: benitoid, adalah
batu mulia yang hanya dijumpai di satu lokasi, yaitu di San
Benito River Valley in California (Gambar I.4.b).
10
Gambar I.4. (a) Batu mulia dengan kelangkaan relatif, contohnya
ruby, dan (b) kelangkaan inherent, contohnya benitoid (Smigel,
2012).
c) Ketahanan (durable)
Batu mulia harus mempunyai daya tahan yang tinggi
(durable). Batu mulia harus kuat menahan tekanan dan gaya yang
bekerja selama pembentukannya. Selama ini yang banyak diketahui
tentang ketahanan adalah tingkat kekerasan (hardness), namun ada
aspek lain yaitu keteguhan (toughness) dan stabilitas (stability).
- Hardness adalah kemampuan untuk bertahan dari goresan
(scratching). Pada umumnya diukur dengan skala MOHS (1
– 10). Batu mulia lunak, khususnya yang mempunyai
kekerasan di bawah 7, cenderung akan menjadi pudar jika
terkena abrasi dari material yang lebih keras, dan akan
kehilangan kilap dan rapuh bagian tepinya.
- Toughness adalah kemampuan untuk bertahan dari
pemecahan. Sifat ini diukur secara relatif, misalnya sfalerit
bersifat rapuh (fragile), intan mempunyai sifat keteguhan
menengah (moderately tough) dan jade mempunyai
keteughan yang istimewa (exceptionally tough). Semakin
rendah tingkat toughness dari suatu batu mulia, akan semakin
mudah mengalami kerusakan terhadap ketukan dan usapan
selama penggunaan.
- Stability adalah ketahanan terhadap perubahan yang
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kimia dan
11
cahaya. Misalnya apatit sensitif terhadap suhu, mutiara
sensitif terhadap bahan kimia dan kunzit tidak resisten
terhadap cahaya yang terlalu kuat.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini!
1. Jelaskan perbedaan mineral dan batu mulia!
2. Jelaskan mengapa batu mulia harus bersifat langka!
3. Jelaskan aspek apa saja yang mempengaruhi ketahanan batu
mulia!
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Batu mulia adalah benda alam berupa mineral, batuan atau
bahan organik yang terbentuk dari hasil proses geologi yang
unsurnya terdiri atas satu atau beberapa komponen kimia yang
mempunyai harga jual tinggi dan diminati oleh para kolektor. Untuk
bisa disebut sebagai batu mulia, suatu benda harus mempunyai sifat
indah, langka dan ketahanan yang tinggi.
12
4. Yang bukan kategori ketahanan dalam batu mulia adalah:
a. kekerasan c. berat jenis
b. toughness d. stabilitas
5. Mineral-mineral di bawah ini yang mempunyai sifat paling
langka adalah:
a. safir c. plagioklas
b. kuarsa d. piroksen
13
Daftar Pustaka
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h.
Senarai
Batu mulia : Benda alam berupa sebuah mineral, batuan atau
bahan organik yang terbentuk dari hasil
proses geologi yang unsurnya terdiri atas satu atau
beberapa komponen kimia yang mempunyai
harga jual tinggi dan diminati oleh para kolektor
Hardness : kemampuan untuk bertahan dari goresan
Toughness : kemampuan untuk bertahan dari pemecahan.
Stability : ketahanan terhadap perubahan yang disebabkan
oleh faktor lingkungan seperti suhu, kimia dan
cahaya.
14
POKOK BAHASAN II
KLASIFIKASI BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Pokok bahasan ini menjelaskan tentang klasifikasi batu
mulia dilihat dari berbagai aspek, berdasarkan klasifikasi Smigel
(2012). Aspek-aspek tersebut di antaranya dilihat dari nilai historis,
cara memotong, asal-asul pembentukan, perlakuan, maksud
penggunaan, dunia industri dan pengguna akhir batu mulia.
1.2. Relevansi
Untuk dapat mempelajari materi dalam pokok bahasan ini
diperlukan pemahaman tentang pengertian dan syarat-syarat batu
mulia. Pembelajaran tentang pokok bahasan klasifikasi batu mulia
ini bermanfaat untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya yaitu
tentang penamaan batu mulia.
15
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan secara
klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan.
2. Penyajian
2.1. Uraian
Di dalam gemologi, terdapat beragam klasifikasi batu mulia.
Beragamnya klasifikasi tersebut disebabkan karena perbedaan
parameter dalam pengklasifikasiannya. Di bawah ini diuraikan
klasifikasi batu mulia betrdasarkan berbagai parameter (Smigel,
2012).
16
Gambar II.1. Contoh batu mulia precious (Albertson, 2018)
17
Gambar II.2. Contoh batu mulia semi precious (Albertson, 2018)
18
B. Klasifikasi Berdasarkan Cara Memotong
Proses pemotongan dan pemolesan batu mulia disebut
gemcutting atau lapidary. Gaya (style) pemotongan batu mulia yang
paling umum adalah faceted dan cabochon.
1. Faceted
Gaya pemotongan faceted paling sering dilakukan pada batu
mulia transparan. Sisi datar dipotong dan dipoles di seluruh
permukaan batu, biasanya dalam pola yang sangat simetris (Gambar
II.3). Pemotongan dengan teknik ini dapat meningkatkan kejernihan
dan keindahan batu mulia. Batu mulia biasanya dilapisi dengan
perekat lilin, epoksi, atau lem cyanoacrylate pada dopstick logam,
yang kemudian dimasukkan ke dalam handpiece yang
memungkinkan kontrol posisi yang tepat.
2. Cabochon
Cabochon adalah pemotongan batu mulia yang sering
diterapkan pada batu mulia yang bersifat transucent sampai opak.
Gaya pemotongan ini lebih sederhana dan umumnya mempunyai
bentuk datar pada bagian dasar dan bagian atasnya berupa garis
lengkung halus yang disebut dome (Gambar II.5). Gaya pemotongan
ini juga sering digunakan untuk batu mulia yang mengandung
banyak inklusi dan pola tertentu untuk menghasilkan kenampakan
batu mulia yang baik.
20
Gambar II.5. Lapis lazuli yang dipotong dengan gaya cabochon
(Smigel, 2012)
21
mengurangi atau tidak punya efek sama sekali terhadap
durabilitas batu mulia.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini!
1. Apakah perbedaan klasifikasi batu mulia precious dan semi
precious? Dan apakah masih relevan digunakan saat ini?
2. Jelaskan perbedaan cara memotong batu mulia dangan gaya
faceted dan cabochon!
23
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Klasifikasi batu mulia bisa dilakukan dengan berbagai faktor,
di antaranya:
1. Nilai historis: precious dan semi precious
2. Cara memotong: faceted dan cabochon
3. Asal usul pembentukan: natural dan sintetik
4. Perlakuan/ treatment: enhanced dan unenhanced
5. Maksud penggunaan: simulant dan fake
6. Sudut pandang dunia industri: batu mulia berwarna dan
intan
7. Siapa pengguna akhir: jewelry gem dan collector gem
24
3.3. Umpan Balik
Bagi mahasiswa yang telah menjawab soal dengan benar dan
lulus, diperkenankan mengikuti materi selanjutnya. Bagi mahasiswa
yang belum lulus, diwajibkan mengerjakan kembali soal tes formatif
di atas.
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
25
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h.
Senarai
Precious stone: Batu mulia kelas tertinggi, yang mempunyai
tingkat kelangkaan dan nilai yang tinggi .
Semi precious : Batu mulia yang kelasnya lebih rendah,
stone lebih mudah dijumpai dan mempunyai nilai
yang tidak terlalu tinggi
Faceted : Gaya pemotongan batu mulia dengan pola
yang simetris, dilakukan untuk batu mulia
transparan
Cabochon : Gaya pemotongan batu mulia berbentuk
lengkung, dilakukan pada batu mulia opak/
translucent.
Simulant : suatu bahan, baik alami atau sintetis, yang
digunakan untuk meniru bahan lain
Fake : bahan yang mewakili sesuatu yang bukan
sesungguhnya
Jewelry gem : Batu mulia yang penggunaannya untuk
perhiasan
Collector gem : Batu mulia yang penggunaannya untuk
koleksi
26
POKOK BAHASAN III
PENAMAAN BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi singkat
Pokok bahasan ini mempelajari tentang penamaan batu
mulia. Di dalam batu mulia juga dikenal tentang sistem penamaan,
meskipun tidak serumit tata nama makhluk hidup atau fosil.
Penamaan batu mulia dapat menggunakan nama resmi (sesuai aturan
nama secara mineralogi) maupun nama dagang yang dikenal luas
oleh masyarakat.
1.2. Relevansi
Pada pokok bahasan ini akan dipelajari tentang penamaan
batu mulia, baik nama resmi maupun nama dagang. Untuk dapat
mempelajari materi dalam pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman tentang nama-nama mineral secara geologi.
Pembelajaran tentang pokok bahasan penamaan batu mulia ini
bermanfaat untuk mengenali nama batuan secara resmi (mineralogi)
yang sering berbeda dengan penamaan di dunia perdagangan batu
mulia.
27
1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)
1. Mampu membedakan nama batuan secara resmi dan nama
dagang.
2. Mampu memberikan nama batu mulia secara resmi ketika
menjumpai batu mulia dengan nama dagang yang berbeda
dengan nama resminya.
2. Penyajian
2.1. Uraian
2.1.a. Dasar Penamaan Batu Mulia
Penamaan batu mulia didasarkan pada dua cara, yaitu tata
nama resmi dan tidak resmi. Nama resmi batu mulia diambil sesuai
dengan nama secara mineraloginya. Sebaliknya nama tidak resmi
bisa berasal dari nama di dunia perdagangan atau nama sesuai daerah
asal. Dengan demikian sering terjadi perbedaan penyebutan nama
satu batu mulia yang sama, namun namanya berbeda karena
perbedaan dasar penamaan. Sebagai contoh amethyst (nama resmi)
dikenal di dunia perdagangan sebagai batu kecubung, opal (nama
resmi) dikenal sebagai kalimaya, rubi (nama resmi) dikenal sebagai
batu merah delima, dan masih banyak lagi.
29
Gambar III.1. Varietas amethyst (a) dan agate (b) pada spesies
kuarsa (Smigel, 2012)
Gambar III.2. Varietas rubi (a), safir kuning (b) dan safir bintang (c)
pada spesies korundum (Smigel, 2012)
c. Kelompok/ Groups
Dalam beberapa kasus, sejumlah spesies mineral yang terkait
erat ditempatkan ke dalam kategori yang lebih besar dan lebih
inklusif, yang disebut kelompok mineral/ mineral group. Contohnya
adalah grup garnet dan grup feldspar.
Garnet Group mencakup semua jenis garnet apapun
spesiesnya, adalah anggota dari kelompok garnet yang mempunyai
sistem kristal isometrik dan merupakan mineral silikat logam dengan
berbagai proporsi Ca, Fe, Mg, Al, Cr, dan Mn yang saling
30
menggantikan dalam formula kimia yang serupa. Garnet group ini
terdiri dari beberapa spesies, di antaranya almandin, pyrope,
grossular, spesartin, andradit dan uvarovit.
Sebagai contoh adalah spessartit yang berwarna oranye
dalam kelompok garnet. Spessartit kaya akan mangan dan tidak ada
varietas individu yang termasuk dalam spesies ini. Contoh lain
adalah spesies grossularit yang berwarna hijau dan kaya kalsium
dalam kelompok garnet. Ada beberapa varietas grossularit,
termasuk batu hijau sedang sampai gelap yang disebabkan oleh
sejumlah jejak kromium dan vanadium, yang disebut Tsavorit
(Gambar III.3).
31
dapat mengubahnya menjadi warna biru-ungu yang cantik. Istilah
deskriptif yang benar adalah “zoisit coklat yang dipanaskan (heated
brown zoisite)”. Siapa yang akan tertarik membeli itu? Oleh karena
itu, kemudian batu mulia tersebut diberi nama "tanzanit", sehingga
terkesan lebih komersial dan lebih berharga (Gambar III.4).
32
Strategi ini tidak selalu berhasil, dan nama dagang yang
dimaksudkan terkadang tidak bisa mendongkrak penjualan batu
mulia tersebut. Ada banyak contoh dimana nama dagang digunakan
untuk jangka waktu tertentu, atau oleh penjual tertentu, tetapi
kemudian mati, atau tidak pernah dikenal secara meluas oleh
masyarakat. Contohnya adalah penggunaan nama “starlite” untuk
mengenalkan zirkon biru yang dipanaskan (heated blue zircon), dan
juga penggunaan nama “royal azel” untuk sugilite (Gambar III.6).
Strategi tersebut gagal, sehingga penamaannya kembali ke nama
semula yaitu heated blue zircon dan sugilite.
Tabel III.1. Beberapa contoh nama dagang beserta nama resmi dari
batu mulia
No Nama Dagang Nama Resmi Gambar
1 Bacan Chrysocola
2 Kalimaya Opal
33
No Nama Dagang Nama Resmi Gambar
3 Pancawarna Jasper
4 Pirus Turquoise
7 Giok Jade
8 Zamrud Emerald
9 Cempaka Kalsedon
11 Yakut Zircon
34
No Nama Dagang Nama Resmi Gambar
12 Mata Kucing Chrysoberyl
35
2.1.d. Misnomer
Kesalahan nama (misnomer) adalah pemberian nama yang
salah. Seringkali misnomer adalah nama-nama batu mulia yang telah
mengakar di masyarakat sejak masa lalu dan bertahan hingga zaman
modern. Terkadang penamaan nama yang salah ini digunakan
karena ketidaktahuan, tetapi terkadang digunakan untuk menipu.
Salah satu dari beberapa misnomer kuno yang kadang-
kadang masih terdengar hingga kini, bahkan di dunia batu mulia
modern, adalah smoky topaz. Selama bertahun-tahun nama ini
digunakan secara tidak benar untuk smoky quartz.
Kesalahan penamaan ini bisa disebabkan karena kegagalan
terjemahan bahasa, atau ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
spesies dengan benar. Meski demikian penggunaannya terus dipakai,
bahkan setelah identitas sebenarnya ditemukan, terutama karena
motif keuntungan. Topaz adalah batu mulia yang umumnya lebih
berharga daripada kuarsa, jadi dengan menyebut variasi kuarsa ini
dengan nama yang salah, yaitu topaz, terkadang bisa dijual dengan
harga lebih tinggi bagi konsumen yang tidak paham.
Contoh lainnya adalah kesalahan identifikasi beberapa batu
mulia bersejarah yang terkenal, seperti zamrud Cleopatra (yang
mungkin adalah peridot). Atau seperti dalam kasus Black Prince's
Ruby di Crown Jewels of England, yang ternyata setelah diuji adalah
spinel.
Selain itu, nama tradisional batu mulia dalam satu bahasa
mungkin tidak bisa diterjemahkan secara tepat, dan mungkin secara
tidak sengaja memperoleh nuansa makna baru ketika barang
berpindah tangan dalam perdagangan internasional. Daftar
misnomers dan folknames seperti ini banyak terjadi bahkan
mencapai ribuan item, dan banyak yang masih dapat ditemukan di
berbagai lokasi. Mudah-mudahan, dengan bertambahnya tingkat
pendidikan gemologis dan kecanggihan di antara pembeli dan
penjual batu mulia, sebagian besar istilah tersebut perlahan-lahan
akan hilang dari sirkulasi.
36
Tabel III.2 berikut menunjukkan beberapa misnomer pada
beberapa batu mulia yang dikenal selama ini. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa ketika nama batu mulia yang terdiri dari nama
yang dimodifikasi di depan spesies batu mulia atau nama varietas,
kemungkinan adalah nama yang salah. Bahannya kemungkinan
besar adalah material lain, bukan batu mulia alami (rubi, jade, lapis
dan lain-lain). Bahan tiruan tersebut biasanya diambil dari material
yang kurang berharga tetapi dengan karakteristik serupa yang
hampir mirip.
Tabel III.2. Contoh misnomer dan nama yang benar dari beberapa
batu mulia
No Misnomer/ Folkname Nama yang benar
1 Balas Ruby Red Spinel
2 Transvaal Jade Translucent Green Hydrogrossular Garnet
3 Mexican Onyx Banded Calcite Marble
4 Swiss Lapis Dyed Blue Chalcedony or Jasper
5 Black Hills Ruby Pyrope Garnet
6 New Jade Bowenite or Serpentine
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini :
1. Sebutkan nama dagang batu mulia yang saudara kenal, dan
jelaskan nama resmi batu mulia tersebut!
2. Jelaskan kenapa bisa terjadi perbedaan anma batu mulia di
dunia perdagangan dengan nama resminya!
3. Penutup
3.1. Rangkuman
Penamaan batu mulia bisa dilakukan secara resmi maupun
tidak resmi. Nama resmi menggunakan nama batu mulia tersebut
sesuai nama mineraloginya. Nama resmi mineral bisa menggunakan
nama spesies, varietas atau kelompok mineral.
Nama tidak resmi biasanya menggunakan nama dagang yang
berkembang di masyarakat. Nama dagang ini digunakan untuk
37
mendongkrak penjualan. Nama dagang kebanyakan berbeda dengan
nama resmi batu mulia. Selain itu juga terdapat kesalahan pemberian
nama/ misnomer. Kesalahan ini terjadi karena penggunaan nama
oleh masyarakat yang sudah terjadi sangat lama, atau juga karena
disengaja untuk menipu pembeli.
38
3.4. Tindak lanjut
Mahasiswa dapat melanjutkan ke materi selanjutnya jika
mampu menjawab tes formatif dan latihan dengan benar minimal
80% dari keseluruhan soal.
39
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
Senarai
Nama resmi : Nama batu mulia sesuai nama mineraloginya
Nama dagang : Nama batu mulia yang dikenal di dunia
perdagangan, yang bertujuan untuk
meningkatkan penjualan
Misnomer : Kesalahan pemberian nama bau mulia, baik di
sengaja maupun tidak, karena ketidaktahuan,
kesalahan identifikasi, atau disengaja untuk
menipu konsumen
40
POKOK BAHASAN IV
PENGUKURAN BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dibahas tentang pengukuran
batu mulia (gem measuring). Pengukuran batu mulia ini meliputi
pengukuran berat yang umumnya menggunakan satuan karat,
maupun pengukuran dimensi ukuran panjang, lebar dan tinggi.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman tentang pengertian batu mulia, karakteristiknya dan cara
pemotongan batu mulia. Materi pada pokok bahasan ini penting
untuk mengetahui nilai ekonomis batu batu mulia.
41
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan secara
klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan.
2. Penyajian
2.1. Materi
2.1. a. Pengukuran Batu Mulia
Gem measuring atau pengukuran batu mulia adalah proses
yang dilakukan untuk mengukur ukuran, berat, dimensi, sifat optik,
serta berbagai sifat fisik batu mulia lainnya seperti belahan, pecahan,
nilai ketahanan, efek pemanasan, dan berat jenis. Pada umumnya
nilai atau ukuran suatu batu mulia dapat berupa carats (karat) atau
dalam ukuran panjang seperti milimeter (mm). Hasil pengukuran ini
nantinya dapat mempengaruhi nilai/ harga suatu batu mulia (Scott,
2019).
Carats (karat) merupakan suatu satuan berat untuk intan
ataupun batu mulia secara umum. 1 karat setara dengan 0,2 gram.
Berat batu permata dihitung dalam satuan karat utuh ditambah
pecahan (1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, atau 1/64). Dengan demikian,
sebuah batu dapat dikatakan memiliki berat 3 + 1/4 karat. Secara
tradisional harga batu mulia selalu diberikan sesuai harga karat
(Gemworld, 2022).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar/ berat pada
batu mulia. Sekilas terlihat bahwa semua batu mulia berbentuk bulat
dengan diameter 6 mm, akan memiliki berat yang hampir sama. Pada
kenyataannya batu mulia yang mempunyai diameter yang sama,
bertanya tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan karena ada dua
faktor penting yang sangat mempengaruhi berat individu batu mulia,
yaitu
42
1. Berat jenis materialnya
Misalnya berat jenis intan adalah 3,52, namun batu permata
lain seperti amethyst memiliki berat jenis yang lebih ringan yaitu
2,66 dan safir mempunyai berat jenis sebesar 4,0. Dengan demikian
intan satu karat (1.00) tidak akan terlihat sama ukurannya dengan
amethyst satu karat atau safir satu karat.
2. Proporsi potongan.
Potongan, terutama dalam hal kedalaman pavilion dan
tingkat tonjolan pavilion, sama pentingnya dalam menentukan berat
batu mulia tertentu dengan panjang dan lebar tertentu. Batu mulia
yang dipotong dengan pavilion lebih dalam akan jauh lebih berat,
baik karena kedalaman paviliun yang lebih dalam maupun karena
penonjolan sisi-sisinya.
43
Gambar IV.1. Timbangan sederhana yang digunakan untuk
menimbang batu mulia pada zaman dahulu (Smigel, 2012).
2. Timbangan elektronik
Beberapa dekade yang lalu, neraca pegas mekanis atau
neraca balok adalah yang paling canggih, namun saat ini, hampir
semua batu permata ditimbang dengan timbangan elektronik
(Gambar IV.2). Prinsip dasarnya sama dengan pegas atau
keseimbangan tegangan. Hasilnya ditampilkan secara digital sebagai
berat benda.
3. Jangka Sorong
Pengukuran batu mulia dengan menggunakan satuan
panjang. Pengukuran dengan satuan panjang dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong, baik yang manual maupun yang
dikalibrasi secara elektronik (Gambar IV.3). Pengukuran ini
awalnya dilakukan untuk mengetahui nilai tengah atau diameter
pada batu mulia. Hal ini biasanya dilakukan untuk melakukan setting
pada batu mulia yang akan dijadikan sebagai mata cincin atau liontin
(Haley, 2017).
44
Gambar IV.3. Alat yang digunakan untuk mengukur dimensi batu
mulia: Jangka sorong manual (a) dan jangka sorong elektronik (b)
(Haley, 2017).
45
5. Presidium Gem Tester
Cara kerja Presidium Gem Tester adalah dengan
membandingkan sifat termal dari masing-masing batu
(konduktivitas termal / daya hantar panas) (Gambar IV.5). Cara kerja
alat ini sangat sederhana, cukup sentuhkan jarum kontak dengan
batuan, dalam waktu beberapa detik akan terlihat hasilnya di layar.
Jika yang dites adalah batu berlian, jarum akan bergerak ke warna
hijau. Demikian jika kita mengetes safir/ rubi, jarum bergerak
sampai tulisan safir/ rubi (untuk batu mulia lainnya, butuh
identifikasi lebih lanjut). Kestabilan alat ini bisa diandalkan
sepanjang waktu namun hanya digunakan untuk identifikasi awal,
dan diperlukan identifikasi lanjutan untuk keakuratan pengujian.
Kelemahan alat ini adalah tidak bisa membedakan batuan alami dan
sintetis.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini:
1. Carilah video tentang pengukuran kadar karat batu mulia,
kemudian buatlah ringkasannya!
2. Carilah video tentang pengukuran dimensi batu mulia,
kemudian buatlah ringkasannya!
46
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
Pilihlah jawaban yang paling tepat dari soal – soal di bawah
ini :
1. Kadar batu mulia biasanya dinyatakan dalam:
a. berat jenis c. gram
b. karat d. kilo gram
2. Satuan karat dalam batu mulia setara dengan berat sebesar:
a. 2 gram c. 0,2 gram
b. 20 gram d. 24 gram
3. Alat yang digunakan untuk mengukur dimensi ukuran batu
mulia adalah:
a. jangka sorong c. timbangan elektronik
b. timbangan manual d. Presidium Gem Tester
4. Alat yang digunakan untuk mengukur dimensi batu mulia
yang berukuran lebih besar adalah:
a. neraca c. jangka sorong manual
b. jangka sorong elektronik d. vernier gem measuring
5. Di antara batu mulia berikut yang memiliki berat jenis paling
tinggi adalah
a. intan c. amethyst
b. safir d. opal
47
3.4. Rangkuman
Pengukuran batu mulia adalah proses yang dilakukan untuk
mengukur ukuran, berat, dimensi, sifat optik, serta berbagai sifat
fisik batu mulia lainnya seperti belahan, pecahan, nilai ketahanan,
efek pemanasan, dan berat jenis. Pada umumnya nilai atau ukuran
suatu batu mulia dapat berupa carats (karat) atau dalam ukuran
panjang seperti milimeter (mm).
Pengukuran batu mulia ini dapat menggunakan beberapa lat
di antaranya timbangan/ neraca baik manual atau elektronik, jangka
sorong, presidium gem tester dan lain-lain.
48
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
49
Senarai
Karat : Merupakan suatu satuan berat untuk intan
ataupun batu mulia secara umum. 1 karat
setara dengan 0,2 gram
50
POKOK BAHASAN V
SIFAT FISIK BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dibahas tentang sifat fisik batu
mulia. Sifat fisik batu mulia ini dideskripsi dengan cara yang sama
dengan sifat fisik mineral pada umumnya. Secara khusus, fokus
pembahasan bab ini adalah pada sifat fisik yang dapat terlihat secara
langsung, atau dapat diukur dengan peralatan minimal, dan yang
paling penting sebagai indikator identitas batu mulia.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman tentang sifat fisik mineral secara umum. Materi pada
pokok bahasan ini penting untuk mempelajari bahasan tentang sifat
optik batu mulia dan pendeskripsian serta identifikasi batu mulia
berdasarkan sifat fisiknya.
51
b. mengetahui (C2) faktor-faktor penyusun ketahan batu mulia
dan menjelaskannya
c. menganalisis (C4) kualitas batu mulia berdasarkan sifat
fisiknya
2. Penyajian
2.1. Materi
Ada dua karakteristik yang dimiliki oleh tiap batu mulia,
yaitu sifat fisik dan sifat optik. Pada pokok bahasan ini akan dibahas
sifat-sifat fisik batu mulia, yaitu sifat-sifat yang tidak bergantung
pada interaksi batu mulia dengan cahaya untuk diekspresikan atau
diukur.
Semua sifat batu mulia (baik fisik maupun optik) berasal dari
struktur tiga dimensi yang mendasarinya dan komposisi kimia batu
mulia tersebut. Atau dengan kata lain, unsur-unsur kimia yang
membentuk batu mulia, dan bagaimana atom-atom unsur-unsur itu
disatukan untuk membentuk struktur bagian dalamnya, menentukan
semua sifat yang bisa kita lihat, rasakan, dan ukur.
Berdasarkan struktur dalamnya tersebut, batu mulia dibagi
menjadi dua yaitu batu mulia amorf dan batu mulia kristalin. Batu
mulia yang kristalin memiliki formula kimia tertentu, dan struktur
internal yang memiliki struktur/ pola tertentu yang teratur, yang
dikenal sebagai kisi kristal. Beberapa contoh batu mulia kristalin
adalah intan, rubi, safir, amethyst dan lain-lain.
52
Spesies batu mulia amorf juga memiliki formula kimia
tertentu, tetapi atom penyusunnya tidak tersusun dalam pola yang
teratur dan dapat diprediksi seperti pada bahan kristalin. Amorf
secara harfiah berarti tanpa bentuk. Maksudnya batu mulia itu
bentuknya tidak teratur, dan pembentukannya tidak seperti
pembentukan kristal. Beberapa contoh permata amorf adalah gelas,
amber, jet, opal, dan mineral metamict.
Berikut adalah beberapa sifat fisik batu mulia:
1. Belahan
Dalam struktur tiga dimensi kristal tertentu, atom terikat
lebih kuat satu sama lain dalam beberapa arah dan lebih rapuh pada
yang lain. Sebagai akibatnya, ketika dikenai suatu gaya yang kuat,
akan terjadi pemecahan yang teratur sesuai bidang yang lemah pada
kristal terdebut. Pemecahan ini, yang kadang-kadang bisa sangat
halus hingga tampak telah dipoles, disebut belahan.
Jumlah arah dimana bahan tertentu membelah dan
kesempurnaan pemecahan digunakan untuk mengukur karakteristik
ini. Ada batu mulia yang mempunyai belahan satu arah, dua arah,
tiga arah, empat arah dan enam arah (Gambar V.1). Karena belahan
adalah sifat spesies, maka juga berfungsi sebagai kriteria identifikasi
batu mulia yang baik.
53
Spesies dengan belahan yang sempurna, terutama jika dalam
berbagai arah, adalah risiko buruk batu mulia untuk digunakan
sebagai perhiasan. Hal ini disebabkan karena dengan mempunyai
belahan dengan arah yang banyak dan sempurna, akan
mempermudah batu mulia tersebut untuk dipecahkan sesuai arah
belahan batu mulia tersebut.
Penambang telah lama menggunakan sifat belahan dalam
memotong batu yang ditemukan. Cobbing adalah tindakan memukul
batu dengan tajam dan tepat menggunakan palu untuk mematahkan
bagian yang tidak stabil (yaitu belahan). Pengetahuan tentang bidang
belahan pada material yang ditambang sangat penting untuk
penggunaan teknik ini secara efisien. Penggunaan belahan mungkin
paling dikenal dalam pemotongan intan/ berlian. Namun, tidak
semua batu mulia menunjukkan belahan, misalnya turmalin, safir,
dan garnet.
2. Pecahan
Pecahan adalah pemecahan yang terjadi tidak di sepanjang
bidang belahan. Jika belahan hanya dijumpai pada beberapa batu
mulia dan hanya pada arah tertentu, pecahan dapat terjadi pada
semua batu mulia dan di segala arah. Dengan dikenai kekuatan yang
cukup, batu mulia apa pun akan pecah, meskipun ada jenis batu
mulia yang mudah pecah dan ada juga yang sulit untuk dipecahkan.
Bagian tepi pecahan tidak mulus seperti belahan, tetapi
cenderung memiliki salah satu dari beberapa kenampakan pecahan.
Beberapa jenis pecahan yang dikenal, misalnya seperti pecahan rata
(even), konkoidal (seperti cangkang), berserat (splintery/ fibrous),
tidak rata (uneven), step-like (menganak tangga), dan granular
(Gambar V.2). Seperti halnya belahan, pecahan ini adalah
karakteristik spesifik spesies yang penting dalam identifikasi batu
mulia.
54
Gambar V.2. Citrine quartz dengan pecahan konkoidal (a),
Charoite dengan pecahan splintery (b), Turquoise dengan pecahan
granular (c) dan Koral dengan pecahan uneven (Smigel, 2012)
3. Ketahanan (Durabilitas)
Dalam bab sebelumnya telah dibahas mengenai konsep
ketahanan (durabilitas) batu mulia, yang terdiri dari kekerasan,
ketangguhan dan stabilitas.
a. Kekerasan
Kecenderungan untuk menahan goresan dalam batu mulia
dikenal sebagai kekerasan. Dari tiga faktor dalam daya tahan,
kekerasan adalah faktor yang paling dikenal. Kekerasan terbentuk
dari ikatan kimia antara atom-atom penyusun batu mulia (seberapa
erat atom-atom tersebut terikat satu sama lain).
Kekerasan batu mulia mempengaruhi daya tahan pemakaian,
kilau, dan ketahanan terhadap pemotongan dan pemolesan. Dengan
pertimbangan semua faktor lain dianggap sama, batu mulia yang
lebih keras lebih bisa digunakan dalam perhiasan, mempunyai kilau
permukaan yang lebih cerah, dan membutuhkan lebih banyak waktu
dan upaya untuk memotong dan memoles. Selain itu juga akan
mempertahankan hasil polesan lebih lama dari batu mulia yang lebih
lunak.
Kekerasan dinyatakan dengan skala Mohs, yaitu skala 1-10
(paling lunak hingga paling keras). Untuk menguji kekerasan, salah
satu metode yang biasa digunakan adalah tes gores/ scratch test.
Pengujian ini biasanya menggunakan alat pensil baja yang ujungnya
diberi berbagai mineral (atau logam) dengan kekerasan yang
55
telahdiketahui. Dengan menggores permukaan mineral yang tidak
diketahui, penguji dapat menentukan perkiraan kekerasan sampel.
Dalam gemologi, tes semacam itu jarang dilakukan karena sifatnya
merusak permukaan batu mulia. Pengecualian mungkin dalam
pengujian bagian bawah ukiran, atau sepotong permata kasar, atau
sedikit bahan yang telah patah.
Berdasarkan kekerasannya, batu mulia dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu batu mulia lunak (soft gems) yang mempunyai
kekerasan berkisar 1-5 skala Mohs (Gambar V.3), batu mulia
menengah (gems of intermediate hardness) dengan kekerasan sekitar
6-7 skala Mohs (Gambar V.4) dan batu mulia keras (hard gems)
dengan kekerasan di atas 7 skala Mohs (Gambar V.5).
56
Gambar V.5. Contoh batu mulia keras: spinel dengan kekerasan 8
skala Mohs (a), topaz dengan kekerasan 8 skala Mohs (b),
chrysoberyl dengan kekerasan 8,5 skala Mohs (c) dan safir dengan
kekerasan 9 skala Mohs (d) (Smigel, 2012)
57
b. Toughness
Kecenderungan untuk menahan pemecahan dan potongan
dikenal sebagai ketangguhan batu mulia. Sifat ini dikendalikan
terutama oleh dua faktor, yaitu:
- kemampuan bahan untuk membelah dalam bentuk kristal
tunggal
- ada atau tidak adanya karakteristik struktural tertentu dalam
agregat dan/ atau batu mulia amorf yang mendukung
kekuatan dan daya kohesi.
Dengan asumsi semua faktor lain dianggap sama, semakin
keras suatu batu mulia, akan semakin tangguh. Contoh: topaz,
dengan kekerasan 8 itu tampaknya menjadi batu mulia yang cukup
keras, tetapi jika kita lihat kecenderungannya yang kuat untuk
membelah satu arah, kenyataannya menjadi agak rapuh. Demikian
juga dengan intan, yang dianggap sebagai bintang dari mineral
dengan kekerasan tertinggi, hanya termasuk peringkat "baik" jika
dilihat dari sisi ketangguhannya, karena pembelahan dan potensi
pemecahannya. Intan biasanya dipotong pada bagian sisi datar culet
di ujung paviliun. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan pemecahan
(atau pembelahan) di zona culet yang rapuh.
Ketangguhan mempengaruhi daya tahan (keawetan)
pemakaian dan ketahanan terhadap pemolesan. Batu giok yang
sudah berusia ribuan tahun, saat ini kondisinya masih seindah saat
pertama kali dibuat.
Tidak ada skala numerik dimana ketangguhan diukur,
melainkan istilah-istilah relatif seperti fragile gems, gems of
intermediate toughness dan tough gems.
- Fragile gems: topaz, sodalit, serpentin
- Gems of intermediate toughness: turmalin, iolite fair) dan
chrysoprase, intan (good)
- Tough gems: safir, hematit (excellent) dan jadeite nephrite,
jadeite jade (exceptional)
58
c. Stabilitas
Stabilitas dalam batu mulia adalah ukuran kemampuannya
untuk menahan perubahan akibat paparan cahaya, panas, dan/ atau
bahan kimia. Stabilitas tidak hanya memengaruhi daya pakai, tetapi
juga menentukan cara yang tepat untuk fashioning, membersihkan
dan menyimpan batu mulia.
Kebanyakan batu mulia bersifat stabil, tetapi beberapa
(bahkan beberapa di antaranya cukup populer) tidak stabil, dan harus
ditangani dengan tepat. Contohnya adalah apatit dan opal yang
sensitif terhadap panas, topaz akan pudar jika dikenai cahaya,
turquoise bersifat mudah mengalami pemudaran warna jika dikenai
berbagai material.
6. Reaksi Termal
Respon terhadap suhu tinggi dalam hal penampakan dan
bau, dapat menjadi penunjuk dalam mengidentifikasi beberapa batu
mulia. Banyak batu mulia organik seperti tanduk, gading, kulit kura-
kura, dan koral hitam, mengeluarkan bau seperti rambut terbakar
ketika dikenai panas. Amber berbau seperti terpentin, dan jet seperti
aroma batu bara.
7. Konduktivitas Termal
Batu mulia mempunyai sifat yang sangat berbeda dalam hal
ini, yang diukur melalui kecepatannya merambatkan panas. Selama
bertahun-tahun tidak ada toko perhiasan yang dijumpai tanpa
menggunakan alat pengukur konduktivitas termal (atau dikenal
sebagai penguji intan). Dengan hanya menyentuhkan logam kecil
ke permata, dapat langsung ditentukan sebagai "berlian" atau "bukan
berlian".
Beberapa tahun yang lalu, dua perkembangan terjadi yang
membuat semua perangkat ini usang.
a) Sebuah berlian simulan baru, yang disebut Moissanite yang
konduktivitas termalnya mendekati berlian, telah hadir di
pasaran, dan
b) Berlian sintetis sekarang menjadi cukup umum dijumpai.
Berlian buatan manusia yang memiliki sifat fisik yang sama
dengan permata alami, tentu saja, akan lulus ujian sebagai
berlian.
60
8. Konduktivitas Listrik
Segera setelah diperkenalkannya Moissanite, muncullah
pemasaran generasi baru penguji yang menggunakan taktik berbeda
untuk memisahkan Moissanite dari berlian. Berlian (dengan
pengecualian intan biru alami) yang semakin langka, tidak
menghantarkan listrik, tetapi Moissanite memiliki daya hantar listrik
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk :
1. Apa yang membedakan antara belahan dan pecahan?
Jelaskan bagaimana peranan belahan dan pecahan terhadap
kekuatan batu mulia!
2. Jelaskan unsur-unsur pembentuk stabilitas batu mulia!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Berikut ini adalah contoh batu mulia amorf, kecuali:
a. jet c. amber
b. opal d. garnet
2. Di bawah ini yang bukan termasuk kelompok batu mulia
lunak adalah:
a. rubi c. mutiara
b. sfalerit d. fluorit
3. Berikut yang merupakan contoh tough gems adalah:
a. intan c. safir
b. topaz d. turmalin
4. Intan adalah mineral dengan kekerasan Skala Mohs tertinggi.
Untuk dapat memotong intan menggunakan prinsip
pemotongan pada:
a. pecahan c. kekerasan
b. belahan d. berat jenis
61
5. Batu mulia berat adalah batu mulia yang mempunyai berat
jenis:
a. < 4 c. 1-2
b. >4 d. 2-3
3.4. Rangkuman
1. Sifat fisik batu mulia yaitu sifat-sifat yang tidak bergantung
pada interaksi batu mulia dengan cahaya untuk diekspresikan
atau diukur.
2. Yang termasuk sifat fisik batu mulia di antaranya: belahan,
pecahan, ketahanan (kekerasan, toughness, stabilitas), berat
jenis, nagnetisme, konduktivitas termal, konduktivitas listrik.
62
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
63
Senarai
Soft gems : Batu mulia yang mempunyai kekerasan
berkisar 1-5 skala Mohs
Gems of : Batu mulia dengan kekerasan sekitar 6-7 skala
intermediate Mohs
hardness
Hard gems : Batu mulia dengan kekerasan di atas 7 skala
Mohs
Batu mulia : Batu mulia dengan berat jenis kurang dari 3
ringan
Batu mulia : Batu mulia dengan berat jenis 3-4
menengah
Batu mulia : Batu mulia dengan berat jenis lebih dari 4.
berat
64
POKOK BAHASAN VI
SIFAT OPTIK DAN FENOMENA
OPTIK BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Pada pokok bahasan ini akan dibahas tentang sifat optik batu
mulia, yaitu sifat yang berkaitan dengan perlakuan cahaya yang
diterima batu mulia tersebut dan fenomena optik batu mulia. Sifat
optik batu mulia ini diamati dengan mata telanjang maupun dengan
alat-alat tertentu, seperti mikroskup.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman tentang sifat fisik mineral dan pengetahuan tentang
mineral optik. Materi pada pokok bahasan ini penting untuk
mempelajari bahasan tentang kualitas batu mulia berdasarkan sifat
optiknya.
65
a. menjelaskan (C2) arti kilap, transparansi dan warna pada
batu mulia.
b. menjelaskan (C2) tentang iridescence, adularescence,
aventurescence, chatoyancy dan perubahan warna pada batu
mulia.
c. menganalisis (C4) penyebab terbenuknya sifat optik dan
fenomena optik batu mulia.
2. Penyajian
2.1. Materi
2.1.a. Sifat Optik Batu Mulia
Sifat optik adalah sifat yang terkait dengan perilaku cahaya,
pada atau dalam, batu mulia. Beberapa di antaranya dapat dilihat,
dan bahkan diukur dengan mata telanjang saja. Tiga karakteristik
tersebut adalah kilap, transparansi, dan warna. Studi tentang faktor-
faktor ini, dan penggunaannya dalam identifikasi dan evaluasi batu
mulia, sering disebut gemologi optik.
Karakteristik lain dilakukan atau diukur hanya dengan
menggunakan instrumen khusus. Beberapa di antaranya adalah
indeks bias, sifat optik, birefringence, pleokroisme, dispersi, reaksi
terhadap sinar ultraviolet dan penyerapan selektif. Analisis sifat-sifat
batu mulia ini dilakukan dan diukur di laboratorium gemologi.
66
Berikut adalah beberapa sifat optik batu mulia:
1. Kilap
Kilap batu mulia terbentuk dari jumlah dan kualitas cahaya
yang dipantulkan dari permukaannya. Setiap spesies dan variasi
batu mulia, mempunyai ciri khas kilap yang melekat. Namun, kilap
yang sebenarnya pada setiap jenis batu mulia bervariasi, karena
perbedaan facetor, adanya inklusi, atau berbagai perubahan kimia
dan fisik, seperti oksidasi atau abrasi, yang dapat mempengaruhi
permukaan.
Nama-nama yang telah diberikan kepada berbagai kilap yang
terlihat dalam batu mulia berasal dari kemiripannya dengan
permukaan yang dikenal. (Awalan sub- menunjukkan "kurang dari").
Beberapa kilap dinamai dengan kemiripannya dengan nama
batuannya, seperti dalam kasus adamantine lustre/ kilap intan
(adamas = Bahasa Yunani untuk intan), dan kilap mutiara (Gambar
VI.1). Berdasarkan deskripsi berbagai batu mulia, menunjukkan
bahwa sebagian besar batu mulia memiliki kilau seperti kaca/
vitreous.
Gambar VI.1. Kilap intan pada berlian (a), Kilap mutiara pada
mutiara (b), Kilap kaca pada agate (c), Kilap lemak pada nephrite
jade (d), kilap lemak pada tiger’s eye (e) dan kilap damar pada amber
(f) (Smigel, 2012)
67
2. Transparansi
Secara teknis dikenal sebagai diaphaneity. Tingkat
transparansi batu mulia adalah salah satu karakteristik yang
langsung dapat diamati dan merupakan karakteristik yang familiar.
Transparansi bergantung pada seberapa banyak cahaya
menembus batu mulia, dan tidak hanya dipengaruhi oleh sifat
kimiawi dan kristalin dari batu mulia itu, tetapi juga oleh
ketebalannya, dan kondisi permukaannya.
Ketika cahaya menyentuh permukaan batu mulia, ada tiga
kejadian sehubungan dengan transparansi tersebut. Cahaya tersebut
bisa dipantulkan, diserap atau diteruskan (Gambar VI.2). Proporsi
dalam setiap kategori akan menentukan transparansi permata itu.
68
Istilah-istilah tingkat transparansi di antaranya (Gambar
VI.3):
a. Opak: Tidak ada cahaya yang ditransmisikan.
b. Translucent: Sebagian cahaya ditransmisikan.
c. Transparan: Sebagian besar cahaya ditransmisikan.
Istilah "semi" kadang-kadang ditambahkan untuk
menggambarkan perantara, dan memberikan kategori tambahan di
luar tiga kategori tersebut, misalnya semi opak, semi transparan.
3. Warna
Warna pada batu mulia ditentukan oleh penyerapan selektif
dari beberapa panjang gelombang cahaya. Telah diketahui bahwa
apa yang tampak oleh kita sebagai cahaya putih (atau tidak
berwarna) sebenarnya terdiri dari cahaya dari berbagai warna. Issac
Newton adalah yang pertama menunjukkan hal ini pada abad ke-17.
Ilmuwan di tahun-tahun berikutnya, mampu menunjukkan
bahwa warna cahaya adalah fungsi dari panjang gelombangnya.
Spektrum energi elektromagnetik yang ditafsirkan oleh mata dan
otak kita sebagai cahaya, berkisar dari sekitar 700 nm pada
gelombang terpanjang (merah) hingga sekitar 400 nm pada
gelombang terpendek (ungu) (Tabel VI.1).
69
Tabel VI.1. Spektrum warna dan panjang gelombangnya
Warna Panjang Gelombang (nm)
Merah 700 - 630
Oranye 630 - 590
Kuning 590 - 550
Hijau 550 - 490
Biru 490 - 440
Ungu 440 - 400
70
Gambar VI.4. Beberapa contoh batu mulia idiokromatik: peridot (a),
Rhodochrosite (b), cuprite (c) dan malachite (d) (Smigel, 2012)
71
Contoh yang baik dari spesies permata alokromatik adalah
korundum. Al2O3 murni tidak berwarna, misalnya safir putih, tetapi
jika kita menambahkan sedikit saja besi ke dalam campuran maka
kita akan mendapatkan safir kuning atau oranye. Campurkan besi
dengan sedikit titanium, dan akan menghasilkan batu mulia
berwarna biru.
Sumber warna lain beberapa batu mulia mendapatkan
warnanya dari inklusi mikroskopis dari mineral lain di dalamnya
(Gambar VI.6). Salah satu jenis kalsedon yang paling indah (permata
silika) yaitu chrysocolla chalcedony, memiliki warna biru-hijau
yang jelas. Kristal kuarsa sebenarnya tidak berwarna, tetapi jika di
dalamnya ada kristal kecil dari mineral berwarna biru hijau yang
sangat lunak, yaitu chrysocolla.
72
dengan warna yang sama. Banded ini bisa menambah dramatis dan
menarik dari suatu batu mulia, tetapi secara umum batu mulia dari
jenis ini memiliki warna yang tidak jelas, patchy, atau zoning, dan
dianggap lebih rendah daripada batu mulia berwarna yang lebih
merata.
Ada tiga aspek untuk deskripsi warna pada batu mulia yaitu
warna (hue), rona (tone) dan saturasi.
a. Warna
adalah posisi dasarnya dalam spektrum warna: merah,
oranye, kuning, hijau, biru atau ungu, dan juga mencakup
warna antara seperti oranye agak kekuningan, atau hijau agak
kebiru-biruan.
b. Rona
Rona batu mulia pada dasarnya adalah seberapa terang atau
gelap warnanya, dan berkisar dari sangat terang hingga
hampir tidak berwarna, dari gelap hingga tampak hitam.
c. Kejenuhan
Aspek warna batu mulia yang paling jarang dikuantifikasi
adalah saturasi, yang merupakan ukuran kemurnian warna,
yaitu ada atau tidak adanya perubahan rona, misalnya abu-
abu atau coklat.
73
Mempelajari warna pada batu mulia penting dilakukan
karena:
a. Perbedaan warna yang kecil berarti perbedaan harga yang
besar!: di dunia pecinta permata dan perhiasan, perbedaan
warna yang kecil dapat memberikan perbedaan harga yang
besar.
b. Warna merupakan kata sifat yang umum digunakan sebagai
identifikasi: Tanpa sistem pengatur deskripsi warna, sangat
sulit untuk mengkomunikasikan informasi warna secara
efisien.
c. Jika hanya mengandalkan memori warna saja tidak bisa
diandalkan. Maka harus ada sistem di mana koordinat warna
yang tepat dapat direkam, sebagai pembanding.
74
Gambar VI.8. Beberapa contoh iridescence pada batu mulia:
Orientasi pada mutiara (a), fire agate (b), red and green ammolite (c)
dan rainbow obsidian (d) (Smigel, 2012)
b. Adularescence
Adularescence adalah fenomena optik ketika sebuah batu
mulia menampilkan cahaya mengambang bergelombang yang
muncul dari bawah permukaan. Nama tersebut berasal dari batu
mulia paling menonjol yang menampilkan fenomena tersebut yaitu
batu bulan/ moonstone, yang secara historis dikenal sebagai adularia
(Gambar VI.9).
Pada moonstone, adularescence terjadi karena efek lapisan,
di mana lapisan dalam tipis dari dua jenis feldspar bercampur (zona
eksolusi natrium feldspar dalam kalium feldspar). Lapisan-lapisan
ini menyebarkan cahaya baik secara merata di semua wilayah
spektral yang menghasilkan cahaya putih, atau warna biru dan
oranye.
75
c. Aventurescence
Berbeda dengan fenomena lain dimana keindahan dan
kekhasan fitur batu mulia ditimbulkan oleh efek difraksi/ cahaya
yang menyebar, aventurescence ditimbulkan oleh refleksi cahaya.
Ketika terdapat inklusi mineral lain hadir dan bersifat sangat
reflektif, inklusi tersebut bertindak sebagai cermin kecil sehingga
batu mulia tersebut menjadi berkilau dan bercahaya. Kilauan ini
disebut aventurescence. Istilah shiller juga kadang-kadang
digunakan untuk menggambarkan cahaya berkilauan ini. Reflektor
yang paling umum adalah tembaga, hematit dan mika.
Spesies yang paling sering ditemui menunjukkan efek ini
adalah feldspar tertentu dan varietas kuarsa (Gambar VI.10).
d. Chatoyancy
Fenomena ini juga disebabkan oleh refleksi, tetapi dalam
kasus ini disebabkan oleh inklusi yang tidak terbentuk dengan baik,
atau batu mulia tidak dipotong sedemikian rupa untuk memusatkan
atau memfokuskan cahaya, maka akan terebntuk cahaya halus yang
disebut simple chatoyance.
Contoh fenomena chatoyancy adalah fenomena tiger’s eye,
cat’s aye dan asterism (Gambar VI.11).
76
e. Perubahan Warna
Perubahan warna adalah batu mulia yang warnanya berbeda
secara substansial bila dilihat dengan lampu pijar dibandingkan
dengan warnanya yang terlihat pada siang hari. Karena fenomena ini
berasosiasi kuat dengan varietas chrysoberyl Alexandrite, kadang-
kadang disebut efek Alexandrite, terlepas dari spesies apapun yang
menunjukkannya (Gambar VI.12).
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk!
1. Apa yang membedakan antara sifat optik dan fenomena optik
pada batu mulia?
2. Sebutkan macam-macam sifat optik batu mulia!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Berikut ini termasuk sifat optik batu mulia, kecuali:
a. kilap c. transparansi
b. warna d. iridescence
2. Batu mulia yang warnanya tergantung dari rumus kimia
penyusunnya disebut:
a. idiokromatik c. warna asli
b. alokromatik d. warna semu
3. Batu mulia yang tidak dapat meneruskan cahaya secara total
akan mempunyai kenampakan:
77
a. tembus pandang c. translucent
b. opak d. transparan
4. Berikut ini yang tidak termasuk fenomena chatoyancy
adalah:
a. tiger’s eye c. bird’s eye
b. cat’s eye d. asterism
5. Fenomena optik berupa kenampakan permukaan batu mulia
yang beraneka warna disebut:
a. aventuresence c. adularescence
b. iridescence d. chatoyancy
3.4. Rangkuman
1. Sifat fisik optik batu mulia adalah sifat yang terkait dengan
perilaku cahaya, pada atau dalam, batu mulia. Contohnya
adalah kilap, transparansi dan warna.
2. Fenomena optik batu mulia adalah sifat batu mulia yang
bergantung pada cahaya, dan bukan karena unsur kimia
penyusunnya dan struktur kristal, melainkan karena interaksi
cahaya dengan inklusi tertentu atau fitur struktural dalam
permata. Fenomena optik utama pada batu mulia antara lain
iridescence, adularescence, aventurescence, chatoyancy dan
perubahan warna.
78
3.5. Kunci jawaban tes formatif
1. d
2. a
3. b
4. c
5. b
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
79
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
Senarai
Idiokromatik : Batu mulia mendapatkan warnanya dari
rumus kimianya
Alokromatik : Batu mulia yang rumus kimia dasarnya tidak
menyebabkan penyerapan selektif sehingga
warnanya tergantung pengotor yang ada.
Iridescence : Fenomena optik berupa efek permukaan
yang beraneka warna.
Adularescence : Fenomena optik ketika sebuah batu mulia
menampilkan cahaya mengambang
bergelombang yang muncul dari bawah
permukaan.
Aventurescence : Fenomena optik yang ditimbulkan oleh
refleksi cahaya.
Chatoyancy : Fenomena optik yang disebabkan oleh
refleksi, tetapi dalam kasus ini disebabkan
oleh inklusi yang tidak terbentuk dengan
baik, atau batu mulia tidak dipotong
sedemikian rupa untuk memusatkan atau
memfokuskan cahaya.
80
POKOK BAHASAN VII
PEMBENTUKAN BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi singkat
Pada pokok bahasan pembentukan batu mulia ini akan
membahas tentang proses-proses geologi yang dapat membentuk
batu mulia. Proses-proses tersebut pada umumnya erat kaitannya
dengan proses pembentukan mineral atau batuan.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman mengenai proses pembentukan mineral dan batuan.
Materi pada pokok bahasan ini penting untuk eksplorasi batu mulia.
81
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam sub-pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan
secara klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan
2. Penyajian
2.1. Materi
Hampir semua batu mulia yang berasal dari mineral
terbentuk di kerak bumi, dengan pengecualian peridot dan intan,
yang terbentuk di mantel, dan semuanya ditambang di kerak bumi.
Kerak bumi ini terdiri dari tiga jenis batuan yaitu batuan beku,
sedimen dan metamorf, yang berbeda dalam asal dan
karakteristiknya.
Batuan beku adalah batuan yang memadat dari bentuk cair
(magma), batuan sedimen terbentuk karena pengendapan dan
konsolidasi sedimen, dan batuan metamorf terjadi ketika suhu dan
tekanan besar mengubah struktur kristal batuan beku, sedimen, atau
metamorf yang telah ada sebelumnya.
Kombinasi spesifik dari lima faktor yaitu suhu, tekanan,
ruang, unsur kimia, dan waktu, diperlukan untuk pembentukan
setiap jenis batu mulia. Hal ini yang menyebabkan mengapa batu
mulia secara umum jarang dijumpai.
Silikon dan oksigen adalah dua elemen paling melimpah dari
kerak bumi, dan merupakan unsur pembentuk kuarsa (SiO2),
sehingga dapat dimengerti bahwa kuarsa ditemukan secara luas.
Sebaliknya dengan Axinite, yang juga merupakan batu mulia silikat,
membutuhkan kalsium, besi, magnesium, boron dan aluminium
untuk pembentukannya (selain silikon dan oksigen) , sehingga lebih
jarang dijumpai.
82
Pembentukan batu mulia di alam dapat terbentuk melalui
proses presipitasi dari larutan, kristaslisasi dari lelehan magma,
kondensasi uap, metamorfisme dan batu mulia organik.
b. Petrifikasi
Terkadang sisa-sisa tanaman organik yang keras seperti
kayu, atau tulang atau kulit binatang terkubur dalam lava atau
sedimen sebelum membusuk. Penguburan seperti itu membatasi
pasokan oksigen, dan proses dekomposisi berjalan lambat. Air kaya
silika dapat mengisi dan mengganti setiap rongga atau struktur yang
hadir dengan agate atau opal, membentuk replika dari bentuk aslinya
di batuan padat. Banyak fosil dihasilkan dari proses ini yang dikenal
sebagai petrifikasi (Gambar VII.2).
84
lingkungan permukaan dekat yang memberi waktu bagi kristal
tunggal yang lebih besar untuk terbentuk.
Banyak spesimen mineral dan bijih logam kualitas tertinggi
di dunia berasal dari sumber hidrotermal tersebut. Emerald, kristal
kuarsa, amethyst, dan fluorit adalah batu mulia yang biasanya
terbentuk ketika larutan hidrotermal membeku (seperti urat atau
kristal) dalam retakan atau kantung di dalam batu, atau di antara
lapisan batuan (Gambar VII.3).
d. Geode
Rongga pelarutan di dalam batuan sedimen, atau rongga
lubang gas di batuan beku, adalah tempat utama dimana kristalisasi
dari larutan hidrotermal terjadi. Hasilnya, yang dikenal sebagai
geode, biasanya mengandung agate atau kuarsa, dan merupakan
salah satu temuan favorit pemburu batu mulia.
85
2. Kristalisasi/ Pembekuan Magma
Saat magma mendingin berbagai mineral terbentuk,
tergantung pada suhu dan tekanan pada lokasi dan waktu tertentu.
Karena setiap jenis mineral itu mengurangi konsentrasi atau
menghilangkan beberapa unsur yang diperlukan untuk
pembentukannya, dengan demikian ketika campuran unsur-unsur
hadir, dan kondisi fisik berubah maka mineral akan terbentuk.
Pembekuan magma ini dapat terbentuk pada lingkungan
intrusif, ekstrusif, mantel dan pegmatit.
a. Intrusif
Batu mulia biasanya terbentuk pada batuan beku intrusif, di
mana laju pendinginan yang lambat mendukung terbentuknya kristal
yang lebih besar. Namun secara umum, kita tidak menambang situs
formasi asli dari batuan yang mengandung batu mulia ini, tetapi
mengumpulkan batu mulia dari batuan yang sudah lapuk yang telah
lepas. Korundum dan topas adalah contoh batu mulia yang terbentuk
pada batuan intrusi.
b. Ekstrusif
Batuan beku ekstrusif umumnya tidak mengandung kristal
besar. Namun, kadang-kadang beberapa kristal besar akan terbentuk
jauh di bawah permukaan bumi, tetapi sebelum kristalisasi mineral
lain selesai dan batuan intrusi berbutir besar dihasilkan, magma
menemukan jalan ke permukaan. Dalam kondisi baru ini, sisa
magma (membawa kristal besar dari bawah) dengan cepat memadat
menjadi batuan berbutir halus. Dalam batuan beku ekstrusif seperti
itu bisa ditemukan kristal batu mulia yang lebih besar dalam
massadasar batuan berbutir halus. Korundum, moonstone garnet, dan
zirkon adalah contoh batu mulia yang dapat dibentuk dan dibawa ke,
atau di dekat, permukaan dengan cara ini.
c. Batu mulia yang terbentuk di dalam mantel
Kristal peridot terbentuk dalam magma dari mantel atas (20
hingga 55 mil), dan dibawa ke permukaan oleh aktivitas tektonik
atau vulkanik di mana kita menemukannya di batuan beku ekstrusif.
86
Intan terbentuk jutaan tahun yang lalu, lebih dalam di mantel
(sekitar 100 - 150 mil di bawah permukaan), pada suhu dan tekanan
yang ekstrem. Magma pembentuk intan ini kemudian akan meletus
(masih mengandung intan) untuk membentuk batuan yang disebut
kimberlites dan lamproites.
Pembentukan intan dapat diperkirakan melalui skenario
berikut (Gambar VII.5):
1. Magma yang mengandung kristal intan menemukan jalan ke
permukaan.
2. Saat lava naik, sebagian mendingin dan mengeras di bawah
permukaan membentuk formasi batuan kimberlit, di mana
kristal intan membeku.
3&4. Kerucut vulkanik telah terkikis, meninggalkan intan di
permukaan, dan di bawah tanah pada pipa kimberlit (atau
lamproit).
d. Pegmatit
Ketika magma yang mengandung mineral terlarut dalam air
di bawah tekanan, mulai naik melalui celah dan mendingin,
kristalisasi dimulai. Air magmatik, bersama dengan mineral terlarut
yang membutuhkan suhu lebih rendah untuk kristalisasi, menjadi
semakin terkonsentrasi.
87
Pada fase akhir kristalisasi magma, air dikeluarkan sebagai
uap, dan sisa-sisa magma yang sangat terkonsentrasi, mengkristal di
dekat permukaan dalam formasi geologi khusus yang dikenal
sebagai pegmatit. Magma pembentuk pegmatit sering mengandung
konsentrasi tinggi unsur-unsur langka seperti berilium dan boron.
Batu mulia yang biasa ditemukan dalam pegmatit adalah
zamrud/ emerald, topas, turmalin, rose quartz, chrysoberyl, dan
spodumen.
4. Metamorfisme
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa panas dan
tekanan dari sumber kontak atau regional dapat menyebabkan satu
mineral bermetamorfisme menjadi mineral lain. Ini sering terjadi
88
pada mineral pada batu mulia. Marmer (Gambar VII.6) dan lapis
lazuli adalah batu mulia yang terbentuk secara metamorf, dan rubi,
spinel, dan garnet adalah mineral permata yang sering terkristalisasi
di dalam batuan yang mengalami perubahan metamorfisme, karena
panas dan tekanan.
89
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk :
1. Jelaskan proses geologi apa saja yang dapat membentuk
batu mulia!
2. Di antara proses-proses tersebut, proses manakah yang
paling banyak menghasilkan batu mulia? Jelaskan!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Batuan berongga yang di dalamnya terdapat kristal mineral
disebut:
a. botryoidal c. pegmatit
b. geode d. hidrotermal
2. Batuan beku yang membawa intan adalah:
a. kimberlit c. anortosit
b. gabbro d. peridotit
3. Batu mulia yang berasosiasi dengan proses metamorfisme
adalah:
a. amethyst c. lapis lazuli
b. opal d. amber
4. Berikut ini yang tidak termasuk batu mulia organik adalah:
a. mutiara c. jet
b. amber d. kalimaya
5. Batu mulia organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
adalah:
a. gading c. koral
b. mutiara d. amber
90
3.3. Tindak lanjut
Bagi mahasiswa yang telah menjawab soal dengan benar dan
lulus, diperkenankan mengikuti materi selanjutnya. Bagi mahasiswa
yang belum lulus, diwajibkan mengerjakan kembali soal tes formatif
di atas.
3.4. Rangkuman
Batu mulia dapat terbentuk melalui berbagai proses geologi.
Proses-proses tersebut di antaranya proses presipitasi dari larutan,
kristalisasi dari pembekuan magma, proses kondensasi uap, proses
metamorfisme dan dari bahan organik.
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
91
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
Senarai
Petrifikasi : Proses pengisian larutan ke dalam pori-pori suatu
fosil (baik tumbuhan maupun hewan) yang
menyebabkan fosil tersebut menjadi lebih berat
karena kristalisasi larutan kimia tersebut.
92
POKOK BAHASAN VIII
BATU MULIA SINTETIS
DAN TIRUAN
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi singkat
Pada pokok bahasan batu mulia sintetis dan tiruan ini akan
membahas tentang batu mulia yang merupakan buatan manusia dan
juga batu mulia yang merupakan tiruan dari batu mulia alami.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman mengenai klasifikasi batu mulia dan pembentukan batu
mulia. Materi pada pokok bahasan ini penting untuk mengetahui
keaslian batu mulia dan membedakannya dengan batu mulia sintetis
dan tiruan.
93
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam sub-pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan
secara klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan
2. Penyajian
2.1. Materi
2.1. a. Batu Mulia Sintetis
Batu mulia sintetis adalah produk batu mulia buatan manusia.
Batu mulia sintetis ini dapat berupa salinan persis dari batu mulia
alam, contohnya adalah rubi sintetis dan zamrud sintetis (Gambar
VIII.1). Kreasi semacam ini memiliki sifat optik, kimia, dan fisik
yang hampir sama dengan produk alaminya.
Batu mulia sintetis dapat juga berupa bahan unik yang tidak
ditemukan di alam. Batu mulia jenis ini merupakan batu mulia yang
sepenuhnya buatan manusia tanpa bahan alami sama sekali,
contohnya adalah cubic zirconia (CZ) dan YAG (yttrium aluminum
garnet) (Gambar VIII.2).
94
Gambar VIII.2. Yttrium aluminum garnet (Smigel, 2012)
95
1. Melting (bahan cair yang membeku)
Dalam setiap proses peleburan, bahan padat bubuk yang
diperlukan untuk membuat batu mulia sintetis, dipanaskan sampai
titik lelehnya dan kemudian dibiarkan dingin sedemikian rupa
sehingga satu kristal besar atau sekelompok kristal besar terbentuk.
Contohnya adalah pembuatan korundum (rubi dan safir) sintetis.
2. Solution (padatan diendapkan dari cairan dimana ia
dilarutkan)
Ciri khas dari proses ini adalah bahan dilarutkan dalam
pelarut (tidak selalu air), dan diletakkan di bawah suhu dan tekanan
tinggi. Larutan lewat jenuh perlahan didinginkan, dan permata
mengkristal menjadi benih kristal. Jika pelarutnya adalah air,
prosesnya disebut hidrotermal, dan jika pelarutnya adalah zat lain,
maka prosesnya disebut fluks. Karena melibatkan suhu dan tekanan
tinggi, maka menggunakan wadah logam tertutup yang kuat untuk
menampung larutan.
Beberapa batu mulia, seperti zamrud dan kuarsa, hanya dapat
dibuat dengan metode pelarutan ini. Dalam kasus lain, seperti rubi
dan safir, metode pelarutan adalah metode produksi alternatif.
3. Uap/ vapor (bahan padat terbentuk dari kondensasi gas
dimana ia dilarutkan)
Pembentukan dari cara ini sontohnya adalah pembentukan
koral sintetis, turquoise sintetis, opal sintetis dan intan sintetis.
Pembuatan intan sintetis menggunakan ruang vakum pada tekanan
0,1 atm, yang berisi kristal bijih intan diisi dengan gas metana (CH4)
pada suhu 1000° C. Pada rezim suhu dan tekanan itu, karbon dalam
gas terpisah dari hidrogen, dan mengkristal pada permukaan bijih
intan.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk :
1. Jelaskan apakah setiap batu mulia sintetis dapat disebut
sebagai batu mulia tiruan! Berikan contohnya!
2. Berikan contoh batu mulia tiruan!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Batu mulia sintetis dapat dibuat dengan proses berikut,
kecuali:
a. melting c. vapor
b. solution d. drilling
2. Batu mulia sintetis yang sering dibuat dengan cara pelarutan
adalah:
a. intan c. rubi
b. zamrud d. safir
3. Batu mulia sintetis berikut ini dapat dibuat dengan proses
vapor, kecuali:
a. turquoise c. lapis lazuli
b. opal d. intan
4. Batu mulia alami berikut yang sering dijadikan tiruan batu
giok adalah:
a. serpentin c. lapis lazuli
b. amber d. kalimaya
5. Spinel merah sering digunakan sebagai tiruan:
a. safir c. zamrud
b. rubi d. intan
98
3.2. Umpan balik
Untuk dapat melanjutkan ke materi selanjutnya, mahasiswa
harus mampu menjawab tes formatif minimal 80% benar.
3.4. Rangkuman
Batu mulia sintetis adalah produk batu mulia buatan
manusia. Batu mulia sintetis ini dapat berupa salinan persis dari batu
mulia alam.
Batu mulia tiruan juga dikenal sebagai batu mulia imitasi,
terlihat seperti batu mulia yang ditiru tetapi tidak memiliki sifat
kimia, fisik, dan optik dari batu mulia yang ditiru tersebut. Batu
mulia tiruan ini dapat berupa buatan manusia dan batu mulia alami.
99
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Smigel, B.W. (2012). Introduction to Gemology.
http://www.bwsmigel.info/
Sulianta, F. Dan Santosa, R. (2015). Kitab Batu Mulia. Andi,
Yogyakarta. 146h
Senarai
Batu mulia sintetis : batu mulia buatan manusia.
Simulants : Batu mulia tiruan
100
POKOK BAHASAN IX
PREPARASI BATU MULIA
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi singkat
Pada pokok bahasan preparasi batu mulia ini akan dibahas
mengenai preparasi batu mulia (gem fashioning) sebelum batu mulia
tersebut digunakan atau diperjualbelikan.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman mengenai klasifikasi batu mulia dan pengukuran batu
mulia. Materi pada pokok bahasan ini penting untuk mengetahui
tahapan apa saja yang diperlakukan pada batu mulia, dari didapatkan
di alam hingga siap digunakan.
101
1.4. Petunjuk Pembelajaran
Dalam sub-pokok bahasan ini, pembelajaran dilakukan
secara klasikal dimana dosen menyampaikan materi. Selain itu juga
dilakukan diskusi interaktif dimana mahasiswa diharapkan
menyampaikan permasalahan yang dihadapi untuk didiskusikan
bersama. Di akhir pembelajaran, mahasiswa mengerjakan test untuk
menguji pemahaman mahasiswa terhadap pokok bahasan yang
disampaikan.
2. Penyajian
2.1. Materi
Preparasi batu mulia untuk digunakan sebagai perhiasan,
atau untuk dipajang sebagai ornamen, dikenal sebagai fashioning.
Dalam kasus-kasus tertentu tidak ada proses fashioning yang
dilakukan sama sekali terhadap batu mulia karena batu mulia
tersebut sudah dapat langsung digunakan ketika didapatkan dari
alam. Misalnya, spesimen kristal atau logam kadang-kadang
dipajang di tempat pajangan atau dipasang di perhiasan dalam
kondisi apa adanya seperti ketika didapatkan dari alam. Contoh yang
paling umum adalah mutiara. Permata ini, yang sudah dalam bentuk
yang indah ketika ditemukan, kadang-kadang langsung dimasukkan
ke dalam dudukannya tanpa preparasi apapun.
Pada kenyataannya sebagian besar batu mulia, memerlukan
preparasi (fashioning) sebelum digunakan. Seni dan kerajinan
pembuatan batu mulia disebut lapidary (atau pemotongan batu
mulia), dan praktisinya dikenal sebagai lapidarist atau pemotong
batu mulia.
Proses fashioning pada batu mulia ini meliputi proses
pemotongan (cutting) dan pemolesan (polishing). Pada umumnya
batu mulia ditemukan di alam dalam bentuk bongkahan batuan yang
bercampur dengan batuan lain. Oleh karena itu diperlukan proses
pemisahan batu mulia tersebut dengan pengotornya. Setelah itu baru
dilakukan pemotongan dan pemolesan untuk memperoleh bentuk
dan kilap yang proporsional.
102
1. Pemotongan Batu Mulia
Pemotongan ini dilakukan ketika batu mulia yang diperoleh
dari alam sudah dibersihkan dan dipisahkan dari campuran
pengotornya. Tujuan pemotongan ini adalah untuk mendapatkan
ukuran yang diinginkan sehingga lebih mudah untuk dibentuk sesai
model yang diinginkan.
Alat yang digunakan untuk memotong batu mulia ini di
antaranya adalah:
a. Tumbled stone
Cara paling sederhana dalam fashioning batu mulia adalah
menggunakan alat tumbled stone. Hal ini dilakukan dengan
mencampur batu mulia kasar dengan air dan serangkaian bahan
abrasif yang lebih halus, dan memasukkannya ke dalam tabung
bermotor dan kemudian menggetarkannya selama beberapa lama.
Saat batu-batu itu saling bergesekan dengan bahan abrasif, maka
akan terbentuk belahan dan pecahan kecil di tepi dan sudut batu
mulia sehingga menjadi lebih halus permukaannya (Gambar IX.1).
Gambar IX.1. Mesin tumbled stone (a) dan contoh batu mulia hasil
pemotongan dengan tumbled stone (b) (Smigel, 2012)
103
b. Alat Gergaji
Menggergaji batu mulia tujuannya untuk mempermudah
pekerjaan selanjutnya, yaitu pengasahan dan pemolesan. Selain itu
juga untuk merapikan bentuk batu mulia dan membuka/ mengiris
batu mulia dalam bentuk geode.
Alat untuk menggergaji kecil tersedia dalam berbagai ukuran
mulai dari gergaji kecil dengan bilah empat inci, hingga gergaji besar
yang digunakan untuk memotong batu besar (Gambar IX.2).
Berbeda dengan bilah gergaji kayu, bilah gergaji batu mulia
tidak memiliki gigi. Pisau umumnya berbentuk cakram bundar tipis
dengan butiran abrasif seperti silikon karbida, ampelas, atau intan
yang tertanam di bagian tepinya.
Gambar IX.2. Mesin pemotong/ gergaji kecil (a) dan gergaji besar
untuk memotong batu mulia di alam (b) (Smigel, 2012)
104
dengan berbagai jenis batu mulia, berdasarkan kekerasan dan
karakteristik permukaannya.
105
Cabochon dapat diproduksi dengan ukuran berkisar dari kecil
hingga potongan besar. Bentuk standar seperti oval dan bulat
biasanya diproduksi dalam ukuran yang sudah disesuaikan dengan
standar komersial.
b. Manik-manik
Manik-manik adalah salah satu jenis permata yang paling
kuno dan saat ini popularitasnya kembali mengalami peningkatan.
Manik-manik adalah permata dengan lubang di dalamnya (Gambar
IX.5). Pembuatan manik-manik berbentuk bulat atau simetris
lainnya dapat dilakukan dengan tangan dengan peralatan mesin
pembuat cabochon, tetapi untuk tujuan komersial biasanya
dilakukan dengan perangkat yang disebut bead mills.
106
Ukiran dalam batu permata, seperti pembuatan manik-
manik, merupakan bentuk yang sangat awal dari lapidary. Secara
historis, potongan-potongan tersebut dilakukan dengan tangan
dengan tulang, batu, atau alat logam dan abrasif yang sesuai. Pilihan
alat tergantung pada apa yang tersedia secara lokal, dan pada
kekerasan material yang sedang dikerjakan. Masih ada beberapa
pengukir tangan yang meneruskan tradisi ini. Namun, sebagian
besar, pemahat dan pengukir permata saat ini menggunakan alat
bertenaga listrik dengan silikon karbida atau alat dengan mata intan.
d. Faceted
Gaya pembuatan paling populer untuk batu mulia transparan
adalah faceted. Teknik ini dilakukan dengan memotong batu mulia
dengan membentuk segi-segi dengan kemiringan sudut tertentu
(Gambar IX.6). Teknik ini diterapkan untuk batu mulia yang
transparan, misalnya intan, rubi, safir dan lain-lain.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gem fashioning!
2. Jelaskan apa perbedaan cabochon dan faceted!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Yang bukan termasuk dalam proses preparasi batu mulia
adalah:
a. pemotongan c. pemolesan
b. pengasahan d. pemanasan
107
2. Preparasi batu mulia lebih dikenal dengan istilah:
a. fashioning c. cutting
b. enhancement d. polishing
3. Batu mulia yang sifatnya opak lebih sesuai dipotong dengan
model:
a. faceted c. ukiran
b. cabochon d. manik-manik
4. Batu mulia berikut yang tidak cocok untuk dipotong dengan
model cabochon adalah:
a. black opal c. hydrogrossular garnet
b. turquoise d. intan
5. Batu mulia yang transparan cocok untuk dipotong dengan
model:
a. cabochon c. ukiran
b. faceted d. manik-manik
3.4. Rangkuman
Preparasi batu mulia untuk digunakan sebagai perhiasan, atau
untuk dipajang sebagai ornamen, dikenal sebagai fashioning. Proses
fashioning pada batu mulia ini meliputi proses pemotongan (cutting)
dan pemolesan (polishing).
108
3.5. Kunci jawaban tes formatif
1. d
2. a
3. b
4. d
5. b
109
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
Senarai
Lapidary : Seni dan kerajinan yang terkait dengan
pemotongan batu mulia
Gem : Preparasi batu mulia yang meliputi pemotongan,
Fashioning pengasahan dan pemolesan batu mulia
110
POKOK BAHASAN X
GEM ENHANCEMENT
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi singkat
Pada pokok bahasan gem enhancement ini akan dibahas
mengenai macam-macam perlakuan pada batu mulia yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas batu mulia, terutama keindahan dan
daya tahan batu mulia.
1.2. Relevansi
Untuk mempelajari pokok bahasan ini diperlukan
pemahaman mengenai syarat-syarat batu mulia, sifat fisik batu
mulia, sifat optik batu mulia dan preparasi batu mulia Materi pada
pokok bahasan ini penting untuk mengetahui kualitas batu mulia
secara kesluruhan.
111
b. Menjelaskan (C2) perbedaan antara gem fashioning dan
gem enhancement.
c. Menentukan pengaplikasian (C3) metode gem enhancement
pada batu mulia yang dijumpai.
2. Penyajian
2.1. Materi
Gem enhancement didefinisikan sebagai pemrosesan apa
pun (selain fashioning) yang dapat meningkatkan penampilan atau
daya tahan batu mulia. Gem enhancement dapat meningkatkan nilai
batu mulia dengan memperbaiki kualitas batu mulia tersebut.
Misalnya dengan membuat bagian yang tidak bisa digunakan dari
batu mulia menjadi bisa digunakan, atau yang tadinya jelek menjadi
cantik, maka itu telah meningkatkan nilai dari batu mulia.
Kegiatan gem enchantment ini telah dilakukan selama
berabad-abad lamanya. Awal mulanya dimulai sejak tahun 2000 SM
ketika orang- orang Minoa mengoleskan emas yang ditempa tipis ke
bagian belakang batu transparan agar lebih memantulkan cahaya.
Kemudian pada sekitar tahun 1300 SM, ditemukan harta karun yang
terkubur berupa batu akik carnellian yang diberi perlakuan panas.
Lalu berlanjut ketika pada tahun 23 - 79 M, Pliny the Elder dalam
karyanya yang terkenal yaitu Natural History, memberikan resep
untuk oiling dan dyeing batu permata. Sampai pada tahun 1932,
terbitlah sebuah makalah gemologi dengan mencantumkan empat
112
belas perlakuan pemanasan yang diketahui. Dan sampai saat ini
banyak orang-orang yang melakukan kegiatan gem enchantment ini.
Beberapa contoh perlakuan dalam gem enhancement antara
lain:
1. Pemanasan/ Heating
Perlakuan yang paling serbaguna dan banyak digunakan
untuk batu permata adalah pemanasan. Suhu yang digunakan dalam
pemanasan ini bervariasi dari pemanasan di bawah sinar matahari
yang intens, hingga mendekati suhu 2000°C, tergantung pada
kondisi batu permata dan efek yang diinginkan. Periode pemanasan
berkisar dari menit hingga beberapa hari.
a. Pemanasan Amber
Amber dipanaskan dengan tujuan utama yaitu untuk
mempergelap dan memperjelasnya. Ketika dipanaskan pada suhu
rendah, permukaan amber berangsur-angsur menjadi gelap seiring
waktu. Sebagian besar amber yang ditemukan di alam berwarna
kuning muda hingga emas, dan dengan pemanasan dapat mengubah
warnanya menjadi cokelat, emas, oranye hingga coklat tua.
b. Pemanasan Beryl
Dua spesies beryl biasanya diberi perlakuan panas.
Aquamarin dan Morganit secara alami berwarna biru kehijauan dan
merah muda agak kekuningan. Dengan pemanasan warna aquamarin
dapat berubah menjadi murni biru dan morganit menjadi merah
muda.
c. Pemanasan Kalsedon
Dari banyak variasi kalsedon, carnellian adalah satu-satunya
yang mungkin dipanaskan. Warna coklat jingga dari carnelian
berasal dari kandungan oksida besinya, yang ketika tidak dipanaskan
akan terhidrasi. Bentuk oksida besi ini dikenal sebagai limonit dan
berwarna kuning, oranye hingga cokelat. Dengan pemanasan akan
menghilangkan air terikat dari limonit dan mengubahnya menjadi
bentuk tidak terhidrasi yaitu hematit, yang berwarna merah darah.
113
d. Pemanasan Korundum
Hampir semua permata korundum (safir dan rubi) telah
dipanaskan. Banyak hasil yang berbeda dari proses pemanasan yang
mungkin terjadi tergantung pada suhu, atmosfer, dan bahan kimia
tertentu dari bahan yang dipanaskan.
e. Pemanasan intan
Setelah intan disinari menjadi hijau dan biru hijau, mereka
sering dipanaskan untuk lebih mengubah warnanya. Umumnya, batu
tersebut berubah menjadi kuning atau coklat, tetapi, beberapa
menjadi warna merah muda, ungu atau merah.
f. Pemanasan kuarsa
Seperti halnya korundum, pemanasan kuarsa dapat
menghasilkan berbagai efek. Pemanasan pada suhu rendah terhadap
amethyst gelap atau berlumpur dapat mencerahkan warna ungu, dan
dapat mengurangi warna abu-abu dan kabut yang tidak menarik.
Pada suhu yang lebih tinggi, amethyst berubah menjadi citrine
kuning atau oranye atau menjadi prasiolit berewarna kuning-hijau.
Smokey quartz saat dipanaskan bisa menguning menjadi citrine.
Tigers’eye yang biasanya berwarna kuning keemasan akan menjadi
merah saat dipanaskan.
g. Pemanasan Topaz
Dua jenis topaz dipanaskan secara rutin, yaitu:
- Topaz putih, sebagai langkah awal dalam peningkatan
warnanya, diiradiasi menjadi coklat, dan kemudian harus
dipanaskan untuk menciptakan warna biru yang stabil.
- Topaz alami yang banyak berwarna kuning atau oranye,
dipanaskan menjadi warna merah muda.
h. Pemanasan Turmalin
Pada turmalin, pemansan dapat berguna dalam mencerahkan
warna turmalin yang berwarna hitam menjadi biru tua dan hijau.
i. Pemanasan Zirkon
Zirkon terbentuk secara alami dalam warna cokelat jingga.
Pada pemanasan dengan suhu sekitar 1000° C, zirkon dapat berubah
menjadi biru atau putih dan ada yang tidak berubah. Untuk yang
114
tidak menunjukkan perubahan warna, dilakukan pemanasan dengan
suhu lebih rendah sekitar 900° C, dalam lingkungan oksidasi dan
hasilnya dapat bervariasi dari kuning, putih hingga merah.
2. Penyinaran/ Irradiation
Setelah pemanasan, perlakuan yang paling umum digunakan
untuk peningkatan batu mulia adalah penyinaran. Eksperimen paling
awal adalah dengan penyinaran menggunakan partikel alfa (inti
helium) yang bekerja seperti yang diinginkan, tetapi meninggalkan
efek sisa radiasi yang kuat dan sangat persisten. Saat ini, partikel
beta (elektron), neutron dari reaktor nuklir, dan sinar gamma dari
sumber kobalt sering digunakan untuk penyinaran bau mulia.
a. Penyinaran Beryl
Beril tak berwarna (varietas goshenite) dengan penyinaran
dapat berubah warna menjadi warna kuning hingga emas.
b. Penyinaran Intan
Penyinaran dapat mengubah warna intan dari colorless
menjadi hijau atau biru hijau. Warna lain yang biasanya dihasilkan
melalui iradiasi adalah hitam. Intan memang dapat dijumpai secara
alami dalam warna hitam jika mengandung inklusi tertentu, tetapi
kebanyakan intan hitam yang digunakan dalam perhiasan saat ini
adalah jenis yang sudah dilakukan penyinaran.
c. Penyinaran Mutiara
Penyinaran mutiara dengan menggunakan radiasi gamma
memiliki efek berbeda pada mutiara budidaya air tawar dan air laut.
Ketika mutiara air laut disinari, ternyata inti manik yang terbuat dari
cangkang menjadi gelap, yang membuat mutiara terlihat abu-abu
atau abu-abu kebiruan. Dalam kasus mutiara air tawar, iradiasi dapat
menciptakan warna perak, emas, hitam dan bahkan multi-warna,
seringkali terlihat sangat metalik.
d. Penyinaran Kuarsa
Kuarsa tak berwarna disinari untuk menghasilkan smokey
quartz dengan nuansa dari cokelat muda hingga cokelat sangat gelap
atau cokelat keabu-abuan.
115
e. Penyinaran Scapolit dan Spodumen
Scapolit dan spodumen mungkin kurang dikenal di dunia
batu mulia, namun keduanya memberikan contoh menarik tentang
efek penyinaran. Scapolit ditemukan secara alami dalam warna
kuning muda hingga sedang, dan juga dalam warna ungu pucat.
Dengan penyinaran, scapolit berwarna kuning dapat berubah
menjadi warna ungu yang jauh lebih tajam atau menjadi warna
kecoklatan.
Spodumen secara alami tidak berwarna, pink muda/ lavender
(kunzit). Dengan penyinaran, kunzit dapat berubah menjadi warna
hijau muda hingga sedang yang sering disebut sebagai Hiddenite,
yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi.
f. Penyinaran Turmalin
Penyinaran dapat mengubah warna asli turmalin yang
kecokelatan menjadi turmalin berwarna merah muda hingga merah.
Permintaan akan turmalin berwarna merah muda ini semakin
meningkat dibanding turmalin dengan warna aslinya.
g. Penyinaran Topaz
Topaz tidak berwarna jumlahnya berlimpah namun harganya
murah. Untuk itu dilakukan penyinaran yang dapat mengubah
warnanya menjadi biru yang lebih menarik dan nilai jualnya lebih
tingggi. Salah satu hasil penyinaran topaz yang paling menarik
adalah London blue, karena jenis ini paling langka dan paling mahal
karena membutuhkan paparan neutron (proses paling mahal), dan
waktu perlauan paling lama.
116
Bahan berpori seperti pirus yang telah dilapisi lilin, dapat
mengurangi penyerapan minyak dan kontaminan lingkungan
lainnya. Sebagian besar pirus dan batu giok dengan kadar tertinggi
di dunia telah diberikan perlakuan ini. Begitu juga dengan lapis
lazuli, rhodocrosite, serpentin, variscite dan amazonit.
4. Pewarnaan/ Dyeing
Pewarnaan relatif mudah dilakukan pada batu mulia berpori
dan batu mulia yang berupa agregat. Pori-pori dan ruang antara
mikrokristal memungkinkan pewarna untuk diserap. Batu mulia
dengan kristal tunggal, tidak cocok untuk dilakukan pewarnaan
karena hanya akan menyerap pewarna pada bagian retakan yang
dijumpai di permukaan. Contoh batu mulia berpori dan agregat yang
sering diwarnai adalah kalsedon, giok, koral, mutiara, dan howlite.
5. Pemutihan/ Bleaching
Batu mulia yang paling sering dikenai perlakuan bleaching
adalah mutiara. Secara historis, jauh sebelum mutiara budidaya
ditemukan pada awal abad ke-20, nelayan mutiara akan menjemur
mutiara di bawah sinar matahari yang cerah, dengan hati-hati
membolak-balikkannya selama periode waktu tertentu, dengan
tujuan untuk mencerahkan dan meratakan warnanya dan
mengurangi beberapa bintik gelap yang mengurangi keindahan
mutiara. Cahaya masih digunakan di beberapa fasilitas pengolahan
mutiara.
Selain penggunaannya dalam menghilangkan noda dan
warna gelap, pemutihan adalah bantuan yang luar biasa bagi
produsen dalam mencocokkan warna mutiara. Konsumen mutiara
saat ini menuntut agar setiap mutiara dalam untaian memiliki warna
yang persis sama.
Bahan yang sering digunakan untuk pemutih adalah bahan
kimia seperti hidrogen peroksida dan klorin, mempercepat
prosesnya, tetapi pada permata organik halus seperti mutiara dan
karang, harus digunakan dengan kadar rendah dan hati-hati.
117
6. Stabilisasi/ Impregnation
Impregnasi dilakukan dengan menyuntikkan resin tidak
berwarna ke dalam pori-pori batu mulia untuk membuatnya lebih
tahan lama dan meningkatkan penampilannya. Contoh batu mulia
yang sering dikenai perlakuan ini adalah ammolite. Tanpa
impregnasi, ammolite terlalu rapuh terhadap keausan.
Batu mulia lain seperti batu giok atau pirus biasanya
diperlakukan dengan cara ini. Nilai rendah dari pirus berpori tinggi
yang mungkin memiliki warna yang bagus, tetapi sangat rapuh, atau
hampir tidak mungkin untuk dipoles, dapat sangat ditingkatkan
dengan impregnasi resin.
118
9. Difusi
Perlakuan difusi pada batu mulia dilakukan dengan
memanaskannya pada suhu yang sangat tinggi, di ambang titik
lelehnya. Pemanasan ini dilakukan dengan menambahkan bahan
yang mengandung kromofor seperti titanium, kromium atau atom
lain, yang kemudian dapat berdifusi ke permukaan atau bagian
dalam batu untuk mengubah warna atau menciptakan fenomena
optik batu mulia.
2.2. Latihan
Kerjakan latihan di bawah ini sesuai petunjuk :
1. Apa perbedaan antara preparasi batu mulia dengan gem
enhancement?
2. Sebutkan macam-macam cara dalam gem enhancement!
3. Penutup
3.1. Tes Formatif
1. Berikut ini yang tidak termasuk sebagai proses gem
enhancement adalah:
a. pemanasan c. pewarnaan
b. penyinaran d. pemolesan
2. Kalsedon yang berwarna cokelat jingga, jika dipanaskan
akan berubah menjadi warna::
a. ungu c. biru
b. merah darah d. hijau
119
3. Untuk melindungi batu mulia berpori dari enyerapan minyak
atau kontaminan, dilakukan dengan cara:
a. waxing c. difusi
b. oiling d. laser drilling
4. Perlakuan yang paling sering dilakukan untuk mutiara
adalah:
a. dyeing c. bleaching
b. oiling d. waxing
5. Penyinaran pada topaz dapat mengubah warnanya dari
colorless menjadi:
a. merah c. jingga
b. biru d. kuning
3.4. Rangkuman
1. Gem enhancement didefinisikan sebagai pemrosesan apa
pun (selain fashioning) yang dapat meningkatkan
penampilan atau daya tahan batu mulia. Gem enhancement
dapat meningkatkan nilai batu mulia dengan memperbaiki
kualitas batu mulia tersebut.
2. Gem enhancement dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya pemanasan, penyinaran, waxing, pewarnaan,
pemutihan, stabilisasi, peminyakan, laser drilling, difusi dan
coating.
120
3.5. Kunci jawaban tes formatif
1. d
2. b
3. a
4. c
5. b
Daftar Pustaka
Albertson, H. (2018). Precious Stones Vs. Semi Precious Stones:
What are the differences between the two?
https://theeyeofjewelry.com/
Bayu, F. (2015). Panduan lengkap A – Z Batu Mulia Buku Wajib
Kolektor dan Pebisnis Batu Mulia. Kata Pena, Surabaya. 100h.
Carmona, C.I. 1998. Estimating Weights of Mounted Colored
Gemstones. Gems & Gemology, Vol. 34, No. 3, pp. 202–211.
Clark, D. (-). Gemstone Facets: Terminology and Functions.
https://www.gemsociety.org/article/gemstone-facets/
Evans, A.M. (1993) Ore Geology and Industrial Mineral: An
Introduction. 3rd Edition, Blackwell Science, New
York, 390p.
Haley, S. 2017. How to Measure a Gemstone. Oureverydaylife.
(https://oureverydaylife.com/how-to-measure-a-gemstone-
12466223.html
Harben, P.W. & Kužvart, M. (1996) Industrial Minerals: A Global
Geology. Industrial Mineral Information Ltd., London, 462p.
Kogel, J.E., Trivedi, N.C., Barker, J.M., Krukowski, S.T. (eds)
(2006) Industrial Minerals & Rocks, 7th Edition,
Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc.,
Colorado, 1548p.
Read, P.G. (2008). Gemmology. NAG Press, UK. 336p.
Schumann, W. (2001). Gemstones of the World. Sterling Publishing
Company. New York. 272p.
121
Senarai
Gem : pemrosesan apa pun selain fashioning yang
enahncement dapat meningkatkan penampilan atau daya
tahan batu mulia.
Waxing : proses melapisi permukaan batu mulia
menggunakan lilin tidak berwarna atau
minyak
Oiling : pengisian permukaan batu mulia yang
mengalami retakan/ berongga dengan minyak,
resin, atau gelas yang tidak berwarna.
Dyeing : Pemberian warna pada batu mulia berpori dan
batu mulia yang berupa agregat.
122
INDEKS
L
C
lapidary, 110
Cabochon, 20, 26, 105, 106
chatoyancy, 76, 80
collector gem, 26 M
misnomer, 36, 37, 40
D
Dyeing, 117, 122 O
Oiling, 118, 122
F
faceted, x, xiv, 19, 20, 23, 24, P
107, 108 Petrifikasi, 84, 92
precious, x, 16, 17, 18, 23,
24, 26
G
Precious stone, 26
gem fashioning, 110
123
S T
Simulant, 22, 26 Toughness, 11, 14, 58
Simulants, 96, 100 W
Soft gems, 64 Waxing, 116, 122
Stability, 11, 14
124
BIOGRAFI PENULIS
125
HALAMAN COVER BELAKANG
126