Anda di halaman 1dari 37

STUDI STABILITAS PEMECAH GELOMBANG

PADA PANTAI SANUR, BALI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
Zufarizky Abayomi 2201841015

Pembimbing Skripsi:
Dr. Ir. Oki Setyandito, S.T., M.Eng.

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty Of Engineering

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2022
STUDI STABILITAS PEMECAH GELOMBANG
PADA PANTAI SANUR, BALI

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk gelar kesarjanaan pada
Program Studi Teknik Sipil
Jenjang Pendidikan Strata-1

Oleh:
Zufarizky Abayomi 2201841015

Civil Engineering Program


Civil Engineering Study Program
Faculty Of Engineering

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2022
STUDI STABILITAS PEMECAH GELOMBANG
PADA PANTAI SANUR, BALI

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:

Zufarizky Abayomi
2201841015

Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing
Koordinator Skripsi

Dr. Ir. Oki Setyandito, S.T., M.Eng. Dr. Ir. Juliastuti, M.T.

D2940 D1722

Mengetahui,

Dr. Ir. Oki Setyandito, S.T., M.Eng.


Head of Civil Engineering Study Program

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kuasa dan rahmat-Nya yang berlimpah sehingga penyusunan proposal skripsi ini
berjalan dengan baik dan lancar dan selesai tepat waktunya.
Tujuan Penulisan PROPOSAL SKRIPSI adalah mengkaji identifikasi
masalah-masalah dari penelitian serta menguraikan studi literatur, landasan teori,
maupun metode penelitian yang akan dilaksanakan dalam penulisan skripsi ini.
Sehingga diharapkan proposal skripsi ini dapat memperlancar proses penelitian
skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat disetujui untuk
dijadikan skripsi, juga memberikan sumbangan pemikiran dan menambah
pengetahuan bagi pembaca. Karena banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki,
kritik dan saran akan penulis terima untuk kesempurnaan tulisan ini.

Jakarta, 28 Februari 2022

Zufarizky Abayomi
2201841015
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 2
1.5 Hipotesa Penelitian .......................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 3
BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................................... 1
2.1 Definisi Pantai.................................................................................................. 1
2.1.1 Struktur Pelindung Pantai ................................................................. 2
2.2 Definisi Likuifaksi ........................................................................................... 4
2.2.1 Proses Terjadinya Li quifaksi ........................................................... 5
2.3 Gelombang ....................................................................................................... 6
2.4 Pemecah Gelombang ....................................................................................... 6
2.4.1 Pemecah Gelombang Sisi Miring ..................................................... 7
2.5 Fluktuasi Muka Air Laut .................................................................................. 7
2.5.1 Pasang Surut ..................................................................................... 7
2.6 Stabilitas dan Dimensi Batu Lapis Pelindung Hudson .................................... 9
2.7 Stabilitas dengan Formula Van der Meer ...................................................... 12
2.8 Dasar Jurnal Penelitian Terdahulu ................................................................. 14
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 16
3.1 Pendahuluan ................................................................................................... 16
3.1.1 Penentuan Lay-out dan Tipe Breakwater ........................................ 17
3.1.2 Simulasi Model Menggunakan Finite Element Software PLAXIS
2D.................................................................................................... 17
3.2 Data Tes Tanah (Geoteknik) .......................................................................... 18
19
3.3 Tahap Penelitian ............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 21
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai ....................................................................... 1
Gambar 2. 2 Sketsa Profil Melintang contoh Revertment Blok Kubus Beton ............. 3
Gambar 2. 3 Pemecah Gelombang Sisi Miring ............................................................ 3
Gambar 2. 4 Giant Sand Containers (GSC) ................................................................. 4
Gambar 2. 5 Proses Terjadinya Likuifaksi ................................................................... 5

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 16


Gambar 3.2 Layout Rencana Breakwater alternatif 2 ................................................ 17
Gambar 3.3 Data Bore Log di Darat .......................................................................... 18
Gambar 3. 4 Data Bore Log di Laut ........................................................................... 19

DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Road map penelitian terdahulu .................................................................. 14

x
xi
xii
1BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) 1 terbesar di
dunia yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Jumlah pulau di
Indonesia yang resmi tercatat mencapai 16.056 pulau. Adapun garis pantai Indonesia
sepanjang 99.093 km2. 3 Luas daratannya mencapai sekitar 2,012 juta km2 dan laut
sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), 2,7 juta kilometer persegi diantaranya termasuk dalam
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).4 Laut Indonesia yang luasnya 2,5 kali lipat dari
wilayah daratan pastinya memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi kekayaan
alam maupun jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
pembangunan ekonomi pada tingkat lokal, regional dan nasional.
Indonesia memiliki berbagai potensi wisata, baik wisata alam serta wisata
budaya karena Indonesia memiliki berbagai suku bangsa, adat istiadat dan budaya
serta letak geografi Indonesia sebagai negara tropis dan kepulauan sehingga
menghasilkan berbagai macam keindahan alam dan hewan yang menjadi tujuan
wisata. Pariwisata dianggap salah satu sektor ekonomi yang penting, bahkan sektor
ini diharapkan menjadi penghasil devisa nomor satu.
Kebudayaan dan keindahan alam merupakan aset berharga yang selama ini
mampu menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk datang dan
berkunjung menikmati keindahan alam maupun untuk mempelajari keanekaragaman
kebudayaan bangsa Indonesia. Pariwisata sekarang ini telah menjadi kebutuhan bagi
masyarakat di berbagai lapisan bukan hanya untuk kalangan tertentu saja, sehingga
dalam penanganannya harus dilakukan dengan serius dan melibatkan pihak-pihak
yang terkait, selain itu untuk mencapai semua tujuan pengembangan pariwisata,
harus diadakan promosi agar potensi dan daya tarik wisata dapat lebih dikenal dan
mampu menggerakkan calon wisatawan untuk mengunjungi dan menikmati tempat
wisata (Soebagyo, 2012 1:54)
Secara alami lokasi Pelabuhan Sanur ada di Pantai Matahari Terbit, Desa
Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali, lokasi ini
sudah sering digunakan kapal-kapal kecil untuk menyeberang ke wilayah pulau-
pulau seberang seperti Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Nusa
Lembongan serta Pulau Gili Terawangan Lombok Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini
sejak jaman dahulu merupakan kawasan pelabuhan alami yang sering digunakan
masyarakat maupun pelaku pariwisata untuk membawa wisatawan ke daerah wisata
di pulau-pulau seberang.
Suatu kawasan Pelabuhan dalam hal ini Pelabuhan Sanur, harus memiliki
aksesibilitas yang baik untuk menghubungkan daerah belakang pelabuhan
(hinterland) dengan areal kepelabuhan, sedangkan daerah depan pelabuhan
(foreland) juga memiliki jalur pelayaran yang secara regular menuju Pelabuhan di
Kepulauan Nusa Penida yaitu: Pelabuhan Sampalan, Buyuk, Toya Pakeh, Jungut
Batu, Tanjung Sanghyang, dan Bias Munjul. Kondisi eksisting gelombang ekstrim
sangat tinggi mencapai ketinggian ±2 meter. Kondisi ekstrim gelombang ini perlu
diatasi dengan membangun breakwater supaya pelabuhan bisa digunakan sepanjang
musim.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan dari masalah ini adalah:
a. Perlu dilakukan analisa stabilitas geoteknik (terhadap beban statis dan
dinamis) serta liquifaksi pada struktur pemecah gelombang tipe rubble mound
sehingga diperoleh desain yang efektif;
b. Memperoleh desain yang efektif untuk pemecah gelombang tipe rubble
mound di area Pantai Selatan, Bali

1.3 Tujuan Penelitian


a. Untuk mengetahui stabilitas pemecah gelombang dengan pengaruh beban
statis dan dinamis berdasarkan kondisi geoteknik dan timbunan;
b. Memperoleh desain yang efektif untuk pemecah gelombang tipe rubble
mound di area Pantai Selatan, Bali8

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Analisa dilakukan dengan Finite Element Method (FEM) yang menggunakan
program Plaxis 2D
2. Metode stabilitas armoured layer menggunakan Formula Hudson dan Van
der meer;

2
3. Pemecah gelombang yang bertipe rubble mound breakwater sisi miring non
overtopping;
4. Pemecah gelombang yang berada di Pantai Sanur;
5. Hidrodinamika gelombang dan arus serta kondisi tanah timbunan dan dasar
telah ditentukan;

1.5 Hipotesa Penelitian


Parameter yang berpengaruh terhadap stabilitas struktur pemecah gelombang
adalah kondisi tanah dasar, hasil n-SPT, friction angle, cohesion, water content,
specific gravity, berat jenis, density dan kondisi hidrodinamika serta kemiringan sisi
pemecah gelombang dengan hasil dimensi armour layer yang aman.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika Proposal ini adalah sebagai berikut:
a. BAB 1: PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, hipotesis, dan
sistematika penulisan;
b. BAB 2: LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori-teori yang menunjang dan membantu
pada penulisan dan penyusunan Skripsi ini, dimana teori-teori ini akan
digunakan sebagai landasan dan penjelasan mengenai topok yang ditinjau;
c. BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai cara mendapatkan dan menganalisis data
yang digunakan untuk melanjutkan penelitian beserta hasilnya;
d. BAB 4: Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang hasil penelitian berupa proses permodelan
yang dihubungkan dengan setiap variable penelitian;
e. BAB 5: KESIMPULAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran
bagi pengguna yang akan menggunakan hasil penelitian.
2BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pantai


Bentuk geografis yang terbentuk dari kumpulan pasir, dan terletak di daerah
pesisir laut merupakan definisi dari pantai. Yang juga merupakan pembatas antara
daratan dan laut. Terbentuknya pantai diakibatkan adanya gelombang destruktif,
gelombang yang menghantam tepi daratan tanpa henti yang menyebabkan adanya
pengikisan. Gelombang destruktif tersebut yang juga menyebabkan adanya erosi
pada daratan pinggir pantai yang membawa tanah dan lumpur ke dalam laut lalu
meninggalkan pasir dan kerikil yang tetap berada di daerah pantai. Identik dengan
pasirnya, tetapi tidak semua daratan pinggiran pantai adalah pasir. Karena ada pula
gelombang dan arus yang sangat kuat sehingga menghanyutkan pasir kedalam laut
dan hanya menyisakan bebatuan dan kerikil yang merupakan hasil pengikisan laut.
Pantai memiliki garis pantai, yang dimana garis pantai adalah batas pertemuan antara
bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi. Garis laut dapat
berubah karena adanya abrasi, yaitu pengikisan pantai oleh hantaman gelombang laut
yang menyebabkan berkurangnya areal daratan. Pantai memiliki garis pantai, dimana
garis pantai merupakan batas antara laut dan daratan pada saat pasang tertinggi. Garis
laut dapat berubah karena abrasi, yaitu pengikisan pantai oleh dampak gelombang
laut yang menyebabkan berkurangnya luas daratan.

Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai

(Sumber: Triatmodjo, 1999)


Terdapat kesepakatan umum dari beberapa ahli mengenai definisi
yang berkaitan dengan pantai:

1. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi langsung oleh air
pasang tertinggi dan air surut terendah.
2. Pesisir adalah daerah di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti
pasang surut, angin laut dan rembesan air laut. Jadi daerah pesisir jauh lebih
luas dari pantai.
3. Daerah daratan adalah daerah yang dimulai dari garis pasang tertinggi ke arah
darat.
4. Daerah lautan adalah daerah yang dimulai dari sisi laut pada garis surut
terendah ke arah laut, termasuk dasar lautan dan bagian bumi di bawahnya.
5. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut dimana
posisinya dapat berubah sesuai dengan pasang air laut dan akibat erosi pantai

Apabila ditinjau dari garis pantai ,maka wilayah pesisir memiliki dua macam
batas dan arah. Pertama, batas dan arah yang sejajar garis pantai (longshore). kedua,
batas dan arah yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). sdf

2.1.1 Struktur Pelindung Pantai


Berdasarkan dari fungsinya, untuk mencegah terjadinya abrasi ataupun erosi
dapat dicegah dari jenis strukturnya seperti: Revetment, Groin, Break water dan
Giant Sand Container.
1. Revetment
Revetment merupakan struktur pelindung pantai sebagai pemisah
antara perairan pantai dan daratan. Yang difungsikan untuk melindungi
pantai dari limpasan gelombang dan erosi yang diposisikan sejajar atau
hampir sejajar dengan garis pantai. Yang bagian depannya menghadap
kearah datangnya gelombang. Lalu bagian belakangnya melindungi
wilayah belakang bangunan atau daratan.

2
Gambar 2. 2 Sketsa Profil Melintang contoh Revertment Blok Kubus Beton

2. Breakwater
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk
melindungi daerah perairan dari gangguan gelombang. Pemecah
gelombang dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang
sambung pantai dan lepas pantai. Tipe pertama digunakan untuk
perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk
perlindungan pantai terhadap erosi (Triatmodjo, 2008).

Gambar 2. 3 Pemecah Gelombang Sisi Miring

(Sumber: (Triatmodjo, 2003)

3. Geotekstil Giant Sand Containers (GSC)


Sintetik merupakan material teknik yang terbuat dari polimer-polimer
sintetik seperti polipropilin (PP), poliester (PET), polietilin (PE) dan lain
sebagainya, yang digunakan pada berbagai pekerjaan geoteknik termasuk
pada pekerjaan reklamasi pantai di atas tanah lunak. (Sidiq, 2014).
Gambar 2. 4 Giant Sand Containers (GSC)

(Sumber: Juan, 2009)

4. Groin
Groin/groyne adalah struktur hidrolik kaku yang dibangun dari pantai
(dalam rekayasa pantai) atau dari ambang sungai yang menahan aliran air
dan membatasi pergerakan sedimen. Tujuan pembuatan groin adalah
untuk mengurangi laju angkutan sedimen sejajar pantai. Kelemahan groin
adalah erosi yang sering terjadi di sebelah hilirnya (down drift) arah laut
lepas. Bentuk groin bisa berbentuk I, T, atau L. Groin merupakan
bangunan pengendali sedimen yang ditempatkan menjorok dari pantai ke
arah laut.

2.2 Definisi Likuifaksi


Likuifaksi merupakan proses perubahan kondisi tanah berpasir yang jenuh air
akan menjadi cair akibat kenaikan tekanan air pori sampai pada suatu titik yang sama
dengan tegangan total akibat pembebanan siklik sehingga tegangan efektif tanah
akan terukur sampai nol. Hal ini menunjukkan bahwa likuifaksi merupakan
fenomena dimana tanah kehilangan banyak kekuatan dan kekakuan dalam waktu
yang singkat. Saat terjadi gempa, gaya geser yang dihasilkan menyebabkan pasir
bereaksi sehingga tekanan air pori meningkat. Akibat getaran siklik yang terjadi

4
dalam waktu singkat ini, tanah kehilangan banyak kekuatan atau kekakuannya
sehingga tidak dapat menopang

2.2.1 Proses Terjadinya Liquifaksi


Endapan pasir atau endapan yang memiliki muka air tanah di bawah
permukaan rentan terhadap likuifaksi. Selama gempa bumi, tegangan geser siklik
yang disebabkan oleh perambatan gelombang geser menyebabkan pasir lepas
bereaksi dan menghasilkan peningkatan tekanan air pori. Karena siklus gelombang
yang terjadi begitu cepat, air di tanah tidak dapat keluar. Peningkatan tekanan air pori
menyebabkan air mengalir di atas permukaan dalam bentuk lumpur atau pasir.
Tekanan
Air pori bertambah karena tanah yang bergerak menyebabkan air mengalir ke
atas dan mengubah pasir dari fase padat menjadi fase cair, yang disebut dengan
likuifaksi. Pasir dengan kerapatan sedang hingga gembur dan memiliki muka air
tanah yang tinggi, bila tidak ada getaran tanah akan stabil karena partikel-partikel
tanah pasir saling bergesekan dan mengunci (interlock). Saat terjadi gempa, volume
tanah cenderung menyusut dan mengakibatkan peningkatan tekanan air pori sehingga
kuat geser efektif tanah akan berkurang. Pasir yang jenuh air akan mengisi ruang
antar partikel sehingga gaya interlocking antar partikel hilang seperti pada Gambar
2.5 dibawah ini:

Gambar 2. 5 Proses Terjadinya Likuifaksi


(Sumber: Encylopedia Britannica, Inc. 2012)

2.3 Gelombang
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang
tergantung pada gaya pembangkitnya. Diantaranya adalah:
a) gelombang angin yang diakibatkan oleh tiupan angin di permukaan laut
b) gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda – benda
langit terutama matahari dan bulan,
c) gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di
laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya.
Gelombang dapat menimbulkan energi yang dapat mempengaruhi profil
pantai. Selain itu gelombang juga menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam
arah tegak lurus maupun sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya – gaya yang
bekerja pada bangunan pantai.

2.4 Pemecah Gelombang


Hal-hal yang perlu diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang
antara lain tata letak, penentuan kondisi perencanaan, dan seleksi tipe struktur
yang akan digunakan. Dalam penentuan tata letak (lay out) breakwater adalah
kondisi lingkungan, ketenangan perairan, kemudahan maneuver kapal, kualitas air,
dan rencana pengembangan. Kondisi-kondisi perencanaan yang dipertimbangkan
yakni angin, ketinggian pasang surut, gelombang, dan kedalaman perairan serta
kondisi dasar laut. (Suwandi, 2011). i. Pemecah Gelombang Sisi Miring Pemecah
gelombang sisi miring biasanya dibuat dari tumpukan batu alam yang dilindungi
oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan bentuk tertentu.
Pemecah gelombang tipe ini banyak digunakan di Indonesia, mengingat dasar
laut di pantai perairan Indonesia kebanyakan dari tanah lunak. Selain itu batu
alam sebagai bahan utama juga banyak tersedia.

Pada umumnya bentuk gelombang yang di alam adalah sangat kompleks dan
sulit digambarkan secara matematis. Ada beberapa teori yang menggambarkan
gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil yang pertama kali
dikemukakan oleh Airy pada tahun 1845 (Bambang Triatmodjo, 2016)

6
2.4.1 Pemecah Gelombang Sisi Miring
Bangunan sisi miring terbuat dari tumpukan batu yang disusun dalam
beberapa lapis dengan ukuran batu tertentu, sehingga menjadi sebuah lapisan yang
berfungsi sebagai saringan bagi lapisan di bawahnya. Seperti pada gambar berikut,
pemecah gelombang terbuka kearah laut pada satu sisi, sedangkan sisi lainnya
berada di daerah terlindung. Pemecah gelombang terdiri dari beberapa lapis berikut
ini :
a. Lapisan pelindung utama (primary cover layer), lapis paling luar yang
menerima langsung serangan gelombang. Berat unit lapis lindung harus
cukup besar sehingga stabil terhadap hantaman gelombang.
b. Lapis pelindung sekunder (secondary cover layer), lapis paling luar yang
berada pada elevasi di bawah lapis pelindung utama. Berat unit lapis
lindung lebih kecil daripada lapis lindung utama.
c. Lapis bawah pertama (first underlayer), lapis disebelah dalam dari lapis
lindung utama dan sekunder.
d. Lapis bawah kedua (second underlayer), lapis disebelah dalam dari lapis
bawah kedua.
e. Inti (core), bagian paling dalam dari pemecah gelombang.
f. Bedding layer, lapis yang merupakan alas untuk timbunan batu di atasnya.
g. Pelindung tumit, yang berfungsi untuk melindungi gerusan pada kaki
bangunan.

2.5 Fluktuasi Muka Air Laut

2.5.1 Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena
adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap
massa air laut di bumi. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi
(puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode
pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata
ke posisi yang sama berikutnya (Triatmodjo, Bambang : 2016). Secara umum pasang
surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu pasang surut
harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semi diurnal tide) dan dua jenis
campuran.
a. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi satu kali
air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut adalah 24 jam 50
menit.
b. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua
kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang
surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12
jam 24 menit.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevelailing
semidiurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut,
tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevelailing
diurnal tide) Pada tipe ini, dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Mengingat elevasi di laut
selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan
berdasarkan data pasang surut. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Muka air tinggi (high water level atau high water spring, HWS), muka air
tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (low water level atau low water spring, LWS), kedudukan
air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari
muka air tinggi.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari
muka air rendah.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara
muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi di daratan.
f. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air
terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
h. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu
hari, seperti dalam pasang surut tipe campuran. i. Lower low water level, adalah air
terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

8
2.6 Stabilitas dan Dimensi Batu Lapis Pelindung Hudson
Untuk memodelkan stabilitas pemecah gelombang, digunakanlah Hudson’s
Formula sebagai pedoman dalam permodelan pemecah gelombang. Berat buti batu
pelindung penentuannya dapat dihitung dengan rumus Hudson.
𝛾𝑟 𝐻 3
𝑊=
𝐾𝐷 (𝑆𝑟 − 1)3 𝑐𝑜𝑡𝜃
𝛾𝑟
𝑆𝛾 =
𝛾𝑎
dengan:
W : Berat butir batu pelindung;
𝛾𝑟 : Berat jenis batu;
𝛾𝑎 : Berat jenis air laut;
H : Tinggi Gelombang rencana;
𝛩 : Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang;
𝐾𝐷 : Koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung.
Persamaan (1) menetukan berat butir batu pelindung dengan ukuran
yang hamper seragam. Untuk batu dengan ukuran yang tidak seragam (Graded
riprap), Hudson dan Jackson 162 (dalam SPM, 1984) telah memodifikasikan
persamaan tersebut menjadi:
𝛾𝑟 𝐻 3
𝑊50 =
𝐾𝑅𝑅 (𝑆𝑟 − 1)3 𝑐𝑜𝑡𝜃
(Graded riprap) biasanya lebih banyak digunakan untuk revetment.
Batasan pemakaiannya adalah tinggi gelombang rencana kurang dari 1,5m. Jika
ukuran lapis pelindung pertama sebesar (W), maka kaki dan lapisan bawah pertama
adalah (W/10), lapisan bawah kedua (W/200) dan lapisan inti (W/4000). Gambar
adalah tampang melintang pemecah gelombang yang mengalami serangan pemecah
gelombang pada satu sisi (sisi laut) (SPM, Vol. 2,1984).
Gambar Pemecah gelombang sisi miring dengan serangan gelombang pada
satu sisi
Tabel 1. Koefisien stabilitas 𝐾𝐷 untuk Berbagai Jenis Butir Waktu

Catatan :
n : jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung

10
*1 : penggunaan n=1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai nilai KD, Penggunaan KD
dibatasi pada kemiringan 1: 1.5 s/d 1 : 3
*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan
bangunan
Koefisien Stabilitas (KD) tergantung pada bentuk batu pelindung (batu alam
atau buatan), kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan antara butir ,
keadaan pecahnya gelombang. Adapun nilai KD untuk berbagai bentuk batu
pelindung pada Tabel 1.
Elevasi puncak pemecah tergantung pada limpasan yang diijinkan. Terkadang
di puncak pemecah gelombang tumpukan batu dibuat dinding dan lapis beton yang
dicor ditempat. Lapisan beton ini mempunyai tiga fungsi yaitu memperkuat puncak
bangunan, menambah tinggi puncak bangunan dan sebagai jalan perawatan.Tebal
lapis pelindung dan jumlah butir batu setiap satu luasan diberikan oleh rumus berikut
ini:
1
𝑊 3
𝑡 = 𝑛. 𝑘𝛥 [ ]
𝛾𝑟
2
𝑃 𝛾𝑟 3
𝑁 = 𝐴. 𝑛. 𝑘𝛥 [1 − ][ ]
100 𝑊
Dengan :
t : tebal lapis pelindung;
N : jumlah lapis batu dalam lapis pelindung;
kΔ : koefisien lapis;
A : luas permukaan;
P : Porositas rata-rata;
N : Jumlah butir batu untuk satu luas permukaan A.
Nilai kΔ (Koefisien lapis) untuk berbagai bentuk batu pelindung dapat dilihat
di tabel 2
Tabel 2. Koefisien lapis (KΔ)
Sedangkan untuk menentukan Angka Stabilitas (Ns), Formula Hudson
pada persamaan 3 dapat diturunkan sebagai berikut:
𝑊𝑎 1⁄3
𝐷𝑎 = ( )
𝛾𝑟
𝐻𝑑𝑒𝑠
𝑁𝑠 = = (𝐾𝐷 𝑐𝑜𝑡𝜃)1⁄3
𝛥𝑎 𝐷𝑎
Dengan :
𝑁𝑠 = Angka stabilitas;
𝐷𝑎 = Ukuran Nominal batuan
𝐻𝑑𝑒𝑠 = Tinggi gelombang desain
𝛥𝑎 = Massa jenis relative / (Sr-1)

2.7 Stabilitas dengan Formula Van der Meer


Menurut Van der Meer, Formula untuk menentukan angka stabilitas (𝑁𝑠 ) unit
lapis lindung pemecah gelombang yang berlaku untuk jenis lapis lindung batuan
dibedakan tipe gelombang pecah (Plunging) dan gelombang tak pecah (Surging)
(Van Der Meer, 1987)

Untuk gelombang pecah:


𝐻𝑠 𝑆𝑎 0,2 −0,5
𝑁𝑠 = = 6,2 𝑃𝑏 0.18 ( ) 𝜉𝑚
𝛥𝑎 𝐷𝑎 √𝑁𝑤
Untuk gelombang tak pecah:
𝐻𝑠 𝑆𝑎 0,2 𝑃
𝑁𝑠 = = 6,2 𝑃𝑏 0.13 ( ) √𝑐𝑜𝑡𝜃𝜉𝑚𝑏
𝛥𝑎 𝐷𝑎 √𝑁𝑤

12
𝐴𝑒
𝑆𝑎 =
𝐷𝑎 2
𝑡𝑎𝑛𝜃
𝜉𝑚 =
√𝑆𝑚
𝐻𝑠 2𝜋𝐻𝑠
𝑆𝑚 = =
𝐿0,𝑚 𝑔𝑇𝑚2
Dengan:
Pb = Porositas Breakwater
Nw = Paratemer untuk mempertimbangkan bahwa kondisi tercapai berkali-
kali selama umur rencana struktur
Ae = Area erosi di profil pemecah gelombang
𝜉𝑚 = Parameter surf similitary
Sm = Armor damage

Van der Meer menyarankan bahwa nilai Pb = 0,1 untuk lapisan armor di atas
lapisan kedap, Pb = 0,4 untuk armor di atas coarse core, dan Pb = 0,6 untuk struktur
yang seluruhnya dari batu armor. Sedangkan untuk nilai Sa = 2 untuk zero damage.
Struktur yang gagal biasanya didefinikasikan sebagai titik saat lapisan sekunder tidak
terlindungi, Sa=15. Dasarnya, persamaan surging digunakan hanya pada saat
gelombang yang sangat datar. Sejak Van der Meer menggunakan Hs sebagai tinggi
gelombang deasinnya, Nw hanyalah Parameter untuk mempertimbangkan bahwa
kondisi desain tercapai berkali-kali selama umur rencana struktur. Dalam kasus ini
nilai Nw yang disarankan antara 1000-7500.
Untuk angka stabilitas armor beton yang telah dia lakukan percobaan,
Van der Meer memberikan persamaan lain dari pada persamaan 8 atau 9. Tes
dilakukan dengan batas  = 1,5 dengan keadaan zero damage.
𝐶
𝑁𝑠 = 𝐶1 𝑆𝑚2
Tabel 3. Koefisien Van Der Meer
2.8 Dasar Jurnal Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan tabel hasil penelitian dan metode yang digunakan
terdahulu:
Tabel 2. 1 Road map penelitian terdahulu

No Nama Judul Lokasi Parameter


Pengambilan Metode Hasil Kalibrasi
Peneliti Penelitian Penelitian data
1 Melakukan struktur pemecah
Survei dan gelombang pada
Perencanaan
Pengambilan gambar desain
Efektivitas
data secara wmum sulit
Maryadi, Bangunan
sekunder untuk dikonstruksi
Iya Pemecah
Kecamatan Kecepatan Metode pada
Setyasih, Gelombang
Biduk- angin dan Elemen kondisi perairan
Yaskinul Dalam
Biduk gelombang Terbatas yang dalam dan
Anwar Pengendalian
gelombang tinggi,
(2020) Abrasi Pantai
berat variasi
di Kecamatan
anatara 0.01 - 1
Biduk-Biduk
ton per unit

2 Ahmad Analisis Padang, Tinggi Melakukan Metode Breakwater sis


Refi Break Water Sumatera gelombang, Survei dan Hudson miring
(2013) pada Barat berat jenis Pengambilan (rubblemound
Pelabuhan air laut, data breakwater/sloping
Teluk Bayur berat jenis sekunder breakwater)
Dengan material, dengan
Menggunakan nilai Tinggi strubtur
Batu Alam, koefisien pada breakwater
Tetrapod, stabilitas yang
Dan A lapis menggunaban
- lindung armor
Jack dan sudut batu (beton
kemiringan syclop) untuk
pemecah lapisan armornya
gelombang. pada bagian
3 Lutfi Perencanaan Pantai Kecepatan Melakukan Metode Semakin tinggi
A., Ida Stabilitas Glagah angin dan Survei dan Hudson gelombang
B. A., Lapis Kulon gelombang Pengambilan rencana yang
Dewi Lindung Progo data digunakan akan
S. Tertapond sekunder semakin berat
(2017) Pada lapis lindung
Pemecah pemecah
Gelombang gelombang yang
Di Pantai digunakan
Glagah Kulon
Progo

14
4 F. Model 2D Pancer, Kecepa Mela Metode Tekanan horizontal
Novico, Pengaruh Jawa tan kukan Elemen yang terjadi akibat
Sahudin Gaya Timur arus, Surve Terbatas kecepatan arus tidak
(2011) Horizontal tinggi i banyak menimbulkan
Arus Pada pemeca perubahan pada tubuh
Pemecah h pemecah gelombang,
Gelombang gelomb namun tetap saja
di Tepi ang dan memberikan
Pancer Jawa gaya perubahan untuk
Timur horizon posisi pemecah
tal gelombang itu sendiri.
5 Lucky Evaluasi Kabupat Kecepa Mem Metode Dengan Nilai
W. A., Pemecah en tan perole elemen stabilitas sebesar
Noor Gelombang Banyuw angin h data terbatas yaitu 2,63 > 2
S., (Breakwater) angi dan sekun , maka dengan nilai
Arief pada gelomb der tersebut, tanah
A. Pelabuhan ang dapat menahan
(2017) Perikanan beban yang ada
pada
breakwater
tersebut.

6 Ari S. Re-Design Batang, Faktor Mela Metode Solusi penanganan


B., Dan Jawa keaman kukan elemen terhadap beberapa
Rizki I., Penanganan Tengah an Surve terbatas parameter bangunan
Indrasto Breakwater lereng, i breakwater di
no D. Di kecepat pelabuhan Kabupaten
A., Pelabuhan an Batang adalah seperti
Bamba Batang angin berikut: Perkuatan
ng P. dan tanah dasar, .
(2014) gelomb Pengurangan Berat
ang Breakwater Cover
Layer Stone,
Elevation Step
Construction
3BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan
Berikut adalah pendekatan berupa diagram alir yang akan dilakukan pada
penelitian ini:

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

16
3.1.1 Penentuan Lay-out dan Tipe Breakwater

Gambar 3.2 Layout Rencana Breakwater alternatif 2


(Sumber: Peta Dasar RTRW Provinsi Bali)
Pada Rancang bangun bentuk breakwater, terdapat dua alternative yang
ditawarkan yaitu breakwater dengan bentuk mulut pelabuhan menghadap ke timur
(alternative 1) dan timur laut (alternative 2). Dari hasil simulasi yang sudah
dilakukan, menunjukkan bahwa breakwater dengan mulut menghadap timur tidak
terlalu efektif untuk meredam gelombang yang datang dari arah timur. Maka dari itu
pemilihan lay-out rencana breakwater alternatif 2 akan digunakan pada studi ini.

3.1.2 Simulasi Model Menggunakan Finite Element Software PLAXIS 2D


Peralatan yang digunakan untuk menganalisa Finite Element Method (FEM)
yang menggunakan program Plaxis 2D adalah komputer dengan operasi Windows 10.
Permodelan akan dilakukan dengan breakwater 1 yang memiliki panjang 514 meter
dan breakwater 2 dengan panjang 170 meter. Pada Plaxis, kondisi batas aliran air
tanah dapat diatur. Xmin, Xmax dan Ymax diatur ke 'open', yang menunjukkan
bahwa air tanah dapat mengalir dengan bebas melalui batas. Ymin diatur ke 'close',
yang menunjukkan bahwa aliran air tanah melalui batas Ymin tidak memungkinkan.
Pengaturan ini biasanya digunakan untuk pemodelan bendungan dan pemecah
gelombang.

3.2 Data Tes Tanah (Geoteknik)


Berdasarkan dari hasil lubang pemboran di titik BH - 1 (darat) dan BH – 2
(laut). Hasil bore di darat dan laut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.3 Data Bore Log di Darat

18
Gambar 3. 4 Data Bore Log di Laut

3.3 Tahap Penelitian


Mengacu pada diagram alir penelitan, maka dibentuk tahap penelitian sebagai
berikut:
1. Penelitian Tahap Pertama, mengindentifikasi jenis pemecah gelombang,
pengaruh Batimetri, topografi, pasang surut, gelombang, angin, dan arus
pada pemecah gelombang dan menentukan parameter-parameter yang
dibutuhkan pada finite element method.
2. Penelitian Tahap Kedua, meliputi permodelan menggunakan finite
element software PLAXIS 2D.
3. Penelitian Tahap Ketiga, meliputi uji banding dengan hasil simulasi yang
sudah dilakukan terlebih dahulu.
4. Penelitian Tahap Keempat, menjelaskan hasil analisis stabilitas dan
penunrunan yang didapatkan dari finite element software PLAXIS 2D.
Referensi dan sumber yang digunakan pada studi ini, didapatkan dari jurnal-
jurnal yang berkaitan dengan studi yang dilakukan, yaitu studi stabilitas pemecah
gelombang. Dan sumber dari buku juga digunakan mengenai penggunaan finite
element software PLAXIS 2D.

20
DAFTAR PUSTAKA
Hakam, A., & Darjanto, H. (2013). Penelusuran Potensi Likuifaksi Pantai Padang
Berdasarkan Gradasi Butiran dan Tahanan Penetrasi Standar. Jurnal Teoretis
dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, XX(1).
Karima, D. A. (2017). Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang di Teluk
Sumbreng, Kabupaten Trenggalek. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Putra, R. E. (2013). STUDI PERENCANAAN REVETMENT PADA PANTAI
RINDU ALAM DI KABUPATEN TANAH BUMBU KALIMANTAN
SELATAN. JURNAL REKAYASA SIPIL, 1(1), 2337-7720.
Winanto, S. L., Kharisma, D., & Suharyanto. (2014). KAJIAN STRUKTUR
PENGAMAN PANTAI SIGANDU, BATANG. Jurnal Karya Teknik Sipil,
3(4), 1207 – 1221. Retrieved from http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Anda mungkin juga menyukai