Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS PRODUKTIVITAS MESIN BOR DALAM

PEMBUATAN LUBANG LEDAK PADA KEGIATAN


PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI CV. LIMUS GEDE,
DESA LIMUS GEDE, KECAMATAN CIMERAK,
KABUPATEN PANGANDARAN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh:
Andi Abdilah
NIM.C1731201001

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PRODUKTIVITAS MESIN BOR DALAM


PEMBUATAN LUBANG LEDAK PADA KEGIATAN
PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI CV. LIMUS GEDE,
DESA LIMUS GEDE, KECAMATAN CIMERAK,
KABUPATEN PANGANDARAN

Penyusun,

Andi Abdilah
NIM.C1731201001

Mengetahui
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan

Aditya Budi Nugraha, S.Si. M.T


NIDN.130915006

ii
KATA PENGANTAR
‫الر ِحي ِْم‬
َّ ‫ان‬
ِ ‫الرحْ َم‬
َّ ِ‫ِبس ِْم هللا‬

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah
memberikan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi ini dengan baik. Proposal skripsi ini dibuat sebagai
salah satu upaya penulis untuk mendapatkan persetujuan judul skripsi dari
pembimbing.
Dalam proposal skripsi, penulis berencana mengajukan judul “Analisis
Produktivitas Mesin Bor Dalam Pembuatan Lubang Ledak Pada Kegiatan
Penambangan Batu Andesit Di CV. Limus Gede, Desa Limus Gede,
Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran”
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih sangat banyak terdapat
kekurangan dan sangat jauh sekali dari kata sempurna, baik judul maupun isinya.
Semoga proposal skripsi ini menjadi bahan pertimbangan ibu da bapak dosen
pembimbing, sehingga penulis dapat mencapai maksud dan tujuan untuk
melaksanakan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.

Tasikmalaya, Mei 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR. ........................................................................................ vi
DAFTAR RUMUS. .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah. ............................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
1.5 Manfaat Penelitian. .............................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI. ............................................................................ 4
2.1 Andesit ................................................................................................ 4
2.1.1 Pengertian Batu Andesit. ............................................................. 4
2.1.2 Kandungan dan Morfologi Batu Andesit...................................... 4
2.1.3 Proses Pembentukan Batu Andesit. .............................................. 5
2.2 Pengerian Pemboran. ........................................................................... 6
2.3 Sistem Pemboran Mekanik ................................................................... 6
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran ........................ 8
2.5 Geometri Pemboran ............................................................................. 9
2.5.1 Pola Pemboran .......................................................................... 11
2.5.2 Diameter Lubang Bor ................................................................ 13
2.6 Baik Buruknya Hasil Peledakan ......................................................... 14
2.7 Umur Dan Kondisi Mesin Bor............................................................ 16
2.8 Keterampilan Operator ....................................................................... 16
2.9 Geometri Peledakan ........................................................................... 17
2.10 Efisiensi Kinerja Alat ........................................................................ 19

iv
2.11Estimasi Produksi Mesin Bor ............................................................. 20
2.12Waktu Hambatan Pada Kegiatan Pengeboran ..................................... 23
BAB III METODELOGI PENELITIAN. ....................................................... 24
3.1 Studi Pustaka........................................................................................ 24
3.2 Observasi Lapangan. ............................................................................ 24
3.3 Pengumpulan Data. .............................................................................. 24
3.3.1 Jenis Pengumpulan Data. ............................................................. 25
3.3.2 Waktu dan Tempat Penelitian. ..................................................... 25
3.4 Pengolahan dan Analisis Data. ............................................................. 25
3.5 Kesimpulan dan Saran. ......................................................................... 25
3.6 Diagram Alir Penelitian. ....................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA. ...................................................................................... 27

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Pemboran Bujur Sangkar......................................................... 12


Gambar 2.2 Pola Pemboran Persegi Panjang. ..................................................... 13
Gambar 2.1 Pola Pemboran Zig-Zag. ................................................................. 13
Gambar 2.4 Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pemboran. ............................. 14
Gambar 2.5 Ketidakteraturan Tata Letak. ........................................................... 15
Gambar 2.6 Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran. ...................................... 15
Gambar 2.7 Kedalaman Dan Kebersihan Lubang Bor. ....................................... 16
Gambar 2.8 Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash. ........................................... 18
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................. 25

vi
DAFTAR RUMUS

2.1 Rumus Menghitug Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA) 19


2.2 Rumus Menghitung Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA). ......... 19
2.3 Rumus Menghitung Penggunaan Yang Efektif (Effective Utilization, EU). 20
2.4 Rumus Menghitung Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA). ... 20
2.5 Rumus Menghitung Waktu Edar Pemboran (Cycle Time).......................... 21
2.6 Rumus Menghitung Drilling Rate ............................................................. 21
2.7 Rumus Menghitung Gros Drilling Rate .................................................... 21
2.8 Rumus Menghitung Efesiensi Kerja Alat Bor............................................ 22
2.9 Rumus Menghitung Volume Setara........................................................... 22
2.10 Rumus Menghitung Produktivitas Alat Bor ............................................... 22

vii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu sektor penting yang menjadi andalan pemerintah Indonesia untuk
menambah devisa negara secara cepat adalah melalui sektor pertambangan, seperti
meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan daerah serta membuka peluang
lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Indonesia di kenal dengan negara yang
memiliki kekayaan alam yang berlimpah diantaranya adalah batu andesit. Dalam
proses penambangan batu andesit perlu dilakukan pembongkaran terlebih dahulu
agar dapat memindahkan material overburden dari front kerja ke disposal.
Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan
pekerjaan yang pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah
lubang ledak dengan geometri dan pola pemboran tertentu pada massa batuan, yang
selanjutnya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.
Kelancaran operasi peledakan tergantung pada kegiatan pemboran yang dilakukan.
Kegiatan pemboran dipengaruhi oleh kinerja alat bor dan sifat-sifat batuan yang
akan dibor. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan produtivitas kinerja mesin
bor untuk mengetahui apakah target produksi pemboran sudah dapat terpenuhi.
Pada kegiatan pembuatan lubang ledak umumnya menggunakan system
mekanik, terutama metode rotari dipengaruhi oleh gaya pengumpanan (feeding),
gaya putaran (rotation), dan (flushing). Flushing berperan erat dalam
menyingkirkan serpihan batuan dari dalam lubang bor ke permukaan. Udara yang
dimampatkan (bailing air) merupakan media yang paling umum digunakan dalam
flushing. Untuk itu perlu adanya suatu cara mengetahui pengaruh flushing dalam
kegiatan pemboran, baik mengenai kecepatan cutting naik dan debit udara yang
dibutuhkan, sehingga proses flushing untuk pembersihan cutting terlaksana dengan
baik dan proses pemboran lebih efektif dalam berproduksi. Hal ini disebabkan oleh
proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara
fisik (bobot isi, kandungan air, porositas) maupun mekanik (kuat tekan & tarik).
Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya sesar, kekar bidang

1
2

diskontinuitas dan sebagainya pada batuan. Kondisi geologi semacam itu akan
mempengaruhi kemampuan ledak (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif
kompak dan tanpa adanya struktur geologi seperti di atas, dimana jumlah bahan
peledak yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu,
dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut
dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak
yang dipakai untuk setiap hasil peledakan (kg/m3 atau kg/ton).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitan ini sebagai berikut:
1. Faktor apa saja yang menjadi penghambat pada kegiatan pemboran?
2. Bagaimana upaya yang dilkukan untuk meningkatkan volume hasil
peledakan yang dapat dihasilkan?
3. Berapa produktivitas mesin bor yang aktual pada pemboran andesit di CV.
Limus Gede?
1.3 Batasan Masalah
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menganalisis produktivitas kinerja mesin bor pada
pemboran lubang ledak di CV. Limus Gede.
2. Penelitian ini hanya untuk megetahui geometri pemboran yang digunakan di
CV. Limus Gede, tidak mengubah geometri pemboran yang sudah ada.
3. Penggunaan bahan peledak dan powder factor tidak dibahas dalam
penelitian ini.
1.4 Tujuan Peneliatan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat pada kegiatan
pemboran.
2. Untuk mengetahui produktivitas dan effesiensi kinerja mesin bor yang
digunakan di CV. Limus Gede.
3. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat digunakan untuk
kepentingan perusahaan, sehingga dapat menjadi acuan perusahaan untuk
3

mengoptimalkan kegiatan pemboran sehingga sasaran pada produksi dapat


tercapai.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang di peroleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa dengan memahami
kasus di lapangan dengan mengamalkan teori yang didapatkan di dalam kelas
perkuliahan.
2. Dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk pembuatan jurnal dan
dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian.
3. Hasil analisa data dari penelitian yang dilakukan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan referensi bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi
mengenai operasi penambangan saat ini serta menentukan kebijakan terkait
dengan metode pelaksanaan pemboran agar lebih efektif.
BAB II TEORI DASAR

2.1 Andesit
2.1.1 Pengertian Batu Andesit
Nama andesit disadur dari pegunungan Andes. Ini dikarenakan batu andesit
banyak ditemukan di sekitar pegunungan Andes. Batu andesit di pegunungan Andes
terbentuk sebagai lava interbeded bersamaan dengan deposit abu vulkanik (ash) dan
tuff di sisi-sisi stratovulcano yang curam. Batu andesit atau disebut juga dengan
lavastone adalah batuan beku yang tersusun atas mineral yang halus (fine-grained),
serta memiliki kandungan silica yang lebih tinggi dari batu basal dan lebih rendah
dari batuan rhylolite dan felsite. Meskipun pembentukan batu andesit juga terjadi
di bawah permukaan bumi, umumnya batu andesit terbentuk di permukaan bumi
sebagai akibat letusan gunung merapi. Karena itu para ahli mengklasifikasikannya
ke dalam bagian batuan beku ekstrusif.
2.1.2 Kandungan dan Morfologi Batu Andesit
Batu andesit terbentuk dari magma dengan temperatur antara 900 sampai
1.100 derajat celcius. Mineral-mineral yang dikandung batu andesit bersifat
mikroskopis, sehingga tak bisa dilihat tanpa batuan mikroskop. Materialmaterial itu
antara lain adalah : Silika (SiO2) dengan jumlah antara 52-63%, Kuarsa dengan
jumlah sekitar 20%, biotite, Basalt, Feltise, Plagiocase feldspar, pyroxene
(clinopyroxene dan orthopyroxene), hornblende dengan persentase sangat kecil.
Di lapangan, morfologi batu andesit dapat dikenali dari warna abu-abu yang
dominan sampai merah. Warna ini menandakan kandungan silicanya yang cukup
besar. Ciri morfologi lainnya adalah memiliki pori-pori yang cukup padat dan
struktur yang sangat pejal. Tapi struktur kepadatan batu andesit masih dibawah
batuan granit.
Batu andesit berbentuk kristalin, terdapat beberapa macam kristal mineral
pada batu andesit. Kristal-kristal ini sudah terbentuk jauh sebelum proses
pembekuan magma terjadi. Karena itu, para ahli geologi bisa mengidentifikasi
sejarah perjalanan magma dari kristalin yang terdapat pada batu andesit. Kristal-

4
5

kristal penyusun batu andesit memiliki dua ukuran. Perbedaan ukuran ini terjadi
karena magma yang keluar ke permukaan bumi belum sempat terkristal akan
terkristal dengan cepat karena suhu permukaan yang rendah.
Hasilnya adalah dua kristal dengan ukuran yang berbeda. Yaitu: fenokris
adalah kristal besar yang sudah terbentuk perlahan-lahan sejak di bawah permukaan
bumi groundmass, adalah kristal berukuran kecil yang terbentuk dengan cepat di
permukaan. Pada umumnya, jenis kristal-kristal dalam batu andesit seragam
(Fenokris saja atau Groundmass saja). Namun ada kejadian dimana, batu andesit
mengandung keduanya, baik fenokris maupun groundmass. Batu andesit dengan
ciri-ciri seperti ini disebut Andesit Porfiri.Walaupun pada umumnya berwarna abu-
abu, namun pada kondisi cuaca tertentu, batu andesit bisa saja memiliki warna
coklat tua. Karena itu untuk mengidentifikasinya perlu dilakukan pemeriksaan lebih
detail. Jika ditemukan ada batuan yang memiliki ciri morfologi sama dengan batu
andesit tapi belum pasti akan kandungan kimianya, maka untuk sementara batuan
tersebut disebut andesitoid.
2.1.3 Proses Pembentukan Batu Andesit
Proses pembentukan batu andesit secara letusan(vulkanologi) agak mirip
dengan proses pembentukan batuan diorit. Batu andesit biasanya ditemukan dalam
aliran lava yang dihasilkan stratovulkano. Lava yang naik ke permukaan bumi akan
mengalami proses pendinginan dengan sangat cepat, karena itu tekstur batu andesit
sangat halus.Ada banyak situasi yang mendorong terbentuknya batu andesit. Salah
satunya adalah terbentuk setelah proses melting (pelelehan/pencairan) lempeng
samudra akibat subduksi. Subduksi yang menyebabkan pelelehan itu merupakan
sumber magma yang naik dan membeku menjadi batu andesit. Karena itu biasanya
batu andesit terletak diatas zona subdiksi yang jadi batuan umum penyusun kerak
benua.
Selain karena subdiksi, batu andesit juga bisa terbentuk jauh dari zona
subdiksi. Misalnya, batu andesit juga bisa terbentuk pada ocean ridges dan oceanic
hotspot yang dihasilkan dari pelelehan sebagian (partial melting) batuan basalt.
Batu andesit juga bisa terbentuk saat terjadi letusan pada struktur dalam lempeng
6

benua yang menyebabkan magma yang meleleh keluar menuju kerak benua (lava)
bercampur dengan magma benua.
2.2 Pengertian Pemboran
Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri
pertambangan. Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam
suatu operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah
lubang ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk
diledakkan. Bukan hanya untuk pembuatan lubang ledak tetapi pemboran memiliki
fungsi lain seperti pengumpulan data sebaran cadangan. Karena pentingnya
kegiatan pemboran maka perlu adanya materi yang menjelaskan tentang pemboran
serta segala sesuatu yang ada di dalam kegiatan pemboran secara terperinci sebagai
bahan pembantu atau penuntun dalam melakukan kegiatan pemboran.
Secara istilah, pemboran peledakan merupakan suatu rangkaian preparasi
(persiapan) sebelum melakukan kegiatan peledakan berupa kegiatan pemboran atau
melubangi suatu material (yang ingin diledakkan) denganmemperhatikan geometri
lubang pemboran guna sebagai wadah dalam pengisian bahan peledak untuk
diledakkan.
Kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak pada saat ini umumnya
dilakukan dengan mesin sstem mekanik (prekuasf, rotari, dan rotari-perkuasif)
dengan berbagai ukuran dan kemampuan, tergantung kapasitas produksi yang
diinginkan serta didasarkan pada pertimbangan teknik dan ekonomi, sistem
pemborn secara mekank lebih applicable dari pada sistem pemboran yang lainnya.
2.3 Sistem Pemboran Mekanik
Komnen utama dari pemboran mekanik adalah sumber energi mekanik,
batang bor penerus (transmilter) energi tersebut, mata bor sebagai aplikator energi
terhadap batuan, dan peniupan udara (flushing) sebagai pembersih dari serbuk
pemboran (cuttings) dan memindahkannya keluar lubag bor. Berdasarkan sumber
energi mekaniknya, sistem pemboran mekanik terbagi menjadi tiga, yaitu rotari,
perkuasif, dan rotari-perkuasif.
7

1. Bor Putar (Rotari Drill)


Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotari menjadi dua sistem
yaitu tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa potongan.
Sistem tricone digunakan untuk batuan sedang dan lunak, sedangkan untuk
sistem drag bit digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem
ini adalah rotari drill.
2. Bor Tumbuk (Percussion Drill)
Pada pemboran tumbuk, energi dari mesin bor diteruskan oleh batang
bor dan mata bor untuk meremukan batuan. Komponen utama dari mesin bor
ini adalah piston yang mendorong dan menarik tungkai (shank) batang bor.
Pada metode perkuasif yang terjadi adalah proses peremukan (crushing)
peremukan batuan oleh mata bor. Contoh alat bor yang menggunakan temper
ini adalah hammer drill, churn drill.
3. Bor Putar-Tumbuk (Rotary-Percussion Drill)
Pada pemboran rotari-perkuasif, aksi penubukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga terjadi proes permukan dan
penggerusan permukaan batuan. Metode putar-tumbuk terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Top Hammer
Metode pemboran top hammer adalah permboran yang terdiri dari dua
kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini diperoleh dari
gerakan gigi dan piston, yang kemudian disalurkan melalui shank
adaptor dan batang bor meunuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak
dan tumbukannya, metode ini dibagi menjadi dua jenis yaitu: Hydrolic
Top Hammer dan Pneumatic Top Hammer.
b. Dwon the Hole Hammer (DTH Hammer)
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang
sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, didalam lubang sehingga hanya sedikit
energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan
sambungan-sambungannya.
8

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran


Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang
dibor, rock drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan
keterampilan operator serta beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu: Sifat
batuan yang berpengaruh terhadap pemboran :
1. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan permukaan material terhadap penetrasi material
lain yang lebih keras. Kekerasan batuan perlu diketahui untuk memudahkan
operasi pemboran. Batuan diklasifikasikan kekerasannya dengan
menggunakan skala Friedrich von Mohs (1882). Skala ini didasarkan pada
ketahanan gores mineral terhadap mineral lain dan mempunyai skala dari 1
sampai 10.
2. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan adalah sifat dari kekuatan batuan terhadap
gaya luar, baik statis maupun dinamis. Kekuatan batuan tergantung dari
komposisi mineralnya. Mineral yang terkompak adalah kuarsa, sehingga
semakin banyak komposisi kuarsa dalam batuan maka kekuatannya semakin
besar.
3. Elastisitas
Kebanyakan batuan memiliki perilaku elastic-fragile, yang dapat didekati
dengan Hukum Hooke. Batuan akan hancur jika regangan melewati batas
elastiknya.
4. Plastisitas
Perubahan plastisitas pada batuan dapat menimbulkan kerusakan bentuk
batuan. Hal ini terjadi jika batuan mengalami stress yang melebihi batas
elastisnya. Sifat plastis batuan dipengaruhi oleh komposisi mineral dan
kandungan kuarsanya.
5. Abrasiveness
Abrasiveness adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang
lebih keras. Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk butir,
ukuran butir, porositas batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
9

6. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun
batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama dengan bentuk
batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainnya. Semua aspek ini
berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
7. Struktur
Sifat struktur masa batuan seperti schistocity, bidang perlapisan, kekar,
diabases, dan sesar mempunyai pengaruh yang sama pentingnya dengan jurus
dan kemiringan dalam pengaturan lubang ledak, kegiatan pemboran, dan
kestabilan dinding lubang ledak.
8. Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan adalah sifat batuan ketika dipukul dengan palu.
Pecahan batuan akan mempunyai bentuk yang khas dan tingkat pecahannya
dipengaruhi oleh tekstur, komposisi mineral, dan struktur batuannya.
2.5 Geometri Pemboran
Geometri pemboran dan pola pemboran dirancang secara terpadu dalam
rancangan kegiatan peledakan. Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor,
kedalaman lubang tembak, kemiringan lubang tembak, dan pola pemboran.
1. Diameter Lubang Tembak
Di dalam menentukan diameter lubang tembak tergantung dari volume
massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang
diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan
dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran.
Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi
yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk
membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu
besar maka lubang tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang
baik, terutama pada batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak
kerapatan yang tinggi. Ketika kekar membagi burden dalam blok-blok yang
besar, maka fragmentasi yang akan terjadi bila masing-masing terjangkau
10

oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter lubang
tembak yang kecil.
Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau
hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan
dengan stemming, di mana lubang tembak yang besar maka panjang
stemming juga akan semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran
dan batuan terbang, sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil
maka panjang stemming dapat dikurangi.
2. Kedalaman Lubang Tembak
Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang
yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka
hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang,
yang mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.
3. Kemiringan Lubang Tembak
Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak
dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus
sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi
dalam geometri peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada
bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga
menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang
tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.
Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk
bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya
batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang
tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil.
Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang yaitu,
untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah:
Keuntungannya:
a. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang ledak miring.
11

b. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.


c. Lebih mudah dalam pengerjaannya.
Kerugiannya:
a. Penghancuran sepanjang lubang tidak merata.
b. Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah
stemming.
c. Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang (toe).
d. Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang (backbreak) dan
getaran tanah.
Sedangkan untuk keuntungan dan kerugian lubang tembak miring, yaitu:
Keuntungannya:
a. Bidang bebas yang terbentuk semakin besar.
b. Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus.
c. Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan jenjang yang
dihasilkan lebih rata.
d. Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.
Kerugiannya:
a. Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar
lubang.
b. Biaya operasi semakin meningkat.
4. Pola Pemboran
Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya
menggunakan tiga macam pola pemboran yaitu:
a. Pola pemboran bujur sangkar.
b. Pola pemboran persegi panjang.
c. Pola pemboran selang seling.
2.5.1 Pola Pemboran
Dalam penambangan suatu bahan galian yang keras dan kompak,
pemberaiannya dilakukan dengan cara pemboran dan peledakan. Keberhasilan
salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas (free face) yang mencukupi.
Minimal dua bidang bebas (free face) yang harus ada pada peledakan. Peledakan
12

dengan hanya satu bidang bebas disebut cater blasting akan menghailkan kawan
degan leparan fragmentasi keatas dan tidak terkontrol. Dengan mempertimbangkan
hal terseut, dibuat dua bidang bebas, yaitu:
1. Dinding bidang bebas, dan
2. Puncak jenjang (top bench)
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
mendapatkan lubang-lubang tembak secara sistematis. Pola pemboran yang bisa
diterapkan pada tambang terbuka bisanya ada tiga macam pola pemboran yaitu:
1. Pola Pemboran Bujur Sangkar (Square Drill Pattern)
Pola pemboran ini adalah dimana jarak antara burden dan spasi sama panjang
yang membentuk bujur sangkar. Keuntungan pola ini dalam penerapannya
dilapangan adalah lebih mudah melakukan pemboran dan untuk
pengaturanlebih lanjut. Akan tetapi kerugiannya adalah volume batuan yang
tidak terkena didaerah pengaruh peledakan cukup besar sehingga fragmentasi
batuan hasil peledakan kurang seragam. Biasanya pola peledakan ini
dikombinasikan dengan pola peledakan V Delay Pattern.

Sumber: slideplayer.info.
Gambar 2.1 Pola Pemboran Bujur Sangkar.
2. Pola Pemboran Persegi Panjang (Rectangular Drill Pattern)
Pola pemboran persegi panjang dimana ukuran spasi dalam satu baris lebih
besar dari jarak burden yang membentuk pola persegi panjang.Untuk
mendapatkan fragmentasi yang baik, pola ini kurang tepat karena daerah yang
tidak terkena pengaruh peledakan cukup besar.
13

Sumber: slideplayer.info.
Gambar 2.2 Pola Pemboran Persegi Panjang.
3. Pola Pemboran Zig-Zag (Staggered Drill Pattern)
Dalam pemboran ini lubang tembak dibuat seperti zig zag sehingga
membentuk pola segi tiga. Dimana jarak spacing besarnya sama atau lebih
besar dari pada jarak burden. Pada pola ini daerah yang tidak terkena
pengaruh peledakan cukup kecil dibandingkan dengan pola yang lainya.
Namun pada penerapan di lapangan pola ini cukup sulit dalam melakukan
pemboran dan pengaturan lebih lanjut. Tetapi untuk menperbaiki fragmentasi
batuan hasil peledakan maka pola ini lebih cocok untuk digunakan.

Sumber: slideplayer.info.
Gambar 2.1 Pola Pemboran Zig-Zag.
2.5.2 Diameter Lubang Bor
Diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang
suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak burden dan
jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Pemilihan
diameterlubang tembak tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan.
14

Pemilihan ukuran diameter lubang tembak secara tepat akan memperoleh


hasil fragmentasi yang baik dan seragam. Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam pemilihan diameter lubang tembak yaitu sebagai berikut:
1. Ukuran fragmentasi yang diinginkan.
2. Bahaya getaran yang akan ditimbulkan.
3. Biaya bahan peledak yang akan dibutuhkan.
Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan
kecil,sehingga jarak antar lubang tembak dan jarak kebidang bebas haruslah kecil
juga. Dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghacurkan batuan,
begitu juga sebaliknya.

Sumber: https://123dok.com.
Gambar 2.4 Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pemboran.
Pada gambar 2.4 menunjukan bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi
peledakan dengan menggunakan pola pemboran selang-seling lebih baik dari pada
pola pemboran sejajar, hal ini disebabkan energi yang dihasilkan pada pemboran
selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi peledakan yang bekerja
dalam batuan.
2.6 Baik Buruknya Hasil Peledakan
Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh mutu lubang bor:
1. Keteraturan Tata Letak Lubang Bor.
Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi yang
sudah direncanakan. Untuk itu, lubang-lubang bor dirancang dengan pola
15

yang teratur, sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan
dengan demikian setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang
sama.

Sumber: https://123dok.com.
Gambar 2.5 Ketidakteraturan Tata Letak.
2. Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran
Hal ini perlu dicermati terutama dalam pemboran miring, pada pemboran
miring maka posisi alat borakan sangat menentukan. Walaupun tata letak
lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak
benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka
dasar lubang bor akan menjadi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan
bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan arah dan
sudut pemboran dipengaruhi oleh :Struktur batuan, Keteguhan batang bor,
Kesalahan collaring, Kesalahan posisi alat bor.

Sumber: https://docplayer.info.
Gambar 2.6 Penyimpangan Arah dan Sudut Pemboran.
16

3. Kedalaman Dan Kebersihan Lubang Bor


Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman
lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan di bor
sebaiknya akan diteliti terlebih dulu agar kedalaman masing-masing lubang
bor dapat ditentukan. Setelah dilakukan pemboran material bisa masuk
kedalam lubang yang mengakibatkan kedangkalan lubang bor.

Sumber: https://123dok.com.
Gambar 2.7 Kedalaman Dan Kebersihan Lubang Bor.
2.7 Umur Dan Kondisi Mesin Bor
Prestasi kerja suatu alat sangat ditentukan oleh manajemen peralatan, kondisi
kerja dan kondisi alat itu sendiri. Alat yang baru tidak akan produktif apabila
managemen dan skedullingnya tidak tepat, lebih-lebih untuk alat yang umur
pakainnya sudah cukup lama (5 tahun). Alat yang sudah lama digunakan untuk
pemboran, kemampuannya akan semakin menurun seiring berjalannya waktu.
Sehingga penurunan kemampuan alat bor akan berpengaruh terhadap kecepatan
pemboran. Umur mata bor dan batang bor ditentukan oleh meter kedalaman yang
dicapai dalam melakukan pemboran.
2.8 Keterampilan Operator
Keterampilan seorang operator dalam mengoperasikan mesin bor sangat
berpengaruh terhadap produktivitas mesin bor. Semakin terampil seorang operator,
maka akan semakin tinggi produktivitasnya dalam pengoperasian mesin bor, begitu
juga sebaliknya.
17

2.9 Geometri Peledakan


Geometri peledakan berguna untuk mengendalikan hasil suatu kegiatan
peledakan. Rancangan geometri peledakan yang baik akan menghasilkan peledakan
yang baik pula, selain itu juga akan didapatkan fragmen batuan yang sesuai dengan
standar produk yang dikehendaki. Ada beberapa teori yang digunakan sebagai dasar
penentuan geometri peledakan. Ada beberapa teori yang digunakan sebagai dasar
penentuan geometri peledakan. Geometri Peledakan Berdasarkan Teori R.L.Ash:
1. Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang
terdekat, dan arah dimana perpindahan akan terjadi, Menurut R.L.Ash, jika
batuan yang akan diledakan sama dengan batuan standar dan bahan peledak
standar maka digunakan burden ratio (Kb) 30, tetapi jika batuan yang akan
diledakan bukan bahan peledak standar maka harga Kb itu harus dikoreksi
mengunakan faktor penyesuain di bawah ini:
a. Densitas batuan = 160 lb/cuft.
b. Specific gravity bahan peledak = 1,20 gr/cc.
c. Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps.
2. Spacing (S)
Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua lubang
tembak yang berdekatan dalam satu baris.
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang
letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar
terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga
dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu
stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang
(flyrocks) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah
lantai jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar
sebatas lantai jenjangnya.
18

Jika panjang subdrilling terlalu kecil maka batuan pada batas lantai
jenjang tidak lengkap terbongkar sehingga akan menyisakan tonjolan pada
lantai jenjangnya. Sebaliknya bila panjang subdrilling terlalu besar akan
menghasilkan ground vibration dan secara langsung akan menambah biaya
pemboran dan peledakan.
5. Kedalaman Lubang Ledak (H)
Kedalaman lubang tembak adalah penjumlahan dari dimensi tinggi
isian bahan peledak, stemming dan subdrilling. Jika arah lubang tembak
vertikal maka kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari tinggi
jenjang dan subdrilling.
6. Tinggi Jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap
hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang, dan
getaran tanah. Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan pada stiffness
ratio.
7. Kolom Isian (PC)
Panjang kolom isian merupakan hasil pengurangan dari kedalaman
lubang ledak dengan panjang stemming.

sumber: tambangunp.blogspot.co.id, 2020


Gambar 2.8 Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash.
19

2.10 Efisiensi Kinerja Alat


Merupakan tingkat prestasi kerja alat yang digunakan untuk melakukan
produksi dari waktu yang tersedia. Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan
dengan mengetahui empat tingkat ketersediaan alat dibawah ini, yaitu:
1. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)
Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanik
yang sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan mekanik (MA)
menunjukan ketersediaan alat secara nyata karena adanya waktu akibat
masalah mekanik. Persamaan dari Mechanical Availability sebagai berikut:
W
MA= W+Rx100% (2.1)
Keterangan:
W= Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
R= Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan
dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga
waktu penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.
2. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukan kesiapan alat untuk beroperasi didalam
seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari Physical Availability
sebagai berikut:
W+S
PA= W+R+S x100% (2.2)

Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan
padahal alat tersebut siap beroperasi.
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau jumlah
jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
3. Penggunaan Yang Efektif (Effective Utilization, EU)
Penggunaan efektif menunjukan berapa persen waktu yang dipergunakan
oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan.
20

Penggunaan efektif yang sebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja.


Persamaan dari Effective Utilization sebagai berikut:
W
EU= W+R+S x100% (2.3)

Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh
operator untuk melakukan kegiatan pemboran.
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalan atau jumlah
jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
4. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)
Ketersediaan penggunaan menunjukan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
digunakan. penggunaan. Efektif EU sebenarnya sama dengan pengertian
efesiensi kerja. Persamaan dari Use of Availability sebagai berikut:
W
UA= W+Sx100% (2.4)

Keterangan:
W= Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
S= Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan padahal
alat tersebut siap beroperasi.
2.11 Estimasi Produksi Mesin Bor
Produktivitas suatu mesin bor untuk penyediaan lubang ledak menyatakan
berapa volume atau berat batuan yang dapat dicangkup oleh lubang ledak dalam
waktu tertentu, sehingga produktivitas mesin bor dinyatakan dalam volume atau
berat persatuan waktu (m3/jam, ton/jam). Produktivitas mesin bor ini sangat
dipengaruhi oleh:
1. Waktu Edar Pemboran (Cycle Time) Waktu edar adalah waktu yang
diperlukan oleh mesin bor untuk menyelesaikan satu lubang bor dengan
kedalaman, termasuk adanya hambatanhambatan yang terjadi selama
21

kegiatan pemboran berlangsung. Adapun persamaan waktu edar pemboran


untuk batang bor tunggal sebgai berikut:
Ct = Bt+St+At+Dt+Pt (2.5)
Keterangan:
Ct= Waktu edar (menit).
Bt= Waktu pemboran dari muka tanah sampai kedalaman tertentu (menit).
St= Waktu menyambung batang bor (menit).
At= Waktu melepas batang bor, menghembus cutting, dan mengangkat
batang bor dari kedalaman tertentu sampai ke permukaan (menit).
Dt= Waktu untuk mengatasi hambatan (menit).
Pt= Waktu pindah ke lubang yang lain dan mempersiapkan alat bor hingga
siap untuk melakukan pemboran (menit).
2. Kecepatan Rata-Rata Pemboran
a Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan edalaman lubang bor yang
dicapai terhadap waktu yang diperlukan untuk membuat satu atau leboh
lubang bor, tanpa menghitung waktu mengatasi hambatan (delay time).
Adapun persamaan drilling rate sebagai berikut:
Vdr= H/(Ct-Dt) (2.6)
Keterangan:
Vdr= Kecepatan pemboran bersih (meter/menit).
H = Kedalaman lubang tembak (meter).
Ct-Dt= Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit).
b Gros Drilling Rate
Merupakan perhitungan laju pemboran rata-rata (kotor) untuk satu
lubang bor dan sudah termasuk waktu untuk mengatasi hambatan.
Adapun persamaan kecepatan pemboran untuk batang bor tunggal sebgai
berikut:
Gdr= H/Ct (2.7)
Keterangan:
Gdr= Kecepatan pemboran (meter/menit).
22

H = Kedalaman lubang tembak (meter).


Ct = Waktu edar pemboran (menit).
3. Efesiensi Kerja Alat Bor
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam persen. Adapun
persamaannya sebagai berikut:
EK= WP/WTx100% (2.8)
Keterangan:
EK= Efesiensi kerja pemboran (%).
WP= Waktu kerja produktif (menit).
WT= Waktu kerja yang tersedia (menit).
4. Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan yang
diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang
dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat dihitung dengan persamaan
sebaga berikut:
Veq= V/Nx(H) (2.9)
Keterangan:
Veq= volume setara (m3/m).
V = volume batuan yang diledakkan (m3).
H = kedalaman lubang bor (m).
5. Produktivitas Alat Bor
Produktifitas suatu mesin bor untuk penyediaan lubang ledak menyatakan
berapa volume atau berat batuan yang dapat dicakup oleh lubang ledak dalam
waktu tertentu, sehingga produktifitas mesin bor dinyatakan dalam volume
atau berat per satuan waktu (m3/jam, ton/jam). Adapun persamaan
produktivitas mesin bor adalah seagai berikut:
P = Veq x Gdr x Eff x 60 (2.10)
Keterangan:
P = produktivitasi alat bor (m3/jam).
Veq = volume setara (m3/m).
23

Gdr = kecepatan pemboran (meter/menit).


60 = konversi dari menit ke jam
2.12 Waktu Hambatan Pada Kegiatan Pengeboran
1. Repair Hours
Merupakan waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, dimana alat tidak
dapat beroprasi dan sedang diperbaiki.
2. Standby Hours
Merupakan waktu dimana alat siap digunakan, dimana alat tidak rusak namun
tidak beroprasi.
3. Working Hours
Meupakan waktu produktif yang dapat dimanfaatkan. Didapat dengan
perhitungan sebagai berikut:
W= Waktu Efektif Kerja Perhari-Waktu Hambatan Perhari
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Studi Pustaka


Studi pustaka adalah mengumpulkan dan mempelajari data-data yang
didapatkan dari beberapa literatur seperti buku-buku, penelitian terdahulu, literatur
dari internet, ataupun jurnal dan tulisan yang berkaitan dengan topik penelitian.
3.2 Observasi Lapangan
Merupakan tinjauan langsung ke lokasi penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui secara pasti kondisi dilapangan, sehingga dapat ditentukan lokasi-
lokasi yang akan menjadi titik pengukuran pada saat penelitian berlangsung.
3.3 Pengumpulan Data
Pada tahapan ini akan dilakukan pengumpulan data baik data peledakan
maupun data geoteknik dengan teknik pengumpulan data yang paling sesuai, ada
dua metode pada saat pengumpulan data berlangsung, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di
lapangan dan melalui bimbingan pembimbing lapangan pada saat
pengambilan data berlangsung. Adapun data yang diambil sacara di langsung
di lapangan, yaitu:
 Data geometri pemboran.
 Data cycle time pemboran.
 Data kedalaman lubang bor.
 Data efesiensi kinerja alat bor.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data-data yang
menunjang dalam penelitian seperti literatur-literatur/buku-buku referensi,
jurnal penelitian terdahulu, atau laporan perusahaan yang sebelumnya.
Adapun data sekunder yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu:
 Peta daerah penelitian.

24
25

 Data rencana pemboran.


 Data spesifikasi mesin bor yag digunakan
 Data jam kerja mesin bor dan operator.
3.3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengunakan metodologi penelitian kuantitatif
yaitu metode penelitian yang menggunakan proses data-data berupa angka untuk
menganalisis dan melakukan kajian penelitiaan, terutama mengenai apa yang sudah
diteliti (Kasiram, 2008).
3.3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di CV. Limus Gede dengan kurun waktu
selama 1 bulan yang dimulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2020.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pegolahan data dilakuan dengan beberapa perhitungan-perhitungan teoritis
dan analisa, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel. Dan analisis data dilakuan
secara kuantitatif dan kulitatif guna mendapatkan kesimpulan sementara,
selanjutnya keimpulan sementara in akan dilanjutkan dibagian pembahasan.
3.5 Kesimpulan dan Saran
Dalam tahapan ini bertujuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil
analisis data yang telah dilakukan pada penelitian, dan memberikan saran atau
masukan akhir dari penelitan.
26

3.6 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Anonim https://slideplayer.info/slide/13902467/85 (Diakses pada 05 Juni 2022


pukul 11.50 WIB).
Apriliani Safitr P, Dkk, 2020 ”Produktivitas Mesin Bor Junjun Jd-800 Dalam
Pembuatan Lubang Ledak Pada Tambang Batu Granodiorit Di PT. Total
Optima Prakarsa Desa Peniraman Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten
Mempawah” Dalam Jurnal Teknik Pertambangan Universitas
Tanjungpura Pontianak
C J. Konya and Edwal J Walter. (1990). Surface Blast Design. New Jersey: Hall.
Inc.
Didiet, 2014, "Kajian Teknis Pemboran Lubang Ledak Di PT. SIS JOBSITE
Kecamatan Juai Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan” Teknik
Pertambangan, Universitas Lambung Mangkurat,
Kasiram, 2008. “Metodologi Penelitian Kuantitatif”.
Koesnaryo.S. (2001), “Pemboran untuk Penyediaan Lubang Ledak” Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Richard L.Ash, 1990, “Design of Blasting Round, Surface Mining”, B.A. Kennedy
Editor, Society for Mining,Metallurgy, and Explotion, Inc. Page. 565-584.
Rydani Affandhi Saputra, Dkk, 2020 “Evaluasi Kinerja Alat Bor Dalam Penyediaan
Lubang Ledak Untuk Mencapai Target Produksi Pembongkaran
Overburden Di Pt. Sims Jaya Kaltim Site PT. Kideco Jaya Agung
Kalimantan Timur. Dalam Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, Vol. 8,
No. 1.
Rosario Do, Da Costa Baltazar, Dkk, 2015. ”Kajian Teknis Pemboran Untuk
Meningkatkan Target Produksi” dalam jurnal ISBN 978-602-98569-1-0
Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

27
28

Setiawan Dicky Ary, 2019 ”Evaluasi Pemboran Pada Kegiatan Penurunan


Ketinggian Level Dari 730M Ke 700M Di Bukit Karang Putih PT. Semen
Padang Sumatra Barat” Dalam Skripsi Teknik Pertambangan, Fakultas
Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Sujiman, 2014 “Kajian Teknis Alat Bor Dalam Pembuatan Lubang Ledak Pada
Aktifitas Peledakan PT. HPU (Harmoni Panca Utama) Kabupaten Kutai
Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur”. Dalam jurnal JGP (Jurnal
Geologi Pertambangan) Dosen Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik Universitas Kutai Kartanegara.
Supratman, Dkk, 2017 “Produktivitas Kinerja Mesin Bor Dalam Pembuatan
Lubang Ledak Di Quarry Batugamping B6 Kabupaten Pangkep Propinsi
Sulawesi Selatan”. Dalam jurnal geomine, Vol. 5, No. 2, Jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Muslim Indonesia.
Zaenal Ir, 2018. Modul Praktikum Teknik Peledakan. Laboratorium Tambang
Universitas Islam Bandung.

Anda mungkin juga menyukai