OLEH:
VICRI IHSAN DINATA
1710923019
TS – E
DOSEN:
Ir. DARWIZAL DAOED, MS
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga Tugas Besar Perancangan Geometrik Jalan ini dapat diselesaikantepat
pada waktunya.
Tugas besar ini, diajukan untuk memenuhi salah satu kriteria penilaian dalam mata kuliah Irigasi
Bangunan Air II dan sebagai sarana untuk menerapkan teori atau prinsip-prinsip dasar yang diperoleh
dalam kegiatan perkuliahan.
Tugas ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari beberapa pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Darwizal Daoed selaku dosen pembimbing mata kuliah Irigasi Bangunan Air II.
2. Rekan-rekan dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tugas ini di
kemudian hari.
Demikian tugas ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Data Lapangan ............................................................................................................................... 1
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
2.2. BENDUNG
Bendung (Weir) adalah Konstruksi Bangunan Air yang melintang sungai yang
bertujuan untuk menaikkan muka air sungai di Upstream. Tujuan selebihnya adalah
dengan naiknya muka air sehingga akan dapat digunakan untuk mengairi sawah
(irigasi).
Berdasakan sifat dari konstruksinya, Bendung dibedakan atas 2(dua) tipe:
1. Bendung Sederhana (tidak permanen).
a. Sluice gate
b. Radial Gate
c. Bendung Karet
Di mana :
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengamatan
R1 = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm)
R2 = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm)
Rn = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm)
Keterangan gambar :
A1 = luas daerah pengaruh stasiun pertama
A2 = luas daerah pengaruh stasiun ke-2
A3 = luas daerah pengaruh stasiun ke-3
A4 = luas daerah pengaruh stasiun ke-4
A5 = luas daerah pengaruh stasiun ke-5
Metode Isohyet
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah
tangkapan hujan tidak merata. Dengan cara ini, kita harus menggambar
kontur berdasarkan tinggi hujan yang sama, seperti Gambar 2.6. Metode
ini ini digunakan dengan ketentuan :
1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan
2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak
3. yang Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat
Di mana :
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2,....,Rn = curah hujan pada stasiun 1,2,..........,n (mm)
A1, A2,…,An = luas daerah pada polygon 1,2,…...,n (km2)
Di mana :
X = nilai rata-rata curah hujan
Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
n = jumlah data curah hujan
Di mana:
S = standar deviasi
Xi = nilai hujan DAS ke i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data
Di mana :
Xt = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun (mm)
X = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)
Yt = reduced variabel, parameter Gumbel untuk periode T tahun
Yn = reduced mean, merupakan fungsi dari banyaknya data (n)
Di mana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
Di mana:
Q = debit banjir rencana (m3/det)
c = koefisien run off (koefisien limpasan)
I = intensitas hujan selama t jam (mm/jam
Analisis hidrolis bendung meliputi tubuh bendung itu sendiri dan bangunan-
bangunan pelengkap sesuai dengan tujuan bendung. Perhitungan struktur bendung
dimulai dengan analisis saluran yaitu saluran induk/primer, pintu romijn, saluran
kantong lumpur, saluran penguras kantong lumpur dan saluran intake. Dari saluran
intake ini dapat diketahui elevasi muka air pengambilan, dimana elevasi ini digunakan
sebagai acuan dalam menentukan tinggi mercu bendung.
Gambar 2.7 Skema Bendung Tetap, Intake Kiri dengan Kantong Lumpur.
Be = B – 2(n.Kp + Ka)He
Di mana:
Be = lebar efektif bendung (m)→ (Be1+Be2+Be3)
B = lebar mercu sebenarnya (m)→ (B1+B2+B3)
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
n = jumlah pilar
He = tinggi energi (m)
Di mana:
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi di atas mercu (m)
C0 = fungsi H1/r (lihat Gambar 2.10)
C1 = fungsi p/H1 (lihat Gambar 2.12)
C2 = fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung
C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 (
lihat Gambar 2.10)
Gambar 2.10 Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H1/r
Di mana:
X dan Y = koordinator-koordinator permukaan hilir
hd = tinggi rencana di atas mercu
k dan n = koefisien kemiringan permukaan hilir
Di mana:
Cd = koefisien debit (C0, C1, C2)
g = gravitasi (m /dt2) b = lebar mercu (m)
H1 = tinggi energi di atas ambang (m)
C0 = konstanta = 1,30
C1 = fungsi p/hd dan H1/hd
C2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu
Gambar 2.16 Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada
Bendung Mercu Ogee
(Menurut Van De Chow, Berdasarkan Data USBR dan WES)
Di mana:
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Be = lebar efektif bendung (m)
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
Jika kedalaman konjungsi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding
kedalaman air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan
pada lantai kolam yang panjang akibat batu-batu besar yang terangkut
lewat atas bendung, maka dapat dipakai peredam energi yang relatif
pendek tetapi dalam.
Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan pada bendung-
bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Froude rendah. Bahan ini
diolah oleh Institut Teknik Hidrolika di Bandung untuk menghasilkan
serangkaian perencanaan untuk kolam dengan tinggi energi rendah ini.
Dapat dihitung dengan rumus:
Di mana :
hc = kedalaman air kritis (m)
q = debit per lebar satuan (m3/dt.m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt)
c. Kolam Vlughter
Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun di saluran
irigasi. Batas-batas yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan
dengan bilangan Froude. Bilangan Froude itu diambil dalam Z di bawah
tinggi energi hulu. Kolam vlughter bisa dipakai sampai beda tinggi energi Z
tidak lebih dari 4,50 m.
d. Kolam Schoklitsch
Armin Schoklitsch menemukan kolam olakan yang ukuran-ukurannya
tidak tergantung pada tinggi muka air hulu maupun hilir, melainkan
tergantung pada debit per satuan lebar.
Untuk mencari panjang lantai depan hulu yang menentukan adalah beda
tinggi energi terbesar dimana terjadi pada saat muka banjir di hulu dan
kosong di hilir. Garis Gradien hidrolik akan membentuk sudut dengan bidang
horisontal sebesar α, sehingga akan memotong muka air banjir di hulu.
Proyeksi titik perpotongan tersebut ke arah horisontal (lantai hulu bendung)
adalah titik ujung dari panjang lantai depan minimum.
Di mana :
Lw = panjang garis rembesan (m)
Σ Lv = panjang creep line vertikal (m)
Σ Lh = panjang creep line horisontal (m)
Q = μ.b h 2𝑔𝑍
Di mana :
Qn = debit rencana (m3/det)
Q = kebutuhan air di sawah (m3/det)
µ = koefisien debit
a = tinggi bukaan (m)
b = lebar bukaan (m)
g = gaya gravtasi = 9,81 m/det2
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan antara 0,15 – 0,30 m
BAB III
PERENCANAAN BEDUNG
3.1 Menghitung Debit Aliran ( gunakan data curah hujan yang terdekat, bila tidak ada
pada DAS)
N Yn Sn Sx Yt Rr Rn
2 0,5236 1,0628 27,85780435 0,3665 173,09 168,972141
5 0,5236 1,0628 27,85780435 1,4999 173,09 198,680492
10 0,5236 1,0628 27,85780435 2,2502 173,09 218,347137
20 0,5236 1,0628 27,85780435 2,9702 173,09 237,219567
25 0,5236 1,0628 27,85780435 3,1985 173,09 243,2037
50 0,5236 1,0628 27,85780435 3,9019 173,09 261,641017
100 0,5236 1,0628 27,85780435 4,6001 173,09 279,942032
S = ∆H/Ltotal
Jadi didapatkan kemiringan aliran (S) dengan membagi beda tinggi dengan
panjang lintasan sehungga didapatkan kemiringan aliran yaitu sebesar 0,00860.
tc = (0.87*(4650)^2/(1000*0.00860))^0.385
tc = 1,351543338 jam
tc = 1,35 jam tc = 81,0926 menit
N d24 I (mm/jam)
2 168,9721 0,20556191
5 198,6805 0,2417034
10 218,3471 0,26562872
20 237,2196 0,28858785
25 243,2037 0,29586781
50 261,641 0,3182976
100 279,942 0,34056157
Kemudian setelah semua variabel ditentukan, selanjutnya menghitung
debit dari bendun. Dengan menggunakan metoda Rasional dalam menghitung
Debit dapat dirumuskan sebagai berikut :
Daerah yang mau dibuat bendung adalah daerah dengan kondisi lahan
berupa hutan berbukit, jadi besarnya koefisien pengaliran (C) adalah antara 0.30-
0.60, misal di perencanaan ini diambil angka koefisien pengaliran(C) adalah 0.60
Periode
I A Q
Ulang F C
(mm/ jam) (Km^2) (m^3/dtk)
(tahun)
2 0,278 0,6 0,2055619 1044 35,79639
5 0,278 0,6 0,2417034 1044 42,09004
10 0,278 0,6 0,2656287 1044 46,25637
20 0,278 0,6 0,2885879 1044 50,25446
25 0,278 0,6 0,2958678 1044 51,52218
50 0,278 0,6 0,3182976 1044 55,42809
100 0,278 0,6 0,3405616 1044 59,30512
He Qd
0 0
10 1426,34154 L=B 26,87 m
3
12 1869,30794 Qd = 50,25446 m /dtk
14 2348,45635
15 2600,55805
20 3973,33895
25 5510,31000 8,46683 hasil interpolasi
28 6501,05546 8,467 m
Jadi didapatkan nila lebar bendung efektif dari bendung batang anai
adalah 26,701 m.
26,87 1.704*25,798*He^1.5
26,87 45,49793056 *He^1.5
1,693261279 = He^1.5
He = 1,421 m
Jadi tinggi air diatas bendung adalah 1,421 m
Debit perstuan lebar
d= (q^2/g)^(1/3)
d= ((1,882^2)/9.81)^(1/3)
d= 0,413 m
r= He/3.80 m
r= 1,421/3.80 m
r= 0,374 m
Jadi untuk menghitung muka air dihulu bendung dapat kita lakukan dengan
yaitu :
MABhulu = Elevasi tanah + P + Hd
= 51,25 + 2,5 + 1,403 m
= 55, 153
V = (2 x g x (z – 0,15 h))1/2
V = (2 x g x (z – 0,15 h))1/2
= ( 2 x 9,81 x (6,403 – 0,15 x 1,403 ))1/2
= 11,022 m/dtk
Tinggi muka air d hilir bendung adalah
Q = 50,254
Y=
b.V 26,701 . 11,022
Y = 0,171 m
Upstream 3 : 1 k= 1,873
n= 1,776
Xn = k*Hdn-1*Y
X1.776 = 1.873*3.872(1.776-1)*Y
X1.776 = 1.873*3.872(0.776)*Y
X1.776 = 2,436 * Y
1.776
Y= X /5.355
Y X
0,00 0,00
0,50 1,74
1,00 2,57
1,50 3,23
2,00 3,80
2,50 4,31
Z = 51,25+1,403+2,5-48,75 m
Z = 6,403 m
Z/He = 4,507138
D=L=R = He + 1,1 Z m
= 8,463935 m
a = 0,15*1,421*(1,421/5)^0.5 m
= 0,100375 m
2a = 0,200749 m
CL = koefisien lane
LV = panjang creep line vertical (m)
LH = panjang creep line horizontal (m)
+
𝐿𝑣 + 𝐿ℎ/3
≥ C
∆ℎ
8 + 10,67
5.00 ≥ 2,5
⬚
Maka :
𝐿𝑣 + 𝐿ℎ/3
≥ C
∆ℎ
8 + 6,33
≥ 2,5
6,23
3.7 Mengontrol tebal plat lantai kolam olakan (kondisi normal dan banjir)
Dalam menghitung tebal plat lantai kolam olakan kita harus mengetahui syarat
dan kondisi yang diminta dan melakukan perhitungan yang ada.
Syarat :
dx > Sx
Ὺ
Karena rencana bendung menggunakan pasangan batu kali maka :
2
Ὺ= 2.2 ton/m
Untuk menghitung Ux :
Ux = (Hx - ∆H )Ὺ
⅀
Ux = (Hx - ∆H )Ὺ
⅀
Tekanan keatas di titik x :
Ux = (Hx - ∆H )Ὺ
⅀
19.19
Ux = (5 - 3.51 )x1
26.54
Ux = 2,46
dx > Sx
Ὺ
. .
dx > 1.5
.
dx > 0,150
1 > 0,150 …….OK!!!
Untuk kondisi air banjir
∆h = Elev.MAB hulu - Elev. MAB hilir
∆h = 55,153 - 48,921 m
∆h = 6,232 m
dx = 1,5 m
Wx = 5,00 m
Hx = 10,85 m
Lx = 19,19 m
⅀L = 26,54 m
Ux = (Hx - ∆H )Ὺ
⅀
.
Ux = (10.85 - .
6.232 )x1
Ux = 6,34
dx > Sx
Ὺ
. .
dx > 1.25 .
dx > 0,764
1,5 > 0,764 …….OK!!!
MH = FH . L
MH = (4.5)(3/3)
MH = 4.5 ton m
MH = FH . L
MH = (4.5)((3+2.478)/3)
MH = 30.17 ton m
PS = ½ 𝛾𝑠 ℎ2 (1−sin𝜙)/(1+sin𝜙)
PS = ½ (1) (3)2 (1−sin30)/(1+sin30)
PS = 0.333
MS = PS . L
MS = 0.333 . (3/3)
Ms = 0.333
Sehingga :
𝑈𝑥 = 5.748
𝑈𝐴 = 5.748 – (9/19). 4.418
= 3.655
Pu = 𝛾𝑤 . 𝑈𝑋𝐴
= (1) (42.314)
= 42.314 ton
Mu = Pu . L
= (42.314) (4.166)
= 176.280 ton m
3
Debit pengamilan kanan = 3 m /s
b= 2h
b= 0,81 m
Kontrol
Q= 0.82 x b x h 2 .9.81 . 6,40
Q= 0.82 x 1 x 0.5
2. . 9.81 6,40
3
Q= 4,59 m /s
Diketahui :
Lebar pintu (Bp) = 1/10 x B = 2,687 m
Lebar bersih pintu = 60% x Bp = 1,61 m
Pintu Penguras = 2 = 2,50 m
Perhitungan :
Z = 1/3 x h m
Z = 1/3 x 3 m
Z = 1 m
Q= μ.b h 2𝑔𝑍
Q= 0.45 x 2.5 x 3
2 .9,81 .1
Q= 7,28
A = bxh
A = 1.12 x 3
2
A = 3,36 m
v = Q/A
v = 7.28/3.36 m/s
v = 2,16 m/s
Maka dengan kecepatan 2.16 m/s, sedimentasi yang dapat dibilas berdiamater 0.51 m
● Penampang Saluran
LB = Qn/ῳ
LB = 3/0.004
2
LB = 750 m
Maka L = 750/9.68 m
= 77,40 m
hn = An/B
hn = 1.39/9.68 m
hn = 0,14 m
Data Gambar :
1. Denah Bendung
2. Potongan Memanjang Bendung
3. Potongan Melintang Bendung
B
SALURAN PRIMER
A
VICRI IHSAN DINATA
1710923019
TS-E
MAB+55,653
+55,653
Ha
MAB+51,75
+51,75
+51,25
+90,75
+90,25
+50,25
+48,92
VICRI IHSAN DINATA
1710923019
TS-E
+96,10
DAFTAR PUSTAKA