Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI ANALISIS

BATHOKROMIK

DOSEN PENGAMPU :

Apt.Putu Yudha Ugrasena, S.Farm.,M.Biomed

OLEH :

Nama : Ni Wayan Ari Satya Wijayanti


Nim : 2103010006

Kelas : S1 Farmasi 2021

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS-KOMUNITAS


FAKULTAS KESEHATAN

Institut Teknologi dan Kesehatan Bintang Persada

2023
I. TUJUAN PRAKTIKUM

Melihat pergeseran bathokromik karena pengaruh pH

II. DASAR TEORI

Metode analisis spektrofotometri sinar tampak memanfaatkan fenomena absorpsi


sinar radiasi elektromagnetik di daerah sinar tampak oleh larutan sampel (anorganik maupun
organik) yang digunakan untuk analisis kualitatif dengan tujuan identifikasi zat murni,
penetapan ada tidaknya zat-zat tertentu dalam campuran ataupun identifikasi gugus-gugus
fungsi tertentu dalam molekul (penentuan struktur), analisis kuantitatif satu zat atau lebih/
campuran zat dalam sampel, titrasi secara spektrofotometri, dan penetapan konstanta
kesetimbangan reaksi dan sebagainya. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa
yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai
perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi.
Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan
oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang
berbeda. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri
(Saputra, 2009).
Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
A= log ( Io / It ) = a b c
Menurut hukum Lambert-Beer absorban berbanding lurus dengan konsentrasi.
Namun, pada kenyataannya penyimpangan sering terjadi yaitu penyimpangan kimia, fisika,
fotometri, polikromatis, dan radiasi asing. Untuk menghindari hal ini kurva kalibrasi harus
dibuat pada setiap kali analisis. Penyimpangan dapat terjadi karena banyaknya variabel
dalam pembentukan uap atom yang tidak terkendali. Dengan dibuat kurva kalibrasi pada
setiap kali analisis maka penyimpangan standar dari kurva kalibrasi dapat dikoreksi.
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-
masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang
merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x).
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau 15%-
70% jika dibaca sebagai transmittan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan
dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Absorpsi dalam nomenklatur spektroskopi adalah suatu proses penyerapan energi frekuensi
radiasi tertentu secara selektif oleh species kimia di dalam medium tranparan. Dalam hal ini,
energi radiasi elektromagnetik tersebut dipindahkan ke dalam atom atau molekul materi
tersebut. Hal itu mengakibatkan terjadinya suatu peningkatan energi elektronik atom –
molekul tersebut (terjadi eksitasi elektron dari tingkat pemukaan energi dasar ke tingkat
pemukaan energi eksitasi). Menurut teori kuantum, setiap partikel dasar (atom, ion, atau
molekul) mempunyai satu tingkat permukaan energi yang khas, dimana dengan energi yang
terendah disebut tingkat permukaan energi dasar (ground state) dan energi yang lebih tinggi
disebut tingkat permukaan energi eksistasi. Partikel dasar pada suhu kamar umumnya
cenderung berada pada keadaan paling stabil yaitu pada tingkat permukaan energi dasar.
Apabila suatu REM (radiasi elektromagnetik) melewati partikel pada tingkat dasar tersebut
dan jika ada energi frekuensi REM yang persis sama besarnya dengan perbedaan antara
energi dasar dan energy eksistasi partikel tersebut, maka akan terjadi transfer energi dari
REM ke atom, ion ataupun molekul (terjadi absorpsi radiasi). (Widjaja, dkk., 2008).
Proses ionisasi untuk menghasilkan asam dan basa dalam air akan merubah
struktur molekul dari senyawa sehingga terdapat perubahan-perubahan ikatan kimia.
Bertambahnya atau berkurangnya jumlah ikatan phi akan mempengaruhi kemampuan
delokalisasi. Kromofor merupakan bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah
ultraviolet dan daerah sinar tampak (Hermann dan Gottfried, 1985), atau suatu gugus kovalen
tidak jenuh yang bertanggung jawab untuk serapan elektronik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Auksokrom adalah gugus yang mengandung pasangan elektron bebas yang disebabkan oleh
terjadinya mesomeri kromofor (Hermann dan Gottfried, 1985), atau suatu gugus jenuh
dengan elektron tidak terikat dimana bila menempel pada suatu kromofor merubah baik
panjang gelombang dan intensitas dari serapan. Bila suatu kromofor susunan elektronnya
berubah maka tingkat energi elektroniknya berubah dengan demikian interaksinya dengan
radiasi elektromagnetik terjadi pada frekuensi yang lain (perubahan panjang gelombang).
Bila interaksinya terjadi pada tingkat energi lebih kecil atau panjang gelombang yang lebih
besar maka dikatakan terjadi pergeseran merah (bathokromik). Sebaliknya bila interaksinya
terjadi pada panjang gelombang lebih kecil maka dikatakan pergeseran biru (hipsokromik)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Pergeseran batokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang
lebih panjang disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran merah).Sedangkan
pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan ke arah panjang gelombang yang lebih
pendek disebabkan substitusi atau pengaruh pelarut (pergeseran biru) (Sjahid, 2008).
Pergeseran bathokromik dan hiperkromik berhubungan dengan transisi elektron non ikatan
ke π*, dan transisi π ke π*. Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh pelarut, yaitu berkaitan
dengan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan
tereksitasi. (Gandjar danRohman, 2007)
Hipsokromik adalah pergeseran ke panjang gelombang lebih pendek. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya konjugasi yang dihilangkan sebagai contoh,
konjugasi dari elektron pasangan bebas pada atom nitrogen anillina dengan sitem ikatan pi
cincin benzena dihilangkan dengan adanya protonasi. Anillina menyerap pada 230 nm (ε
8600) tetapi dalam larutan asam puncak utamanya hampir sama dengan benzena yaitu 203nm
(ε 7500), terjadi pergeseran biru (Gandjar dan Rohman, 2007).
Perubahan struktur kromofor dapat terjadi karena pengaruh pH, Polaritas, ikatan konjugasi.
Contohnya pada perubahan struktur fenolftalein karena pengaruh pH (Gandjar dan Rohman,
2007).
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein
ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Fenolftalin tak berwarna dalam suasana asam dan berwarna merah muda pada larutan basa.
Terdapat hubungan antara perubahan warna yang dihasilkan terhadap struktur molekulnya.
Struktur dari dua molekul yang berbeda warna adalah sebagai berikut:

Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan
mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion
hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah
indikator menjadi merah muda (Clark, 2007).
Keduanya menyerap sinar ultra-violet, selain itu struktur di sebelah kanan juga menyerap
sinar tampak dengan puncak 553 nm. Molekul dalam larutan asam tak berwarna karena mata
kita tidak dapat mendeteksi fakta adanya penyerapan beberapa sinar ultra-violet. Akan tetapi,
mata kita mampu mendeteksi penyerapan pada 553 nm yang dihasilkan oleh pembentukan
molekul dalam larutan basa. 553 nm merupakan daerah hijau pada spektrum sinar tampak.
Yang terjadi adalah pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih tinggi pada larutan
basa. Seperti yang telah kita ketahui, pergeseran ke panjang gelombang yang lebih tinggi
terkait dengan derajat delokalisasi yang lebih besar (Clark, 2007).
III. Alat dan Bahan
Alat :
 Pipet volume  Batang pengaduk
 Gelas beaker  Ball filler
 Labu ukur  Spektrofotometer
 Neraca Analitik  Gelas ukur
 Pipet tetes
Bahan :
 Phenolphtalein
 Aquades
 HCl 0,1 N
 NaOH 0,1 N
IV. PROSEDUR KERJA
1. Buat larutan pp konsentrasi 1000 ppm, dengan cara timbang 10 mg PP kemudian
larutkan dengan 10 ml Aquadest
2. Hitung normalitas Hcl 37%
3. Diencerkan HCLsebanyak 0,2076 mL dengan aquadest ad 25 mL
4. Pipet 0,1 ml larutan standar, masukkan masing-masing ke dalam :
Labu 1 ditambahkan 0,2 ml asam (HCl 0,1 N), selanjutnya tambahkan aquadest
sampai 10 ml
Labu 2 ditambahkan 0,2 ml NaOH 0,1 N, selanjutnya ditambahkan aquadest sampai
10 ml.
5. Kedua larutan tersebut dibuat spektrumnya mulai rentang 260 nm sampai 660 nm.
6. Panjang gelombang ditentukan pada puncak-puncaknya (panjang gelombang
maksimum).
7. Perubahan dari ketiga puncak tersebut lalu diamati dan dijelaskan.
V. DATA PENGAMATAN

panjang Absorbansi basa


gelombang (NaOH )
260 0,166
270 0,129
280 0,121
290 0,121
300 0,104
310 0,061
320 0,036
330 0,031
340 0,035
350 0,045
360 0,058
370 0,07
380 0,068
390 0,049
400 0,026
410 0,014
420 0,012
430 0,014
440 0,018
450 0,024
460 0,033
470 0,044
480 0,06
490 0,081
500 0,11
510 0,148
520 0,186
530 0,239
540 0,311
550 0,375
560 0,334
570 0,219
580 0,107
590 0,045
600 0,02
610 0,008
620 0,005
630 0,006
640 0,004
650 0,001
660 0,003

Absorbansi basa (NaOH )


0,4

0,35

0,3

0,25
ABSOBANSI

0,2

0,15

0,1

0,05

0
260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640 660
PANJANG GELOMBANG

panjang absorbansi asam


gelombang (HCL)
260 0,008
270 0,009
280 0,006
290 0,006
300 0,005
310 0,004
320 0,003
330 0,003
340 0,003
350 0,003
360 0,003
370 0,003
380 0,003
390 0,003
400 0,003
410 0,002
420 0,003
430 0,003
440 0,003
450 0,003
460 0,002
470 0,003
480 0,003
490 0,003
500 0,003
510 0,003
520 0,001
530 0,003
540 0,003
550 0,003
560 0,003
570 0,003
580 0,002
590 0,002
600 0,003
610 0,002
620 0
630 0,002
640 0,003
650 0,004
660 0,003
absorbansi asam (HCL)
0,01

0,009

0,008

0,007
ABSORBANSI

0,006

0,005

0,004 absorbansi asam (HCL)

0,003

0,002

0,001

0
260 290 320 350 380 410 440 470 500 530 560 590 620 650
PANJANG GELOMBANG

VI. PERHITUNGAN
- Pembuatan larutan phenolphtalein 10 µg/mL
Diketahui : larutan baku phenolphtalein yang tersedia adalah dengan konsentrasi 1 mg/mL =
1000 µg/mL
Ditanya : berapa mL larutan baku phenolphtalein yang dipipet untuk membuat larutan
phenolphtalein 10 µg/mL sebanyak 10 mL?
Jawab :
Vbaku . M baku = V1. M1
Vbaku . 1000 µg/mL = 10 mL . 10 µg/mL
Vbaku = 0,1 mL
Jadi volume larutan baku phenolphtalein yang dipipet adalah 0,1 mL untuk membuat larutan
phenolphtalein 10 µg/mL sebanyak 10 mL.
1000 𝑥 𝐵𝐽 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
- Perhitungan Normalitas HCL 37% ( 𝑁 = )
𝑀𝑟 𝑋 100
1000 𝑥 1,1878 𝑥 37
= = 12,04 𝑁
36,5 𝑋 100

-Pengenceran Hcl
M1 . V1 = M2 . V2

12,04 N . V1 = 0,1 N . 25 mL

0,1 𝑁 . 25 𝑚𝐿
V1 = = 0,2076 mL
12,04 𝑁

Jadi dipipet HCl sebanyak 0,2076 mL kemudian ditambahkan aquadest ad 25 ml

-Pembuatan NaOH 0,1N

Diketahui:

Massa NaOH = 4,0043 gr

Mr NaOH = 40

Volume = 1000mL

Valensi =1

Jawaban :

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
N = Valensi x 𝑋
𝑀𝑟 𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

4,0043 𝑔𝑟𝑎 1000


N=1x 𝑋
40 1000

= 0,1001N -> 0,1N


VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis dengan spektrofotometri UV-Visible untuk
mengetahui terjadinya pergeseran bathokromik karena pengaruh pH. Analis dilakukan
terhadap larutan phenolphtalein (PP). Phenolphtalein merupakan suatu senyawa yang
umumnya digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa karena kepekaannya terhadap
pH. Senyawa ini akan bening dalam suasana asam dan akan memberikan warna merah muda
pada suasana basa. Phenolphtalein merupakan asam lemah sehingga dalam larutan asam
senyawa ini akan berada dalam bentuk adam lemahnya. Bentuk asam lemah ini tidak
berwarna atau bening. Sedangkan, dalam larutan basa, senyawa ini terdapat dalam bentuk
ionnya. Bentuk ion dari senyawa ini memberikan warna merah muda.

Pergeseran bathokromik dapat terjadi karena perubahan susunan elektron dari suatu
kromofor yang akan menyebabkan perubahan tingkat energi elektroniknya sehingga
interaksinya dengan radiasi elektromagnetik terjadi pada frekuensi yang lain (perubahan
panjang gelombang). Pergeseran bathokromik terjadi bila interaksi kromofor dengan radiasi
elektromagnetik terjadi pada tingkat energi yang lebih kecil atau panjang gelombang yang
lebih besar. Pergeseran bathokromik ini disebut juga pergeseran merah (red shift). Faktor
yang menyebabkan perubahan pada sturktur kromofor, antara lain karena pengaruh pH,
polaritas, ikatan konjugasi (Susanti, dkk, 2010). Untuk melihat terjadinya pergeseran panjang
gelombang, terlebih dahulu panjang gelombang maksimum dari masing-masing spektrum
fenoftalein pada suasana asam dan basa untuk kemudian dibandingkan. Dalam menentukan
panjang gelombang maksimum tersebut haruslah diketahui terlebih dahulu absorbansinya.
Dalam percobaan batokromik digunakan senyawa fenolftalein yang memiliki kadar 1mg/ml.
selanjutnya dibuat 2 larutan baku fenolftalein dalam kondisi asam dan basa. Untuk
fenolftalein dalam kondisi asam digunakan larutan hcl, dalam kondisi basa digunakan
NaOH.
Untuk pembuatan larutan asam dipipet 0,1 ml PP masukkan kedalam labu ukur 10 ml
kemudian di tambahkan 0,2076 ml HCL, lalu ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
Untuk pembuatan larutan basa dipipet 0,1 ml PP masukkan kedalam labu ukur 10 ml
kemudian di tambahkan 0,2 ml NaOH, lalu ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi masing-masing larutan asam dan basa pada
spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 260-660 nm. Hal ini karena panjang
gelombang maksimum larutan PP dalam kondisi asam sebesar 270nm dan untuk panjang
gelombang maksimum larutan PP dalam kondisi basa sebesar 550 nm. Selain itu, spectrum
panjang gelombang yang masuk ke dalam spectra uv-vis berada pada rentang 200-800nm (
Clark,2007).
Berdasarkan data pengukuran yang didapat, panjang gelombang maksimum larutan
fenolftalein suasana basa (NaOH) pada panjang gelombang 550nm dengan absorbansi 0,375.
Sedangkan panjang gelombang maksimum untuk larutan fenolftalein dalam larutan asam
(HCl) 270nm dengan absorbansi 0,009. Hasil yang didapatkan dalam percobaan ini sesuai
dengan literature.

Grafik Absorbansi NaOH dan HCL


0,4
0,35 y = 3E-05x + 0,0727
0,3 R² = 0,0014
Absorbansi

0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Panjang Gelombang

Menurut widjaja (2010), absorbansi suat senyawa dapat dipengaruhi oleh pH larutan,
jenis pelarut, tebal larutan dan lebar celah. Dari kurva absorbansi diatas, dapat dilihat bahwa
terjadi pergeseran panjang gelombang dari larutan fenolftalein dalam suasana asam dan basa.
Perubahan panjang gelombang suatu senyaw dapat dipengaruhi oleh pH seperti yang terlihat
pada percobaan ini. Adanya pergeseran terjadi karena struktur fenolftalein dalam suasana
asam berbeda dengan suasana basa. Puncak gelombang pada asam berada pada sebelah kiri,
sedangkan pada suasanan asam bergeser sehingga puncak gelombang nya berada disebelah
kanan.
Struktur fenolftalein dalam suasana asam dan basa dapat dilihat pada gambar berikut :
Struktur fenolftalein dalam suasana asam tidak berwarna karena dalam suasana asam larutan
hanya menyerap sinar UV dan tidak menyerap sinar tampak. Sedangkan, struktur fenolftalein
dalam suasana basa memberikan warna magenta yang disebabkan karena dalam suasana basa
fenolftalein dapat menyerap sinar tampak. Hal ini juga menyebabkan panjang gelombang
maksimum PP dalam suasana basa lebih besar dari panjang gelombang maksimum suasana
asam. Perubahan warna tersebut terjadi berkaitan dengan perubahan struktur dari PP dalam
suasana asam dan basa. Adanya perubahan struktur pada molekul PP menyebabkan
pergeseran serapan kepanjang gelombang yang lebih tinggi pada larutan basa. Pergeseran
kepanjang gelombang yang lebih tinggi disebut dengana bathokromik. Pergeseran ini
umumnya terjadi pada molekul yang memiliki transisi π ke π*.pergeseran kepanjang yang
lebih tinggi disebabkan karena adanya derajat delokalisasi yang lebih besar (clark, 2007).

Pada suasana asam delokalisasi terjadi pada ketiga cincin, melebar hingga ikatan
rangkap dua karbon oksigen, dan keatom-atom oksigen karena danya pasangan elektron
bebas. Tetapi delokalisasi tidak meluas keseluruh molekul. Atom karbon yang berada
ditengah dengan empat ikatan tunggal menghalangi tiap daerah delokalisasi yang
berhubungan satu sama lain (Clark, 2007). Sedangkan pada suasana basa terjadi pemutusan
cincin lakton yang dimiliki oleh fenolftalein. Penambahan NaOH pada fenolftalein akan
mengalami disosiasi melepaslkan ion OH- . Ion OH- yang lepas berikatan dengan salah satu
ion H+ pada cincin fenol. Hal tersebut akan menyebabkan atom O memiliki kelebihan
electron yang ditransferkan kecincin benzene dan diteruskan hingga melepaskan ikatan C
pada atom O. pelepasan ikatan tersebut membuka cincin lakton sehingga delokalisasi dapat
meluas. Atom O yang lepas dari atom C barrier membentuk gugus karbonil pada salah satu
cincin benzene, dan atom C barrier kini memiliki ikatan rangkap. Dengan perluasan
delokalisasi maka akan terjadi penurunan energi yang diperlukan untuk melakukan transisi
dari keadaan ground state menuju kondisi tereksitasi. Semakin banyak kesempatan
terdelokalisasi, maka energy yang dibutuhkan semakin kecil sehingga panjang gelombang
semakin besar. Hal ini mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke panjang gelombang
yang lebih panjang atau dikenal dengan pergeseran merah.
VIII. KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya, panjang gelombang maksimum larutan fenolftalein pada suasana basa
(NaOH) sebesar 550nm dengan absorban 0,375 dan panjang gelombang maksimum
fenolftalein pada suasana asam (HCl) sebesar 270nm dengan absorbansi 0,009. Pengaruh
larutan aam dan basa pada larutan PP terlihat jelas perbedaan panjang gelombang maksimum
yang sangat signifikan. Pengaruh pH pada struktur fenolftalein berupa pergeseran panjang
gelombang lebih tinggi (bathokromik).
TABEL GAMBAR
PERLAKUAN GAMBAR
PENIMBANGAN PP

PEMBUATAN LARUTAN PP

PENGENCERAN HCl

PP + HCl

PP + NaOH
IX. DAFTAR PUSTAKA

Clarck, J. 2007. Spektra Serapan UV-Tampak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
J. Roth, Hermann dan Gottfried Blaschke. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Sjahid, Landyyun Rahmawan. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun
Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Cited : 24 Maret 2011.
Available at : http//:www.29778524-analisis-konvensional-plavonoid.pdf
Susanti, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Bukit Jimbaran: Jurusan Farmasi
FMIPA Universitas Udayana
Tahir, Iqmal. 2008. Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik : Aplikasi Pada
Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer UV-Vis. Cited: 25 Maret 2011.
Availableat:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14303/1/09E02476.pdf.
Widjaja,dkk. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisiko Kimia. Bukit Jimbaran : Jurusan Farmasi
FMIPA Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai