Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI KINETIKA KIMIA I

KINETIKA REAKSI PEMUTIHAN


PEWARNA KRISTAL VIOLET

Oleh:

Fransiskus Tri Wahyu Hananto

652016021

Program Studi Kimia

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017
LAPORAN RESMI KINETIKA KIMIA I

Nama/Nim : Fransiskus Tri Wahyu Hananto (652016021)

Kelompok : Kelompok IV, Siang 12.00-16.00

Judul : Acara 3

Kinetika Reaksi Pemutihan

Pewarna Kristal Violet

Tanggal Praktikum :Rabu, 15 November 2017

TUJUAN

1. Menentukkan orde reaksi dengan menggunakan metode grafis.


2. Menentukan hukum laju reaksi pemutihan kristal violet.
3. Menentukan pengaruh ion dalam proses pemutihan.

DASAR TEORI

Kristal violet atau gentian violet (juga dikenal sebagai methyl violet 10B atau hexamethyl
pararosaniline chloride) adalah pewarna triarylmethane yang digunakan sebagai pewarna
histologis dan metode Gram untuk mengklasifikasikan bakteri. Crystal violet memiliki sifat
antibakteri, antijamur, dan anthelmintik dan sebelumnya penting sebagai antiseptik topikal.
Penggunaan medis pewarna telah digantikan oleh obat-obatan yang lebih modern, walaupun
masih terdaftar oleh Organisasi Kesehatan Dunia. Nama "gentian violet" pada awalnya
digunakan untuk campuran pewarna metil pararosanilina (metil violet), namun sekarang sering
dianggap sebagai sinonim untuk kristal violet. Nama itu mengacu pada warnanya, seperti
kelopak bunga gentian; itu tidak terbuat dari gentian atau dari violet. (Adams, E. Q and
Rosenstein, L., 1914)

Ketika dilarutkan dalam air, zat warna tersebut memiliki warna biru-violet dengan
absorbansi maksimum pada 590 nm dan koefisien kepunahan sebesar 87.000 M-1 cm-1. Warna
pewarna tergantung pada keasaman larutan. Pada pH 1,0, pewarna berwarna hijau dengan
maksimum serapan pada 420 nm dan 620 nm, sedangkan pada larutan asam kuat (pH -1),
pewarna kuning dengan maksimum absorpsi 420 nm. Warna yang berbeda adalah hasil dari
keadaan zat yang berbeda dari molekul zat warna. Dalam bentuk kuning, ketiga atom nitrogen
tersebut membawa muatan positif, dua diantaranya diprotonasi, sedangkan warna hijau sesuai
dengan bentuk pewarna dengan dua atom nitrogen yang bermuatan positif. Pada pH netral, kedua
proton ekstra hilang dari larutan, sehingga hanya satu atom nitrogen yang bermuatan positif. The
pKas untuk hilangnya kedua proton adalah sekitar 1,15 dan 1,8. Dalam larutan alkali, ion
hidroksil nukleofilik menyerang karbon sentral elektrofilik untuk menghasilkan bentuk
triphenylmethanol atau carbinol tak berwarna dari pewarna. Beberapa triphenylmethanol juga
terbentuk dalam kondisi sangat asam bila muatan positif pada atom nitrogen menyebabkan
peningkatan Karakter elektrofilik karbon sentral, yang memungkinkan serangan nukleofilik oleh
molekul air. Efek ini menghasilkan sedikit pudar warna kuning. (Docampo, R. and Moreno, S.
N., 1990)

Kristal violet merupakan salah satu pewarna ungu. Struktur kristal violet yang paling
sering ditemukan adalah berupa kation monovalen (CV+). Dalam larutan basa kuat, warna cerah
dari kristal violet akan pudar dan larutan akan berubah menjadi tidak berwarna berdasarkan
persamaan reaksi:

CV+ + OH- CVOH (1)

Berdasarkan persamaan (1) maka hukum laju reaksi dapat ditulis sebagai:

Laju reaksi = k [CV+]n [OH-]m(2)

Pangkat n dan m merujuk pada orde reaksi dan untuk k merujuk pada konstanta laju reaksi.

Percobaan yang dilakukan dengan menggunakan konsentrasi yang OH- yang jauh lebih besar
dibanding konsentrasi CV+ mengubah persamaan hukum laju reaksi menjadi:

Laju reaksi = k’ [CV+]n(3)

Dengan nilai k’ = k[OH-]m(4)

K’ merupakan konstanta laju reaksi semu yang muncul ketika dilakukan observasi dan
persamaan (3) merupakan laju hukum semu karena merupakan hasil penyederhanaan hukum laju
sebenarnya.

Perubahan warna selama proses pemutihan dapat diobservasi dengan menggunakan


spektrofotometer UV-Vis. Semakin besar molaritas suatu zat semakin besar pula nilai
absorbannya.

Proses pemutihan dapat dipengaruhi oleh adanya ion, baik anion maupun kation. Sifat ion ini
dapat menghambat reaksi maupun mempercepat jalannya reaksi.

Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Metode yang digunakan dalam menggunakan
spektrofotometer adalah spektrofotometri. (Basset, 1994).
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dan detector vacuum
phototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu sutu
alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi
(Harjadi, 1990).

Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu


sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran
penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986).

Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi
yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh
perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet (Khopkar, 2003).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini,
metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari
absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan
dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen
yang berbeda

Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah spektrofotometer
UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat
menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm) atau daerah sinar tampak (400 – 800
nm). Analisis ini dapat digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang
diukur.

ALAT, BAHAN DAN METODE

Alat :

 Beacker glass  Gelas ukur  Spektrofotometer


 Erlenmeyer  Spatula  Kuvet
 Labu ukur 100 ml,  Timbangan  Tissue
50 ml  Stopwatch  Tabung reaksi
 Pipet volume (1 ml,  Pipet tetes  Rak tabung reaksi
2 ml, 10 ml, 5 ml)  Pillius
Bahan :

 Akuades
 Larutan kristal violet 0,00025%
 NaOH 0,008 M & 0,016 M
 NaNO3 0,1 M & 0,05 M

Metode :

1. Pembuatan larutan kerja

Dibuat larutan kerja untuk percobaan yaitu: larutan kristal violet 0,00025%; NaOH
0,008M & 0,016M; NaNO3 0,1 M & 0,05M

2. Pembuatan kurva standar kristal violet

1) Dibuat larutan dengan seri pengenceran pada tabel:


V. Larutan Kerja (ml) V. Akuades (ml) Konsentrasi Larutan (%)

1 9 0,00025

2 8 0,00050

3 7 0,00075

4 6 0,00100

5 5 0,00125

6
4 0,00150
7
3 0,00175
8
2 0,00200
9
1 0,00225
10
0 0,00250

2) Dikalibrasi spektrofotometer pada panjang gelombang 590nm (diatur posisi 0%


transmitan tanpa adanya sampel dan 100% transmitan dengan blanko akuades pada
kuvet)
3) Diukur transmitan dari pewarna kristal violet untuk masing-masing seri pengenceran
dimulai dari konsentrasi larutan paling encer dan diubah nilai transmitan menjadi
absorbansi
4) Dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dan absorbansi larutan untuk diperoleh
kurva standar

3. Penentuan orde reaksi

1) Dikalibrasi spektrofotometer yang akan digunakan untuk pengukuran kristal violet


pada panjang gelombang 590nm (diatur posisi 0% transmitan tanpa adanya sampel
dan 100% transmitan dengan blanko akuades pada kuvet)
2) Dibuat larutan dengan mencampurkan 10 ml larutan kristal violet 0,00025% dengan
NaOH 0,008M 10 ml dan 5 ml akuades. Dicampur dengan baik.
3) Dituang larutan tersebut kedalam kuvet dan dibersihkan bagian luar kuvet dengan
tisu.
4) Dibaca nilai transmitan pada panjang gelombang 590nm.
5) Diulangi pengukuran niai transmitan tiap 30 detik. Pengukuran dilakukan sebanyak
10 kali.
6) Diulangi langkah b-e dengan mengganti larutan 5 ml akuades dengan 5 ml NaNO3
0,1M dan NaNO3 0,05M
7) Diulangi langkah b-f dengan mengganti larutan 10 ml NaOH 0,008M dengan 10 ml
NaOH 0,016M
8) Diubah masing-masing nilai transmitan dalam bentuk absorbansi dan diolah pada
laporan resmi.

PEMBUATAN LARUTAN

 NaOH 0,008M dan 0,016M


massa 1000
M = Mr × volume

massa 1000
0,016M= 40 × 100

massa= 0,064 gram

Ditimbang 0,064 g NaOH ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan sedikit akuades,
lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian di tambahkan akuades hingga
garis tera dan di homogenkan

M1 x V1 = M2 x V2

0,016 x V = 0,008 x 50

V = 25 ml

Diambil 25 ml larutan NaOH 0,016M dimasukkan kedalam labu takar 50ml kemudian
ditambahkan akuades hingga garis tera dan dihomogenkan.
 NaNO3 0,1M dan 0,05M
massa 1000
M = Mr × volume

massa 1000
0,1M = 84,99 × 50

massa= 0,425 gram

Ditimbang 0,425 g NaNO3 ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan sedikit akuades,
lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml kemudian di tambahkan akuades hingga garis
tera dan di homogenkan

M1 x V1 = M2 x V2

0,1 x V = 0,05 x 50

V = 25 ml

Diambil 25 ml larutan NaNO3 0,1M dimasukkan kedalam labu takar 50 kemudian


ditambahkan akuades hingga garis tera dan dihomogenkan.

 Larutan violet kristal 0,00025%


etanol
M1 x V1 = M2 x V2

100 x V = 1 x 100

V = 1 ml etanol

Diambil 1 ml etanol murni dimasukkan kedalam labu takar 100 mL kemudian


ditambahkan akuades hingga garis tera lalu dihomogenkan.

Diambil 0,25 gram kristal violet dimasukkan kedalam labu takar berisi etanol 1% dan
dilarutkan.

Diambil 10 mL larutan kristal violet 0,0025% ke dalam labu takar 100 mL kemudian
dittambahkan akuades hingga garis tera lalu dihomogenkan.

HASIL PENGAMATAN

Pembuatan Kurva Standar Kristal Violet

V. Larutan V. Akuades Konsentrasi Transmitan Absorban


Kerja (ml) (ml) Larutan (%) (%) (2-log transmitan
)
1 9 0,00025 61 0,21467

2 8 0,00050 73 0,13668

3 7 0,00075 65 0,18709

4 6 0,00100 61 0,21467

5 5 0,00125 55 0,25964

6 0,30103
4 0,00150 50
7 0,38722
3 0,00175 41
8 0,36653
2 0,00200 43

9 1 0,00225 36 0,44370

10 0 0,00250 30 0,52288

Penentuan Orde Reaksi

Waktu ( Kristal Violet + NaOH 0,008 M Kristal Violet + NaOH 0,016M


setiap 30 NaNO3 NaNO3 NaNO3 NaNO3
detik) Akuades Akuades
0,1M 0,05M 0,1 M 0,05 M

0
69 64 68 79 72 67
30 69 66 68 81 72 72

60 71 67 69 82 73 73

90 72 67 70 83 74 75

120 72 68 71 84 75 76

150 74 69 72 86 76 77

180 74 69 72 86 77 79

210 76 71 73 86 78 79

240 76 72 74 87 79 80

270 77 72 74 87 80 81
Waktu Kristal Violet + NaOH 0,008 M
(30
Akuades NaNO3 0,1M NaNO3 0,05M
detik)

Transmitan Absorban Transmitan Absorban Transmitan Absorban

0 69 0,16115 64 0,19382 68 0,16749

30 69 0,16115 66 0,18045 68 0,16749

60 71 0,14874 67 0,17393 69 0,16115

90 72 0,14267 67 0,17393 70 0,15490

120 72 0,14267 68 0,16749 71 0,14874

150 74 0,13077 69 0,16115 72 0,14267

180 74 0,13077 69 0,16115 72 0,14267

210 76 0,11919 71 0,14874 73 0,13668

240 76 0,11919 72 0,14267 74 0,13077

270 77 0,11351 72 0,14267 74 0,13077

Waktu Kristal Violet + NaOH 0,016M


(30
Akuades NaNO3 0,1 M NaNO3 0,05 M
detik)

Transmitan Absorban Transmitan Absorban Transmitan Absorban

0 79 0,10237 72 0,14267 67 0,17393

30 81 0,09151 72 0,14267 72 0,14267

60 82 0,08618 73 0,13668 73 0,13668

90 83 0,08092 74 0,13077 75 0,12494


120 84 0,07572 75 0,12494 76 0,11919

150 86 0,06550 76 0,11919 77 0,11351

180 86 0,06550 77 0,11351 79 0,10237

210 86 0,06550 78 0,10791 79 0,10237

240 87 0,06048 79 0,10237 80 0,09691

270 87 0,06048 80 0,09691 81 0,09151

JAWAB PERTANYAAN

1. Bandingkan hasil praktikum anda tentang penentuan orde reaksi dengan literatur!

Percobaan yang dilakukan dapat dikatakan berhasil karena larutan yang diuji
menunjukkan kurva yang benar yaitu dengan bertambah besarnya absorbansi maka
konsentrasinyapun semakin besar, dan konsentrasi tersebut mempengaruhi laju reaksi
suatu larutan maka laju reaksinyapun juga besar. Dengan didapatkannya absorbansi yang
benar maka didapatkan pula orde reaksi yang sesuai dengan literatur. Namun ada beberapa
hasil yang tidak sesuai dengan literatur yaitu reaksi NaOH 0,0016 M + akuades dan NaOH 0,0016
M + NaNO3 0,1 M. Hal itu dapat disebabkan karena kemungkinan konsentrasi yang berubah
dari larutan yang digunakan. Seperti yang telah diketahui bahwa larutan NaOH
merupakan larutan sekunder. Penyebab lain dapat disebabkan pula karena kurang
tepatnya pengambilan larutan yang akan dimasukkan ke dalam kuvet akibat dari larutan
yang tidak semua keluar dari pipet ukur. Dapat juga disebabkan karena kalibrasi yang
kurang tepat pada spektrofotometer sebagai akibat blanko akuades dan sampel berada
pada kuvet yang sama.

2. Bagaimana reaksi yang terjadi antara pewarna dan NaOH setelah dilakukan penambahan
NaNO3?
NaNO3
C25H30ClN3 + NaOHNaCl + C25H30N3O 2NaOH + C25H30N3Cl
H O/H+
2
NaNO3 menyebabkan reaksi penetralan pada larutan dan proses pemutihan kristal violet
semakin cepat.

3. Dari hasil pengamatan yang anda lakukan, apakah pengaruh penambahan NaNO3
terhadap reaksi pemutihan?

NaNO3 memiliki ion anion yang bereaksi dengan ion kation monovalen pada kristal
violet. Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui pengaruh dari NaNO3 terhadap
reaksi pemutihan adalah NaNO3 menyebakan proses penyerapan zat warna bertambah
dan mempercepat jalannya reaksi antara kristal violet dengan NaOH sehingga proses
pemutihan semakin cepat.. Karena dari hasil percobaan yang didapat, semakin besar nilai
absorbannya maka semakin besar pula molaritas NaNO3.

4. Bandingkan hasil praktikum anda tentang pengaruh penambahan NaNO3 dengan


literatur!

Dari percobaan yang dilakukan, dapat dikatakan sudah sesuai yaitu bahwa semakinbesar
molaritas NaNO3 maka semakin besar pula nilai absorbannya. Pada literatur juga
dikatakan bahwa penambahan NaNO3 dapat mempengaruhi proses pemutihanyaitu dapat
mempercepat jalannya reaksi. Dan pada hasil percobaan yang dilakukan telah sesuai
dengan literatur. Hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya orde reaksi pada saat
ditambahkannya NaNO3. Semakin bertambahnya orde reaksi makan semakin bertambah
pula laju reaksinya sehingga reaksi akan berlangsung secara cepat.

PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ion dalam proses pemutihan kristal
violet. Untuk mengetahui pengaruhnya, digunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca yang disebut kuvet. Dari hasil data
absorbansi yang telah didapatkan, akan dicari orde reaksi ini dengan metode grafis. Sebelum
digunakan, spektrofotometer harus dikalibrasi pada nilai transmitan 0. Kemudian langkah
selanjutnya dimasukkan blanko akuades kedalam spektrofotometer dan dikalibrasi pada nilai
transmitan 100. Pengkalibrasian ini dimaksudkan agar alat spektrofotometer dapat menunjukkan
hasil yang valid. Sebelum kuvet dimasukkan ke dalam alat, bagian luar dibersihkan
menggunakan tisu. Hal ini dilakukan untuk membersihkan bagian luar kuvet agar saat dilakukan
pengukuran nilai transmitannya dapat maksimal. Setelah mendapat nilai transmitan setiap
larutan, dapat dicari absorbannya dengan cara 2-log transmitan. Dengan adanya nilai absorban,
maka dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorban. Dari grafik
yang didapat, dapat dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi maka nilai absorbannya juga
semakin besar. Hasil ini sesuai dengan Hukum Lamberg-Berr yang menyatakan ”absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi.”Hukum Lambert-Beer tersebut berlaku pada larutan
dengan konsentrasi kurang dari sama dengan 0.01 M.
Grafik Kurva Standar
0.6

0.5

0.4
Absorbansi

0.3 y = 154.65x + 0.0908


R² = 0.8945
0.2

0.1

0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003
Konsentrasi

Dapat dilihat pada grafik bahwa secara garis besar nilai absorban semakin meningkat saat
konsentrasi juga meningkat. Hal ini berarti besarnya sinar radiasi yang terserap oleh zat dari zat
yang diukur semakin besar, namun besarnya sinar radiasi yang melewati zat dan ditangkap
detektor akan semakin menurun.

Pada percobaan kedua dilakukan pengukuran transmitan kristal violet pada larutan NaOH
dicampur dengan aquades / NaNO3 dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Larutan diamati
perubahan nilai transmitannya setiap 30 detik. Dari hasil yang didapat, nilai transmitan semakin
naik seiring dengan berjalannya waktu pengamatan. Hasil pengamatan ini sudah sesuai dengan
teori karena nilai absorban NaNO3 0,1M lebih besar dari nilai absorban NaNO3 0,05M pada
konsentrasi NaOH 0,016 M maupun NaOH 0,008 M. Reaksi yang terjadi pada larutan adalah:

Gb. Reaksi Kristal Violet dengan OH-

reaksi tersebut dapat digunakan untuk menentukkan orde reaksi dari OH-. Caranya dengan
menggunakan metode grafis, yaitu membuat kurva antara A dengan waktu sebagai penunjuk
orde 0, antara log A dengan waktu sebagai orde 1 dan antara 1/A dengan waktu sebagai orde 2.
Penentuan orde dipilih apabila R2 dari ketiga grafik tersebut mendekati 1.
Dari pembuatan kurva didapatkan data:

 reaksi NaOH 0,016 M + akuades mempunyai orde reaksi 2 karena nilai R2 dari grafik
1/absorbansi akuades yang paling mendekati 1. Hal ini tidak sesuai dengan literatur.
 reaksi NaOH 0,016 M + NaNO3 0,1 M mempunyai orde reaksi 0 karena nilai R2 dari grafik
absorbansi yang paling mendekati 1. Hal ini tidak sesuai dengan literatur.
 reaksi NaOH 0,016 M + NaNO3 0,05 M mempunyai orde reaksi 2 karena nilai R2 dari grafik
1/absorbansi yang paling mendekati 1
 reaksi NaOH 0,008 M + akuades mempunyai orde reaksi 1 karena nilai R2 dari grafik log
absorbansi yang paling mendekati 1
 reaksi NaOH 0,008 M + NaNO3 0,1 M mempunyai orde reaksi 1 karena nilai R2 dari grafik
log absorbansi yang paling mendekati 1.
 reaksi NaOH 0,008 M + NaNO3 0,05 M mempunyai orde reaksi 2 karena nilai R2 dari grafik
1/absorbansi yang paling mendekati 1
Dari data diatas terdapat beberapa hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal itu dapat
disebabkan karena kemungkinan konsentrasi yang berubah dari larutan yang digunakan. Seperti
yang telah diketahui bahwa larutan NaOH merupakan larutan sekunder. Penyebab lain dapat
disebabkan pula karena kurang tepatnya pengambilan larutan yang akan dimasukkan ke dalam
kuvet akibat dari larutan yang tidak semua keluar dari pipet ukur. Dapat juga disebabkan karena
kalibrasi yang kurang tepat pada spektrofotometer sebagai akibat blanko akuades dan sampel
berada pada kuvet yang sama.
Dengan diketahuinya orde reaksi makan dapat ditentukan kecepatan laju reaksinya karena
semakin besar orde reaksi maka laju reaksinya semakin cepat. Sehingga penambahan NaNO3
dalam percobaan ini dapat mempercepat laju reaksi antara CV dengan NaOH. Dan juga ion dari
NaNO3 yang beraksi dengan ion CV menyebabkan cepatnya laju reaksi menuju pH7 atau netral
karena pada umumnya garam yang menandung ion logam alkali dan basa konjungat suatu asam
kuat seperti NO3 tidak mengalami hidrolisis dalam jumlah yang banyak dan larutannya akan
dianggap netral. Jadi bila NaNO3 , suatu garam yang terbentuk oleh reaksi NaOH dengan
HNO3 akan larut dalam air dan akan menakibatkan garam terurai sempurna menjadi :

NaNO3(s) + H2O Na+(aq) + NO3-(aq)

Ion Na+ terhidrasi tidak memberikan ataupun tidak juga menerima ion H+. ion NO3adalah basa
konjugat dari asam kuat HNO3 dan tidak memiliki afinitas untuk ion H+. Akibatnya, suatu
larutan yang mengandung ion Na+ dan NO3- akan netral, dengan pH 7. Selain itu konsentrasi
dari tiap larutan pun juga mempengaruhi kecepatan laju reaksi.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Reaksi dari :
a. NaOH 0,016 M + akuades mempunyai orde reaksi 2.
b. NaOH 0,016 M + NaNO3 0,1 M mempunyai orde reaksi 0.
c. NaOH 0,016 M + NaNO3 0,05 M mempunyai orde reaksi 2.
d. NaOH 0,008 M + akuades mempunyai orde reaksi 1.
e. NaOH 0,008 M + NaNO3 0,1 M mempunyai orde reaksi 1.
f. NaOH 0,008 M + NaNO3 0,05 M mempunyai orde reaksi 2.
2. Semakin besar konsentrasi dari kristal violet maka laju reaksi semakin cepat.
3. Ion NaNO3 mempercepat jalannya reaksi antara kristal violet dengan NaOH sehingga
proses pemutihan semakin cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, E. Q.; Rosenstein, L. (1914). "The color and ionization of crystal-violet". J. Amer.
Chem. Soc. 36 : 1452–1473. doi:10.1021/ja02184a014

Cahyati, Margareta N. 2016. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika 2. UKSW

Docampo, R.; Moreno, S. N. (1990), "The metabolism and mode of action of gentian
violet", Drug Metab. Rev., 22(2–3): 161–178 , doi : 10.3109/03602539009041083 ,
PMID 2272286

Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.

Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Jakarta:Erlangga.

LAMPIRAN

 Tugas awal
 Laporan sementara
 Grafik
LAMPIRAN

 Grafik aquades pada NaOH 0,008 M

1. Grafik aquades

Grafik Absorbansi
0.2
Absorbansi

0.1 y = -0.0002x + 0.162


R² = 0.9698
0
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik Log absorban aquades

Grafik Log Absorbansi


0
Log Absorbansi

0 100 200 300


-0.5 y = -0.0006x - 0.7868
R² = 0.9726
-1
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi aquades

Grafik 1/Absorbansi
10
8
1/Absorbansi

6 y = 0.01x + 6.0504
4 R² = 0.9705
2
0
0 100 200 300
Waktu (s)
 Grafik NaNO3 0,1 M pada NaOH 0,008 M

1. Grafik absorbansi NaNO3 0,1 M

Grafik Absorbansi
0.25
0.2
Absorbansi

0.15
0.1 y = -0.0002x + 0.189
0.05 R² = 0.9624
0
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik log absorbansi NaNO3 0,1 M

Grafik Log Absorbansi


-0.7
0 100 200 300
Log Absorbansi

-0.75

-0.8
y = -0.0005x - 0.721
-0.85 R² = 0.9646

-0.9
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi NaNO3 0,1 M

Grafik 1/Absorbansi
8
1/ Absorbansi

6
4 y = 0.0067x + 5.2216
R² = 0.962
2
0
0 100 200 300
Waktu (s)
 Grafik NaNO3 0,05 M pada NaOH 0,008 M

1. Grafik NaNO3 0,05 M

Grafik Absorbansi
0.2
Absorbansi

0.15
0.1
y = -0.0002x + 0.1689
0.05 R² = 0.9762
0
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik log absorbansi NaNO3 0,05 M

Grafik LogAbsorbansi
-0.75
0 100 200 300
Log Absorbansi

-0.8
y = -0.0004x - 0.7704
-0.85 R² = 0.9793

-0.9
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi NaNO3 0,05 M

Grafik 1/Absorbansi
10
1/ Absorbansi

8
6 y = 0.0069x + 5.8593
R² = 0.9801
4
2
0
0 100 200 300
Waktu (s)
 Grafik aquades pada NaOH 0,016 M

1. Grafik aquades

Grafik Absorbansi
0.15
Absorbansi

0.1

0.05
y = -0.0002x + 0.096
0 R² = 0.9201
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik log absorban aquades

Grafik Log Absorbansi


0
0 100 200 300
Log Absorbansi

-0.5
y = -0.0009x - 1.0135
R² = 0.9419
-1

-1.5
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi aquades

Grafik 1/Absorbansi
20
1/Absorbansi

15
10 y = 0.0261x + 10.149
5 R² = 0.9549
0
0 100 200 300
Waktu (s)

 Grafik NaNO3 0,1M pada NaOH 0,016 M


1. Grafik NaNO3 0,1M

Grafik Absorbansi
0.2
Absorbansi
0.15
0.1
0.05 y = -0.0002x + 0.1462
R² = 0.9921
0
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik Log absorban NaNO3

Grafik Log Absorbansi


0
0 100 200 300
Log Absorbansi

-0.5 y = -0.0007x - 0.8298


R² = 0.9868
-1

-1.5
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi NaNO3

Grafik 1/Absorbansi
15
1/Absorbansi

10

5 y = 0.0127x + 6.6432
R² = 0.9758
0
0 100 200 300
Waktu (s)
 Grafik NaNO3 0,05M pada NaOH 0,016 M

1. Grafik NaNO3 0,05M

Grafik Absorbansi
0.2
Absorbansi

0.15
0.1
0.05 y = -0.0003x + 0.1561
R² = 0.9031
0
0 100 200 300
Waktu (s)

2. Grafik Log absorban NaNO3

Grafik Log Absorbansi


0
0 100 200 300
Log Absorbansi

-0.5
y = -0.0009x - 0.802
R² = 0.9505
-1

-1.5
Waktu (s)

3. Grafik 1/absorbansi NaNO3

Grafik 1/Absorbansi
12
10
1/Absorbansi

8
6 y = 0.0177x + 6.2131
4 R² = 0.9782
2
0
0 100 200 300
Waktu (s)

Anda mungkin juga menyukai