Oleh:
SALATIGA
2018
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bilangan peroksida, bilangan asam,
dan %FFA secara konvensional dan potensiometri.
PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan media memasak yang popular di masyarakat, karena
mudah didapat dan harganya relative terjangkau. Pilihannya juga tersedia dalam bentuk
kemasan atau curah. Kalangan masyarakat golongan menengah bawah dan pedang kecil
cenderung menggunakan minyak curah, sebab harganya lebih murah. Penggunaannya
sering kali digunakan secara berulang-ulang, hingga warnanya berubah menjadi kehitaman
Mereka tidak peduli atau tidak mengetahui dampaknya bagi kesehatan bila terus menerus
mengkonsumsi makanan hasil olahan seperti ini. Menurut Alyas et al. (2009), pemanasan
dapat menyebabkan kandungan β-karoten dalam minyak berubah.Kualitas minyak goreng
ditentukan oleh komponen asam lemak penyusunnya yaitu asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis dan asam lemak tak jenuh mengalami oksidasi.
Reaksi lain yang penting adalah hidrogenasi ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal (Ketaren,
1986).
Rantai asam lemak, yang mengandung sedikitnya satu ikatan rangkap, akan
membentuk isomer geometris. Sebagian besar asam lemak tidak jenuh dalam bentuk isomer
cis yang bersifat tidak stabil, sedang isomer trans bersifat lebih stabil. Proses hidrogenasi
lebih mudah terjadi pada bentuk cis dibandingkan bentuk trans. Minyak yang mempunyai
ikatan rangkap berbentuk cair dan apabila terhidrogenasi pada ikatan rangkapnya berubah
wujud dari cair menjadi padat di suhu kamar. Oleh karena itu minyak menjadi susah untuk
dituang bila dipakai lagi. Hal ini menurunkan kualitasnya (Ketaren, 1986).
Penelitian Yoon dan Choe (2007), melaporkan akibat oksidasi minyak goreng dapat
meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA). Asri (2013) mengatakan bahwa
pemakaian minyak goreng berpengaruh terhadap kualitas minyak yang dapat dilihat dari
perubahan bilangan peroksida. Selanjutnya Siti Aminah (2010) dan Onny (2014) juga
melaporkan bahwa pemanasan dapat berpengaruh terhadap bilangan peroksida minyak
goreng curah. Akibat lain dari pemanasan minyak goreng adalah terbentuknya hidrokarbon
aromatic polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon, PAH) seperti fenantren dan benzopyren.
Senyawa ester-ester asam lemak yang terdapat dalam minyak dapat dideteksi setelah
diekstrak dengan etanol dan senyawa PAH ditentukan melalui gugus fungsi aldehid
aromatiknya (Suaniti , 2011).
Beberapa studi telah dilakukan untuk mengkaji hubungan minyak goreng bekas pakai
dengan kesehatan, yakni keamanan bagi makhluk hidup. Pada minyak jelantah terdapat
material tak berguna yaitu senyawa peroksida yang menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap beberapa penyakit, antara lain karsinoma. Pemberian minyak kelapa sawit yang
telah dipanaskan puluhan kali pada mencit akan menimbulkan kerusakan hati dan
membangkitkan respon peradangan hati. Mekanisme ini diduga berhubungan dengan
radikal bebas yang akan berlanjut dengan terjadinya peroksidasi lipid. Tahap berikutnya
ditandai dengan meningkatnya malondialdehida, merupakan senyawa aldehida yang
terbentuk sebagai produk sekunder peroksidasi (Rifqi T, 2011).
Berikut syarat mutu kualitas minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-2002
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, Erlenmeyer,labu ukur,
buret, pipet tetes, pipet ukur, hot plate, spatula, magnetic stirrer, pH meter, timbangan
analitik, gelas ukur, pilius.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak jelantah, etanol (C2H2OH) 100%, indikator
fenolftalein (PP), kalium iodida (KI) jenuh, MC, HCl pekat, indikator amilum 1%, asam sulfat
(H2SO4) 4N, Tiosulfat (Na2S2O3)0,1 N, Asam cuka, n-heksana, asam oksalat (C2H2O4), asam
asetat glacial (CH3COOH), kloroform (CHCl3), asam klorida (HCl), kalium dikromat (K2Cr2O7),
kalium hidroksida (KOH), asam fosfat (H3PO4), natrium tiosulfat (Na2S2O3·10H2O), natrium
hidroksida (NaOH), akuades.
Metode
Bilangan Peroksida
Konduktometri
I II III
V awal (mL) 0 8 0
V akhir (mL) 8 15 7,9
V ditambah (mL) 8 7 7,9
𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 0,0189 𝑁
I II III
V awal (mL) 0 1,1 2,1
V akhir (mL) 1,1 2,1 3,1
V ditambah (mL) 1,1 1 1
1,1 𝑚𝐿+1𝑚𝐿+1 𝑚𝐿
𝑥̅ = = 1,03 𝑚𝐿
3
(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)× 𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 ×1000
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Sampel Bolang-Baling
I II III
V awal (mL) 6,5 7,5 8,5
V akhir (mL) 7,5 8,5 9,4
V ditambah (mL) 1 1 0,9
1 𝑚𝐿+1𝑚𝐿+0,9 𝑚𝐿
𝑥̅ = = 0,967 𝑚𝐿
3
(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)× 𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 ×1000
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Sampel Donat
I II III
V awal (mL) 11,7 12,5 13,4
V akhir (mL) 12,5 13,4 14,2
V ditambah (mL) 0,8 0,9 0,8
0,8 𝑚𝐿+0𝑚9𝑚𝐿+0,8 𝑚𝐿
𝑥̅ = = 0,83 𝑚𝐿
3
(𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑉𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)× 𝑁𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 ×1000
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎 = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
Standarisasi KOH
I II III
V awal (mL) 0 3,6 0
V akhir (mL) 31,2 34,7 30,6
V ditambah (mL) 31,2 31,1 30,6
% FFA :
(𝑚𝐿 𝐾𝑂𝐻 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝐿 𝐾𝑂𝐻 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) × 𝑁𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%𝐹𝐹𝐴 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ×1000
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
Sampel Bolang-baling
I II III
V awal (mL) 7,1 7,4 7,7
V akhir (mL) 7,4 7,7 8
V ditambah (mL) 0,3 0,3 0,3
𝑔
(0,3 𝑚𝐿−0,2 𝑚𝐿 × 0,06425 𝑁 × 256,42 ⁄𝑚𝑜𝑙
%𝐹𝐹𝐴 = × 100% = 0,0329 %
5 𝑔 ×1000
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
1,2 𝑚𝐿+1,2 𝑚𝐿
𝑥̅ = = 1,2 𝑚𝐿
3
(𝑚𝐿 𝐾𝑂𝐻 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑚𝐿 𝐾𝑂𝐻 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜) × 𝑁𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%𝐹𝐹𝐴 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ×1000
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
Sampel Donat
I II III
V awal (mL) 24 24,6 25,2
V akhir (mL) 24,6 25,2 25,9
V ditambah (mL) 0,6 0,6 0,7
Bilangan Asam :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
I II III
V awal (mL) 0 14 28,1
V akhir (mL) 14 28,1 42,1
V ditambah (mL) 14 14,1 14
14 𝑚𝐿+14,1 𝑚𝐿+14 𝑚𝐿
𝑥̅ = = 14,03 𝑚𝐿
3
𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 = 0,01 𝑀
𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 = 5 𝑚𝐿
Normalitas KOH =
𝑁𝐾𝑂𝐻 × 𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑁𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 × 𝑉𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑁𝐾𝑂𝐻 × 31,15 𝑚𝐿 = 0,01 𝑀 × 10 𝑚𝐿
0,01 𝑀 ×2×10 𝑚𝐿
𝑁𝐾𝑂𝐻 = = 0,005908 𝑁
14,03 𝑚𝐿
𝑚𝐿 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 = 0,4 𝑚𝐿
V KOH (mL) I (ϻS) II (ϻS) III (ϻS) Rata-rata (mV) d'V/d'E d"V/d"E
0 0 0 0 0 0 0
0,5 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1,5 10 0 0 0,0033 0,003 0,003
2 10 10 10 0,01 0,0067 0,003
2,5 10 10 10 0,01 0 -0,0067
3 10 10 10 0,01 0 0
3,5 20 10 10 0,013 0,003 0,003
4 20 20 20 0,02 0,0067 0,003
4,5 20 20 20 0,02 0 -0,0067
5 30 20 20 0,023 0,003 0,003
5,5 30 30 30 0,03 0,0067 0,003
6 30 30 30 0,03 0 -0,0067
0
0 1 2 3 4 5 6 7
-0.002
-0.004
-0.006
-0.008
Volume Titrasi (mL)
Titik Ujung :
0,003
𝐴 = ( 0,003−(−0,0067) × 0,5 𝑚𝐿) + 2 𝑚𝐿 = 2,167 𝑚𝐿
0,003
𝐵 = ( 0,003−(−0,0067) × 0,5 𝑚𝐿) + 4 𝑚𝐿 = 4,167 𝑚𝐿
0,003
𝐶 = ( 0,003−(−0,0067) × 0,5 𝑚𝐿) + 5,5 𝑚𝐿 = 5,67 𝑚𝐿
% FFA :
Sampel Bolang-Baling
V KOH (mL) I (ϻS) II (ϻS) III (ϻS) Rata-rata (mV) d'V/d'E d"V/d"E
0 0 0 0 0 0 0
0,5 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1,5 10 0 10 0,0067 0,0067 0,0067
2 10 10 10 0,0100 0,0033 -0,0033
2,5 10 10 10 0,0100 0 -0,0033
3 10 10 10 0,0100 0 0
3,5 10 10 20 0,0133 0,0033 0,0033
4 20 10 20 0,0167 0,0033 0
4,5 20 20 20 0,0200 0,0033 0
5 20 20 20 0,0200 0 -0,0033
5,5 30 20 30 0,0267 0,0067 0,0067
6 30 20 30 0,0267 0 -0,0067
6,5 30 30 30 0,0300 0,0033 0,0033
7 40 40 40 0,0400 0,0100 0,0067
Grafik Turunan 2
0.008
0.006
Potensial Listrik (mV)
0.004
0.002
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-0.002
-0.004
-0.006
-0.008
Volume Titrasi (mL)
Titik Ujung :
0,0067
𝐴 = ( 0,0067−(−0,0033) × 0,5 𝑚𝐿) + 1,5 𝑚𝐿 = 1,83 𝑚𝐿
0,0067
𝐵 = ( 0,0067−(−0,0067) × 0,5 𝑚𝐿) + 5,5 𝑚𝐿 = 5,75 𝑚𝐿
% FFA :
V KOH (mL) I (ϻS) II (ϻS) III (ϻS) Rata-rata (mV) d'V/d'E d"V/d"E
0 0 0 0 0 0 0
0,5 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1,5 0 0 0 0 0 0
2 0 10 10 0,0067 0,0067 0,0067
2,5 10 10 10 0,01 0,0033 -0,0033
3 10 10 10 0,01 0 -0,0033
3,5 10 10 10 0,01 0 0
4 10 20 20 0,0167 0,0067 0,0067
Grafik Turunan 2
0.008
0.006
Potensial Listrik (mV)
0.004
0.002
0
0 1 2 3 4 5
-0.002
-0.004
Volume Titrasi (mL)
Titik Ujung :
0,0067
𝐴 = ( 0,0067−(−0,0033) × 0,5 𝑚𝐿) + 2 𝑚𝐿 = 2,3 𝑚𝐿
% FFA :
Sampel Roti
V KOH (mL) I (ϻS) II (ϻS) III (ϻS) Rata-rata (mV) d'V/d'E d"V/d"E
0 0 0 0 0 0 0
0,5 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1,5 0 0 0 0 0 0
2 10 0 0 0,0033 0,0033 0,0033
2,5 10 0 10 0,0067 0,0033 0
3 10 10 10 0,01 0,0033 0
3,5 10 10 10 0,01 0 -0,0033
4 10 10 10 0,01 0 0
4,5 10 10 10 0,01 0 0
0.002
0.001
0
0 1 2 3 4 5
-0.001
-0.002
-0.003
-0.004
Volume Titrasi (mL)
Titik Ujung :
0,0067
𝐴 = ( 0,0067−(−0,0033) × 0,5 𝑚𝐿) + 2 𝑚𝐿 = 2,3 𝑚𝐿
% FFA :
V KOH (mL) I (ϻS) II (ϻS) III (ϻS) Rata-rata (mV) d'V/d'E d"V/d"E
0 0 0 0 0 0 0
0,5 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
1,5 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
2,5 10 10 10 0,01 0,01 0,01
3 10 10 10 0,01 0 -0,01
3,5 10 10 10 0,01 0 0
4 10 10 10 0,01 0 0
4,5 20 20 20 0,02 0,01 0,01
5 20 20 20 0,02 0 -0,01
Titik Ujung :
0,01
𝐴 = ( 0,01−(−0,01) × 0,5 𝑚𝐿) + 2,5 𝑚𝐿 = 2,75 𝑚𝐿
0,01
𝐵 = ( 0,01−(−0,01) × 0,5 𝑚𝐿) + 4,5 𝑚𝐿 = 4,75 𝑚𝐿
% FFA :
Pembahasan
Pada penelitian ini, ditentukan %FFA secara konvensional dan secara potensiometri.
Analisis kualitas minyak secara kimiawi dapat dilakukan dengan uji peroksida, bilangan asam
serta kadar asam lemak bebas. Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Nuri A, et. al.
(2000) dengan judul penelitian Mutu minyak bekas penggorengan ayam goreng Sukabumi
dan upaya regenerasinya, ketiga uji tersebut sudah cukup untuk menggambarkan kualitas
minyak. Namun, bukan hanya udara yang mengandung oksigen saja yang dapat
menghidrolisis minyak tetapi kadar air yang ada pada minyak tersebut juga dapat
menghidrolisis minyak itu sendiri. Sehingga akan lebih tepat lagi bila dilakukan uji kadar air
pada minyak (Zahra SL, 2013). Sampel minyak yang digunakan adalah minyak bekas
penggorengan yang digunakan berbagai bahan makanan (minyak jelantah). Warna coklat
pada minyak jelantah dapat disebabkan oleh adanya pigmen, dari minyak itu sendiri
maupun pigmen dari bumbu yang digunakan dalam bahan masakan. Warna coklat ini juga
dapat disebabkan karena adanya ikatan molekul karbohidrat dan protein yang disebut
dengan Reaksi Maillard yang melibatkan reaksi antara gugus karbonil dengan gugus amin
(Nawar WW, 1985).
Bilangan Peroksida
Pada praktikum ini, ditentukan bilangan peroksida yang ada didalam tiga sampel
yaitu sampel minyak bekas gorengan, sampel minyak bekas bolang – baling, dan sampel
minyak bekas donat sehingga dapat diketahui mutu atau kelayakan pakai minyak goreng
yang digunakan masing-masing. Pada penelitian ini digunakan metode iodometri, dimana
pada metode ini iod akan mereduksi ion-ion peroksida yang terbentuk di dalam minyak.
Prinsipnya adalah bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan
berdasarkan jumlah iodine (I2) yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan
ion iodine (I-) yang sebanding dengan kadar peroksida sampel.
𝑅 − 𝑂𝑂𝐻 + 2 𝐾𝐼 + 𝐻2 𝑂 − −→ 𝑅 − 𝑂𝐻 + 𝐼2 + 2 𝐾𝑂𝐻
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk senyawa peroksida seperti gambar dibawah ini : (Ketaren S, 1986)
Bilangan peroksida sampel minyak bekas gorengan, sampel minyak bekas bolang-baling,
𝑂
sampel minyak bekas donat berturut-turut adalah 3,522 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔 ,
𝑂 𝑂
3,2704 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔,dan 2,7673 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔. Hal ini menunjukkan nilai jauh diatas nilai
𝑂
SNI (1,00 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔) (SNI 01-3741-2002). Tingginya bilangan peroksida ini menandakan
bahwa minyak telah teroksidasi yang ditandai dengan rasa dan bau yang tengik (Nawar WW.,
1985). Peroksida ini mengakibatkan senyawa trigliserida yang memiliki rantai rangkap
mengalami otooksidasi membentuk radikal-radikal bebas (Ketaren S., 1986). Hidrogen
peroksida ini dapat dipecah untuk membentuk senyawa-senyawa aldehid. Dalam batas
jumlah tertentu, aldehid dapat memberikan aroma sesuai dengan bahan makanan yang
dipergunakan, namun saat jumlah melebihi batas maka akan memberikan aroma tengik dan
bersifat toksik. Sehingga tingginya bilangan peroksida yang melebihi SNI seharusnya tidak
dipergunakan kembali karena bersifat toksik yang dapat membahayakan tubuh.
Minyak merupakan senyawa trigliserida, apabila terjadi hidrolisis maka akan terurai
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pada penelitian ini digunakan KOH sebagai penetral
dari asam lemak bebas yang terbentuk pada sampel minyak. Sehingga, persentase KOH yang
digunakan untuk menetralkan jumlah asam lemak bebas pada minyak dapat dijadikan acuan
untuk menghitung % FFA (Pakpahan JF, 2013).
Minyak dengan kualitas tinggi akan memiliki asam lemak bebas yang rendah. Asam
lemak bebas terbentuk karena triglerisida yang mengalami hidrolisis.
Kemudian hasil yang didapat dapat dibandingkan dengan standar yang ada.
Dari hasil yang telah didapatkan, terdapat 1 sampel minyak yang memiliki kadar asam lemak
bebas lebih tinggi dari SNI (0,3%) yaitu minyak yang digunakan oleh toko roti sebesar
0,3295 % sehingga tidak memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI. Minyak yang seperti
artinya banyak trigliserida yang terurai menjadi asam lemak bebasnya. Rusaknya minyak ini
disebabkan oleh pemanasan tinggi yang berulang-ulang (Mas’ud F, 2008). Semakin lama
pemanasan minyak mulai keluar asap (1900 C), mengakibatkan proses oksidasi, hidrolisis,
dan polimerisasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk senyawa keton, aldehid, dan
polimer (Chatzilazaron, 2006).
Bilangan Asam
Bilangan asam didapat dengan mengalikan kadar asam lemak bebas dengan faktor
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻 ×10
konversi , yaitu : 𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑎𝑚 = .
𝐵𝑀𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘
Dengan melakukan uji %FFA secara potensiometri, titik akhir reaksi antara KOH
dengan asam lemak bebas dapat diketahui menggunakan atau tanpa indikator. Karena,
pada konsep potensiometri dilihat pada potensial listrik yang dihasilkan oleh reaksi antara
KOH dengan asam lemak bebas. Secara potensiometri, akan didapat titik akhir reaksi yang
akan lebih spesifik dibandingkan dengan cara konvensional. Sehingga, dengan metode ini
akan didapatkan kesalahan titrasi yang lebih kecil. Namun, pada penelitian ini masih banyak
hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang benar-benar valid dan maksimal.
Yang pertama adalah faktor dari sampel, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Lanry F pada tahun 2010, lama penyimpanan minyak goreng akan mempengaruhi kadar
asam lemak bebas. Faktor-faktor tersebut adalah kelembapan lingkungan penyimpanan,
kontak langsung dengan udara, kadar air pada minyak, dan penyinaran oleh sinar matahari.
Hal-hal tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi minyak, maka untuk mendapatkan hasil
yang dapat dibandingkan secara konvensional sehingga dapat diketahui kesalahan titrasi
pada saat uji FFA secara konvensional, sampel harus diuji pada saat hari yang sama. Namun,
pada penelitian ini dilakukan 4 hari setelah uji FFA secara konvensional. Yang kedua, untuk
memudahkan dalam membandingkan metode potensiometri dengan uji metode
konvensional, digunakan larutan baku dengan konsentrasi yang sama.
0?
0?
0?
penelitian ini karena potensial yang terjadi hanya berkisar puluhan saja. Sehingga semisal
terjadi kenaikan potensial yang bernilai satuan pada alat, maka alat akan menganggap tidak
ada perubahan potensial yang terjadi. Tentu hal ini berakibat bias pada pengolahan data
dan didapatkan titik infleksi lebih dari 1. Karena rentang uji FFA konvensional dengan FFA
secara potensiometri 5 hari, maka sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lanry
F pada tahun 2010 %FFA pada potensiometri harus lebih besar dibandingkan dengan %FFA
secara konvensional. Namun, pada sampel gorengan P. Lanang dan bolang-baling tetap
tidak dapat ditentukan titik infleksi mana yang menunjukkan berakhirnya reaksi KOH dengan
FFA, karena kemungkinan titik infleksi yang tepat lebih dari 1 titik. Sehingga pada kedua
sampel ini tidak dapat dibandingkan %FFA secara konvensional dengan %FFA secara
potensiometri. Pada sampel minyak dari rumah makan dan toko roti, didapatkan nilai %FFA
secara potensiometri sebesar 0,0707 % dan 0,0767 %. Hasil ini jauh lebih kecil
dibandingkan %FFA secara konvensional yang sebesar 0,1867 % dan 0,3295 %. Walaupun
pada grafik turunan kedua dihasilkan 1 titik infleksi, namun hasil ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Lanry F pada tahun 2010 dimana semakin lama
disimpan kadar % FFA akan cenderung naik. Hal ini dapat disebabkan oleh sensitifitas alat
yang hanya 10 ϻS, sehingga kenaikan potensial yang bernilai satuan tidak akan terdeteksi
oleh alat pH meter yang digunakan. Pada sampel donat, dapat dilihat bahwa dengan teori
yang ada dapat ditentukan bahwa titik infleksi yang menunjukkan titik akhir reaksi pada
penambahan volume KOH sebesar 4,75 mL. Namun karena pada pengukuran kadar FFA
secara potensiometri dilakukan dengan larutan KOH yang diencerkan sebanyak 10 kali dan
dilakukan dalam rentang waktu 5 hari setelah uji %FFA secara konvensional, maka tidak
dapat dibandingkan antara uji FFA secara konvensional dengan potensiometri. Jika dilihat
dari hasil titrasi secara potensiometri, kesalahan titrasi pada sampel ini berarti :
|𝑇𝑒 − 𝑇𝑎|
𝐾𝑇 = × 100%
𝑇𝑒
|4,75 𝑚𝐿 − 5 𝑚𝐿|
𝐾𝑇 = × 100% = 5,26 %
4,75 𝑚𝐿
Nilai kesalahan titrasi yang dilakukan sebesar 5,26%, nilai ini jauh lebih tinggi dengan
standar yang digunakan yakni sebesar 0,2% (Khopkar, 2003). Namun nilai yang besar ini
dikarenakan penambahan secara potensiometri yang rentangnya per 0,5 mL. Untuk
menentukan kedekatan indikator dengan titik akhir reaksi antara KOH dengan asam lemak
bebas perlu dibandingkan uji FFA secara konvensional dengan uji FFA secara potensiometri
ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
𝑂2
1. Bilangan peroksida yang melebihi batas standar SNI (1,0 𝑚𝑔 ⁄100 𝑔 ) adalah
sampel minyak goreng dari gorengan P. Lanang Ambarawa sebesar 3,522
𝑂 𝑂
𝑚𝑔 2⁄100 𝑔, sampel minyak goreng bolang-baling sebesar 3,2704 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔,
𝑂
dan sampel minyak donat sebesar 2,7673 𝑚𝑔 2⁄100 𝑔.
2. %FFA yang melebihi batas standar SNI (0,3 %) adalah sampel minyak toko roti yaitu
sebesar 0,3295 %. %FFA sampel gorengan P. Lanang Ambarawa, bolang-baling,
rumah makan, gorengan tegalrejo, dan donat berturut-turut sebesar 0,1098 %,
0,0329 %, 0,1867%, 0,0769 %, 0,1428 %.
3. Bilangan asam yang melebihi batas standar SNI (0,6 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔) adalah sampel toko
roti yaitu sebesar 0,7209 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔. Bilangan asam sampel gorengan P. Lanang
Ambarawa, bolang-baling, rumah makan, gorengan tegalrejo, dan donat berturut-
turut sebesar 0,2403 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔, 0,0721 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔, 0,4085 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔, 0,1682
𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔, 0,3125 𝑚𝑔 𝐾𝑂𝐻⁄𝑔.
4. Penentuan %FFA secara potensiometri tidak dihasilkan hasil %FFA yang akurat
sehingga tidak dapat digunakan untuk pembanding dari uji FFA secara konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Alyas, S. A., Abdullah, A., and Idris, N. A., 2006, Change of β-Charotene Content During Heating of
Red Palm Olein, Journal of Oil Research ( Special Issu April 2009): 99-120.
Aminah, S., 2010, Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe pada
Pengulangan Penggorengan, Jurnal pangan dan Gizi, 1 (1): 7-14.
Asri, S. S., 2013, Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau Dari Bilangan Peroksida, Bilangan
Asam dan Kadar Air, Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balai Litbangkes,
Kemenkes RI.
Chatzilazaron, A., Gartzi, O., Lalas, S., Zoidis, E., and Tsaknis, J., 2006, Phsycochemical Changes Of
Olive Oil and Selected Vegetabel Oils During Frying, Journal Food Lipids, 13: 27- 35.
Ilmi, I. M. B., Khomsan, A., Marliyati, S. A., 2015, Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan
Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia, Jurnal Aplikasi Pangan, 4 (2): 61-65.
Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press., Jakarta.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Lanry, F.2010. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Asam Lemak Tidak Jenuh dan
Minyak Pelikan Pada Minyak Goreng Curah Baru. Universitas Andalas : Padang
Nawar WW. 1985. Lipids dalam Fennema O.R (Editor) Food Chemistry 2nded. New York, Basel:
Marcel Dekker Inc.
Nuri A, Ananta CMI, Winarno FG.2000. Mutu minyak bekas penggorengan ayam goreng Sukabumi
dan upaya regenerasinya. Prosiding Seminar Nasional Makanan Tradisional, Pusat Kajian
Makanan Tradisional Universitas Brawijaya.
Onny, J. D. S. dan Any, G., 2014, Aktivitas antioksidan ekstrak buah manggis pada minyak goreng
curah kelapa sawit, Jurnal Farmasi sains, 2 (3): 122-128
Pakpahan JF, Tambunan T, Ritonga MY.2013. Pengaruh Free Fatty Acid dan warna dari minyak
jelantah dengan adsorben serabut kelapa dan jerami. Jurnal Teknik KimiaUSU ; 2(1): 31-36.
Rifqi T, Nabila YA.2011. Banana peels: An economical refining agent for carcinogenic substance in
waste cooking oil. APEC Youth Scientist Journal; 4(1): 62 -73.
Standar Nasional Indonesia (SNI), 01-3741- 2002, Kualitas Minyak Goreng, Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Suaniti, N. M., 2011, Aplikasi Teknologi Solid Phase Extractions senyawa etil palmitat dalam serum
Tikus Wistar dan Analisis GC-MS, Prosiding Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia,
ISSN: 2088-9825: 8-12.
Widayat, Suherman, Aryani KH.2006. Optimasi proses adsorbsi minyak goreng bekas dengan
adsorbent zeolit alam: Studi pengurangan bilangan-asam. Jurnal Teknik Gelagar 2006;
17(01):77-82.
Yoon, Y. and Choe, E., 2007, Oxidation of Corn Oil during Frying of Soy-Flour-Added Flour Dough,
Journal of Food Science, 72(6): 317-323
Zahra SL, Dwiloka B, Mulyani S.2013. Pengaruh penggunaan minyak goreng berulang terhadap
perubahan nilai gizi dan mutu hedonik pada ayam goreng. Animal Agricultural Journal ;
2(1): 253-260.