Anda di halaman 1dari 3

ANTARA PIKIRAN DAN TENANG

[10.43, 7/9/2021] Ahmad Syofyan:

Yang ini agak ringan, jadi saya menulisnya cukup santai. Begini, mungkin sebagian dari kita menganggap,
kalau sudah bisa sadar terus, perasaan kita akan tenang terus? Hehehe.

Kita tadi sudah bahas, bahwa kita di dunia sedang bermain peran, ada cerita yang harus kita mainkan.
Cerita itu termasuk, cerita tegang, cerita marah, cerita kesal, cerita perasaan yang kacau balau, dan lain-
lain. Sehebat apapun praktek kesadaran kita, tetap saja ada tegangnya, ada marahnya, memang tidak
besar, tapi tetap ada. Makanya di cerita para orang soleh, cerita para nabi misalnya, tetap saja, ada
cerita kalah, ada cerita marah, ada cerita menghadapi masalah dan lain-lain. Tetap punya cerita.

Sebab begini, misalnya kita jadi pemain sandiwara, kita disuruh marah, marah yang hebat. Bisa saja ada
beberapa orang yang sangat profesional, walau pun terlihat marah sekali, hatinya tetap damai, tidak
terbawa peran yang sedang diperagakan. Begitu selesai adegan, langsung bisa senyum-senyum, sambil
berkata, bagus kan marah gue? Bagus kan? Hehehe. Apa pun yang terjadi pada diri kita, kita bisa tetap
damai, asal kita bisa tetap dalam kesadaran.

Kita akan mengalami, marah tapi damai, kita mengalami tertekan tapi damai, kita sakit tapi damai,
apapun yang terjadi pada diri kita, kita tetap damai.

Jangan menganggap kalau sudah panjang latihan sadar, kita akan bebas stres, tidak. Fungsi latihan sadar,
salah satunya adalah agar kita makin bisa mengambil jarak yang cukup antara kita yang menyadari dan
mengamati, serta perasaan kita yang terus berganti. Karena kita bukanlah perasaan kita. Kita adalah
yang mengamati perasaan kita.

Ada hubungan yang sangat kuat antara pikiran dan ketenangan, salah satu prinsip utamanya adalah
pikiran tenang maka perasaan kita tenang, pikiran liar perasaan kita pun liar. Salah satu cara
menenangkan pikiran adalah jeda.

Salah satu ini jeda adalah mendiamkan pikiran. Lebih bagus lagi sambil disadari, maksus disadari bukan
direnungkan, tapi mengahdirkan bagian tubuh kita yang bernama kesadaran untuk hadir dalam jeda
kita.
Jeda itu diam sejenak. Apa yang diam? Yang diam adalah pikiran. Maka dari itu, salah satu kemampuan
dasar dalam pelajaran ketenangan adalah bia mengamati kegiatan pikiran. Kita sebaiknya mengetahui,
apakah kita sedang berpikir atau tidak. Kalau kita tidak bisa membedakan mana berpikir mana tidak
berpikir, agak sulit kita mendiamkan pikiran.

Salah satu ciri kita sedang berpikir adalah melamun, atau terbawa lamunan, atau kalau sedang ada
masalah, pikiran kita sibuk memikirkan masalah. Apakah kita tidak boleh berpikir? Ya boleh berpikir, tapi
berpikir sambil sadar, bahwa kita sedang berpikir. Menulis ini kan juga perlu pikiran, tapi saya sadar,
bahwa saya sedang berpikir. Saya mengamati, pikiran saya yang sedang berpikir.

Kembali ke jeda. Ketika kita jeda, kita niatkan untuk mengistirahatkan pikiran. Walaupun pikiran
istirahat, kita tetap membutuhkan fokus. Kalau fokus hilang, tidurlah kita.

Fokus. Pekerjaan kesadaran itu salah satunya mengamati atau menyadari. Sebenarnya bukan pekerjaan
juga, memang sifat alaminya mengamati. Seperti halnya matahari, menyinari itu bukan pekerjaan,
memang sifat alaminya menyinari. Nah, karena sifat alaminya mengamati, maka harus ada yang diamati,
karena pikiran diam, maka kita alihkan fokus kita ke tubuh atau kesadaran. Karena kalau fokus di
perasaan kita bisa hanyut, maka alternatifnya kita fokus di tubuh atau di kesadaran. Karena fokus di
kesadaran itu tidak mudah, maka yang paling mudah kita fokus di tubuh, maka banyak yang fokus di
nafas, di tubuh.

Kita fokus di tubuh, yang bagus memang, kita mengamati nafas, karena kalau kita bisa mengamati nafas
dengan nyaman, maka kita akan sulit berpikir, coba saja berpikir sambil bernafas. Kalau sulit mengamati
nafas, kita amati bagian tubuh yang lain. Kita bisa mengabsen anggota tubuh, dari kepala sampai telapak
kaki. Ketika kita menyebut anggota tubuh satu persatu, maka fokus kita akan ada di anggota tubuh
tersebut, ketika fokus kita di tubuh, maka pikiran berhenti, ketika pikiran berhenti maka akan mulai ha

[10.44, 7/9/2021] Ahmad Syofyan: Kita fokus di tubuh, yang bagus memang, kita mengamati nafas,
karena kalau kita bisa mengamati nafas dengan nyaman, maka kita akan sulit berpikir, coba saja berpikir
sambil bernafas. Kalau sulit mengamati nafas, kita amati bagian tubuh yang lain. Kita bisa mengabsen
anggota tubuh, dari kepala sampai telapak kaki. Ketika kita menyebut anggota tubuh satu persatu, maka
fokus kita akan ada di anggota tubuh tersebut, ketika fokus kita di tubuh, maka pikiran berhenti, ketika
pikiran berhenti maka akan mulai hadir ketenangan.
Kalau mau cepat pindah fokus, boleh pakai gerakan, boleh loncat-loncat seperti pak Tung Desem
Waringin, atau bernyanyi atau menari sambil disadari, seperti tarian sufi.

Kalau mau tenang, istirahatkan pikiran, kegiatan menghentikan pikiran ini disebut jeda. Tapi, tidak
langsung tenang, seperti air yang keruh, walau pun airnya sudah diam, airnya tidak langsung bening,
perlu waktu. Dan jangan mencari tenang, mencari tenang itu menggunakan pikiran, artinya ketika kita
mencari ketenangan, kita sedang menggerakan pikiran. Hentikan pikiran. Sisanya, nikmati saja
keheningannya.

Anda mungkin juga menyukai