Studi Kasus - CAT - Kelompok 6 - M20B
Studi Kasus - CAT - Kelompok 6 - M20B
Pertama, soal format debat cawapres. Kritik publik rupanya telah berhasil membuat KPU yang
sebelumnya akan mengadakan debat cawapres dengan format didampingi capres menjadi
berubah, sehingga dikembalikan pada format debat cawapres tahun 2019, hanya para cawapres di
atas stage. Sebelumnya publik protes dengan adanya sejumlah preseden buruk yang memberikan
kesan kurang independennya KPU, mengubah format debat dengan memasangkan capres dan
cawapres dalam sesi debat cawapres akan mengonfirmasi penilaian miring itu. KPU akhirnya
mendengar aspirasi yang mengemuka, dan seperti kita saksikan, debat cawapres tampil seperti
format debat capres.
Masing-masing cawapres tampil atas stage tanpa didampingi para capres. Kedua, semua
cawapres tampil baik, terutama Gibran yang tampil tidak mengecewakan. Bisa jadi ini karena
ada persiapan yang matang, didampingi sejumlah mentor komunikasi dan public speaking.
Namun ada beberapa catatan. Antara lain, sekalipun pada sesi pertama Gibran tampil mulus atau
lancar, dengan menggunakan sejumlah diksi atau istilah baru khas Milenial dan Gen Z, namun
pada titik itu, justru memperlihatkan sejumlah kelemahan. Gibran terlihat kurang otentik, seperti
menghafal skrip dalam pertunjukan teater. Hal ini terkonfirmasi dalam sejumlah penjelasan
Gibran pada sesi-sesi selanjutnya, tidak lagi mengeksplorasi padangan atau statement yang
dikemukakan pada sesi pertama.
Pada sesi tanya jawab, yang sudah di luar atau tidak linier dengan ‘skrip’ di sesi awal, Gibran
terlihat kurang begitu memahami sejumlah istilah dan pertanyaan yang diajukan lawan debat
maupun panelis. Seperti soal rasio pajak, tips membangun Solo hingga mendapat alokasi
anggaran yang besar, bagaimana terkait infrastruktur sosial, apa itu hilirisasi digital, hingga
bagaimana terkait penganggaran IKN, serta pembiayaan makan siang dan susu gratis. Gibran
juga terlihat memberikan pertanyaan ‘jebakan Batman’ kepada Muhaimin Iskandar, dengan
bertanya menggunakan akronim yang relatif baru (SGIE=State of Global Islamic Economy)
tanpa menyampaikan atau menjelaskan kepanjangannya. Gibran kemudian meminta maaf kalau
telah mengajukan pertanyaan yang sulit kepada Muhaimin. Namun itu lebih terkesan
memojokkan lawan debat.
3. Pertama, soal format debat cawapres. Kritik publik rupanya telah berhasil membuat KPU
yang sebelumnya akan mengadakan debat cawapres dengan format didampingi capres
menjadi berubah, sehingga dikembalikan pada format debat cawapres tahun 2019, hanya
para cawapres di atas stage. Sebelumnya publik protes dengan adanya sejumlah preseden
buruk yang memberikan kesan kurang independennya KPU, mengubah format debat
dengan memasangkan capres dan cawapres dalam sesi debat cawapres akan
mengonfirmasi penilaian miring itu. KPU akhirnya mendengar aspirasi yang
mengemuka, dan seperti kita saksikan, debat cawapres tampil seperti format debat capres.
Dalam paragaf ini menunjukkann penalaran kausalitas sebab akibat dimana hal
tersebut ditunjukkan dalam kalimat “Kritik publik rupanya telah berhasil
membuat KPU yang sebelumnya akan mengadakan debat cawapres dengan
format didampingi capres menjadi berubah, sehingga dikembalikan pada format
debat cawapres tahun 2019, hanya para cawapres di atas stage”.
Dalam paragaf ini juga terdapat penalaran kausalitas etik yakni mengenai sikap
KPU yang harus independen dikarenakan seblumnya terdapat kritikan
“Sebelumnya publik protes dengan adanya sejumlah preseden buruk yang
memberikan kesan kurang independennya KPU”.
Dalam paragaf ini membentuk kesimpulan adanya kritik mengakibatkan
berubahan format dan kode etik tidak boleh untuk dilanggar jika dilanggar akan
menimbulkan hal buruk.
4. Masing-masing cawapres tampil atas stage tanpa didampingi para capres. Kedua, semua
cawapres tampil baik, terutama Gibran yang tampil tidak mengecewakan. Bisa jadi ini
karena ada persiapan yang matang, didampingi sejumlah mentor komunikasi dan public
speaking. Namun ada beberapa catatan. Antara lain, sekalipun pada sesi pertama Gibran
tampil mulus atau lancar, dengan menggunakan sejumlah diksi atau istilah baru khas
Milenial dan Gen Z, namun pada titik itu, justru memperlihatkan sejumlah kelemahan.
Gibran terlihat kurang otentik, seperti menghafal skrip dalam pertunjukan teater. Hal ini
terkonfirmasi dalam sejumlah penjelasan Gibran pada sesi-sesi selanjutnya, tidak lagi
mengeksplorasi padangan atau statement yang dikemukakan pada sesi pertama.
“Masing-masing cawapres tampil atas stage tanpa didampingi para capres. Kedua,
semua cawapres tampil baik, terutama Gibran yang tampil tidak mengecewakan.
Bisa jadi ini karena ada persiapan yang matang, didampingi sejumlah mentor
komunikasi dan public speaking”. Kalimat tersebut menunjukan kausalitas akibat
sebab. Dikarenakan semua cawapres tampil secara baik disebabkan persiapan
matang didampingi sejumlah mentor komunikasi dan public speaking.
Sehingga memberikan kesimpulan adanya penampilan yang baik dari cawapres
hal itu disebabkan adanya persiapan matang.
“Namun ada beberapa catatan. Antara lain, sekalipun pada sesi pertama Gibran
tampil mulus atau lancar, dengan menggunakan sejumlah diksi atau istilah baru
khas Milenial dan Gen Z, namun pada titik itu, justru memperlihatkan sejumlah
kelemahan. Gibran terlihat kurang otentik, seperti menghafal skrip dalam
pertunjukan teater. Hal ini terkonfirmasi dalam sejumlah penjelasan Gibran pada
sesi-sesi selanjutnya, tidak lagi mengeksplorasi padangan atau statement yang
dikemukakan pada sesi pertama”. Dalam struktur tersebut melihatkan bahwa
kalimat tersebut mengandung penalaran kausalitas moral dimana sebenarnya mas
gibran boleh saja untuk mengfahal materi yang ia pelajari akan tetapi hal tersebut
menjadi point kelamahan juga.
Ditarik kesimpulan berdasarakan penalaran hafalan atau tidaknya gibran dalam
debat tersebut tidak melanggar etika dalam berdebat akan tetapi melanggar moral
yang mengakibatkan menujukkan kelamahannya, yang terpenting dalam hal ini
gibran sudah melaksanakan debat sesuai etika dan berjalan dengan baik dari awal
hingga akhir
5. Pada sesi tanya jawab, yang sudah di luar atau tidak linier dengan ‘skrip’ di sesi awal,
Gibran terlihat kurang begitu memahami sejumlah istilah dan pertanyaan yang diajukan
lawan debat maupun panelis. Seperti soal rasio pajak, tips membangun Solo hingga
mendapat alokasi anggaran yang besar, bagaimana terkait infrastruktur sosial, apa itu
hilirisasi digital, hingga bagaimana terkait penganggaran IKN, serta pembiayaan makan
siang dan susu gratis. Gibran juga terlihat memberikan pertanyaan ‘jebakan Batman’
kepada Muhaimin Iskandar, dengan bertanya menggunakan akronim yang relatif baru
(SGIE=State of Global Islamic Economy) tanpa menyampaikan atau menjelaskan
kepanjangannya. Gibran kemudian meminta maaf kalau telah mengajukan pertanyaan
yang sulit kepada Muhaimin. Namun itu lebih terkesan memojokkan lawan debat.
kalimat diatas termasuk ke dalam penalaran induktif hal tersebut dikarenakan
dalam kalimat tersebut menunjukkan struktur penarikan kesimpulan dari hal-hal
yang khusus ke hal-hal yang umum.
Yang menunjukka kesimpulan gibran yang tidak begitu memahami materi debat
dan disusul gibran melayangkan pertanyaan yang tidak menjalskan
kepanjangannya.
“Hal ini ditunjukan hal khusus nya yakni “Gibran juga terlihat memberikan
pertanyaan ‘jebakan Batman’ kepada Muhaimin Iskandar, dengan bertanya
menggunakan akronim yang relatif baru (SGIE=State of Global Islamic
Economy) tanpa menyampaikan atau menjelaskan kepanjangannya”. Dan hal
umumnya yakni “Gibran kemudian meminta maaf kalau telah mengajukan
pertanyaan yang sulit kepada Muhaimin. Namun itu lebih terkesan memojokkan
lawan debat.”
Daftar Pustaka:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Catatan Evaluatif Debat Perdana
Cawapres 2024", https://nasional.kompas.com/read/2023/12/23/07311121/catatan-
evaluatif-debat-perdana-cawapres-2024.