Anda di halaman 1dari 43

KISAH HAMBA ALLAH (“KHIDHIR”)

DALAM SURAH AL-KAHFI


MENURUT PANDANGAN MUFASSIRIN
(Kajian Tafsir Tahlili)

Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:
ILYAS BUSTAMILUDIN
NIM: 204410187

STUDI „ULUM AL-QUR‟AN DAN „ULUM AL-HADITS


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR‟AN (IIQ) JAKARTA
1436 H / 2015 M
KISAH HAMBA ALLAH (“KHIDHIR”)
DALAM SURAH AL-KAHFI
MENURUT PANDANGAN MUFASSIRIN
(Kajian Tafsir Tahlili)

Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:
ILYAS BUSTAMILUDIN
NIM: 204410187

Pembimbing :
Prof. DR. H. Artani Hasbi, MA
DR. KH. Abdul Muhaimin Zen, MA

KONSENTRASI „ULUMUL QUR‟AN DAN „ULUMUL HADITS


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR‟AN (IIQ) JAKARTA
1436 H / 2015 M

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Kisah Hamba Allah (“Khidhir ”) Dalam Surah Al-Kahfi
Menurut Pandangan Mufassirin” yang disusun oleh Ilyas Bustamiludin
dengan Nomor Induk Mahasiswa 204410187 telah melalui proses bimbingan
dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah
untuk diujikan di sidang munaqasyah.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. DR. H. Artani Hasbi, MA DR. KH. Abdul Muhaimin Zen, M. A


Tanggal: 08 Juli 20015 Tanggal: 08 Juli 2015

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Tesis yang berjudul: “KISAH HAMBA ALLAH (“KHIDHIR”)


DALAM SURAH AL-KAHFI MENURUT PANDANGAN
MUFASSIRIN” ditulis oleh Ilyas Bustamiludin, Nomor Pokok Mahasiswa:
204410187 telah diujikan pada hari Senin, 08 Juli 2015 dan dinyatakan
LULUS.
Tesis ini telah disahkan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Agama (MA) pada Program Pascasarjana Magister Studi Agama
Islam Konsentrasi: „Ulum Al-Qur‟an Dan „Ulum Al-Hadits Institut Ilmu Al-
Qur‟an Jakarta.
Direktur Program,

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA

Panitia Ujian

Keterangan Tanda Tangan Tanggal

DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, ___________ ___________


MA
Ketua
___________ ___________
MA
Sekretaris
___________ ___________
Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA
Penguji I

___________ ___________
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra,
MA.
Penguji II
___________ ___________
Prof. Dr. H. Artani Hasbi, MA
Pembimbing I
___________ ___________
Dr. KH. Ahmad Muhaimin Zen, M. A

iii
Pembimbing II

iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ilyas Bustamiludin


Tempat, Tgl. Lahir : Bekasi, 03 Juli 1969
NIM : 204410187

Menyatakan bahwa seluruh isi tesis ini adalah murni hasil karya
penulis, kecuali bagian-bagian tertentu yang penulis kutip dari sumbernya.
Jika terbukti ditemukan plagiasi dalam tulisan ini, maka penulis siap
mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

Jakarta, 13 Mei 2015

Ilyas Bustamiludin

v
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al


Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada hamba-Nya, Muhammad
SAW sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Demikian pula kepada para sahabat dan keluarganya, serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya sampai hari pembalasan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA selaku Rektor IIQ
Jakarta.
2. Bapak Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. Selaku Direktur
Programa Pascasarjana IIQ Jakarta
3. Bapak Prof. DR. H. Artani Hasbi, MA. Sebagai Pembimbing I yang
selalu memmberikan arahan dengan sabar.
4. Bapak DR. KH. Abdul Muhaimin Zen, MA selaku Pembimbing II
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
5. Terima kasih kepada segenap Dosen program Pascasarjana IIQ
Jakarta, yang selama ini penulis menimba ilmu dan memberikan ilmu
pengetahuan dengan ikhlas. Seluruh staf program pascasarjana IIQ
Jakarta dan segenap karyawan yang senantiasa mengingatkan dan
memotivasi penulis sehingga terselesainya penulisan tesis ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kasih sayang serta
pertolongan dan membalas mereka dengan pahala yang mulia. Aamiin.

vi
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan serta
kelemahan, namun dengan kerendahan hati penulis berharap agar tulisan ini
bermanfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sumbangan bagi khazanah
ilmu pengetahuan.

Jakarta: 13 Mei 2015 M


24 Rajab 1436 H
Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................... i
Persetujuan Pembimbing ........................................................................... ii
Lembar Pengesahan.................................................................................. iii
Pernyataan Bebas Plagiasi ....................................................................... iv
Persembahan.............................................................................................. v
Kata Pengantar ......................................................................................... vi
Daftar Isi ................................................................................................... vii
Pedoman Transliterasi .............................................................................. ix
Abstraksi ................................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................... 10
D. Tinjauan Pustaka ............................................................. 11
E. Metodologi Penelitian ..................................................... 13
F. Sistematika Pembahasan ................................................. 17
BAB II : KONSEP KISAH DALAM AL-QUR‟AN
A. Pengertian Kisah ............................................................. 19
B. Macam-macam Kisah Dalam Al-Qur‟an ........................ 20
C. Tujuan Kisah Dalam Al-Qur‟an ...................................... 22
D. Faidah Kisah Qur‟any...................................................
E. Obyek Kisah Al-Qur‟an .................................................. 34
F. Sikap Para Cendikiawan Terhadap Kisah Al-Qur‟an....
G. Pengaruh Kisah Dalam Pendidikan Dan Pengajaran ...... 78

BAB III : SURAH AL-KAHFI DAN ISI KANDUNGANNYA


A. Profil Surah Al-Kahfi ...................................................... 83
B. Isi Kandungan Surah Al-Kahfi ........................................ 95
C. Tema-tema Dalam Surah Al-Kahfi ................................. 148

BAB IV : KISAH KHIDHIR DAN HIKMAHNYA


A. Mengenal Sosok Khidhir ................................................. 157
B. Pandangan Ulama Tentang Keabadian Khidhir............
C. Pertemuan Khidhir Dengan Musa AS ............................. 169
D. Hal-hal Aneh Yang Terjadi Dalam Kisah Khidhir.......... 179
E. Hal-hal Yang Tidak Disebutkan Dalam Kisah Ini .......... 190
F. Hikmah Dari Kisah Khidhir ............................................ 197
G. Ta‟wil Dalam Kisah Khidhir ........................................... 219
H. „Ibrah Dari Kisah Khidhir ............................................... 224

viii
BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................... 231
B. Saran-saran ...................................................................... 232
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
LAMPIRAN..........................................................................................
PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan

:a : th

:b : zh

:t :„

: ts : gh

:j :f

:h :q

: kh :k

:d :l

: dz :m

:r :n

:z :w

:s :h

: sy :„

: sh :y

: dh

2. Vocal

Vocal Tunggal Vocal Panjang Vocal Rangkap

ix
Fathah :a ‫أ‬ : â ....‫ي‬ : ai
Kasrah :i ‫ي‬ : î ....ْ‫و‬ : au
Dhammah : u ‫و‬ : û
3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyah


Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyi-bunyian, yaitu huruf L (el) diganti dengan huruf
yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
‫ البقرة‬: al-Baqarah ‫المدينت‬ : al-Madînah

b. Kata sandang yang diikuti oleh al-Syamsiah


Kata sandang yang diikuti oleh al-Syamsiah ditransliterasi dan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
‫الرجل‬ : ar-Rajulu ‫السيدة‬ : as-Sayyidah

x
ABSTRAK

Judul : Kisah Hamba Allah (“Khidhir”) Dalam Surah Al-Kahfi


Menurut Pandangan Mufassirin (Kajian Tafsir Tahlili)
Penulis : Ilyas Bustamiludin
NIM : 204410187
Jurusan : Ulumul Qur‟an Dan Ulmul Hadits
Ada 3 (tiga) pokok kandungan Al-Qur‟an, yaitu Aqidah, Syari‟ah dan
Akhlaq. Kisah, adalah salah satu yang memperkuat ketiga pokok tersebut.
Oleh karenanya, kisah Al-Qur‟an berbeda dengan kisah lainnya, karena kisah
Al-Qur‟an bersumber dari Yang Maha Tahu yang dipastikan ke-shahih-annya
sehingga, Al-Qur‟an menyatakannya sebagai Ahsanal Qashash. Sebuah kisah
dianggap baik bukan karena ia berpanjang lebar dalam rincian kisah,
memperbanyak penyebutan peristiwa-peristiwa, menentukan nama-nama
dan tempat-tempat sebuah peristiwa terjadi secara kronologis. Namun, kisah
dianggap baik apabila kisah itu bersifat benar, jujur dan tepat. Pembahasan
sentral tesis ini tentang kisah Khidhir yang dimuat dalam surah Al-Kahfi
mulai ayat 60 – 82.
Analisa penulis tentang Khidhir bahwa banyaknya dari kaum muslimin
yang berkeyakinan bahwa Khidhir masih hidup. Kemudian banyaknya
pemahaman bahwa seseorang yang dianugerahi Ilmu Laduni dibolehkan
mengerjakan yang bertentangan dengan ketentuan syari‟at. Serta banyaknya
anggapan bahwa derajat kewalian di atas derajat kenabian. Sehingga, banyak
kaum muslimin yang mengaku bertemu dengan nabi Khidhir. Tesis ini
termasuk jenis penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis berupa teks dan
naskah Al-Qur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan Khidhir AS. Dalam
pembahasan, penulis menggunakan metode induksi yaitu kesimpulan terlebih
dahulu kemudian diuraikan agar lebih jelas. Adapun metodologi tafsir yang
penulis gunakan adalah Tafsir Tahlili.
Metodologi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa Khidhir adalah
salah seorang hamba Allah yang shalih karena dianugerahi rahmat dan ilmu
dari sisi-Nya. Rahmat Allah tersebut berupa ketaatan dan umur panjang.
Sedang ilmu berupa pengetahuan tentang hal ghaib sebatas yang Allah
berikan. Oleh karenanya, Musa AS diperintah untuk menuntut ilmu darinya.
Meskipun demikian, hal ini tidak menunjukkan bahwa Khidhir lebih mulia
dari Musa AS karena Musa AS adalah salah seorang dari Ulul „Azhmi,
menerima Taurat dan ber-kalam kepada Allah secara langsung. Kisah

xi
pertemuannya dengan Musa AS mengandung banyak hikmah yang bisa
dipelajari berupa pentingnya ilmu pengetahuan, pemantapan aqidah,
penerapan akhlaq dan keberlangsungan hukum Allah. Juga mengandung
„ibrah bagi Musa AS, bagi kaum Bani Israil dan bagi pembaca Al-Qur‟an.

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur‟an adalah kitab hudaan (Baca: hidayah) dan petunjuk yang
tidak ada keraguan di dalamnya. Sebuah kitab yang menutup seluruh risalah
yang diturunkan kepada para nabi dan rasul yang mana ayat-ayatnya tersusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci.1
Salah satu keistimewaan Al-Qur‟an sebagai kitab yang diturunkan
Allah SWT dan mukjizat bagi Muhammad SAW adalah dimuatnya kisah-
kisah orang-orang terdahulu. Dengan diceritakannya kisah-kisah tersebut,
Allah ingin membuktikan kepada manusia bahwa apa yang dibawa oleh nabi
Muhammad SAW benar merupakan wahyu dari-Nya, bukan berdasarkan dari
hawa nafsunya.2
Allah juga ingin memberikan pelajaran kepada manusia untuk
mengikuti segala kebaikan yang terdapat dalam kisah-kisah itu dan menjauhi
segala keburukannya.
Menurut Manna‟ Khalil Al-Qaththan bahwa kisah-kisah yang terdapat
dalam Al-Qur‟an mengandung banyak faidah, di antaranya ialah: Pertama,
menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok
syari‟at yang dibawa oleh para nabi. Kedua, meneguhkan hati Rasulullah
SAW dan hati ummat beliau atas agama Allah, memperkuat kepercayaan
orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta
hancurnya kebatilan. Ketiga, membenarkan para nabi terdahulu,
menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak mereka
dan peninggalannya. Keempat, menampakkan kebenaran Muhammad dalam
dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang
terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. Kelima, menyibak kebohongan
ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang
mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri
sebelum kitab itu diubah dan diganti. Dan keenam, kisah termasuk salah satu
bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan
memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa3.

1
Muhammad Sufut Nuruddin, sebuah Kata Pengantar dalam Menyibak Tirai
Misteri Nabi Khidhir, terj. Helmi Shaleh Bazher, (Jakarta: Akbar Media, Januari 2014), cet.
Ke-1, h. 3.
2
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, terj. Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Gema Insani Press, 1420 H/ 2000 M), jilid
2, h. 5.
3
Manna‟ Khalil Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir AS, (Jakarta:
Litera Antar Nusa, 2001), cet. Ke-6, h. 437

1
2
Kisah yang ada pada Al-Qur‟an, pastilah kisah benar dan baik yang
bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur‟an sendiri menjuluki dirinya
dengan kisah-kisah terbaik (Ahsan Al-Qashash)4.
Di antara surah yang memuat kisah tentang ummat-ummat terdahulu
ialah surah Al-Kahfi yang naratif yang dipenuhi kisah-kisah yang
mengandung hikmah dan pelajaran.
Ada 4 (empat) kisah yang dimuat dalam surah ke-18 ini. Dimulai dari
kisah Ashabul Kahfi itu sendiri yang dilanjutkan oleh kisah pemilik dua
kebun dan kisah yang ketiga yaitu kisah Musa AS dengan seorang hamba
Allah yang shaleh. Kemudian surah ini ditutup oleh kisah Dzulqarnain5.
Keempat kisah tersebut, menurut mufassir asal Mesir, Sayyid Quthb
dalam tafsirnya, Tafsîr Fî Zhilâl al-Qur‟an, bahwa di dalam surah Al-Kahfi
itu mengupas tema global dan sentral yang bertujuan memperbaiki akidah,
meluruskan manhaj atau konsep pemikiran dan pandangan serta
membetulkan nilai-nilai sosial dengan parameter akidah6.
Pengamatan terhadap ayat-ayat dalam surah Al-Kahfi ini adalah
komprehensif (menyeluruh). Pelajaran, pengalaman, dan hikmah yang
disarikan darinya sangat beragam, di antaranya masalah keimanan, dakwah,
jihad, konsepsi, akhlak, politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, geografi
dan sejarah7.
Namun, yang akan dibahas oleh penulis secara panjang lebar pada
tesis ini tentang kisah seorang hamba Allah yang shaleh yang ditemui Musa
AS. Meskipun akan dibahas juga ketiga kisah tersebut di atas karena keempat
kisah itu memiliki hubungan yang sangat erat.
Menurut jumhur mufassir, tokoh yang penuh misteri yang ditemui
Musa AS untuk dimintai ilmunya ialah Al-Khidhir. Meskipun nama beliau
tidak ter-cover dalam Al-Qur‟an, namun beberapa kitab hadits seperti Shahîh
al-Bukhâri, Shahîh Muslim dan kitab hadits lainnya. Mereka menyebutkan
sejarah nabi Khidhir dengan lengkap.
Adapun sebab dia dikatakan Al-Khidhir karena ada hadits di dalam
Shahîh al-Bukhâri

4
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014) cet. Ke-2, h. 107.
5
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, h. 160.
6
Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Zhilâl al-Qur‟an, terj. M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh
Tahmid, (Jakarta: Robbani Press, 2009), cet. Ke-1, h. 164.
7
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, h. 15.
3

Artinya: “Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sa'id Al


Ashbahaniy telah mengabarkan kepada kami Ibnu Al Mubarak dari
Ma'mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Asal usul
dinamakan al-Khadlir, karena ia biasa duduk di atas pakaian terbuat
dari bulu binatang yang berwarna putih. Dan apabila pakaian itu
bergerak-gerak (bulunya melambai-lambai) akan tampak dari
baliknya warna kehijauan ".

Shalah Al-Kahlidy mengatakan bahwa kata َ‫ فَ ْر َوةٍ بَيْضَاء‬ialah rumput


yang putih. Sedangkan, Ibrahim Al-Haraby mengatakan bahwa itu adalah
sebidang tanah yang di atasnya tumbuh rumput kering. Lain lagi dengan Al-
Araby yang berpendapat bahwa itu adalah tanah putih yang tidak ditumbuhi.
Yang tampak dalam hadits di atas adalah itu merupakan salah satu mu‟jizat
Khidhir AS berdasarkan pendapat yang paling kuat.9 Nama asli beliau adalah
Balyâ bin Malkân.10
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan apakah Khidhir
seorang nabi atau wali?11 Sebagian dari mereka berpendapat bahwa ia nabi
bukan wali. Sedangkan yang lain mengatakan ia wali karena mereka
berpendapat bahwa wali lebih utama dari pada nabi. Berdasarkan pendapat

8
Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhâri, (Beirût: Dâr
Al-Fikr 1401 H./1981 M.), kitab: Bud‟i Al-Khalq, bab: Hâdîts Al-Khidhr Ma‟a Musa
„Alaihimassalam, nomer hadits: 3150.
9
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, h.160.
10
Wahbah Az- Zuẖ ailî, al-Tafsîr al-Munîr Fi al-Aqîdah wa al- syarî‟ah wa al-
Akhlâq, (Beirût: Dâr Al-Fikr, tt.), Juz 15, h. 288.
11
Muhammad Al-Amin Bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqithy, Adhwâ'u al-
Bayân fi Idhâhi Al-Qur'an bi Al-Qur'an, (Beirût: Dâr Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1971) Juz 4 h.
125.
4
ini maka kedudukan wali itu paling tinggi, di bawahnya nabi, sedang rasul
adalah yang paling bawah.12
Para ulama yang meyakini bahwa Khidhir adalah seorang nabi
berupaya membuktikan dengan ayat-ayat di antaranya ialah: QS. Al-Kahfi
[18]: 66

Artinya: “Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu


supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-
ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

Kalau Khidhir bukan nabi, mengapa Musa AS memohon untuk


belajar dengannya, berbicara dengan cara seperti ini, mengatakan harapan
padanya dan mengabulkan permohonannya13. Mereka menambahkan, kalau
bukan nabi berarti ia tidak maksum, ia tidak terpelihara dari kesalahan,
artinya ia melakukan kesalahan dalam sebagian perbuatannya. Dengan
demikian, karena Musa AS belajar padanya, mengikuti dan mentaatinya, ini
merupakan bukti atas terpeliharanya Khidhir dalam perbuatan-perbuatannya
itu.
Mereka juga berargumentasi dengan QS. Al-Kahfi [18]: 82

ۚ
Artinya: “...dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku
sendiri..."

Bagi orang yang menolak kenabian Khidhir menyatakan bahwa


ungkapan tersebut tidaklah menunjukkan bahwa beliau adalah seorang nabi.
Kalimat tersebut tidak lain hanyalah menyatakan bahwa semua itu adalah
ilham dan bimbingan dari Allah. Hal ini mungkin saja terjadi pada orang-
orang yang kedudukannya bukan nabi. Sebagaimana Allah dalam QS. An-
Nahl [16]: 68

Artinya: “Dan Rabbmu telah mewahyukan kepada lebah itu...”. Dan


QS. Al-Qashash [28]: 7
12
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, h. 162.
13
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, h. 163
5

Artinya: “...dan telah Kami wahyukan kepada ibu Musa...”.

Kata ‫ َأوْحَى‬dan ‫ َأوْحَيْنَا‬bukan mewahyukan dalam pengertian wahyu


seperti kepada para nabi tapi ilham.
Kalau diperhatikan bukti yang dikemukakan oleh mayoritas ulama
tentang kenabian Khidhir, bahwa semua itu merupakan hasil usaha dan bukan
nash. Artinya, Al-Qur‟an tidak menegaskan kenabiannya dan tidak pula me-
nash-kannya. Akan tetapi, itu bukan berarti bahwa bukti tersebut tidak
shahih, hanya saja Al-Qur‟an menjelaskan hal itu secara implisit. Karena
bukti kenabiannya merupakan dugaan yang didapat melalui ijtihad yang tidak
disepakati oleh seluruh ulama. Dengan demikian, memungkiri kenabian
Khidhir tidaklah kafir. Sebaliknya, siapa yang mengingkari kenabian seorang
nabi yang sudah di-nash-kan oleh Al-Qur‟an atau Al-Hadits, berarti ia kafir.
Seperti orang yang mengingkari kenabian Ilyas AS, Yunus AS atau Sulaiman
AS14.
Sekelompok kaum muslimin juga berpendapat bahwa Khidhir AS
masih hidup karena ia minum “air kehidupan”,15 di mana orang yang
meminumnya tidak akan mati sampai menjelang hari kiamat. Khidhir
mengenal nabi Muhammad SAW dan masih hidup sampai sekarang dan akan
tetap hidup sampai datangnya hari kiamat.16
Pendapat ini ditolak dengan mengemukakan dalil-dalil yang
menunjukkan bahwa Khidhir sudah wafat, di antaranya ialah firman Allah
QS. Âl „Imrân [3]: 185.

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.

Dan firman Allah dalam QS. Az-Zumar [39]: 30

14
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang Terdahulu, h.
164.
15
Abu Al-Hasan Ali Bin Muhammad Al-Mawardy, An-Nukatu Wa Al-‟Uyuun Tafsîr Al-
Mawardy, (Beirût: Dâr Al-Kutub Al-Ilmiyyah, tt.), juz 3, h. 336.
16
Shalah Al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Qur‟an Pelajaran Dari Orang-orang Terdahulu,
h.165.
6

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka


akan mati (pula).”

Bahkan mereka berkeyakinan bahwa Khidhir telah wafat sebelum


nabi Muhammad SAW diutus. Dalil yang mereka ajukan adalah QS. Al-
Anbiyâ‟ [21]: 34

ۖ
Artinya: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang
manusiapun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati,
apakah mereka akan kekal?”.

Dan QS. Ar-Rahmân [55]: 26 – 27

Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal
Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”

Dan banyak ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Khidhir telah


wafat.
Propaganda ahli kebathilan yang sangat menyesatkan tentang jati
diri Nabi Khidhir, sebagai contoh ialah menganggap bahwa Al-Khidhir
adalah makhluk yang suci tiada tara, tak ada duanya, terjaga dari segala
kekeliruan dan kesalahan.17 Bahkan, ada yang mengatakan bahwa barang
siapa yang mengenal nama (aslinya) dan nama bapaknya, kun-yah dan laqab-
nya, maka dia mati dalam Islam. 18
Seorang muslim sejati, semestinya senantiasa menaruh perhatian yang
penuh terhadap lurusnya akidah karena keberhasilan hidupnya di dunia dan
akhirat bersumber kepada lurusnya akidah yang diyakininya. Apalagi di
zaman yang banyak terjadi fitnah dan penyebaran syubhat dari pemikiran sufi
yang berbau kesyirikan banyak mengindoktrinisasi akidah kaum muslimin
yang lurus19.

17
Abu Bakar Jabir Al-Jazaairy, sebuah Kata Pengantar dalam Menyibak Tirai
Misteri Nabi Khidhir, h. 2.
18
Ahmad Bin Muhammad As-Shawy, Hasyiyah al-„Allamah al-Shawi „ala Tafsîr
Al-Jalâlain, Beirût: Dâr Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1971), juz 2, h. 378.
19
Ibrahim Fathi Abdul Muqtadir, Menyibak Tirai Misteri Nabi Khidhir, Menyibak
Tirai Misteri Nabi Khidhir, terj. Helmi Shaleh Bazher, (Jakarta: Akbar Media, Januari 2014),
cet. Ke-1, h. 11.
7

Di antara keyakinan yang berbau khurafat dan khayalan ini adalah


keyakinan bahwa nabi Allah Khidhir AS masih hidup20.
Berapa banyak berita dusta yang terbentuk dari wahyu setan tentang
Khidhir AS. Kita sering mendengar bahwa orang-orang berkata, “Jika Al-
Khidhir AS disebut dalam sebuah majlis, maka sudah seharusnya para
hadirin di majlis tersebut mengucapkan salam kepada beliau”. Karena mereka
beranggapan bahwa suatu majlis yang di dalamnya disebut nama Al-Khidhir
AS, maka akan dihadiri oleh beliau di dalamnya, seketika itu juga, di depan
orang yang menyebutkan namanya, walaupun berada di dalam jarak yang
paling jauh di muka bumi ini.21
Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis mengangkat tesis
ini dengan judul: “Kisah Hamba Allah (“Khidhir”) Dalam Surah Al-Kahfi
Menurut Pandangan Mufassirin” agar menjadi terang benderang
kedudukan Khidhir bagi kaum muslimin saat ini.
Adapun sebab-sebab penelitian ini adalah:
1. Banyaknya dari kaum muslimin yang berkeyakinan bahwa
Khidhir masih hidup.
2. Banyaknya pemahaman bahwa seseorang yang dianugerahi Ilmu
Laduni dibolehkan mengerjakan yang bertentangan dengan
ketentuan syari‟at.
3. Banyaknya anggapan bahwa derajat kewalian di atas derajat
kenabian.
4. Banyak kaum muslimin yang mengaku bertemu dengan nabi
Khidhir.

Seluruh masalah ini dan yang lainnya adalah merupakan masalah


yang sangat penting untuk diketahui. Di dalam kisah Khidhir dibutuhkan
definisi dan keterangan serta mengumpulkan pendapat para ulama dan
memberikan kemudahan kepada setiap orang untuk memahami guna
menyingkirkan segala hal yang kurang jelas dalam masalah ini serta
menjelaskan kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan akidah
sebagaimana yang ada dalam syariat yang mulia.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis menemukan
beberapa hal yang menarik untuk diteliti, dan penulis mengidentifikasi
beberapa masalah berikut untuk kemudian diteliti lebih lanjut.

20
Ibrahim Fathi Abdul Muqtadir, Menyibak Tirai Misteri Nabi Khidhir, h. 12
21
Ibrahim Fathi Abdul Muqtadir, Menyibak Tirai Misteri Nabi Khidhir, h. 17.
8
a. Konsep kisah dalam Al-Qur‟an
b. Faidah kisah Qur‟any
c. Pengaruh kisah Al-Qur‟an
d. Model-model kandungan kisah dalam Al-Qur‟an
e. Motivasi Musa AS ingin bertemu Khidhir
f. Mendudukkan persoalan Khidhir yang proporsional
g. Kelebihan Khidhir berupa anugerah rahmat dan ilmu
h. Hikmah yang dapat dipetik dari kisah Khidhir

2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
membatasi penelitian seputar surah Al-Kahfi ayat 60 – 82 dengan merujuk
kepada kitab-kitab tafsir dan hadits shahih yang memuat tentang Khidhir AS.
3. Perumusan Masalah
Persoalan pokok dalam penelitian ini adalah tentang problematika
pemahaman masyarakat tentang maqam (kedudukan) Khidhir antara wali dan
nabi serta pemahaman akan keabadian beliau di dunia ini. Maka, penulis
merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep kisah-kisah yang terkandung dalam Al-Qur‟an?
b. Bagaimana hubungan antar kisah-kisah dalam Surah Al-Kahfi?
c. Bagaimana hubungan kontekstual kisah Khidhir dalam Al-Qur‟an?

C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep Al-Qur‟an tentang Kisah.
2. Untuk mengenal sosok Khidhir
3. Untuk mengetahui hubungan antara kisah-kisah dalam Surah Al-
Kahfi.
4. Untuk mengetahui hikmah dari Kisah Khidhir di dalam Al-Qur‟an.
5. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Agama (MA) dalam Ilmu Agama Islam di Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta.
Adapun manfaat yang bisa terealisasikan kaitannya dengan penelitian
ini memberikan sumbangan informasi dan pemahaman kepada kaum
muslimin sekaligus menjaga akidah mereka dari kemusyrikan yang sudah
dihancurkan oleh segelintir manusia yang berdalilkan Al-Qur‟an dan As-
Sunnah namun memiliki argumentasi lemah seputar Khidhir AS.
D. Tinjauan Pustaka
9

Supaya jelas arah penelitian yang dilakukan, maka kajian pustaka


sangat penting dalam membahas tema tentang Kisah Khidhir ini. Kajian ini
bukanlah yang pertama.
Sejauh yang penulis dapat akses, penulis tidak menemukan tulisan
ilmiah tentang Khidhir berupa tesis dan disertasi kecuali 2 (dua) buah skripsi
yang ditulis oleh mahasisiwa S1 UIN Jakarta, yaitu: Pertama, Kajian Stilistik
Atas Penafsiran Kisah Musa AS Dan Khidhir AS: Studi Kebahasaan
Terhadap Pemaparan Kisah Al-Qur’an oleh Hidayat Ahmad. Skripsi ini
menekankan pada studi kebahasaan seputar unsur tokoh, fonologi, preferensi
lafal serta seni penyajiannya. Kedua, Keberadaan Khidhir Sebuah Misteri:
Kajian Riwayat-Riwayat Khidhr Dalam Hadits oleh Miftahul Khaer. Skripsi
ini menititikberatkan pembahasannya pada riwayat-riwayat tentang Khidir di
dalam hadits tanpa melihat sisi shahih dan dha‟if-nya sebuah hadits.
Kajian para penulis di atas berbeda dengan penelitian ini, karena
penelitian ini difokuskan pada 3 (tiga) hal yakni: Pertama,konsep Al-Qur‟an
tentang kisah, macam, tujuan, faidah, kelebihan, karakter dan keistimewaan
kisah Al-Qur‟an. Kedua, membahas tentang sosok Khidhir yang
diperdebatkan para mufassir seputar maqam-nya dan keabadian hidupnya
dengan menggunakan dalil-dalil shahih. Dan ketiga, hikmah dan „ibrah yang
bisa diambil dari kisah Khidhir.
Adapun kajian mengenai Khidhir sudah dilakukan oleh para penulis
buku terutama yang berbahasa arab dan yang sudah diterjemahkan ke bahasa
Indonesia. Misalnya kitab “Qashash Al-Qur‟an” karya Muhammad Ahmad
Jad Al-Maula. Dan yang dikarang oleh Muhammad Bakr Ismail dengan judul
yang sama yaitu, Qashash Al-Qur‟an. Sistematika penulisan kedua buku ini
mirip ensiklopedi. Buku ini sudah diterjemahkan ke bahasa Inggeris dengan
judul “The Sweet Story Of Al-Qur‟an” yang kemudian diterjemahkan ke
bahasa Indonesia dengan judul yang sama.
Adapun yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia di antaranya
ialah: “Ma‟a Qashashi As-Sabiqîn Fî Al-Qur‟an” karya DR. Shalah Abdul
Fattah Al-Khalidy yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan
judul: “Kisah-kisah Al-Qur‟an: Pelajaran Dari Orang-orang Terdahulu” oleh
Setiawan Budi Utomo, Lc. Buku ini terdiri dari 3 Jilid. Jilid kedua, khusus
membahas kisah-kisah yang dimuat dalam surah Al-Kahfi. Di antaranya kisah
tentang Khidhir ini.
Buku kedua ialah: "Kasyfu Al-Ilbaas‟Amma Shahha Wa Mâ Lam
Yashihha „An Qishshati Al-Khidhir Abi Al-„Abbas karya Syaikh Ibrahim Fathi
Abdul Muqtadir yang sudah diterjemahkan oleh Helmi Shaleh Bazher, Lc
dengan judul “Menyibak Tirai Misteri Nabi Khidhir”. Dalam buku ini, penulis
berusaha mendudukkan Khidhir secara proporsional yakni seorang nabi. Dan
10
berusaha menetralisir anggapan-anggapan bahwa beliau masih hidup di
tengah-tengah masyarakat sekarang.
Buku ketiga ialah “Mukhtashar Al-Bidâyah Wa An-Nihâyah” karya
Al-Hafizh Ibnu Katsir. Buku ini diterjemahkan oleh Abu Halbas Muhammad
Ayyub dengan judul “Ringkasan Al-Bidâyah Wa An-Nihâyah”. Dalam buku
tersebut dibahas secara kronologis tokoh-tokoh yang pernah hadir di dunia
Islam, mulai penciptaan manusia pertama sampai huru-hara hari akhir zaman.
Al-Hâfizh menempatkan kisah Khidhir setelah Mûsa AS yang dilanjutkan
dengan kisah Yusya bin Nûn yang ikut terlibat dalam kisah ini.
Dan buku lainnya yang bernuansa kisah-kisah dalam Al-Qur‟an
secara sekilas terutama buku-buku yang membahas tentang ilmu pengetahuan
dan yang membahas tentang kesabaran.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Oleh karena itu,
penelitian ini akan menggunakan cara yang ilmiah yang didasarkan pada ciri-
ciri keilmuan, yaitu: rasional, empiris dan sistematis.
Untuk memudahkan penelitian, penulis akan mengikuti posedur dan
alur penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian
Tesis ini termasuk jenis penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis berupa teks dan
naskah Al-Qur‟an dan Hadits yang berkaitan dengan Khidhir AS.
Untuk membahas tesis ini, penulis menggunakan metode kepustakaan
(Library Reseach) yaitu merujuk kepada kitab-kitab tafsir baik klasik
maupun kontemporer. Sedangkan, sebagai referensi sekundernya ialah buku-
buku hadits yang sesuai dengan pembahasan.
Dalam pembahasan, penulis menggunakan metode induksi yaitu
kesimpulan terlebih dahulu kemudian diuraikan agar lebih jelas.

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua)
macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer
dari penelitian ini ialah kitab tafsir seperti: Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîl ayi al-
Qur‟an 22 karya Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarîr, At-Thabarî, At-Tafsîr al-

22
Kitab ini disusun oleh Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Tabari. Kitab ini
terdiri atas 30 jilid. Tafsir at-Tabari sangat terkenal di kalangan mufasir yang datang
sesudahnya karena kitab tersebut menjadi rujukan pertama, terutama dengan adanya
penafsiran Naqli (berdasarkan Al-Quran dan Hadis Rasulullah SAW).
11

Munîr Fi al-Aqîdah wa As- syarî‟ah wa al-Akhlâq,23, karya Wahbah Az-


Zuẖ ailî, Aysar At-Tafasîr karya Abu Bakar Jabir Al-Jazaairy, Adhwâ'u al-
Bayân fi Idhâhi Al-Qur'an bi Al-Qur'an karya Muhammad Al-Amin As-
Syinqithy, Tafsîr As-Sya‟rawy karya Imam As-Sya‟rawy, Tafsîr Ibni Katsir 24
karya Abû al-Fidâ Isma‟îl Ibn Katsîr, An-Nukatu Wa Al-‟Uyuun Tafsîr Al-
Mawardy karya Abu Al-Hasan Ali Bin Muhammad Al-Mawardy, Al-Jâmi‟ Li
Ahkâm Al-Qur‟an25 karya Abu Abdillah Ibnu Muhammad Al-Qurthuby,
Taisîr al-Karîm ar-Rahmân Fî Tafsîr Kalâm al-Mannân karya Abdurrahmân
bin Nâshir As- Sa‟dî, Hasyiyah al-„Allamah al-Shawi „ala Tafsîr Al-
Jalâlain,26 karya Ahmad Al-Maliky As-Shawy, Tafsîr Al-Qasimy karya
Muhammad Jamâl Al-Dîn Al-Qâsimî dan Majma‟ Al-Bayân karya Abu Ali
Al-Hasan Al-Fadhl At-Thabarasy dan lain sebagainya.
Adapun data sekunder yang akan digunakan untuk melengkapi data-
data primer yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti antara lain
adalah kitab-kitab hadits. Dan, penulis hanya akan mengambil riwayat yang
disepakati oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim.
Imam Al-Bukhary menyebutkan kisah Khidhir di sejumlah tempat
dalam kitab Shahih-nya seperti dalam bab Ilmu, bab sewa-menyewa, bab
syarat-syarat, bab awal penciptaan, bab para nabi, bab tafsir, bab iman dan
peringatan serta bab tauhid. Sedang, Imam Muslim hanya mengemukakannya
dalam Kitab Al-Fadhâ-il dalam bab keutamaan Khidhir AS.
Hadits-hadits tersebut tentunya akan di-syarah oleh pakar hadits
lainnya, yaitu: Kitab Fath Al-Bârî karya Imam Ibnu Hajar Al-„Asqalany yang
merupakan syarah dari kitab Shahih Al-Bukhary dan Kitab Shahih Muslim Bi
Syarahi An-Nawawy karya Imam An-Nâwwy yang merupakan syarah Shahih
Muslim.

3. Teknik Analisis Data

23
Kitab ini disusun oleh Wahbah az-Zuhaili. Kitab ini merupakan karya mufasir
mutakhir yang terdiri atas 32 jilid. Uraian kitab tafsir ini lebih komprehensif, baik dari segi
akidah, syariat, maupun fikih.
24
Kitab ini disusun oleh Ibnu Kasir. Kitab ini merupakan kitab tafsir riwayat yang
sangat populer dan dipandang sebagai kitab tafsir terbaik kedua setelah kitab tafsir at-Tabari.
Ibnu Kasir menafsirkan ayat Alquran berdasarkan hadis Nabi SAW yang dilengkapi dengan
sanad dan sedikit penilaian terhadap rangkaian sanad hadis.
25
Kitab ini ditulis oleh Imam Al-Qurthuby yang menitikberatkan kepada kajian
hukum Islam
26
Disebut Hasyiyah karena kitab ini membahas tentang kitab Tafsir Jalalain di atas.
Kitab ditulis oleh Ahmad Bin Muhammad As-Shawy. Kitab tafsir ini terdiri atas 4 jilid.
12
Teknik analisa data ini adalah deskriptif-analitis-komparatif yaitu
penelitian yang berupaya memberikan gambaran secara deskriptif dengan
mengumpulkan data-data baik primer maupun sekunder yang berkenaan
mengenai Nabi Khidhir. Kemudian data tersebut didiskripsikan dan dianalisa
dengan menggunakan metode content analysis yakni menganalisa isi secara
obyektif, teliti dan ilmiah.
Selanjutnya, penulis akan mengkomparasikan hasil penemuan
mengenai validitas pendapat para mufassir dan akurasi hadits-hadits yang
shahih.

F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan pengaturan alur pembahasan
supaya runtut, adanya keterkaitan yang harmonis antara pembahasan pertama
dengan pembahasan berikutnya, antara bab satu dengan bab-bab selanjutnya.
Untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman dan gambaran
yang utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka pembahasan dalam tesis
ini akan disusun dalam sebuah sistematika pembahasan yang teratur, di mana
tesis secara keseluruhan terdiri dari 5 (lima) bab, yakni: 1 (satu) bab
pendahuluan dan 3 (tiga) bab isi, kemudian 1 (satu) bab penutup yang
memuat kesimpulan penelitian ini.
Dalam penelitian ini, penulis secara sistematis membagi kepada 5
(lima) bab, yaitu: Bab Pertama merupakan bab pendahuluan. Pada bab ini,
penulis menjadikannya sebagai bahan acuan bahasan pada bab-bab
berikutnya. Dan menjelaskan secara garis besar isi tesis ini yang meliputi:
latar belakang masalah, setelah itu, permasalahan yang muncul dibatasi dan
menetapkan permasalahan yang menjadi masalah utama serta arti penting dan
manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Selanjutnya, karena
penelitian ini bersifat ilmiah, maka perlu diadakan tinjauan pustaka untuk
memposisikan study di antara study lainnya yang pernah dilakukan atau
searah dengan penelitian ini. Penelitian ini juga dilengkapi kerangka teori dan
metode penelitian yang akan penulis gunakan untuk menyelesaikan penelitian
ini. Dan pada bab pembahasan terakhir dari bab pertama ini, akan dijelaskan
sistematika pembahasan dan pedoman penulisannya
Bab Kedua membahas tentang metodologi kisah dalam Al-Qur‟an
yang meliputi: pengertian kisah, macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an,
tujuan-tujuan kisah dan faidah-faidah dari kisah Al-Qur‟an. Bab ini juga
membahas keistimewaan artistik kisah dalam Al-Qur‟an dan pandangan para
ilmuwan tentang kisah Al-Qur‟an serta pengaruh kisah Al-Qur‟an dalam
pendidikan dan pengajaran. Bab dua diakhiri dengan menjelaskan tentang
Israiliyat dan kisah Al-Qur‟an,
Bab Ketiga membahas mengenai surah Al-Kahfi dan hisi
kandungannya yang meliputi seputar surah Al-Kahfi, keutamaan
13

membacanya dan membahas 4 (empat) buah kisah di dalamnya yaitu: kisah


Ashhabul Kahfi, kisah pemilik dua kebun, kisah Khidhir dan kisah
Dzulkarnain. Bab ini ditutup tentang hubungan antar kisah tersebut.
Bab Keempat membahas mengenai kisah Khidhir dalam Al-Qur‟an
yang meliputi: nama dan nasab Khidhir serta maqam-nya sampai kepada
akhir hayat Khidhir. Dan dibahas juga tentang hal-hal yang tidak disebutkan
dalam Al-Qur‟an serta hal-hal yang mengejutkan dalam kisah tersebut.
Kemudian tentang Musa AS bertemu dengan Khidhir dan perdebatan Ulama
seputar bahwa Khidhir masih hidup atau sudah wafat dengan menggunakan
dalil masing-masing. Bab ketiga ini ditutup dengan hikmah, ta‟wil dan „ibrah
yang bisa diambil dari kisah Khidhir.
Bab Kelima merupakan akhir pembahasan yang berisi tentang
kesimpulan sebagai jawaban dalam penelitian ini. Selain itu juga
disampaikan rekomendasi berdasarkan temuan dalam penelitian ini.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alhamdulillah, hanya berkat pertolongan Allah semata, penulis dapat
merampungkan tesis ini sampai bab terakhir yaitu PENUTUP.
Pada bab ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yang
merupakan jawaban dari beberapa permasalahan yang penulis rumuskan pada
bab I tesis ini, seputar masalah konsep Al-Qur‟an tentang kisah, hubungan
antara kisah-kisah dan tentang kisah Khidhir yang dimuat dalam QS. Al-
Kahfi [18]: 60 – 82 yang memiliki hikmah, ta‟wil dan „ibrah sebagai sumber
suri tauladan.
Di antara kesimpulan yang penulis sampaikan ialah:
1. Kisah-kisah Al-Qur‟an adalah informasi tentang peristiwa yang
benar-benar ada. Para pelakunya, seperti nabi-nabi, juga benar-benar
ada. Tujuan utama dari pemaparan kisah dalam Al-Qur‟an adalah agar
manusia memetik pelajaran dan „ibrah dari kejadian-kejadian tersebut,
di samping untuk menguatkan nubuwwah nabi Muhammad SAW.
Kisah Al-Qur‟an berbeda dengan kisah selain Al-Qur‟an karena
bersumber dari Allah yang merupakan Mu‟jizat terbesar nabi
Muhammad SAW yang memiliki tujuan, karakter dan pengaruhnya
dalam menyeru manusia ke dalam Islam.
2. Kisah-kisah Al-Qur‟an tidak terlalu mementingkan pelaku kejadian.
Ia lebih mementingkan jalannya peristiwa. Itulah sebabnya, kisah-
kisah itu dapat diulang-ulang. Lebih lanjut, kisah-kisah Al-Qur‟an
tidak mengemukakan zaman dan tempat, kecuali jika dipandang perlu.
Ini bisa dilihat dalam kisah kisah Al-Qur‟an yang terdapat dalam
surah Al-Kahfi seperti kisah Ashhabul Kahfi, kisah dua pemilik
kebun, kisah Musa AS yang bertemu dengan hamba Allah yang shalih
serta kisah Dzulkarnain. Hal itu dikarenakan kejadian seperti itu bisa
disaksikan setiap hari di setiap masa. Dengan demikian, ia merupakan
perumpamaan terhadap banyak orang sehingga tidak harus ditentukan
pelakunya secara khusus. Keempat kisah dalam surah Al-Kahfi
memiliki kesamaan thema yaitu perbaikan akidah, perbaikan pola
pikir dan perbaikan akhlak dengan parameter akidah.
3. Khidhir adalah seorang hamba Allah yang shaleh dengan kelebihan
rahmat dan ilmu yang dianugerahkan kepadanya. Kehidupannya
masih menjadi perbincangan hangat di antara para ulama. Namun,
pertemuannya dengan Musa AS di Majma’al Bahrain memiliki
berbagai hikmah yang bisa diambil. Di antaranya ialah: pentingnya
ilmu pengetahuan. Seorang Musa yang dikenal sebagai salah seorang

128
129

Ulul ‘Azhmi, menerima kitab Taurat dianugerahi berbicara kepada


Allah, masih diperintah untuk belajar kepada Khidhir. Beberapa
Akhlak dapat dipetik dari pertemuan mereka mulai akhlak kepada
Allah, kepada guru dan akhlak kepada teman seperjalanan dan norma-
norma yang berlaku di masyarakat. Kisah Khidhir juga
menyampaikan beberapa hukum Islam sebagai tujuan
diberlakukannya syariat kepada manusia.

B. Saran-saran
Saran-saran yang penulis ajukan kepada beberapa pihak, yakni
kepada guru, penceramah, orang tua, lembaga pendidikan dan kepada
pembaca pada umumnya.
Kepada guru, penulis menyarankan untuk menjadikan metode kisah
sebagai metode pengajaran di kelas dan meningkatkan kwalitas bacaannya
tentang kisah-kisah yang bersumber dari buku-buku yang shahih dengan cara
berfikir yang shahih khusunya seputar Khidhir. Sehingga, akidah para siswa
terselamatkan. Guru juga diharapkan menjunjung tinggi akan ilmu
pengetahuan dan etika dalam proses belajar-mengajar seperti yang
diperankan oleh Musa AS dan Khidir.
1. Kepada para penceramah, tidak dipungkiri bahwa mereka menjadikan
kisah sebagai thema-thema pidatonya. Oleh karenanya, penulis
sarankan agar para penceramah tidak memberikan “bumbu” agar
ceritanya menarik dan mempesona. Padahal, apa yang ceritakan tidak
dengan dalil yang shahih seputar kisah Khidhir. Penulis juga sarankan
agar mereka kembali merujuk kepada tafsir-tafsir yang membuang
kisah-kisah yang bersumber dari kisah israiliyat.
2. Kepada orang tua, penulis sarankan agar memberikan perannya
sebagai pendidik di rumah untuk menjadikan kisah sebagai media
pendidikannya untuk menempa akidah, akhlak dan etika putra-putri
dengan mengesampingkan kisah-kisah buatan non muslim yang tentu
mereka mempunyai tujuan tersembunyi.
3. Kepada lembaga pendidikan, penulis sarankan agar bisa lebih kreatif
dalam proses pengajaran yang menarik dengan tidak di ruang kelas
saja. Khidhir membuktikan pengajarannya dengan menggunakan
alam terbuka dan langsung kepada teori di lapangan.
4. Kepada pembaca, semoga karya ilmiah ini bisa menjadi acuan untuk
penelitian berikutnya yang berhubungan dengan Kisah Khidhir
Dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Muhammad, Memahami Al-Qur’an: Pendekatan Gaya Dan


Tema, terj. Rofik Suhud, Bandung: Marja’, 2002.
Abdul Muqtadir, Ibrahim Fathi, Menyibak Tirai Misteri Nabi Khidhir, terj.
Helmi Shaleh Bazher, (Jakarta: Akbar Media, Januari 2014), cet.
Ke-1, h. 3.
Abû al-Fidâ Isma’îl, Ibn Katsîr, Ringkasan al-Bidâyah Wa An-Nihayah,
terj. Abu Halbas Muhammad Ayyub, Jakarta: Pustaka As-Sunnah,
2013.
________________________, Tafsîr Ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar
dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i, 2009.
Al-Baghdâdî, Ali Bin Muhammad Bin Ibrahim, Tafsîr Khâzin, Cairo:
Syirkah Mathba’ah Mustafa, Al-Halaby, 1375 H./1925 M.
Al-Bantanî, Nawawi, Marâh Labîd Li Kasyfi Ma’na Al-Qur’an al-Majîd,
Singapore: Syirkah An-Nur Asia, tt.
Al-Bukhâri, Abi Abdillah, Muhammad Bin Ismail, Shahîh al-Bukhâri,
Beirût: Dâr Al-Fikr 1401 H./1981 M.
Al-Ghazâlî, Muhammad, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, terj. Qodirun
Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama,
Dzulkaidah 1425 H/Januari 2005 M.
Alhidayah, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka, Jakarta:
Kalim, tt.
Al-Jazaairi, Abu Bakar, Jabir, Aisar at-Tafâsir, Madinah: Maktabah Al-
‘Uluum Wa Al-Hikmah, 1424 H/2003 M.
Al-Khalidy, Shalah, Kisah-kisah Al-Qur’an Pelajaran Dari Orang-orang
Terdahulu, terj. Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Gema Insani Press,
1420 H/ 2000 M.
Al-Maqdisy, ‘Alami Zadah, Faidhullah, bin Musa, Fathu Ar-Rahman Li
Thalibi Ayat Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2012.
Al-Marbawy, Idris, Muhammad, Qamus Idris Al-Marbawy, Jakarta:
Syirkah Al-Ma’arif, tt.
Al-Maula, Jad, Ahmad, Muhammad, Qashash Al-Qur’an, Beirut: Dar Al-
Jail, 1412 H/1991 M.
Al-Mawardy, Abu Al-Hasan, Ali Bin Muhammad, An-Nukatu Wa
Al-’Uyuun Tafsîr Al-Mawardy, Beirût: Dâr Al-Kutub Al-Ilmiyyah,
tt.
Al-Muafiri, Abu Muhammad Ibn Hisyam, Sirah Nabawiyah, terj. Fadhli
Bahri, Bekasi: Darul Falah, 1432 H/2011 M.
Al-Qarâḍ hawi, Yûsuf, Bagaimana Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, terj.
Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.

130
131

_________________, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu


Pengetahuan, terj. Abdul Hayie Al-Kattany, Jakarta: Gema Insani,
1425 H/2004 M.
Al- Qâsimî, Jamâl, Al-Dîn, Muhammad, Tafsir Al-Qasimy, Beirut: Dâr
Ihyâ al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, tt.
Al-Qaththan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS,
Jakarta: Litera Antar Nusa, 2001.
Al- Qurthubî, Abu ‘Abdillah, Ibnu Muhammad, al-Jâmi’ li Ahkâm al-
Qur’an, Cairo: Dâr Al-Hadits, 1414 H/1994 M.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Tafsir Al-Kahfi, terj. Abu
Abdirrahman bin Thayyib, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2005.
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta: PUSTAKA
FIRDAUS, 2000.
_______________________, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014.
An-Naisâbuurî, al-Qusyairî, Muslim bin Hajjâj Abu al-Hasan, Shahîh
Muslim, Beirut : Dâr Ihyâ at-Turots al-‘Arobî, tt.
An-Nawawy, Muhyiddin, Abi Zakaria, Yahya Bin Syaraf, Syarah Muslim,
Cairo: Dâr Al-Manar, 2003.
As-Sa’dî, Abdurrahmân bin Nâshir, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân Fî Tafsîr
Kalâm al-Mannân, terj. Muhammad Iqbal, dkk, Jakarta: Darul Haq,
2013.
As-Shawy, Ahmad bin Muhammad, Hasyiyah al-‘Allamah al-Shawi ‘ala
Tafsîr Al-Jalâlain, Beirût: Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2010.
As-Shiddiqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 1997.
As- Suyûthî, alâl ad- în Abd ar-Rahman bin Abî Bakr, Asbâb An-
Nuzûl, terj. Andi Muhamad Syahril dan Yasir Muqasid, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014.
As-Sya’rawy, Muhammad, Mutawalli , Tafsîr Sya’rawy, terj. H. Zaenal
Arifin, dkk, Medan: Duta Azhar, Muharram 1430 H/Desember 2008
M.
As-Syinqithi, Muhammad Al-Amin Bin Muhammad, Adhwâ'u al-Bayân fi
Idhâhi Al-Qur'an bi Al-Qur'an, Beirût: Dâr Al-Fikr, 1415 H/ 1995
M.
At-Thabarasy, Abu Ali, Al-Fadhl, Al-Hasan, Majma’ Al-Bayan, Beirût:
Dâr Al-Fikr, tt.
At-Thabarî, Abu a’far Muhammad Bin arîr, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta’wîl
ay al-Qur’an, Al- Qâhirah: Markaz Wa Ad-Dirasat Al-‘Arabiyyah
Wa Al-Islamiyyah, 1422 H/2001 M.
Az- Zuẖ ailî, Wahbah, al-Tafsîr al-Munîr Fi al-Aqîdah wa al- syarî’ah wa
al-Akhlâq,, Beirût: Dâr Al-Fikr, tt.
132

Bakr Ismail, Muhammad, Qashash Al-Qur’an, Mesir: Dar Al-Manar,


1977.
Hanafi, Muchlish M., dkk, Kisah Para Nabi Pra-Ibrahim, Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2011.
Hijazi, Muhammad, Mahmud, Fenomena Keajaiban Al-Qur’an, terj.
‘Abdul Hayyie Al-Kattani dan Sutrisno Hadi, Jakarta: Gema Insani,
1431 H/2010 M.
Khan, Muhammad, Muhsin, et all, The Noble Qur’an, Riyadh: Darus
Salam, 2007.
Madjid, Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina,
1994.
Majelis Mujahidin, Al-Qur’anul Karim: Tarjamah Tafsiriyah, Jogjakarta:
Ma’had An-Nabawy Markaz Pusat Majelis Mujahidin, 1433 H/2011
M.
Mattson, Ingrid, Ulumul Qur’an Zaman Kita, terj. R. Cecep Lukman
Yasin, Jakarta: Zaman, 2013.
Munawwir, Ahmad, Warson, Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997.
Quthb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, (Ed.), Bandung: PT. AL-
MA’ARIF, 1988.
Quthb, Sayyid, Indahnya Al-Qur’an Berkisah, terj. Fathurrahman Abdul
Hamid, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.
____________, Fî Dzilâl al-Qur’an, terj. M. Misbah dan Aunur Rafiq
Shaleh Tahmid, Jakarta: Robbani Press, 2009.
Shihab, Quraish, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013.
_____________, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, April 1999.
_____________, Tafsîr Al-Mishbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Thayyarah, Nadiah, Sains Dalam Al-Qur’an, terj. M. Zaenal Arifin, dkk,
Jakarta: Zaman, 2014.
Tiblisi, Abul Fadhl Hubaisy, bin Ibrahim, Kamus Kecil Al-Qur’an, terj.
Musa Muzuwir, Jakarta: Citra, 2012.
Umairah, Abdurrahman, Tokoh-tokoh Yang Diabadikan Al-Qur’an, terj.
M. Syihabuddin dan Salim Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press,
1422 H/2002 M.
Yayan Rahtikawati, et all, Metodologi Tafsir Al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia, 2013.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

QS. Al-Kahfi (18): 60 – 82:

133
134

Artinya: “60. Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku
tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." 61. Maka tatkala mereka
sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan
itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka tatkala mereka
berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari
makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita
ini." 63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali." 64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula. 65. Lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. 66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67. Dia menjawab:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. 68.
Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69. Musa berkata: "Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusanpun." 70. Dia berkata: "Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu
apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." 71. Maka
berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu
akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah
aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama
dengan aku." 73. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan
dalam urusanku." 74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya
berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh
orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar." 75.
Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76. Musa berkata: "Jika aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup
memberikan uzur padaku." 77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala
keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada
penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,
kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau
135

kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu." 78. Khidhr berkata:
"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. 79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin
yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di
hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80. Dan
adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan
kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada
kesesatan dan kekafiran. 81. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka
mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari
anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). 82.
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu,
dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar
supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS. Al-
Kahfi [18]: 60 – 82)

Hadits Tentang Khidhir HR. Al-Bukhary no. 3151


136
137

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi Telah menceritakan


kepada kami Sufyan Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Dinar dia
berkata; Telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Jubair dia berkata; "Saya
berkata kepada Ibnu Abbas bahwasanya Nauf Al-Bikali menganggap bahwa
Musa 'Alaihis Salam yang berada di tengah kaum Bani Israil bukanlah Musa
yang menyertai Nabi Khidhir." Ibnu Abbas berkata; 'Berdustalah musuh
Allah. Telah menceritakan kepadaku Ubay bin Ka'ab bahwa dia mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Suatu ketika Nabi Musa
'Alaihis Salam berdiri untuk berpidato di hadapan kaum Bani israil.' Setelah
itu, seseorang bertanya kepadanya; 'Hai Musa, siapakah orang yang paling
banyak ilmunya di muka bumi ini? ' Nabi Musa menjawab; 'Akulah orang
yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini.' Oleh karena itu, Allah sangat
mencela Musa 'Alaihis Salam. Karena ia tidak menyadari bahwa ilmu yang
diperolehnya itu adalah pemberian Allah. Lalu Allah mewahyukan kepada
Musa; 'Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang lebih banyak
ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di pertemuan dua
lautan.' Nabi Musa 'Alaihis Salam bertanya; 'Ya Tuhan, bagaimana caranya
saya dapat bertemu dengan hambaMu itu? ' Dijawab; 'Bawalah seekor ikan di
dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut lompat, maka di
situlah hambaKu berada.' Kemudian Musa pun berangkat ke tempat itu
dengan ditemani seorang muridnya yang bernama Yusya' bin Nun. Nabi Musa
sendiri membawa seekor ikan di dalam keranjang yang terbuat dari daun
kurma. Keduanya berjalan kaki menuju tempat tersebut. Ketika keduanya
sampai di sebuah batu besar, maka keduanya pun tertidur lelap. Tiba-tiba
ikan yang berada di dalam keranjang tersebut berguncang keluar, lalu masuk
ke dalam air laut. lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu, (Al-
Kahfi: 61). 'Allah telah menahan air yang dilalui ikan tersebut, hingga
menjadi terowongan. Akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanannya
siang dan malam. Rupanya murid Nabi Musa lupa untuk memberitahukannya.
Pada pagi harinya, Nabi Musa berkata kepada muridnya; 'Bawalah makanan
kita kemari! Sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan kita ini.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Belum berapa jauh Musa
melewati tempat yang diperintahkan untuk mencarinya, muridnya berkata;
'Tahukah Anda tatkala kita mencari tempat berlindung di batu besar tadi,
maka sesungguhnya saya lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada
yang membuat saya lupa untuk menceritakannya kecuali syetan, sedangkan
ikan tersebut mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.'
Musa berkata; 'Itulah tempat yang sedang kita cari.' Lalu keduanya kembali
mengikuti jalan mereka semula. 'Kemudian keduanya menelusuri jejak mereka
semula.' Setelah keduanya tiba di batu besar tadi, maka mereka melihat
seorang laki-laki yang sedang tertidur berselimutkan kain. Lalu Nabi Musa
'Alaihis Salam mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidhir bertanya kepada
138

Musa; 'Dan dari manakah salam di negerimu? ' Musa berkata; 'Saya adalah
Musa.' Nabi Khidhir bertanya; 'Musa Bani Israil.' Nabi Musa menjawab; 'Ya.'
Musa berkata kepada Khidhir; Aku mendatangimu agar engkau mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu? ' Nabi Khidhir menjawab; 'Sesungguhnya sekali-kali kamu tidak
akan sanggup dan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas sesuatu
yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? '
Musa berkata; 'Insya Allah kamu akan mendapatiku sebagai orang yang sabar
dan aku pun tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.' Khidhir
menjawab; 'Jika kamu tetap mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan
sesuatu hingga aku sendiri yang akan menerangkannya kepadamu.' Musa
menjawab; 'Baiklah.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
'Kemudian Musa dan Khidhir berjalan menyusuri pantai. Tak lama kemudian
ada sebuah perahu yang lewat. Lalu keduanya meminta tumpangan perahu.
Ternyata orang-orang perahu itu mengenal baik Nabi Khidhir, hingga
akhirnya mereka mengangkut keduanya tanpa meminta upah.' Lalu Nabi
Khidhir mendekat ke salah satu papan di bagian perahu itu dan setelah itu
mencabutnya. Melihat hal itu, Musa menegur dan memarahinya; 'Mereka ini
adalah orang-orang yang mengangkut kita tanpa meminta upah, tetapi
mengapa kamu malah melubangi perahu mereka untuk kamu tenggelamkan
penumpangnya? ' Khidhir menjawab; 'Bukankah telah aku katakan kepadamu
bahwasanya kamu sekali-kali tidak akan sabar ikut bersamaku.' Musa berkata
sambil merayu; 'Janganlah kamu menghukumku karena kealpaanku dan
janganlah kamu membebaniku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.' Tak
lama kemudian, keduanya pun turun dari perahu tersebut. Ketika keduanya
sedang berjalan-jalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang
sedang bermain dengan teman-temannya yang lain. Kemudian, Nabi Khidhir
segera memegang dan membekuk kepala anak kecil itu dengan tangannya
hingga menemui ajalnya. Dengan gusarnya Nabi Musa berupaya menghardik
Nabi Khidhir; 'Mengapa kamu bunuh jiwa yang tak berdosa, sedangkan anak
kecil itu belum pernah membunuh? Sungguh kamu telah melakukan perbuatan
yang munkar? ' Khidhir berkata; 'Bukankah sudah aku katakan bahwasanya
kamu tidak akan mampu untuk bersabar dalam mengikutiku. Dan ini melebihi
dari yang sebelumnya.' Musa berkata; 'Jika aku bertanya kepadamu tenteng
sesuatu setelah ini, maka janganlah kamu perbolehkan aku untuk
menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur (maaf)
kepadaku.' Selanjutnya Nabi Musa dan Khidhir melanjutkan perjalanannya.
Ketika kami berdua tiba di suatu negeri, maka keduanya pun meminta jamuan
dari penduduk negeri tersebut, tapi sayangnya mereka enggan menjamu
keduanya. Lalu keduanya mendapatkan sebuah dinding rumah yang hampir
roboh dan Nabi Khidhir pun langsung menegakkannya (memperbaikinya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Dinding itu miring (sambil
memberi isyarat dengan tangannya) lalu ditegakkan oleh Khidhir.' Musa
berkata kepada Khidhir; 'Kamu telah mengetahui bahwa para penduduk
negeri yang kita datangi ini enggan menyambut dan menjamu kita. Kalau
kamu mau, sebaiknya kamu minta upah dari hasil perbaikan dinding rumah
tersebut. Akhirnya Khidhir berkata; 'Inilah perpisahan antara aku dan kamu.
Aku akan beritahukan kepadamu tentang rahasia segala perbuatan yang kamu
tidak sabar padanya.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
Sebenarnya aku lebih senang jika Musa dapat sedikit bersabar, hingga kisah
139

Musa dan Khidhir bisa diceritakan kepada kita dengan lebih panjang lagi.
Sa'id bin Zubair berkata; 'Ibnu Abbas membacakan ayat Al-Qur'an yang
artinya; 'Di depan mereka ada seorang penguasa yang merampas setiap
perahu yang bagus. Ibnu Abbas juga membacakan ayat Al- Qur'an yang
artinya; 'Anak kecil yang dibunuh Nabi Khidhir itu adalah kafir sedangkan
kedua orang tuanya mukmin.”

Hadits Tentang Dajjal HR. Muslim


140
141

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb
telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan
kepadaku Abdurrahman bin Yazid bin Jabir telah menceritakan kepadaku
Yahya bin Jabir Ath Tho'i hakim Himsh, telah menceritakan kepadaku
Aburrahman bin Jubair dari ayahnya, Jubair bin Nufair Al Hadlrami ia
mendengar An Nawwas bin Sam'an Al Kilabi. Telah menceritakan kepadaku
Muhammad bin Mihran Ar Razi, teks miliknya, telah menceritakan kepada
kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
Yazid bin Jabir dari Yahya bin Jabir Ath Tha'i dari Abdurrahman bin Jubair
bin Nufair dari ayahnya, Jubair bin Nufair dari An Nawwas bin Sam'an
berkata: Pada suatu pagi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menyebut
Dajjal beliau melirihkan suara dan mengeraskannya hingga kami mengiranya
berada disekelompok pohon kurma. Kami pergi meninggalkan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam lalu kami kembali lagi, beliau mengetahui hal itu
pada kami lalu beliau bertanya: "Kenapa kalian?" kami menjawab: wahai
Rasulullah, Tuan menyebut Dajjal pada suatu pagi, Tuan melirihkan dan
mengeraskan suara hingga kami mengiranya ada disekelompok pohon kurma,
beliau bersabda: "Selain Dajjal yang lebih aku khawatirkan pada kalian, bila
ia muncul dan aku berada ditengah-tengah kalian, aku akan mengalahkannya,
bukan kalian dan bila ia muncul dan aku sudah tidak ada ditengah-tengah
kalian, maka setiap orang adalah pembela dirinya sendiri dan Allah adalah
penggantiku atas setiap muslim, ia adalah pemuda ikal, matanya menonjol,
mirip 'Abdu Al 'Uzza bin Qathan. Siapa pun diantara kalian yang melihatnya
hendaklah membaca permulaan surah Al Kahfi, ia muncul diantara Syam dan
'Irak lalu banyak membuat kerusakan dikanan dan dikiri, wahai hamba-hamba
Allah, teguhlah kalian." Kami bertanya: Berapa lama ia tinggal di bumi?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menjawab: "Empat puluh hari, satu
hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti satu pekan dan
hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian." Kami bertanya: Wahai Rasulullah,
bagaimana menurut Tuan tentang satu hari yang seperti satu tahun, cukupkah
bagi kami shalat sehari? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
"Tidak, tapi perkirakanlah ukurannya." Kami bertanya: Wahai Rasulullah,
bagaimana kecepatannya di bumi? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam
menjawab: Seperti hujan yang diakhiri angin. Ia mendatangi kaum dan
menyeru mereka, mereka menerimanya, ia memerintahkan langit agar
menurunkan hujan, langit lalu menurunkan hujan, ia memerintahkan bumi
agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, bumi lalu mengeluarkan tumbuh-
tumbuhan lalu binatang ternak mereka pergi dengan punuk yang panjang,
lambung yang lebar dan kantong susu yang berisi lalu kehancuran datang lalu
ia berkata padanya: 'Keluarkan harta simpananmu.' Lalu harta simpanannya
mengikutinya seperti lebah-lebah jantan. Kemudian ia memanggil seorang
pemuda belia, ia menebasnya dengan pedang lalu memutusnya menjadi dua

1
Muslim bin Hajjâj Abu al-Hasan al-Qusyairî an-Naisâbuurî, Shahîh Muslim (Beirut : Dâr
Ihyâ at-Turots al-‘Arobî, tth), kitab: Al-Fitan Wa Ammârât As-Sâ’âh, bab: Ad-Dajjâl Wa Shifâtuhu,
nomer hadits: 5228.
142

bagian lalu memanggilnya, ia datang memanggut-manggutkan wajahnya


seraya tertawa, saat ia seperti itu, tiba-tiba 'Isa putra Maryam turun di sebelah
timur Damaskus di menara putih dengan mengenakan dua baju berwantek
za'faran seraya meletakkan kedua tangannya diatas sayap dua malaikat, bila
ia menundukkan kepala, air menetas dan bila ia mengangkat kepala keringat
bercucuran seperti mutiara, tidaklah orang kafir mencium bau dirinya kecuali
mati dan bau nafasnya sejauh matanya memandang. Isa mencari Dajjal hingga
menemuinya di pintu Ludd lalu membunuhnya. Setelah itu Isa putra Maryam
mendatangi suatu kaum yang dijaga oleh Allah dari Dajjal. Ia mengusap
wajah-wajah mereka dan menceritakan tingkatan-tingkatan mereka disurga.
Saat mereka seperti itu, Allah mewahyukan padanya: 'Sesungguhnya Aku telah
mengeluarkan hamba-hambaKu, tidak ada yang bisa memerangi mereka,
karena itu giringlah hamba-hambaKu ke Thur. Allah mengirim Ya'juj dan
Ma'juj, 'Dari segala penjuru mereka datang dengan cepat.' (Al Anbiyaa': 96)
Lalu yang terdepan melintasi danau Thabari dan minum kemudian yang
belakang melintasi, mereka berkata: 'Tadi disini ada airnya.' nabi Allah Isa
dan para sahabatnya dikepung hingga kepala kerbau milik salah seorang dari
mereka lebih baik dari seratus dinar milik salah seorang dari kalian saat ini,
lalu nabi Allah Isa dan para sahabatnya menginginkan Allah mengirimkan
cacing di leher mereka lalu mereka mati seperti matinya satu jiwa, lalu 'Isa
dan para sahabatnya datang, tidak ada satu sejengkal tempat pun melainkan
telah dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk darah mereka. Lalu Isa dan para
sahabatnya berdoa kepada Allah lalu Allah mengirim burung seperti leher
unta. Burung itu membawa mereka dan melemparkan mereka seperti yang
dikehendaki Allah, lalu Allah mengirim hujan kepada mereka, tidak ada rumah
dari bulu atau rumah dari tanah yang menghalangi turunnya hujan, hujan itu
membasahi bumi hingga dan meninggalkan genangan dimana-mana. Allah
memberkahi kesuburannya hingga hingga sekelompok manusia cukup dengan
unta perahan, satu kabilah cukup dengan sapi perahan dan beberapa kerabat
mencukupkan diri dengan kambing perahan. Saat mereka seperti itu, tiba-tiba
Allah mengirim angin sepoi-sepoi lalu mencabut nyawa setiap orang mu'min
dan muslim dibawah ketiak mereka, dan orang-orang yang tersisa adalah
manusia-manusia buruk, mereka melakukan hubungan badan secara tenang-
terangan seperti keledai kawin. Maka atas mereka itulah kiamat terjadi." Telah
menceritakan kepada kami Ali bin Hujr As Sa'di telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin Aburrahman bin Yazid bin Jabir dan Al Walid bin
Muslim, berkata Ibnu Hujr: Hadits salah satunya membaur pada hadits yang
lain. Dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dengan sanad ini seperti yang
telah kami sebutkan, tapi ia menambahkan setelah sabda beliau: "Tadi disini
ada airnya, " "Mereka berjalan hingga sampai gunung khamar, gunung Baitul
Maqdis, mereka berkata: 'Kita telah membunuh orang-orang yang ada di
bumi, ayo kita bunuh yang ada di langit.' Mereka pun melesakkan panah
mereka ke langit lalu Allah membalikkan panah mereka bermerah darah."
Disebutkan dalam riwayat Ibnu Hujr: "Sesungguhnya Aku telah menurunkan
hamba-hambaKu, tidak ada seorang pun yang bisa memerangi mereka."
143

Curriculum Vitae Penulis

A. Identitas Pribadi
 Nama Lengkap : H. Ilyas Bustamiludin
 Tempat & Tanggal Lahir : Bekasi, 03 July 1969
 Pekerjaan : Guru
 Alamat :Segarajaya Kec. Tarumajaya-Bekasi
 No. Telepon : 021-31729053
 Nama Ayah : H. Zaenuddin (Almarhum)
 Nama Ibu : Hj. Nyaunah (Almarhum)
 Nama Isteri : Hj. Rimawati, S. Pd. I, M.M.Pd.
 Nama Anak : Iif Syarif Busthomy (Iif)
Ackyl Mustavid (Akil)
Ryas Wildan (Willy)
Dalta Dian Hidayat (Iyan)
Caesar Bintang Pamungkas (Kaisar)

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendididikan Formal
 SD Negeri Segarajaya 01 Tarumajaya-Bekasi tahun 1983
 MTs Swasta At-Taqwa 04 Bogor Tarumajaya-Bekasi tahun 1989
 MA Swasta Darul ‘Amal Babelan-Bekasi tahun 1992
 S1 Tarbiyah STAI At-Taqwa Bekasi tahun 2001
 S2 Unisma 45 Bekasi Program Manejemen Pendidikan (DO 2003)
2. Pendidikan Non Formal
 MI Swasta Al-Fudhola Tarumajaya-Bekasi tahun 1982
 Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi 1983-1989
 Pesantren Tinggi At-Taqwa (PTA) tahun 1989-1990
 Columbus Course Indonesia (CCI) 1992
 Lembaga Indonesia Amerika (LIA) 2015

C. Riwayat Pekerjaan
1. Pekerjaan Saat Ini
 Staf Pengajar MAN Tarumajaya
 Kepala MTs – SMK Al-Fudhola
2. Bidang Pendidikan Dan Dakwah
 Pendiri Buletin Tafsir Al-Fudhola 2014
 Pendiri SMK Al-Fudhola 2012
 Pendiri Yayasan Bina Ummat tahun 2004
 Pendiri MAN Tarumajaya tahun 2007
 Pendiri Yayasan Insan Tarumajaya tahun 2007
 Anggota Pendiri Yayasan Al-Khairat tahun 2001
144

 Pendiri Yayasan Al-Fudhola tahun 1997


 Pendiri MTs. Al-Fudhola tahun 1997
 Anggota Pendiri MI Al-Fudhola tahun 1991

Anda mungkin juga menyukai