Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH ETIKA PROFESI

SEMESTER GENAP PERIODE 2019 / 2020

”Prinsip Etika Profesi, Etika Organisasi dan Etika Lingkungan“

Studi Kasus: Pembangunan Gedung Sekolah Swasta di Lahan Berkontur Pada


Wilayah Gunung Pati, Semarang.

Disusun oleh :

Firmansyah Ismail S. - 19.A2.0010

Dosen Koordinator :

Dr. Ir. VG Sri Rejeki, MT

PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Januari 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


A. Sejarah Singkat Kota Semarang
Tercatat pada awal abad ke-8 masehi terdapat suatu wilayah dengan sebutan
Bukit Pragota yang menjadi salah satu wilayah dari Mataram Kuno dan
menjadi cikal bakal Kota Semarang yang menjadi ibukota Provinsi Jawa
Tengah
(Bappeda Kota Semarang). Proses pembentukan Kota Semarang sendiri
dimulai pada periode tahun 900 - 1500 dari endapan alluvial yang merupakan
sedimentasi endapan lumpur dari berbagai muara kali yang mengitari kota ini
seperti Kali Kreo, Kali Kripik dan Kali Garang. Pada tahun 1476 Ki Pandan
Arang atau yang juga dikenal dengan Ki Ageng Pandanaran mulai
membangun perkampungan dan menjadikan Semarang menjadi salah satu
kota besar dan perdangangan yang berada di wilayah Kerajaan Demak.

Gambar 1. Peta Kota Semarang Tahun 900-1400m


Sumber : http://pamboedifiles.blogspot.com/2012/08/peta-kuno-kota-semarang.html
diakses pada 14/01/2021
B. Sejarah Singkat Gunung Pati, Semarang.
Menurut cerita turun-temurun dari masyarakat sekitar wilayah Gunung Pati,
Alkisah pada masa lampau terjadi peperangan antara penduduk wilayah
Tuban dan Pati. Dikarenakan peperangan tersebut menyebabkan banyak
warga Pati yang mengungsi, salah satunya adalah seorang tokoh bernama
Kiai Pati yang memiliki tunggangan kendaraan sapi bernama Pragolapati,
beliau pun mengungsi dan menemukan suatu wilayah yang bertanah subur,
bergunung-gunung dan memiliki suasana indah dan memutuskan untuk
menetap serta menamai wilayah tersebut menjadi Gunung (dari kondisinya
yang bergunung-gunung) dah Pati (sesuai nama beliau) maka disebut
dengan Gunung Pati.

1.2. Kecamatan Gunung Pati, Semarang.


Menurut data dari kec.gunungpati.semarang.go.id, Kecamatan Gunung Pati
berada di dekat Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang di posisi ketinggian 259
meter dpl dengan rata-rata curah hujan wilayah tersebut 1,853 mm/bulan yang
memberikan wilayah tersebut hawa dan cuaca yang sejuk dikarenakan berada di
posisi dataran tinggi. Topografi pada wilayah tersebut memiliki ciri permukaan
tanah yang bergelombang serta terdapat tanah curam/jurang pada beberapa
lokasi, sebagian wilayahnya memiliki tanah berwarna merah sehingga cocok
dipergunakan untuk bercocok tanam. Kecamatan Gunungpati merupakan
kecamatan yang berada di bagian selatan Kota Semarang. Luas wilayah
keseluruhan sebesar 5.399,085 Ha terbagi atas 16 kelurahan, 93 RW dan 472
RT. Wilayah pada kawasan ini didominasi oleh kawasan konservasi. Batas
wilayahnya pada sisi utara adalah Kecamatan Gajahmungkur dan Kecamatan
Ngaliyan, pada sisi selatannya adalah Kabupaten Semarang, pada sisi timurnya
adalah Kabupaten Semarang dan Kecamatan Banyumanik, dan pada sisi
baratnya adalah Kecamatan Mijen dan Kabupaten Kendal.
Gambar 1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 2011-2031
Sumber: Lampiran PERDA Kota Semarang No. 11 Tahun 2011

Jika dilihat dari peta tata guna lahan diatas kecamatan Gunung Pati memiliki
fungsi sebagi wilayah permukiman dan wilayah konservasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. UU No. 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek

Dari UU dapat ditarik kesimpulan dari pasal-pasal terkait dengan etika profesi dan
berprofesi sebagai seorang arsitek dengan penjabaran sebagai berikut:

Pasal 1:

Arsitektur adalah suatu hasil penerapan ilmu pengetahuan, lingkungan dan seni
secara utuh dengan dalam mengubah ruang dan lingkungan sebagai bagian
kebudayaan dan peradaban manusia dengan memenuhi kaidah konstruksi, estetika
yang mencakup keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan.

Pasal 2 Praktik Arsitek berasaskan:

Menurut pasal ini seorang Arsitek dalam berpraktek harus berasaskan


profesionalitas, integritas, etika, keadilan, keselerasan, kemanfaatan, keamanan &
keselematan, kelestarian dan berkelanjutan.

Pasal 22:

Memiliki beberapa poin penting dimana seorang Arsitek berkewajiban untuk ::

1. Melaksanakan praktik harus sesuai dengan keahlian, kode etik kualifakasi dan
standar kinerja.
2. Mengutamakan kaidah keselematan, kesehatan kerja dan kelestarian
lingkungan.
3. Melaksanakan dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4. Mengikuti dan mematuhi semua ketentuan keprofesian yang ditentukan oleh
organisasi profesi.
Pasal 24

Memiliki simpulan bahwasanya seorang pengguna Jasa Arsitek berhak untuk:

1. Mendapat layanan praktik sesuai dengan perjanjian antar pihak yang berkait.
2. Memperoleh informasi secara lengkap dan benar atas jasa dan hasil praktik
Arsitek.
3. Memperoleh perlindungan hukum atas jasa dan hasil praktik, menyampaikan
dan memperoleh tanggapan atas pelaksanaan.
4. Mengolah hasil praktik yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja.
5. Berhak melakukan upaya hokum atas pelanggaran perjanjian kerja sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

3.1. Studi Kasus

Seorang Arsitek diberikan tawaran oleh Kontraktor untuk melaksanakan Design and
Build di suatu site berkontur pada wilayah Gunungpati, Semarang, dengan narasi
kasus sebagai berikut:

Arsitek A ditawari pekerjaan oleh sebuah kontraktor (B), yang bermaksud


mengajukan proposal pada sebuah proyek pembangunan sekolah. Dengan harga
Borongan 5 milliar rupiah. Pihak sekolah tertarik untuk melihat dulu penawaran dari
beberapa rekanan (termasuk kontraktor B) dan menggelar tender untuk desain
sekaligus pembangunannya.

Beruntung sekali kontraktor B berhasil memenangkan tender tersebut. Dengan


harga 5M dan desain skematik yang memikat pihak sekolah. Pada saat negosiasi
pihak sekolah ingin memberikan semangat kepada kontraktor pemenang dengan
bersedia memberikan fee lebih kepada kontraktor manakala budget bisa diturunkan
menjadi kurang dari 5 M. Faktor yang mengikat adalah spesifikasi dan desain
arsitektural tidak boleh berubah, dan itu telah tertuang dalam kontrak.

Arsitek A menghitung dengan seksama sesuai dengan desain skematik yang telah
disetujui. Dan mencapai budget sesuai dengan yang disepakati (5M). Setelah
direview oleh pihak kontraktor, arsitek A diminta untuk menurunkan budget, hal ini
didukung juga oleh estimator pihak kontraktor. Namun demikian, arsitek A tetap
tidak yakin kalau budget bisa diturunkan tanpa mengganti spek Bahan dan
merubah desain yang sudah disetujui.

Pihak kontraktor kemudian berkata: “tidak perlu takut, karena tidak akan ada
masalah dengan pihak sekolah kerana bangunan tersebut pada dasarnya sesuai
dengan desainnya”. Akhirnya, keputusan kontraktor tetap meminta arsitek A untuk
merubah gambar dan menyesuaikan dengan anggaran yang diturunkan. Arsitek A
merenung dan mereka-reka apa yang harus dilakukannya…?

1. Apakah pihak arsitek harus melaporkan masalah ini kepada pihak sekolah?
2. Apakah arsitek harus menghitung ulang RABna dengan estimator indepanden?
Kalau ya, siapa yang akan membayar biayanya?
3. Apakah arsitek sebaiknya berhenti dari Kerjasama dengan kontraktor?
Bagaimana dengan taggungjawabnya terhadap kntraktor yang telah
mengajaknya bekerjasama?
4. Apakah arsitek A harus berupaya dengan segala cara menunjukkan bahwa
kualitas proyek telah ditaati?
5. Apakah arsitek A memiliki hak untuk mengatakan bahwa spesifikasi pada waktu
skematik adalah belum fix dan akan dirubah pada waktu pengembangan
desain?
6. Seberapa besar tanggungjawab terhadap pihak sekolah yang telah
memutuskan deal harga kontrak karena masalah spek dan desain yang
memang menarik?
BAB IV

ANALISIS PERMASALAHAN

4.1. Analisis dan Jawaban Permasalahan.

1. Apakah pihak arsitek harus melaporkan masalah ini kepada pihak


sekolah?

A. Penilaian (Assesment):

Proses penilaian disini melihat dari 2 sudut pandang, yang berkait dengan
proyek tersebut:

 Arsitek

Sebagai seorang arsitek dalam berrofesi harus mengedepankan


Profesionalitas dan Etika dalam berprofesi terlebih dia bekerja melalui
kontraktor, sebaiknya tidak memberitahu pihak sekolah karena tidak
sesuai dengan kaidah etika berprofesi. Bila sang Arsitek tidak sepaham
maka sebaiknya mengundurkan diri dari projek tersebut.

 Kontraktor

Sebagai seorang Kontraktor dalam berprofesi harus mengedepankan


Profesionalitas dan Etika dalam berprofesi walaupun tidak menutup
kemunginan harus mengejar profit tapi dengan cara yang wajar dan tidak
melanggar hukum perdata/pidana terhadap klien.

B. Evaluasi (Evaluation):
Sebagai seorang arsitek harus mengedepankan kejujuran,idealisme,
beretika dalam berprakter profesi namun juga harus tetap bisa bekerja
secara professional memenuhi kewajiban sesuai dengan porsi
pekerjaannya.

C. Penyelesaian (Resolution):

Arsitek bisa mengusulkan untuk mempertemukan pihak sekolah dan


kontraktor untuk membahas hasil review desain, item mana saja yang
bisa dikurangi tanpa merubah spek dan desain. Sang arsitek juga harus
bisa menjadi penengah dalam diskusi tersebut. Dengan begitu maka
hasil pembahasan tidak keluar dan menyimpang atau mengarah kepada
pelanggaran hokum baik pidana/perdata.

2. Apakah arsitek harus menghitung ulang RABna dengan estimator


indepanden? Kalau ya, siapa yang akan membayar biayanya?

A. Penilaian (Assesment):

Apabila arsitek akan menghire cost estimator itu merupakan hal inisiatif yang
baik, dia berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip kaidah dan tata laku
dimana tidak ingin menipu owner dari proyek tersebut.

B. Evaluasi (Evaluation):

Apabila tetap diperlukan jasa Cost Estimator Independen bisa didiskusikan


dan dikomunikasian dengan pihak-pihak terkait untuk biayanya. (ex:
mengajukan kepada tim teknis/pihak sekolah bila ada).

C. Penyelesaian (Resolution):

Bila memang diperlukan bisa menggunakan jasa cost estimator independen,


untuk FEE nya bisa dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait.
3. Apakah arsitek sebaiknya berhenti dari Kerjasama dengan kontraktor?
Bagaimana dengan tanggungjawabnya terhadap kontraktor yang telah
mengajaknya bekerjasama?

A. Penilaian (Assesment):

Bila pelanggaran cukup berat dan sudah diranah perdata/pidana sebaiknya


arsitek mengundurkan diri dari proyek.

B. Evaluasi (Evaluation):

Namun bila arsitek mengundurkan diri secara sepihak tanpa menyelesaikan


kewajiban pekerjaannya maka bisa dikatakan tidak professional, namun bila
kewajibannya sudah diselesaikan maka arsitek berhak untuk mengundukan
diri.

C. Penyelesaian (Resolution):

Segala hal yang terjadi menjadi tanggung jawab kontraktor (B), namun
sebaiknya sebelum mengundurkan semua kewajiban arsitek sudah harus
diselesaikan oleh sang Arsitek.

4. Apakah arsitek A harus berupaya dengan segala cara menunjukkan bahwa


kualitas proyek telah ditaati

A. Penilaian (Assesment):

Dalam fungsinya seorang arsitek harus menjalankan fungsi pengawalan dan


pengawasan berkala pada bangunan agar tidak terjadi penyimpangan dan
sesuai dengan ekspektasi desain awal yang disepakati.

B. Evaluasi (Evaluation):

Seorang arsitek dalam mengapliaksikan desainnya harus berupaya secara


maksimal agar desain dan spesifikasi yang ditentukannya terbangun sesuai
dengan dokumen perencanaan.
C. Penyelesaian (Resolution):

Arsitek diwajibkan untuk menjalankan fungsi pengawasan dan menjamin


pembangunan sesuai dengan desain.

5. Apakah arsitek A memiliki hak untuk mengatakan bahwa spesifikasi pada


waktu skematik adalah belum fix dan akan dirubah pada waktu
pengembangan desain?

A. Penilaian (Assesment):

Dalam fungsinya seorang arsitek memiliki hak dan diwajibkan memberi tahu
kepada owner bahwasanya terjadi perubahan spek dikarenakan proses review
desain.

B. Evaluasi (Evaluation):

Seorang arsitek harus memaparkan perubahan dan mengganti biaya sesuai


dengan perubahan dari desain skematik menjadi dokumen perencanaan dan
mempresentasikan kepada owner (asas kejujuran dalam berprofesi)

C. Penyelesaian (Resolution):

Setelah memberi tahu owner aka nada perubahan, maka arsitek berhak untuk
mereview desain dan diwajibkan untuk mempresentasikan kepada owner hasil
perubahan dokumennya.

6. Seberapa besar tanggungjawab terhadap pihak sekolah yang telah


memutuskan deal harga kontrak karena masalah spek dan desain yang
memang menarik?

A. Penilaian (Assesment):

Seorang Arsitek dan Kontraktor sangat bertanggung jawab terhadap pihak


Sekolah (Hubungan Pengguna dan Penyedia Jasa) karena sudah ada
kesepaktan yang disepakati secara legal, semua keputusan/perubahan harus
disepakati bersama tanpa ada unsur penipuan karena bila terjadi indikasi
penyimpangan perdata maupun pidana, Owner berhak menuntut secara
hukum baik perdata/pidana apabila merasa terjadi penyimpangan dalam
pelaksanaan suatu proyek.

B. Evaluasi (Evaluation):

Semua pihak harus saling bekerja sama, terbuka dan bertanggung jawab
terhadap tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kapasitas masing-
masing, karena keberhasilan proyek dihasilkan dari kerjasama antar berbagi
pihak yang terlibat.

C. Penyelesaian (Resolution):

Karena merupakan tanggung jawab antar para stakeholder, maka perlu


dirutinkan untuk berkoordinasi antar berbagai pihak (rapat koordinasi). Agar
proyek berjalan sesuai harapan serta dapat memenuhi kondisi tepat mutu,
waktu dan biaya dan dibangun sesuai dengan desain dan spesifikasi yang
disepakati.

4.2. Lokasi Pembangunan di Lahan Berkontur

Dengan lokasinya yang berada di lahan berkontur arsitek dapat memanfaatkan


pengetahuan dan kemampuannya untuk mendesain dengan meminimalisir
kerusakan lahan (cut/fill), menjaga ekosistem sekitar agar tetap hijau. Dan berbagai
pihak dapat mengambil kebijakan sebagai berikut:

1. Arsitek & Kontraktor


Dalam hal ini pihak Arsitek/Kontraktor memegang kunci utama dalam
mencegah dan mengurangi dampak yang muncul dari pembangunan bangunan
di lahan berkontur tersebut dengan mematuhi berbagai kebijakan, batasan-
batasan dan aturan-aturan (regulasi) seperti: Perundang-undangan, Peraturan
Pemerintah Pusat maupun Daerah. Dengan tujuan utamanya agar tidak terjadi
pelanggaran tata guna lahan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
2. Owner
Peran Owner terhadap pembangunan sekolah tersebut juga tidak kalah penting
dimana Owner harus berkomitmen serta memiliki visi misi yang baik, dimana
mengikuti dan mengaplikasian peraturan pemerintahan pada area yang
dikembangkannya, meminimalisis pelanggaran tata ruang dan memperhatikan
aspek-aspek lingkungan dalam semua kegiatannya, seta menciptakan
bangunan yang tertata dengan baik.
BAB V

KESIMPULAN

Dari studi kasus dan pembahasan diatas maka penulis menarik kesimpulan, bahwasanya
sebagai seorang Arsitek yang berpraktik dan berprofesi harus memahami dan menjalan fungsi-
fungsi Arsitek yang telah ditentukan terutama merujuk Pada UU No. 6 Tahun 2017 Tentang
Arsitek. Dimana dalam UU tersebut sudah jelas dan mengatur berbagai hal dan aspek yang
terkait dengan keprofesian seorang arsitek.
DAFTAR PUSTAKA

REGULASI:

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 2011-2031

UU. No. 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek

Anda mungkin juga menyukai