Oleh:
MELLYNIA SAPUTRI
NIM S942308029
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
I. Pendahuluan
World Risk Report merilis riset tentang tingkat resiko bencana di sejumlah negara di
dunia.Penilaian berbasis lima indikator yang terdiri dari paparan (exposure),
kerentanan, kerawanan, kurangnya kapasitas penanganan, dan minimnya kemampuan
adaptasi terhadap bencana[1]. Berdasarkan riset tersebut, pada tahun 2023 Indonesia
berada pada peringkat ke 2 sebagai negara dengan negara yang beresiko terkenan
bencana dengan skor indeks 43,5 dari 100. Sebagai negara dengan resiko bencana
yang cukup tinggi, tentu nya juga berpengaruh terhadap keamanan dan kelaikan
bangunan. Keamanan dan kelaikan bangunan tentunya perlu diperhatikan terutama
bangunan bangunan publik seperti Rumah sakit.
Rumah sakit memiliki peranan kunci dalam menanggulangi kegawatdaruratan dan
bencana. Selama keadaan darurat atau bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya harus tetap selamat, dapat diakses dan berfungsi untuk melayani korban
bencana. Rumah Sakit harus dinyatakan aman dan layak untuk digunakan, terutama
saat terjadi bencana.
Untuk menyatakan sebuah rumah sakit aman dan laik digunakan adalah dilakukan
pemeriksaan keamanan dan keandalan rumah sakit, mulai dari bagian struktural,
arsitektural dan peralatan kesehatan yang ada di rumah sakit. Bukti telah dilakukan
pemeriksaan adalah dengan diterbitkannya Sertifikat Laik fungsi (SLF).
Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat SLF adalah
sertfikat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi
Bangunan Gedung sebelum dapat dimanfaatkan. Masa berlaku SLF untuk bangunan
Rumah Sakit, klinik dan fasilitas layanan kesehatan adalah 5 tahun. Sebelum masa
berlaku SLF habis, pemilik bangunan gedung atau manajemen Rumah sakit harus
mengajukan perpanjangan SLF.
Secara umum Sertifikat Laik Fungsi atau SLF Bangunan Gedung diatur oleh
peraturan Pemerintan No 16 Tahun 2021[2]. Namun untuk Standar Operasional
prosedur tergantung jenis gedung yang ditinjau, biasanya setiap gedung punya
peraturan sendiri yang mengatur pemeriksaan keamanan dan keandalan bangunan.
Pada Bangunan Rumah sakit terdapat 2 referensi peraturan yang saat ini masih
digunakan yaitu Permenkes No 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan
dan Prasarana Rumah Sakit dan Permenkes No 40 Tahun 2022 tentang persyaratan
Teknis Bangunan, Prasarana dan Peralatan Rumah Sakit, karena di Indonesia
Peraturan-peraturan yang ada seringkali tumpang tindih, maka peneliti tertarik untuk
mengkaji isi dari dua permenkes yang berlaku tersebut.
Pasal 28
Aspek Keselamatan bangunan Gedung meliputi :
a. Ketentuan Bangunan Gedung terhadap Beban Muatan
b. Ketentuan Bangunan Gedung Terhadap Bahaya Kebakaran
c. Ketentuan Kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya petir dan bahaya
kelistrikan
Pasal 31
Ketentuan Kemampuan Kebakaran Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran
meliputi ketentuan teknis mengenai:
a. Sistem Proteksi Pasif
b. Sistem Proteksi Aktif
c. Manajemen Kebakaran
Pasal 32
Ketentuan sistem proteksi petir pada Bangunan Gedung digunakan untuk
perancangan, intstalasi, dan pemeliharaan sistem proteksi petir pada Bangunan
Gedung.
Pasal 35
Ketentuan Aspek kesehatan bangunan Gedung meliputi ketentuan :
a. Sistem penghawaan Bangunan Gedung
b. Sistem Pencahayaan Bangunan Gedung
c. Sistem pengelolaan air Bangunan Gedung
d. Sistem Pengelolaan Sampah Bangunan Gedung
e. Penggunaan Bahan Bangunan Gedung
Pasal 41
Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi nya , harus memenuhi
aspek kenyamanan Bangunan Gedung yang meliputi :
a. Kenyamanan Ruang gerak dalam Bangunan Gedung
b. Kenyamanan kondisi udara dalam ruang
c. Kenyamanan pandangan dari dan ke dalam Bangunan Gedung
d. Kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan dalam Bangunan Gedung
Pasal 46
Setiap Bangunan Gedung sesuai fungsi dan klasifikasinya, harus memenuhi aspemk
kemudahan Bangunan Gedung yang meliputi :
a. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Gedung
b. Kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan Bangunan Gedung
Pasal 48
Sarana penunjang kemudahan hubungan horizontal meliputi :
a. Pintu
b. Selasar
c. Koridor
d. Jalur pedestrian
e. Jalur pemandu
f. Jembatan Penghubung antar ruang
Pasal 49
Sarana penunjanga kemudahan hubungan vertikal meliputi :
a. Tangga
b. Ram
c. Lift
d. Eskalator
e. Lantai berjalan
f. List Tangga
2. Persyaratan teknis
h. Sistem Kelistrikan
3. Pembahasan
Pada Permenkes No 40 Tahun 2022 di bahas secara khusus tentang peralatan kesehatan
meliputi, persiapan, pengoperasian, pemeliharaan sampai dengan kalibrasi alat. Namun,
pada permenkesn No 24 Tahun 206 hal tersebut tidak dibahas, hanya disebutkan
prasarana lain seperti ambulance. Pembahasan pada Permenkes terbaru yaitu No 40
Tahun 2022 lebih detail dan sesuai dengan PP Nomor 16 Tahun 2021. Isi dari masing-
masing peraturan sebagian besar sama dan sejalan, hanya saja mungkin urutan
pembahasannya berbeda dan terkadang masuk kategori yang berbeda, contohnya Ram
pada permenkes No 24 tahun 2016 masuk dalam kategori desain komponen gedung
sedangkan pada Permenkes No 40 Tahun 2022 masuk ke dalam kategori alat transportasi
dalam Gedung. Perbandingan antara Permenkes No 24 tahun 2016, Permenkes No 40
Tahun 2022 dan PP No 16 Tahun 2021. Contoh pada peraturan tentang instalasi air
bersih.
V. Kesimpulan
VI. Saran