Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KOMUNITAS KLINIS

PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PENYAKIT INFEKSI

Disusun Oleh :

Silvia Moreno
20.01.01.051

Dosen Pengampu :

Apt. Yopi Rikmasari, M.Sc


NIDN. 0203017801

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pharmaceutical care adalah suatu konsep yang melibatkan tanggung

jawab farmasis dalam menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu

sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (quality of life).

Unsurunsurnya berkaitan dengan medikasi (medication related/ drug relatet

problem/ DRP). DRP merupakan masalah yang terkait dengan pengobatan pasien.

Antara lain ada 8 masalah yang umumnya muncul yakni, indikasi tanpa obat, obat

tanpa indikasi, dosis kurang, dosis lebih, pemilihan obat yang kurang tepat, reaksi

yang tidak dikehendaki, gagal mendapatkan obat, interaksi obat.

Farmasi komunitas berperan dalam membantu memperbaiki dan

mempromosikan kesehatan, mengedukasi pasien mengenai penyakit yang

diderita, menyediakan informasi mengenai penggunaan obat yang tepat dan efek

samping yang potensial, menganjurkan kepatuhan, serta mengidentifikasi,

menyelesaikan, dan mencegah masalah terkait terapi obat dengan berkolaborasi

bersama penyedia layanan kesehatan yang lain.Untuk menjamin mutu pelayanan

farmasi kepada masyarakat, telah dikeluarkan standar pelayanan farmasi

komunitas (apotek) yang meliputi antara lain sumber daya manusia, sarana dan

prasarana, pelayanan resep (tidak hanya meliputi peracikan dan penyerahan obat

tetapi juga termasuk pemberian informasi obat), konseling, pengawasan

penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan


(antara lain dengan membuat catatan pengobatan pasien). Semakin pesatnya

perkembangan pelayanan apotek dan semakin tingginya tuntutan masyarakat,

menuntut pemberi layanan apotek harus mampu memenuhi keinginan dan selera

masyarakat yang terus berubah dan meningkat (Depkes RI, 2006).

Praktek farmasi klinik memerlukan metodologi yang tepat guna dan tepat

sasaran. Penggunaan SOAP untuk menulis di rekam medis pasien merupakan

salah satu cara efektif untuk mengkomunikasikan hasil telaah apoteker farmasi

klinik terhadap pasien. Sebelum menulis di rekam medis, hendaknya apoteker

farmasi klinik mengumpulkan data-data sebagai bahan bakunya. Data tersebut

dapat bersumber dari pemeriksaan laboratorium maupun keluhan pasien secara

langsung. Metode SOAP akan sangat membantu apoteker farmasi klinik di dalam

menyusun kerangka pikir bertindak dan sebagai alat untuk mempermudah proses

telaah status pasien di hari berikutnya.

Infeksi adalah suatu proses masuknya dan multiplikasi agen infeksius dalam

tubuh inang dimana agen tersebut merupakan mikroorganisme patogen seperti

bakteri, virus, parasit atau jamur (Carroll et al, 2016). Menurut Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia (2011), penyakit infeksi termasuk dalam 10

penyakit terbesar yang menyebabkan kematian. Penyakit infeksi juga merupakan

penyebab kematian terbesar di dunia dengan presentase sebesar 23% (Surana &

Kasper, 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis dan termasuk penyakit zonosis karena bisa

ditularkan oleh hewan ke manusia. TB ditularkan dengan kuman dalam titik air

yang sangat kecil yang dapat dihirup saat orang yang mengidap TB aktif batuk,
bersin, tertawa atau berbicara. Gejala terus-menerus seperti batuk yang lamanya

lebih dari dua tiga minggu, begitu pula dahak bernoda darah, sering merupakan

ciri khas TB.

Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai penyakit diare dengan onset cepat,

dengan atau tanpa mual, muntah, demam, atau nyeri perut. Penyakit diare adalah

penyebab utama kelima darikematian pada anak-anak di seluruh dunia, terhitung

sekitar 2,5 juta kematian. Di Amerika Serikat, gastroenteritis akut adalah bukan

penyebab utama kematian tetapi menyebabkan morbiditas yang signifikan,

terutama pada anak-anak di bawah lima tahun, akuntansi untuk 1,5 juta kunjungan

kantor, 200.000 rawat inap, dan 300 kematian pada anak-anak setiap tahun

(Hartman, dkk., 2019).

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mampu menganalisis permasalahan terkait

penggunaan obat

2. Mahasiswa mampu menjelaskan alternatif rekomendasi terapi dan

monitoring terapi menggunakan EBM, pedoman terapi dan/atau kajian

farmakoekonomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

(Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada


pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini memerlukan
interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal proses
terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa
kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related
Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga
didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan
(keberhasilan terapi).
Berdasarkan KepMenkes No. 1027/Menkes/sk/IX/2004, standar pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi :
1. Pelayanan resep
a. Persyaratan administratif
b. Kesesuaian farmasetik.
c. Pertimbangan klinis
2. Penyiapan obat.
a. Peracikan
b. Etiket
c. Kemasan obat yang diserahkan
d. Penyerahan obat
e. Informasi obat
f. Konseling
g. Monitoring penggunaan obat
h. Promosi dan edukasi
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Buku / referensi
2. Laptop
3. In focus

3.2 Prosedur kerja


1. Kerjakan kasus menggunakan format isian yang telah disediakan dan
disiapkan dalam bentuk power point
2. Berdasarkan keluhan pasien dan obat yang diresepkan dokter, lakukan
pengerjaan resep berikut:
a) Lakukan skrining resep (skrining, administratif, farmasetis dan
klinis), dengan mengisi form yang telah disediakan
b) Lakukan analisa resep dengan menggunakan format SOAP
(Subjective, Objective, Assesment, dan Plan)
 S (Subyektif) = data yang bersumber dari pasienatau keluarga
yang tidak dapat di konfirmasikan secara independent.
 O (Obyektif) = data yang bersumber dari hasil observasi,
pengukuran yang dilakukan oleh profesi Kesehatan lain.
 A (Assesment) = Assemen terhadap masalah medic
berdasarkan informasi subyektif dan obyektif serta data terapi
dihubungkan dengan prinsip farmakoterapi, guideline/
pedomanterapi dan EBM. Problem medik yang ditemui
diklasifikasikan sesuai kategori DRPs dan dipikirkan peluang
untuk meningkatkan dan atau menjamin keamanan, efektivitas
terapi serta obat serta peluang menminimalkan DRPs.
 P (Plan) = Memformulasikan rencana pelayanan kefarmasian
sesuai dengan DRPs yang ditemukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Resep 1
Keluhan: dr. Sakura
Seorang pasien dengan batuk berdahak dan Jl. Ariodillah 77 telp. 746544
sesekali batuk berdarah, lambung perih dan mual. SIP: 1456/PTSP/2016
Pasien terseebut telah menjalani pengobatan TB Palembang, 10 Februari 2022
kategori 1 namun pada akhir pengobatan hasil Iter 1x
pemeriksaan dahak positif. Pasien diminta R/ Pro TB 4 No. LX
memeriksakandiri 2 bulan kemudian. S 1 d d tab 2
R/ Imunos No. XX
S 1 d d tab 1
R/ Antasida tab No. XX
S t d d tab 1
Pro : Ahsan
Umur : 40 tahun/ 50 kg
Diagnosa: TB Kategori II Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Talang Ratu
Pertimbangan Klinis

Perhitungan Dosis:
No Nama Obat Dosis Pakai Dosis Lazim Perhitungan dosis Keterangan

1 Pro TB 4 Rifampisin DAT KDT/FDC Rifampisin Under dose


Komposisi : DP 1x = 150mg x 2 BB 55-70kg DL 1x = 150mg x 4 tab (PPK)
Rifampisin 150mg = 300 mg Harian (R/H/Z/E) = 600 mg
Isoniazid 75mg 1H = 300 mg (150/75/400/275) 1H = 600 mg
Pyrazinamide 400mg Isoniazid Isoniazid
Ethambutol 275mg DP 1x = 75mg x 2 1 kali sehari 4 tab DL 1x = 75mg x 4 tab
= 150 mg (PPK) = 300 mg
1H = 150 mg 1H = 300 mg
Pyrazinamide Pyrazinamide
DP 1x = 400mg x 2 DL 1x = 400mg x 4 tab
= 800 mg = 1600 mg
1H = 800 mg 1H = 1600 mg
Ethambutol Ethambutol
DP 1x = 275mg x 2 DL 1x = 275mg x 4 tab
= 550 mg = 1100 mg
1H = 550 mg 1H = 1100 mg
2 Imunos Echinacea
Tiap kaplet mengandung : DP 1x = 500 mg - - -
Echinacea 500mg 1H = 500 mg
Zinc picolinate 10mg Zinc picolinate
Selenium DP 1x = 10 mg
15 mcg 1H = 10 mg
Ascorbic acid Selenium
50 mg DP 1x = 15 mcg
1H = 15 mcg
Ascorbic acid
DP 1x = 50 mg
1H = 50 mg
3 Antasida tab Aluminium Hydroxide 1-2 tablet dikunyah 4 kali sehari Aluminium Hydroxide Under dose
Tiap tablet mengandung : DP 1x = 200 mg dan sebelum tidur atau bila DL 1x = 200 mg (PIONAS)
Aluminium Hydroxide 200mg 1H = 200mg x 3 diperlukan 1H = 200 mg x 4
Magnesium Hydroxide 200mg = 600 mg (PIONAS) = 800 mg
Magnesium Hydroxide Magnesium Hydroxide
DP 1x = 200 mg DL 1x = 200 mg
1H = 200mg x 3 1H = 200 mg x 4
= 600 mg = 800 mg

SOAP
Assesment

Problem medik Subjektif & Objektif Terapi Analisis DRP


TB Kategori II Subjektif : 1. Pro TB 4 -Dosis Pro TB terlalu Subtherapeutic dosage
Batuk berdahak dan sesekali 2. Antasida tab rendah untuk pasien Dosis pemakaian Pro TB 4 dan
batuk berdarah, lambung yang mempunyai BB Antasida tab terlalu rendah (under
Dosis Pro TB perih dan mual 55 kg. untuk pemakaian dose)
tidak bermakna 1 kali sehari 4 tablet
Pernah diberi pengobatan TB Treatment failures
Pasien batuk kategori 1 -Karena merupakan TB Pasien TB Kategori I namun pada
berdahak Kategori II maka akhir pengobatan hasil
(indikasi tanpa Objektif :
ditambahkan suntikan pemeriksaan dahak positif
obat) Pasien telah menjalani
Streptomisin
pengobatan TB Kategori I.
Pada akhir pengobatan hasil Untreated indication
pemeriksaan dahak positif. -Menurut pionas dosis -Pasien didiagnosa TB Kategori II
antasida tab 1-2 tablet namun tidak mendapatkan
di kunyah 4 kali sehari, pengobatan suntikan streptomisin.
maka dosis pakai masih -Pasien mengalami batuk
rendah berdahak tetapi tidak
mendapatkan obat untuk indikasi
tersebut.

Plan
No Nama Obat Bentuk dan Kekuatan Sediaan Jumlah Signa & aturan minum (ac, dc, pc)

1 Pro TB 4 Tablet 120 Tablet 1 kali sehari 4 tablet (diminum sebelum makan, baru bangun
Rifampisin 150 mg tidur pagi hari)
Isoniazid 75 mg
Pyrazinamide 400 mg
Ethambutol 275 mg

2 Piridoksin Tablet 30 Kaplet 1 kali sehari 1 tablet diminum sesudah makan


Vitamin B6 10 mg

3 Antasida tab Tablet 20 Tablet 4 kali sehari 1 tablet dikunyah, diminum sebelum makan
Aluminium Hydroxide 200 mg
Magnesium Hydroxide 200 mg
4 Streptomisin Streptomisin injeksi 1000 mg (1 30 Vial Injeksi intramuscular 15mg/kgBB (12-18mg/kgBB) per hari
gram) (maksimal 1 gram) selama 5 hari dalam seminggu atau 25-
30mg/kgBB 2 kali seminggu

5 Ambroxol Tablet 10 Tablet 1 tablet (30mg) 2-3 kali sehari sesudah makan
Ambroxol 30 mg

Rencana/monitoring/edukasi
-Disarankan penambahan vit B6 karena Isoniazid memiliki efek samping neuropati perifer (PIONAS)
-Efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian obat Pro TB 4 yaitu urin akan menjadi warna merah
-Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat, maka diberikan konseling aturan pakai minum obat
seperti obat antasida tablet diminum sebelum makan dan dikunyah terlebih dahulu jangan langsung ditelan
-Disarankan pasien TB menggunakan masker agar percikan droplet atau cairan yang keluar dari mulut tidak
mengenai orang lain
-Disarankan penambahan suntikan streptomycin untuk pasien TB kategori 2. (PPK hal 20)
-Disarankan pasien TB menghindari penggunaan suplemen karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang
dapat menyebabkan reaksi pertahanan tubuh yang berlebih sehingga memperparah kondisi klinis namun tidak
memperparah kondisi infeksi. (Echinacea purpurea Farmakologi, Fitokimia, dan Metode Analisis.
Patofisiologi

Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan

menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli adalah

tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga dapat

masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan area lain

dari paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun

dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara melakukan reaksi

inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik tuberkulosis

menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi tersebut

menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan

bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu

setelah terpapar bakteri (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017). Interaksi antara M.

tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk

granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi

oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa,

Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi nekrotik

membentuk massa seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya

membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah infeksi

awal, seseorang dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon

yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi

ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana bakteri yang sebelumnya tidak aktif

kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle memecah sehingga

menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri kemudian menjadi

tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang


menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi

lebih membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut

(Sigalingging et al., 2019).

Faktor resiko TB

Resiko penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

sebagai berikut:

a. Umur menjadi faktor utama resiko terkena penyakit tuberkulosis karena kasus
tertinggi penyakit ini terjadi pada usia muda hingga dewasa. Indonesia sendiri di
perkirakan 75% penderita berasal dari kelompok usia produktif (15-49 tahun).
b. Jenis kelamin: penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita,
karena sebagian besar laki laki mempunyai kebiasaan merokok.
c. Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah untuk
terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok
dan meminum alkohol.
d. Pekerjaan, hal ini karena pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kontak langsung
dengan penderita. Risiko penularan tuberkulosis pada suatu pekerjaan adalah
seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung dengan pasien walaupun
masih ada beberapa pekerjaan yang dapat menjadi faktor risiko yaitu seorang
tenaga pabrik.

Faktor resiko TB

Resiko penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

sebagai berikut:

e. Umur menjadi faktor utama resiko terkena penyakit tuberkulosis karena kasus
tertinggi penyakit ini terjadi pada usia muda hingga dewasa. Indonesia sendiri di
perkirakan 75% penderita berasal dari kelompok usia produktif (15-49 tahun).
f. Jenis kelamin: penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita,
karena sebagian besar laki laki mempunyai kebiasaan merokok.
g. Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah untuk
terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok
dan meminum alkohol.
h. Pekerjaan, hal ini karena pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kontak langsung
dengan penderita. Risiko penularan tuberkulosis pada suatu pekerjaan adalah
seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung dengan pasien walaupun
masih ada beberapa pekerjaan yang dapat menjadi faktor risiko yaitu seorang
tenaga pabrik.

Gejala :

Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang

disertai:

1. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau


2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).

Prinsip pengobatan :

Prinsip-prinsip terapi:

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
2. -18- 2) Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose Combination
(FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab
kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati
harus diberi paduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu
pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment)
oleh seorang pengawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian terbaik
adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan
akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping
harus tercatat dan tersimpan.

Diagnosis :
Standar Diagnosis

1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus waspada


terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi
klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.
2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang
tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
3. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan dahak, harus
diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1
spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di
laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya adalah spesimen
pagi. Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya
melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi
darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak digunakan untuk
mendiagnosis TB aktif.
4. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang
terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF
direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga
meningitis karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.
5. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert
MTB/RIF* negatif pada pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB,
sebaiknya segera diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan
kultur.

Interaksi Obat :

(Sumber : Medscape)

1. Aluminium hidroksida + Rifampin Aluminium hidroksida akan

menurunkan kadar atau efek rifampisin oleh Lainnya (lihat komentar). Gunakan

Perhatian/Monitor. Pemberian antasida secara bersamaan dapat mengurangi

penyerapan rifampisin; dosis harian rifampisin harus diberikan setidaknya 1 jam

sebelum menelan antasida


2. Aluminium hidroksida + Isoniazid Aluminium hidroksida menurunkan

kadar isoniazid dengan menghambat penyerapan Gl. Berlaku hanya untuk bentuk

oral dari kedua agen. Perhatian/Monitor. Terpisah 2 jam

PENGETAHUAN TENTANG OBAT

Mekanisme kerja

1. Rifampisin
Mekanisme kerja : Menghambat RNA polimerase yang bergantung pada
DNA dengan mengikat subunit beta, yang pada gilirannya memblokir transkripsi
RNA;
Absorpsi : PO penginduksi enzim yang kuat diserap dengan baik; makanan
dapat menunda atau sedikit mengurangi waktu puncak puncak plasma: PO, 2-4
jam
Distribusi : Sangat lipofilik; melintasi penghalang darah-otak dengan baik,
dan difusi relatif dari darah ke CSF cukup memadai, dengan atau tanpa
peradangan (melebihi MICS biasa) Pengikatan protein: 80%
Metabolisme : Dimetabolisme oleh hati; menjalani resirkulasi enterohepatik
Penghapusan Waktu paruh: 3-4 jam (berkepanjangan pada gangguan hati); pada
penyakit ginjal stadium akhir, 1,8-11 jam.
Ekskresi: Feses (60-65%) dan urin (~30%) sebagai obat yang tidak berubah.
Dosis : 10 mg/kg/hari PO atau 10 mg/kg PO dua kali seminggu (terapi yang
diamati langsung [DOT]); tidak melebihi 600 mg/hari
Efek samping : Hepatotoksisitas termasuk kelainan sementara pada tes
fungsi hati (misalnya, peningkatan serum bilirubin, alkaline phosphatase, serum
transaminase, gamma-glutamyl transferase) Hepatitis, sindrom mirip syok dengan
keterlibatan hati dan tes fungsi hati yang abnormal, serta kolestasis.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap rifamycin atau eksipien.
Penggunaan bersamaan dengan atazanavir, darunavir, fosamprenavir,
ritonavir/saquinavir, sazuinavir, atau tipranavir
2. Isoniazid
Mekanisme aksi : Tidak diketahui: kemungkinan. menghambat biosintesis
dinding sel dengan mengganggu sintesis lipid dan DNA (bakterisidal)
Absorpsi : Cepat dan lengkap; laju dapat diperlambat dengan makanan
Waktu Puncak Plasma: 1-2 jam
Distribusi : Semua jaringan dan cairan tubuh termasuk CSF; melintasi
plasenta; memasuki ASI Ikatan Protein: 10-15%
Metabolisme : Hati dengan tingkat peluruhan ditentukan secara genetik oleh
fenotipe asetilasi
Eliminasi : Penghapusan waktu paruh: asetilator cepat: 30-100 mnt; asetilator
lambat: 2-5 jam; dapat diperpanjang dengan gangguan hati atau ginjal berat
Ekskresi: Urin (75-95%); kotoran
Dosis : Penyakit Tuberkulosis Aktif
5 mg/kg PO/IM qDay, tidak melebihi 300 mg qDay
15 mg/kg PO/IM ke atas; tidak melebihi 900 mg 1-3 kali/minggu
Efek samping : Kerusakan hati progresif (meningkat seiring bertambahnya
usia; 2,3% pada poin > 50 tahun), Neuropati perifer (insiden terkait dosis, insiden
10-20% dengan 10 mg/kg/hari).
Kontraindikasi : Isoniazid dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami
reaksi hipersensitivitas parah, termasuk hepatitis akibat obat; cedera hati terkait
isoniazid sebelumnya; reaksi merugikan yang parah terhadap isoniazid seperti
demam obat, menggigil, radang sendi; dan penyakit hati akut dari setiap etiologi

3. Pyrazinamid
Mekanisme aksi : tidak dikenal : bakteriostatik atau sidal untuk
mycobacterium
Absorpsi : diserap dengan baik
Distribusi: secara luas ke jaringan tubuh dan cairan termasuk hati, paru-
paru, dan CSF. Difusi relatif dari darah ke CSF: cukup dengan tanpa peradangan
(melebihi MIC biasa) atau CSF: rasio tingkat darah: meninges yang meradang:
100%
Pengikatan protein: 50%
Metabolisme: hati
Eliminasi :
waktu paruh: 9-10 jam
Waktu puncak, serum: dalam 2 jam
Ekskresi: urin (4% sebagai obat tidak berubah)
Dosis :
Terapi harian
15-30 mg/kg PO qHari; tidak melebihi 2 g/hari
Terapi dua kali seminggu
50 mg/kg PO dua kali seminggu; tidak melebihi 2 g/dosis
Pengobatan Tuberkulosis Untuk Terpapar/Terinfeksi HIV
20-40 mg/kg/dosis PO qDay; tidak melebihi 2 g/hari
Efek samping : Rasa tidak enak, Mual, Muntah, Anoreksia, Arthralgia,
Mialgia.
Kontraindikasi : Kerusakan hati yang parah, gout akut, hipersensitivitas

4. Ethambutol
Mekanisme aksi : Mengganggu produksi metabolit di Mycobacterium
Absorpsi :
Ketersediaan hayati: ~80%
Waktu Plasma Puncak: 2-4 jam
Distribusi : Secara luas di seluruh tubuh; terkonsentrasi di ginjal, paru-paru,
air liur, dan sel darah merah Difusi relatif dari darah ke CSF: Cukup dengan atau
tanpa peradangan (melebihi MIC biasa) CSF: rasio tingkat darah: 0% (meninges
normal); 25% (meninges yang meradang)
Pengikatan protein: 20-30%
Metabolisme : Hati (20%) menjadi metabolit tidak aktif Eliminasi Eliminasi
waktu paruh: 2,5-3,6 jam; 7-15 jam (penyakit ginjal stadium akhir) Ekskresi:
~50% urin; ~20% feses tidak berubah obat
Dosis :
Pengobatan TB awal: 15 mg/kg PO qDay
Pengobatan TB sebelumnya: 25 mg/kg PO qDay; setelah 60 hari, turunkan
menjadi 15 mg/kg PO qDay
Efek samping : Gout akut atau hiperurisemia, Sakit perut, Anafilaksis,
Anoreksia, Kebingungan, disorientasi, Demam, Sakit kepala, kelainan LFT, Rasa
tidak enak, Mual Neuritis optik; gejala mungkin termasuk penurunan ketajaman,
buta warna atau cacat visual (biasanya reversibel dengan penghentian, meskipun
kebutaan ireversibel telah dilaporkan), Neuritis perifer, Gatal, Ruam, Muntah.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, Dikenal neuritis optik (kecuali penilaian
klinis menentukan bahwa itu dapat digunakan) Pasien tidak dapat menghargai dan
melaporkan efek samping visual atau perubahan penglihatan (misalnya, anak
kecil, pasien tidak sadar)

5. Streptomicin
Mekanisme aksi : Mengganggu sintesis protein bakteri normal dengan
mengikat subunit ribosom 30S
Absorpsi : IM: diserap dengan baik; tidak diserap dari usus
Distribusi: ke cairan ekstraseluler termasuk serum, abses, asites, perikardial,
pleura, sinovial, limfatik, & cairan peritoneal; melintasi plasenta; sejumlah kecil
masuk ke ASI
Ikatan Protein: 34%
Eliminasi : waktu paruh: bayi baru lahir: 4-10 jam; dewasa: 2-4,7 jam,
berkepanjangan dengan gangguan ginjal
Waktu Plasma Puncak: dalam 1 jam
Ekskresi : urin (90% sebagai obat tidak berubah); feses, ludah, keringat, &
air mata (<1%)
Dosis :
Terapi harian: 15 mg/kg IM qDay; tidak lebih dari 1 g/hari
Terapi dua kali seminggu: 25-30 mg/kg IM 2 kali/minggu; tidak lebih dari
1,5 g/hari
Efek samping : Hipotensi, Neurotoksisitas, Mengantuk, Sakit kepala,
Demam obat, Parestesi, Ruam kulit, Mual, Muntah, Eosinofilia, Anemia,
Artralgia, Kelemahan Getaran Ototoksisitas (pendengaran), Ototoksisitas
(vestibular), Nefrotoksisitas, Kesulitan bernapas
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap streptomisin, aminoglikosida
lain, atau eksipien

PPK :
B. Resep 2

Keluhan : Dr. akrom


An. Farhan usia 8 tahun BB 15 Jln. Ariodillah 77 telp 746544
kg datang ke PKM dengan SIP : 1456/PTSP/2016
keluhan BAB cair 8 kali sehari,
perut nyeri dan kembung, Palembang ……………
tenesmus dan muntah demam.
Temperature 39⁰c. pasien sering R/ Metronidazole 200 mg
kali jajan disekolah dengan m. f. pulv dtd no x
hygiene yang tidak baik, mata s t dd p 1
cekung, dan turgor kulit lambat. R/ Zinc Dispersible no VII
S 1 dd tab 1
Diagnose : Gastroenteritis R/ Parasetamol syr 1
S t dd cth 11

Pro : Farhan
Umur : 8 tahun
BB : 25 kg
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Pertimbangan Klinis

Perhitungan Dosis:

N Nama obat Dosis pakai Dosis lazim Perhitunga n dosis Keterangan


o
1 Metronidazole DP 1 X 7-10 tahun, 200- DL 1 X Dosis sesuai
200 MG 400 mg tiap 8 200 MG
DP 1 hr jam. (Pionas) DL 1 hr
200 mg x 3=600 200 mg x 3 = 600 mg
mg
2 Zinc DP 1 X DAN 1 HR - - -
dispersible 20 MG
3 Parasetamol DP 1X= 120mg/5 6-12 thn:250-500 DL 1 X: 250-500 mg Under dose
syr ml X 10 ml= 240 mg dosis ini dapat DL 1 hr:
mg di ulangi setiap 4- 1000-1500 mg
DP 1hr:240 mgx 6 jam jika 2000-3000 mg
3= 720 mg diperlukan (max
4 kali dosis dalam
24 jam)
SOAP

Assesment

Problem Subjektif dan Terapi Analisis DRP


medik objektif

Gastroente Subjektif 1. Metronidazole Metronidazole merupakan Untreated indication


ritis BAB cair, 2. Zinc dispersibel antibakteri, metronidazole Pasien mengalami
perut nyeri 3. Parasetamol syr tidak boleh digerus karena mata cekung dan
dan kembung, adapat menurunkan turgor kulit lambat
tenesmus, efektivitas obat, sehingga tetapi tidak
mual dan disarankan untuk diganti mendapatkan obat
muntah, dengan metronidazole untuk indikasi
demam, mata suspensi 125mg/5ml tersebut
cekung dan
turgor kulit Ditambahkan sediaan
lambat cairan elektrolit

Objektif
Tenperatur
39°C
Plan

No Nama obat Bentuk dan KS Jumlah Signa dan aturan minum Rencana/monitoring
1 metronidazole Suspensi 1 botol S t dd cp 1 pc Disarankan Metronidazole dihabiskan
125mg/5ml obatnya karena obat antibiotik
2 Zinc diespersible Tablet 7 tablet S 1 dd tab 1 pc Monitoring frekuensi BAB berkurang
20 mg atau tidak
Disarankan Zinc harus dihabiskan
3 Ondansentron Tablet Disarankan penambahan ondansentron
8 mg sebagai obat antiemetic atau meredakan
mual dan muntah
4 Parasetamol syr Sirup 1 botol S t dd cth II pc Monitoring temperatur tubuh pasien
120mg/5ml
5 Oralit Serbuk 20 3 jam pertama 6 gelas Disarankan edukasi pendamping pasien
Tiap kantong 200 sachet (1,2L) selanjtnya tiap mengenai makanan yang dikonsumsi
ml : kali BAB 1 ½ gelas
NaCl 0,52 g (300 ml) 1 sachet oralit
KCl 0,3 g = 1 gelas
Trisodium sitrat Air matang (200 ml)
dihidrat 0,58 g
Glukosa anhidrat
2,7 g
PATOFISIOLOGI PENYAKIT GASTROENTERITIS

Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau


alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang menyebabkan GE akibat
Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia
disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang
higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah
dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi
makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif,
magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout
(kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat), insektisida,
kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol,
mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.

Gejala :
Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul
(saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare
kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah
dalam tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko
untukdiare infeksi.

Prinsip pengobatan
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti larutan air garam. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita
tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat
dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun: ¼-½ gelas setiap
kali anak mencret (50–100 ml)
Umur 1-4 tahun: ½-1 gelas setiap kali
anak mencret (100–200 ml)
Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak mencret (200–
300 ml)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang Dosis oralit yang diberikan
dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk diinfus.
Tabel 3.6 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Jumlah oralit yang diberikan tiap
Umur Jumlah oralit yang disediakan di rumah
BAB
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

1. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
selama 10 hari.
- Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

2. Teruskan pemberian ASI dan Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan.

3. Antibiotik Selektif

4. Nasihat kepada orang tua/pengasuh (PPK 2017)

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari)
dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan
konsistensi BAB). Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
2. Diagnosis Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis pseudomembran.
BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum pelayanan kefarmasian pada penyakit infeksi kali ini yang

mendapatkan kasus resep penyakit TB kategori II dan gastroenteritis, bahwasanya

untuk menghindari medication error kita harus mampu menganalisis

permasalahan terkait penggunaan obat berdasarkan keluhan pasien dan obat yang

telah diresepkan dokter. Selain itu juga, prinsip-prinsip terapi pengobatan pada

setiap kasus diberikan edukasi kepada pasien. Untuk obat-obat yang telah

diresepkan, kita analisis terlebih dahulu semuanya apakah obat satu dengan obat

yang lainnya terjadi interaksi apabila digunakan atau dikonsumsi bersamaan

maka, nanti akan terjadi pula DRP’s atau Drug Related Problem pasien.

Anda mungkin juga menyukai