Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMASI KOMUNITAS KLINIS

PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PENYAKIT INFEKSI

Disusun Oleh :

Singsi
(20.01.01.052)

Dosen Pengampu :

apt. Yopi Rikmasari, M.Sc


NIDN. 0203017801

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi adalah suatu proses masuknya dan multiplikasi agen infeksius dalam
tubuh inang dimana agen tersebut merupakan mikroorganisme patogen seperti
bakteri, virus, parasit atau jamur (Carroll et al, 2016). Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2011), penyakit infeksi termasuk dalam 10
penyakit terbesar yang menyebabkan kematian. Penyakit infeksi juga merupakan
penyebab kematian terbesar di dunia dengan presentase sebesar 23% (Surana &
Kasper, 2015).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan termasuk penyakit zonosis karena bisa ditularkan
oleh hewan ke manusia. TB ditularkan dengan kuman dalam titik air yang sangat
kecil yang dapat dihirup saat orang yang mengidap TB aktif batuk, bersin, tertawa
atau berbicara. Gejala terus-menerus seperti batuk yang lamanya lebih dari dua
tiga minggu, begitu pula dahak bernoda darah, sering merupakan ciri khas TB.
Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai penyakit diare dengan onset cepat,
dengan atau tanpa mual, muntah, demam, atau nyeri perut. Penyakit diare adalah
penyebab utama kelima darikematian pada anak-anak di seluruh dunia, terhitung
sekitar 2,5 juta kematian. Di Amerika Serikat, gastroenteritis akut adalah bukan
penyebab utama kematian tetapi menyebabkan morbiditas yang signifikan,
terutama pada anak-anak di bawah lima tahun, akuntansi untuk 1,5 juta kunjungan
kantor, 200.000 rawat inap, dan 300 kematian pada anak-anak setiap tahun
(Hartman, dkk., 2019).

B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menganalisis permasalahan terkait penggunaan obat
2. Mahasiswa mampu menjelaskan alternative rekomendasi terapi dan
monitoring terapi menggunakan EBM, pedoman terapi dan/atau kajian
farmakoekonomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

(Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada


pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini memerlukan
interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal proses
terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa
kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related
Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga
didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan
(keberhasilan terapi).

Berdasarkan KepMenkes No. 1027/Menkes/sk/IX/2004, standar pelayanan


kefarmasian di apotek meliputi :
1. Pelayanan resep
a. Persyaratan administratif
b. Kesesuaian farmasetik.
c. Pertimbangan klinis
2. Penyiapan obat.
a. Peracikan
b. Etiket
c. Kemasan obat yang diserahkan
d. Penyerahan obat
e. Informasi obat
f. Konseling
g. Monitoring penggunaan obat
h. Promosi dan edukasi
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Buku/referensi
2. Laptop

B. Prosedur Kerja
1. Kerjakan kasus menggunakan format isian yang telah disediakan. Scan dan
simpan dalam format pdf
2. Berdasarkan keluhan pasien dan obat yang diresepkan dokter, lakukan
pengerjaan resep berikut:
a. Lakukan skrining resep (skrining, administratif, farmasetis dan klinis),
dengan mengisi form yang telah disediakan
b. Lakukan analisa resep dengan menggunakan format SOAP (Subjective,
Objective, Assesment, dan Plan)
1) S (Subyektif) = data yang bersumber dari pasienatau keluarga yang tidak
dapat di konfirmasikan secara independent.
2) O (Obyektif) = data yang bersumber dari hasil observasi, pengukuran yang
dilakukan oleh profesi Kesehatan lain.
3) A (Assesment) = Assemen terhadap masalah medic berdasarkan informasi
subyektif dan obyektif serta data terapi dihubungkan dengan prinsip
farmakoterapi, guideline/ pedomanterapi dan EBM. Problem medik yang
ditemui diklasifikasikan sesuai kategori DRPs dan dipikirkan peluang
untuk meningkatkan dan atau menjamin keamanan, efektivitas terapi serta
obat serta peluang menminimalkan DRPs.
4) P (Plan) = Memformulasikan rencana pelayanan kefarmasian sesuai
dengan DRPs yang ditemukan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Resep 1
Keluhan: dr. Sakura
Seorang pasien dengan batuk berdahak Jl. Ariodillah 77 telp. 746544
dan sesekali batuk berdarah, lambung SIP: 1456/PTSP/2016
perih dan mual. Pasien terseebut telah Palembang, 10 Februari 2022
menjalani pengobatan TB kategori 1 Iter 1x
namun pada akhir pengobatan hasil R/ Pro TB 4 No. LX
pemeriksaan dahak positif. Pasien S 1 d d tab 2
diminta memeriksakandiri 2 bulan R/ Imunos No. XX
kemudian. S 1 d d tab 1
R/ Antasida tab No. XX
S t d d tab 1
Pro : Ahsan
Umur : 40 tahun/ 50 kg
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Talang Ratu
Diagnosa: TB Kategori II
Pertimbangan Klinis

Perhitungan Dosis:

No Nama Obat Dosis Pakai Dosis Lazim Perhitungan dosis Keterangan


1 Pro TB 4 Rifampisin (Medscape) Rifampisin Under dose
Komposisi : DP 1x = 150mg x 2 44-54 kg : 5 tablet po DL 1h = 150mg x 4 (PPK)
Rifampisin 150mg = 300 mg 4 day = 600 mg
Isoniazid 75mg 1H = 300 mg Isoniazid
Pyrazinamide 400mg Isoniazid DL 1h= 75mg x 4
Ethambutol 275mg DP 1x = 75mg x 2 = 300 mg
= 150 mg
1H = 150 mg Pyrazinamide
Pyrazinamide DL 1h= 400mg x 4
DP 1x = 400mg x 2 = 2000 mg
= 800 mg Ethambutol
1H = 800 mg DL 1h = 275mg x5
Ethambutol = 1375 mg
DP 1x = 275mg x 2
= 550 mg
1H = 550 mg
2 Imunos Echinacea Echinacea
Tiap kaplet DP 1x = 500 mg 1 Kali sehari 1 kaplet Dl 1x, 1H = 500 mg Sesuai
mengandung : 1H = 500 mg Zinc Picolinate
Echinacea 500mg Zinc picolinate Dl 1x, 1H = 10 mg
Zinc picolinate 10mg
DP 1x = 10 mg Selenium
Selenium 1H = 10 mg Dl 1x, 1h = 15 mg
15 mcg Selenium Asam Ascorbat
Ascorbic acid DP 1x = 15 mcg Dl 1x, 1h = 50 mg
50 mg 1H = 15 mcg
Ascorbic acid
DP 1x = 50 mg
1H = 50 mg
3 Antasida tab Aluminium Hydroxide 1-2 tablet dikunyah 4 Aluminium Hydroxide Under dose
Tiap tablet DP 1x = 200 mg kali sehari dan DL 1x = 200 mg (PIONAS)
mengandung : 1H = 200mg x 3 sebelum tidur atau 1H = 200 mg x 4
Aluminium Hydroxide = 600 mg bila diperlukan = 800 mg
200mg Magnesium Hydroxide (PIONAS) Magnesium Hydroxide
Magnesium Hydroxide DP 1x = 200 mg DL 1x = 200 mg
200mg 1H = 200mg x 3 1H = 200 mg x 4
= 600 mg = 800 mg
SOAP

Assesment

Problem medik Subjektif & Objektif Terapi Analisis DRP


TB Kategori II Subjektif : 1. Pro TB 4 Pasien di diagnose TB Subtherapeutic dosage
Batuk berdahak dan sesekali kategori II, seharusnya Dosis pemakaian Pro TB 4 dan
batuk berdarah, lambung pada pedoman terapi Antasida tab terlalu rendah (under
perih dan mual TB kategori II yaitu dose)
2HR2ES maka terapi
yang ada di resep tidak
sesuai dan ditambahkan
Objektif : pasien di diagnose TB kategori II
suntikan streptomycin
Pasien telah menjalani namun tidak mendapatkan
pengobatan TB Kategori I. pengobatan suntikan / injeksi
Pada akhir pengobatan hasil Ada gejala batuk
streptomycin ( Unreated
pemeriksaan dahak positif TB berdahak tetapi tidak
indication )
kategori II. diberikan obat batuk
berdahak

-Menurut pionas :
Dosis pakai antasida rendah
dosis antasida tab 1-2
(under dose)
tablet di kunyah 4 kali
sehari, maka dosis
pakai masih rendah
Plan

No Nama Obat Bentuk dan Kekuatan Sediaan Jumlah Signa & aturan minum (ac, dc, pc)

1 Pro TB 4 Tablet 60 Tablet 1 kali sehari 4 tablet (diminum sebelum makan, baru bangun
Rifampisin 150 mg tidur pagi hari)
Isoniazid 75 mg
Pyrazinamide 400 mg
Ethambutol 275 mg

2 Piridoksin Tablet 30 Kaplet 1 kali sehari 1 tablet diminum sesudah makan


Vitamin B6 10 mg

3 Antasida tab Tablet 20 Tablet 4 kali sehari 1 tablet dikunyah, diminum sebelum makan
Aluminium Hydroxide 200 mg
Magnesium Hydroxide 200 mg
4 Streptomisin Streptomisin injeksi 1000 mg (1 30 Vial Injeksi intramuscular 15mg/kgBB (12-18mg/kgBB) per hari
gram) (maksimal 1 gram) selama 5 hari dalam seminggu atau 25-
30mg/kgBB 2 kali seminggu

5 Ambroxol Tablet 10 Tablet 1 tablet (30mg) 2-3 kali sehari sesudah makan
Ambroxol 30 mg
Rencana/monitoring/edukasi
-Disarankan penambahan vit B6 karena Isoniazid memiliki efek samping neuropati perifer (PIONAS)
-Efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian obat Pro TB 4 yaitu urin akan menjadi warna merah
-Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat, maka diberikan konseling aturan pakai minum obat
seperti obat antasida tablet diminum sebelum makan dan dikunyah terlebih dahulu jangan langsung ditelan
-Disarankan pasien TB menggunakan masker agar percikan droplet atau cairan yang keluar dari mulut tidak
mengenai orang lain
-Disarankan penambahan suntikan streptomycin untuk pasien TB kategori 2. (PPK hal 20)
-Disarankan pasien TB menghindari penggunaan suplemen karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang
dapat menyebabkan reaksi pertahanan tubuh yang berlebih sehingga memperparah kondisi klinis namun tidak
memperparah kondisi infeksi. (Echinacea purpurea Farmakologi, Fitokimia, dan Metode Analisis.
Patofisiologi

Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan


menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli adalah
tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga dapat
masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan area lain
dari paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh. Sistem imun
dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi tersebut
menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan
bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar bakteri (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017). Interaksi antara M.
tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa,
Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya
membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah infeksi
awal, seseorang dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi
ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle memecah sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Bakteri kemudian menjadi
tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut
(Sigalingging et al., 2019).

Faktor resiko TB

Resiko penyakit tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya


sebagai berikut:

a. Umur menjadi faktor utama resiko terkena penyakit tuberkulosis karena


kasus tertinggi penyakit ini terjadi pada usia muda hingga dewasa.
Indonesia sendiri di perkirakan 75% penderita berasal dari kelompok usia
produktif (15-49 tahun).
b. Jenis kelamin: penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada
wanita, karena sebagian besar laki laki mempunyai kebiasaan merokok.
c. Kebiasaan merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah
untuk terserang penyakit terutama pada laki-laki yang mempunyai
kebiasaan merokok dan meminum alkohol.
d. Pekerjaan, hal ini karena pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kontak
langsung dengan penderita. Risiko penularan tuberkulosis pada suatu
pekerjaan adalah seorang tenaga kesehatan yang secara kontak langsung
dengan pasien walaupun masih ada beberapa pekerjaan yang dapat
menjadi faktor risiko yaitu seorang tenaga pabrik.

Gejala :
Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:
1. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan,
keringat malam dan mudah lelah).

Prinsip pengobatan :
Prinsip-prinsip terapi:
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi
dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
2. -18- 2) Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose
Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan
suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach)
dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed
Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian
terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal,
bulan ke-5 dan akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek
samping harus tercatat dan tersimpan.
Diagnosis :
Standar Diagnosis
1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus waspada
terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan
evaluasi klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka
dengan gejala TB.
2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2
minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
3. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan
dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak
minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert
MTB/RIF*, yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin,
salah satu diantaranya adalah spesimen pagi. Pasien dengan risiko
resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya melakukan
pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi
darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak digunakan
untuk mendiagnosis TB aktif.
4. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ
yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji
Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis
untuk pasien terduga meningitis karena membutuhkan penegakan
diagnosis yang cepat.
5. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji
Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien dengan gejala klinis yang
mendukung TB, sebaiknya segera diberikan pengobatan antituberkulosis
setelah pemeriksaan kultur.

Interaksi Obat :

(Sumber : Medscape)

1. Aluminium hidroksida + Rifampin Aluminium hidroksida akan


menurunkan kadar atau efek rifampisin oleh Lainnya (lihat komentar).
Gunakan Perhatian/Monitor. Pemberian antasida secara bersamaan dapat
mengurangi penyerapan rifampisin; dosis harian rifampisin harus
diberikan setidaknya 1 jam sebelum menelan antasida.
2. Aluminium hidroksida + Isoniazid Aluminium hidroksida menurunkan
kadar isoniazid dengan menghambat penyerapan Gl. Berlaku hanya untuk
bentuk oral dari kedua agen. Perhatian/Monitor. Terpisah 2 jam.
PENGETAHUAN TENTANG OBAT
Mekanisme kerja

1. Rifampisin
 Mekanisme kerja : Menghambat RNA polimerase yang bergantung pada
DNA dengan mengikat subunit beta, yang pada gilirannya memblokir
transkripsi RNA;
 Absorpsi : PO penginduksi enzim yang kuat diserap dengan baik;
makanan dapat menunda atau sedikit mengurangi waktu puncak puncak
plasma: PO, 2-4 jam
 Distribusi : Sangat lipofilik; melintasi penghalang darah-otak dengan
baik, dan difusi relatif dari darah ke CSF cukup memadai, dengan atau
tanpa peradangan (melebihi MICS biasa) Pengikatan protein: 80%
 Metabolisme : Dimetabolisme oleh hati; menjalani resirkulasi
enterohepatik Penghapusan Waktu paruh: 3-4 jam (berkepanjangan pada
gangguan hati); pada penyakit ginjal stadium akhir, 1,8-11 jam.
 Ekskresi: Feses (60-65%) dan urin (~30%) sebagai obat yang tidak
berubah.
 Dosis : 10 mg/kg/hari PO atau 10 mg/kg PO dua kali seminggu (terapi
yang diamati langsung [DOT]); tidak melebihi 600 mg/hari
 Efek samping : Hepatotoksisitas termasuk kelainan sementara pada tes
fungsi hati (misalnya, peningkatan serum bilirubin, alkaline phosphatase,
serum transaminase, gamma-glutamyl transferase) Hepatitis, sindrom
mirip syok dengan keterlibatan hati dan tes fungsi hati yang abnormal,
serta kolestasis.
 Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap rifamycin atau eksipien.
Penggunaan bersamaan dengan atazanavir, darunavir, fosamprenavir,
ritonavir/saquinavir, sazuinavir, atau tipranavir
2. Isoniazid
 Mekanisme aksi : Tidak diketahui: kemungkinan. menghambat
biosintesis dinding sel dengan mengganggu sintesis lipid dan DNA
(bakterisidal)
 Absorpsi : Cepat dan lengkap; laju dapat diperlambat dengan makanan
Waktu Puncak Plasma: 1-2 jam
 Distribusi : Semua jaringan dan cairan tubuh termasuk CSF; melintasi
plasenta; memasuki ASI Ikatan Protein: 10-15%
 Metabolisme : Hati dengan tingkat peluruhan ditentukan secara genetik
oleh fenotipe asetilasi
 Eliminasi : Penghapusan waktu paruh: asetilator cepat: 30-100 mnt;
asetilator lambat: 2-5 jam; dapat diperpanjang dengan gangguan hati atau
ginjal berat Ekskresi: Urin (75-95%); kotoran
 Dosis : Penyakit Tuberkulosis Aktif
5 mg/kg PO/IM qDay, tidak melebihi 300 mg qDay
15 mg/kg PO/IM ke atas; tidak melebihi 900 mg 1-3 kali/minggu
 Efek samping : Kerusakan hati progresif (meningkat seiring
bertambahnya usia; 2,3% pada poin > 50 tahun), Neuropati perifer (insiden
terkait dosis, insiden 10-20% dengan 10 mg/kg/hari).
 Kontraindikasi : Isoniazid dikontraindikasikan pada pasien yang
mengalami reaksi hipersensitivitas parah, termasuk hepatitis akibat obat;
cedera hati terkait isoniazid sebelumnya; reaksi merugikan yang parah
terhadap isoniazid seperti demam obat, menggigil, radang sendi; dan
penyakit hati akut dari setiap etiologi

3. Pyrazinamid
 Mekanisme aksi : tidak dikenal : bakteriostatik atau sidal untuk
mycobacterium
 Absorpsi : diserap dengan baik
 Distribusi: secara luas ke jaringan tubuh dan cairan termasuk hati, paru-
paru, dan CSF. Difusi relatif dari darah ke CSF: cukup dengan tanpa
peradangan (melebihi MIC biasa) atau CSF: rasio tingkat darah: meninges
yang meradang: 100% Pengikatan protein: 50%
 Metabolisme: hati
 Eliminasi : waktu paruh: 9-10 jam, Waktu puncak, serum: dalam 2 jam
 Ekskresi: urin (4% sebagai obat tidak berubah)
 Dosis :Terapi harian
15-30 mg/kg PO qHari; tidak melebihi 2 g/hari
Terapi dua kali seminggu
50 mg/kg PO dua kali seminggu; tidak melebihi 2 g/dosis
Pengobatan Tuberkulosis Untuk Terpapar/Terinfeksi HIV
20-40 mg/kg/dosis PO qDay; tidak melebihi 2 g/hari
 Efek samping : Rasa tidak enak, Mual, Muntah, Anoreksia, Arthralgia,
Mialgia.
 Kontraindikasi : Kerusakan hati yang parah, gout akut, hipersensitivitas

4. Ethambutol
 Mekanisme aksi : Mengganggu produksi metabolit di Mycobacterium
 Absorpsi : Ketersediaan hayati: ~80%, Waktu Plasma Puncak: 2-4 jam
 Distribusi : Secara luas di seluruh tubuh; terkonsentrasi di ginjal, paru-
paru, air liur, dan sel darah merah Difusi relatif dari darah ke CSF: Cukup
dengan atau tanpa peradangan (melebihi MIC biasa) CSF: rasio tingkat
darah: 0% (meninges normal); 25% (meninges yang meradang)
Pengikatan protein: 20-30%
 Metabolisme : Hati (20%) menjadi metabolit tidak aktif Eliminasi
Eliminasi waktu paruh: 2,5-3,6 jam; 7-15 jam (penyakit ginjal stadium
akhir) Ekskresi: ~50% urin; ~20% feses tidak berubah obat
 Dosis : Pengobatan TB awal: 15 mg/kg PO qDay. Pengobatan TB
sebelumnya: 25 mg/kg PO qDay; setelah 60 hari, turunkan menjadi 15
mg/kg PO qDay
 Efek samping : Gout akut atau hiperurisemia, Sakit perut, Anafilaksis,
Anoreksia, Kebingungan, disorientasi, Demam, Sakit kepala, kelainan
LFT, Rasa tidak enak, Mual Neuritis optik; gejala mungkin termasuk
penurunan ketajaman, buta warna atau cacat visual (biasanya reversibel
dengan penghentian, meskipun kebutaan ireversibel telah dilaporkan),
Neuritis perifer, Gatal, Ruam, Muntah.
 Kontraindikasi : Hipersensitivitas, Dikenal neuritis optik (kecuali
penilaian klinis menentukan bahwa itu dapat digunakan) Pasien tidak
dapat menghargai dan melaporkan efek samping visual atau perubahan
penglihatan (misalnya, anak kecil, pasien tidak sadar).

5. Streptomicin
 Mekanisme aksi : Mengganggu sintesis protein bakteri normal dengan
mengikat subunit ribosom 30S
 Absorpsi : IM: diserap dengan baik; tidak diserap dari usus
 Distribusi: ke cairan ekstraseluler termasuk serum, abses, asites,
perikardial, pleura, sinovial, limfatik, & cairan peritoneal; melintasi
plasenta; sejumlah kecil masuk ke ASI Ikatan Protein: 34%.
 Eliminasi : waktu paruh: bayi baru lahir: 4-10 jam; dewasa: 2-4,7 jam,
berkepanjangan dengan gangguan ginjal, Waktu Plasma Puncak: dalam 1
jam.
 Ekskresi : urin (90% sebagai obat tidak berubah); feses, ludah, keringat,
& air mata (<1%)
 Dosis : Terapi harian: 15 mg/kg IM qDay; tidak lebih dari 1 g/hari
Terapi dua kali seminggu: 25-30 mg/kg IM 2 kali/minggu; tidak lebih dari
1,5 g/hari
 Efek samping : Hipotensi, Neurotoksisitas, Mengantuk, Sakit kepala,
Demam obat, Parestesi, Ruam kulit, Mual, Muntah, Eosinofilia, Anemia,
Artralgia, Kelemahan Getaran Ototoksisitas (pendengaran), Ototoksisitas
(vestibular), Nefrotoksisitas, Kesulitan bernapas
 Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap streptomisin, aminoglikosida
lain, atau eksipien
PPK
B. Resep 2

Keluhan : Dr. akrom


An. Farhan usia 8 tahun BB 15 Jln. Ariodillah 77 telp 746544
kg datang ke PKM dengan SIP : 1456/PTSP/2016
keluhan BAB cair 8 kali sehari,
perut nyeri dan kembung, Palembang ……………
tenesmus dan muntah demam.
Temperature 39⁰c. pasien sering R/ Metronidazole 200 mg
kali jajan disekolah dengan m. f. pulv dtd no x
hygiene yang tidak baik, mata s t dd p 1
cekung, dan turgor kulit lambat. R/ Zinc Dispersible no VII
S 1 dd tab 1
Diagnose : Gastroenteritis R/ Parasetamol syr 1
S t dd cth 11

Pro : Farhan
Umur : 8 tahun
BB : 25 kg
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Pertimbangan Klinis

Perhitungan Dosis:

No Nama obat Dosis pakai Dosis lazim Perhitunga n dosis Keterangan


1 Metronidazole DP 1 X 1 X = 200 – 400 1X= 200-400 mg Sesuai
200 MG mg 1H= 200X3= 600 mg
DP 1 hr Tiap 8 jam. 1H= 400X3= 1200 mg
200 mg x 3=600 (Pionas) Rentang dosis 1 H =
mg 600-1200 mg

2 Zinc DP 1 X DAN 1 HR 1X= 20 mg 1X= 20 mg Sesuai


dispersible 20 MG 1H= 20 mg 1H= 20 mgx1= 20 mg
3 Parasetamol DP 1X= 120mg/5 6-12 thn:250-500 Rentang dosis 1X : Under dose
syr ml X 10 ml= 240 mg dosis ini dapat 250-500 mg
mg di ulangi setiap 4- Maksimum 4x1
DP 1hr:240 mgx 6 jam jika 1H= 250 mgx4= 1000
3= 720 mg diperlukan (max mg
4 kali dosis dalam 1H= 500 mgx4=2000
24 jam) mg
(PIONAS) Rentang 1H= 1000-
2000 mg
SOAP

Assesment

Problem Subjektif Terapi Analisis DRP


medik dan objektif

Gastroente Subjektif 1. Metronidazole Metronidazole tidak boleh Metronidazole tidak


ritis BAB cair 8 2. Zinc dispersibel dibuat dalam bentuk bisa digerus,
kali dalam 3. Parasetamol syr serbuk terbagi karena tidak sehingga bisa dibuat
sehari, perut bisa digerus sehingga dalam sediaan serbuk
nyeri, dan sediaan metronidazole terbagi (importer
kembung, tablet diganti dalam bentuk drug selection)
mual dan suspense 125mg/5 ml
muntah,dema
m

Objektif
Tenperatur
39°C

Mual dan - Pasien belum


muntah mendapatkan obat
untuk mengatasi
mual muntah
- Terdapat keluhan
pasien seperti mata
cekung turgor kulit
lambat tetapi tidak
mendapatkan obat
Plan

No Nama obat Bentuk dan KS Jumlah Signa dan aturan Rencana/monitoring


minum
1 metronidazole Suspensi 1 botol S t dd cp 1 pc Disarankan Metronidazole dihabiskan
125mg/5ml ( 3 x sehari 200 pc) obatnya karena obat antibiotic
1 sendok bubur/cp
2 Zinc diespersible Tablet 7 tablet S 1 dd tab 1 pc Monitoring frekuensi BAB berkurang
20 mg ( 1 kali sehari 200 mg atau tidak
pc ) Disarankan Zinc harus dihabiskan
3 Ondansentron Tablet Disarankan penambahan ondansentron
8 mg sebagai obat antiemetic atau meredakan
mual dan muntah
4 Parasetamol syr Sirup 1 botol S t dd cth II pc Monitoring temperatur tubuh pasien
120mg/5ml
5 Oralit Serbuk 20 3 jam pertama 6 gelas Disarankan edukasi pendamping pasien
Tiap kantong 200 sachet (1,2L) selanjtnya tiap mengenai makanan yang dikonsumsi
ml : kali BAB 1 ½ gelas
NaCl 0,52 g (300 ml) 1 sachet oralit
KCl 0,3 g = 1 gelas
Trisodium sitrat Air matang (200 ml)
dihidrat 0,58 g
Glukosa anhidrat
2,7 g
PATOFISIOLOGI PENYAKIT GASTROENTERITIS

Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau


alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang menyebabkan GE akibat
Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia
disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang
higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah
dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi
makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif,
magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung quinidine, obat gout
(kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat), insektisida,
kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol,
mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.

Gejala :
Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare
muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah
termasuk diare kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari
feses, ada tidaknya darah dalam tinja
2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko
untukdiare infeksi.

Prinsip pengobatan
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti larutan air garam. Oralit saat ini yang beredar
di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi
(Kemenkes RI, 2011).
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun: ¼-½ gelas setiap
kali anak mencret (50–100 ml)
Umur 1-4 tahun: ½-1 gelas setiap kali
anak mencret (100–200 ml)
Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak mencret (200–
300 ml)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang Dosis oralit yang diberikan
dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk diinfus.
Tabel 3.6 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Jumlah oralit yang diberikan tiap
Umur Jumlah oralit yang disediakan di rumah
BAB
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

1. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
selama 10 hari.
- Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.

2. Teruskan pemberian ASI dan Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan.

3. Antibiotik Selektif

4. Nasihat kepada orang tua/pengasuh (PPK 2017)

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari)
dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan
konsistensi BAB). Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
2. Diagnosis Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis pseudomembran.
BAB V

KESIMPULAN

SOAP adalah sarana yang digunakan oleh para tenaga medis untuk
merekam informasi mengenai pasien. SOAP merupakan singkatan dari Subjective
(Subjektif), Objective (Objektif), Assesment (Penilaian), dan Plan (Perencanaan).
SOAP bertujuan agar lebih terorganisir, juga sebagai salah satu sarana bagi tenaga
medis untuk mencatat diagnosis terhadap keadaan pasien.

Anda mungkin juga menyukai