Anda di halaman 1dari 13

Deskripsi kasus

Ny. AR usia 40 tahun, BB 57 kg, TB 155 cm datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perut,
mual, sebah, dada terasa sesak, mulut pahit dan sakit kepala yang sudah berlangsung selama 1 minggu
yang lalu. Ny AR sudah berusaha mengobati segala keluhannya sendiri dengan membeli obat di apotek.
Obat yang dibeli adalah Mylanta tablet setiap 8 jam tetapi nyeri perut masih ada dan tidak kunjung
membaik. Ny. AR merupakan seorang pegawai bank yang sangat sibuk sehingga sering melewatkan jam
makan (sarapan / makan siang). Ny AR juga kerap mengkonsumsi penghilang nyeri kepala yaitu Dentacid
500 mg tablet yang diminum setiap 8 jam jika Ny.AR merasa nyeri kepala saja. Ny AR memiliki Riwayat
dyspepsia dan didiagnosa hipertensi sejak 1 tahun yang lalu/ Ayah dari Ny AR juga diketahui memiliki
penyakit hipertensi.
Pada saat Ny AR datang ke Rumah Sakit, dokter memberikan obat Acran tablet 150 mg setiap 8 jam,
HCT 12,5 mg setiap 24 jam di pagi hari. Satu minggu setelah Ny AR mengkonsumsi obat tersebut, pasien
dating lagi ke rumah sakit karena keluhan sebelumnya tidak kunjung membaik. Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan endoskopi dan UBT (Urea Breath Test) dan didapatkan adanya bakteri H.pylori.
Diagnosa dokter terkait dyspepsia yang dialami pasien adalah PUD dengan infeksi H.pylori.
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium (setelah 1 minggu mengkonsusmsi obat Acran dan HCT)

Tujuan : 1. PUD dengan infeksi H.Pylori : Menghilangkan keluhan/gejala,


Terapi menyembuhkan tukak lambung, mencegah kekambuhan dan mencegah
komplikasi
2. Hipertensi : Menormalkan tekanan darah sampai mencapai target terapi TD <
140/90 mmHg
Subjektif : A. Gejala/keluhan
1. Nyeri pada perut
2. Mual
3. Sebah
4. Dada terasa sesak
5. Mulut pahit
6. Sakit kepala yang sudah berlangsung selama 1 minggu yang lalu
B. Riwayat penyakit terdahulu
1. Riwayat Dyspepsia
2. Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu
C. Riwayat pengobatan
1. Acran tablet 150 mg setiap 8 jam (Ranitidine)
2. HCT 12,5 mg setiap 24 jam dipagi hari (Hydrochlorothiazide)
3. Mylanta tablet setiap 8 jam (Magnesium hidroksida, Alumunium
hidroksida dan Simeticon)
4. Dentacid 500 mg tablet setiap 8 jam (Asam mefenamat)
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Ayah dari Ny AR diketahui memiliki penyakit hipertensi
E. Riwayat alergi
1. Tidak diketahui
F. Riwayat social
1. Seorang pegawai bank yang sangat sibuk sehingga sering melewatkan
jam makan (sarapan / makan siang)
Objektif : a. Pemeriksaan fisik

Parameter Data Pasien Nilai Rujukan Interpretasi


TD 160/90 mmHg <140/90 mmHg Tidak Normal
(JNC 8) (Tinggi)
RR 22x/menit 12-25x/menit Normal
HR 70x/menit 60-100x/menit Normal
T 36,5 C 36,5-37,5 C Normal
BMI 23,72 18,5-24,9 Normal

Sumber : Kemenkes RI, 2011


: b. Pemeriksaan Penunjang

Parameter Data Pasien Nilai Rujukan Interpretasi


HDL 40mg/dL 30-70 mg/dL Normal
Kolestrol total 160mg/dL <200 mg/dL Normal
Trigliserida 40mg/dL 40-160 mg/dL Normal
UBT +++ H.Pylori --- H.Pylori Tidak Normal
Creatinin 0,8 mg/dL 0,5-1,1 mg/dL Normal
LDL 125mg/dL 100-129 mg/dL Normal

Sumber : Kemenkes RI, 2011


Assesment : A. PUD dengan infeksi H.Pylori
1. Pasien mendapatkan obat yang tidak efektif :
Pasien mengalami dyspepsia dan sudah menerima obat Acran (Ranitidine)
tetapi tidak membaik, dan adanya infeksi H.pylori maka adanya obat yang
lebih efektif yaitu diberikan regimen terapi eradikasi. Terdapat beberapa
regimen terapi eradikasi H.pylori yaitu terapi tripel (PPI dan 2 antibiotik),
terapi quadrapel (PPI, 2 antibiotik dan bismuth subsalisilat), dan terapi
sekuensial (PPI dan 3 antibiotik), dengan durasi 7-14 hari. Untuk pasien
diberikan kombinasi PPI (lansoprazole 30mg), amoxicillin 500 mg dan
clarithromycin 500 mg masing-masing diberikan dua kali sehari selama 7-
14 hari, ini memiliki efektifitas eradikasi H.pylori sebanyak 80-90%.
Alasan dipilihnya regimen terapi eradikasi H.pylori menggunakan PPI
dan 2 antibiotik :
Pada penanganan dispepsia akibat infeksi Helicobacter pylori harus
dilakukan eradication therapy dengan mengombinasikan PPI dengan dua
antibiotik. Sebagian besar regimen dosis obat ini berhasil menurunkan 50-
80% ulcer dengan efektivitas 70-90% yang tergantung pada tingkat
resistensi pasien.
Sumber : Fitriyani et.al, 2014

Alasan infeksi H.pylori harus diberikan regimen eradikasi :


Terapi antibiotik menunjukkan perbaikan klinis yang berbeda signifikan
dibandingkan dengan kelompok pasien yang tidak mendapatkan terapi
antibiotik. Hal ini sesuai dengan yang terdapat pada penelitian yang
dilakukan oleh Manes dkk. (2003) yaitu terdapat perbedaan yang signifikan
antara kelompok yang mendapatkan terapi antibiotik beserta obat golongan
proton pump inhibitor (PPI) dibandingkan dengan kelompok yang hanya
mendapatkan obat golongan PPI terkait dengan perbaikan gejala dispepsia.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Xu dkk. (2013) yang
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok yang
mendapatkan eradikasi dengan kelompok yang tidak mendapatkan
eradikasi. Hal ini disebakan bahwa antibiotik langsung bekerja pada agen
penyebab atau dapat menghambat atau mnghilangkan bakteri Helicobacter
pylori yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan gejala dispepsia,
sehingga keluhan gejala yang dirasakan berangsur-angsur akan berkurang.
Sumber : Atharini et.al, 2016

B. Hipertensi
1. Pasien mendapatkan dosis obat yang terlalu rendah (underdose) yaitu
obat HCT (Hydrochlorothiazide) dengan dosis 12,5 mg setiap 24 jam di
pagi hari.
dosis awal : 12,5 mg 1x sehari 1 tablet
dosis lazim : 12,5 - 50 mg/hari (Medscape, 2023)
Pada penggunaan dosis 12,5 mg/ hari tidak efektif karena tekanan darah
pasien masih tinggi jadi solusinya menurut JNC 8 langkah pertamanya
memaksimalkan obat pertama sebelum mengkombinasinya. Maka pasien
diberikan HCT 25 mg 2x sehari
Sumber : Kandarini, 2014

Plan : A. Rekomendasi Terapi

Farmakologi

1. Terapi farmakologi PUD dengan infeksi H.Pylori :


 Diberikan regimen eradikasi kombinasi PPI (Lansoprazol 30mg),
amoxicillin 500 mg dan clarithromycin 500 mg masing-masing
diberikan dua kali sehari selama 7-14 hari.
Alasan digunakannya PPI (Lansoprazol) :
Lansoprazol menjadi pilihan utama dibandingkan agen PPI
lainnya, hal ini dikarenakan dengan dosis rendah lansoprazol
memiliki aksi yang lebih cepat dibandingkan dengan dosis
rendah agen PPI lainnya seperti omeprazol, pantoprazol dan
rebeprazol, namun apabila dibandingkan dengan esomeprazol,
lansoprazol memiliki bioavaibilitas yang tidak jauh berbeda
(esomeprazol 89%, lansoprazol 80- 90%, pantoprazol 77%,
omeprazol 40-50%). Lansoprazol merupakan obat golongan PPI
yang memiliki bioavaibilitas tinggi, waktu konsentrasi puncak
plasma yang cepat, harga ekonomis, dan memiliki efek samping
minimal, hal ini yang mungkin menjadikan lansoprazol banyak
digunakan.
Sumber : Atharini et.al, 2016

 Acran tablet 150 mg setiap 8 jam (Ranitidine) dihentikan karena


pasien mengalami dyspepsia dan sudah menerima obat Acran
(Ranitidine) tetapi tidak membaik, Dispepsia terjadi karena
penurunan pada sekresi faktor sitoprotektif, proliferasi dan
regenerasi sel, motilitas lambung dan repaired system pada
lambung. Penurunan tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi
Helicobacter pylori yang kemudian menyebabkan dispepsia
dengan mengeluarkan enzim dan toksin berbahaya bagi
lambungdan adanya infeksi H.pylori.
Maka adanya obat yang lebih efektif yaitu diberikan regimen
terapi eradikasi kombinasi PPI (Lansoprazol 30mg), amoxicillin
500 mg dan clarithromycin 500 mg masing-masing diberikan
dua kali sehari selama 7-14 hari.
Sumber : Fitriyani et.al, 2014

2. Terapi farmakologi Hipertensi :


 HCT (Hydrochlorothiazide) dengan dosis 12,5 mg setiap 24 jam
di pagi hari dilanjutkan dengan menaikkan dosis HCT menjadi :
dosis awal : 12,5 mg 1x sehari 1 tablet
dosis lazim : 12,5 - 50 mg/hari (Medscape, 2023)
Pada penggunaan dosis 12,5 mg/ hari tidak efektif karena
tekanan darah pasien masih tinggi jadi solusinya menurut JNC
8 langkah pertamanya memaksimalkan obat pertama sebelum
mengkombinasinya. Maka pasien diberikan HCT 25 mg 2x
sehari.

Non Farmakologi

1. Terapi non farmakologi PUD dengan infeksi H.Pylori :


 Pasien dengan PUD harus menghilangkan atau mengurangi
stres psikologis, merokok, dan penggunaan NSAID (termasuk
aspirin). Jika memungkinkan, agen alternatif seperti
acetaminophen atau salisilat nonasetilasi (misalnya, salsalat)
harus digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.
 Meskipun tidak diperlukan diet khusus, pasien harus
menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan
dispepsia atau memperburuk gejala maag (misalnya makanan
pedas, kafein, dan alkohol)
Sumber : Dipiro Ed 10, 2017

2. Terapi non farmakologi Hipertensi :


 Modifikasi gaya hidup, penerapan diet pendekatan untuk
menghentikan hipertensi, diet pembatasan natrium idealnya
menjadi 1,5 g/hari (3,8 g/hari natrium klorida), aktivitas fisik
aerobic secara teratur
Sumber : Dipiro Ed 10, 2017
Monitoring : a. Efektifitas
1. Efektifitas regimen terapi eradikasi yaitu kombinasi PPI (lansoprazol
30mg), amoxicillin 500mg dan clarithromycin 500mg) masing-masing
diberikan dua kali sehari selama 7-14 hari : Pasien mengalami perbaikan
gejala klinis dan tercapainya target UBT H.pylori negatif.
2. Efektifitas HCT : tercapainya target terapi tekanan darah <140/90 mmHg.
b. ESO
1. Amoxicillin : anafilaksis, anemia, diare, sakit kepala
2. Clarithromycin : efek Gastrointestinal (13%), diare (3-6%), mual (3-6%)
3. Lansoprazole : sakit kepala (3-7%), diare (1-5%), sembelit (1-5%), mual
(1-3%)
4. HCT (Hydrochlorothiazide) : anafilaksis, anoreksia
Sumber : Medscape, 2023
c. Interaksi Obat
1. Clarithromycin + lanzoprazole (Moderate) : Pemberian bersamaan dengan
klaritromisin dapat meningkatkan konsentrasi plasma lansoprazole
Manajemen : Meskipun lansoprazole umumnya dapat ditoleransi dengan
baik, kehati-hatian dapat disarankan selama pemberian bersama dengan
klaritromisin, terutama jika dosis yang lebih tinggi dari satu atau kedua
obat digunakan. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan pada pasien yang
mengalami efek samping lansoprazole yang berlebihan.

2. Hydrochlorothiazid + lansoprazole (Moderate) : Penggunaan kronis inhibitor


pompa proton (PPI) dapat menyebabkan hipomagnesemia, dan risiko dapat
meningkat selama penggunaan bersamaan dengan diuretik atau agen lain
yang dapat menyebabkan kehilangan magnesium.
Manajemen : Pemantauan kadar magnesium serum dianjurkan sebelum
memulai terapi dan secara berkala setelahnya jika pengobatan jangka
panjang dengan inhibitor pompa proton diantisipasi atau bila dikombinasikan
dengan agen lain yang dapat menyebabkan hipomagnesemia seperti diuretik,
aminoglikosida.

3. Amoxicillin + clarithromycin (Minor) : Meskipun beberapa data in vitro


menunjukkan sinergi antara antibiotik makrolida dan penisilin, data in vitro
lainnya menunjukkan antagonisme. Ketika obat ini diberikan bersamaan,
tidak ada yang memiliki kemanjuran terapeutik yang dapat diprediksi. Data
tersedia untuk eritromisin, meskipun secara teoritis interaksi ini dapat
terjadi dengan makrolida apapun. Kecuali untuk memantau keefektifan
terapi antibiotik, tidak ada tindakan pencegahan khusus yang diperlukan.
Sumber : Drugs.com, 2023
Lampiran
Dosis lazim HCT (Medscape, 2023)

Alasan Obat Acran dihentikan (Fitriyani et.al, 2014)


Efek samping obat (Medscape, 2023)

Alasan memaksimalkan obat pertama dengan menaikkan dosis HCT (JNC 8 Hipertensi)
Interaksi Obat dan Manajemennya (Drugs.com, 2023)
Terapi Non farmakologi PUD (Dipiro Ed 10, 2017)

Terapi Non farmakologi Hipertensi (Dipiro Ed 10, 2017)

Alasan dipakainya PPI Lansoprazole (Atharini et.al, 2016)


Alasan dipilihnya regimen terapi eradikasi H.pylori menggunakan PPI dan 2 antibiotik
(Fitriyani et.al, 2014)
Alasan infeksi H.pylori harus diberikan regimen eradikasi (Atharini et.al, 2016)

Anda mungkin juga menyukai