Anda di halaman 1dari 8

KASUS DISPEPSIA

A. Kasus
Pasien bernama Ny. S berumur 86 tahun (BB 55 kg/ TB 158 cm) datang ke apotek
dengan keluhan utama nyeri lambung, perih, mual, dan kembung. Ny. S memiliki riwayat
hipertensi, jantung, dan maag, yang diketahui dari riwayat pengobatan sebelumnya yakni
konsumsi obat-obatan berupa nifedipin, digoxin, promag. Ny. S tidak memiliki riwayat
penggunaan obat NSAID. Jenuh, banyak pikiran, dan bosan sering dialami oleh Ny. S. Bila
mengonsumsi makanan pedas, maka lambung terasa perih. Penyakit apa yang dialami oleh
Ny. S ? bagaimana terapi pengobatan yang tepat untuk kasus Ny. S ?

B. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan


1. Subjektive
Nama : Ny. S
Umur : 86 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Keluhan : Nyeri lambung, perih, mual, kembung
Riwayat Penyakit : Hipertensi, jantung, maag
Riwayat Obat : Nifedipin, digoxin, promag, ranitidin
Riwayat Alergi :-
Diagnosa : Dispepsia
2. Assesment
Diagnosa pasien : Dispepsia
Problem medik pasien : hipertensi, jantung

Tanggal Subyekti Paparan Problem Rekomendasi


Obyektif Assesment
f
3. Plan
a. Tujuan terapi
b. Terapi non farmakologis
c. Terapi farmakologis
d. KIE
e. Monitoring
Daftar Pustaka

Abdullah, M., dan Gunawan, J., 2012. Dispepsia. CDK-197 Vol. 39 (9): 647-651

Aziz N. (2002). Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari
Pediatri, Vol. 3, No. 4.
Dehghani S.M., Mohammad H.I., Roya O., dan Mahmood H., 2011, The Comparative
Study of Effectiveness of Cimetidine, Ranitidine, Famotidine, and
Omeprazole in Treatment of Children with Dyspepsia, ISRN Pediatrics: 1-5
Dipiro J.T., Talbert T.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., dan Posey L.M., 2008,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, US: McGraw-Hill Medical.
MIMS, 2015, MIMS Indonesia, BIP:Jakarta.

Richards, D.A., 1983, Comparative pharmacodynamics and pharmacokinetics of cimetidine and


ranitidine.J Clin Gastroenterol : 81-90.

Roger, W. dan Cate W., 2012, Clinical Pharmacy and Therapeutics, UK: Churchill
Livingstone Elsevier.
Susanti,A., et al. 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Jurnal
Kedokteran Indonesia Vol . 2 No 1.
Trifiro G., Salvatore C., Marianna A., Salvatore M., Michele T., Achille P.C., dan
Vincenzo A., 2006, Interaction risk with proton pump inhibitor in general practice:
significant disagreement between different drug-related information sources, Brit J of Clic
Pharmacol : 582 – 590.
Zala A.V., Walker M.M., and Talley N.J., 2015, Review Emerging drugs for functional
dyspepsia, John Hunter Hospital Department of Gastroenterology, Australia
Lampiran

A. Diskusi
1. Bagaimana cara penggunaan obat yang benar dari 3 obat tersebut dalam yang
digunakan?
2. Nifedipin meningkatkan asam lambung dan terdapat Ca channel blocer, jadi apa
mungkin maag / penyakit lambung yang diderita pasien tersebut karena mengkonsumsi
nifedipin itu sendiri?
3. Kenapa digunakan obat H2RA, tidak menggunakan antasida terlebih dahulu?

Penyelesaian

1. Ranitidine 150 mg digunakan terlebuh dahulu sebelum makan 2 kali (12 jam) sehari
pagi dan malam. Kemudian sesudah makan meminum obat Digoxin tiap 6-8 jam sehari
10-20mcg/kgBB dan Nifedipin diminum sesudah makan 3 kali (8 jam) sehari 10mg
(MIMS,2011)
2. Dispepsia fungsional dapat disebabkan oleh penyebab organic seperti ulkus peptikum,
penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau keganasan, penyait hepatobilier,
pankreatitis kronis dan sejumlah kondisi sistemik lainnya. Despepsia fungsional juga
mempunyai satu atau lebih gejala termasuk kekenyangan awal, nyeri epigastrium dan
lain sebagainya. Jadi penyebab dyspepsia yang di alami oleh pasien dapat disbabkan
oleh beberapa factor kemungkinan dari mengkonsumsi obat-obatan seperti digoxin dan
pola makan yang kurang baik (Zala,2015)
3. Sebelumnya pasien sudah pernah diberikan obat antasida, tetapi setelah pemberian obat
antasida kepada pasien tetapi tidak berefek atau tidak menimbulkan gejala yang baik
bagi pasien, maka dari itu kami lebih memilih golongan obat H 2RA yaitu ranitidine agar
berefek bagi pasien, selain itu juga karena melanjutkan penggunaan obat ranitidine yang
sebelumnya sudah pernah dikonsumsi untuk pasien.
Pada awalnya patogenesis Ulkus Peptikum (UP) dikaitkan dengan faktor stres dan
makanan, sehingga pengobatan diutamakan pada istirahat di rumah sakit dan pemberian
makanan lunak. Namun tidak ada bukti yang mendukung bahwa istirahat dan
mengkonsumsi makanan lunak berpengaruh pada lamanya penyembuhan ulkus.
Kemudian konsep UP didasarkan pada sekresi asam lambung yang berlebihan, dengan
pengobatan utama menggunakan antasid. Antasid dapat mengurangi nyeri, namun
hanya bersifat sementara. Netralisasi asam lambung oleh antasida tergantung pada
komposisi dan dosis, ada tidaknya makanan, dan adanya mukoprotein atau subtansi lain
dalam lambung. Netralisasi keasaman lambung dengan pemberian bahan alkali sangat
sulit dicapai tanpa menyampingkan timbulnya efek samping. Pemberian antasid tunggal
untuk mengobati UP pada anak tidak efektif dan penggunaan jangka panjang untuk
pencegahan UP tidak dianjurkan. Dosis terapeutik antasid yang dibutuhkan pada UP
relatif besar dan harus diberikan 1 dan 3 jam setelah makan dan saat tidur, sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.
Dasar pengobatan UP berkembang dengan ditemukannya penghambat sekresi asam
lambung, seperti antagonis muskarinik (antikolinergik), ARH-2, dan penghambat
pompa proton.7 Reseptor H-2, sebuah subtipe reseptor histamin, ditemukan oleh Sir
James Black pada tahun 1971, sebagai mediator penting dalam asam lambung. Reseptor
histamin berada pada lapisan basolateral dan sel parietal. Adanya histamin pada reseptor
H-2 akan mengaktifasi adenilsiklase dan terjadi peningkatan konsentrasi cyclic-
adenosin monophosphate (c-AMP) intraselular. Peningkatan konsentrasi c-AMP
mengaktifasi pompa proton (hidroksida kalium ATP-ase) pada sel parietal untuk
mensekresi ion hidrogen (H+) menggantikan posisi ion kalium (K+).
ARH-2 secara selektif dan kompetitif menghambat pengikatan histamin pada reseptor
H-2, selanjutnya menurunkan konsentrasi c-AMP dan menurunkan sekresi ion hidrogen
pada sel parietal. Secara struktural ARH-2 tidak menyerupai antagonis reseptor H-1,
sehingga relatif tidak mempengaruhi efek penghambatan pada reseptor H-1 ataupun
reseptor autonomik.
Ada 4 jenis ARH-2 yang dikenal, yaitu: simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin.
Simetidin merupakan senyawa antagonis reseptor pertama yang ditemukan, yang
mengandung cincin imidazol dari histamin. Pada penemuan selanjutnya cincin imidazol
digantikan dengan senyawa furan (ranitidin) dan senyawa tiazol (famotidin dan
nizatidin).
Sekresi asam lambung basal normal rata-rata 2-4 mEq/ jam dengan dosis standar ARH-
2 dapat menurunkan sekresi asam lambung hingga 60-70%. Pada dosis yang sesuai
semua jenis ARH-2 mempunyai efikasi yang hampir sama, tetapi secara
farmakodinamik simetidin dan ranitidin memiliki sifat lebih baik dan merupakan pilihan
pertama pada pengobatan UP (Aziz, 2002).

B. DFP
DOKUMEN FARMASI PASIEN (DFP)

Nama Pasien : Ny. S

Usia : 86 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

BB/ TB : 55kg / 158cm

Keluhan utama (Subjective) : Nyeri lambung, perih, mual, kembung

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi, penyakit jantung, penyakit maag

Riwayat pengobatan : Nifedipin, digoxin, leqore, obat herbal, promag, ranitidin

Diagnosis : Dispepsia

ASSESMENT AND PLAN

No Problem Paparan Problem Rekomendasi


1. Dispepsia Dari gejala yang dilihat dari objek Kami memilih obat
subyektif , dapat disimpulkan penyakit antara golongan H2RA
ini adalah penyakit dispepsia karena dan PPI, tetapi kami
keluhan tidak memilih obat
dari penyakit dispepsia yang sering golongan PPI karena
terjadi adalah mual, muntah, kembung, berinteraksi dengan
rasa penuh obat digoxin sehingga
atau terbakar di perut bagian atas tidak bisa digunakan,
(Susanti et al, 2011) dan kami memilih
obat golongan H2RA
yakni ranitidin yang
cocok untuk penyakit
ini.

TERAPI

No Nama Obat Regimen Dosis Tanggal penggunaan


1. Ranitidine 300mg/ hari 17/09 18/09 19/09
300mg 300mg 300mg
MONITORING

No Parameter Nilai Normal Jadwal 17/09 18/09 19/09


Pemantauan
1. Nyeri lambung Tidak sakit
2. Mual, muntah, Tidak sakit
kembung

INFORMASI

 Obat yang direkomendasikan kepada pasien adalah ranitidine yang harus diminum 2 kali
sehari 1 tablet 150mg atau setiap 12jam. Obat ini dapat menghilangkan nyeri lambung,
mual, muntah dan kembung. Obat ini memiliki efek samping pada GI, CNS, dan rash
(ruam).

Anda mungkin juga menyukai