Anda di halaman 1dari 38

TUGAS

III
Yustina Simbolon (1965050081)
01
DOSIS DAN
JENIS OBAT
DOSIS
Pemberian yang melebihi dosis terapeutik bisa
terjadi keracunan (dosis toxica).
Dosis obat adalah takaran jumlah obat
yang dapat menghasilkan efek terapi Faktor obat :
pada fungsi tubuh yang terkena
1. Sifat Fisika : daya larut obat dalam air/lemak,
gangguan.
Dosis obat haruslah tepat dan, kristal/ amorf, dan lain lain.
perhitungannya harus didasari dengan 2. Sifat kimiawi : asam, basa, garam, ester,pH.
pertimbangan Usia, BB, Luas
3. Toksisitas obat
permukaan tubuh, dan lain-lain.
JENIS
DOSIS TERAPI
DOSIS
Dosis (takaran) obat yang diberikan
OBAT untuk terapi jika pasien sudah terkena
penyakit.

DOSIS AWAL DOSIS LAZIM


Loading dose / Initial dose, adalah dosis Dosis (takaran) obat yang secara umum
(takaran) obat yang dibutuhkan untuk digunakan untuk terapi.
memulai terapi, sehingga dapat mencapai
konsentrasi obat dalam darah dan
mempunyai efek terapi.
JENIS
DOSIS TOXIC
DOSIS
Dosis (takaran) obat yang melebihi
OBAT dosis terapi dan menyebabkan
keracunan.

DOSIS
MAKSIMAL DOSIS LETHAL
Dosis (takaran) obat yang dapat Dosis (takaran) obat yang melebihi dosis
digunakan untuk pengobatan penyakit, terapi dan mengakibatkan efek yang
yang bila dosis maksimal dilampaui akan tidak diinginkan yang pada akhirnya
menimbulkan efek yang tidak dapat menyebabkan kematian
diinginkan.
02
KADAR
OBAT
KADAR OBAT
Kadar obat adalah Jumlah obat yang berada di
dalam tubuh.
1. Obat dapat memberikan efek terapi jika kadar
obat di dalam tubuh memenuhi kisaran terapi
yang diperlukan.
2. Kadar obat memiliki hubungan dengan efek
farmakologis.
03
KONSENTRAS
I
OBAT
KADAR OBAT
Konsentrasi menyatakan kuantitas zat / obat dalam suatu campuran dengan satuan
tertentu

Satuan yang digunakan diantaranya :


1. Persen bobot dalam bobot (b/b) = Jumlah g zat terlarut dalam 100 g larutan
2. Persen bobot dalam volume (b/v) = Jumlah g zat terlarut dalam 100 ml larutan
3. Persen volume dalam volume (v/v) = Jumlah ml zat terlarut dalam 100 ml larutan
KONSENTRASI
OBAT

Ambroxol Syrup 15mg/5ml = 15 mg


Paracetamol Syrup 120mg/5ml = 120 mg
Ambroxol setiap 5 ml Syrup
Paracetamol setiap 5 ml Syrup
04
KEMASAN
OBAT
KEMASAN OBAT
Strip packaging (Kemasan Strip): Semua solid form dibidang
farmasi termasuk pill, tablet, capsul. dikemas dengan kemasan
strip Tetapi yang paling umum menggunakan cara ini adalah
tablet dan capsul.
Blister pack (Kemasan Blister): Kemasan blister dibentuk
dengan melunakkan suatu lembaran resin termoplastik dengan
pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastic yang
lembek itu kedalam suatu cetakan.
Kaca: Kaca merupakan bahan untuk kemasan botol yang steril
05
ZAT
BERKHASIAT
OBAT
AMOXICILLI
N
● Zat aktif : Amoksisilin
● Dosis Dewasa & anak > 20kg : 250-500mg
tiap 8 jam Anak 8 kg : 125-250mg tiap 8 jam
● Interaksi :
○ Warfarin (perpanjangan protombin time) ○
Allopurinol
● Khasiat : antibiotik
Bentuk sediaan : sirup kering
Golongan : obat keras Konsentrasi
obat : 125mg amoksisilin / 5 mL
Kemasan : sirup kering 60mL

MIMS Indonesia Refrensi Obat. 18th ED. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer; 2018.
AMOXICILLI
N

Bentuk sediaan : Larutan Bentuk sediaan : Kapsul


Golongan : Obat keras Golongan : Obat keras
Konsentrasi obat : Amoxicillin 100 mg/mL Komposisi : 500 mg
Kemasan: Box dengan botol kaca, 1 Botol Kemasan: Strip @ 10 Kapsul
Tetes @ 15 mL

MIMS Indonesia Refrensi Obat. 18th ED. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer; 2018.
PARACETAMOL

Zat Aktif : Asetominofen


Khasiat : Antipiretik dan Analgetik
ringan sedang
Efek Samping : Erithema, Flushing,
Pruritus
Bentuk sediaan : Sirup
Komposisi : 120 mg PCT/5ml
Golongan : Obat Bebas
Kemasan : 60ml

MIMS Indonesia Refrensi Obat. 18th ED. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer; 2018.
PARACETAMOL

Bentuk sediaan : Tablet Kompresi


Komposisi : 500 mg PCT
Golongan : Obat Bebas
Kemasan : 1 strip 10 tablet

MIMS Indonesia Refrensi Obat. 18th ED. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer; 2018.
06
PERHITUNGAN DOSIS
BERDASARKAN BSO
Perhitungan Pemberian Obat:

RH IT UNGA
PE
S
N DOSI K
SA R
BERDA X = jumlah obat yang harus diberikan
AN BSO
D = dosis yang harus diberikan atau diminta
T = sediaan yang ada
PERHITUNGAN DOSIS Contoh 2
PEMBERIAN BSO
PADAT Dosis Paracetamol untuk pasien B 1000 mg.
Contoh 1: Sediaan tablet Paracetamol yang tersedia adalah
500 mg. Berapa banyak sediaan tablet
Paracetamol yang harus diberikan?
Dosis amoksisilin untuk pasien A adalah 1000
mg. Sediaan yang ada kapsul amoksisilin 500 Jawab:
mg. Berapa banyak sediaan kapsul amoksisilin
yang harus diberikan? D =1000 mg ; T = 500 mg → jumlah obat yang
harus diberikan (X) adalah 1000 mg/500 mg = 2
Jawab: tablet

D = 1000 mg; T = 500 mg → jumlah obat yang


harus diberikan (X) adalah 1000 mg/500 mg = 2
kapsul

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


PERHITUNGAN DOSIS
PEMBERIAN BSO CAIR

Contoh 3
Pasien A membutuhkan Dosis Paracetamol 500
mg, dengan sediaan yang tersedia syrup 125 mg/
5ml. Berapa ml syrup yang barus diberikan ?

Jawab:

D = 500 mg ; T = 125 mg/5 ml → X = (500


mg/125 mg) x 5 ml = 20 ml ;20 ml/5 ml = 4
sendok teh (5 ml = 1 sendok teh)

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


07
PERHITUNGAN DOSIS
BERDASARKAN USIA
PERHITUNGAN DOSIS RUMUS YOUNG
BERDASARKAN UMUR
 Kurang akurat karena tidak
mempertimbangkan sangat beragamnya Ket :
bobot dan ukuran anak2 dalam satu n = usia ( tahun )
kelompok usia
 Obat bebas untuk Pediatrik: dosis Contoh:
dikelompokkan atasusia seperti: 2-6 tahun,
6-12 tahun dan diatas 12 tahun.Kecil dari 2 Berapa dosis Paracetamol untuk An. C , yang
tahun, dinyatakan dengan: ataspertimbangan berusia 7 tahun, jika dosis max Paracetamol orang
dokter dewasa 1000 mg.
 Persamaan yang digunakan: Jawab
 Rumus Young (anak di bawah 8 tahun) Dosis = [ 5 : ( 5 + 12 ) ] x 1000 mg = ( 5 : 17 ) x
 Rumus Dilling (anak di atas 8 tahun) 1000 mg = 294mg
 Rumus Fried (khusus untuk bayi)

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


RUMUS DILLING RUMUS FRIED

Ket : Ket :
n = usia ( tahun ) n = usia ( tahun )

Contoh: Contoh:
Berapa dosis Paracetamol untuk An. L, yang Berapa dosis Paracetamol untuk By. I, yang
berusia 9 tahun, jika dosis max Paracetamol berusia 9 bulan, jika dosis max Paracetamol orang
orang dewasa 1000 mg. dewasa 500 mg.

Jawab Jawab

Dosis = [ 9 : 20 ] x 1000 mg = 450 mg Dosis = 9 x 500 / 150 mg = 30 mg

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


DOSIS GERIATRI
> 65 TAHUN
Beberapa yang perlu diperitmbangkan ketika menghitung dosis obat untuk geriatri antara
lain:

1. Tingkatkan sensifitas tubuh dan organ pada lansia lebih meningkat daripada pasien
usia dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan menurunnya kualitas dan fungsi sirkulasi
darah pada pasien dengan usia lanjut.
2. Menurunnya jumlah albumin dalam darah
3. Menurunnya fungsi hati dan ginjal sehingga sisa obat yang bersifat toksin tidak dapat
disaring dengan baik oleh ginjal dan hepar
4. Kecepatan eliminasi obat menurun, sehingga memungkinkan residu obat terendap di
tubuH
5. Penggunaan banyak obat dapat menyebabkan interaksi obat
6. Pada umumnya geriatri memiliki penyakit multipel
DOSIS GERIATRI
> 65 TAHUN

Dosis untuk orang dengan usia lanjut (geriatri) akan lebih kecil jika dibandingkan orang
dengan usia dewasa biasa.

1. Orang dengan usia dengan usia 65-74 tahun akan mendapatkan dosis 90% dosis
biasa.
2. Orang dengan usia 75-84 tahun akan mendapatkan dosis 80% dosis biasa.
3. Orang dengan usia 85 tahun keatas akan akan mendapatkan dosis obat 70% dari
dosis biasanya.
08
PERHITUNGAN DOSIS
BERDASARKAN BERAT
BADAN
PERHITUNGAN DOSIS Contoh:
BERDASARKAN BERAT
BADAN Hitung berapa dosis 1x pakai dan dosis sehari
cefadroksil, untuk bayi yang berusia 10 bulan
Metode berat badan dalam penghitungan dengan berat badan 10 kg, jika diketahui dosis
memberikan hasil yang individual dalam dosis cefadroksil dalam sehari = 25 mg/kg dalam dosis
obat. bagi. Berapa dosis cefadroksil untuk sekali
pakai, bila jumlah pemakaian cefadroksil dalam
sehari 2 x pakai.

Jawab:
Dosis obat=
BB pasien x dosis obat/kgBB pasien Dosis /hari = dosis obat x berat badan Dosis
sehari Cefadroksil = 25 mg x 10 kg = 250 mg.
Dosis cefadroksil sekali pakai = 250 mg : 2 =
125 mg.

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


09
PERHITUNGAN DOSIS
BERDASARKAN LUAS PERMUKAAN
TUBUH
PERHITUNGAN DOSIS Contoh:
BERDASARKAN LUAS
PERMUKAAN TUBUH An. G, berusia 6 tahun, dengan TB : 130 cm,
dengan bobot 35 kg, mendapat injeksi
odansetron, Berapa mg odansetron yang dapat
Metode Luas permukaan tubuh (LPT)
diberikan kepada anak tersebut, Jika diketahui
dianggap sebagai yang paling tepat dalam
dosis odansetron orang dewasa dengan luas
menghitung dosis obat untuk bayi, anak-
permukaan tubuh orang dewasa rata- rata = 1,73
anak, orang lanjut usia, dan mereka yang
m2 sebesar adalah 8 mg untuk setiap kali
berat badannya rendah.
penyuntikan.
Untuk menghitung dosis obat dengan
Jawab : Luas permukaan tubuh anak (m2) =
metode luas permukaan tubuh, kalikan
√(130 x 35)/3600 = 1,124 m2 Dosis odansetron
dosis obat yang diminta dengan angka
untuk anak dengan luas permukaan tubuhnya =
meter persegi.
1,124 m2 (1,124 m2 : 1,73 m2) x 8 mg = 5,197
mg

Suprapti T. Praktikum Farmestika Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016


Bila Luas permukaan tubuh pasien tidak
diketahui, tetapi tinggi badan dan berat
badannya diketahui selain menggunakan rumus
di atas, luas permukaan tubuh pasien dapat
ditentukan dengan menggunakan bantuan
Nomogram.

Nuryati. Farmakologi– Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan(RMIK). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2017
Contoh:
An. X, BB 6 kg , TB 80 cm Luas permukaan
tubuh An. X = 0,36 m2 Diketahui : BB 6 kg,
dengan TB 80 cm. Bila ditarik garis dari titik 6
pada jalur berat badan dan dihubungkan
dengan titik 80 pada jalur tinggi badan, maka
dapat diketahui luas permukaan tubuh anak
tersebut adalah 0,36. Luas Permukaan Tubuh =
√ Tinggi x Berat badan Luas permukaan tubuh
anak tersebut adalah √(80 x 6)/3600 = 0,36

Nuryati. Farmakologi– Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan(RMIK). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2017
SEDIAAN INJEKSI
● Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi,
emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (Depkes RI)
● Sediaan injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat yang cepat, bila
penderita tidak dapat diajak kerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif
bila diberikan dengan cara lain.
PERSYARATAN SEDIAAN INJEKSI
Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika memenuhi
persyaratan,yaitu:
1. Aman
Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.
2. Harus jernih
Injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat dan benang. Pada umumnya
kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan. Alat-alat penyaringan harus bersih dan dicuci dengan
baik sehingga tidak terdapat partikel dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan yang jernih
diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan tidak melepaskan partikel.
3. Sedapat mungkin isohidris
Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini
dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.
4. Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume besar, yaitu lebih dari 10 ml
untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam 
PERSYARATAN SEDIAAN INJEKSI
5. Sedapat mungkin isotonis
Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa darah dan cairan tubuh
yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan osmosa larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan
yang tidak isotonis ke dalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang
disuntikkan hipotonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap cairan tubuh, maka air
akan diserap masuk ke dalam sel-sel tubuh yang akhirnya mengembang dan dapat pecah. Pada
penyuntikan larutan yang hipertonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih besar) terhadap cairan-
cairan tubuh, air dalam sel akan ditarik keluar, yang mengakibatkan mengerutnya sel. Meskipun
demikian, tubuh masih dapat mengimbangi penyimpangan-penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%.
Umumnya larutan yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih baik daripada larutan yang
hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan untuk membuat larutan isotonis adalah natrium
klorida dan glukosa.
6. Tidak berwarna
Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna dengan maksud untuk
memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila obatnya memang berwarna.
7. Steril
Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak,
baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
PENGGOLONGAN SEDIAAN INJEKSI
Menurut USP, obat suntik dibagi dalam lima jenis yang secara umum didefinisikan sebagai
berikut:

1. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik, disebut injection. (Contoh: Insulin
Injection)
2. Bubuk kering atau larutan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau zat tambahan lain
dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai dengan pemberikan larutan yang memenuhi semua
aspek persyaratan untuk obat suntik disebut Sterile. (Contoh: Sterile Ampicillin Sodium)
3. Sediaan-sediaan seperti dijelaskan di nomor 2 kecuali bahwa  mereka mengandung satu atau
lebih dapar, pengencer atau zat penambah lain disebut for injection. (Contoh: Methicillin Sodium
for Injection)
4. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan tidak  untuk disuntikkan
intravena atau ke dalam ruang spinal disebut Sterile Suspension. (Contoh: Sterile Cortisol
Suspension)
5. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan sediaan yang
memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile Suspension dan yang dibedakan dengan judul
Sterile for Suspension. (contoh: Sterile Ampicillin for Suspension)
PENGGOLONGAN SEDIAAN INJEKSI
Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Injeksi intraderma atau intrakutan


Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya
berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml). Digunakan untuk tujuan
diagnosa.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma
Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan kulit. Jumlah larutan yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
3. Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau daerah gluteal. Sediaannya biasa
berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar
dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena
Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan isotoni atau agak hipertoni,
volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat
menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar,
umumnya lebih dari 10 ml, disebut infus. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak
boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.

Anda mungkin juga menyukai