Anggota Kelompok 8:
2023
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BIPA merupakan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi orang asing yang ingin
mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Program BIPA mencakup penggunaan
bahasa Indonesia dalam berbagai bidang dan mengajarkan tata cara penggunaan bahasa
Indonesia secara formal, serta penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran BIPA juga mengajarkan tentang budaya dan kehidupan masyarakat
Indonesia. Di dalam program BIPA terdapat adanya model pembelajaran yang dapat
diterapkan atau dilaksanakan ketika berlangsungnya pembelajaran BIPA. Model
pembelajaran adalah kerangka kerja yang dapat memberi gambaran sistematis untuk
melaksanakan pembelajaran agar membantu belajar siswa dalam tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Model pembelajaran dalam program BIPA tentunya mempunyai jenis dan model
yang berbeda. Model pembelajaran BIPA untuk anak dan pemelajar dewasa pun juga
berbeda. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia untuk pemelajar BIPA berbeda dengan
pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asli. Oleh karena itu, model pembelajaran
yang digunakan pada program BIPA juga berbeda dengan model pembelajaran yang
digunakan pada pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asli.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
4. Untuk model pembelajaran untuk pemelajar dewasa.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Immersive Model
Mata pelajaran diajarkan dalam bahasa target, yang memungkinkan peserta didik untuk
belajar bahasa sambal memahami konsep dari mata pelajaran tersebut. Contoh : Pengaharan
ilmu pengetahuan atau sejarah dalam bahasa Indonesia.
Siswa dari dua kelompok bahasa berbeda belajar bersama, dengan tujuan
mengembangkan keterampilan bahasa target dan membantu satu sama lain. Contoh : Kelas
dimana siswa yang berbicara bahasa yang berbeda membantu satu sama lain untuk belajar
bahasa Indonesia.
5
7. Total Physical Response (TPR)
8. Grammar-Translation Approach
Fokus pada pemahaman tata bahasa dan terjemahan teks sebagai cara untuk memahami
struktur bahasa. Contoh : Menganalisis struktur tata bahasa dan menerjemahkan teks dari
bahasa asli ke bahasa Indonesia.
Pada awal pertemuan, pengajar memberikan gambaran umum terlebih dahulu tentang
aktivitas yang akan dilakukan selama pembelajaran. Selain itu, pengajar juga memberikan
kontrak pengajaran BIPA yang dapat berisi seperti perjanjian apa saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan selama pengajaran BIPA berlangsung. Hal-hal tersebut didasarkan pada
kebutuhan pembelajar serta lingkungan belajar pebelajar. Jika pebelajar belajar di lembaga
pendidikan, maka kontrak tersebut disesuaikan dengan lembaga pendidikan. Akan tetapi, jika
pebelajar belajar secara mandiri, maka kontrak tersebut disesuaikan dengan lingkungan tempat
pebelajar belajar.
Aktivitas lainnya selain memberikan gambaran umum adalah pengajaran itu sendiri
yang terdiri atas (1) Building Knowledge of the Field, (2) Modelling, (3) Joint Negotiation of a
Text, dan (4) Independent Instruction of a Text. Pada Building Knowledge of the Field
dilakukan penentuan pola tata bahasa yang akan diajarkan, kosakata target yang sesuai dengan
teks serta pengelompokan perbandingan lintas budaya. Langkah kedua adalah tahap Modelling.
Pada tahap ini dilakukan pemetaan terhadap contoh-contoh sebuah genre teks. Selain itu,
dipetakan pula latihan berupa mengonstruksi ulang genre teks yang telah diajarkan. Langkah
berikutnya adalah Joint Negotiation of a Text. Pada tahap ini dilakukan pemetaan berupa
latihan mengonstruksi teks baru bergenre sama berdasarkan tata bahasa serta genre teks yang
telah dipelajari dalam bentuk individu maupun kelompok. Langkah terakhir adalah
Independent Instruction of a Text, pada tahap ini dilakukan pemetaan berupa penugasan untuk
merancang teks berdasarkan genre tertentu. Berikut adalah rincian aktivitas yang bisa
dilakukan di dalam teks tersebut.
6
b. Jika sudah ada di pertemuan kedua maka pengajar bisa mengulas aktivitas pebelajar di hari
sebelumnya. Pengajar dapat memberikan pertanyaan seputar materi yang telah dipelajari
maupun aktivitas sehari-hari yang telah mereka lakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengasah kemampuan berbahasa pebelajar dan untuk mengulang kembali materi yang telah
diajarkan.
c. Pengajar menuliskan tanggal dan hari. Kegiatan ini berguna sebagai penanda waktu belajar dan
sebagai pemicu pengenalan Bahasa Indonesia.
d. Jika pengajar memberikan Pekerjaan Rumah (PR) maka pengajar dapat membahas PR pada
tahap ini.
e. Pengajar bertanya secara umum tentang pengetahuan awal pebelajar berupa pola tata bahasa
yang akan diajarkan, kosakata target yang sesuai dengan teks, serta pengalaman budaya yang
berkaitan. Hal tersebut berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
f. Pengajar dapat membawa ragam media penunjang seperti gambar, video, foto, alat peraga yang
dapat mendukung pengajar dalam menggali pengetahuan awal pebelajar.
2. Modelling
a. Pengajar memulai materi bisa dengan cara pemodelan, pemutaran video, pembacaan nyaring
maupun senyap sebuah teks yang bisa ditirukan oleh pebelajar.
b. Pengajar memberikan contoh lebih dari satu teks yang sedang diajarkan dengan genre yang
sama.
c. Pemelajar menirukan berbagai contoh teks materi yang telah dimodelkan oleh guru bisa secara
individu, berpasangan maupun kelompok, pebelajar dan pengajar dapat pula membahas video
ataupun teks yang telah disimak maupun dibaca.
b. Pemelajar memecahkan sebuah masalah dengan cara diskusi, latihan, atau observası.
c. Pemelajar mengambil data kecil untuk proyek dari hasıl wawancara maupun observasi.
7
4. Independent Instruction of a text
a. Pada akhir aktivitas, pebelajar dapat mempraktikkan atau menyimpulkan sebuah konteks
secara individu, berpasangan, maupun kelompok yang didapat dari sebuah latihan, wawancara,
maupun sebuah observasi baik lisan maupun tulis. Praktik ındıvıdu bisa berupa presentasi.
Praktik berpasangan bisa berupa percakapan Sedangkan praktek berkelompok bisa sebuah
aktivitas bermain peran.
Pemelajar BIPA sangat beragam, mulai dari pemelajar dewasa bahkan anak-anak. Sebagai
contoh, banyak keluarga yang mengkursuskan anak-anaknya belajar bahasa Indonesia dengan
mahasiswa indonesia yang sedang studi. Misalkan saja pemelajar di Korea memiliki
antusiasme tinggi belajar bahasa Indonesia, selain kepentingan bisnis dan ekonomi juga
sebagai upaya bilateral antara Indonesia dan Korea. Melalui bahasa Indonesia, pemelajar dapat
mengenal kebudayaan, sastra, sejarah, dan kuliner. Namun tidak menutup kemungkinan dalam
mengenalkan bahasa Indonesia terdapat kendala nonbahasa. Kendala yang dimaksud meliputi;
perbedaan budaya, lingkungan kebahasaan yang tidak mendukung, dan dampak negatif
penggunaan internet. Kesalahan yang terjadi dalam pembelajaran BIPA salah satunya adalah
faktor kompetensi, kurangnya wawasan dan pengetahuan pemelajar terhadap kaidah bahasa
target. Kesalahan tersebut meliputi: kesalahan diksi, tidak adanya kesatuan gagasan kalimat,
urutan kata, kurang lengkapnya fungsi kalimat, kesalahan penggunaan kata depan (Ronidin,
2015:55-57).
8
Pemelajar BIPA seringkali belum tepat dalam menerapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa keduanya, baik kekeliruan maupun kesalahan bahasa. Kesalahan seringkali disebabkan
karena pemelajar memiliki bahasa nasional, sedangkan bahasa Indonesia belum dipelajari
secara mendalam. Pemelajar yang demikian sering disebut dengan dwibahasawan (Musthafa
dan Rahmawati, 2021:24). Dalam pembelajaran BIPA, budaya menjadi komponen penting
serta memiliki peranan strategis dalam mengatasi problematika yang ada. Pengenalan aspek
budaya dalam BIPA membantu memberikan pemahaman, pemaknaan mengenai pengetahuan
budaya. Saat belajar bahasa, tidak bisa dipungkiri mempelajari budaya menjadi suatu
keharusan. Dengan menyadari dan memaknai budaya maka akan memudahkan dalam
berkomunikasi sesuai dengan konteks budaya bangsa Indonesia (Maharany, 2017:15).
Tantangan yang dihadapi oleh pengajar SPK saat pembelajaran di kelas adalah belum
banyaknya kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai pemelajar sehingga pengajar harus
menyiapkan berbagai trik melalui permainan yang bisa memperkaya kosakata tanpa
membebani pemelajar. Pemelajar yang masih anak-anak belum bisa fokus dalam pembelajaran
karena siswa belum merasa membutuhkan untuk belajar bahasa Indonesia, khususnya jenjang
Montessori dan Primary selain untuk keperluan akademik. Kecenderungan pemelajar anak-
anak belum memiliki kemandirian dalam pembelajaran. Pengajar selalu melakukan
pengulangan materi yang diajarkan karena pemelajar yang masih asing dengan bahasa
Indonesia, sehingga untuk mengerti instruksi dan materi perlu penjelasan yang berulang dan
jelas. Hal tersebut juga memicu pengajar untuk melakukan pembelajaran satu arah dalam
menjelaskan materi. Faktor usia dan kematangan pemikiran, pemelajar anak-anak belum berani
mengekspresikan bahasa Indonesia secara langsung karena takut salah dalam berbahasa
Indonesia, sehingga ada kecenderungan pemelajar hanya mendengarkan guru dalam mengajar.
Penggunaan bahasa Inggris masih digunakan dalam pemberian instruksi dan materi ketika
mengajar. Tentu hal tersebut kurang tepat karena pembelajaran BIPA seharusnya
meminimalisir penggunaan bahasa asing dan membiasakan pemelajar untuk berbahasa
Indonesia.
Tantangan yang dihadapi dalam mengajar BIPA untuk anak-anak adalah memotivasi agar
selalu fokus dan tertarik untuk belajar bahasa Indonesia. Selain siswa, tantangan yang cukup
sulit bagi pengajar BIPA di SPK adalah meyakinkan orangtua mengapa penting belajar bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran wajib bagi semua siswa, baik itu WNI atau
WNA. Pemelajar upper secondary (SMA) sudah terfokus dengan kurikulum Cambridge baik
itu BIPI ataupun BIPA. Kurikulum Cambridge untuk mata pelajaran bahasa Indonesia ada dua
pilihan yaitu Bahasa Indonesia as a first language dan Bahasa Indonesia as a foreign language.
Kewajiban mengambil mata pelajaran bahasa Indonesia itu lah yang kadang membuat siswa
dan orang tua merasa tidak perlu belajar serius. Meyakinkan orang tua bahwa belajar bahasa
Indonesia tidak hanya sekedar kewajiban saja tetapi juga suatu hal yang perlu adalah sebuah
tantangan tersendiri. Dewasa ini sudah banyak orang tua pemelajar yang paham perlunya
bahasa Indonesia ketika tinggal di Indonesia.
Seperti yang diungkapkan di atas, memang tantangan terberat dalam pembelajaran BIPA
di SPK adalah bagaimana pengajar dapat meyakinkan orang tua pemelajar akan pentingnya
9
belajar bahasa Indonesia. Masih ada anggapan belajar bahasa Indonesia dapat dipelajari
melalui pengasuh, asisten rumah tangga, dan sopir di rumah. Tidak semua orang tua berwarga
negara Indonesia memberikan dukungan kepada anaknya untuk belajar bahasa Indonesia,
justru cenderung didukung untuk belajar bahasa asing, termasuk dalam berkomunikasi sehari-
hari yang dominan menggunakan bahasa asing daripada berbahasa Indonesia. Sebaliknya,
sebagian dari orang tua pemelajar sangat mendukung anaknya belajar bahasa Indonesia
walaupun mereka berkewarganegaraan asing. Perspektif yang berbeda tentang sebuah
wawasan kebudayaan dan keIndonesiaan juga menjadi faktor penghambat. Lingkungan, habit,
dan budaya yang berbeda, membuat proses pembelajaran bahasa terutama budaya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi, terutama karena mereka adalah
pemelajar anak-anak.
Pengajar memiliki tugas kepada pemelajar BIPA yaitu menguatkan pemahaman materi
bahasa dan muatan budaya Indonesia. Diperlukan upaya-upaya khusus dan strategis dalam
memberikan pemahaman tersebut karena pembelajaran BIPA secara mendasar berbeda dengan
pembelajaran bahasa Indonesia kepada pemelajar Indonesia (Zamakhsyari, 2019:68). Dalam
proses pembelajaran diharapkan dapat mencapai tataran meaningfull dan joyfull melalui
pembelajaran yang dekat dengan dunia mahasiswa (CTL). Diperlukan juga bagaimana
penanaman nilai-nilai kelokalan, selain bermanfaat mempertahankan budaya lokal juga sebagai
benteng dalam menghadapi era sekarang. Pendidikan diharapkan dapat bermakna melalui
prinsip think globally, act locally (Utari, 2016:39).
Media daring memberikan solusi agar pembelajaran BIPA dapat terus berjalan, pemelajar
dapat meningkatkan kemampuannya walaupun pada masa pandemi. Pembelajaran
berpendekatan budaya, materi dapat disusun tidak hanya memahami bagaimana menggunakan
bahasa Indonesia, namun memaknai nilai budaya melalui materi yang diajarkan. Pada tahap
persiapan dapat dilakukan dengan mempersiapkan kurikulum pembelajaran BIPA daring,
desain bahan ajar yang tepat, penyusunan bahan ajar, dan penentuan strategi pembelajaran
(Septiana Sari, 2021:346-347). Dalam mendukung strategi tersebut, Pengajar BIPA dapat
melakukan pembelajaran dengan tuturan ekspresif, karena akan memberikan dampak baik
10
dalam kegiatan pembelajaran BIPA di kelas. Nilai-nilai positif pembelajaran didasarkan pada
keaktifan pemelajar di dalam kelas. Berani mengutarakan pendapat, serta berani tampil dengan
percaya diri. Tuturan ekspresif mampu memberikan kontribusi motivasi pemelajar BIPA,
tumbuhnya karakter aktif serta komunikatif sehingga dapat membuat komunikasi berjalan
selaras (Rudi dan Mujianto, 2021:79).
Persiapan yang matang dari guru pasti berdampak positif dalam pembelajaran. Pengajar
SPK memiliki administrasi pembelajaran yang hampir sama dengan sekolah umum, ada RPP
yang biasanya disebut lesson plan. Perbedaannya adalah rencana pembelajaran di SPK lebih
ringkas dan simple. Tidak menutup kemungkinan guru-guru SPK harus membuat RPP K-13
untuk keperluan data kependidikan. Pengajar sebelum menulis lesson plan melakukan proses
yang sama, harus membaca silabus dan target kompetensinya, menjabarkan dalam bentuk RPP,
menentukan durasi pembelajaran dan materi yang disampaikan, mengetahui kondisi
kebahasaan dan kultur belajar siswa, menyiapkan media pembelajaran yang sesuai dengan
temuan dan mendiskusikan dengan tim bahasa.
Pada proses pembelajaran BIPA memiliki tahapan dan perbedaan pada masing masing level
kelas. Hal tersebut dilatarbelakangi situasi serta kondisi kelas, indikator dan tujuan, metode
pembelajaran, dan jumlah pemelajar. Pada semua level, pengajar melaksanakan proses
pembelajaran dengan menyenangkan, interaktif, serta memberikan motivasi agar pemelajar
berpartisipasi aktif. Pemelajar memastikan bahwa pembelajaran menyampaikan materi sesuai
indikator yang harus dicapai pemelajar. Tidak hanya ceramah, pengajar mengajak pemelajar
untuk berkomunikasi aktif berbahasa Indonesia (Sari, dkk., 2016). Pengajar menyiapkan materi
dan media yang menarik supaya menambah antusiasme pemelajar BIPA di SPK. Biasanya,
pengajar menyiapkan gambar yang menarik, audio & video, permainan sesuai dengan level
dan tingkat usia belajarnya, serta membuat slide powerpoint.
11
3) pengetahuan kata secara kontekstual,
Pengajar BIPA tidak hanya sekedar memiliki kompetensi, performansi serta kemampuan
penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan lebih optimal jika memiliki skil dalam
mengendalikan emosi, kematangan kepribadian, luwes, citarasa humor, wawasan luas, paham
dengan situasi di sekitarnya (Tiani, 2016:307). Kelas BIPA anak-anak, pengajar menggunakan
metode langsung dan suggestopedia.
2) membantu pemelajar dalam berkomunikasi dengan terampil melalui latihan melalui topik-
topik tertentu,
1) untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan karena ditujukan untuk anak
anak,
2) memupuk kerjasama yang kuat dalam rangka membantu menyerap materi (Sari, dkk, 2016).
Metode lain yang dapat digunakan adalah metode scaffolding. Scaffolding dalam
interaksi pembelajaran BIPA memiliki fungsi bagi pemelajar pemula, diantaranya,
1) mendemonstrasikan pembelajaran,
3) memberikan informasi,
4) membimbing,
5) pemberian penjelasan,
6) mengarahkan pembelajaran.
12
Beberapa hal yang perlu dibiasakan dalam pembelajaran BIPA agar pemelajar selalu
konsisten dalam belajar bahasa Indonesia, antara lain:
3) menanyakan kondisi pemelajar serta mengaitkannya dengan materi yang akan diberikan,
4) menggabungkan minat pemelajar dengan materi yang dibahas melalui model praktik karena
pemelajar anak-anak cenderung percaya diri dengan apa yang sudah diketahuinya,
5) mengarahkan pola pikir pemelajar tentang penting dan bergunanya bahasa Indonesia,
13
D. Model Pembelajaran BIPA untuk Pemelajar Dewasa
Model pembelajaran BIPA untuk pemelajar dewasa tentunya akan berbeda dengan model
pembelajaran untuk pemelajar anak-anak atau remaja. Sumber dari balaibahasa.upi.edu.com:
Knowles, seorang pendidik Amerika mengemukakan ada 6 karakteristik yang dimiliki
pemelajar dewasa.
1. Kebutuhan orang dewasa untuk mengetahui sesuatu, maksudnya orang dewasa perlu
mengetahui alasan mengapa mereka mempelajari sesuatu sebelum mulai belajar tentang hal
tersebut.
2. Konsep diri pemelajar, orang dewasa dipandang sebagai individu yang bertanggung jawab
atas keputusan mereka sendiri.
4. Kesiapan orang dewasa dalam belajar, maksudnya pemelajar dewasa cenderung langsung
mengaplikasikan apa yang telah dipelajari di kelas.
5. Orientasi terhadap pembelajaran, konteks ini maksudnya orang dewasa biasanya dapat belajar
dengan baik ketika dihadapkan dengan konteks penggunaan materi yang sesuai dengan situasi
di dunia nyata
6. Motivasi
Pemelajar dewasa lebih efektif belajar ketika mereka mempunyai kendali atas
proses pembelajaran mereka sendiri. Model ini memungkinkan pemelajar untuk
menentukan tujuan pembelajaran mereka sendiri dan memonitor kemajuan mereka.
Pemelajar dewasa dapat lebih terlibat dalam pembelajaran ketika materi diajarkan
dalam konteks situasi nyata masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari
mereka.
2. Pembelajaran Kolaboratif
14
b. Proyek kolaboratif : Mendorong pemelajar untuk bekerja sama dalam proyek-
proyek pembelajaran yang melibatkan pemecahan masalah dan kreativitas dapat
meningkatkan motivasi serta partisipasi.
3. Teknologi Pembelajaran:
b. Simulasi dan Permainan Edukatif : Simulasi atau permainan yang didesain untuk
tujuan pembelajaran dapat meningkatkan keterlibatan dan pembelajaran praktis.
Selain itu mereka juga dapat menggunakan pengalaman pribadi mereka. Misalnya ketika
dihadapkan topik belanja, maka seorang pemelajar BIPA dapat menyampaikan pengalamannya
ketika saat membeli barang atau menawar harga di pasar. Pengajar bertugas sebagai fasilitator
yang membantu pemelajar untuk memahami perbedaan antara kemampuan mereka sebelum
dan setelah pengajaran. Pengajar dapat melibatkan siswanya atau meminta pendapat dan
masukan mengenai kegiatan di kelas. Agar siswa merasa terlibat dalam proses pengambilan
keputusan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
BIPA Daring (kemdikbud.go.id)
ESQ English Course. Lima Strategi dan Metode Pembelajaran BIPA yang efektif. URL:
https://esqcourse.com/5-strategi-dan-metode-pembelajaran-bipa-yang-efektif/. Diakses
27/11/23.
Idris, N.S. Metode Pengajaran BIPA. URL:
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/19670
7151991032-NUNY_SULISTIANY_IDRIS/Metode_Pengajaran_BIPA.pdf. Diakses
27/11/23.
UPI Language Center. Mengenal Karakteristik Pemelajar Dewasa dan Cuplikan Kisahnya di Kelas BIPA.
URL: Mengenal Karakteristik Pemelajar Dewasa dan Cuplikan Kisahnya di Kelas BIPA | UPI Language
Center. Diakses pada 27/11/23.
Utami, Anjas R, dkk. 2023. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Asing
dalam Jurnal Digdaya: Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
17