(Tugas ini guna memenuhi tugas mata kuliah bantuan hukum dan advokasi)
Disusun oleh :
Kelompok 7
1. Handryansyah (2021030256)
2. Ica Karolin (2021030236)
3. Nisa Anggraini (2021030105)
FAKULTAS SYARIAH
TA 2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih memberikan
nafas kehidupan dan anugerah yang tak terhingga, sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Kuasa dan Gugatan”
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Etika Bisnis
dan Profesi dalam Islam yang diberikan oleh Ibu Rizki Silvia Putri, S.H. selaku
Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para pembaca
khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik,
namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan
kami sebagai manusia biasa. Oleh karna itu jika didapati adanya kesalahan-
kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kuasa
1. Pengertian Kuasa
2. Jenis Jenis Kuasa
3. Berakhirnya Kuasa
B. Gugatan
1. Pengertian Gugatan
2. Jenis Jenis Gugatan
3. Berakhirnya Gugatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Melihat Latar belakang yang telah disampaikan di atas telah kita sadari
bahwa Persepsi mengenai kuasa dan gugatan sangatlah penting dan masih
banyaknya masyarakat yang kurang mengetahui cakupan terkait hal itu sendiri,
misalnya :
1 Apa yang dimaksud kuasa dan gugatan ?
2 Apa saja jenis jenis kuasa dan gugatan ?
3 Bagaimana berakhirnya kuasa dan gugatan ?
A. Kuasa
1. Pengertian Kuasa
Adapun pengertian kuasa , dapat dirujuk pasal 1792 KUH Perdata, yang
berbunyi: “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan.”
Bertitik tolak dari ketentuan pasal tersebut, dalam perjanjian kuasa, terdapat
dua pihak, yang terdiri dari:
1
Frans Satriyo Wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat Surat Kuasa, Cet-1,
(Jakarta: Visimedia, 2009) Hlm 1-2, Google Books, Diakses Pada 14 Maret 2023.
2. Dengan demikian, penerima kuasa (lasthebber, mandatory) berkuasa
penuh bertindak mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan
atas nama pemberi kuasa;
3. Oleh karena itu, pemberi kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatan
kuasa sepanjang perbuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi
wewenang yang diberi pemberi kuasa.
Pada dasarnya, pasal pasal yang mengatur pemberian kuasa, tidak bersifat
imperatif. Apabila para pihak menghendaki, dapat disepakati selain yang
digariskan dalam undang-undang. Misalnya, para pihak dapat menyepakati agar
pemberian kuasan tida dapat dicabut kembali (irrevocabbl). Hal ini
dimungkinkan, karena pada umumnya pasal-pasal hukum perjanjian, bersifat
mengatur (aanvullend recht).
Pada bagian ini, dijelaskan secara ringkas jenis kuasa yang diatur dalam
undang- undang. Penjelasan ini berkenaan dengan surat kuasa yang dapat
dipergunakan dalam sidang pengadilan.
a. Kuasa umum
Kuasa umum diatur dalam pasal 1795 KUH Perdata. Menurut pasal ini,
kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus
kepentingan pemberi kuasa, yaitu
Dengan demikian, dari segi hukum, kuasa umum adalah pemberian kuasa
mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur
kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, ditinjau dari segi hukum, surat kuasa
umum, tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi
kuasa. Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di
depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, Penerima Kuasa harus mendapat
surat kuasa khusus. Hal ini ditegaskan dalam Putusan PT Bandung No. 149/1972
(2-8- 1972), bahwa seorang manajer yang bertindak untuk dan
atas nama perseroan terbatas (PT) berdasarkan surat kuasa Direktur PT, tidak
dapat mengajukan gugatan di Pengadilan, karena surat kunsa itu hanya bersifat
umum untuk mengurus dan bertindak bagi kepentingan PT tersebut, bukan Surat
Kuasa Khusus sebagaimana yang dimaksud Pasal 123 HIR
b. Kuasa Khusus
c. Kuasa Istimewa
Pasal 1796 KUH Perdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa.
Selanjutnya, ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG. Jika ketentuan pasal-pasal ini
dirangkai, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah
menurut hukum sebagai kuasa istimewa.
1. Bersifat Limitatif
Menurut pasal ini, yang dapat mengucapkan sumpah sebagai alat bukti,
hanya pihak yang beperkara secara pribadi. Tidak dapat diwakilkan kepada kuasa.
Akan tetapi, dalam keadaan yang sangat penting, misalnya pihak yang beperkara
sakit sehingga tidak dapat hadir.
d. Kuasa Perantara
3. Berakhirnya Kuasa
Hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa menurut Pasal 1813 KUH
Perdata.
Pasal 1817 KUH Perdata, memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk
melepaskan (op zegging) kuasa yang diterimanya, dengan syarat:
Akan tetapi, perlu diingat larangan yang dimuat dalam Instruksi Mendagri
No. 14 Tahun 1982. Notaris dan PPAT dilarang memberi surat kuasa mutlak
dalam transaksi jual beli tanah. Pemilik tanah dilarang memberi kuasa mutlak
kepada kuasa untuk menjual tanah miliknya. Alasan larangan itu, dijelaskan
dalam Putusan MA No. 2584 K/Pdt/1986 (14-4-1988), yang mengatakan: surat
kuasa mutlak, mengenai jual beli tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam
praktik sering disalahgunakan untuk menyelundupkan jual beli tanah.2
B. Gugatan
1. Pengertian Gugatan
Surat gugatan dalam arti luas dan abstrak mempunyai satu tujuan ialah
menjamin terlaksananya tertib hukum dalam bidang perdata, sedangkan dalam arti
sempit adalah suatu tata cara untuk memperoleh perlindungan hukum dengan
bantuan Penguasa, suatu tata cara yang mengandung suatu tuntutan oleh seseorang
2
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet -16, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016)
Hlm.1 -8
tertentu melalui saluran-saluran yang sah, dan dengan suatu putusan hakim ia
memperoleh apa yang menjadi "haknya" atau kepentingan yang diperkirakan
sebagai haknya.3
2. Jenis-Jenis Gugatan
3
John Z., Loudoe, Beberapa Aspek Hukum Material Dan Hukum Acara Dalam Praktek,
Jakarta: PT Bina Aksara, 1981, Hal. 162-163.
4
Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Cet-3, (Jakarta: Prenadamedia
Grup, 2013) Hlm 19, Google Books, Diakses Pada 14 Maret 2023.
Berikut beberapa Jenis-Jenis gugatan dalam perkara perdata,yaitu : 5
2. Gugatan (Contentius)
Berakhirnya Gugatan