Anda di halaman 1dari 20

JALAN YANG TAK DITEMPUH*)

Karya : Iswadi Pratama

PANGGUNG DIBAGI DALAM TIGA AREA--BISA JUGA DALAM BENTUK LAIN.

DI SISI KANAN PANGGUNG ADALAH SEBUAH KAMAR SEDERHANA DENGAN


MEJA DAN BANGKU KAYU YANG SUDAH RAPUH, DI ATASNYA BERSERAK
BEBERAPA BUKU. DI SUDUT MEJA TERDAPAT SEBUAH VAS BUNGA DARI
BAHAN TANAH LIAT DENGAN HIASAN BUNGA ILALANG YANG SUDAH KERING.
PENUH DEBU DI TUMPUKAN BUKU.

DI SISI KIRI PANGGUNG ADALAH KAMAR DENGAN TATA RUANG YANG SAMA.
DI ATAS MEJA TERDAPAT SEBUAH MESIN TULIS TUA DAN VAS BUNGA DARI
TANAH LIAT DENGAN HIASAN BUNGA ILALANG YANG SUDAH KERING, JUGA
BEBERAPA TUMPUK BUKU FIKSI DAN JENIS TULISAN LAINNYA YANG JUGA
DISELIMUTI DEBU.

DI PANGGUNG BAGIAN TENGAH; SEBUAH MEJA DAN BANGKU, TUMPUKAN


BUKU SETINGGI ATAP KAMAR DI SISI KANAN-KIRI MEJA ITU, SEPERTI
GERBANG. DI BELAKANG MEJA INI, ILUSI SEBUAH LORONG DENGAN POHON-
POHON DI TIAP SISI. SEBERKAS CAHAYA MENYIRAMI POHONAN ILUSIF INI.

DI SISI KIRI PANGGUNG, TERPISAH DARI KETIGA RUANG TADI, TERDAPAT


SEBUAH BANGKU PANJANG DAN MEJA KAYU; MENGESANKAN SEBUAH
BERANDA. DI LANTAINYA PENUH DAUN-DAUN KERING.

KETIKA LAMPU MULAI MENYALA, DI RUANG YANG SEPERTI BERANDA ITU,


TAMPAK VIRIBUS 3; SEORANG PARUH BAYA, USIA SEKITAR 50/60 TAHUN
DUDUK TERMANGU SAMBIL MENGHISAP ROKOKNYA. HENING. HANYA SUARA
SERANGGA MALAM. BEBERAPA SAAT IA HANYA DIAM. LALU MENOLEH KE
ARAH DALAM; PADA SUASANA DI KEDUA RUANG DI KIRI DAN KANAN
PANGGUNG. LAMPU MENYALA DI KEDUA RUANG ITU SEHINGGA TAMPAKLAH
DUA SOSOK (VIRIBUS 1; SEORANG YANG MASIH BELIA, DAN VIRIBUS 2; USIA
30-AN) YANG TERTIDUR DI ATAS TUMPUKAN BUKU DI MEJA. VIRIBUS 3
MEMADAMKAN ROKOKNYA DAN MENGHAMPIRI RUANG PERTAMA; DI MANA
VIRIBUS 1 TERTIDUR.

DI SANA IA MELIHAT SEBUAH BUKU YANG TELAH LAPUK; MEMBERSIHKAN


DEBU DARI PERMUKAANNYA LALU MEMBUKA LEMBAR DEMI LEMBAR
HALAMANNYA SAMPAI MATANYA TERTUJU PADA SALAH SATU HALAMAN
BUKU DI MANA TERDAPAT SEBUAH PUISI: “THE ROAD NOT TAKEN” KARYA
ROBERT FROST. IA MEMBACA BEBERAPA LARIK PUISI ITU LALU

1
MELETAKKAN KEMBALI BUKU DI ATAS MEJA. SETELAH ITU IA SEPERTI
MENGENANG SESUATU; SESUATU YANG MEMBUATNYA TERTAWA SENDIRI.
BEBERAPA DETIK KEMUDIAN MATANYA TERTUJU PADA RUANG YANG ADA DI
SISI KANAN PANGGUNG; RUANG VIRIBUS 2, LALU BERGEGAS MENGHAMPIRI.
(PADA SAAT IA MULAI MENINGGALKAN RUANG INI, VIRIBUS 1 YANG TADI
TERTIDUR DI MEJA, PERLAHAN BANGKIT LALU MULAI MENULIS SESUATU DG
PENANYA; MUNGKIN SEBUAH PUISI)

VIRIBUS 3 YANG MENUJU RUANG VIRIBUS 2, TIBA-TIBA MELANGKAH DENGAN


TERTAHAN DEMI MELIHAT SETUMPUK KERTAS USANG DI ATAS MEJA. IA
MERAIH SELEMBAR KERTAS DI SANA; MENYEKA DEBU YANG MELEKAT PADA
KERTAS DAN MEMBACA SEBARIS KALIMAT DI SANA; SEBARIS KALIMAT YANG
TAK BISA IA LANJUTKAN: “SUDAH WAKTUNYA BERAKHIR...”

SEPOTONG KALIMAT INI TIBA-TIBA MEMBUATNYA CEMAS DAN GELISAH. IA


LALU MEMGHAMBUR KE MEJA YANG ADA DI TENGAH PANGGUNG;
MEMBONGKAR TUMPUKAN BUKU DAN KERTAS YANG ADA DI ATAS MEJA;
MENCARI SESUATU. (PADA SAAT IA MULAI MENINGGALKAN RUANG INI,
VIRIBUS 2 PERLAHAN BANGKIT LALU MULAI MENULIS SESUATU DG MESIN
KETIKNYA; MUNGKIN SEBUAH KISAH)

VIRIBUS 3: “Tidak...aku tak ingi berakhir...aku tak ingin berakhir....”

MUSIK

DI RUANG YANG LAIN TAMPAK VIRIBUS 2 MENGETIK JUGA DENGAN


RASA CEMAS DAN PUTUS ASA. SEMENTARA VIRIBUS 1 TAMPAK
MENULIS DENGAN ANTUSIAS.

BEBERAPA SAAT KEMUDIAN VIRIBUS 2 MENGHENTAKKAN


TANGANNYA PADA MEJA. MERASA FRUSTRASI, LALU MENUJU KE
RUANG YANG MIRIP BERANDA ITU.

DETIK LEWAT DALAM SEPI. LALU KETUKAN. VIRIBUS 2 MEMANDANG


KE ARAH MEJANYA. VIRIBUS 1 DAN 3 MEMANDANG KE SISI KIRINYA
MASING-MASING; KE ARAH KETUKAN.

VIRIBUS 2 MENGHAMPIRI PINTU DI RUANGANNYA. SEBUAH PINTU


IMAJINER. MEMBUKANYA DAN MELIHAT SEORANG BERNAMA JOSE
ADA DI SANA.

VIRIBUS 2 (Panik dan takut)


Jose (jeda) ...silahkan masuk (jeda). Duduklah (jeda) . Apa? Tolong beri
aku kesempatan. ! Maafkan aku (jeda) Kau bisa ambil semua...
(memandang ke sekiling ruang dan merasa ciut)..... Tapi jangan mesin
ketik ini ya, kumohon...
2
VIRIBUS 2 MENDEKAP MESIK KETIKNYA, TAMPAK IA SEPERTI
MEMPERTAHANKANNYA DARI JOSE, TAPI LALU TUBUHNYA
TERLEMPAR KE LANTA.

VIRIBUS 2(bangkit dan bersemangat)


Ia. benar. Aku akan melunasinya dalam dua hari. Aku hanya butuh 2
hari...percayalah ((Jeda panjang)
Jose, kau teman baikku..kau tak akan membiarkanku menggelandang,
kan? (Jeda panjang)
Baiklah...aku pergi sekarang. Baik...(Viribus 2 mengambil beberapa
tumpuk buku, memasukkannya ke dalam sebuah tas kain. Pada saat
bersamaan Viribus 3 menghampiri dan duduk di bangku kosong milik
viribus 2, meraba mesin ketik di atas meja lalu bergegas kembali ke
mejanya dengan rasa cemas. Sedang viribus 2 menjinjing tasnya untuk
pergi dari sana. Baru 2 langkah ia terdiam dan tersentak dari sesuatu;
sebuah ingatan. Lalu kembali duduk di bangkunya. Diam dalam rasa
tertekan dan frustrasi)

DETIK LEWAT DALAM SEPI. KETUKAN KEMBALI. KE TIGA VIRIBUS


TERSENTAK DAN MENOLEH KE ARAH KETUKAN.

VIRIBUS 2
Kamal...! (Bersemangat). Kebetulan kau datang. Aku hampir selesai.
Apa? Oh, tidak..aku tidak menulis seperti itu lagi. Ini bukan soal-soal
yang serius..ee...filosofis...atau..pencarian yang panjang tentang
kebenaran....Aku tak menulis mengenai soal-soal yang katamu ‘tak
membumi itu’. Ini cerita tentang cinta yang menyenangkan dan mudah
dijalani setiap orang. Coba kau dengar Kalimat pembuka kisah ini: “ Kau
pun menangis di depan sekuntum bunga yang mekar pagi hari dan
berkata; “Keindahan memang tak perlu dinamai...seandainya kita bisa
menangis setulus itu...mungkin puisi memang tak perlu...’ Apa? terlalu
puitik? Tak Mencerminkan selera pasar? Ini cuma kalimat pembuka.
Kau harus membaca keseluruhannya....Kau pasti tak akan sabar untuk
menerbitkannya. Aku tinggal menambahkan beberapa kalimat terakhir
untuk penutupnya. (Jeda) Kamal....Kamal..! Tolong beri aku
kesempatan..ini akan jadi kisah yang dicintai semua orang. Kau akan
meraih keuntungan besar...Kamal..! Jangan pergi...Kamal...!

VIRIBUS 2 KEMBALI DUDUK DI BANGKUNYA. SEMAKIN TERTEKAN DAN


FRUSTRASI.

DETIK LEWAT DALAM SEPI. KETUKAN KEMBALI. KETIGA VIRIBUS


TERSENTAK DAN MENOLEH KE ARAH KETUKAN.

3
VIRIBUS 1 MENUJU KE RUANG YANG SEPERTI BERANDA. DUDUK DIAM
MEMBISU DI SANA. DISUSUL KEMUDIAN VIRIBUS 3 MENUJU KE
BARANDA ITU.

VIRIBUS 3
Ah..Arini. Lama kau tak berkunjung. Masuklah..( Jeda). Ya...lebih nyaman
di luar. Di dalam terlalu sesak. ( jeda) Tidak...aku tak lagi menulis sajak.
Ya..kisah-kisah. Tapi kau sudah membaca semuanya. Ya. hanya kau. Dan
mungkin penjaga gudang di toko buku. Tahun ini hanya 9 eksemplar.
(Jeda). Ya...aku sudah mencobanya. Tapi menurut mereka masih terlalu
pahit. Tidak marketable.....(Jeda) Apa? Pulang kampung? (Tertawa)

VIRIBUS 1 BERGERAK KE SISI LAIN PANGGUNG, SEAKAN ADA YANG


MEMAKSANYA UNTUK PULANG. DIA BERSITAHAN TAK HENDAK
KEMBALI KE RUMAH/KAMPUNG HALAMAN

VIRIBUS 3 KEMBALI KE RUANGNYA.


Tidak ada lagi kampung halaman. Mereka hanya menyisakan debu...

II
LAMPU BERUBAH. CAHAYA TERFOKUS PADA BANGKU DAN MEJA KAYU DI
KAMAR VIRIBUS 2. IA MENGKOYAK-KOYAK LEMBARAN-LEMBARAN KERTAS
DI MEJANYA DAN MENGHAMBURKANNYA KE UDARA.

VIRIBUS 2:
Seharusnya kau ikuti nasihat mereka. Keras kepala. Apa akibatnya? Lihat ini!
(menunjuk wajahnya sendiri) Sampai remuk begini masih pontang-panting.
Terlalu menuruti gelora jiwa mudamu yang menggebu-gebu dan kurang
pertimbangan. Penuh gairah memang, tapi tak logis. Coba kalau imajinasimu
dulu tak ngawang-ngawang, tak akan sesulit sekarang keadaanku. Apa?
Salahku sendiri? Enak saja kau ngomong. Kamu kan yang memilih semua ini?!
Sok romantis! Sok beda dari yang lain! Terlalu percaya pada fiksi, pada puisi!
Gayamu seperti seniman kaliber dunia; “estetika-estetika....” Nih lihat
(mendekat ke mejanya sambil menepuk setumpuk kertas. Debu mengepul dari
tumpukan kertas itu) Kamu sangka semua ini bisa membuatmu meraih apa
yang kau impikan?! (Kembali duduk di bangkunya).

HENING

4
Coba kalau kau dulu bersikap patuh seperti teman-teman sekelasmu. Berfikir
dan bertindak sebagaimana anak-anak yang waras pikirannya. Sekolah dengan
baik. Hidup tertib. Menggembleng diri supaya bisa diandalkan untuk mendapat
pekerjaan yang layak.....
Kamu malah edan-edanan dengan fiksi, puisi, seni... halah....! Inilah hasilnya,
begadang setiap malam demi menumpahkan segala ide, imajinasi, getaran-
getaran lembut dari palung jiwa terdalam---semua yang tak bisa dienyahkan
lagi, membayang-bayangi jiwamu sepanjang hayat.....mengilhami,
menginspirasi, membentuk watak, karakter, keseimbangan...... Halah !(menarik
kertas yang masih terpasang pada rol mesin tulis).

LAMPU MENYALA DI PANGGUNG SEBELAH KANAN. DI RUANG VIRIBUS 1

VIRIBUS 1
Seperti anak-anak remaja di kampung ini, saya juga tak tahu cerita istimewa
apa yang pernah saya miliki dan bisa saya banggakan--selain cerita yang
lumrah dan tak akan mengilhami siapa pun. Tapi sejak Guru Bahasa Indonesia
kami menunjukkan sebuah puisi yang sangat indah, saya merasa seperti ada
yang dituangkan ke dalam kepala dan dada saya, membuat semuanya terasa
berbeda. Saya seperti dibimbing oleh kekuatan dari dalam diri saya dan tak
bisa saya jelaskan. Saya tak pernah membenci pelajaran-pelajaran yang lain--
tapi saya jadi cinta dengan puisi, novel-novel hebat dari pengarang-pengarang
di negeri ini maupun pengarang dunia, musik, drama, lukisan, tari...semua
keindahan dalam karya seniman yang tak habis saya kagumi. Tapi lalu teman-
teman di kelas menganggap saya “sok tua”, “tua sebelum waktunya”, “orang
aneh”, “gak matching dengan umur”, “sok berat”, “seniman anakan”..dan
sejumlah “gelar khusus” lainnya saya peroleh. Teman-teman tidak mengucilkan
saya, mereka hanya senang mengolok-olok demi bisa tertawa lantang bersama-
sama. Tapi saya senang, setidaknya mereka bisa berbahagia dengan cara itu
(Tersenyum kecut).

VIRIBUS 2 MENGHEMPASKAN BUKU KE ATAS MEJA.

5
Apa? (menoleh ke arah panggung sebelah kiri). Aku mengacaukan hidupmu?
Aku yang mengakibatkan nasib yang selalu kau keluhkan itu? Dengarkan saya:
di usia seperti saya sekarang, setiap orang harus membuat pilihan penting bagi
hidupnya. Dan saya melakukannya: memilih! Saya tak mau hanya ikut-ikutan
mereka yang menjalani hidup ini seolah-olah seperti warisan. Tinggal
mengulurkan tangan dan menerima apa saja yang diberikan; lalu menjalaninya,
menjadi tua dan mati. Saya tidak seperti itu. Kalau orang lain tak memilih apa
yang saya pilih, itu hak mereka dan itu juga sebuah pilihan. Tapi saya juga tak
mau terus-terusan kau salahkan dengan pilihan saya ini: Saya ingin jadi
Pengarang: seniman! (Menggebrakkan tangannya di atas meja). That is my
chooice....(Tersenyum) Jadi kau tak bisa terus-terusan mendatangi saya dan
meminta saya mengubah pilihan saya ini. Lagipula, kalau pun saya mengubah
pilihan saya ini, apa lantas nasibmu akan berubah dengan sendirinya? Menjadi
lebih baik seperti yang kau bayangkan? Tiada guna keluhan. Berhentilah
merengek. BERPALING DARI VIRIBUS 1.

VIRIBUS 2
Hei...!

VIRIBUS 1 (Berubah menjadi lebih dewasa)


Biarkan aku istirahat. Biarkan aku sempurna sebagai masa lalumu. Lihat dan
terima hidupmu yang sekarang dengan berani.

(Berbicara pada Audiens dalam karakater seorang orator yang dibuat-buat


untuk meledek VIRIBUS 2)
Saudara-saudara, profesi yang saya pilih ini, mungkin memang tak menjanjikan
financial yang hebat, popularitas berlimpah, atau status yang membanggakan
bagi keluarga---

VIRIBUS 2 (Menyela)
Ya, itu namanya bloon!

VIRIBUS 1 (Tak mengacuhkan Viribus 2)

6
Tapi saya harus melakoninya. Dan saya tahu, saya akan tak mendapat
dukungan dari siapa pun. Mungkin mereka tak akan menghalangi saya karena
saya keras (Jeda) kepala (dibuat-buat, sambil melirik ke VIRIBUS 2)
Saya hanya akan dibiarkan dengan pilihan ini, sambil diam-diam mereka
berharap saya gagal, sehingga mereka bisa mencibir dan menunjukkan ke
depan muka saya; bahwa pendapat merekalah yang benar. Lalu akan berkata
pada saya---

VIRIBUS 2
“Kapok! Makanya, jadi anak jangan ngeyel!”

VIRIBUS 1 (Tak mengacuhkan Viribus 2)


ya, begitu!

VIRIBUS 2
Disuruh jadi PNS malah jadi seniman!

VIRIBUS 1 (Tak mengacuhkan Viribus 2)


Itu kata Budhe saya..

VIRIBUS 2
Apa kurang banyak contoh seniman yang mati bengek, stress,
menggelandang..!

VIRIBUS1 (Menoleh ke Viribus 2)


Yang barusan kata Si Mbah atau kata Pakdhe, ya?

VIRIBUS 2 (Menirukan gaya Viribus 1 dengan jenegkel)


Lupa saya. Mungkin kata tetangga..

VIRIBUS 1 (Masih dalam gaya seolah orator)


O..Begitu?

7
VIRIBUS 2
Ho..oh (Makin kesal)

VIRIBUS 1
Demikinalh..terlalu banyak penderitaan yang harus saya tanggungkan
(Menyindir Viribus 2)

VIRIBUS 2
Jangan kau mainkan apa yang jadi jatah peranku! Dasar tak tahu aturan. Kau
memang liar!”

VIRIBUS 1 MENUJU KE SISI LAIN PANGGUNG.


Liar...saya tidak liar. Saya hanya ingin berpikir bebas. Saya juga megerti
batasan-batasan. Saya cuma ingin memilih sendiri hidup yang akan saya jalani,
menjelmakan apa yang telah mengilhami dan menggelorakan jiwa saya.
Mengapa sebuah pikiran bebas harus selalu dicurigai dan dianggap berbahaya?
Mengapa yang bereda harus selalu dianggap salah? Apakah cita-cita yang
dianggap benar harus selalu sesuai dengan standar hidup orang banyak?
Apakah setiap orang yang belajar dan bekerja tekun hanya dianggap benar
kalau bisa jadi PNS? Polisi? Tentara? Pegawai Bank? Bisnis? Di luar profesi-
profesi yang dianggap menjanjikan itu orang akan dianggap gagal atau keliru?
Saya hanya ingin melihat dan menjalani hidup saya dengan cara berbeda. Saya
hanya tidak ingin hidup saya terlalu penuh dengan buih. Saya hanya ingin selalu
bergelora; digerakkan oleh tenaga yang amat kuat dan murni dari dalam diri
saya; terus menerus terilhami. Dan saya menemukannya dalam puisi, musik,
sastra....dalam seni. Apa itu salah?

Barangkali kalian juga mulai berpikir bahwa kata-kata saya ini, kalimat-kalimat
yang saya ucapkan ini, bukan berasal dari alam pikiran seorang remaja? Beri
kami kalimat-kalimat yang kuat, yang bisa menggedor jiwa kami. Beri kami
bahasa yang punya kedalaman dan tempa kami untuk bersusah payah
mencernanya; maka kami akan berbeda. Maka Anda tak perlu lagi menganggap
aneh kalau ada seorang remaja seperti saya. (Menahan tangisnya)

8
HENING. SUARA SERANGGA MALAM.LAMAT-LAMAT MUSIK. VIRIBUS SEPERTI
MENYADARI SESUATU. PERLAHAN IA MERAIH SELEMBAR KERTAS DARI ATAS
MEJANYA.

Jadi beginilah akhirnya


Kita menua
dan langit pagi masih tak terganti; biru, dan acap putih
Bahkan bila pun kelabu; itu tak mengapa
Pagi selalu beralasan untuk dicintai

Maka beginilah aku mulai mencarimu


Mataku perih sebab semalaman tak bisa pejam
Mobilku melaju di jalanan yang tak lengang

Dulu kita tak menangis meskipun kerap bersedih


selalu punya dalih agar tetap tak jinak oleh sepi atau rasa perih. Pintar dan
cemerlang
Bebas dan riang menyembunyikan kekecewaan
Tapi pagi ini, seseorang dengan mata berselaput dan rambut mulai memutih,
tiba-tiba merindukan teman dan tak mengerti harus ke mana?

Di jalanan, di sepanjang jalan


Ia berharap menemukanmu sedang duduk di sebuah halte atau di bawah atap
pertokoan, di kota yang mulai tak diingatnya. Ia berharap melihatmu sedang
bersiul atau berdendang dengan sekaleng bir atau vodka sisa semalam.

Ia hanya ingin mendengarmu berkata lagi -- seperti dulu:


“apa hari ini masih ada puisi?”

Adakah luka yang tak ingin sembuuh selain puisi? Adakah sakit yang tak
menemukan obat selain sajak? Adakah tempat yang selalu cukup menampung
semua itu, selain hatimu sendiri

9
Kalau saja kini kita masih bisa menangis setulus itu -- mungkin puisi memang
tak perlu

SAAT VIRIBUS 2 MEMBACA SAJAK DI ATAS, VIRIBUS 3 BANGKIT DARI


BANGKUNYA DAN SEAKAN MENGENANG SESUATU YANG AMAT JAUH.

VIRIBUS 3
Itu tadi sajak yang pernah saya tulis. Guru Bahasa Indonesia saya yang
mengajarkannya. Ia berhenti mengajar karena ia hanya mengantongi ijazah D-3.
Sementara semua guru di sekolah kami harus bergelar minimal S-1. Dia bilang;
“Viribus, pilihah jalanmu sendiri, meski itu tak banyak dilalui orang lain. Selama
ia membuatmu merasa terpaut dengan kuat pada hidupmu, tempuhlah. Dan
setiap hari kau harus bilang pada dirimu sendiri: Raihlah hari ini.”

VIRIBUS 1 (bergumam. Lalu bangkit dari bangkunya. Bicara pada penonton)


“raihlah hari ini...”
Tapi Guru yang selalu mengerti bagaimana membuat murid-muridnya berani
melihat ke dalam dirinya sendiri itu, sudah tersingkir karena selembar ijazah.
Untunglah dia punya keterampilan lain; membuka bengkel sepeda. Dari dia
saya mendapat banyak buku-buku yang membuat jiwa saya selalu lapar pada
hikmah; pada sesuatu yang bisa membuat pikiran saya terus menerus terjaga.
Dia pula yang membuat saya percaya dan tidak takut melakoni hidup.

SELAMA VIRIBUS 1 BICARA, VIRIBUS 3 MERAIH SETUMPUK KERTAS DALAM


PELUKANNYA.

VIRIBUS 1 DAN 3: (Seakan bicara pada keluasan)


Lihat! Saya sanggup dan mungkin saya akan berhasil!

VIRIBUS 2 MEROBEK-ROBEK PUISI YANG TADI IA BACA

10
Akan? Mungkin? Pemilihan tensis yang salah! Lihat, ini bukan lagi future tense,
ini sudah present continous tense. Kamu sudah gagal. Lihat saya; ga-gal!
Kamu menyedihkan! Menyangka dirimu telah memilih hal yang benar karena
mengikuti dorongan dari dalam jiwamu, padahal akibatnya bisa kau lihat sendiri
pada saya sekarang. Kamu menyedihkan! Kamu hanya seorang yang ingin
eksentrik, beda, unik, dianggap berpikiran bebas dan mampu mandiri,
sementara diam-diam kamu abaikan dirimu sendiri. You have no self respect.
Kamu tidak bisa menghargai dirimu sendiri. That is You!
Kau bicara seolah-olah kau adalah Sang Hermes. Pengemban tugas mulia untuk
memberi pemahaman tentang kedalaman hidup pada manusia? Utopis! Apa kau
kira hidupmu menjadi benar dan penting hanya karena kau menemukan gelora
dalam puisi? fiksi? musik? seni? Kau menyedihkan! Kau cuma membayang-
bayangkan hidup yang kau anggap penuh gelora dan getaran itu! Kau belum
merasakan apa artinya diburu tagihan listrik, kontrakan, setiap hari makan nasi
dengan lauk kerupuk atau pisang, ditinggalkan karena dianggap tak punya
masa depan, seluruh kata-katamu tak diacuhkan lantaran status sosialmu
dianggap tak jelas.....Utopis!
Hei Pengembara Kesepian, kau telah membuat 10 tahun hidupku menguap
dalam angan-angan kosong! (Meraung, menahan perihnya)

SAAT VIRIBUS 2 MENGATAKAN “Kau bicara seolah-olah kau sang hermes..”


VIRIBUS 3 YANG TADI DUDUK MENDEKAP TUMPUKAN KERTASNYA DI
BANGKU DI BERANDA, KINI BANGKIT DAN SEOLAH SEDANG BERJALAN AMAT
JAUH. VIRIBUS 1 PERLAHAN BANGKIT DAN MEMANDANG KE ARAH VIRIBUS 3
MEMANDANG.

FADE OUT
FADE IN
III
VIRIBUS 1,2,3 MENULIS DI ATAS MEJA MEREKA. LALU DIAM. MEMANDANG
JAUH. VIRIBUS 3 MERAIH SELEMBAR KERTAS DARI ROL MESIN KETIKNYA,
BANGKIT DAN MEMBACA SEBUAH SAJAK YANG BARU SAJA IA TULIS.

11
Sepanjang malam aku berusaha untuk tidur
Melupakan dunia, melupakan diriku sendiri, melupakan dirimu yang bahkan tak bisa kutepiskan barang
sekejap pun dari pelupuk mataku. Melupakan kenangan, melupakan malam saat terbaikku menyembuhkan
luka-luka, menatanya sebagaimana menata huruf-huruf yang kian kabur di mata.

Setiap kali kupejamkan mata dan kubenamkan diriku ke palung gelap, aku selalu menemukan hal ini: Suara
tawa riangmu, kerling matamu yang mengawasi jiwaku dalam kesendirian, mengenangmu dengan jiwa
kelanaku yang sudah sangat kau tahu itu. Juga bagaimana tepukan tanganmu setiap kali bergembira dan
kesedihanmu yang membayang di antara semua itu.

Di manakah kau pergi jika kesepian mendatangimu? Duduk di tepi jendela dan memandang ke kaki langit
yang jauh, berbaring di ranjangmu sambil berharap bahwa cinta yang pernah diucapkan untukmu memang
benar-benar milikmu? Kepada siapakah kau akan bercerita ketika kerinduan membangkitkan seluruh
kenanganmu? Atau kau akan membisikkan baris sajak ini kepada sisi ranjang yang kosong di sebelahmu?
Kenapa cinta mendatangiku tiba-tiba di saat aku sedih dan merasa kau betapa jauhnya? (Duduk pada
bangkunya)

DETIK BERLALU DALAM SEPI

LALU KETUKAN

VIRIBUS 1, DAN 2
Siapa di luar...? Siapa...? Arya? Sungguh?

VIRIBUS 1 MELONJAK GIRANG JUGA GUGUP.

VIRIBUS 1 : (VIRIBUS 1 pada VIRIBUS 2) Biasa saja dong.. terlalu atraktif.


Jaga Martabat.
VIRIBUS 2 : Ini bukan atraktif. Ini jujur. Makanlah martabatmu.

KEDUANYA MEMBUKAKAN PINTU

VIRIBUS 1 : Eh....Arya...ada apa ini, Malam-malam begini berkunjung?


VIRIBUS 2 : EH....Arya...ada apa ini, pagi-pagi begini berkunjung?
VIRIBUS 1 : Anakmu? Kenapa anakmu?
VIRIBUS 2 : Adikmu? Kenapa Adikmu?

12
KEDUANYA : Oooo...Mau belajar mengarang? Boleh..boleh..duduklah. O..dia saja
yang
di sini, kau akan menjemputnya nanti? Baiklah....Tenang saja,
aku akan
mengajarinya. Ya, aku tahu, kau kurang berminat dengan
karang
mengarang. Kau penggemar science. What...? Tidak, jangan
khawatir, aku
hanya akan memberitahu sedikit teknik--tidak akan terlalu dalam.
Ya, ya..aku mengerti, hanya untuk tugas sekolah...Ok,
bye...

VIRIBUS 1 : Kau lihat, dia meningglkanku dan kawin dengan orang lain. Lalu
datang
hanya untuk memintaku mengajari anaknya mengarang.
Seandainya kau dulu tak teralu romantic dan menghayati cinta
palsunya itu terlalu dalam, aku tak akan merana ketika
dia pergi. Kau keracunan puisi...Faktanya, cinta yang kau
bayangkan itu hanya menyisakan cidera yang tak bisa sembuh
dalam diriku.

VIRIBUS 2 : Aku memang romantic. Tapi bukan tragic sepertimu. Aku memang
sedih
dan kecewa karena ditinggalkan. Tapi tidak menyesali. Tapi aku
bisa mengerti, dalam keadaan sepertimu sekarang, apa
saja bisa kau ratapi. Bahkan kalau ada seekor semut
menggigit kakimu, kau bisa menggugat, mengapa Tuhan
menciptakan semut.
Apa tidak ada yang lebih cerdas selain menyalahkan keadaan?
VIRIBUS 1 : Apa tidak ada yang lebih jujur selain mengakui kesalahanmu
sendiri?
VIRIBUS 2 : Aku tak pernah merasa telah melakukan kesalahan. Kalau kau
memilih

13
sesuatu dan kau banyak menderita karenanya, itu tak berarti kau
telah
melakukan kesalahan. Sebab yang kau pilih memang bukan hal
gampang.
VIRIBUS 1 : Kalau ada hal yang lebih mudah dan kau memilih yang lebih sulit,
lalu kau
menderita karenanya, itu artinya kau dungu, atau tak pandai
menakar diri
sendiri

IV
LAMPU TIBA-TIBA MENYALA DI PANGGUNG TENGAH. TAMPAK SEORANG
VIRIBUS 3 YANG SUDAH BERUSIA SEKITAR 50-AN. DIA YANG SEJAK MULA
HANYA DIAM DAN MENULIS PADA LAPTOPNYA, BANGKIT DARI DUDUKNYA.

VIRIBUS 3 : Sudah. Cukup! Tolong jangan terus-terusan bertengkar. Biarkan


saya tenang dan menyelesaikan semua ini? Apa belum
cukup kesempatan yang kuberikan untuk bersuara?
VIRIBUS 2 : Yang belum kau berikan adalah kesempatan untuk merasa tenang
dan menang.
VIRIBUS 3 : Sejak kapan kehendak untuk menang itu ada dalam batok
kepalamu?
VIRIBUS 2 : Sejak kau kurung aku dalam kamar sumpek ini dan kau jejalkan
segala macam penderitaan di sini. Sementara dia...
(menunjuk ke arah VIRIBUS 2)
VIRIBUS 1 : Sentimentil akut!
VIRIBUS 2 : Akut..akut..mbahmu! Kamu bisa saja tenang duduk di sana,
menulis dan membacakan sajak-sajakmu, fiksi-fiksi abg-mu,
bergelora, penuh ilham, harapan, dirundung rindu dan
cinta saban malam, membayangkan dirimu seolah bunga liar
yang tak dikenal dan mulai berkembang, mendapat

14
tepukan dan simpati besar dari penonton...sementara aku? Aku hari demi
hari hanya menjadi ludah bacin dari kisah yang sok romantis ini.
VIRIBUS 1 : Wah...wah...wah..makin parah! Apa kau tidak bisa melangkah lebih
jauh dari sekadar mengeluh? Apa cuma sampai di situ
kemampuanmu: meratap? Kau bicara seolah-olah kaulah
korbannya. Seakan-akan kamulah yang paling menderita.
Sambil diam-diam mengharapkan simpati mereka.Culas!

VIRIBUS 2 : Kita memang korban! Aku, maksudku. Kau bukan. ( Mencibir) Kau
Pangeran/Puteri Pencerahan. Karakter yang
didambakan oleh siapa saja. The fucking lovely character! Flat...!
Flat...! Flat...! That’s You!
VIRIBUS 1 : What are you talking about? I don’t crave anything from my
character. I just rolling in the time....
VIRIBUS 2 : Rolling...rolling....rolling stones....
VIRIBUS 1 : Son of a bitch !
VIII
KEDUANYA SALING MELEMPAR APA SAJA YANG ADA DI MEJA ATAU
SEKITARNYA. SAMBIL TERUS SALING MEMAKI. RUANGAN KACAU BALAU.
MEREKA BERDUA MENERBOS BATAS DINDING MASING-MASING DAN SIAP
DUEL. SEMENTARA PEREMPUAN/LAKI-LAKI 3 YANG SEJAK PERTENGAKARAN
ANTARA KEDUANYA MEMANAS SIBUK MENULISKAN ISI PERTENGKARAN ITU,
MARAH DAN BANGKIT DARI BANGKUNYA.

VIRIBUS 3 : SHUT UP!

KEDUANYA : Apa kau tidak bisa melangkah lebih jauh dari sekadar menyuruh
kami diam? (keduanya saling pandang lalu berpaling lagi)
VIRIBUS 3 : Bagaimana aku akan melangkah lebih jauh kalau kalian tidak bisa
diam?
VIRIBUS 2 : Kaulah otak dari semua ini. Kaulah biang kekacauan ini!
VIRIBUS 3 : Dengar! Aku tak pernah mempersiapkanmu jadi pengeluh seperti
sekarang. Kau hanya harus menerima dan melakoni peranmu,

15
maka kau akan menemukan kekuatan di baliknya. Apa
yang kau alami memang tak akan diharapkan orang, apalagi
mengilhami mereka. Tapi bagaimana kau mengalaminya. Di
sanalah letak kekuatannya. Kesabaran, keberanian,
keuletan.
VIRIBUS 2 : Klise....Klise..flat! Khotbah yang sama, pesan yang sama, nasihat
yang sama. Ratusan motivator, ratusan judul buku motivasi
diri telah ditulis, dan
kau hanya menambahkan buih-buih baru di atasnya....klise tanpa
ampun.

VIRIBUS 3 : (Marah) Tentu saja klise! Sebab sikapmu, cara pandangmu, dan
apa yang
kau keluhkan juga klise! Bagaimana aku bisa mengatakan
sesuatu yang
cemerlang, kalau persoalan-persoalan yang kau sampaikan
memang klise? Kesepian, Kesulitan financial, ditinggalkan,
kegelisahan eksistensial, yang
gemilang telah jadi masa lalu yang akan datang masih tak
tentu....Bisakah kau beranjak lebih jauh dari semua itu?
VIRIBUS 2 : Sudah. Aku sudah beranjak lebih jauh. Sejak umur 30 aku sudah
memutuskan untuk berontak.
VIRIBUS 1 : (dengan santai) Berontak “terhadap” atau berontak “dari”?
VIRIBUS 2 : ( pada VIRIBUS 2) Maksudmu?
VIRIBUS 3 : Berontak terhadap apa? atau Berontak dari siapa?
VIRIBUS 2 : Keduanya! Berontak terhadap nasib yang dipikulkan padaku, dan
berontak dari dia yang telah memilih hal yang keliru, juga
berontak darimu yang telah mengakibatkan apa yang kualami.
VIRIBUS 3 : Mengapa baru sekarang? Mengapa pada umur 30 baru kau
lakukan?
VIRIBUS 2 : Timing! Seperti katamu, timing adalah faktor penentu untuk
berhasil dalam
sebuah keputusan

16
VIRIBUS 3 : Kau memilih timing-mu sendiri..
VIRIBUS 2 : Ya, itulah maknanya “memberontak”--melepaskan diri dari segala
ketentuan.
VIRIBUS 3 : Jadi sekarang kau menggugatku?
VIRIBUS 2 : Ya! Sejak drama ini dimulai.
VIRIBUS 1 : Kafir zindik! Sesat!
VIRIBUS 3 : (Marah pada VIRIBUS 2) Jangan dibawa-bawa ke sana. Biarkan
semua ini tetap simbolis!
VIRIBUS 2 : METAPHORIS
VIRIBUS 3 : SIMBOLIS
VIRIBUS 1 : ALEGORIS--mungkin...
VIRIBUS 3 & 1: Anak SMA jangan ikut-ikutan...pelajaranmu belum sampai ke
sana
VIRIBUS 1 : Sudah! Ada dalam kurikulum (menunjukkan bukunya)
VIRIBUS 3 : Ya! Tapi gurumu tak pernah mengajarkannya..
VIRIBUS 1 : Tapi aku mempelajarinya..
VIRIBUS 2 : Itu pengecualian..tidak bisa dijadikan kesimpulan
VIRIBUS 3 : Kembali ke perdebatan kita. Sampai di mana tadi?
VIRIBUS 2 : Lupa
VIRIBUS 1 : Alpa
VIRIBUS 2 : Kau yang mengacaukan
VIRIBUS 1 : Aku memboboti perdebatan
VIRIBUS 3 : Itu menyimpangkan, bukan memboboti
VIRIBUS 1 : Penyimpangan adalah bobot tersendiri..
VIRIBUS 3 : Itu tugasku, wewenangku, hak-ku
VIRIBUS 1 : Aku menuntut persamaan hak!
VIRIBUS 2 : Aku mendukungmu. Sekali ini saja!
VIRIBUS 3 : Tidak ada persamaan hak antara pengarang dengan tokoh
ceritanya!
KEDUANYA : Otoriter! Fasis! Kau bukan Tuhan!
VIRIBUS 3 : Aku bukan Tuhan,Aku takdirmu! Aku tak perduli!
KEDUANYA : Tuhan perduli!
V

17
VIRIBUS 3 : Tuhan? itulah awalnya
HENING. SUARA SERANGGA MALAM. LAMPU DI KIRI DAN KANAN PANGGUNG
MEREDUP LALU GELAP. HANYA BERKAS CAHAYA DI TEMPAT VIRIBUS 3.

VIRIBUS 3 TERPAKU MEMANDANGI LAYAR LAPTOPNYA. BEBERAPA SAAT


KEMUDIAN MEMADAMKANNYA.

Maafkan aku. Tenaga itu begitu kuat menarikku sejak semula. Tenaga dari
setiap ilham dan hasrat pada seni. Tak selalu gemilang seperti yang
kubayangkan. Tak selalu indah atau menggetarkan seperti yang bisa
kuceritakan. Acap keliru melangkah dan salah sangka. Gemetar. Takut.
Bimbang menghadapi esok hari. Jeri melihat kenyataan hari ini. Bersembunyi
dari segala yang pahit di masa lalu. Terambing di antara percaya dan ragu.
Benar atau salah. baik atau buruk...Indah atau ilusi belaka...
Maafkan aku......jangan tinggalkan aku sendiri...
Meski aku tak patut untuk memintamu tetap bersamaku..
Maafkan aku..
Aku tak tahu apakah aku yang telah memilih atau kau yang memilihkan
untukku?
Ini belum barakhir...tak kan pernah..
Tetaplah bersamaku....harapanku..

X
LAMPU BERUBAH. VIRIBUS 3 MENJAUH DAN MENGHILANG DALAM GELAP.
VIRIBUS 1 BERJALAN MENUJU KE TEMPAT VIRIBUS 3 BIASA BERADA.
SELAMA BERJALAN IA MENGALAMI PERUBAHAN SAMPAI MENJELMA JADI

18
VIRIBUS 3. DEMIKIAN PULA VIRIBUS 2 MELANGKAH MENUJU TEMPAT
VIRIBUS 1 DAN MENGALAMI PERUBAHAN SAMPAI MENJELMA JADI VIRIBUS 1.
DARI SISI PANGGUNG YANG LAIN SEOERANG REMAJA MENUJU KE TEMPAT
VIRIBUS 2 MEMBAWA SELEMBAR KERTAS LALU MEMBACAKAN PUISI ROBERT
FROST “JALAN YANG TAK DITEMPUH”. SEIRING DENGAN ITU, VIRIBUS 1 DAN
3 MENULIS PADA SELEMBAR KERTAS DI MEJANYA. SUARA SERANGGA MALAM
DAN MUSIK LAMAT-LAMAT.

Bandar Lampung, 18 Januari 2018


*)Judul Puisi Robert Frost yang juga didpakai dalam drama ini

SELESAI

19
20

Anda mungkin juga menyukai