Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

METODOLOGI

4.1 Proses Perancangan

Dalam proses perancangan Integrated Autism Childcare ini akan digunakan force-based
framework oleh Plowright (2014). Framework ini akan menjadi arahan dalam melakukan rancangan
dan menciptakan sebuah desain yang sesuai dengan tujuan perancangan. Pemilihan metode ini
berdasarkan pada kebutuhan perancangan untuk pengumpulan dan pengelompokkan force yang ada
sebelum mendesain. Pendekatan force melihat desain arsitektur secara formal, dari lingkungan dan
sosial. Menurut Plowright kunci dari force-based ini yaitu mencari kualitas dalam segala hal
daripada pola, bentuk, atau objek. Alur kerangka kerja dalam metode force-based method sebagai
berikut.

Gambar. Alur kerangka kerja dalam metode force-based method


Sumber: Philips D. Plowright, Revealing Architecture Design (2014)

4.2 Metode Perancangan

Dalam force-based framework, proses kerjanya akan berfokus pada force/faktor pada latar
belakang perancangan. Pada tahap pertama force-based framework diawali dengan context, culture,
needs sebagai pengidentifikasian forces. Tahap kedua dilanjutkan dengan propose forms, refine dan
assemble system hingga sampai pada tahap akhir dan menghasilkan sebuah proposal sebagai hasil
akhir dari proses desain.
Gambar. Alur kerangka kerja dalam metode force-based method
Sumber: Philips D. Plowright, Revealing Architecture Design (2014)

Proses kerja force-based method akan berfokus pada force yang diawali dengan context,
culture, needs sebagai pengidentifikasian forces. Kemudian dilanjutkan dengan propose forms
untuk menentukan respon terhadap forces tersebut. Respon dari forces tersebut akan menjadi
kriteria rancangan yang kemudian akan dikembangkan menjadi konsep tatanan massa, konsep
suasana ruang luar dan dalam, serta konsep fasad. Selanjutnya dilakukan refine dan assemble system
dimana dalam tahap ini akan memeriksa kesesuaian yang mendukung form/force lainnya. Pada
tahap terakhir proposal berupa sinkronasi antara skala dan keselarasan dalam perancangan
bangunan.

Penjelasan metode dan alat yang akan digunakan pada setiap tahapan, sebagai berikut:

a) Identify Forces: Context, Culture, Needs

Pengidentifikasian forces didapatkan dari faktor-faktor dapat mempengaruhi rancangan.


Pada tahap ini akan dicari faktor yang menjadi prioritas dalam perancangan. Proses ini
dilakukan dengan menganalisis studi preseden serta tinjuan pustaka. Selain itu dilakukan proses
analisis terhadap lokasi perancangan. Selanjutnya dari prioritas tersebut akan diterjemahkan
menjadi assets (kelebihan) dan constraints (kekurangan).

1) Context
Berangkat dari isu mengenai kebutuhan anak berkebutuhan khusus seperti autisme melalui
berita dan sosial media mengenai kurangnya fasilitas yang disediakan untuk mereka.
Didapatkan bahwa keterbatasan arsitektural serta lingkungan sekitar yang juga
berpengaruh terhadap perilaku autisme. Diperlukan analisis tapak yang yang bersumber
dari literatur dan analisis pribadi. Untuk mendapatkan data-data tersebut perlu dilakukan
analisis studi preseden serta survei lokasi serta digunakan beberapa tools seperti buku,
jurnal, ebook dan kamera.
2) Culture
Setiap anak penyandang autisme memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik
tersebut dilahat dari perilaku, kebutuhan sensorik, serta interaksi sosial mereka. Data
tersebut bisa didapatkan melalui literatur buku, ebook dan jurnal yang ditemukan melalui
internet.
3) Needs
Dari beberapa karakteristik anak autis membutuhkan lingkungan yang mendukung kondisi
perilaku mereka. Kebutuhan tersebut bisa didapatkan melalui literatur buku, ebook, jurnal,
dan review studi preseden. Dengan menyimpulkan hasil kajian pustaka akan menghasilkan
beberapa tujuan konsep rancangan.

b) Propose Forms

Dalam tahap ini setelah analisis selesai, forces akan muncul sebagai assets (kelebihan),
constraints (kekurangan), dan pressures (tekanan). Kemudian ditentukan bagaimana respon
terhadap berbagai forces tersebut. Untuk mengembangkan respon dari force utama diperlukan
analisis force pendukung. Kedua force tersebut harus saling mendukung dan memiliki
keterkaitan. Dalam tahap ini akan muncul ide untuk merespon force ke dalam elemen
arsitektural.
1) Pendekatan
Pendekatan arsitektur menjadi penentuan nilai-nilai arsitektural yang akan mempengaruhi
seluruh desain rancangan. Kriteria yang ditentukan menjadi hal penting untuk penentuan
penerapan elemen arsitektur. Pendekatan arsitektur perilaku dengan menerapkan
pendekatan sensory design yang mengacu pada teori sensori menurut Pallasma.
2) Design formal
Menentukan desain formal yang akan menjadi acuan kriteria untuk mendapatkan standar
ruang serta kualitas ruang yang sesuai dengan perilaku autisme. Strategi ini akan
menggunakan design guidline oleh Magda Mostafa.
3) Analisis ruang
Analisis dilalukan berdasarkan kebutuhan ruang untuk setiap aktivitas yang dilakukan.
Programing ruang akan mengacu pada peraturan yang mengatur standar ruang sesuai
dengan fungsi ruang.
4) Analisis tapak
Analisis tapak dilakukan untuk menemukan potensi dan permasalahan pada lokasi
perancangan. Analisis tapak didapatkan dari pengumpulan tapak melalui survei lapangan.
Analisis tapak meliputi lokasi, batas, aksesibilitas, lingkungan sekitar, iklim, kebisingan,
view dan aktifitas manusia di lingkungan sekitar.
c) Refine

Pada tahap ini, dari semua respon terhadap forces yang telah didapatkan dilakukan seleksi
terhadap respon yang dapat diperkuat atau dikembangkan. Selanjutnya akan dilakukan
penyesuaian terhadap respon dari forces yang saling mendukung maupun bertolak belakang
yang kemudian akan menghasilkan elemen desain rancangan yang terintegrasi secara
menyeluruh dengan memperhatikan aspek tema dan parameter tema.
d) Assemble System

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap respon yang saling mendukung, kemudian
mengidentifikasi potensi yang muncul ketika forces pada porpose from saling berinteraksi.
Tools yang akan digunakan yaitu diagram, ilustrasi, dan sketsa. Dalam perancangan ini,
dilakukan analisis terhadap kriteria rancangan dan penerapannya pada konsep sehingga dapat
menjadi acuan dalam mendesain. Konsep tersebut meliputi konsep tatanan massa, konsep
suasana ruang dalam dan luar, serta konsep fasad.
e) Proposal

Pada tahap akhir proses force-based framework ini menjadi proses perpaduan yang akan
menghasilkan suatu ide bentuk yang telah disempurnakan melalui tahapan sebelumnya. Hasil
dari tahap ini yaitu produk final dari sebuah rancangan yang disajikan secara skematis.

4.3 Aspek Arsitektur yang akan dieksplorasi

Dari semua tahapan metode tersebut, ditemukan beberapa aspek arsitektural yang perlu
diekplorasi dan ditentukan elemen-elemen yang menjadi titik fokus rancangan. Integrated Autism
Childcare memiliki berbagai jenis aktivitas serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung, dengan
memadukan penerapan arsitektur perilaku yaitu sensory design yang menyesuaikan dengan
kebutuhan dan perilaku individu autistik. Penyandang autistik mempunyai berbagai karakteristik
yang berbeda sehingga membutuhkan penyesuaian yang berbeda dalam perancangan. Aspek
arsitektural yang dapat diterapkan yaitu aspek tata ruang, sistem akustik, orientasi bangunan, serta
material bangunan. Semua aspek tersebut akan dieksplorasi sesuai dengan fungsi bangunan,
penerapan pendekatan arsitektur sensory design serta aspek lokasi perancangan.

Anda mungkin juga menyukai