Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PURNA HUNI PADA RUANG PADA

RUMAH TINGGAL DALAM ASPEK PRILAKU

Dosen Pengampu:
Tri Joko Daryanto, S. T., M. T.

Oleh:

Alit Maulana Dwi Putra


I0218009

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN
Evaluasi Pasca Huni (EPH) adalah proses evaluasi terhadap bangunan dengan cara
sistematis dan teliti setelah bangunan selesai dibangun dan telah dipakai untuk beberapa
waktu. Fokus EPH adalah pemakai dan kebutuhan pemakai, sehingga mereka memberikan
pengetahuan mengenai akibat dari keputusan-keputusan desain masa lalu dan dari hasil
kinerja bangunan. Pengetahuan ini mejadi sebuah dasar yang baik untuk menciptakan
bangunan yang lebih baik di masa depan.

Evaluasi Pasca Huni (EPH) adalah kegiatan dalam rangka penilaian tingkat
keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni,
terutama dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Kegiatan EPH dilakukan untuk
menilai tingkat kesesuaian antara bangunan dan lingkungan binaan dengan nilai – nilai dan
kebutuhan penghuni bangunan, disamping itu juga untuk memberikan masukan dalam
merancang bangunan yang mempunyai fungsi yang sama. EPH bermanfaat untuk acuan
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang serta memberikan dukungan untuk
meningkatkan kepuasan penghuni atas bangunan dan lingkungan binaan yang dihuni
(Suryadhi, 2005).

Menurut Preiser (1998) Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian
atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan
dukungan kepada pemakai, terutama nilai – nilai dan kebutuhannya. Penggunaan EPH adalah
untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan
kebutuhan penghuni/ pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan
fungsi yang sama.
BAB II

TINJAUAN EPH DAN KRITERIA KERJA


A. Tinjauan EPH
Evaluasi purna huni (post occupancy evaluation) adalah proses evaluasi bangunan
dengan sistem dan cara yang ketat setelah bangunan selesai dibangun dan dihuni selama
beberapa waktu. Kegiatan ini fokus pada penghuni dan kebutuhan bangunan. Pengetahuan ini
membentuk dasar kuat untuk menciptakan bangunan yang lebih baik di masa depan. Konsep
performa pada suatu bangunan menggunakan prinsip pengukuran, perbandingan, evaluasi,
dan feedback. Hal-hal tersebut adalah bagian dari pendekatan sistematis untuk meningkatkan
kualitas lingkungan suatu bangunan di mana di dalamnya temasuk variasi dari mekanisme
yang ada untuk membuat suatu gedung lebih bersifat responsif terhadap fungsi yang
diinginkan dan terhadap kebutuhan dari pengguna bangunan (Preiser,1988:36). Evaluasi
purna huni berupa suatu evaluasi yang formal dan sistematik dan dapat terdiri dari berbagai
macam model tergantung dari kebutuhan. Model proses EPH terdiri dari tiga bagian, yaitu
indikatif, investigatif, dan diagnostik, yang perbedaannya didasarkan pada perbedaan waktu,
keterbatasan sumber, faktor manusia, kedalaman dan keluasan penelitian, serta biaya (Preiser,
1988:53).
Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan
sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan
kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya. Evaluasi
terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan dengan mempelajari Performance
(tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut setelah digunakan beberapa saat. Fungsi dari
evaluasi tersebut dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan jangka waktunya, yaitu ;
a) Jangka pendek
 Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan
 Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah.
 Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek
b) Jangka menengah
 Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru
 Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.
c) Jangka Panjang
 Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang
 Mengembangkan “state of the art” bangunan dengan fungsi yang
 sama.
Menurut Presier.et.al (1998) evluasi pasca huni mempunyai tiga tingkatan
yaitu:
a. Indikatif EPH
Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu
yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat
mengenal dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah
satunya dari mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner,
wawancara.
b. Investigatif EPH
Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan
setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.
Hasil dari EPH indikatif mempengaruhi hasil – hasil identifikasi permasalahan
utama. EPH investigatif meliputi berbagai macam topik yang lebih detail dan
reliabel. Adapun langkah – langkah utama dalam pelaksanaan EPH investigatif
identik dengan langkah – langkah dalam EPH indikatif, dimana level upaya lebih
tinggi, lebih banyak menghemat waktu di tempat dan data yang dikumpulkan
serta teknik analisa yang digunakan akan lebih sempurna. Tidak seperti EPH
indikatif, dimana kriteria bentuk bangunan yang digunakan dalam evaluasi
berdasarkan pada pengalaman dari tim evaluasi, maka EPH investigatif
menggunakan kriteria riset yang ditempatkan secara obyektif dan eksplisit.
c. Diagnostik
Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/
akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang
menyeluruh. EPH diagnostik ini mengikuti strategi metode yang beragam,
diantaranya; kuesioner, survey dan ukuran-ukuran fisik dimana seluruh
pendekatan ini disesuaikan dengan evaluasi komparatif terhadap fasilitas –
fasilitas dengan tipe yang sama secara lintas-bagian. EPH diagnostik dilaksanakan
dalam jangka waktu beberapa bulan hingga satu tahun atau lebih. Hasil-hasil dan
rekomendasinya akan berorientasi jangka panjang yang bertujuan untuk
memperbaiki tidak hanya pada fasilitas utama, tetapi juga dalam patokan tipe
bangunan yang diberikan. Metodologi yang digunakan sangat mirip dengan
metode tradisional dimana riset ini memfokuskan pada penggunaan paradigma
ilmiah.
B. Tinjauan Prilaku pada Ruang
Elemen perilaku, menghubungkan kegiatan pemakai dengan lingkungan fisiknya.
Evaluasi perilaku adalah mengenai bagaimana kesejahteraan sosial dan psikologik pemakai
dipengaruhi oleh rancangan bangunan. Beberapa elemen perilaku yang perlu diperhatikan
misalnya interaksi, persepsi, citra, orientasi, privasi (Preiser, 1988:45).
Manusia hidup dalam waktu maupun ruang dimana antara keduanya saling
berinteraksi dan mempengaruhi. Bahkan dalam kondisi tradisional, ruang, waktu, makna, dan
komunikasi saling berketerkaitan. Hubungan ini dapat berupa hubungan dimensional
(antropometri) serta hubungan psikologi dan emosional (proksimik).
Terdapat beberapa komponen ruang yang dapat memengaruhi pola prilaku
penggunanya, yaitu ;
1. Warna Ruang
Warna memainkan peranan penting dalam mewujudkan suasana ruang dan
mendukung terwujudnya perilaku-perilaku tertentu. Perbedaan tersebut dipengaruhi
oleh umur, jenis kelamin, latar belakng budaya atau kondisi mental. Menurut Hartini
(2007), warna memiliki berbagai karakteristik energi yang berbeda – beda apabila
diaplikasikan pada tubuh. Pembelajaran mengenai pengaruh warna terhadap perilaku,
emosi dan fisik manusia ini dikenal dengan sebutan psikologi warna. Berdasarkan
pengamatan yang cukup kuat, ditemukan bahwa pembagian spektrum ke warna –
warna hangat maupun dingin memiliki makna yang sangat jelas dan sederhana dengan
referensi kepribadian manusia.
2. Ukuran dan Bentuk
Ukuran dan bentuk merupakan variable yang tetap (fixed) atau fleksibel
sebagai pembentuk ruang. Perancangan ruang, ukuran dan bentuk disesuaikan dengan
fungsi yang akan diwadahi sehingga perilaku pemakai yang terjadi adalah seperti
yang diharapkan. Ruang yang terlalu sempit akan menimbulkan suasana sesak dan
kurang nyaman sehingga sangat jarang dipakai untuk duduk bersama. Weinschenk
(2011:2) menyebutkan apa yang dilihat bukan selalu apa yang akan diterima oleh
otak. Karena apa yang terlihat oleh mata atau optic manusia dapat disimpulkan
berbeda.
3. Interior
Perabot sebagai variable tak tergantung dari ruang, dapat mempengaruhi
persepsi dan penilaian orang terhadap ukuran ruang. Penataan perabot berperan
penting dalam mempengaruhi kegaitan dan perilaku pemakainya.Bentuk-bentuk
penataan terseubt dipilih sesuai dengan sifat dari kegiatan yang ada di dalam ruang.
Beberapa dari desain mempunyai maksud dan tujuan
4. Elemen Lingkungan (Suara, Temperatur, dan Pencahayaan)
Suara, temperatur dan pencahayaan merupakan elemen lingkungan yang
mempunyai andil dalam mempengaruhi kondisi ruang dan perilaku pemakainya.
Temperatur berkaitan dengan kenyamanan pemakai ruang. Reaksi manusia terhadap
suhu lingkungan berbeda pada masing-masing individu, dimana dalam arti arsitektural
secara alamiah dapat ditentukan reaksi-reaksi psikologis terhadap pengaruh ruangan
yang lembab atau panas.Kenyamanan termal adalah terjadinya keseimbangan panas
(heat balance), dimana jumlah produksi panas internal dikurangi kehilangan panas
karena penguapan panas melalui kulit dan respirasi paru-paru sama dengan jumlah
panas yang hilang melalui radiasi dan konveksi panas dari permukaan badan ke
bagian badan yang tertutup pakaian (Fanger, 1982).
Pencahayaan dapat mempengaruhi kondisi psikologi seseorang. Kualitas
pencahayaan yang tidak sesuai dengan fungsi ruang berakibat pada tidak berjalnnya
dengan baik kegiatan yang ada. Pencahayaan yang terlalu terang akan menyebabkan
silau dan kurang baik bagi mata. Research has shown that visible light helps the
human body to regulate the production of the hormone melatonin, which in turn helps
to regulate our body clock, affecting sleep patterns and digestion. “Visible light also
helps to stimulate the body's production of the neurotransmitter serotonin, which can
reduce the symptoms of depression (Lewis,2016).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis objek
penelitian berupa ruang keluarga dan juga kamar tidur pada rumah tinggal dan juga respon
prilaku penghuni terhadap ruang tersebut. Penelitian ini dibatasi pada aspek prilaku terhadap
ruang.

Adapun langkah-langkah yang diambil dalam kajian literatur ini adalah sebagai
berikut:

 Inventarisasi litertur, yaitu mengumpulkan literatur yang dianggap mendukung


penelitian yang akan dilakukan
 Deskripsi literatur, yaitu menyusun, membaca, dan menguraikan literatur yang ada
secara terstruktur.
 Perbandingan literatur, yaitu membetulkan kata demi kata, susunan dan gaya bahasa,
serta mencari kemungkinan adanya unsur baru dalam literatur yang digunakan
BAB IV

ANALISIS DATA

Objek pada penelitian ini adalah ruang keluarga dan kamar tidur utama pada rumah
tinggal. Pemilihan ruang tersebut karena merupakan ruang yang paling sering digunakan oleh
penghuni rumah setiap harinya.

A. Ruang Keluarga

Ruang keluarga merupakan ruang yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya semua
anggota keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga pada sore
atau malam hari setelah melakukan aktifitas masing-masing di pagi dan siang hari

Ruang keluarga ini memiliki luas sekitar 5m x 3m. Ruang keluarga berada di tengah
rumah dan menjadi ruang penyatu antara kamar – kamar anak dan kamar utama. Furniture
yang terdapat di ruang keluarga tidak terlalu banyak, hanya terdapat lemari buffet TV dan
bangku kayu untuk menonton tv. Lemari buffet TV juga difungsikan sebagai dinding partisi
pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga. Pada dasarnya ruang keluarga ini tidak
memiliki dinding yang pasti sebagai pemisah ruangnya, ruang ini langsung menyatu dengan
ruang makan, jadi penghuni rumah bisa memakan sambil berkumpul menonton TV.

Analisa ruang keluarga tersebut dalam aspek perilaku yang pertama adalah warna
ruang. Ruang keluaga tersebut memiliki dinding berwarna putih, Putih diartikan sebagai
kemurnian, kebersihan, dan netralitas. Warna putih cenderung menambah kejernihan mental
Anda, mendorong kita untuk membersihkan kekacauan atau hambatan, dan membersihkan
pikiran atau tindakan. Warna pada ruang tersebut termasuk sudah ideal karena ruang keluarga
diharapkan dapat menjadi tempat istirahat dan berkumpul Bersama untuk menjernihkan
pikiran setelah seharian beraktifitas di luar rumah.

Analisis yang kedua yaitu interior ruang. Perabot atau furniture pada ruang keluarga
tersebut masih belum lengkap untuk dapat mewadahi aktifitas berkumpul Bersama di ruang
keluarga. Ruang keluarga tersebut tidak memiliki sofa untuk duduk Bersama sambal
menonton TV atau sekedar berbincang ringan.

Analisis berikutnya berkaitan dengan elemen lingkungan yaitu, suara, temperature,


dan pencahayaan. Tingkat kebisingan pada ruang termasuk ringan dan cukup ideal karena
ruang berada di tengah rumah sehingga tidak berdekatan dengan area luar. Temperature pada
ruang juga cukup sejuk ini dikarenakan tidak adanya dinding penyekat sehingga sirkulasi
udara bisa lebih luas. Pencahayaan masih dirasa kurang memadai, karena tidak ada
pencahayaan alami yang dapat masuk ke ruang, hal ini menyebabkan ruang menjadi boros
energi jika digunakan pada siang hari.

B. Kamar Tidur Utama

Ruang kamar utama ditinggali oleh pasangan suami istri pemilik rumah, kamar ini
merupakan tipikal ruang kamar yang paling besar dibanding ruang kamar anak.

Ruang kamar ini memiliki luas 4mx4m, ruang kamar ini berada di bagian depan rumah di
samping ruang tamu. Pada ruang kamar ini terdapat kamar mandi, kamar ini juga memiliki
jendela yang langsung menghadap keluar rumah, sehingga matahari pagi bisa langsung
masuk ke kamar. Furniture yang ada di dalamkamar yaitu Kasur berukuran double bed, meja
rias, lemari kayu, lemari plastic, dan meja kerja. Cat interior kamar bewarna putih membuat
kamar terlihat lebih terang ketika lampu dinyalakan. Kamar juga dilengkapi dengan air
conditioner.
Analisa warna ruang pada kamar tidur hampir sama dengan ruang keluarga yang
memiliki warna sama yaitu putih. Warna ini sangat cocok untuk kamar tidur karena memberi
bersih dan netral, kamar menjadi terlihat bersih dan rapi.

Ukuran ruang cukup luas untuk ditempati olrh 2 orang, sehingga memberikan kesan
luas dan tidak sesak. Masih banyak space kosong dalam kamar yang tidak diisi furniture, hal
ini menjadikan kamar sedikit kesan minimalis.

Interior ruang kurang cukup memadai, karena tidak ada bangku untuk duduk, namun
selain itu semua furniture dalam kamar dapat mendukung aktifitas penghuni seperti Kasur
yang luas, lemari dan meja rias.

Elemen lingkunan pada kamar tidur yang pertama adalah pencahayaan. Kamar tidur
mendapatkan cahaya alami karena memiliki jendela yang langsung menghadap ke utara,
sehingga sinar matahari tidak terlalu terik dan cocok untuk kamar. Kebisingan pada kamar
memiliki tingkat sedang, karena kamar berada di bagian depan rumah, sehingga
bersampingan dengan area luar. Hal tersebut dapat dievaluasi karena akan menganngu
kegiatan istirahat penghuni pada saat tidur. Kamar tidur sebaiknya ditempatkan di bagian
dalam rumah agar tingkat kebisingan rendah, karena kamar tidur merupakan area paling
privat di dalam rumah.
BAB V

KESIMPULAN HASIL DAN REKOMENDASI

Hasil analisis pada ruang keluarga dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal
yang perlu dievaluasi untuk menigkatkan kenyamanan penghuni terutama dalam aspek
perilaku. Furniture seperti sofa dapat dilengkapi pada ruang keluarga untuk dapat mewadahi
kegiatan berkumpul sehingga penghuni dapat menikmati waktu Bersama keluarga dengan
maksimal. Pencahayaan juga dapat dioptimalkan dengan memberi skylight pada ruang
keluarga, agar pengguna ruang dapat merasa lebih segar Ketika berada di ruang keluarga

Pada lamar tidur utama secara keseluruhan sudah baik, namun hanya beberapa yang
masih perlu diperhatikan. Pertama yaitu penambahan furniture berupa kursi dirasa perlu
karena dengan ukuran kamar yang cukup luas, ruang terasa kurang optimal jika tidak ada
kursi untuk duduk dan penunjang meja rias yang telah ada. Kedua yaitu tingkat kebisingan
yang cukup terasa karena kamar tidur berada di bagian depan rumah. Kamar tidur baiknya
ditempatkan di bagian tengah atau dalam rumah yang jauh dari area luar apalagi jalanan,
untuk mereduksi tingkat kebisingan.
DAFTAR PUSTAKA

Birren, Faber. 2010. Color Psychology and Color Theraphy : A Factual Study of the
Influence of Color on Human Life .Whitefish. Kessinger Publishing L.L.C.

Halim, D. (2005). Psikologi Arsitektur Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta: Grasindo.

Laurens, Joyce Marcella. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Setiawan, Haryadi, Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku: Pengantar ke Teori, Metodologi,dan


Aplikasi, Gadjah Mada University Press, 2010

Anda mungkin juga menyukai