Anda di halaman 1dari 2

Hal Yang Lebih Utama

Iamo Ma’Indo’na

1 Tesalonika 2:1-12 merupakan apologia (pembelaan iman) Paulus atas serangan dari pihak-pihak yang tidak senang
terhadap pelayanan pemberitaan Paulus. Pertama, adanya tuduhan bahwa Paulus telah memberitakan ajaran palsu
tentang kedatangan Mesias yang kedua kali dan dianggap telah melanggar ketetapan-ketetapan Kaisar, karena menurut
pemerintah Roma raja itu cuman satu yaitu Kaisar. Kelompok berpendapat kemungkinan perlawanan ini berasal dari
orang-orang Yahudi terutama kaum Saduki karena mereka tidak mempercayai kedatangan Mesias yang kedua kali dan
kebangkitan orang mati.
Kemudian tantangan kedua ialah adanya anggapan bahwa Paulus mempunyai motivasi yang tidak murni dalam
pemberitaan Injilnya (1 Tes 2:3). Secara spesifik, hal ini ditunjukkan dengan adanya penggunaan kata akarthasia Istilah
ini seringkali dihubungkan dengan suatu tindakan moral yang didasarkan pada motivasi yang tidak murni. Jadi Paulus
dianggap memanfaatkan pemberitaan Injil Kristus untuk kepentingannya sendiri. Kenapa hal ini bisa terjadi? Hal ini
sangat dipengaruhi oleh pandangan umum orang Tesalonika bahwa pengkhotbah dari luar adalah penipu dan hanya
mencari keuntungan pribadi saja. Namun yang paling disoroti dalam pembacaan kita ini adalah alasan kedua tentang
motivasi pelayanan Paulus
*Tapi kalau ditanya apakah ada orang yang seperti itu? Yang melakukan pelayanan baik tapi dengan motivasi yang tidak
baik? Tentu saja ada. Pelayanan itu dia hitung apakah bisa menguntungkannya atau tidak. Semua hanya berkaitan
tentang materi dan cari nama. Kalau dia lihat pelayanan itu tidak punya muatan keuntungan baik secara materi atau
mencari nama, maka orang yang seperti ini akan melakukan 2 hal: kalau bukan menolak pelayanan maka dia akan pilih-
pilih pelayanan.

Paulus mejelaskan panjang lebar dalam setiap surat-surat tentang itikad baiknya dalam pemberitaan injil, termasuk
seperti yang kita baca hari ini. Paulus ingin mengungkapkan fakta bahwa sebagai pemberita Injil ia harus menghadapi
konsekuensi yang cukup berat yaitu ditangkap, diadili, dipenjara, difitnah. Selain itu, Paulus juga menunjukkan
perjuangannya yang begitu berat ketika Paulus memberitakan Injil di Filipi sebelum ia memberitakan Injil di Tesalonika.
Meskipun demikian, Paulus dan rekan sepelayanannya tetap melanjutkan pemberitaan Injilnya.
Jadi Paulus ingin menjelaskan kepada jemaat di Tesalonika bagi mereka yang termakan hoax dan terprovokasi atas
hasutan-hasutan yang menipu dan tidak masuk akal tentang diri Paulus. Paulus ingin membuka pemikiran mereka
bahwa: “masuk akalkah itu saya (Paulus) cari keuntungan dengan konsekuensi yang besar? Membahayakan diri
sendiri? Setimpalkah itu cari nama, cari materi dengan kemungkinan bisa kehilangan nyawa?” Kalau cuman cari
materi, cari nama tanpa merasakan dipenjara, diludahi, dipukul, bahkan mau dibunuh Paulus bisa lakukan pekerjaan
lain. Tidak mungkin dia pilih memberitakan injil. Kalau ada pekerjaan yang aman dengan banyak keuntungan, kenapa
harus pilih pekerjaan yang banyak resiko dan kerugian? Kan logikanya begitu. Tapi faktanya itulah yang dipilih oleh
Paulus yaitu pekerjaan/pelayanan yang penuh dengan resiko.
*Kan kalau kita juga difitnah pasti kita berusaha meyakinkan orang lain. Kita tidak mau orang lain hilang kepercayaan
kepada kita, apalagi kalau kepercayaan itu sudah dibangun bertahun-tahun lamanya. Karena apa? Membangun
kepercayaan itu butuh pengalaman dan butuh bukti terhadap orang baru atau orang yang pertama kali kita jumpai.
Begitu juga dengan Paulus, ia tidak mau semua kepercayaan dengan segala bukti sudah ia perlihatkan ke jemaat di
Tesalonika hancur/rusak seketika hanya karena omongan orang-orang Yahudi yang tidak berdasarkan bukti. Makanya di
ayat 6, Paulus katakan: “sekalipun kami dapat melakukan itu (mencari keuntungan) karena kami rasul” tapi hal itu
tidak dilakukan. Motif perkerjaan/pelayanan Paulus satu-satunya hanyalah karena Kristus telah memilih dan
memanggilnya sebagai rasul.

Sekalipun penjelasan ini menurut kita sudah masuk akal, tapi penjelasan Paulus tidak berhenti sampai di situ saja. Dia
juga menjelaskan dengan memakai metafora (penggambaran) bagaimana ia dengan sepenuh hati melakukan
pemberitaan injil itu dengan setulus hati, tanpa ada maksud apa-apa. Lalu metafora apa yang dia pakai? Pertama
Paulus menggambarkan dirinya sebagai “ibu” dan jemaat Tesalonika itu “anak-anaknya” (ay. 7). Ia menempatkan
dirinya sebagai ibu yang merawat anaknya sendiri. Paulus menganggap dirinya sebagai ibu yang melahirkan anaknya
sendiri dan menderita sakit bersalin. Melalui metafora ini pula, Paulus menegaskan bahwa ia tidak mungkin
menjerumuskan jemaat Tesalonika dengan ajaran-ajaran yang sesat, sama seperti seorang ibu yang tidak akan
mencelakakan anaknya sendiri. Paulus juga menegaskan bahwa sebagai pemberita Injil ia telah rela memberikan
seluruh hidupnya sebagai bukti kasih sayangnya. Hal ini juga menunjukkan kualitas dari kasih Paulus kepada jemaat
Tesalonika yaitu kasih yang tidak mengharapkan imbalan atau balasan.
Selain metafora ibu, Paulus juga memakai metafora bapa. Ia menggambarkan dirinya sebagai “bapa” dan jemaat
Tesalonika adalah “anak-anaknya”. Dalam budaya patrialkal Yahudi (laki-laki pemegang kekuasaan utama) dimana ayah
bertugas menasihati dan menguatkan sedangkan ibu itu merawat. Bapak itu didikannya keras sedangkan ibu itu lemah
lembut.
*Itulah kenapa kebanyakan bapak-bapak kalau anaknya jatuh entah dari kursi atau sepeda, seorang bapa tidak akan
langsung membantunya berdiri. Tapi dia membiarkannya dengan maksud agar anaknya itu bangun/berdiri sendiri. Ia
mau anaknya kuat dengan benturan-benturan atau tantangan yang ia alami. Seorang ayah memperlihatkan fakta
kepada anaknya bahwa dunia itu keras karena itu anaknya harus kuat mental. Beda dengan ibu, kalau anak jatuh… baru
mau menangis (belum menangis)… ibu itu langsung lari gendong anaknya, diusap-usap sana sini. Teriak kesana
kemari…
Jadi yang bikin orang rumah panik sebenarnya bukan karena anak yang jatuh tapi teriakannya mama-mama. Makanya
cocok sekali itu quotes (kutipan) yang mengatakan: “Ibu itu takut kalau anaknya kenapa-kenapa, tapi bapa takut
kalau anaknya tidak bisa apa-apa”.

Metafora atau gambaran bapa dan ibu yang dijelaskan oleh Paulus ini ingin menekankan pada jemaat di Tesalonika
bahwa Paulus telah berkorban banyak dan melakukan apapun untuk agar jemaat itu dapat bertumbuh sebaik-baiknya.
Tidak mungkin dari semua jerih payah, kasih sayang, dan pengorbanan itu Paulus mau mencari keuntungan.
*Sama halnya dengan kita. Kita dirawat, dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh orang tua sejak kecil bukan karena
supaya nanti kalau kita sudah besar/dewasa kita yang cari uang, walaupun itu adalah salah satu cara tanda terima kasih
yang timbul dengan sendirinya sebagai anak kepada orang tua. Tapi pada intinya tidak ada itu orang tua
umpakande/umpatimbu’ anakna dikua kenna madomi lobo’ na male undaka’ seng. Atau den moraka ta tiroi tomatua
susi to? Sama sekali tidak ada itu orang tua yang mau mencari untung sama anaknya sendiri, apalagi mau tagih/tuntut
ulang kebaikannya.

Lalu apa yang bisa kita pelajari dari teks ini? Kira-kira ada dua: Pertama, Hari ini kita diajar oleh Paulus bahwa untuk
melawan fitnahan orang lain tentang kita, bukan dengan cara melawan atau membalas dengan fitnahan juga
melainkan meyakinkan orang kembali dengan semua bukti-bukti yang ada. Kedua, lakukanlah semua
pelayanan/pekerjaan tanpa mencari keuntungan apapun dari orang lain. Justru hal-hal yang baik itulah yang akan
mencari dan datang pada kita. Amin

Anda mungkin juga menyukai