Anda di halaman 1dari 4

UBAH SIKAP IHM Pentakosta XV

Lukas 18:15-17 Minggu, 10 Sept 2023

Pengantar
Peristiwa Yesus memberkati anak-anak dicatat oleh Matius
(19:13-15), Markus (10: 13-16) dan Lukas. Walaupun demikian,
peristiwa ini diletakkan pada konteks percakapan yang berbeda.
Matius dan Markus, meletakkan percakapan ini dalam rangkaian
pengajaran Yesus kepada orang banyak yang sedang mengikuti-
Nya sedangkan Lukas menyisipkan peristiwa ini dalam rangkaian
penjelasan Yesus tentang Kerajaan Allah.

Pemahaman Teks
Ay. 15 SGDK: Orang tua seringkali membawa anak-anak mereka
ketika berulang tahun kepada seorang rabu untuk diberkati.
Sepertinya, kebiasaan ini lah yang sedang berlangsung
ketika orang-orang itu datang membawa anak-anaknya yang
kecil kepada Yesus supaya Ia menjamah mereka.
Ay. 16 Jauh sebelum Yesus mengatakan bahwa orang-orang yang
seperti itulah (= anak-anak kecil) yang empunya Kerajaan
Allah, Ia sudah terlebih dahulu mengatakan bahwa kamu (=
orang) yang miskinlah yang punya Kerajaan Allah (Luk 6:20).
Anak-anak kecil dan orang miskin pada masa itu adalah dua
kelompok orang yang mengalami perlakuan yang sama dari
masyarakat yaitu ‘dihalang-halangi’ untuk dapat beribadah
kepada Allah. Orang miskin dihalangi karena secara materi
uang persembahan yang mereka berikan tidak banyak dan
pada waktu itu, kemiskinan dianggap sebagai hukuman Allah
atas dosa yang dilakukan orang tersebut.
Ay. 17 Dengan Yesus berkata “barangsiapa tidak menyambut
Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil …” Ia mau
mengatakan bahwa orang yang mau masuk ke dalam
Kerajaan Allah harus memiliki ketulusan dan keikhlasan
dalam menyambut/ menerima orang-orang yang disebut
Yesus sebagai pemilik Kerajaan Allah yaitu orang miskin dan
anak kecil
Renungan dan Penerapan
Jadi, bacaan ini bukan soal orang yang mau masuk ke dalam
Kerajaan Allah harus berpikir, bersikap ataupun bertingkah seperti
anak kecil melainkan soal kesediaan menyambut mereka yang
biasa ditolak ataupun dihalangi oleh masyarakat maupun hukum
ketika hendak datang kepada Tuhan dalam ibadah maupun dalam
persekutuan jemaat.
Beberapa tahun belakangan ini, GPIB menyatakan diri
sebagai “gereja ramah anak.” Berdasarkan ajaran Yesus, “gereja
ramah anak” bukan sebatas mengajak atau membawa serta anak
ikut ibadah ataupun menyediakan fasilitas untuk anak melainkan
kesediaan mengajak anak berbicara (bukan sekadar menyapa
basa-basi), melibatkannya dalam pelayanan (diberi tanggung jawab
yang adil) dan diperhitungkan sebagai pelaku ibadah (bukan hanya
sebagai yang dilayani ataupun penonton ibadah). Menciptakan
situasi itu memang tidak mudah dan membutuhkan proses. Akan
tetapi, perkataan Yesus pada ay 16-17 sesungguhnya memberi
dasar teologis dan kerangka berpikir untuk kita mewujudkan “gereja
ramah anak.”
Membiarkan orang-orang yang tidak terlalu menguntungkan
bagi gereja, masuk dan mengambil bagian dalam persekutuan
jemaat membutuhkan kelapangan dan kebesaran hati. Di antara
orang-orang yang bergabung dalam persekutuan jemaat, ada juga
yang motivasinya adalah supaya “kebagian berkat” dari kebaikan
dan kemurahan hati jemaat. Demikian juga halnya dengan tidak
menghalangi berkat yang seharusnya mereka terima dari Tuhan,
juga membutuhkan keikhlasan. Di antara orang-orang yang hadir di
gereja, ada juga yang datang hanya untuk menjemput berkat yang
telah disediakan Tuhan tanpa mereka mau berkontribusi apapun
bagi pelayanan gereja. Tanpa keikhlasan, kita akan merasa
diperlakukan tidak adil.
Anak-anak kecil adalah simbol atau representasi dari orang-
orang yang Tuhan ingin kita sambut supaya kita pun dapat masuk
dalam Kerajaan-Nya. Yesus mengajarkan kita bahwa ketulusan dan
keikhlasan kita dalam menerima orang-orang seperti itulah yang
membukakan pintu Kerajaan Allah bagi kita.
HIDUP BERHIKMAT Ibadah Keluarga
Kolose 4:1-6 Rabu, 13 Sept 2023

Surat ini ditulis oleh Rasul Paulus (dan Timotius) kepada


jemaat Kristen di kota Kolose (1:1). Jemaat di Kolose dapat
dikatakan sebagai jemaat yang beriman kepada Yesus dan saling
mengasihi satu sama lain (1:4). Paulus dan Timotius mengetahui
keadaan jemaat di Kolose dari rekan sepelayanan mereka yang
bernama Epafras (1:7-8).

Pemahaman Teks
Ay. 1 Berdasarkan kemiripan pola, nasihat ini bisa jadi merupakan
kelanjutan dari nasihat pada perikop sebelumnya yang
berbicara tentang hubungan antara orang secara khusus
(suami – isteri, orang tua – anak, hamba – tuan). Paulus
memberi makna terhadap hubungan antara hamba – tuan,
bukan hanya sebatas hubungan kerja namun sebagai yang
sama-sama ‘bekerja’ atau mengabdi kepada Allah (Tuan
yang di surga).
Ay. 2 Nasihat utama dalam perikop ini adalah supaya jemaat tekun
berdoa, tidak hanya memohon tetapi juga mengucap syukur.
Ay. 3-4 Secara khusus, jemaat diminta berdoa bagi Paulus maupun
para penginjil yang dipenjara karena Kristus, bukan hanya
supaya dibebaskan tetapi diberi jalan = kesempatan untuk
tetap memberitakan (rahasia) Kristus.
Ay. 5-6 Nasihat ini, bisa jadi, muncul berdasarkan pengalaman
Paulus berhadapan dengan orang-orang di luar persekutuan
Kristen, apakah ketika ia memberi jawab terhadap
pertanyaan-pertanyaan mereka maupun ketika ia
membantah tuduhan-tuduhan sesat terhadap (ajaran)
Kristus. Berdasarkan pengalamannya itu, Paulus
menasihatkan jemaat untuk berhikmat (hidup dengan penuh
hikmat) terhadap orang-orang lain yang tidak seiman.
Paulus memberi semacam tips untuk menghadapi orang-
orang di luar persekutuan mereka yaitu, ketika berbicara
dengan mereka, jemaat harus benar-benar memperhatikan
kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu haruslah yang
bermakna, penting dan berguna (tidak hambar) namun
didorong oleh kasih (niat baik) bukan semangat untuk
mendebat, mempermalukan atau mengalahkan lawan bicara.
Renungan dan Penerapan
Bacaan ini masih berkaitan dengan perayaan HUT PELKAT
PA GPIB karena bacaan ini berada di bawah tema mingguan yang
sama, yaitu “Akrab dengan Tuhan dan Sesama.” Tema ini menga-
rahkan kita untuk pertama: berdoa kepada Tuhan supaya diberikan
kesempatan untuk memberitakan Kristus (ay. 2-4). Kedua: menjalin
hubungan dengan orang-orang di luar persekutuan jemaat (ay. 5-6).
Walaupun semua orang mengakui bahwa sikap diskriminatif
dan intoleransi merupakan musuh bersama dan penyakit dalam
masyarakat majemuk, namun pada kenyataannya, orang Kristen,
khususnya anak-anak, masih mengalami perlakuan diskriminatif dan
perundungan oleh orang (anak) di sekitarnya. Pada beberapa
kasus, perlakuan diskriminatif dan perundungan berakibat serius
terhadap kejiwaan dan mentalitas anak. Ada anak-anak yang
menjadi takut keluar rumah, tidak mau sekolah, takut terhadap
orang baru trauma akan suatu keadaan tertentu, dan akhirnya
menjadi jahat. Terhadap persoalan ini, Paulus mengajak kita untuk
tekun berdoa dan berjaga-jaga. Artinya, kita diajak untuk serius
menggumuli keadaan ini dalam doa dan perjuangan yang Kristiani
supaya melalui kasus-kasus itu, kita justru mendapat kesempatan
untuk memberitakan kasih dan kuasa Kristus. Pertanyaan diskusi
pertama (SGDK): Apa sajakah contoh konkrit pekabaran Injil
yang bijak namun efektif, khususnya dalam kasus-kasus
diskriminasi dan perundungan terhadap orang Kristen?
Dalam keadaan diperlakukan diskriminatif dan dirundung,
menarik dan menutup diri terhadap lingkungan bukanlah sikap yang
diajarkan Paulus. Paulus justru mendorong kita untuk tetap berani
berhadapan dengan orang-orang yang berbeda namun dengan cara
dan pendekatan yang berhikmat (bijaksana). Salah satu tipsnya
adalah buatlah mereka merasa terinspirasi lewat perkataan kita dan
akhirnya menyadari bahwa apa yang kita katakan merupakan
sesuatu yang penting dan berguna bagi mereka (bukan sekadar
bicara basa-basi). Pertanyaan diskusi kedua (SGDK):
Bagaimanakah caranya kita bisa memperoleh hikmat Tuhan
dalam berbicara dengan orang yang berbeda iman?
Di atas semuanya itu, Paulus mengingatkan bahwa ketika
kita berurusan dengan orang yang berbeda bahkan dengan yang
berniat menjahati kita sekalipun, kita tetap harus mendasari segala
tindakan dan perkataan kita dengan kasih. Kasih akan membuat
niat baik yang terkandung dalam perkataan dan perbuatan kita
tersampaikan kepada mereka yang berbeda. Tuhan pasti menolong!

Anda mungkin juga menyukai