Seorang ibu menyuruh kedua anaknya mengisi air ke dalam dua bak di rumahnya. Masing-masing anak harus mengisi bak tersebut
hingga penuh. Jika dua bak itu sudah penuh maka mereka berdua bisa memakan kue dan jus. Sang kakak karena kuat bisa
mengangkat dua ember, sedangkan sang adik hanya mengangkat setengah ember saja. Alhasih bak yang diisi kakak penuh dan adik
masih bersusah payah mengangkat air. Kakak tidak mau membantu adiknya dan langsung meminta kue dan jus pada ibunya. Tetapi
sang ibu tidak memberikannya. Kue dan jus itu bisa diberikan jika kedua bak itu penuh.
Pendahuluan Roma
Penulis : Paulus
Tema : Kebenaran Allah telah Dinyatakan
Tanggal Penulisan: Sekitar tahun 57
Latar Belakang
Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-
alasan itulah surat ini diletakkan di depan ketiga belas suratnya yang lain. Paulus menulis surat ini dalam rangka pelayanan
rasulinya kepada dunia bukan Yahudi.
Roma 5 (disingkat "Rom 5") adalah pasal kelima Surat Paulus kepada Jemaat di Roma dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.
Pengarangnya adalah Rasul Paulus, tetapi dituliskan oleh Tertius, seorang Kristen yang saat itu mendampingi Paulus.[1][2]
Naskah aslinya ditulis dalam bahasa Yunani.
Pasal ini dibagi atas 21 ayat.
Berisi dasar-dasar pengajaran Kristen dari Paulus.
Pembagian isi pasal:
Rom 5:1-11 = Hasil pembenaran
Rom 5:12-21 = Adam dan Kristus
Kehidupan orang percaya di Roma juga mengalami hal serupa karena banyak diantara mereka yang hanya mementingkan diri
sendiri. Mereka hanya mengurus usaha, keluarga, kesenangan pribadi mereka. Mereka tidak saling mempedulikan dan
memperhatikan satu sama lain. Orang yang kuat baik secara ekonomi, sosoal dan iman tidak peduli kepada orang yang lemah. Rasul
Paulus menguatkan mereka semua bahwa Kristus sendiri telah menjadi teladan dengan tidak mementingkan diri sendiri tetapi justru
mementingkan manusia berdosa agar manusia bisa memperoleh kasih karunia. Demikianlah seharusnya orang Roma hidup saling
menopang dan menguatkan serta mementingkan kepentingan bersama bukan kepentingan diri sendiri.
Siapakah diantara kita yang tidak pernah berbuat salah ? Adakah diantara kita yang tidak pernah berbuat dosa ? Kesaksian Alkitab
jelas bahwa “upah dosa adalah maut”, Orang yang berbuat salah sudah selayaknya dihukum, orang yang berdosa sudah dibawah
cengkeraman maut.
Tetapi syukur pada Tuhan yang sudah memberikan kasih karunia kepada kita, sehingga kesalahan, pelanggaran serta dosa-dosa kita
tidak di perhitungkan oleh Tuhan (bd. Rm. 4:7-8). Dia tidak memberikan hukuman setimpal dengan kesalahan dan pelanggaran
kita, tetapi justru Dia rela mati untuk menebus dosa kita, Dia rela digantung di kayu salib agar tidak ada tempat bagi kita di kayu
salib, Dia rela meninggalkan surga agar kita punya tempat di surga.
Seberapa dalam kita merasakan Kasih Karunia Allah ? Untuk memahami betapa besar dan dalamnya kasih karunia Tuhan, kita
harus tahu siapa kita sebelum menerima kasih karunia. Setelah kita tahu bagaimana hidup kita sebelum dan sesudah menerima kasih
karunia, akan melahirkan pikiran dan tidakan yang benar sebagai respon atas kasih karunia itu
Dengan iman kita jalani kesengsaraan itu suatu “kasih karunia” Tuhan untuk membentuk kita menjadi pribadi yang tahan uji dan
berpengharapan.
Kasih karunia Allah kepada kita diberikan bukan karena kebaikan kita tetapi semata-mata karena kasih karunia Allah itu sendiri
(bdk. Invocatio Yo. 1:16 “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia“
Sebagai pribadi yang sudah menerima kasih karunia Allah, selayaknyalah kita bersyukur dalam segala hal. Bukan seperti umat
Israel yang terus bersungut-sungut, walaupun mereka sudah di bebaskan dari perbudakan di Mesir dan berjalan menuju negeri
“kasih Karunia yang berlimpah susu dan madu”.
Untuk memantapkan langkah hidup kita menuju negeri kasih karunia tataplah berdoa dan berseru, Remeniscere :Ingatlah segala
rahmat dan kasih setiaMu, ya TUHAN
Lalu bagaimana dengan kehidupan kita? Seringkali kita hanya terpusat pada diri sendiri. Tidak lagi peduli kepada orang lain. Saat
tetangga kekurangan kita tidak mau memberi, saat orang lain sakit kita tidak mau mendoakan, saat sesama dalam kedukaan kita
tidak menghiburkan. Marilah kita saling menguatkan dan menopang dengan kasih karunia Allah. Amin