Anda di halaman 1dari 10

BUAH ROH

BUAH-BUAH ROH
Menurut kesaksian Alkitab, buah-buah Roh tidak dapat dimiliki atau
dicapai oleh manusia dengan usaha dan amal ibadahnya sendiri. Sebab
hakikat manusia adalah bahwa dia berada di bawah kuasa dosa (Roma
3 : 9). Apapun yang dilakukan manusia selalu diwarnai oleh dosa,
sehingga semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan
kemuliaan Allah (Roma 3 : 23). Bila demikian bagaimanakah mungkin
manusia dapat memberlakukan buah-buah Roh dalam kehidupannya
sehari-hari ?
Karena hidup manusia berada di bawah kuasa dosa, maka hidup
manusia seluruhnya menjadi budak dosa. Situasi ini yang tidak
memungkinkan manusia dapat hidup benar dengan segala amal yang
dibuatnya sendiri. Seorang budak tidak mungkin mengubah statusnya
sendiri dengan cara membeli dirinya sendiri. Satu-satunya cara seorang
budak dapat bebas adalah bila ada seorang yang mampu menebusnya.
Inilah yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Umat manusia ditebus oleh
Yesus Kristus dengan kematian-Nya di atas kayu salib. Melalui inilah,
Yesus Kristus telah mematahkan segala kuasa dosa dan maut (I
Korintus 15 : 55 – 57).
Jadi buah-buah Roh Kudus dapat terwujud dalam kehidupan seseorang
bila dia menjadi milik Yesus Kristus. Arti “menjadi milik Kristus” adalah
beriman kepada Allah dan mau menyalibkan daging dengan segala
hawa napsu dan keinginannya (Galatia 5 : 24). Di sini pengertian
“menjadi milik Kristus” merupakan sikap hidup yang mau menyalibkan
kehidupan daging dengan segala hawa napsu dan keinginannya.
Kehidupan menurut Roh bertentangan dengan kehidupan menurut
daging. Ini sangat jelas dari Galatia 5 : 17, demikian : “Sebab keinginan
daging berlawanan dengan keinginan Roh, dan keinginan Roh
bertentangan dengan keinginan daging, karena keduanya bertentangan,
sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki.”
Jadi ada kemungkinan kita menghendaki kehidupan menurut Roh, tapi
kehendak kita tersebut dipatahkan oleh kuasa daging, sehingga kita
tetap hidup menurut keinginan daging dengan segala hawa napsunya.
Sebaliknya bila kita hidup menurut Roh, keinginan daging dapat kita
kalahkan. Maksudnya hidup menurut Roh adalah hidup yang hanya
mengandalkan kuasa dan karya Roh Kudus. Itulah sebabnya rasul
Paulus berkata, “Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti
keinginan daging.” (Galatia 5 : 16). Dan orang yang hidup di dalam Roh
(Tuhan), maka ia pun akan hidup dalam pimpinan Tuhan dan bukan
menurut keinginan atau kehendaknya pribadi. Di dalam menjalani

1
kehidupannya, andalannya adalah Allah yang memimpin hidupnya dan
ia berserah penuh kepada keputusan Allah.
Maksud hidup menurut daging adalah melakukan : percabulan,
kecemaran, hawa napsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh
pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya
(Galatia 5 : 19 – 21). Seandainya kita membiarkan diri dikuasai atau
dipengaruhi sehingga kita hidup menurut daging, maka kita tidak akan
mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Galatia 5 : 21b).
Alkitab memberi jaminan kepada kita dapat menolak hidup menurut
daging, sebab Yesus Kristus sendiri telah memerdekakan kita dari kuasa
dosa. Rasul Paulus berkata, “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka,
Kristus telah memerdekakan kita. Karena iu berdirilah teguh dan jangan
mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” (Galatia 5 : 1 & 2).
Makna pengertian kata “kuk perhambaan” tersebut adalah suatu
ketaatan yang legalistis pada hukum Torat (Galatia 5 : 4). Sedangkan
seseorang yang merdeka di dalam Kristus Yesus hanya bersandar pada
iman yang bekerja oleh kasih (Galatia 5 : 6). Tuhan Yesus berkata,
“Maka Aku berkata kepadamu : Jika hidup keagamaanmu tidak lebih
benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli taurat dan orang-orang
Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan sorga.”
(Matius 5 : 20). Tuhan Yesus memberikan nilai kehidupan manusia di
dalam keselamatan, yakni kasih yang tulus kepada Tuhan dan kepada
sesama (Matius 22 : 34 – 40). Jadi “menjadi milik Kristus” berarti sikap
hidup yang mampu melaksanakan hukum-hukum Allah dan segala
kehendak-Nya atas dasar iman yang bekerja oleh kasih.
Oleh sebab itu, “menjadi milik Kristus” adalah tugas panggilan dalam
kehidupan yang harus senantiasa diperjuangkan terus-menerus. Artinya
“menjadi milik Kristus” bukan sesuatu tindakan yang sekali atau
beberapa kali dilakukan sesudah itu dianggap telah selesai. Sebab itu
kemerdekaan yang telah dianugerahkan oleh Allah bukan sebagai suatu
kesempatan untuk kehidupan di dalam dosa (daging). Rasul Paulus
berkata, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk
merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu
sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa” (Galatia 5 : 13).
Jadi, makna kemerdekaan dalam Kristus adalah kemerdekaan untuk
hidup menurut Roh.

2
1. KASIH (Love/Agape) : Kita telah mengetahui, bahwa kata kasih yang
dipakai dalam Alkitab memiliki 4 pengertian yang berbeda, yakni :
Agape, Philia, Eros dan Storge. Kita akan melihat arti masing-masing
dari pengertian tersebut.

Makna Agape adalah kasih yang sifatnya tulus. Kasih yang tulus
bukan kasih oleh karena…(melihat kelebihan seseorang), bukan pula
kasih supaya…. (pamrih). Kasih yang benar adalah kasih yang sepi
pamrih dan bukan untuk membalas kebaikan seseorang. Kasih yang
sejati adalah kasih “meskipun”… Artinya, meskipun seseorang
membencinya, atau tidak membalas kebaikannya, namun ia tetap
mengasihi, sekalipun ia harus mengorbankan dirinya sendiri. Kasih
seperti ini nyata dalam karya dan hidup Tuhan Yesus. Karena kasih-
Nya, Ia bersedia mati di kayu salib demi manusia berdosa, yang
seringkali ingkar dan menyakiti hati Tuhan dengan segala sikap dan
pola hidupnya yang tidak berkenan. Karena kasih-Nya, Ia bersedia
mengampuni sekalipun manusia seringkali melupakan-Nya. Oleh
Paulus, kasih Tuhan Yesus itu dilukiskannya dengan tulisan
demikian : “Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia
tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang
tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak
bersukacita karena ketidak-adilan tetapi karena kebenaran. Ia
menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan
segala sesuatu. (I Korintus 13 : 4 – 7)
Makna pengertian Philia adalah kasih persahabatan atau kasih
persaudaraan dengan sesama. Kasih Philia menunjuk pada kasih
yang solider dengan sahabat (kawan), sehingga di antara kedua belah
pihak terdapat sikap saling membela dan menghormati satu sama
lain. Namun kasih philia tetap terbatas pada hubungan kawan dan
sifatnya bersyarat, yaitu akan mengasihi bila dikasihi, menghormati
bila dihormati.
Makna Eros adalah kasih yang bersumber pada daya tarik seksual
kepada jenis kelamin yang berbeda. Ini terlihat dari perasaan “eros”
(berahi) seorang pria kepada wanita dan sebaliknya. Puncak kasih
eros diwujudkan dalam hidup pernikahan. Menurut kesaksian Alkitab,
kasih eros adalah diciptakan oleh Allah. Dengan demikian, kasih eros
adalah karunia atau anugerah Tuhan, bukan sebagai sesuatu yang
kotor, najis atau dosa. Namun kasih eros dapat menjadi sumber dosa
bila dilepaskan dari prinsip-prinsip kehidupan iman, atau dilepaskan
dari persekutuan dengan Allah.

3
Kasih Storge merupakan kasih yang berada dalam ikatan
kekeluargaan. Misalnya kasih seorang anak kepada orang tuanya;
kakak kepada adiknya, dan seterusnya. Sebab itu, kasih storge dapat
berarti rasa sayang kepada para anggota keluarga atau famili.
Kelemahannya adalah kasih storge menjadi kasih kepada hubungan
keluarga saja, sehingga bersifat eksklusif (tertutup untuk kalangan
sendiri).
2. SUKACITA (Joy/Khara) : Kata Kata “Sukacita” sebagai buah Roh ini
tidak mengandung sukacita duniawi (material) atau sukacita karena
berhasil mengalahkan orang lain. Sukacita ini hanya berdasar pada
Allah saja. Untuk itulah, rasul Paulus berkata, “Semoga Allah, sumber
pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita.” (Roma
15 : 13). Sukacita sebagai ciri kehidupan orang Kristen ini didasarkan
karena anugerah keselamatan yang diberikan oleh Tuhan kepada
kita. Anugerah yang bersifat cuma-cuma itu telah mengubah hidup
kita yang semula berada di bawah bayang-bayang maut, kini memiliki
pengharapan kepada kehidupan yang kekal. Kita bersukacita, karena
kita sadar bahwa segala upaya apapun dalam hidup manusia untuk
memperoleh keselamatan, pastilah akan gagal. Sebab manusia
berada dalam kondisi tidak selamat. Melalui karya keselamatan yang
dikerjakan Allah dalam diri Yesus Kristus di kayu salib dan
mengimaninya, maka kita benar-benar memperoleh selamat itu.
Jadi, penghayatan sukacita merupakan ekspresi dari sikap hidup yang
bersandar kepada kuasa Allah tersebut. Perasaan sukacita yang lahir
dari pengalaman iman tidak akan pernah pudar atau rapuh, walaupun
keadaan terus-menerus mengalami perubahan. Pengertian khara
menunjuk kepada kegembiraan rohani. Kita tetap dapat bersukacita
walaupun berada di tengah-tengah penderitaan atau kesusahan. Hal
ini dialami sendiri oleh rasul Paulus, dan ia berkata, “Aku sangat
bersukacita dalam Tuhan.” (Filipi 4 : 10). Untuk itulah, ia dapat
menanggung semua perkara dalam hidupnya, sekalipun banyak
pencobaan dan pergumulan berat yang harus ia lewati sebagai
pengikut Tuhan (Filipi 4 : 13). Sekalipun ia dipenjarakan, namun ia
tetap mampu melakukan doa & bernyanyi puji-pujian (Kisah 16 : 25).

4
3. DAMAI SEJAHTERA (Peace/Eirene/Shalom) : Kata “Damai
Sejahtera” sebagai buah Roh ini tidak terlepas dari arti
penggunaannya pada saat itu. Ada dua hal. Pertama, kata ini
dipergunakan untuk ketentraman yang dinikmati oleh suatu negara
karena berlakunya keadilan dan kemakmuran di bawah pemerintahan
kepala negara yang bijaksana. Kedua, kata itu dipergunakan juga
untuk tata-tertib yang berlaku dan terpelihara dalam suatu kota atau
desa.

Di setiap desa biasanya ada seorang pemimpin yang bertugas


mengawasi Eirene di desa itu, yaitu yang lazim disebut “pemelihara
damai sejahtera rakyat.” Dalam PB, kata Eirene biasanya diartikan
sama dengan kata Ibrani “Shalom”, yang tidak hanya berarti bebas
dari kesulitan, tetapi juga menyangkut setiap hal yang membawa
kebaikan tertinggi bagi manusia. Dalam konteks di atas, kata Eirene
ini berarti ketenangan hati yang semata-mata bersumber pada
kesadaran bahwa seluruh kehidupan kita ada di tangan Allah.

4. KESABARAN (Patience/Makrothumia) : Kesabaran sebagai buah Roh


ini, sesuai arti katanya menunjuk kepada sikap kesabaran yang begitu
besar, sikap yang panjang sabar dan hati yang sabar tanpa batas.
Sikap demikian hanya mungkin bila manusia mau berakar kepada
kehidupan pribadi Allah sendiri. Sebab Allah adalah Allah yang
panjang sabar (Bilangan 14 : 18). Kesabaran Allah yang tanpa batas
itu nyata jelas dari sikap-Nya menghadapi dosa dan pelanggaran
manusia. Ia senantiasa memberi kesempatan terus-menerus kepada
manusia untuk bertobat dan berbalik kepada-Nya (II Petrus 3 : 9).
Jadi, soal kesabaran ini tidak menganut prinsip “Jika ditekan terus,
sekalipun kecil semutpun menggigit juga.”
Sikap kesabaran sering dikaitkan dalam hal mengampuni. Rasul
Paulus berkata, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan
ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh
dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni
kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” (Kolose 3 : 13). Ini terlihat
dalam sikap Yesus ketika Petrus bertanya, “Tuhan, sampai berapa
kali aku harus berbuat mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa
terhadap aku ? Sampai tujuh kali ?” Yesus menjawab, “Bukan ! Aku
berkata kepadamu : Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh
puluh kali tujuh kali.” (Matius 18 : 21 – 22). Seakan-akan, Tuhan
Yesus hendak menerapkan prinsip kesabaran yang membawa
kemenangan (bdk. Amsal 16 : 32 berbunyi demikian, “Orang yang

5
sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya,
melebihi orang yang merebut kota.”)
Sedang pengertian kesabaran dalam menanggung penderitaan
secara khusus dipergunakan kata Hupomone. Dalam makna kata
tersebut terkandung sifat ketabahan, ketekunan, sabar menanggung
dan tawakal. Sebagai contoh, II Korintus 6 : 4 & 5 kita menjumpai,
“Sebaliknya dalam segala hal kami menunjukkan bahwa kami adalah
pelayan Allah, yaitu dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam
penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam memanggung dera,
dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih-payah, dalam berjaga-
jaga dan berpuasa.” Oleh sebab itu, orang percaya yang dapat
bertahan sampai akhir karena kesabarannya akan selamat atau
memperoleh hidupnya (Markus 13 : 13; Lukas 21 : 19; Wahyu
3 : 10). Sikap Humpomone ini sangat mewarnai kehidupan iman
Jemaat Kitab Wahyu dalam menghadapi penindasan, kekejaman dan
pembantaian dari pemerintah Roma (Wahyu 1 : 9; 2 : 2, 3, 19; 3 : 10;
13 : 10; 14 : 12).

5. KEMURAHAN (Kindness/Khrestotes) : Pada prinsipnya, pengertian


kemurahan sebagai buah roh ini berkaitan dengan sikap kemurahan
Allah. Menurut Roma 2 : 4, maksud kemurahan Allah adalah untuk
menuntun kita kepada sikap pertobatan. Di sini, kemurahan Allah
tersebut berarti suatu kebajikan untuk menolong manusia kepada
keselamatan. Kemurahan Allah itu merupakan suatu panggilan kita
untuk hidup demikian. Artinya, kita dipanggil untuk hidup bermurah-
hati kepada sesama, yang bersedia menuntun mereka (suatu
tindakan yang terus-menerus) agar mereka dapat merasakan suatu
pertolongan dan hidup dalam keselamatan Tuhan.

6. KEBAIKAN (Goodness/Agathosune) : Menurut kesaksian Alkitab,


pada hakikatnya kebaikan yang sejati hanya berasal dari Tuhan Allah.
Dia adalah Sang Kebaikan itu sendiri, sehingga hanya Allah yang
dapat menjadi sumber segala kebaikan.
Seperti apa kebaikan Allah ? Kebaikan Allah tidak selalu bersifat
lemah. Ia dapat juga keras dengan cara menghajar umat-Nya agar
hidup berlaki kepada-Nya. Ini terlihat dalam Ibrani 12 : 10, “Tetapi Dia
menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam
kekudusan-Nya.” Jadi kebaikan Allah dapat saja merupakan suatu
hajaran yang menyakitkan. Namun tujuannya agar kita memperoleh
bagian dalam kekudusan-Nya.
Tujuan hidup orang yang telah menerima keselamatan adalah
menyatakan kebaikan Allah kepada setiap orang tanpa kecuali (Filipi

6
4 : 5). Kebaikan yang dimaksud bukan dengan cara mengalahkan
kejahatan dengan kejahatan, tetapi mengalahkan kejahatan dengan
kebaikan (Roma 12 : 21). Sebab dengan kebaikanlah, kita seakan-
akan memberikan bara api di atas kepalanya (Roma 12 : 19 – 21).
Setiap kebaikan dapat mengalahkan kejahatan.

7. KESETIAAN (Faithfulness/Pistis) : Kata ini sangat umum dalam


bahasa Yunani sehari-hari, dan diartikan “layak untuk dipercaya.” Kata
ini menunjuk pada ciri khas orang yang dapat diandalkan. Artinya ?
Mari kita lihat hidup Yesus dalam melakukan misi-Nya di dunia ini. Ia
begitu setia melakukan tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya,
sekalipun dalam melaksanakan tugas-Nya Ia harus mengalami
penderitaan dan kematian. Dalam hidup manusia, kesetiaan selalu
berkaitan dengan iman. Orang yang beriman haruslah hidup dalam
kesetiaan yang total kepada-Nya. Sama halnya Yesus, maka kita pun
dipanggil untuk hidup setia (Wahyu 2 : 10).

8. KELEMAH-LEMBUTAN (Gentleness/Prautes) : Dalam PL, sikap


lemah lembut menunjuk pada sikap kebajikan. Raja Mesias itu lemah
lembut (Zakaria 9 : 9). Musa sangat lembut hatinya (Bilangan 12 : 3)
sekalipun ia mempertahankan jiwa kepemimpinannya yang keras, ia
bersedia menanggung kerugian pribadi tanpa rasa dendam atau sikap
tuduh-menuduh. Dalam Amsal 15 : 1; 25: 11; Ayub 40 : 22, istilah
lemah lembut dipakai untuk ungkapan yang meredakan kegeraman.
Dalam PB, sikap lemah lembut menunjuk kepada sikap batin. Orang
yang lemah lembut tidak mendendam terhadap tindakan kasar (yang
dialaminya) dan tidak tawar hati dalam kemalangan, karena segala
sesuatu diterimanya sebagai jalan Allah bagi dia dalam tujuan-Nya
yang penuh hikmat dan kasih, sehingga mereka menerima juga
tindakan kasar dari orang lain (seperti Musa), sambil mengetahui
bahwa hal-hal itu tetap seijin Tuhan demi kebaikan mereka (bdk.
II Samuel 16 : 11).
Kelemah-lembutan dan keramahan Kristus adalah dasar bagi Paulus
dalam menyeru kepada orang-orang Korintus yang tidak setia
(II Korintus 10 : 1). Dia menganjurkan supaya roh kelemah-lembutan
dipegang teguh dalam menempelak saudara yang berbuat salah
(II Timotius 2 : 25) dan dalam bersabar hati yang satu terhadap yang
lain (Efesus 4 : 2). Begitu juga dianjurkan oleh Petrus, supaya orang
(kafir) yang bertanya-tanya atau ingin berdebat dijawab dengan cara
yang lemah lembut (I Petrus 3 : 15). Kelemah-lembutan yang
sempurna terdapat dalam watak Yesus (Matius 11 : 29; 21 : 5), yang
ditunjukkan-Nya dalam tingkat puncaknya, waktu Dia berdiri di

7
hadapan penuduh-penuduh-Nya yang lalim, tanpa berusaha
membalas dengan sepatah kata pun untuk membela diri.
Sikap kelemah-lembutan sebagai buah Roh ini muncul dalam kata-
kata Yesus demikian, “Karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan
jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Matius 11 : 29). Bila kita teliti
lebih lanjut sikap kelemah-lembutan Yesus tersebut sebenarnya
diletakkan pada suara panggilan-Nya kepada orang-orang yang
berbeban berat. Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih
lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
(Matius 11 : 28). Sedang menurut Matius 5 : 5, kelemah-lembutan
sejati dapat merangkul semua orang di bumi ini. Yesus berkata,
“Berbahagialah orang yang lemah-lembut, karena mereka akan
memiliki bumi.”
Pada prinsipnya, pengertian “kelemah-lembutan” dalam PB
ditempatkan sebagai suatu sikap untuk membimbing orang lain. Ini
terlihat dari II Timotius 2 : 25, yaitu : “Ia harus cakap mengajar, sabar
dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka
melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka
mengenal kebenaran.” Prinsip ini dikuatkan oleh Galatia 6 : 1, yang
berbunyi demikian : “Maka kamu yang rohani harus memimpin orang
itu ke jalan yang benar dalam roh lemah-lembut.”
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa sikap kelemah-lembutan
merupakan sikap pastoral, yaitu untuk membimbing orang lain
menemukan kebenaran. Jadi sikap lemah-lembut bukanlah sikap
yang lemah, juga bukan sikap yang dibuat-buat (munafik). Sebaliknya
sikap lemah-lembut merupakan sikap pribadi (batin) yang kuat dan
dewasa dalam iman, sehingga mampu membimbing orang lain dalam
kasih.

9. PENGUASAAN DIRI (Self-Control/Egkrateia) : Dalam bahasa Yunani


sehari-hari, kata ini biasa digunakan untuk mengungkapkan kebajikan
seorang kaisar yang tidak pernah membiarkan kepentingan pribadinya
mempengaruhi jalannya pemerintahan atas rakyatnya. Kebajikan
seperti itulah yang membuat orang mampu mengendalikan diri sendiri,
sehingga ia pantas untuk menjadi pelayan sesamanya.
Dengan demikian, makna pengertian buah roh ini menunjuk pada
kemampuan pribadi untuk menguasai dan mengendalikan diri
sedemikian rupa sehingga tidak membiarkan diri terbawa oleh
perasaan atau tindakan yang tidak terkendali. Ini berarti yang
dikendalikan oleh pribadi tersebut adalah seluruh struktur dan aktivitas

8
kepribadian yang menyangkut akal budi, emosi atau perasaan dan
kehendak atau kemauan.

Atas dasar keyakinan dan pengalamannya, Paulus bersaksi bahwa


orang Kristen mati dan bangkit bersama Kristus dalam keadaan baru
dan bersih; suatu keadaan di mana perkara-perkara yang jahat dari
kehidupan lama telah lenyap dan muncullah perkara-perkara yang indah
dan manis sebagai buah-buah roh.
Sekalipun kita disebut sebagai orang-orang yang telah hidup baru di
dalam Tuhan, namun kita menyadari sepenuhnya kelemahan dan
keterbatasan kita di dalam memberlakukan ciri-ciri kehidupan seperti
yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam hal buah-buah Roh tadi. Rasul
Paulus sendiri berkata, bahwa dirinya selalu berada di dalam
pertentangan antara kehidupan di dalam Roh dan daging. Inilah yang
dimaksud sebagai konflik batin, pergumulan hidup orang percaya.
Bahkan dalam menghadapi konflik itu, kita sering mengalami kegagalan
karena lebih dikuasai daging (hawa napsu dan keinginan diri sendiri)
daripada menuruti keinginan Roh (kehendak Tuhan). Dengan demikian,
bagaimana mungkin kita dapat hidup dan menghasilkan buah-buah
Roh ?
Buah-buah Roh selain sebagai ciri-ciri kehidupan, hal itu merupakan
petunjuk sampai seberapa jauh kita telah menjadi orang-orang yang
hidup menurut kehendak Tuhan. Sekalipun kita sering gagal dalam
memberlakukannya, toh ciri-ciri kehidupan itu tidak akan diperlunak.
Oleh sebab itu, pemberlakuan buah-buah Roh sebagai ciri-ciri
kehidupan selaku orang-orang yang telah hidup baru (“menjadi milik
Kristus”) bukanlah bermaksud pada soal berhasil atau tidaknya kita
dalam melakukannya. Sebenarnya, buah-buah Roh sebagai ciri-ciri
kehidupan di dalam Tuhan tersebut haruslah terus diupayakan dan kita
tetap memiliki kerinduan untuk mengarahkan hidup kita kepada Bapa di
sorga. Atau bila kita memberlakukannya, janganlah kita melakukannya
sejauh kita sedang senang/merasa mampu melakukannya, melainkan
harus dengan penuh kerinduan kita senantiasa lapar dan dahaga akan
kebenaran. Inilah hidup dalam pertobatan.

PERTOBATAN & HIDUP DALAM ROH


Hidup Baru (pertobatan) itu bukanlah hasil perjuangan atau usaha kita
sendiri. Bukanlah kita sendiri yang dapat membuat hidup baru itu. Hidup
itu adalah suatu karunia dari Roh Kudus. Hidup Baru (pertobatan) itu
dikerjakan oleh Roh Kudus sendiri. Bukan hanya terjadinya, melainkan
juga tumbuhnya dan wujudnya berasal dari Roh Kudus.

9
Seseorang yang disebut hidup baru (bertobat) dapat dicirikan ketika ia
menyerahkan dirinya sebagai orang yang mau menjadi pengikut Kristus.
Hal itu ditandai dengan memberikan dirinya dibaptis dan mengaku
percaya dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan
dan Juruselamatnya pribadi (bdk. Kisah 2 : 41).
Namun pertobatan tidak cukup hanya sampai di situ. Mengapa ? Kita
tahu, sekalipun hidup baru sudah Tuhan karuniakan kepada kita, namun
hidup manusia itu lemah dan mudah jatuh bahkan gagal dalam
mempertahankannya. Itulah sebabnya, setiap orang percaya harus
terus-menerus mengupayakan untuk hidup dalam pertobatan dari waktu
ke waktu. Ia harus selalu memperhadapkan kehidupannya kepada
rencana dan kehendak Tuhan. Ia tidak pernah puas untuk mencari,
mengenal dan memberlakukan perintah Tuhan itu. Hidup seperti inilah
yang sering disebut sebagai hidup dalam roh. Apa artinya ?
Pertobatan dan hidup dalam roh adalah suatu keadaan di mana
seseorang belajar untuk selalu mengutamakan pimpinan Roh Kudus
dalam hidupnya. Ia belajar untuk tidak lagi mengandalkan kekuatan dan
kemampuan manusianya untuk menjalani hidup ini, tetapi ia belajar
untuk menyerahkan (mengabdikan) diri sepenuhnya kepada pimpinan
Roh Kudus. Itulah sebabnya, ia akan belajar terus-menerus untuk
menyalibkan kedagingannya (menyangkal diri) dari segala hawa nafsu
dan keinginannya (Galatia 5 : 25). Hidupnya berani dikoreksi dan
diperbaharui terus-menerus oleh Roh Kudus melalui firman-Nya.

10

Anda mungkin juga menyukai