Anda di halaman 1dari 2

Aku telah melihat Tuhan!

, Yer31:1-6
inilah pernyataan iman Paskah. Sebuah pernyataan iman yang lahir dari perjumpaan
pribadi dengan Kristus yang bangkit. Sebuah perjumpaan yang membuat Maria
menoleh ke sisi yang lain (Yoh. 20:14). Pandangannya tidak lagi tertuju pada situasi
yang tanpa pengharapan. Perjumpaan Maria dengan Kristus yang bangkit mengubah
kesedihan Maria menjadi sukacita kehidupan. Bahkan perjumpaannya dengan Kristus
yang bangkit itu mendorongnya untuk bersaksi: “Aku telah melihat Tuhan!”
Bapak ibu, Yeremia 31:1-6 merupakan maklumat (Informasi) Pemberitahuan) atas
kembalinya bangsa Israel dari pembuangan. Pengalaman menjadi orang-orang buangan
membuat bangsa Israel tidak hanya bergumul secara sosial, melainkan juga secara
teologis. Mereka tidak sekadar terjajah sebagai sebuah bangsa, melainkan juga secara
teologis. Bagi bangsa Israel, pembuangan menjadi tanda bahwa Allah telah
meninggalkan mereka. Karena itu, rencana kepulangan dari pembuangan berdampak
pula secara teologis. Frasa “waktu itu” (ay. 1) merujuk kepada masa yang ditetapkan
oleh Tuhan untuk mengakhiri penghukumannya (bdk. Yer. 3):24). Allah menegaskan
bahwa mereka tetaplah umat-Nya (ay. 1). Allah sendiri yang akan membawa pulang
umatNya dari pembuangan dan menuntun mereka melewati padang gurun. Tindakan
pemulihan ini dilihat oleh orang Israel sebagai tanda kehadiran Allah. Kehadiran itu
mewujud di dalam kasih-Nya yang kekal yang akan terus berlanjut bagi umat-Nya.
Penekanan “kasih yang kekal” dalam teks ini penting untuk menegaskan bahwa dengan
segala pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Israel, mereka sangat pantas untuk
dihukum. Namun, Allah berkenan memulihkan mereka. Allah menebus mereka dari
pembuangan dan membangun mereka kembali sebagai umat-Nya. Hal Ini, misalnya,
tergambar dalam penyebutan “anak dara Israel.”(4) Dengan kata lain, mereka telah
“bersundal” dengan ilah-ilah lain, namun dalam kasih-Nya yang kekal, Allah hendak
membangun relasi yang baru dengan menyebut mereka sebagai “anak dara.” Dalam
relasi yang baru ini mereka akan hidup hidup dalam suka cita dan kelimpahan.
Bapak ibu, kita yang hadir adalah orang-orang yang sudah di babtiskan dalam kristus,
dalam kaitan dengan pembacaan kita tadi Allah menyebut umat Israel yang sudah di
pulihkan sebagai anak dara. Kita telah melihat dan menerima secara iman tentang
kebangkitan kristus. Kalau Allah begitu mengasihi umat Israel sebagai umat pilihannya
maka kitapun begitu di kasihi oleh Allah lewat peristiwa paskah membuktikan begitu
Allah sangat mengasihi kita. Kasih Allah kepada kita itu tidak akan pernah berubah
(Kasih Yang Kekal). Berbeda dengan manusia yang kasihnya dapat berubah-ubah
tergantung situasi dan kondisi, Tuhan mengasihi kita dengan kasih kekal. Apa yang
dimaksud dengan kasih kekal? Sederhana, kasih yang tidak bertambah, tidak berkurang,
tidak berubah, dan tidak berkesudahan. Kasih yang kekal itulah yang seharusnya terus
menggrekakan kehidupan kita untuk menyaksikannya kepada sesama kita?
Lalu bagaimana dengan kita? Mampukah kita juga bersaksi: “Aku telah melihat Tuhan!”.
Atau kita justru hanya bisa berkata: “Tuhanku telah diambil orang” Hidup kita gamang
(takut) Ngeri serta khwatir tanpa pegangan. Karena Tuhan sebagai pegangan terakhir,
kitapun sudah tidak mampu lagi melihat-Nya, apalagi memegang-Nya. Jika situasi anda
seperti itu, hari ini Yesus memanggil anda secara pribadi, seperti Ia sudah memanggil
Maria. Ia mengajak anda untuk menoleh ke sisi lain kehidupan. Sesungguhnya dalam
hidupmu selalu ada pengharapan, karena Yesus bangkit dan menang.
Lalu bagaimana dengan orang di sekitar kita? Mampukah mereka ‘melihat Tuhan’
melalui sapaan kita kepada mereka? Sehingga mereka bisa bersaksi seperti Maria: “Aku
telah melihat Tuhan!”. Atau jangan-jangan justru perjumpaan mereka dengan diri kita
membuat mereka tidak lagi mampu melihat Tuhan yang seharusnya nampak melalui
hidup kita? hal itu di sebabkan oleh karena dalam dosa yang masih membelenggu
kehidupan kita. sehingga tidak heran kalau sulit sekali untuk kita melihat kehadiran
Allah hadir dalam hidup kita. jangan sampai bapak ibu perjumpaan kita dengan orang
lain justru membuat orang risih, membuat orang lain menghindar, orang merasah risih
atas kehadiran kita. dan juga kadang kehadiran orang lain yang membuat kita tidak
senang karena orang .
Bapak ibu, saudara, I, perjumapaan kita dengan orang-orang disekitar kita
hendaknyalah kita maknai sebagai perjumpaan Kasih, yang di dalamnya masing-masing
orang bisa merasakan kasih Allah. Atau membawa hal-hal yang positif, bukan malah
sebaliknya. Kita masih menceritakan keburukan orang lain, menceritakan kejelekan
orang lain. Kehidupan sebagai orang yang sudah melihat Tuhan bukanlah seperti itu.
Tetapi orang merasakan kehadiranya, bisa memberi dampak yang positif.
Kasih manusia itu bersyarat, berdasarkan apa yang dilihat, rasa dan emosi. Dunia dan
manusia duniawi sesungguhnya tidak mengenal kasih Allah. Kasih model dunia bersifat
self-centered yang sarat dengan keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan
hidup (1 Yohanes 2:16).
Apa yang dunia sebut dengan kasih sebenarnya adalah hanya berupa hawa nafsu, hasrat
atau keinginan terhadap sesuatu objek atau situasi demi memenuhi kebutuhan
emosi/self. Tidak heran jika objek atau situasi tersebut sudah tidak lagi menarik, maka
hasrat atau keinginan manusia terhadap sesuatu itu akan pudar/hilang (tidak bersifat
kekal).
Demikian pula jika kita mengasihi orang lain dengan kasih model dunia, kita akan
cenderung menghakimi orang lain jika apa yang kita inginkan atau harapkan dari orang
tersebut tidak tercapai. Kalau orang tersebut tidak lagi menyenangkan atau
menguntungkan, maka kita cenderung merendahkan, menghindarinya bahkan
membencinya.
Kasih Allah bekerja dengan sempurna dalam kita, artinya memampukan kita melakukan
kehendakNya. Walau banyak tantangan dan masalah, kita tidak perlu diintimidasi oleh
roh ketakutan yang membuat kita gagal. Jika kita tinggal dalam kasihNya yang
sempurna, kita akan selalu berkemenangan.
Paskah adalah sebuah perjumpaan dan sapaan ilahi yang membawa pengharapan.
Dimulai dalam hidup kita. Jika kita sudah mengalami perjumpaan itu, tidak cukup kita
hanya merayakannya. Kita harus bersaksi seperti Maria: “Aku telah melihat Tuhan!”

Anda mungkin juga menyukai