Anda di halaman 1dari 41

BAB X

Buah-Buah Roh

Tujuan Instruksional Umum:


Jemaat dapat melaksanakan atau
mempraktekkan makna dari kehidupan
menurut Roh, sehingga jemaat dapat
menghasilkan buah-buah Roh.

Tujuan Instruksional Khusus:


Jemaat dapat menerangkan dan
mempraktekkan sikap hidup menurut Roh
yang menolak hidup menurut daging, yaitu
dengan membedakan: pengertian roh dan
daging, melaksanakan: kasih, sukacita,
damai-sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri.

1. Pendahuluan
Penjabaran buah-buah Roh yang harus
terwujud dalam kehidupan jemaat dapat
kita jumpai di Galatia 5:22-23. Rasul
Paulus menguraikan buah-buah Roh
adalah sebagai berikut:

* KASIH (love) - agape


* SUKACITA (joy) - khara
* DAMAI SEJAHTERA (peace) - eirene
* KESABARAN (patience) -
makrothumia
* KEMURAHAN (kindness) - khrestotes
* KEBAIKAN (goodness) - agathosune
* KESETIAAN (faithfulness) - pistis
* KELEMAHLEMBUTAN (gentleness) -
prautes
* PENGUASAAN DIRI (self-control) -
egkrateia

Menurut kesaksian Alkitab, buah-buah


Roh ini tidak dapat dimiliki atau dicapai
oleh manusia dengan usaha dan amal-
ibadahnya sendiri. Sebab hakikat manusia
adalah bahwa dia berada di bawah kuasa
dosa (Roma 3:9). Sehingga semua orang
telah berbuat dosa dan telah kehilangan
kemuliaan Allah (Roma 3:23). Bila
demikian bagaimanakah agar manusia
dapat memperoleh keselamatan sehingga
dia dapat menghasilkan buah-buah Roh
dalam kehidupannya?

2. Menjadi Milik Kristus

Karena hidup manusia berada di


bawah kuasa dosa, maka hidup manusia
seluruhnya menjadi budak dosa. Situasi
ini yang tidak memungkinkan manusia
dapat hidup benar dengan segala amal
yang dibuatnya sendiri. Seorang budak
tidak mungkin mengubah statusnya
sendiri dengan cara membeli dirinya
sendiri. Satu-satunya cara seorang budak
dapat bebas adalah bila ada seorang yang
mampu menebusnya. Inilah yang
dilakukan oleh Yesus Kristus. Umat
manusia ditebus oleh Yesus Kristus
dengan kematianNya di atas kayu salib.
Melalui kuasa salib dan darahNya, Yesus
Kristus telah mematahkan segala kuasa
dosa dan maut (lihat 1 Korintus 15:5557).

Jadi buah-buah Roh Kudus dapat


terwujud dalam kehidupan seseorang bila
dia menjadi milik Yesus Kristus. Arti
menjadi milik Kristus adalah beriman
kepada Allah dan mau menyalibkan
daging dengan segala hawa-nafsu dan
keinginannya (Galatia 5:24). Di sini
pengertian "menjadi milik Kristus"
merupakan sikap hidup yang mau
menyalibkan kehidupan daging dengan
segala hawa-nafsu dan keinginannya.
Kehidupan menurut Roh bertentangan
dengan kehidupan menurut daging. Ini
sangat jelas dari Galatia 5:17 yang
berkata sebagai berikut: "Sebab
keinginan daging berlawanan dengan
keinginan Roh, dan keinginan Roh
berlawanan dengan keinginan daging,
karena keduanya bertentangan, sehingga
kamu setiap kali tidak melakukan apa
yang kamu kehendaki". Jadi ada
kemungkinan kita menghendaki
kehidupan menurut Roh, tapi kehendak
kita tersebut dipatahkan oleh kuasa
daging, sehingga kita senantiasa tetap
hidup menurut keinginan daging dengan
segala hawa nafsunya. Sebaliknya bila
kita hidup menurut Roh, keinginan daging
dapat kita kalahkan. Maksudnya hidup
menurut Roh adalah hidup yang hanya
mengandalkan kuasa dan karya Roh
Kudus. Itulah sebabnya rasul Paulus
berkata: "Hiduplah oleh Roh, maka kamu
tidak akan menuruti keinginan daging"
(Galatia 5:16).
Maksud hidup menurut daging adalah
melakukan: percabulan, kecemaran,
hawa-nafsu, penyembahan berhala, sihir,
perseteruan, perselisihan, iri-hati,
amarah, kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, kedengkian,
kemabukan, pesta-pora, dan sebagainya
(Galatia 5:19-21). Seandainya kita
membiarkan diri dikuasai atau
dipengaruhi sehingga kita hidup menurut
daging, maka kita tidak akan mendapat
bagian dalam Kerajaan Allah (Galatia
5:21b).

Alkitab memberi jaminan kepada kita


dapat menolak hidup menurut daging,
sebab Yesus Kristus sendiri telah
memerdekakan kita dari kuasa dosa.
Perhatikan kata-kata rasul Paulus di
Galatia 5:1-2 yaitu: "Supaya kita sungguh-
sungguh merdeka, Kristus telah
memerdekakan kita. Karena itu berdirilah
teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk
perhambaan".

Makna pengertian kata 'kuk


perhambaan" tersebut adalah suatu
ketaatan yang legalistis pada hukum
Taurat (Galatia 5:4). Sedangkan
seseorang yang merdeka di dalam Kristus
hanya bersandar pada iman yang bekerja
oleh kasih (Galatia 5:6). Jadi ketaatan
legalistis pada hukum dan peraturan
agama belum tentu didasari oleh iman
yang bekerja karena kasih. Bila ini terjadi
dia belum sepenuhnya dimerdekakan oleh
Kristus, jadi dia masih hidup di bawah
kuasa dosa. Jadi "menjadi milik Kristus"
berarti sikap hidup yang mampu
melaksanakan hukum-hukum Allah dan
segala kehendakNya atas dasar iman
yang bekerja oleh kasih.
Bila demikian 'menjadi milik Kristus"
adalah tugas panggilan dalam kehidupan
yang harus senantiasa diperjuangkan
terus-menerus. Artinya "menjadi milik
Kristus" bukan sesuatu tindakan yang
sekali atau beberapa kali dilakukan dan
sesudah itu dianggap telah selesai. Tidak!
Sebab itu kemerdekaan yang telah
dianugerahkan oleh Allah bukan sebagai
suatu kesempatan untuk kehidupan di
dalam dosa (daging). Rasul Paulus
berkata: "Saudara-saudara, memang
kamu telah dipanggil untuk merdeka.
Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan
untuk kehidupan dalam dosa (Galatia
5:13). Jadi makna kemerdekaan dalam
Kristus adalah kemerdekaan untuk hidup
menurut Roh.

Agar kita memperoleh pemahaman


yang cukup dalam tentang pengertian
hidup menurut Roh dan hidup menurut
daging, pada bagian berikut kita akan
membahas masalah pengertian "roh' dan
"daging"

3. Pengertian "Roh" dan "Daging"

Secara khusus dalam Perjanjian


Lama, pengertian kata "daging" (Ibr.
basar) dipakai untuk menunjukkan kodrat
manusia dalam kefanaannya. Makna ini
dapat kita lihat di Yesaya 40:6-7 yang
berkata: "Segala daging adalah seperti
rumput, rumput menjadi kering, bunga
menjadi layu". Jadi keadaan "daging'
diumpamakan seperti kehidupan rumput
yang mudah menjadi layu dan mati.

Walaupun demikian, menurut Kejadian


2:7 Allah menghembuskan nafas
kehidupan ke dalam hidup manusia.
Dimensi ini menunjukkan bahwa
walaupun hidup manusia itu fana, Allah
telah menganugerahkan rohNya sehingga
manusia dapat menjadi mahluk yang
hidup. Jadi penggunaan kata roh dalam
Perjanjian Lama merupakan suatu daya
yang merupakan lingkup berlangsungnya
kehidupan. Daya ini hanya terjadi karena
kuasa Allah. Sebab itu kehidupan daging
pada dirinya tidak mungkin mampu
menciptakan suatu daya kehidupan.
Pemikiran ini mendorong pada suatu
pengakuan iman, bahwa TUHAN Allah itu
Sang Pencipta sedang manusia hanyalah
mahluk ciptaanNya saja.

Pengertian kata "daging' dalam


Perjanjian Baru mempergunakan kata
sarx (Yun.). Pengertian kata sarx (daging)
ini sebenarnya menunjukkan keadaan
dosa dalam diri manusia yang
berhubungan dengan tubuhnya. Namun
keadaan dosa itu baru jelas bila
diperhadapkan dengan Allah. Jadi
pengertian sarx (daging) tidak
menunjukkan situasi duniawi pada
dirinya, tetapi situasi duniawi di hadapan
Allah. Karena itu kehidupan menurut
daging tidak mungkin dapat mewarisi
Kerajaan Allah (1 Korintus 15:50).
Kehidupan menurut daging merupakan
situasi duniawi: situasi yang melawan
Allah dan kehendakNya.

Pengertian kata sarx (daging) yang


menunjuk dosa dalam diri manusia, tidak
boleh diartikan bahwa tubuh manusia
sebagai penyebab atau sumber segala
dosa. Lebih tepat kita katakan, keadaan
sebagai tubuh jasmani itu sendiri tidak
berdosa, tetapi dapat menjadi dosa
jikalau dijadikan pusat arah kehidupan
kita yang paling mutlak. Ini terlihat dalam
sikap yang cenderung mengikuti segala
keinginan tubuh jasmani, yaitu
memuaskan. segala keinginan dan nafsu.
Jelas sikap ini adalah hidup menurut
daging, bukan hidup menurut Roh. Karena
sikap hidup menurut daging pada
prinsipnya sikap hidup yang mengabaikan
kuasa Allah. Padahal keberadaannya
sangat rapuh dan fana, namun tidak mau
bersandar kepada kuasa Allah yang
menyelamatkan. Ciri kehidupan menurut
daging adalah kesombongan
(keangkuhan) hati yang lebih
mengutamakan kekuatan manusiawi
sendiri padahal fana dan berdosa.

Dimensi kehidupan menurut Roh


berarti terbuka dan mau dipengaruhi oleh
kuasa Allah. Jadi bidup menurut Roh
artinya sikap hidup yang menyandarkan
seluruh keberadaannya selaku orang
berdosa kepada kuasa Allah yang
menyelamatkan. Sikap bidup yang
demikian mengarahkan seluruh
keberadaannya hanya tertuju kepada
kehendak Allah. Karena tertuju kepada
kehendak Allah saja, maka hidup menurut
Rob menghasilkan kehidupan yang
dibebaskan. Maksudnya kehidupan
menurut Roh menghasilkan kemerdekaan
sejati dari hukum dosa (Roma 8:2).
Keinginan Rob hanyalah hidup dan damai
sejahtera (Roma 8:6). Sedangkan
keinginan daging adalah perseteruan
dengan Allah, sebab tidak takluk kepada
hukum Allah (Roma 8:7). Itulah sebabnya
hidup menurut daging tidak mungkin
berkenan kepada Allah (Roma 8:8).
Kehidupan menurut daging hanya akan
menghasilkan kematian (Roma 8:13).

Tujuan kita hidup menurut Roh


sebenarnya agar kita bersamasama
mewujudkan ciri kehidupan sebagai anak-
anak Allah. Di Roma 8:14, rasul Paulus
berkata: "Semua orang yang dipimpin oleh
Roh Allah adalah Anak Allah". Karena
kasih-karunia Allah, kita diangkat menjadi
anak-anak Allah, dan Allah menjadi Bapa
bagi kita. Sebab itu kita dapat berseru:
"Oleh Roh itu kita berseru: Ya ABBA, ya
BAPA. Roh itu bersaksi bersama-sama
dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-
anak Allah" (Roma 8:16). Berarti hidup
menurut Roh di dalam Yesus Kristus
menempatkan kita sebagai anak-anak
Allah dan Allah sebagai Bapa yang
rahmani. Sehingga setiap orang yang
menghasilkan buah Roh adalah sebagai
bukti dari kehidupan sebagai anak-anak
Allah.

Pada bagian berikut ini, kita akan


menjelaskan buah Roh yaitu: kasih,
sukacita, damai-sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan, penguasaan diri.
4. Kasih

Tindakan kasih yang dipakai dalam


Galatia 5:22 adalah dengan pengertian
kata agape (Yun.). Perlu diketahui bahwa
dalam pengertian "kasih" menurut
Perjanjian Baru terdapat 4 istilah dengan
pengertian yang berbeda-beda, yaitu:

* agape
* philia
* eros
* storge

Makna agape adalah kasih yang


sifatnya tulus dan sepi-pamrih, yaitu
tanpa mengharapkan imbalan atau balas
jasa. Walaupun dia harus mengorbankan
diri sendiri untuk kepentingan orang lain
atau orang yang membencinya. Ciri kasih
ini yang diterapkan pada karya Allah.
Karena kasihNya, Allah mengaruniakan
Yesus Kristus sebagai korban penebus
dosa. Kasih Kristus merupakan kasih
yang memberikan kehidupanNya untuk
keselamatan orang lain (Markus 10:45),
walaupun Dia ditolak oleh orang lain.
KasihNya mengatasi segala dosa. Oleh
karena itu kasih Kristus adalah kasih
yang senantiasa mengampuni. Rasul
Paulus kemudian menjabarkan makna
kasih agape ini dalam I Korintus 13:4-7
sebagai berikut: "Kasih itu sabar, kasih
itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia
tidak melakukan yang tidak sopan dan
tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia
tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita
karena ketidakadilan tetapi karena
kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan
segala sesuatu". Dimensi kasih ini
terwujud nyata dalam kehidupan Yesus
Kristus.

Makna pengertian philia adalah kasih


persahabatan atau kasih persaudaraan
dengan sesama. Kasih philia menunjuk
pada kasih yang solider dengan sahabat
(kawan). Sehingga di antara kedua belah
pihak terdapat perasaan tergantung,
saling membela dan menghormati. Namun
kasih philia tetap terbatas pada hubungan
kawan dan sifatnya bersyarat, yaitu akan
mengasihi bila dikasihi, menghormati bila
dihormati.

Kasih eros adalah kasih yang


bersumber pada daya tarik seksual
kepada jenis kelamin lain. Ini terlihat dari
perasaan "eros" (berahi) seorang pria
kepada wanita lain atau sebaliknya. Jadi
kasih eros lebih cenderung kepada nafsu
syawat atau keinginan-keinginan erotis.
Puncak kasih eros dinyatakan dalam
persetubuhan antara pria dan wanita,
yaitu dalam pernikahan. Menurut
kesaksian Alkitab, kasih eros adalah
diciptakan oleh Allah. Jadi kasih eros
adalah karunia Allah sendiri, bukan
sebagai sesuatu yang kotor, najis atau
dosa. Namun kasih eros dapat menjadi
sumber dosa bila dilepaskan dari prinsip-
prinsip kehidupan iman, atau dilepaskan
dari persekutuannya dengan Allah.

Pengertian storge merupakan kasih


yang berada dalam ikatan kekeluargaan.
Misalnya kasih seorang anak kepada
orang-tua; kakak kepada adik; nenek
kepada para cucunya, dan sebagainya.
Sebab itu kasih storge dapat berarti, rasa
sayang kepada para anggota keluarga
atau famili. Kelemahannya adalah kasih
storge menjadi kasih kepada hubungan
keluarga saja, sehingga bersifat eksklusif
(tertutup untuk kalangan sendiri).
Akibatnya kasih storge dapat menjadi
kasih yang cenderung kepada anggota
kelompok keluarganya saja, sehingga
menutup kemungkinan untuk mengasihi
anggota kelompok yang lain,

Dari uraian di atas, kita dapat melihat


bahwa kasih philia, eros dan storge
adalah kasih yang bersifat manusiawi.
Artinya merupakan kasih yang sifatnya
umum atau universal. Ciri kodrat dan
martabat manusia pada umumnya akan
memiliki kasih philia, eros dan storge.
Kasih yang manusiawi ini akan menjadi
lebih sempurna bila mau dilandasi oleh
kasih agape, sehingga dapat mewujudkan
kasih yang benar dan kudus. Dengan kata
lain kasih philia, eros dan storge
membutuhkan penerangan dari kasih
agape. Sebab kasih agape adalah kasih
Ilahi, yaitu kasih yang bebas dari segala
pamrih dan nafsu. Bila kita dilandasi oleh
kasih agape, kita baru dapat memenuhi
perintah Yesus Kristus sebagai berikut:
"Kasihilah Tuhan Allahmu dengan
segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Itulah hukum yang terutama dan yang
pertama. Dan hukum yang kedua yang
sama dengan itu adalah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri" (Matius 22:3739).

5. Sukacita

Buah Roh "sukacita" diterjemahkan


dari kata khara (Yun.). Menurut I Samuel
2:1, kehidupan sukacita terjadi karena
manusia mau berlindung kepada Allah.
Jadi sumber sukacita yang abadi hanya
pada TUHAN Allah. Itulah sebabnya rasul
Paulus di Roma 15:13 berkata: "Semoga
Allah, sumber pengharapan, memenuhi
kamu dengan segala sukacita".

Ciri kehidupan orang Kristen adalah


senantiasa bersukacita. Sebab Allah di
dalam Yesus Kristus telah
menyelamatkan kita dari peristiwa salib.
Ibrani 12:2 berkata: "Marilah kita
melakukannya dengan mata yang tertuju
kepada Yesus, yang memimpin kita dalam
iman, dan yang membawa iman kita
kepada kesempurnaan yang dengan
mengabaikan kehinaan, tekun memikul
salib ganti sukacita yang disediakan bagi
Dia". Salib Kristus bukan membawa kita
kepada dukacita duniawi tetapi kepada
sukacita yang kekal.

Jadi penghayatan sukacita (khara)


merupakan ekspresi dari sikap hidup yang
bersandar kepada kuasa Allah. Perasaan
sukacita yang lahir dari pengalaman iman
tidak akan pernah pudar atau rapuh,
walaupun keadaan terus-menerus
mengalami perubahan. Pengertian khara
menunjuk kepada kegembiraan rohani.
Sehingga kita tetap dapat bersukacita
walaupun berada di tengah-tengah
penderitaan atau kesusahan. Pengalaman
sukacita ini dialami oleh rasul Paulus. Di
Filipi 4:10 dia berkata: "Aku sangat
bersukacita dalam Tuhan". Karena rasul
Paulus hidup bersukacita dalam Tuhan,
dia dapat menanggung segala perkara.
Perhatikan Filipi 4:13 berkata: "Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan kepadaku".

Rahasia iman Kristen terletak di sini,


yaitu walaupun berada di tengah
kesulitan, hambatan dan penderitaan
bahkan penindasan, para murid Kristus
tetap melayani pemberitaan Injil dengan
penuh sukacita. Rasul Paulus dan Silas di
penjara masih dapat memperlihatkan
sukacita sambil berdoa dan bernyanyi
puji-pujian (Kisah Para Rasul 16:25). Ini
sesuai maksud dari I Tesalonika 5:16
yaitu: "Bersukacitalah senantiasa".

6. Damai-Sejahtera

Buah Roh "damai-sejahtera"


diterjemahkan dari kata eirene (Yun.).
Dalam bahasa Ibrani, situasi damai-
sejahtera diungkapkan dengan kata
syaloom. Jadi pengertian kata eirene
identik dengan kata syaloom.
Sebenarnya lebih tepat eirene atau
syaloom diterjemahkan dengan; damai-
sejahtera yang penuh selamat, atau
keselamatan yang penuh dengan damai-
sejahtera. Sebab Allah sendiri hadir di
tengahtengah umatNya untuk membawa
damai sejahtera dan keselamatan.
Kehadiran Allah yang membawa
damai-sejahtera yang penuh selamat ini
terlihat dari Lukas 2:14. Allah di dalam
bayi Yesus Kristus berada di tengah-
tengah kehidupan sejarah manusia.
Sehingga para malaikat bernyanyi:
"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang
Maha-tinggi, dan damai-sejahtera (eirene)
di bumi di antara manusia yang berkenan
kepadaNya". Di sini pengertian kata
eirene ditempatkan dalam kejadian Yesus
Kristus Sang Juru-selamat di dunia, yaitu:
"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat
yaitu Kristus Tuhan di kota Daud" (Lukas
2:11).

Damai-sejahtera yang penuh selamat


dinyatakan dalam penampakan Yesus
Kristus. Setelah Dia wafat di salib tetapi
dibangkitkan Allah dari kubur, Yesus
Kristus menjumpai para muridNya. Dia
berkata demikian kepada para muridNya:
"Damai-sejahtera (eirene) bagi kamu!"
(Yohanes 20:19). Dan sesudah
menyampaikan damaisejahtera, Yesus
Kristus menunjukkan tanganNya dan
lambungNya kepada mereka (Yohanes
20:20). Sehingga para murid itu
bersukacita ketika melihat kehadiran
Kristus yang penuh selamat.

Agar kehadiran Allah yang penuh


damai-sejahtera dan keselamatan terjadi,
kita terlebih dahulu mau berdamai dengan
Allah. Sebab Allah mau berdamai dengan
kita ketika kita masih menjadi seteru
Allah. Roma 5:10 berkata: "Sebab jikalau
kita ketika masih seteru diperdamaikan
dengan Allah oleh kematian Anak-Nya"
(lihat pula Efesus 2:16; Kolose 1:20).
7. Kesabaran

Buah Roh "kesabaran" diterjemahkan


dari kata makrothumia (Yun.). Pengertian
makrothumia lebih menunjuk kepada
sikap kesabaran yang begitu besar atau
sikap hati yang panjang sabar. Dengan
kata lain menunjuk pada sikap hidup yang
dilandasi oleh hati yang sabar tanpa
batas. Sikap demikian hanya mungkin bila
manusia mau berakar kepada kehidupan
pribadi Allah sendiri. Sebab Allah adalah
Allah yang panjang sabar. Sebagaimana
yang diungkapkan dalam Bilangan 14:18
demikian: "Tuhan itu berpanjangan sabar
dan kasih setiaNya berlimpah-limpah, Ia
mengampuni kesalahan dan pelanggaran".
Jadi kesabaran Allah yang tanpa batas itu
terlihat dari sikapNya menghadapi dosa
dan pelanggaran. Prinsip ini dikemukakan
kembali di dalam II Petrus 3:9 yaitu:
"Tuhan tidak lalai menepati janjiNya,
sekalipun ada orang yang
menganggapnya sebagai kelalaian; tetapi
la şabar terhadap kamu, karena Ia
menghendaki supaya jangan ada yang
binasa, melainkan supaya semua orang
berbalik dan bertobat".

Sebagaimana Allah itu sabar, maka


rasul Paulus menganjurkan: "Sabarlah
kamu seorang terhadap yang lain, dan
ampunilah seorang akan yang lain apabila
yang seorang menaruh dendam terhadap
yang lain, sama seperti Tuhan telah
mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah
demikian" (Kolose 3:13). Jelas sikap
panjang sabar berhubungan erat dengan
sikap mengampuni. Yesus Kristus
menanamkan sikap demikian. Ini terlihat
ketika Petrus bertanya: "Tuhan, sampai
berapa kali aku harus berbuat
mengampuni saudaraku jika ia berbuat
dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"
Yesus menjawab: "Bukan! Aku berkata
kepadamu: Bukan sampai tujuh kali,
melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh
kali" (Matius 18:21-22).
Sedang pengertian kesabaran dalam
menanggung penderitaan secara khusus
dipergunakan kata hupomone (Yun.).
Dalam makna kata hupomone terkandung
sifat: ketabahan, ketekunan, sabar
menanggung dan tawakal. Misal II
Korintus 6:4-5 kita menjumpai:
"Sebaliknya dalam segala hal kami
menunjukkan bahwa kami adalah pelayan
Allah, yaitu dalam menahan dengan penuh
kesabaran dalam penderitaan, kesesakan
dan kesukaran, dalam menanggung dera,
dalam penjara, dan kerusuhan, dalam
berjerih-payah, dalam berjagajaga dan
berpuasa". Sikap hupomone ini sangat
mewarnai kehidupan iman jemaat Kitab
Wahyu dalam menghadapi penindasan,
kekejaman dan pembantaian dari
pemerintah Roma. Di Kitab Wahyu, kata
hupomone ini terlihat dari pasal 1:9; 2:2;
2:3; 2:19; 3:10; 13:10; 14:12.
8. Kemurahan

Buah Roh "kemurahan" diterjemahkan


dari kata khrestotes (Yun.). Pada
prinsipnya pengertian khrestotes
berkaitan dengan sikap kemurahan Allah.
Menurut Roma 2:4, maksud kemurahan
Allah adalah untuk menuntun kita kepada
sikap pertobatan. Di Roma 2:4 kita
menjumpai: "Tidakkah engkau tahu,
bahwa maksud kemurahan Allah adalah
menuntun engkau kepada pertobatan?"
Tindakan Allah yang menuntun manusia
kepada pertobatan adalah berdasarkan
kasih-karuniaNya yang bebas. Manusia
diselamatkan dalam pertobatan adalah
karena kemurahan Allah, yaitu
rahmatNya. Ini berarti kemurahan Allah
berdasarkan pada rahmat atau kasih-
karuniaNya. Prinsip theologis ini dapat
kita lihat di Titus 3:4-5 yang berkata:
"Tetapi ketika nyata kemurahan Allah,
Juru selamat kita, dan kasihNya kepada
manusia, pada waktu itu Dia telah
menyelamatkan kita bukan karena
perbuatan baik yang telah kita lakukan,
tetapi karena rahmatNya". Jelas
penekanan kemurahan Allah bukan
karena hasil perbuatan baik, jasa dan
amal-ibadah atau prestasi rohani
manusia; tetapi hanya didasarkan pada
kasih-karunia Allah semata-mata.
Pandangan ini sejajar dengan Efesus 2:8-
9, yang berkata: "Sebab karena kasih-
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu
bukan hasil usahamu, tetapi pemberian
Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu:
jangan ada orang yang memegahkan diri".

Namun kemurahan Allah yang


menyelamatkan itu, adalah juga
merupakan suatu panggilan bagi kita
untuk melaksanakan kemurahan Allah
dalam hidup kita. Sebagaimana Allah
bermurah hati kepada kita, maka kita juga
terpanggil untuk bermurah hati kepada
sesama, yaitu dengan menjadikan hidup
kita sebagai persembahan yang hidup.
Roma 12:1 berkata: "Karena itu saudara-
saudara, demi kemurahan Allah aku
menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati".

9. Kebaikan

Buah Roh "kebaikan" diterjemahkan


dari kata agathosune (Yun.). Menurut
Efesus 5:9, agathosune (kebaikan) adalah
buah dari kehidupan anak-anak terang.
Rasul Paulus berkata: "Sebab itu hiduplah
sebagai anak-anak terang, karena terang
hanya berbuahkan kebaikan (agathosune)
dan keadilan (dikaiosune) dan kebenaran
(aletheia)". Di sini pengertian kebaikan
(agathosune) disejajarkan dengan
pemahaman keadilan (dikaiosune) dan
kebenaran (aletheia).

Menurut kesaksian Alkitab, pada


hakikatnya kebaikan sejati hanya berasal
dari TUHAN Allah. Dia adalah Sang
Kebaikan itu sendiri, sehingga hanya
Allah yang dapat menjadi sumber segala
kebaikan. Mazmur 31:20 berkata:
"Alangkah limpahnya kebaikanMu yang
telah Kau simpan bagi orang yang takut
akan Engkau, yang telah Kau lakukan
bagi orang yang berlindung kepadaMu, di
hadapan manusia". Sehingga waktu
sejarah kehidupan manusia dimahkotai
oleh Allah dengan kebaikanNya. Mazmur
65:12 berkata: "Engkau memahkotai
tahun dengan kebaikanMu". Sebab itu
sudah selayaknya jika kita menyampaikan
permohonan agar Allah melakukan
kebaikan kepada orang yang hidup benar.
Mazmur 125:4 berkata: "Lakukanlah
kebaikan, ya Tuhan kepada orang-orang
yang tulus hati".

Namun tidak berarti kebaikan Allah


merupakan sifat pribadi yang lemah.
Kadang-kadang kebaikan Allah
dinyatakan dengan suatu tindakan yang
menghajar kita. Ini terlihat dari Ibrani
12:10, yaitu: "Tetapi Dia menghajar kita
untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh
bagian dalam kekudusanNya". Jadi
kebaikan Allah dapat saja merupakan
suatu hajaran yang menyakitkan. Namun
tujuannya agar kita memperoleh bagian
dalam kekudusan Allah.

Tugas kita dalam hidup bersama


orang lain adalah menyatakan kebaikan
Allah kepada setiap orang tanpa kecuali.
Sebagaimana di katakan oleh Filipi 4:5,
yaitu: "Hendaklah kebaikan hatimu
diketahui semua orang". Kebaikan yang
dimaksud bukan dengan cara
mengalahkan kejahatan dengan
kejahatan, tetapi mengalahkan kejahatan
dengan kebaikan. Roma 12:21 berkata:
"Janganlah kamu kalah terhadap
kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan
dengan kebaikan".

10. Kesetiaan

Buah Roh "kesetiaan" diterjemahkan


dari kata pistis (Yun.). Kata pistis
sebenarnya selain dapat diterjemahkan
dengan arti "kesetiaan", juga dapat
diterjemahkan dengan arti "iman". Kedua
arti ini saling berkaitan dan saling
melengkapi. Tindakan iman baru dapat
terwujud bila dilandasi oleh sifat
kesetiaan, dan kesetiaan juga dapat
terwujud bila dilandasi oleh kepercayaan
penuh.

Menurut Ulangan 7:9, kesetiaan Allah


adalah tanpa batas dan hanya ditujukan
kepada orang-orang yang mengasihiNya.
Ulangan 7:9 berkata: "Sebab itu haruslah
kauketahui, bahwa TUHAN Allahmu,
Dialah Allah, Allah yang setia, yang
memegang perjanjian dan kasih setiaNya
terhadap orang yang kasih kepadaNya
dan berpegang pada perintahNya, sampai
kepada beribu-ribu keturunan". Itulah
sebabnya di Ulangan 32:4, kesetiaan Allah
dilukiskan sebagai berikut: "Allah itu
Gunung Batu yang pekerjaanNya
sempurna, karena segala jalanNya adil,
Allah yang setia dengan tiada
kecurangan, adil dan benar Dia".
Kesetiaan Allah tersebut terbukti nyata
dalam hidup dan karya Yesus Kristus
yang tetap setia sampai mati. Ibrani 2:17
berkata: "Ia harus disamakan dengan
saudara-saudaraNya, supaya la menjadi
Imam Besar yang menaruh belas kasihan
dan yang setia kepada Allah untuk
mendamaikan dosa seluruh bangsa".

Jikalau Allah telah setia tanpa batas


di dalam Yesus Kristus, sudah selayaknya
bila kita hidup setia kepadaNya. Kitab
Wahyu menghimbau kita demikian:
"Hendaklah engkau setia sampai mati,
dan Aku akan mengaruniakan kepadamu
mahkota kehidupan" (Wahyu 2:10). Jelas
yang dimaksud oleh Kitab Wahyu tersebut
adalah kesetiaan dalam iman kepada
Yesus Kristus. Sikap kesetiaan dalam
iman inilah yang harus kita nampakkan
kepada masyarakat di sekeliling kita. Kita
tidak akan mengingkari Kristus walaupun
kita ditawari suatu kedudukan yang
tinggi, materi yang banyak, gadis cantik
atau pemuda tampan. Bagi kita iman dan
kasih kepada Yesus Kristus adalah yang
paling utama dan yang melebihi segala-
galanya.

11. Kelemahlembutan

Buah Roh 'kelemahlembutan"


diterjemahkan dari kata praules (Yun.).
Sikap kelemahlembutan muncul dalam
kata-kata Yesus demikian: "Karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu
akan mendapat ketenangan" (Matius
11:29). Bila kita teliti lebih lanjut sikap
kelemahlembutan Yesus tersebut
sebenarnya diletakkan pada suara
panggilanNya kepada orang-orang yang
berbeban berat. Yesus berkata: "Marilah
kepadaKu, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu" (Matius 11:28).
Sedang menurut Matius 5:5,
kelemahlembutan sejati dapat merangkul
semua orang di bumi ini. Yesus berkata:
"Berbahagialah orang yang lemah-lembut,
karena mereka akan memiliki bumi".

Pada prinsipnya pengertian


"kelemahlembutan" dalam Perjanjian Baru
ditempatkan sebagai suatu sikap untuk
membimbing orang lain. Ini terlihat dari II
Timotius 2:25, yaitu: "Ia harus cakap
mengajar, sabar dan dengan lemah-
lembut dapat menuntun orang yang suka
melawan, sebab mungkin Tuhan
memberikan kesempatan kepada mereka
untuk bertobat dan memimpin mereka
sehingga mereka mengenal kebenaran".
Prinsip ini dikuatkan oleh Galatia 6:1 yang
berkata: "Maka kamu yang rohani harus
memimpin orang itu ke jalan yang benar
dalam roh lemah-lembut".

Dari uraian di atas, kita dapat melihat


bahwa pemahaman rasul Paulus tentang
sifat lemah-lembut sejajar dengan sikap
Yesus sendiri. Sikap kelemahlembutan
merupakan sikap pastoral, yaitu untuk
membimbing orang lain menemukan
kebenaran. Jadi sikap lemahlembut
(prautes) bukanlah sikap yang lemah, juga
bukan sikap yang dibuat-buat (munafik).
Sebaliknya sikap lemah-lembut
merupakan sikap pribadi yang kuat dan
dewasa dalam iman, sehingga mampu
membimbing orang lain dalam kasih.

12. Penguasaan Diri

Buah Roh "penguasaan diri"


diterjemahkan dari kata egkrateia (Yun.).
Dalam bahasa Inggris, kata egkrateia ini
diterjemahkan menjadi self-control.
Makna pengertian egkrateia menunjuk
pada kemampuan pribadi untuk
menguasai dan mengendalikan diri
sedemikian rupa sehingga tidak
membiarkan diri terbawa oleh perasaan
atau tindakan yang tidak terkendali. Ini
berarti yang dikendalikan oleh pribadi
tersebut adalah seluruh struktur dan
aktivitas kepribadian yang menyangkut:
akal budi, emosi atau perasaan, dan
kehendak atau kemauan. Bila kita tidak
dapat mengendalikan diri, tindakan kita
akan menjadi liar dan kasar. Karena itu II
Timotius 4:5 memberi nasihat: "Kuasailah
dirimu dalam segala hal". Juga di Titus
2:6 berkata: "Supaya mereka menguasai
diri dalam segala hal".

Walaupun demikian, sikap egkrateia


(penguasaan diri) tersebut bukan sekedar
sesuatu yang bersifat insani belaka,
namun memiliki aspek dorongan kekuatan
iman. Sehingga penguasaan diri kita
merupakan hasil dari tindakan yang
sesuai dengan ukuran iman. Roma 12:3
berkata: "Tetapi hendaklah kamu berpikir
begitu rupa, sehingga kamu menguasai
diri menurut ukuran iman, yang
dikaruniakan Allah kepada kamu masing-
masing". Jadi iman kepada Allah yang
menjadi penggerak untuk menguasai diri
ketika dalam kepribadian kita hendak
mengikuti dorongan naluri dan perasaan
yang emosional belaka. Ini berarti tanpa
penguasaan diri mustahil orang dapat
mewujudkan iman dalam perbuatannya.
Demikian pula tanpa memiliki penguasaan
diri, mustahil kita dapat menghasilkan
buah-buah Roh. Penguasaan diri adalah
bukti dari pekerjaan Roh Kudus.

****

Anda mungkin juga menyukai