Anda di halaman 1dari 1

Abstrak

Prevalensi dari 1018 mahasiswa, sebanyak 36.9% pernah melakukan berbagai macam
tindakan beresiko yang merusak dirinya sendiri (self-destructive behavior) sehingga
berdampak negatif pada fisik juga merusak psikis. Salah satu faktor penyebab self-destructive
behavior karena adanya disregulasi emosi. Ketika mahasiswa memiliki permasalahan
disregulasi emosi maka ia tidak mampu untuk memahami, mengendalikan dan
mengekspresikan emosinya sehingga melakukan tindakan beresiko. Penggunaan Dialectical
Behavior Therapy (DBT) yang berfokus pada emosi menjadi salah satu terapi untuk
menangani masalah disregulasi emosi yang terjadi sehingga self-destructive behavior
berkurang. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan desain quasi eksperimen. Subjek
penelitian yang telah dipilih menggunakan teknik purposive sampling berjumlah 12
mahasiswa/I yang melakukan perilaku merusak diri. Instrumen pengukuran yang digunakan
untuk mengukur self-destructive behavior yaitu ISDS-25 (Indirect Self-Destructiveness Scale
V-25), sedangkan untuk mengukur tingkat disregulasi emosi menggunakan DERS-SF
(Difficulties in Emotion Regulation Scale-Short Form). Analisa data menggunakan metode
non-parametrik yakni uji wilcoxon dan mann whitneyy. Hasil analisis data menunjukkan
adanya perbedaan skor self-destructive behavior dan disregulasi emosi pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menunjukkan hasil yang signifikan
pada pengurangan skor self-destructive behavior (p<0.05=0.027) dan penurunan disregulasi
emosi (p<0.05=0.027). Kelompok kontrol tidak menunjukkan hasil signifikansi pada self-
destructive behavior (p<0.05=0.564) dan disregulasi emosi (p<0.05=0.414). Penelitian ini
menunjukkan bahwa melalui DBT dapat menurunkan disregulasi emosi sehingga mengurangi
self-destructive behavior pada mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai