Anda di halaman 1dari 14

NAMA: AYU RAHMAWATI KAMANDAN

NIM: 1102001069

TUGAS: METODOLOGI PENELITIAN

LOKAL: 4B REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

DESKRIPTIF

Studi Deskriptif Mengenai Pola Stress pada Mahasiswa Praktikum

Abstract

Jumlah mahasiswa yang mengalami stres meningkat setiap semester. Respon stres dari setiap
mahasiswa berbeda, Respon tersebut tergantung pada kondisi kesehatan, kepribadian, pengalaman
sebelumnya terhadap stres, mekanisme koping, jenis kelamin dan usia, besarnya stresor, dan
kemampuan pengelolaan emosi dari masing-masing individu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola stres pada mahasiswa praktikum di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian
berjumlah 75 mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah praktikum di Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dokumentasi,
pengukuran tekanan darah, dan skala stres. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan simple random
sampling. Analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Secara umum pola stres
diawali karena adanya aktivitas fisik yang berlebihan pada mahasiswa praktikum. Hal ini membuat
mahasiswa merasa kelelahan dan tegang sehingga tubuh meresponnya dengan timbulnya stres.
Mahasiswa awal yang mengambil mata kuliah praktikum yaitu berusia 18–20 tahun lebih rentan terkena
stres dibandingkan dengan mahasiswa akhir praktikum yang berusia 21–24 tahun. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin, mahasiswa praktikum perempuan lebih rentan mengalami stres daripada
mahasiswa praktikum laki – laki. Kemudian pada mahasiswa praktikum dengan stres berat lebih
berpotensi memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada mahasiswa praktikum yang memiliki stres
sedang dan ringan.

PENDAHULUAN

Stres merupakan salah satu reaksi atau respon psikologis manusia saat dihadapkan pada hal-hal yang
dirasa telah melampaui batas atau dianggap sulit untuk dihadapi. Setiap manusia mempunyai
pengalaman terhadap stress bahkan sebelum manusia lahir (Smeltzer & Bare, 2008). Stres normal
dialami oleh setiap individu dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Stres membuat
seseorang yang mengalaminya berpikir dan berusaha keras dalam menyelesaikan suatu permasalahan
atau tantangan dalam hidup sebagai bentuk respon adaptasi untuk tetap bertahan (Potter & Perry,
2005). Studi literatur yang dilakukan oleh Govaerst & Gregoire, (2004) stres pada remaja cenderung
tinggi. Jumlah mahasiswa yang mengalami stress meningkat setiap semester. Mahasiswa tergolong usia
remaja akhir. Remaja akhir berusia 18-20 tahun (Wong’s & Hockenberry, 2007). Kondisi ini juga terjadi
pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang sedang
mengambil mata kuliah praktikum. Pendidikan Strata satu Fakultas Pskologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) memiliki tujuh mata kuliah praktikum yang harus dijalani oleh mahasiswa. Mata kuliah
praktikum tersebut adalah Praktikum aplikasi Komputer (Aplikom), Praktikum Pengelolaan Tes Psikologi
(PPTP), Praktikum Observasi dan Interviu (OBI), Praktikum Assesmen Anak (PAA), Praktikum Tes
Psikologi (PTP), Praktikum

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptif untuk mengetahui pola stres pada mahasiswa yang
mengambil mata kuliah praktikum di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Informan penelitian ini adalah Mahasiswa yang mengambil mata kuliah praktikum yang memiliki
populasi 450 mahasiswa dari enam mata kuliah praktikum, yaitu Praktikum Pengelolaan Tes Psikologi
(PPTP), Praktikum Observasi dan Interviu (OBI), Praktikum Assesmen Anak (PAA), Praktikum Tes
Psikologi (PTP), Praktikum Teknik Konseling (Tekkon) dan Praktikum Psikologi Eksperimen. Kemudian
peneliti mengambil sampel sebanyak 75 responden Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi (Hidayat, 2007). Metode dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Data penelitian ini didapatkan dengan menggunakan skala stres
yang disusun berdasar teori Sarafino (2006). Kemudian analisis data yang digunakan untuk mengetahui
pola stres pada mahasiswa adalah statistic deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis menyebutkan bahwa variabel stres mempunyai rerata empiric (RE) sebesar 23,41 dan
rerata hipotetik (RH) sebesar 28,50 yang berarti tingkat stress mahasiswa praktikum termasuk dalam
kategori sedang. Berdasarkan kategori skala stres diketahui bahwa terdapat 20,00% (59 Mahasiswa)
yang memiliki stress yang ringan, 78,67% (15 Mahasiswa) yang tergolong sedang tingkat stresnya, dan
1,33% (1 Mahasiswa) yang tergolong tinggi tingkat stresnya. Ini menunjukkan bahwa prosentase dari
rata - rata berada pada posisi sedang. Respon stres dari setiap mahasiswa berbeda. Respon tesebut
tergantung pada kondisi kesehatan, kepribadian, pengalaman sebelumnya terhadap stres, mekanisme
koping, jenis kelamin, dan usia, besarnya stresor, dan kemampuan pengelolaan emosi dari masing-
masing individu (Potter & Perry, 2005). Pendampingan asisten mata kulian praktikum juga memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam perannya memberi dukungan sosial pada mahasiswa, sehingga
mahasiswa tidak terlalu merasakan tekanan yang dapat mengakibatkan stres. Menurut Lahey (2007),
dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting dalam melawan stress dan menentukan reaksi
atau respon seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan sosial diartikan sebagai perasaan nyaman,
penghargaan, perhatian, kepedulian dan bantuan yang diterima dari orang lain (Gentry & Kobasa,1984 ;
Wallston dkk, 1983 ; Wills & Fegan, 2001 dalam Sarafino, 2006).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil
oleh peneliti, yaitu stres pada mahasiswa praktikum di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta memiliki beberapa faktor diantaranya adalah usia jenis kelamin dan tekanan darah yang
dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa awal yang mengambil mata kuliah praktikum yaitu berusia 18–20
tahun lebih rentan terkena stress dibandingkan mahasiswa akhir (sudah pernah mengambil mata kuliah
praktikum) yang berusia 21–24 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, mahasiswa praktikum
perempuan lebih rentan terhadap stres dari pada mahasiswa praktikum laki–laki. Kemudian pada
mahasiswa praktikum dengan stres berat lebih berpotensi memiliki tekanan darah lebih tinggi
dibandingkan mahasiswa praktikum yang memiliki stres sedang ataupun ringan. Ini dapat diartikan
bahwa semakin tinggi tekanan darah semakin rentan terkena penyakit fisik diantaranya hipertensi.
Secara umum pola stres diawali karena adanya aktivitas fisik yang berlebihan pada mahasiswa
praktikum. Hal ini membuat mahasiswa merasa kelelahan dan tegang sehingga tubuh meresponnya
dengan timbulnya stres

Kata Kunci: jenis kelamin, mahasiswa praktikum, pola stres, tekanan darah, usia

Rancangan: quasi-experimental design

Variablel Independen: adanya aktivitas fisik yang berlebihan pada mahasiswa praktikum

Variabel Dependen : Jumlah mahasiswa yang mengalami stres meningkat setiap semester.

Tujuan penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola stres pada mahasiswa
praktikum di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bagaimana cara penelitiannya :metode dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif .

JURNAL : https://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/view/4970
KORELASI

Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kekerasan emosional yang
terjadi pada anak dengan kecenderungan kenakalan remaja pada anak yang menjadi korban kekerasan
emosional tersebut. Penelitian dilakukan pada 150 pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di
kelurahan Mojo, Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survey.
Kekerasan Emosional yang dialami oleh remaja akan diukur dengan menggunakan Child Abuse and
Trauma Scale yang dikembangkan oleh Sanders dan BeckerLausen (1995) dan kecenderungan kenakalan
remaja akan diukur dengan skala Self-Report Delinquency yang dikembangkan oleh Elliott dan Ageton
(1980). Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik non-parametrik dengan teknik
uji korelasi Spearman's Rho. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekerasan emosional berkorelasi
dengan kecenderungan kenakalan remaja. Besarnya koefisien korelasi antara kedua variable tersebut
adalah 0,288 dengan taraf signifikansi 0,000. Nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dibandingkan
dengan nilai probabilitasnya 0,05 (p < 0,05) menunjukkan bahwa

hipotesis kerja pada penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan antara kekerasan emosional dengan
kecenderungan kenakalan remaja. Namun dari koefisien korelasi yang lemah, dapat dikatakan bahwa
kekerasan hanya sebagian kecil dari faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku kenakalan pada
remaja.

Kata kunci : kekerasan emosional, kenakalan remaja

Hubungan Kekerasan Emosional pada Anak dan Kenakalan Remaja

Terbentuknya perilaku kenakalan pada remaja dianggap sebagai dampak dari aspek psikososial pada
remaja tersebut (Jessor, 1977). Lebih lanjut Jessor dalam teori perilaku bermasalah (Problem Behavior
Theory) menjelaskan bahwa terbentuknya perilaku menyimpang remaja dipengaruhi oleh tiga aspek
yang saling berhubungan. Ketiga aspek tersebut adalah kepribadian yang meliputi nilai individual,
harapan, dan keyakinan pada remaja. Aspek kedua adalah sistem lingkungan yang diterima oleh remaja,
seperti pada lingkungan keluarga atau teman sebaya. Aspek ketiga adalah sistem perilaku yang
merupakan cara yang dipilih remaja untuk berperilaku dalam kesehariannya. Ketiga aspek diatas dapat
berperan sebagai faktor pelindung dan faktor resiko. Menurut Jessor (2003), yang dimaksud dengan
faktor pelindung adalah faktor yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kenakalan remaja,
faktor ini meliputi dukungan sosial, sikap positif, serta memberi contoh sikap yang benar pada anak.
Sebaliknya, faktor resiko adalah faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kenakalan remaja,
seperti perilaku orangtua yang tidak baik pada anak, orangtua yang memberi contoh tindakan
menyimpang seperti merokok dan mabuk di depan anak. Penelitian ini lebih ditekankan pada faktor
resiko pada aspek lingkungan dimana seorang remaja tinggal, atau dalam lingkungan keluarga. Faktor
resiko, seperti yang dijelaskan di atas merupakan faktor yang meningkatkan kemungkinan seorang anak
terlibat dalam kenakalan. Salah satu bentuk dari faktor resiko yang akan di ukur dalam penelitian ini
adalah tindakan kekerasan emosional yang dilakukan oleh orangtua pada anak. Tindakan kekerasan
emosional yang dilakukan oleh orangtua dapat menjadi model yang berperan sebagai factor resiko
terbentuknya perilaku kenakalan pada remaja. Jessor (1977) menjelaskan bahwa anak yang tinggal
dengan orangtua yang melakukan tindak kekerasan akan belajar bagaimana cara berinteraksi dan
bersosialisasi dari orangtuanya. Selanjutnya menurut Jessor (1977) orangtua yang terbiasa berteriak,
mengancam, atau melakukan tindakan yang menyimpang lainnya akan diamati oleh anak untuk
kemudian dicontoh oleh anak saat ia harus bersosialisasi atau melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Tindakan ini akan membawa anak pada sebuah perilaku menyimpang yang apabila
dilakukan hingga usia remaja akan menjadi tindakan kenakalan remaja. Penjelasan tentang model
sebagai penyebab munculnya perilaku kenakalan pada remaja juga dijelaskan oleh Patterson (1992).
Patterson menemukan bahwa remaja yang bertindak agresi, tinggal di lingkungan keluarga yang
mengalami tingkat kekerasan yang tinggi antara orangtua dan anak. Pola tindakan agresi dalam keluarga
muncul dari perilaku interaksi yang agresif antara anggota keluarga. Perilaku agresi yang dimunculkan
oleh seorang anggota keluarga akan membuat anggota keluarga yang lain ikut melakukan perilaku
agresi. Anak yang menerima kekerasan dari orangtua akanmelakukan tindakan kekerasan untuk
melawan dan menjauhkan dirinya dari kekerasan yang dilakukan oleh orang tua. Hal ini akan menjadi
sebuah siklus yang terus berputar dalam keluarga tersebut (Patterson dkk., 1992). Perilaku kekerasan
yang dijelaskan Patterson dalam Coercive Family Process Theory (1992) meliputi perilaku yang tidak
layak oleh orangtua seperti membentak, mencaci, serta kurangnya pemberian penguatan positif pada
anak. Selanjutnya Patterson (1994) menjelaskan bahwa adanya tindakan kekerasan oleh orang tua pada
anak dapat meningkatkan resiko anak terlibat permasalahan perilaku yang meliputi kenakalan remaja.
Selain karena siklus kekerasan yang terjadi dalam keluarga, Patterson juga menjelaskan adanya proses
modeling pada anak yang menjadi korban kekerasan oleh orangtuanya, sehingga resiko kenakalan akan
sangat tinggi pada anak tersebut. Proses modeling akan terjadi ketika anak mengamati cara orangtua
dalam bersikap. Ketika ia terbiasa melihat orangtuanya menyelesaikan suatu permasalahan dengan
tindakan agresi, maka ia juga akan melakukan kekerasan dalam bersikap. Seperti halnya Jessor (1977)
yang menjelaskan tentang aspek modeling, Patterson (1982) juga menjelaskan bahwa orangtua
mempengaruhi gaya interpersonal remaja melalui proses belajar. Remaja yang menjadi korban
kekerasan akan meniru cara orangtuanya dalam bersosialisasi. Hal tersebut akan membuat remaja
memiliki tingkat agresi yang tinggi ketika berada di luar rumah. Remaja dengan tingkat agresi tinggi akan
dijauhi oleh remaja normal yang tidak memiliki gaya sosialisasi agresif. Oleh sebab itu menurut
Patterson (1982), remaja korban kekerasan emosional yang bersifat agresif akan lebih sering
bersosialisasi dengan remaja lain yang memiliki karakteristik yang sama. Dengan begitu resiko untuk
melakukan tindakan kenakalan atau pelanggaran akan semakin besar. Hal inilah yang menjadi dampak
dari proses belajar remaja korban kekerasan emosional pada perilaku orangtuanya, yang dapat
membawa ia terlibat dalam perilaku kenakalan remaja. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis
kerja dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara kekerasan emosional pada anak
dengan kenakalan remaja.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini akan dilihat hubungan antara kedua
variabel yang diteliti. Pendekatan kuantitatif dipilih karena data yang akan dikumpulkan dalam
penelitian ini berbentuk angka (Neuman, 2000).

Partisipan

Penelitian ini dilakukan kepada 150 siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang adadi Kelurahan
Mojo, Surabaya. Instrumen Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan bantuan kuisioner
(self-report) yang mengukur kedua variabel kontinu dalam penelitian. Variabel kekerasan emosional
diukur menggunakan skala terjemahan dari Child Abuse Trauma Scale (CATS) yang disusun oleh Barbara
Sanders dan Evvie Becker-Lausen (1995). CATS digunakan karena CATS merupakan alat ukur yang sering
digunakan untuk mengukur kekerasan dalam keluarga yang pernah dialami oleh seorang anak. Alat ukur
ini dibuat untuk responden yang berusia 14 sampai dengan 23 tahun.. Nilai reliabilitas alpha Cronbach
uji terpakai dari skala tersebut sebesar 0,848. Variabel kecenderungan kenakalan remaja diukur dengan
skala terjemahan dari alat ukur Self-Report Delinquency (SRD) yang disusun oleh Delbert S. Elliott dan
Suzanne S. Ageton. Alat ukur ini merupakan alat yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya yang mengukur kenakalan remaja SRD digunakan untuk mengukur kenakalan pada remaja
yang berusia 13 sampai 19 tahun. Nilai reliabilitas alat ukur berdasarkan uji terpakai sebesar 0,855.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Asumsi

Sebelum dilakukan pengolahan denganstatistik inferensi parametrik ataupun nonparametrik data harus
melalui pengujian normalitas terlebih dahalu. Hal ini diperlukan untuk mengetahui teknik apa yang akan
digunakan dalam proses pengolahan data selanjutnya. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
apakah data berdistribusi normal atau tidak. Data yang normal juga merupakan salah satu syarat dalam
penggunaan teknik statistik parametrik. (Pallant, 2011). Taraf signifikansi yang digunakan oleh peneliti
adalah 5% yang berarti jika signifikansi pengujian lebih dari 0,05 (p > 0,05) data dapat dikatakan normal
dan sebaliknya. Berikut adalah tabel hasil pengujian normalitas dari data yang diperoleh pada penelitian
ini:

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan data pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang positif antara kekerasan emosional pada anak dan kecenderungan kenakalan remaja pada pelajar
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kelurahan Mojo, Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa remaja yang menerima perilaku kekerasan emosional dala m keluarga memiliki kecenderungan
yang lebih tinggi melakukan kenakalan remaja, daripada remaja yang tidak menjadi korban kekerasan
emosional. Meskipun hasil dari penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kekerasan emosional
dan kecenderungan kenakalan remaja, namun hal lain yang penting disampaikan adalah koefisien
korelasi yang rendah mengindikasikan adanya faktor lain, seperti pengaruh teman sebaya.

Rancangan: true-experimental design

Variabel Independen: tindakan kekerasan emosional yang dilakukan orang tua pada anak

Variabel Dependen: kenakalan remaja

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
kekerasan emosional yang terjadi pada anak dengan kecenderungan kenakalan remaja pada anak yang
menjadi korban kekerasan emosional tersebut

Bagaimana cara menelitinya: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.

JURNAL: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 131 Vol.1.No.03, Desember 20

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk17d35e73b52full.pdf

EKSPERIMEN

PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE EKSPERIMEN LEARNING

ABSTRAK

Metode Eksperiment Learning dalam pembelajaran dikelas merupakan bagian dari percobaan untuk
mengamati suatu objek, menganalisis data, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu
objek dan membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu yang memungkinkan siswa melakukan
percobaan untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Penelitian ini
berjenis penelitian tindakan kelas PTK (Action research class) dengan tujuan Penelitian untuk:
(1)Mendiskripsikan metode eksperimen learning dalam peningkatan hasil belajar IPA SD (2)
Menigkatkan prestasi hasil belajar IPA melalui metode Eksperimen Learning (3) Mendiskripsikan
peningkatan aktivitas belajar IPA melalui metode Eksperiment learning. Desain penelitian tindakan kelas
yang digunakan adalah model siklus Kemmis taggart, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran Eksperimen Learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan peneliti tercapai pada siklus II yaitu persentase rata-rata skor
hasil tes akhir meningkat dari 73% menjadi 88%, hal ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa
semakin baik dan persentase observasi kegiatan siswa meningkat dari 80% menjadi 92.5%, hal tersebut
menunjukkan siswa sangat aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Kata Kunci : Metode Eksperimen Learning, Prestasi Belajar Siswa SD

PENDAHULUAN

Prosedur Pelaksanaan metode Eksperimen Roestiyah (2001:81) mengatakan bahwa pelaksanaan


metode eksperimen adalah sebagai berikut:

1. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen. Mereka harus memahami masalah yang
akandibuktikan melalui eksperimen.

2. Memberikan penjelasan kepada siswa tentang alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam
eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.

3. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran
atau pernyataan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.

4. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas,
dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur dalam pelaksanaan metode
eksperimen adalah pertama siswa harus memahami masalah yang akan dibuktikan dalam eksperimen;
kedua, siswa harus memahami alat dan bahan yang akan digunakan dalam eksperimen, ketiga, perlu ada
pengawasan dari guru selama proses eksperimen berlangsung, dan terakhir setelah dilakukan
eksperimen, guru mengumpulkan hasil eksperimen, mendiskusikan hasil eksperimen dan memberi tes
atau evaluasi pada eksperimen yang telah dilakukan. Hal-hal yang Harus diperhatikan atau dipersiapkan
Guru dalam Eksperimen menurut Mulyasa (2007). Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan eksperimen, hal-hal yang harus dipersiapkan oleh guru antara lain yaitu menetapkan tujuan
eksperimen, mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, mempersiapkan tempat (laboratorium)
untuk melaksanakan eksperimen, memperhitungkan jumlah siswa dan jumlah alat eksperimen yang
tersedia, memperhatikan keselamatan agar memperkecil resiko mengenai bahan-bahan yang mungkin
membahayakan peserta eksperimen, dan memberikan penjelasan mengenai apa saja yang perlu
diperhatikan yang perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Sejalan dengan (Yuliani, Sunarno, &
Suparmi, 2012) menjelaskan bahwa, Hasil penelitian menunjukkan:

1. pendekatan keterampilan proses sains dengan metode eksperimen berpengaruh terhadap prestasi
belajar IPA, metode eksperimen terbimbing lebih efektif dibandingkan dengan metode eksperimen
bebas termodifikasi;
2. sikap ilmiah tidak berpengaruh terhadap prestasi kognitif dan psikomotorik tetapi memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif;

3. tidak terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik tetapi
berpengaruh terhadap prestasi afektif;

4. ada Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD) http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD

Vol. 3 No.2 72 interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan
tidak terdapat interaksi untuk prestasi afektif dan psikomotorik;

5. tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap prestasi
belajar baik kognitif, afektif maupun psikomotorik;

6. tidak terdapat interaksi antara sikap ilmiah dengan motivasi belajar terhadap prestasi belajar IPA baik
dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik;

7. tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran eksperimen dengan sikap ilmiah dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar IPA dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Langkah-langkah
Pelaksanaan Eksperimen Pembelaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng (2003), meliputi
langkah-langkah (tahap-tahap) berikut:

1. Percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang didemonstrasikan guru
atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini menampilkan masalah yang berkaitan dengan
materi IPA yang akan dipelajari.

2. Pengamatan, merupakan kegiatan siswa dan guru melakukan percobaan. Siswa diharapkan untuk
mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.

3. Hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan pengamatan.

4. Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dan dugaan awal yang telah dirumuskan dan
dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil percobaan dan membuat
kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.

5. Aplikasikan konsep, siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam
kehidupannya, ini merupakan pemantapan konsep yang dipelajari.

6. Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan
metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami konsep. Pemahaman konsep dapat
diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan maupun aplikasi dalam
kehidupannya. Dengan kata lain, siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan,menyebutkan,
memberikan contoh dan menerapkan konsep yang terkait dengan pokok bahasan. Karakteristik Metode
Eksperimen menggunakan metode ekperimen serta hubungannya dengan pengalaman belajar siswa,
seperti yang dikemukakan oleh Winataputra (Triadi, 2011), yaitu: ada alat bantu yang digunakan, siswa
aktif melakukan percobaan, guru membimbing, tempat dikondisikan, ada pedoman untuk siswa, topik
yang dieksperimenkan, ada temuan-temuan. Sejalan dengan (Subekti & Ariswan, 2016) pada Jurnal
Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016, 252 – 261 Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana,
Universitas Negeri Yogyakarta menjelaskan bahwa: Hasil penelitian yang berjudul: Pembelajaran Fisika
dengan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Keterampilan Proses Sains
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan hasil belajar fisika aspek kognitif dan
keterampilan proses sains ditinjau dari kemampuan awal fisika pada siswa kelas X di SMA Negeri 9
Yogyakarta dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen. Dari
karakterisitik tentang metode eksperimen dapat ditarik kesimpulan bahwa metode eksperimen dapat
dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran IPA dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa, sikap
ilmiah dapat muncul dalam pembelajaran melalui pengalaman melakukan eksperimen. Pembelajaran
melalui eksperimen siswa menjadi lebih aktif, guru berusaha membimbing, melatih dan membiasakan
siswa untuk terampil Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD)
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD Vol. 3 No.2 73

menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil kesimpulan yang merupakan tujuan
pembelajaran IPA dalam melakukan metode ilmiah dan sikap ilmiah siswa. Dengan percobaan
(eksperimen) melatih siswa untuk merekam semua data fakta yang diperoleh melalui hasil pengamatan
dan bukan data opini hasil rekayasa pemikiran. Eksperimen membelajarkan siswa terlibat secara aktif
sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah siswa. Dalam penemuan fakta dan data metode observasi dari
sebuah eksperimen mempunyai peranan yang sangat penting bagi peningkatan sikap ilmiah yang
diharapkan. Berdasarkan karakteristiknya, metode eksperimen paling cocok diterapkan bagi siswa SD
pada pembelajaran IPA dalam meningkatkan sikap ilmiah. (Mahrani Panjaitan, K.Y. Margiati, 2015)
menurut metode eksperimen memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain yaitu melatih disiplin diri
siswa melalui eksperimen yang dilakukannya terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian,
ketekunan dalam melakukan eksperimen. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan
siswa melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung. Siswa akan lebih memahami
hakikat dari ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran secara langsung. Mengembangkan sikap terbuka
bagi siswa. Metode ini melibatkan aktifitas dan kreatifitas siswa secara langsung dalam pengajaran
sehingga mereka akan terhindar dari verbalisme. Adapun kelemahan metode eksperimen adalah
Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam rangka pelajaran di sekolah, ia dapat
menyerap waktu pelajaran. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika
diterapkan pada pelajaran lain terutama bidang ilmu pengetahuan sosial. Pada hal-hal tertentu seperti
pada eksperimen bahan-bahan kimia, kemungkinan memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini faktor
keselamatan kerja harus diperhitungkan.Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap jika
kurang salah satu padanya. Berdasarkan pendapat diatas jelas bahwa penerapan metode eksperimen
dalam kegiata pembelajaran disekolah memiliki kelebihan dan manfaat.Kelebihan tersebut beriorentasi
pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Disamping kelebihan yang dapat dirasakan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan metode
eksperimen ada juga kekurangan atau kelemahannya didalam pembelajaran eksperimen, hal ini
menuntut kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran eksperimen dengan mengawasi
proses kerja sama dalam belajar yang dilakukan olah siswa. Hal ini berarti bahwa peran guru sangatlah
penting dalam memberikan pengawasan sekaligus bimbingan bagi. Langkah-Langkah Metode
Eksperimen akan terlaksananya dengan baik, maka kita harus menempuh dan mengimplementasikan
metode eksperimen agar dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Langkah-langkah eksperimen yang
dikemukakan Ramyulis (2005 : 250) yaitu memberi penjelasan secukupnya tentang apa yang harus
dilakukan dalam eksperimen, menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa dengan
eksperimen, sebelum eksperimen di laksanakan terlebih dahulu guru harus menetapkan alat-alat apa
yang diperlukan, langkah-langkah apa yang harus ditempuh dan ahl-hal apa yang harus dicatat, variabel-
variabel mana yang harus dikontrol. Setelah eksperimen guru harus menentukan apakah follow-up
(tindak lanjut) eksperimen contohnya Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut,
mengadakan tanya jawab tentang proses, melaksanakan teks untuk menguji pengertian siswa.

KESIMPULAN

Metode eksperimen Leraning atau percobaan diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan
aktifnya peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu.
Adapun tujuan dari metode eksperimen ini adalah: (a)Agar peserta didik mampu mengumpulkan fakta-
fakta, informasi atau data yang diperoleh (b) Melatih peserta didikmerancang, mempersiapkan,
melaksanakan dan melaporkan percobaan (c) Melatih peserta didik menggunakan logika berpikir
induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui langkah-
langkah metode eksperimen (a) Persiapan, Menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan eksperimen (b) Pelaksanaan, Siswa dibimbing oleh guru melaksanakan eksperimen (c)
Evaluasi, Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan mengisi lembar pengamatan yang
disediakan. Ketuntasan hasil belajar siswa berdasarkan hasil analisis data dan pembahasa, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut pertama penerapan model metode pembelajaran Eksperimen
Learning dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 003 Bengkong
tahun pelajaran 2017/ 2018 dengan skor rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus II 81,50 dan
ketuntasan KKM sekolah 97,50 % siswa.Metode ini dapat menumbuhkan dan membina manusia yang
dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan hasil percobaan yang bermanfaat bagi
kesejahteraan hidup.

Rancangan : the randomized posttest only control group design

Variabel Dependen: prestasi belajar IPA pada siswa

Variabel Independen: pembelajaran Eksperimen Learning memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa.

Tujuan penelitian:

(1)Mendiskripsikan metode eksperimen learning dalam peningkatan hasil belajar IPA SD

(2) Menigkatkan prestasi hasil belajar IPA melalui metode Eksperimen Learning

(3) Mendiskripsikan peningkatan aktivitas belajar IPA melalui metode Eksperiment learning

Bagaimana cara penelitiannya: metode penelitian ini dilakukan secara kuantitatif


JURNAL : Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD)

http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JBPD

Vol. 3 No.2

KOMPARATIF

ANALISIS KOMPARATIF LABA OPERASIONAL SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN SAK ETAP (Study
Kasus Pada Bank Perkreditan Rakyat di NTB)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan laba operasional sebelum dan
sesudah penerapan SAK ETAP, penelitian menggunakan alat analisa T test dengan sampel berpasangan,
dengan menggunakan SPSS 23. Dari hasil penelitian dapat diperoleh bahwa rata-rata laba operasional
sebelum SAK ETAP diterapkan 12.50, dan sesudah penerapan SAK ETAP 13,67, artinya terdapat
perbedaan namun tidak signifikan, sedangkan dari korelasi diperoleh angka -0.110 dan signifikansi
0,564, artinya kedua variabel tidak memiliki korelasi. Uji hipotesis berdasarkan uji t hitung dan t tabel
dimana –t hitung < -t tabel (-2,045 < - 1,663), dan uji signifikansi 0.107 > 0,05 , maka Ho diterima dan Ha
ditolak, dengan demikian hipotesis yang diajukan tertolak.

Kata kunci : SAK ETAP dan Laba Operasional

Rumusan Pokok Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan

diteliti yaitu : Apakah terdapat perbedaan yang signifikan laba operasional sebelum dan sesudah
diterapkannya SAK ETAP pada BPR di NTB. Tujuan penelitian Untuk mengetahui perbedaan terhadap
laba operasional sebelum dan sesudah diterapkannya SAK ETAP pada BPR di NTB.

TINJAUAN PUSTAKA

Standar Akuntansi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP yang diadopsi dari IFRS for
SMEs dan dimodifikasi sedemikian rupa agar mudah diterapkan oleh UMKM, sehingga diharapkan para
pengelola UMKM dapat dengan mudah membuat sendiri laporan keuangannya, dengan harapan UMKM
dapat berkembang dengan baik, akses dengan bank mudah, informasi keuangan up to date untuk
mengambil keputusan. Sebelumnya PSAK yang diadopsi dari IFRS based sulit diterapkan bagi perusahaan
menengah kecil mengingat penentuan fair value memerlukan biaya yang tidak murah, PSAK – IFRS rumit
dalam implementasinya seperti kasus PSAK 50 dan PSAK 55 meskipun sudah disahkan tahun 2006
namun implementasinya tertunda bahkan 2010 sudah keluar PSAK 50 (revisi), PSAK – IFRS menggunakan
principle based sehingga membutuhkan banyak professional judgement, PSAK – IFRS perlu dokumentasi
dan IT yang kuat, hal sulit di aplikasikan oleh UMKM, untuk itu maka dikembangkanlah SAK ETAP sebagai
solusi bagi UMKM. Martani (2012) SAK ETAP adalah standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa
akuntabilitas public, digunakan untuk entitas tanpa akuntabilitas public, entitas tanpa
akuntabilitaspublic adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan
menerbitkanlaporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna
eksternal.Wahyuni (2012) Manfaat SAK ETAP bagi UMKM adalah entitas mampu untuk menyusun
laporan keuangannya sendiri,dapat diaudit dan mendapatkan opini audit, sehingga dapat menggunakan
laporan keuangannya untuk mendapatkan dana (misalnya dari Bank) untuk pengembangan usaha, lebih
sederhana dibandingkan dengan PSAK – IFRS sehingga lebih mudah dalam implementasinya, tapi tetap
dapat memberikan informasi yang handal dalam penyajian laporan keuangan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparativ dengan sampel berpasangan, dimana sampel
berpasangan adalah sebuah kelompok sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua
perlakuan atau pengukuran yang berbeda, misal sebelum dan sesudah.Priyatno (2012). Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh BPR yang ada di NTB, sebanyak 32 BPR, sampel dalam
penelitian ini diambil dengan kriteria 1) BPR konvensional, 2) aset diatas lima milyar, 3) tidak mengalami
kerugian selama periode penelitian. Dari kriteria tersebut yang memenuhi syarat jadi sampel dari 32 BPR
adalah 27 BPR. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuatitatif dan kualitatif, dan data
diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia, yaitu laporan publikasi BPR.
Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik dokumentasi yang diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia
dan dari sumber lainnya, dan interview atau wawancara dari beberapa pejabat BPR yang menjadi obyek
penelitian, dan data dianalisa dengan menggunakan Uji t untuk sampel berpasangan atau Paired Sample
T test, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Merumuskan hipótesis

Ho : Tidak ada perbedaan laba operasional antara sebelum dan sesudah penerapan SAK ETAP.

Ha : Ada perbedaan laba operasional antara sebelum dan sesudah penerapan SAK ETAP.

2. Menetukan t hitung

3. Menentukan t tabel

4. Kriteria pengujian

-Membandingkan t hitung dan t table Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel , maka Ho diterima Jika –t hitung <
-t tabel atau t hitung > t tabel , maka Ha diterima

-Berdasarkan signifikansi Jika signifikansi < 0.05, maka Ho.ditolak Jika signifikansi > 0.05 maka Ho
diterima.

Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil analisis data pada paired samples statistc dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
rata-rata laba operasional sebelum dan sesudah penerapan Sak Etap, namun tidak signifikan, karena
praktik akuntansi Sak Etap belum sepenuhnya dijalankan oleh BPR, dan sejalan dengan hasil paired
samples correlation tidak terdapat hubungan yang kuat antara kedua varibel, demikian pula pada tabel
paired samples test untuk uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan yaitu diduga
terdapat perbedaan laba operasioanl sebelum dan sesudah penerapan SAK ETAP tertolak, walaupun ada
perbedaan namun tidak signifikan. Hasil penelitian ini tentu masih banyak kekurangan oleh sebab itu
disarankan bagi peneliti berikutnya menggunakan periode data penelitian yang lebih banyak.

JURNAL : https://jurnal.ugr.ac.id/index.php/jir/article/download/161/120/520

Rancangan: the randomized posttest only control group design

Variabel Independen: praktik akuntansi Sak Etap belum sepenuhnya dijalankan oleh BPR

Variabel Dependen: terdapat perbedaan rata-rata laba operasional sebelum dan sesudah penerapan
Sak Etap

Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan laba
operasional sebelum dan sesudah penerapan SAK ETAP

Bgaimana cara penelitiannya: Jenis penelitian ini adalah penelitian komparativ dengan sampel
berpasangan

Anda mungkin juga menyukai