(&a
Bagian Kedua
Oleh :
3Ul- QU
MOCHAMMAD TAUCHID
in
1953
PENERBIT „T JA K R A W A LA ”
DJAKARTA.
Buku Bagian Ked.ua ini berisi landjutan masalah agraria
buku Bagian Pertama.
Sedianja semula akan diterbitkan mendjadi satu djilid sadja
dengan Bagian Pertama, tetapi berhubung dengan kesukaran-
kesukaran teknis, terpaksa diterbitkan dalam dua bagian.
Dengan Bagian Kedua ini sekedar lengkaplah agaknja ku-
pasan mengenai masalah tersebut, dipandang dari sudut peng-
hidupan dan kemakmuran Rakjat Indonesia.
B o g o r , Oktober 1952.
MOCHAMMAD TAUCHID.
n .\K t :
I * - it 'S t
1 V JI
BAB VII.
1904 398 —
1906 364 —
1907 376 72
1909 381 52
1910 450 52
1911 510 69
1912 368 (mulai pengha- 50
1913 284 pusan apanage) 60
1914 281 54
1915 244 65
1916 240 63
1917 139 42
22o
rinlah pendjadjahan dulu. Sekarang mereka menjatakan
apa-apa jang sudah lama lerkandung.
3. SawcUi Rawa Lakbok.
Didaerah Tjiamis terdapat rawa jang terkenal dengan nama
Rciiva Lakbok, jang luasnja kira-kira 12.000 ha. Rawa ini
semula pada musim penghudjan sebagai lautan. Pada musim
kemarau mendjadi sumber penghasilan orang-orang dise-
kitar rawa itu, sebagai tempat menangkap ikan. Beratus-
ratus orang dari daerah Banjumas dan Bagelen dimusim
kemarau datang kesana untuk menangkap ikan.
Sedjak tahun 1925, banjak orang datang dari daerah lain
mcmbuka rantja (tanah rawa) jang dangkal-dangkal untuk
didjadikan sawah, sedang dikanan kirinja, ditempat-tempat
agak tinggi, didirikan gubug-gubug untuk tempat tinggalnja.
Pada tahun 1927 oleh Bupati Tasikmalaja, orang-orang di-
izinkan membuka rantja Lakbok untuk didjadikan sawah.
Izin ini diberikan dalam satu kumpulan besar jang dihadiri
Rakjat dai'i beberapa desa oleh Bupati.
Izin membuka rawa djadi sawah ini disambut dengan
gembira oleh Rakjat. Kemudian datang djuga orang-orang
Tani dari daerah Bagelen, Banjumas, berdujun-dujun ke
sana, bermaksud untuk mendapatkan tanah pertanian jang
baru. Mereka datang membawa alat-alat pertanian seleng-
kapnja, dengan biaja-biaja jang tidak sedikit. Setengahnja
sudah mendjual tanahnja, dengan pengharapan akan men
dapatkan tanah jang lebih lebar dan lebih baik untuk
penghidupannja.
Sebagai lazimnja peraturan pembukaan tanah,— menurut
ordonansi buka tanah— , Rakjat jang mendapat izin buka
tanah itu kemudian harus mendapat surat pengesjahan jang
dinamakan „tjap singa” . Rakjat menunggu-nunggu menda
patkan blangko tanah, dan mengharap-harapkan segera
ditarik „padjak bumi” (landrente) sebagai tanda sjahnja
hak milik jang sudah dibuka. Lama menunggu. Achirnja
pada tahun 1930 mereka mendapat keterangan dengan
pemberitahuan, bahwa sebagian besar tanah jang dibuka
Rakjat didjadikan sawah itu adalah kepunjaan onderneming
karet Bantardawa. Orang-orang jang sudah membuat rawa
mendjadi sawah itu oleh onderneming diperbolehkan tenib
menanaminja, asal mau membajar tjukai tiap-tiap tahun
600 kg padi tiap hektar.
Orang jang tidak suka mcnanda tangani tjap djempol
pengakuan, bahwa sawah jang dikerdjakan itu kepunjaan
onderneming, disuruh pergi meninggalkan sawahnja. Orang-
orang jang sudah susah pajah, dengan tenaga dan biaja jang
tidak sedikit, dengan menjabung njawa bergulet dengan
malaria jang ganas, kemudian diusir disuruh pergi.
Dengan segala akal dan tipu muslihat, orang-orang dibudjuk,
ditakut-takuti, diantjam, supaja meninggalkan tempatnja.
Kaki tangan onderneming mendjalankan siasatnja, dengan
segala akal, untuk memenuhi perintah tuannja. Kalau tidak
dapat dengan halus, dengan kekerasanpun didjalankan
djuga. Siksaan, pembakaran rumah, didjalankan dengan
setjara gelap oleh kaki tangan onderneming itu.
Achirnja terdapat perdamaian antara pihak BB dengan
onderneming jang mengatur bagaimana baiknja. Kesim-
pulannja, sawah bekas rawa itu akan ditukarkan dengan
tanah-tanah gunung jang ada disekitar onderneming itu.
karena onderneming lebih memerlukan tanah-tanah gunung
jang baik untuk dibuat kebun-kebun karet dari pada sawah
bekas rawa itu. Onderneming butuh tempat menanam karet,
bukan sawah untuk menanam padi. Orang jang mempunjai
tanah gunung 1 ha dapat menerima ganti sawah (bekas
rawa) 1 ha djuga. Siapa jang tidak mempunjai tanah gunung
untuk gantinja, diharuskan meninggalkan sawah itu.
Jang mempunjai tanah gunung umumnja orang-orang jang
kaja disitu, atau pegawai-pegawai negeri dengan kedok
nama lain. Hanja mereka (pegawai negeri) jang tahu dja-
lannja meminta tanah negeri untuk dibuka mendjadi tanah
pertanian jang dengan uang f 4,— sudah dapat menerima
tanah negeri 1 ha. Merekalah jang dapat menerima sawah
sebagai gantinja. Sama-sama untung, karena djasanja Rakjat
miskin jang tertindas dan tertipu itu. Mereka jang tidak
mempunjai tanah gunung, umumnja orang jang datang dari
luar daerah,-terpaksa harus meninggalkan tanahnja itu, atau
mengikat djandji membajar tjukai jang besar itu.
Karena luasnja tanah gunung tidak tjukup untuk menukar
semua sawah bekas rawa, kelebihannja didjual kepada
Rakjat diantaranja kepada orang-orang jang tadinja membu-
ka tanah itu. Sesudah mel’eka dengan susah pajah membuka
rawa, setelah mendjadi sawah seperti jang diharapkan, ke-
mudian disuruh membeii. Atas „kemurahan hati” onderne
ming, pembajaran pembelian tanah itu dapat diangsur
dengan melalui Bank Rakjat (Algemeene Volks Crediet
Bank). Tetapi beratnja tjitjilan tidak seimbang dengan ke-
kuatan orang itu, tidak sesuai dengan hasil pertaniannja.
Penitjilan jang berat, menimbulkan ketledoran mereka
dalam mengangsur pindjamannja. Hal ini dipergunakan oleh
orang-orang, pegawai dan pensiunan serta orang-orang lain
jang mempunjai penghasilan tertentu tiap-tiap bulan. Ka
rena penitjilan dari orang tani tidak beres, tanah-tanah itu
ditjabut dan dilelangkan, didjual kepada siapa jang dapat
menitjil tiap-tiap bulan. Jang dapat menitjil ialah orang-
orang gadjian, orang jang mempunjai gadji jang besar.
Tanah djatuh ketangan mereka. Dengan mengangsur tiap-
tiap bulan f 40,— sampai f 120,— jang hanja dapat dipikul
orang-orang jang bergadji besar, bisa mendapatkan tanah
sawah 10 sampai 30 ha. Kaum jang bergadji besar itulah
jang mendapatkan tanah-tanah ini. Banjak orang-orang
(orang kaja, pegawai negeri, BB, pegawai onderneming,
pensiunan) jang kemudian mempunjai sawah, berpuluh-
puluh ha, (sampai ada jang mempunjai 60 ha), dengan
tidak tahu dimana letak sawahnja itu, tetapi tiap-tiap tahun
menerima hasil padi dari orang Tani jang diperas itu. Rakjat
Tani jang membuka rawa, mendjadi kurban malaria, sudah
terlandjur mendjual tanah dikampungnja jang lama, ter
paksa mendjadi buruh, mengerdjakan tanah orang-orang
jang tidak tahu dimana letak sawahnja itu, karena kekua-
saan uangnja.
Penipuan, pemerasan jang meradjalela atas Rakjat jang
miskin dan sengsara itu mendjadi bibit pertengkaran dan
sumber- perkara. Banjak fitnah kepada Rakjat, dengan
tuduhan mentjuri, merampas dan sebagainja dengan akibat
penangkapan dan penahanan. Sebagai tjontoh dapat dike-
mukakan kedjadian perkara atas 3000 ru persegi (6 bahuj
sawah. Seorang Pegawai A. V. B. (Algemene Volks Crediet
Bank = Bank Rakjat) jang merasa punja sawah dengan
membeli setjara lelang dari Bank Rakjat, mendakwa kepada
4 orang Tani jang membuka rawa. Sesudah ada lelangan
4 petani itu sudah membajar kepada Bank Rakjat, tetapi
karena berat tjitjilannja, maka terpaksa djuga terhenti, dan
tidak tahu bahwa sawahnja itu sudah djatuh ketangan orang.
Pegawai jang merasa mempunjai tanah, belum tahu dimana
letak sawahnja. Dia sendiri tinggal berumah dilain daerah.
Tanah itu didapat dari jang dulu dilelangkan, dibeli oleh 4
orang itu jang dulu membuka sendiri. Karena tidak dapat
meneruskan menitjil, ditjabut dan dilelangkan, dan djatuh
ketangan pegawai Bank Rakjat itu.
Demikianlah salah satu tjontoh dari banjak perkara tanah
disalah satu tempat sadja. Diseluruh Indonesia terdapat
bermatjam-matjam perkara jang aneh, gandjil, pusaka dja-
man jang lampau, dari penipuan dan pemerasan.
. Tani Lampung tak punja tanah.
Gandjil kedengarannja. Sukar orang dapat pertjaja.
Selagi orang-orang dari Djawa jang tidak punja tanah
disiapkan untuk berangkat ke Lampung dan kedaerah-
daerah lainnja untuk mendapatkan tanah buat lapang per
tanian dan penghidupannja, kedengaran suara orang Tani
Lampung tidak mempunjai tanah. Kegandjilan ini adalah
warisan didjaman pendjadjahan dulu, salah satu dari seribu
satu matjam kegandjilan dan keanehan jang terdjadi, tetapi
mendjadi barang biasa diwaktu itu. Didjaman pendjadjahan,
semuanja ini bukannja kegandjilan dan keanehan.. Sudah
barang biasa. Sebab, pendjadjahan sendiri sudah merupakan
kegandjilan.
Kegandjilan ini terdjadi di Tegineneng, Ketjamatan Natar
Lampung Selatan. Beratus-ratus keluarga Tani disana di-
desa Natar, Muara Putih, Negara Ratu dan Pengadilan,
tidak dapat lagi meluaskan usaha pertaniannja, karena tidak
ada tantibahan tanah. Jang dapat ditjatat, 426 orang keluar-
ga Tani disana (diempat desa) tidak mempunjai tanah untuk
pertaniannja. Belum lagi orang-orang lainnja jang belum
tertjatat, berbilang ratusan keluarga.
Lampung masih tjukup mempunjai tanah jang belum di-
kei'djakan. Lampung masih memanggil orang-orang dari
daerah lain kesana untuk diadjak membuka kemakmuran
dan kesedjahteraan disana, untuk orang jang datang dan
jang didatangi.
Kalau terdjadi kekurangan tanah bagi keempat desa itu,
adalah karena tanah sekeliling desa-desa itu, jang berupa
hutan larangan sudah dimiliki oleh onderneming dengan
pemberian erfpacht. Terlarang untuk Rakjat, tetapi bebas
masuk kaum modal disana. Desa-desa mereka dikepung
oleh tanah tjadangan onderneming. Tanah persediaan bagi
Rakjat sudah habis.
Tanah-tanah itu masih berupa hutan, dan sudah berpuluh-
puluh tahun mendjadi tanah tjadangan jang belum djuga
dibuka didjadikan onderneming. Luasnja berpuluh-puluh
km, terbilang tanah jang terpilih (baik dan subur).
Untuk meluaskan tanah pertaniannja, Rakjat harus men-
tjari tanah dengan berdjalan berpuluh km diluar hutan
larangan marga jang mendjadi hutan larangan onderneming
itu. Disana mereka hanja mendapatkan tanah alang-alang
jang tidak subur, tanah jang ditampik oleh onderneming.
Berulang-ulang Rakjat meminta untuk membuka hutan itu,
karena tambahnja keluarga sudah tidak dapat lagi didjamin
oleh tanahnja, jang tak mau bertambah lebar. Tetapi per-
permintaan itu tidak dikabulkan, karena onderneming jang
bermaksud akan meluaskan perkebunannja untuk selama-
lamanja nanti, lebih baik membiarkan tanahnja berupa
hutan dari pada dikerdjakan Rakjat. Permintaan Rakjat
untuk mengambil hasil hutannja djuga tidak boleh, dan
sekali kedjadian pelanggaran atas ini (Rakjat mengambil
hasil hutan), oleh pengadilan diputus harus membajar denda
Rp. 1000,— (seribu ruipah), atas tuntutan pihak onder
neming jang „kuasa atas hutan dengan seisinja” .
Banjak perkara terdjadi karena keadaan sematjam itu,
sampai sekarang.
5. Didesa Gempolsewu, Kabupaten Kendal terdapat tanah erf-
pacht, terdiri dari :
Persil I, verponding no. 20, surat ukur tanggal 14 Desember
1875, No. 189, akte tanggal 13 Februari 1912 No. 85, luas
tanah 122 bahu 44 ru persegi, atas nama Antine Josef van
Neer. Persil II, verponding no. 59, surat ukur tanggal 30 Juli
No. 238, akte tanggal 13 Februari 1912 No. 86, luasnja
68 bahu 280 ru persegi, dengan atas nama Antine Josef
van Neer.
Luas semua ada 190 bahu 324 ru persegi, dan selalu ber-
tambah lebar karena berbatasan dengan sungai dan Laut
Djawa. Tanah-tanah itu semua berupa sawah, jang dikerdja-
kan oleh Rakjat disitu dengan tjara maro, dengan perdjandji-
an-perdjandjian :
a. penggarap sawah mendapat bibit dari „pemilik erfpacht”
dengan mengembalikan nanti diwaktu panen.
b. pada waktu panen, Rakjat harus membawa semua padi
nja kegudang jang disediakan (dengan tanggungan
penggarap), didjemur disana.
c. sipenggarap diharuskan membajar uang repotan buat
setengah tahun /. 2,— uang biaja membersihkan gudang
Rp. 1,50, dan untuk selamatan 1 gedeng padi.
Setelah semua itu dipenuhi, barulah boleh mengambil padi
bagiannja jang separo. Ketjuali itu penggarap harus me-
nanggung biaja-biaja memperbaiki selokan-selokan peng-
airan.
Penduduk desa Gempolsewu ada 5635 orang dengan hanja
mempunjai sawah norowito (tanah kominal) dan jasan se-
luas 97 ha atas namanja 84 orang. Orang-orang lainnja
tidak mempunjai tanah untuk pertaniannja.
Dengan keadaan orang tani jang miskin dan tak mempunjai
tanah itu, pemilik tanah erfpacht dapat djual mahal dalam
memarokan sawahnja, dengan perdjandjian-perdjandjian
jang memberatkan orang jang menggarapnja.
Pemakaian tanah erfpaht dengan penanaman padi dengan
diparokan kepada Rakjat itu terang melanggar perdjandjian,
karena menurut undang-undang tidak diperbolehkan pe
makaian tanah erfpacht untuk pertanian Rakjat.
Pelanggaran ini sudah diketahui oleh Belanda dulu. Tetapi
tidaklah gandjil, bahwa perbuatan itu dibiarkan begitu
sadja. Banjak sekali terdjadi hal sematjam ini diseluruh
Indonesia, terutama di Djawa.
Perdjandjian-perdjandjian jang berat, terpaksa diterima
oleh Rakjat jang miskin, sekedar ingin mendapat sedjengkal
tanah untuk dikerdjakan, untuk sesuap nasi buat menjam-
bung njawanja djangan lekas putus.
Disamping perkebunan milik asing jang luasnja beribu-ribu
ha didaerah Blitar, penduduk sangat ketjil milik tanahnja.
Mereka sebagai Tani jang tidak dapat hidup dari hasil tanah
nja terpaksa harus mentjari pekerdjaan dionderneming jang
berdekatan.
Desa Gandusari dalam daerah perkebunan Papuh, jang
berpenduduk 1332 orang terdiri dari 346 keluarga, hanja
mempunjai 40,10 ha sawah dan 91,83 ha tegal, atau rata-
rata tiap-tiap keluarga dengan 4 orang djiwa, hanja mem
punjai sawah 0,11 ha dan tegal 0,26 ha.
Desa Gadungan dengan penduduk 995 orang, terdiri dari
268 keluarga hanja mempunjai tanah tegalan sadja seluas
104,08 ha, atau rata-rata mempunjai 0,4 ha tegalan dengan
tiada sawah, untuk satu keluarga jang dengan 3 sampai 4
djiwa.
Beberapa tjatatan lagi menundjukkan :
Onderdistrik Kedemangan, 5790 pemilik tanah dengan
580 ha sawah dan 14.480 ha tegal dan 2.700 ha pekarangan,
atau rata-rata tiap pemilik tanah (bukan penduduk semua)
0,1 ha sawah 2,5 ha tegalan dan 0,5 ha pekarangan.
Onderdistrik Sutadjajan dengan pemilik tanah 8050 mem
punjai 1.500 ha sawah, 14.340 ha tegalan dan 4.470 ha pe
karangan, atau rata-rata tiap pemilik tanah mempunjai
0,2 ha sawah, 1,7 ha tegalan dan 0,55 ha pekarangan.
Binangun dengan 5770 pemilik tanah mempunjai 850 ha
sawah, 10.650 ha tegalan dan 1.900 ha pekarangan atau
rata-rata tiap pemilik tanah mempunjai 0,15 ha sawah,
1,9 ha tegalan, dan 0,3 ha pekarangan.
Tanah disitu semuanja tanah kurus, jang hanja dapat meng-
hasilkan rata-rata tiap-tiap ha antara 8 sampai 12 kwintal
padi dari sawahnja, dan 30 a 40 kwintal singkong dari
tegalnja, jang harganja sangat rendah.
Ketjilnja milik tanah bagi orang-orang disekitar onderne
ming, merupakan persediaan dan djaminan jang tjukup
besar, tenaga jang semurah-murahnja bagi onderneming.
Dengan begitu maka Rakjat disitu tergantung hidupnja dari
onderneming.
7. Dibeberapa daerah terdapat keadaan-keadaan jang selalu
mendjadi pangkal perselisihan. Di Sulawesi Selatan dengan
soal tanah on gko-ongko dan awatarangnja, di Tondano (Mi-
nahasa) dengan soal gandai-menggadai jang berpindah-
pindah tangan, di Bali Timur dengan soal sakapan jang
sangat rendah bagian untuk penjakapnja. Ditanah-tanah
partikelir dengan tindasan dan pemerasan serta beban-beban
jang berat. Di Sumatera Timur dengan konsesi, poenale
sanctie jang menjedihkan seperti sudah diuraikan dalam
bagian pertama.
Apa jang diuraikan diatas itu, hanja sebagian ketjil sadja ,
dari matjam-matjam kedjadian dan keadaan serta sebab-sebab
jang terdjadi diseluruh Indonesia, sebagai bibit-bibit dan benih-
benih pertikaian, jang menimbulkan kedjadian-kedjadian dan
makin mendjadi-djadi sesudah djaman Indonesia Merdeka.
Kemerdekaan Indonesia jang memberikan kesempatan Rak
jat berbitjara menjampaikan kata hatinja, untuk menuntut
keadilan, mengingatkan segala kesedihan jang lampau, jang
melukai hatinja dan merusak penghidupannja lahir batin.
Pemerintah Indonesia menerima warisan pendjadjahan,
berupa keadaan jang buruk sematjam itu, jang sedjak dulu sudah
mengandung pertentangan-pertentangan didalamnja.
Perdjandjian K. M. B. jang mengandung pengakuan hak
sedjarah kaum modal atas tanah, memberikan warisan perten-
tangan, pertikaian dan sengketa jang harus dihadapi oleh Peme
rintah Republik Indonesia. Keluar : menghadapi tuntutan Be
landa jang masih ingin terus kuasa diatas perkebunan-perkebu-
nannja, tuntutan untuk terus berdaulat diatas lapang sumber
penghidupan bangsa Indonesia. Kedalam : menghadapi Rakjat
jang menuntut keadilan dan pengembalian tanah, sebagai tun-
tutan kemerdekaan jang telah digambarkan dengan djandji dan
ketentuan dalam Undang-undang Dasarnja, bahwa bumi dan air
serta segala kekajaan alam jang terkandung didalamnja di-
kuasai oleh Negara untuk kemakmuran Rakjat.
Karena itu, pengembalian tanah-tanah onderneming kepada
,,pemiliknja” dulu menimbulkan kesulitan-kesulitan dan pergo-
lakan dimana-mana.
Kemakmuran Rakjat jang belum kundjung datang sesudah
merdeka, kepintjangan-kepintjangan jang terdapat dalam masja-
rakat, perbedaan penghidupan jang mentjolok mata diantara
sebagian orang dengan Rakjat banjak jang masih menderita,
jang masih belum tentu mendapat makan sehari-harinja, mem-
belit Pemerintah Republik dengan kesulitan-kesulitan. Bagi
Rakjat, nampak dimukanja, bahwa : merdeka tetapi bumi dan
alamnja masih dikuasai orang asing, bukanlah kemerdekaan jang
diharapkan. Orang-orang jang dulu kuasa atas bumi dan alam
Indonesia dengan perlindungan Undang-undang Kolonial, kemu
dian kembali kuasa dengan djaminan K. M. B.
Pengembalian tanah-tanah onderneming kepada orang asing,
menimbulkan keketjewaan Rakjat, jang semula mengira dan
mengharap, bahwa sesudah merdeka, kembalilah tanah jang
dulu lepas. Jang sudah dikuasai Rakjat selama ini diharapkan
terus mendjadi miliknja. Demikianlah harapan dan penger-
tiannja.
Pemerintah Indonesia sebagai alat negara hukum, akan
bertindak menurut hukum. Tetapi dalam hal ini, dalam soal
tanah, hukum jang ada adalah hukum kolonial jang tidak sesuai
dengan djiwa Undang-undang Dasar kita. Selama ini Pemerintah
belum dapat menjelesaikan kesulitan dilapangan agraria jang
membelit dirinja.
Kesetiaan kepada Rakjat, sukar atau tak dapat dipersatukan
dengan „kesetiaan” kepada perdjandjian K. M. B. jang mengan-
dung pertentangan dengan kepentingan-kepentingan Rakjat.
Dua kesetiaan jang tidak dapat atau sukar dipersatukan.
Pelanggaran jang sudah sekian lamanja didjalankan oleh
penjewa-penjewa tanah (erfpachters) seperti telah diuraikan
dimuka,—- diantaranja tidak menanami tanahnja dengan tanam-
an menurut kontraknja— , dulu oleh Belanda dibiarkan terus.
Pemerintah Republikpun tidak segera mengambil tindakan jang
semestinja, terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum itu. Ma-
lahan selama ini Djawatan-djawatan atau alat-alat Pemerintahan
mendjalankan dan meneruskan pelanggaran jang telah didjalan-
kan oleh onderneming penjewa tanah dulu, dengan mengganti
kedudukannja erfpachters, menjewakan tanah itu kepada Rakjat,
memarokan atau menarik tjukai sebagai tuan tanah. Hal ini
menimbulkan kekatjauan prakteknja hukum sendiri.
Segera setelah Belanda meninggalkan beberapa daerah di
Indonesia dan sesudah terbentuknja Pemerintah R. I. S., disana-
sini timbul pergolakan dan sengketa tanah sebagai letusan bibit
jang sudah lama tertanam.
Dalam menafsirkan persetudjuan K. M. B. jang mengenai
soal tanah, terdapat perbedaan. Inilah jang menambahi kesu-
litan dalam penjelesaian soal ini.
Persetudjuan Keuangan dan Perekonomian dari K. M. B.
jang mengenai soal tanah dan bagaimana penglaksanaan perse-
tudjuan-persetudjuan itu, diantaranja :
Pasal 1 ajat :
1. „Terhadap pengakuan dan pemulihan hak, konsesi dan izin,
jang diberikan dengan sjah menurut hukum Hindia Belanda
(Indonesia) dan jang pada waktu penjerahan kedaulatan
masih berlaku, maka Republik Indonesia Serikat berpangkal
pada pendirian bahwa hak, konsesi dan izin itu diakui dan
bahwa jang berhak,— sekedar ini belum terlangsung— akan
dipulihkan kedalam pelaksanaan haknja dengan perbuatan,
segala-galanja dengan mengindahkan jang tersebut pada
ajat-ajat ini jang berikut” .
2. —
3. Akan diperhatikan :
a. bahwa selama pendudukan Djepang dan kemudian se
lama masa revolusi telah terdjadi bahwa tanah-tanah
onderneming jang sudah dibongkar tanamannja untuk
dipergunakan akan pertanian atau pekarangan, telah
diduduki rakjat — Selama masa pendudukan Djepang
dengan izin pembesar-pembesar Djepang — dan bahwa
pada hal-hal jang tertentu, djika tanah itu ditjabut
kembali dari pada tangan rakjat jang berkepentingan
kepada onderneming jang bersangkutan akan timbid
kegelisahan jang amat sangat sehingga pengembalian
tanah itu pada kebanjakan hal tidak mungkin terdjadi.
Tiap-tiap keadaan akan dipertimbangkan tersendiri dan
akan diusahakanlah penjelesaian jang dapat diterima
oleh segala pihak” .
Selandjutnja lihatlah lampiran No. VII dibagian belakang
buku ini.
Sesuai dengan apa jang tersebut dalam pasal-pasal dan ajat-
ajat itu, Pemerintah R.I.S. menjatakan sikapnja dalam so
al tanah-tanah jang diduduki Rakjat, jang dinjatakan se
bagai djawaban atas pertanjaan Moch. Tauchid dalam Par-
lemen :
Djawaban Menteri Dalam Negeri R.I.S. (29-7-1950).
,,Soal pemakaian tanah perusahaan pada dasarnja diatur
oleh pasal 1 ajat 1 dan 3 dari persetudjuan keuangan
dan perekonomian dari Konferensi Medja Bundar *).
Dengan singkat disebut didalamnja, bahwa hak-hak kon-
sensi dan sebagainja diakui, tetapi diperhatikan keadaan
jang disebabkan oleh pemakaian tanah pengusahaan
(onderneming) itu selama pendudukan Djepang dan
kemudian selama masa revolusi.
Pemakaian jang dilakukan didjaman Djepang dan dirna-
sa revolusi, dianggap sebagai berhubungan hukum Or-
donansi Pemulihan Iiak (Ordonnantie Hersteld Rechts-
verkeer) dan dilindungi oleh ordonansi tersebut.
Sipemakai, sekiranja perdamaian antara dia dengan
sipengusaha tidak berhasil, tjuma dapat diusir sesudah
ada keputusan dari Dewan Pemulihan Hak. Dewan ini
akan mempertimbangkan segala segi dari soal itu, se-
perti keadaan tanah, kepentingan sipemakai dan kepen-
tingan sipengusaha. Tjara mengerdjakan pertanian oleh
sipemakaipun dipertimbangkan djuga.
*) Lihat dimuka.
Pemerintah tidak mengingini, tanah-tanah jang sudah
didjadikan saivah atau jang dengan setjara lain telah
didjadikan pertanian jang sempurna, ditinggalkan oleh
m ereka.
Tindakan akan diambil, supaja tanah-tanah tersebut ke-
mudian hari diserahkan kepada sipemakai dengan hak
milik.
Lagi pula dasar Ordonansi Pemulihan Hak itu, ialah
kalau dalam suatu waktu jang akan ditetapkan, pemu
lihan hak tidak djadi diminta, keadaan jang semulanja
menentang hukum tetap masuk kedalam aturan hukum.
Sebaliknja Pemerintah menganggap, tidak pantas di-
biarkan sadja sipemakai memakai tanah-tanah jang
amat berfaedah untuk pendjagaan air atau tanah jang
mudah hanjut jang berbahaja erosi bagi pertanian,
sehingga kesuburan tanah mungkin akan hilang” .
Selandjutnja djawab Menteri Kemakmuran R. I . S. (17 Mei
1950) atas pertanjaan serupa dimuka, sebagai b erik u t:
„Terhadap tanah-tanah bekas onderneming jang karena
siasat bumi hangus ataupun tinggalan rombakan djaman
pendudukan Djepang, sekarang dikerdjakan oleh rakjat
sebagai tanah pertanian, Pemerintah mengambil sikap
sebagai berikut :
a. Bilamana onderneming tidak dapat dibangun kembali,
maka tanah tinggal tetap seperti keadaan sekarang,
jaitu rakjat diperbolehkan mengerdjakan sebagai
tanah pertanian.
b. Bilamana onderneming dapat dibangun kembali, ma
ka rakjat jang menduduki tanah-tanahnja tidak akan
diusir begitu sadja.
Akan ditindjau, tanah mana jang akan dipergunakan
lagi oleh onderneming. Tanah-tanah jang tersebut
dibelakang akan dikembalikan kepada onderneming
dengan tjara jang tidak merugikan Rakjat jang men-
dudukinja. Misalnja penduduknja diberi tanah lain
aiau diberi kerugian uang dan sebagainja” .
Demikian sikap dan pendirian Pemerintah R. I. S. dalam soal
pengembalian tanah-tanah onderneming, terutama mengenai
tanah-tanah jang telah diduduki Rakjat selama djaman pen-
dudukan Djepang dan revolusi.
Djuga Pemerintah R. I. di Jogjakarta pada waktu itu menja-
t.akan sikapnja dengan memberikan instruksi jang mengenai
penjelesaian tanah-tanah erfpacht onderneming jang didu
duki Rakjat selama waktu-waktu jang lampau, dengan
instruksi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
No. 3 H.50 tanggal 15 Maret 1950 surat No. H /l/1 2 . Di-
instruksikan kepada segenap Residen dan Gubernur dise-
luruh Djawa dan Sumatera, tentang tjara-tjara penjelesaian
soal tersebut diatas. Diantaranja dengan pembentukan
panitia didaerah-daerah dimana golongan Buruh dan Tani
turut duduk didalamnja bersama-sama menjelesaikan soal
tersebut dengan pedoman konsepsi Pemerintah R. I. tentang
agraria (lihat selandjutnja lampiran no. VIII dibelakang).
Tetapi, tindakan alat-alat pemerintah didaerah sering-sering
tidak sesuai dengan sikap Pemerintah Pusat jang sematjam
itu. Hal ini umpamanja, kedjadian didaerah Kediri dan
Blitar, jang menimbulkan pergolakan terus-menerus dengan
memakan kurban jang tidak sedikit.
Mendahului ketentuan-ketentuan dan petundjuk-petundjuk
dari Pemerintah Pusat tentang penglaksanaan persetudjuan
K. M. B. itu, Komando Militer Daerah Kediri (pada waktu
itu pemerintahan masih ditangan Militer) dengan surat ke-
putusannja No. 45-V/Kpt/ 50307, tanggal 7 - III - 1950 mem
berikan izin kepada Cultuuronderneming Bendoredjo, Ga-
luhan dan Djengkol, masing-masing seluas 1506 ha, 732,39
ha dan 1115 ha untuk segera dikerdjakan oleh onderneming,
dengan alasan persetudjuan K. M. B. serta katanja untuk
kepentingan pembangunan negara jang harus diusahakannja
kembali pabrik-pabrik perkebunan milik asing itu dengan
segera.
Tanah-tanah jang tersebut dalam izin Komandan Militer itu
termasuk tanah-tanah jang sedjak djaman pendudukan
Djepang dan revolusi sudah diduduki Rakjat, djadi tanah
pertanian dan perkampungan. Menurut persetudjuan K.M.B.
pasal-pasal diatas dan instruksi Kementerian Dalam Negeri
R. I. tersebut dimuka, masih harus ditindjau tjara pengem-
baliannja, dengan kemungkinan tjara didjadikannja tanah
pertanian Rakjat. Atau setidak-tidaknja tjara pengembalian-
nja masih harus dipertimbangkan, dengan dasar-dasar jang
tidak boleh merugikan Rakjat jang sudah mendiami itu.
Surat putusan pihak militer jang disambut dengan surat
perintah dan instruksi Pemerintah Daerah dalam soal pe
ngembalian tanah-tanah onderneming dari tangan Rakjat
ini (terdjadi dalam bulan Maret, mendahului instruksi dari
Kementerian Dalam Negeri R. I.), menundjukkan bagai-
mana tjara berpikir beberapa alat Pemerintah dalam meng-
hadapi K.M.B. dan menghadapi Rakjat. Mereka terlalu terge-
sa-gesa ,,mentaati” K.M.B. dengan tidak usaha lebih dulu
mentjari djalan penjelesaian jang tidak sangat - sangat
merugikan Rakjat. Dengan alasan untuk pembangun -
an negara, maka perlu selekas-lekasnja pabrik-pabrik per
kebunan berdjalan, kepentingan Rakjat dikurbankan, se-
dang menurut persetudjuan K. M. B. tidaklah harus demi-
kian tjaranja. Dalam hal ini beberapa alat Pemerintah ber-
tindak jang akibatnja merugikan Rakjat.
Satu hal lagi jang sangat mengetjewakan hati Rakjat, ialah
dengan dipergunakannja alat-alat pemerintah, anggota-
anggota tentera nasional jang mengantjam dan menakut-
nakuti Rakjat dengan sendjata dalam pengusiran Rakjat
dari kebun itu, serta pengrusakan tanaman-tanaman Rakjat
oleh pihak pengusaha diwaktu tanaman itu belum waktunja
dibongkar. Sekalipun atas tanaman jang dirusak itu pihak
onderneming memberikan ganti dengan harganja hasil jang
akan dipetik nanti, tetapi soal tanaman bagi orang tani
nilainja tidak dapat diukur dengan uang sadja. Beratnja hati
meninggalkan tanah dan tanamannja tidak dapat diringan-
kan dengan penggantian uang beberapa puluh rupiah.
Kedjadian jang mengetjewakan Rakjat ialah bahwa Rakjat
jang selama pendudukan Djepang, dan kemudian djaman
Republik, dan seterusnja didjaman gerilja menduduki
tanah-tanah itu masing-masing dengan izin Djepang dan izin
Republik dan dipertahankan selama pendudukan Belanda,
setelah penjerahan kedaultan diusir oleh tentera nasional
sendiri. Akibatnja ialah pergolakan disana jang terus-me-
nerus terdjadi, tidak reda-redanja.
Lepas dari pcrsoalan dan pertimbangan benar atau tidaknja
kekuasaan jang didjalankan oleh pihak Pemerintah daerah
sematjam itu, teranglah bahwa tindakan itu tidak bidjak-
sana, dengan tidak mengingati faktor-faktor politis dan
psychologis dikalangan Rakjat, kurang menjesuaikan dengan
kebidjaksanaan Pemerintah Pusat.
Asal-usul tanah itu dapat diuraikan sebagai berikut :
Didaerah Blitar terdapat perkebunan-perkebunan :
Bencloredjo (Wates, Kediri) seluas ................... 3.500 ha,
Djengkol (Ketjamatan Plosoklaten) ................... 11.000 ha,
Galuhan (Ketjamatan Kandat dan Wates, Blitar) 7.000 ha,
semuanja ini didjaman Belanda ditanami serat nanas, sing-
kong dan disamping itu ditanami tanaman untuk rabuk
hidjau.
Pada waktu kapitulasi Belanda, oleh Djepang tanah-tanah
itu diberikan kepada Rakjat, jaitu tanah-tanah jang diting-
galkan oleh pengusahanja. Mereka tidak begitu sadja terus
menanami tanah-tanah itu, karena waktu itu tanah-tanah
tersebut berupa alang-alang dan semak-semak, jang harus
dibuka lebih dulu dengan memakan biaja dan tenaga jang
berat.
Orang-orang jang mengerdjakan tanah, kebanjakan datang
dari lain desa jang ditempatnja tidak mempunjai tanah.
Ditanah jang baru itu mereka ketjuali mengerdjakan tanah
untuk pertanian, djuga mendirikan gubug-gubug.
Dengan djatuhnja Djepang, pembukaan tanah diteruskan.
Tanah-tanah dikuasai oleh Republik dan diurus oleh PPN
(Pusat Perkebunan Negara). Dengan izin PPN, Rakjat terus
mengerdjakan tanah itu, dengan perdjandjian maro atau
mertiga. Pada djaman agresi militer Belanda kedua, pembu
kaan tanah diteruskan. Tanah-tanah itu hampir seluruhnja
mendjadi tanah pertanian Rakjat dan perkampungan.
Didjaman pendudukan Belanda pada perang kolonial ke - II
oleh pemerintah pendudukan Belanda (TBA)^ diberikan
izin kepada onderneming untuk mengerdjakan kembali.
Tetapi umumnja tidak dapat dikerdjakan berhubung dengan
pertempuran-pertempuran.
Kemudian sesudah Belanda pergi dari daerah itu dengan
tergesa-gesa pihak Pemerintah Daerah (kekuasaan m iliter),
menjerahkan tanah itu kembali kepada pengusaha dengan
tindakan-tindakan seperti diuraikan diatas. Akibatnja me
nimbulkan kesukaran-kesukaran jang tidak mudah diatasi.
Tjontoh kedjadian di Kediri itu hanja sebagai salah satu
kedjadian sebagai ekor dari keadaan jang pintjang.
Kedjadian-kedjadian sematjam itu terdjadi disemua daerah
jang ada ondernemingnja, seperti di Sumatera Timur, jang
terkenal itu, jang sudah sedjak lama terdjadinja, sedjak
adanja pemberian konsesi oleh Sultan-sultan kepada orang-
orang asing.
Disana terdjadi tanah konsesi jang sudah dibuka sedjak
djaman Djepang dan jang belum pernah dibuka, kemudian
diizinkan oleh Residen R. I., dengan surat izin 1 Mei 1947
tanah-tanah itu dikerdjakan Rakjat sebagai tanah pertanian.
Rakjat telah membuka tanah-tanah itu dengan mendirikan
gubug rumahnja, dengan biaja jang tidak sedikit. Di Kabu-
paten Simelungun sendiri kira-kira 40.000 ha tanah sema
tjam itu.
Tiba-tiba Belanda menjerbu daerah itu. Orang-orang diusir,
rumah-rumahnja dibakar. Setelah penjerahan kedaulatan
timbul perebutan tanah jang tidak selesai-selesainja, dan
sukar dipadamkan. Riwajat Sumatera Timur dengan konsesi
dan poenale sanctienja memberi warisan kesukaran dan
keruwetan.
Di Tjiamis, di Subang, di Sumedang terdjadi hal-hal sema
tjam itu.
Keadaan dan kekeruhan ini dipergunakan oleh orang-orang
jang sengadja memantjing ikan diair keruh, mempergu-
nakan kesempatan ini untuk keuntungannja. Rakjat jang
membuka tanah itu dipergunakan dengan kekuatan uang-
nja supaja nanti tanahnja (jang direbut dan dipertahan-
kan) dari pihak onderneming mendjadi kepunjaannja,
dengan sistim kedok.
Disatu tempat, orang tidak menghitung untung rugi dari
pengambilan tanah onderneming itu, sekalipun bagiannja
sangat sedikit. Orang jang sudah pergi meniggalkan tempat-
nja jang lama, ditempatnja jang baru hanja menerima
tanah jang tidak subur dan tidak lebih dari 0,2 ha untuk
keluarganja. Tentu akan djauh tidak mentjukupi untuk
penghidupan keluarganja. Tetapi, karena sedjengkal tanah,
orang sudah dapat mata gelap. Hal ini menundjukkan bahwa
faktor psychologis dan faktor politis besar pengaruhnja,
bahkan pada suatu ketika menguasai keadaan, disamping
faktor ekonomis jang pokok dalam soal perebutan tanah
ini. Banjak kedjadian-kedjadian jang susah untuk dikenda-
likan lagi karena nafsu jang meluap untuk mendapat tanah.
Didaerah Sulawesi Selatan (didaerah-daerah Swapradja),
terdjadi pergolakan-pergolakan mengenai tanah-tanah ongko-
ongko dan awatarang dengan tesangnja, jang riwajatnja
sudah diuraikan dalam buku bagian pertama.
Di Semarang terus-menerus terdjadi persoalan tanah parti-
kelir sebagai sisa-sisa warisan dengan hukum feodalnja.
Semuanja ini adalah kedjadian-kedjadian jang kita pusakai
dari politik agraria kolonial Hindia Belanda jang meminta
djawab jang pasti dan penjelesaian jang lekas.
IV. USAHA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEADAAN
DAN TJARA PENJELESAIAN LAIN'-’NJA.
Sebagai salah satu soal jang pertama harus diselesaikan
oleh Pemerintah Nasional kita ialah soal tanah. Soal penentuan
politik tanah clan penjelesaian jang berhubungan dengan soal-
soal itu. Ketegangan-ketegangan keadaan didaerah meminta
segera penjalesaian. Tetapi hingga sekarang, belumlah Peme
rintah memulai melangkah kepada penjelesaian jang prinsipil,
jang mendjadi pangkal segala sengketa d,an perselisihan . Kesi-
bukan dalam’ politik, dan soal-soal lainnja jang dianggap besar,
mengurangi dan membelokkan perhatian Pemerintah dan masja-
rakat akan soal-soal jang pokok jang harus dipetjahkan lebih
dulu.
Umumnja sedikit sadja kita memperhatikan soal tersebut,
seolah-olah dianggap hanja sebagai soalnja satu golongan, jaitu
golongan Tani jang tidak berarti, jang disangkanja akan berhenti
dengan sendirinja nanti kalau didiamkan sadja.
Masjarakat dan umumnja orang-orang jang mestinja harus
memperhatikan soal ini, kurang mengetahui sebenar-benarnja
persoalan. Peristiwa-peristiwa jang terdjadi dari perbuatan-per-
buatan Rakjat tentang ini, diterimanja sebagai kedjadian jang
timbul karena ketidak taatan Rakjat kepada Pemerintah. Di-
anggapnja sebagai perbuatan jang sengadja membuat onar dan
katjau, tidak ditjarinja pangkal-pangkal dan sebab-sebab jang
sebenarnja. Alat-alat Pemerintah jang selalu hanja berpegangan
pada huruf-hurufnja peraturan dan undang-undang jang ada,
undang-undang jang lama jang masih berlaku, masih banjak
jang belum dapat memahami keinginan Rakjat.
Apa jang sudah dikerdjakan oleh Pemerintah Nasional Indo
nesia sesudah merdeka ini masih sedikit sekali, dan baru meru-
pakan penjelesaian jang ketjil-ketjil dan belum mengenai prinsip-
nja, belum membongkar akar jang pokok.
Jang dapat dikatakan penjelesaian prinsipil, ialah pengha-
pusan Hak Konversi atas tanah-tanah daerah Jogjakarta dan
Surakarta, dengan Undang-undang Republik Indonesia di Jogja
karta No. 13 tahun 1948 (lihat lampiran No. Via dan VI b ).
Penghapusan hak Konversi itu berarti penghapusan hak-hak
40
o.
istimewa bagi kaum modal asing didaerah Jogjakarta dan Sura
karta. Dengan Undang-undang itu terhentilah berlakunja hak
sedjarah, disetop oleh l’evolusi, jang oleh Belanda dulu didjamin
berlakunja sampai tahun 1968. Usaha kearah penjelesaian jang
pokok, oleh Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta dimulai,
dengan terbentuknja Panitia Agraria.
Usaha-usaha lainnja baru merupakan penjelesaian jang tidak
prinsipil, baru sekedar usaha-usaha menenteramkan keadaan,
jang hasilnja belum tertjapai. Usaha-usaha ini diantaranja :
h
64
Pasal 18 dan 19 menerangkan tentang tanah-tanali jang
masuk kepunjaan Negeri. Pasal 18 berisi peraturan, bahwa
Rakjat jang hendak membuka tanah kosong kepunjaan Negeri
harus minta izin kepada Pembesar Daerah. Pasal 19 menerang
kan pengakuan atas tanah-tanah itu dengan hak memakai.
Kalau tanah itu akan dambil harus diganti kerugian. Rantjangan
Undang-undang itu dengan djelas mengatur perlindungan milik
Rakjat, disamping memberikan djaminan setjukup-tjukupnja
untuk kepentingan onderneming. Rantjangan Undang-undang
itu qljuga memuat tentang hutan-hutan kepunjaan Negeri
(domaniale bosschen) dan perkebunan Negeri, jang menurut
R. R. pasal 56 masih diteruskan.
Dengan rantjangan Undang-undang itu dimaksudkan akan
dapat memetjahkan masalah pendjadjahan bagi kedua pihak
dan menentukan batas-batas jang terang antara tanah-tanah
jang didiami dan diusahakan Rakjat, dengan tanah-tanah diluar
itu jang mendjadi tanah Negeri jang bebas.
Rantjangan Undang-undang Fransen van de Putte achirnja
ditolak oleh Parlemen, diantaranja karena oposisi dari kawan
separtainja Torbecke. Parlemen dalam pemandangan umum
selama 14 hari (tanggal 1 sampai 17 Mei 1866) berputar kepada
pembitjaraan pasal 1, dan karena pasal 1 itulah Parlemen
menolaknja.
Suara terbanjak dalam Parlemen menentang maksud pasal
1 itu, jang akan memberikan hak eigendom atas tanah-tanah
milik Rakjat, karena katanja tidak sesuai hak barat dikenakan
bagi masjarakat Indonesia.
Amandemen Poortman menghendaki supaja kepada bangsa
Indonesia tidak diberi hak eigendom atas tanahnja, tetapi di-
djamin dengan hak turun-tumurun. Oleh karena maksud van de
Putte jang pokok ialah pemberian hak eigendom atas tanah bagi
Rakjat Indonesia, dia tidak dapat menerima amandemen Poort
man. Dia menarik rantjangan Undang-undangnja dan mengun-
durkan diri dari djabatannja sebagai Menteri Djadjahan.
Mr. P. Meyer, Menteri djadjahan jang menggantikannja
(dari golongan konserpatif) segera mengadakan peraturan se-
mentara jang segera diumumkan oleh Gubernur^ Djenderal,
terkenal dengan nama „Proclamatie des Kernings” (Indisch
Staatsblad 1866 No. 80), menjatakan dengan resmi hak-hak
orang Indonesia atas tanah dengan hak perseoiangan tuiun
tumurun dan hak memakai tanah desa, dengan djaminan, bahwa
akan didjaga benar-benar terhadap pelanggaran atas hak-haknja
dari pihak manapun djuga.
Rantjangan Undang-undang Erfpacht MeyerjTrakranen.
Untuk memadjukan onderneming pertanian modal besai
asing Menteri Djadjahan Meyer, mengadjukan rantjangan
undang-undang jang lebih terbatas dari Rantjangan Cultuurwet
van de Putte, maksudnja hanja untuk memberikan tanah-tanah
jang berupa semak belukar dengan hak erfpacht. Meyer diang-
kat mendjadi Gubernur Djenderal. Dalam tahun itu djuga ran
tjangan Undang-undang Meyer dioper oleh penggantinja N.
Trakranen. Sedjak itu rantjangan Undang-undang tersebut ter-
kenal dengan nama rantjangan Undang-undang Erfpacht MeyerI
Trakranen (tahun 1866/1867).
Rantjangan Undang-undang Erfpacht Meyer/Trakranen di-
tolak oleh Parlemen, karena dianggap tidak penting. Peidebatan
mengenai persoalan „ tanah-tanah kepunjaan penduduk jang
mana jang diketjualikan dari pemberian erfpacht waktu mem-
bitjarakan rantjangan itu, memberi djuga bahan untuk isi per-
aturan-aturan jang dirantjangkan kemudian oleh Menteri de
Waal.
Pada tahun 1868 E de Waal (dari golongan Liberal) men
djadi menteri Djadjahan. Achirnja dialah jang berhasil dapat
menjelesaikan masalah kolonial dalam lapangan tanah. Ran-
tjangannja dapat diterima mendjadi Undang-undang Agraria
(Agrarisch Wet) 9 April 1870. Usahanja berhasil, karena dia
mentjari akal dengan pembatasan rantjangannja. Dia tidak me
ngadjukan rantjangan jang luas dengan Undang-undang jang
tersendiri.
Kepada Parlemen sebagai Badan politik dia hanja menge-
mukakan 5 dasar-dasar jang dianggap pokok harus diselesaikan.
Peraturan dan penglaksanaannja lebih luas selandjutnja dari
dasar-dasar itu akan diatur dengan Peraturan Umum ( Algemee-
ne verordening) sebagai peraturan jang tidak usah ditentukan
dalam Parlemen. Tjara ini dianggap akan lebih menjempurnakan
isi peraturan jang diadakan, karena pengertian keadaan daerah
lebih luas clan dalam dari pada orang-orang di Pemerintah Pusat
(Negeri Belanda). Ue Waal sendiri segera mengadjukan usul
memasukkan kedalam Koninklijk Besluit jang pertama, dan
masuklah isi rantjangan itu dalam „Agrarisch Besluit” 20 Djuli
1870, sebagai peraturan dari 5 pokok dalam undang-undang jang
singkat.
Pihak Parlemen umumnja berkeberatan dengan ketentuan
bahwa peraturan-peraturan selandjutnja hanja akan ditetapkan
oleh Badan-badan Pembuat Undang-undang jang lebih rendah.
Begitu djuga bekas G. Dj. Duymaer van Twist, sekalipun me-
njetudjui rantjangan itu dalam Eerste Kamer. Memang menurut
pengalaman Duymaer van Twist sendiri sebagai Gubernu'
Djenderal di Indonesia, tidak mungkin Parlemen di Negeri Be
landa akan dapat mengatur soal-soal lebih djauh dari pada soal-
soal pokok tentang keadaan di Indonesia.
Pengakuan akan hak Rakjat atas tanah serta peraturan jang
mengatur pemberian tanah jang belum dibuka (niet-ontgonnen
gronden), dengan hak erfpacht, dan tanah-tanah jang sudah
dibuka (tanah-tanah kepunjaan Rakjat) dengan perdjandjian
persewaan suka rela, dianggap sudah tjukup dapat memetjah-
kan masalah jang pokok.
Ditambahkannja 5 ajat lagi dalam pasal 62 R. R. (pasal 51
dari Indische Staatsregeling) dengan ajat 4 sampai 8, dianggap
sudah dapat dipetjahkan masalah kolonial jang besar dan sulit
itu.
Pasal 51 I. S. ajat 4 memuat pemberian tanah dengan hak
erfpacht buat waktu jang pandjang (dengan maksimum 75
tahu ). Ajat 8 memuat tentang : persewaan tanah milik orang
Indonesia oleh orang asing jang akan diatur dalam Peraturan
Umum. '
Bunji ajat 4 : ,,Deng an Undang-undang akan diberikan
tanah dengan hak pak turun-tumurun (erfpacht) untuk selama-
lamanja 75 tahun” .
Ajat 8 berbunji : „Persewaan tanah dari Rakjat Indonesia
kepada orang asing berlaku menurut undang-undang” .
Dengan adanja peraturan-peraturan itu, dianggap sudah
tjukup mendjamin kepentingan modal besar partikelir Barat
untuk mendapatkan tanah, baik untuk kepentingan tanaman
keras (dengan hak erfpacht) maupun untuk tanaman giliran
(dengan peratui'an persewaan). Dikatakan djuga, dengan begitu
berarti memberikan hak-hak Rakjat lebih luas akan tanah,
(dengan hak menjewakan itu diartikan lebih besar haknja atas
tanah) seperti jang dimaksudkan dalam Proklamasi tahun 1866.
Ajat 5 berbunji :• „ Gubernur Djenderal mendjaga, agar
djangan sampai pemberian tanah itu melanggar hak-hak Rakjat
Indonesia” , dan selandjutnja ajat 6 berbunji : „Gubernur Djen
deral tidak boleh mengambil tanah-tanah jang telah dibuka oleh
Rakjat Indonesia untuk keperluan mereka sendiri atau untuk
keperluan lain, ketjuali untuk kepentingan umum, berdasarkan
pasal 133 I.S. dan untuk keperluan perkebunan jang diselengga-
rakan oleh Pemerintah menurut p e r a tu ra n -p er a tu ra n jang bei-
laku untuk itu. Semuanja itu dengan pemberian pengganti keru-
gian jang lajak” . Ajat 5 dan 6 diatas bermaksud ,,melindungi
hak Rakjat.
Ajat 7 memberi kemungkinan untuk mendapatkan hak jang
lebih kuat bagi orang Indonesia, dengan peraturan, bahwa
gebruiksrecht (hak memakai) dapat diganti hak eigendom. Ajat
7 itu berbunji : „Tanah-tanah jang dimiliki oleh Rakjat Indone
sia dapat diberikan kepadanja dengan hak eigendom, dengan
sjarat-sjarat dan pembatasan jang diatur dalam Undang-undang
dan harus tertjantum dalam surat tentang tanda eigendom itu.
jditu jang mengenai kewadjiban-kewadjiban pemilik tanah itu
kepada Negara dan Desa, dan pula tentang hak mendjualnja ke
pada orang jang bukan orang Indonesia” .
Tentang pemberian hak eigendom kepada Rakjat Indonesia
atas tanahnja, sebelumnja itu djuga diadjukan dalam rantjangan
Cultuurwet van de Putte. Tetapi mengingat tentangan dalam
Parlemen, de Waal mengadjukan rantjangannja mengenai pem
berian hak eigendom kepada Rakjat itu tidak sebagai keharusan,
tetapi fakultatif. Rantjangan van de Putte dulu menjatakan
sebagai perubahan hak jang mesti dilakukan, tidak setjara
fakultatif. Rantjangan van de Putte oleh Parlemen dianggap
sebagai „paksaan” berlakunja hak eigendom menurut hukum
Barat untuk orang Indonesia. Hal itu menimbulkan keberatan
orang-orang Parlemen, dan menjebabkan rantjangan itu ditolak.
Dengan perumusan jang baru dari de Waal itu (pemberian hak
eigendom atas tanah Rakjat setjara fakultatif), Parlemen me-
nerima dengan suara terbanjak. Untuk membedakan hak eigen
dom Barat dengan hak eigendom orang Indonesia atas tanah,
maka atas hak eigendom Indonesia itu biasa disebut „agrarisch
eigendom
Orang Indonesia umumnja tidak merasakan keuntungannja
dengan hak tanah sematjam ini, karena prakteknja beban-beban
dari hak tanahnja itu tidak tambah ringan, sedang djalan untuk
mendapatkan hak itu tidak mudah. Prakteknja sedikit sekali
Rakjat mempergunakan kesempatan ini.
Dalam pembitjaraan Rantjangan Undang-undang tahun 1870
(rantjangan de W aal), banjak soal-soal jang terdapat dalam
pembitjaraan tahun 1866/1867 (pembitjaraan rantjangan Cul-
tuurwet) diulangi lagi.
Dasar-dasar hukum agraria seperti jang sudah dikemukakan
itu semua, bertudjuan mendjamin kepentingan tanah bagi onder
neming, dan disamping itu melindungi hak-hak tanah Rakjat
Indonesia.
Dilarangnja Gubernur Djenderal mendjual tanah setjara
besar-besaran kepada orang partikelir seperti jang sudah-sudali,
diganti dengan hak pemberian erfpacht. Bukan pendjualan
tanah, tetapi setjara persewaan dengan setjara luas, dengan
waktu jang lama (75 tahun). Waktu jang 75 tahun, dengan
kesempatan untuk memperpandjang, dan luas 500 bahu, dengan
kesempatan untuk minta tambah lagi, dengan hak hipotik
(zakelijke recht), adalah hak-hak jang besar. Ketentuan
mendapat tenaga untuk tanah partikelir didjamin dengan hak
feodal (pantjen, herendienst), untuk Konsesi/erfpacht di Suma
tera Timur didjamin dengan Kulieordonnantie dengan poenale
sanctienja. Sedang buat di Djawa tjukup terdjamin dengan
tersedianja penduduk jang miskin jang tanahnja diambil itu.
Bedanja hanja nama. Akibatnja kepada Rakjat sama sadja.
Perbudakan model lama, model abad pertengahan, diganti
dengan perbudakan model baru, dengan djaminan hukum baru.
Untuk perlindungan tanah Rakjat, disamping pemberian
hak erfpacht kepada orang asing, ditentukan bahwa tanah-tanah
jang diberikan untuk erfpacht itu hanja tanah-tanah bebas, jang
belum diusahakan Rakjat. Tetapi ada perketjualian, jaitu tanah-
tanah Rakjat jang pemiliknja „dengan kemauan sendiri” suka
melepaskan haknja. Dengan istilah mengembalikan hak kepada
Negeri,— tidak mendjualnja— , Pemerintah sudah dapat menje-
wakan tanah itu kepada orang asing dengan hak erfpacht,
sebagai dinjatakan dalam Keputusan Keradjaan (Koninklijk
beslissing) 4 Agustus 1875 (Bijblad No. 3020).
Undang-undang tahun 1875 No. 179 melarang pendjualan
tanah orang Indonesia kepada bangsa asing, dikatakan sebagai
perlindungan, untuk mendjaga agar orang Indonesia tidak
gampang mendjual tanahnja. Untuk mendjaga undang-undang
itu, maka dengan Undang-undang 14 Februari 1912 Stbl. 177,
diantjam dengan hukuman terhadap pelanggaran Undang-undang
1875 No. 179 itu.
Selandjutnja berturut-turut diadakan Undang-undang sewa
tanah untuk kepentingan tanaman giliran, jang terkenal dengan
Grondhuur Ordonnantie, berulang-ulang diubah dan ditambah
(1871 No. 163, 1895, 1900 dan jang terachir tahun 1918 Stbl.
No. 88) untuk Djawa. Undang-undang itu oleh Pemerintah
Republik Indonesia diubah dengan Undang-undang Darurat
No. 6 tahun 1951, dan seterusnja disjahkan sebagai Undang-
undang biasa dengan beberapa perubahan dan tambahan, jang
diterima oleh Parlemen R. I. (lihat lampiran XIa dibelakang).
Dengan adanja matjam-matjam Undang-undang tanah, se-
perti : erfpacht, konsesi, serta persewaan, lengkaplah matjamnja
peraturan untuk membuka segala djalan guna mendjamin ke
pentingan perkembangan modal besar asing dilapangan agraria.
II. PERSOALAN MENGENAI DASAR-DASAR HAK TANAH.
71
O
gunakannja untuk mendjual tanah „miliknja” itu kepada orang
partikelir, meneruskan jang dulu-dulu didjalankan. Disamping
itu, meneruskan sistim landrente Raffles.
Pendjualan „tanah partikelir” dengan hak kenegaraan, su
dah terang diketahui keburukannja. Sedjak djaman Raffles
sudah mulai dihapuskan, tetapi karena kekurangan uang masih
djuga terus didjalankan.
Van den Bosch mempergunakan dalil itu untuk Cultuur-
stelsel-nja. Begitulah seterusnja, segala Undang-undang dan
peraturan tanah Hindia Belanda selalu didasarkan dalil tersebut.
Semuanja itu berpegangan pada pangkal pikiran (anggapan),
bahwa rakjat tidak mempunjai hak tanah, jang punja adalah
Radja. Karena Radja sudah hilang kekuasaannja, diganti Pem e
rintah Belanda, maka kekuasaan Radja dulu djatuhlah mendjadi
haknja Radja Belanda jang mempunjai Indonesia (Hindia Be
landa). Gubernur Djenderal mendjadi Maharadja seru sekalian
alam di Indonesia, berkuasa atas bumi dengan seisinja. Anggapan
inilah jang mendjadi sumbernja segala Undang-undang tanah
dan peraturan-peraturannja di Indonesia ini.
„Domeinverklaring” sebagai pernjataan hukum, adalah
pernjataan hak maharadja jang berdaulat atas bumi dengan se
isinja di Indonesia. Kekuasaan ini tidak dipergunakan guna
kepentingan Rakjat, tetapi untuk kepentingan kaum modal.
Pernjataan itu sebagai pemberitahuan, bahwa segala tindakan-
nja dilapangan tanah, sudah menurut hukum, jang dianggap
sesuai dengan kebiasaan dan adat asli jang ada.
Bantahan dan perdebatan tentang benar tidaknja teori dan
anggapan itu tidak berguna apabila kepentingan kolonial sudah
ditondjolkan kemuka. Sekalipun dalil itu sudah lama disangsi-
kan kebenarannja, tetapi tuntutan kolonial tidak menjangsikan
pemakaian dalil itu untuk dasar politiknja.
Sesudah mendapat ilham dari dalil Raffles, berturut-turut
mulai dinjatakan hak-hak itu. Mula-mula dengan samar-samar,
makin lama makin terang dan tegas, achirnja berupa „Domein-
verklaring” itu. Domeinverklaring itu jang kemudian mendjadi
pangkalnja segala Undang-undang dan peraturan-peraturan
tanah, tidak diwudjudkan dalam Undang-undang Dasar atau
Undang-undang pokok. Hanja berupa sisipan dalam satu Kepu-
tusan Radja (Agraris Besluit). Satu kegandjilan djuga dalam
sedjarah hukum.
Tjara pengambilan kekajaan jang lama, jang kasar dan
terlalu mentjolok mata, jang didjalankan oleh Kumpeni, Daen
dels, dan Cultuurstelsel, sudah kurang menarik hati. Mudah
menimbulkan bentji dan marah Rakjat, karena terlalu terang-
terangan nampak tjara-tjara pengisapan dan pemerasan. Sebab
itu setelah tei’dapat dalil jang baru, bergantilah tjara mengisap
kekajaan dari Rakjat Indonesia.
Dalam Regeerings Reglement tahun 1818 No. 80 dan 1827
No. 83, dengan samar-samar telah mulai dinjatakan pemilikan
tanah di Indonesia oleh Pemerintah. Makin djelas kemudian
dinjatakan dengan R. R. 1836 tentang hak milik tanah bagi
Negara, dengan pernjataan Negara sebagai eigenaar (pemilik)
tanah.
Pernjataan itu kemudian dimuat dalam Gouvernements
Besluit 1853 No. 9 (Bijblad 182) berbunji : „ .......... akan diper
tahankan dasar-dasar, bahwa semua tanah jang tidak dikenal
pemiliknja, menurut protokol justisi ataupun dalam kantor pen-
daftaran tanah, terhitung sebagai kepunjaan Negeri” .
Dalam rantjangan Fransen van de Putte (Cultuurwet-
ontwerp) tahun 1866, pasal 6 berbunji : „Semua tanah jang
tidak masuk dalam pasal-pasal dimuka (pasal-pasal itu berisi
pemberian hak eigendom menurut Hukum Perdata sebagai gan-
tinja hak milik menurut hukum adat) jang sebelum berlakunja
Undang-undang ini belum mendapat hak eigendom, masuk ke
punjaan Negeri” .
Dalam mendjalankan Cultuurstelselnja, van den Bosch
berdasarkan pengertian dan anggapan bahwa : ,,Radja adalah
pemilik semua tanah, jang berhak menuntut upeti atas tanah
jang dikerdjakan itu, dan djuga dapat meminta tenaga pantjen
atas pemakaian tanah itu” .
Penglaksanaan Cultuurstelsel dianggap sesuai dan tidak
bertentangan dengan teori jang menjatakan bahwa Pemerintah
adalah pemilik tanh. Dengan melalui desa Pemerintah dapat
menjewakan tanahnja itu kepada penduduk dengan hak minta
panjten (rodi) kepada Rakjat. 0
,,Ketjuali pasal dua dan tiga dari Undang-undang jang
dahulu, maka tetap dipertahankan dasar, bahwa semua tanah
jang tidak dapat dibuktikan dengan milik eigendom seseorang,
mendjadi hak milik Negeri
Pada waktu terdjadinja Undang-undang dalam R. R. itu,
sudah banjak terdengar pernjataan-pernjataan jang menjangsi-
kan kebenaran dalil jang menjatakan, bahwa Pemerintah itu
pemilik atas tanah-tanah, baik jang sudah dikerdjakan Rakjat
atau jang belum. Pada tahun 1853 (mengenai landrentestelsel,
pasal 48 I.S., jang mengenai pasal-pasal tanah negeri), Pemerin
tah menjatakan keragu-raguannja, apakah hak eigendom Negeri
atas tanah-tanah di Djawa itu dapat dibenarkan seperti sangka
orang pada tahun 1836. Apakah pendapat itu masih dapat di-
terima.
Pada pertengahan abad ke-19 mulai timbul keragu-raguan
dan ketidak pastian pendapat tentang dasar hak milik tanah
Rakjat Indonesia, hubungannja dengan hak Gubernemen atas itu.
Sebab itu dalam R. R. 1854 pedoman dan peraturan berdasarkan
teori itu ditinggalkan.
Dalam hal ini terdapat selisih paham dan pendapat diantara
beberapa orang-orang Belanda sendiri.
Pengetahuan tentang dasar-dasar hak tanah Rakjat Indo
nesia sampai pada waktu pembentukan Undang-undang (R .R .)
1854, sedikit sadja dikenal orang-orang Belanda, jang berkewa-
djiban turut menentukan dasar-dasarnja Undang-undang tanah
di Indonesia. Penjelidikan setjara . luas, baru diadakan pada
tahun 1867 terhadap tanah-tanah jang sudah dan belum diker
djakan oleh Rakjat di Djawa. Laporan pertama disiarkan tahun
1871 sebagai pertjobaan dalam Resume Banten, dan seterusnja
dalam 3 djilid Resume berturut-turut pada tahun 1876, 1880 dan
1896 redaksinja dibawah pimpinan Mr. W.B. Bergsma sebagai
Ketuanja. Ketjuali itu, didjalankan djuga penjelidikan atas
tanah-tanah di luar Djawa, dengan sepuluh Einaresume sebagai
laporan penjelidikannja.
Dasar Agraris Wetgeving (Undang-undang Agraria), sudah
disebutkan dalam pasal 51 I.S. (pasal 62 R.R. dulu). Tiga ajat
sudah sedjak tahun 1854 termuat dalam R.R. dan ajat 5 jang
terachir disisipkan mula-mula dalam Agraris Besluit.
Tentang arti hak sepandjang adat, sedikit sekali orang me-
mikirkan. Hal ini menjebabkan bahwa dalam membitjarakan
rantjangan Undang-undang Agraria itu tidak didasarkan atas
pengetahuan jang tjukup.
Orang lebih dahulu mengetahui adanja hak eigendom isti-
meiva atas tanah seperti adanja tanah partikelir (pasal 51 ajat
1 I.S.) dari pada adanja hak eigendom menurut hukum Barat
(pasal 51 ajat 2 I.S.).
„Hak domein” (domeinrecht) adalah kelandjutan dari teori
lama tentang kekuasaan Negara dan daerah tanahnja. Menurut
pendapat itu kedaulatan Negara, adalah diantaranja kekuasaan
dan hak benda atas tanah.
Tanah adalah benda kepunjaan Negara. Menurut stelsel
feodal kekuasaan Negara atas tanah, digunakan untuk keuntung-
an kaum bangsawan sebagai pemilik tanah, sedang penduduk
hanja diberi hak untuk memindjamnja.
' Bekas-bekas stelsel ini masih nampak, seperti adanja tanah-
tanah partikelir, stelsel lungguh (bengkok, apanagestelsel),
aturan seioa tanah jang lama di Vorstenlanden, dan kemudian
adanja Domeinverklaring itu.
Ada lagi teori jang mengatakan, bahwa kekuasaan Negara
itu berupa kekuasaan atas orang (penduduk) dan tanah.
Teori baru jang dianggap modern tentang kekuasaan Negara
mengatakan bahwa apa jang ada dalam daerah Negara masuk
dalam kekuasaan negara. Negara mengatur semuanja itu, terma-
suk diantaranja soal tanah.
Menurut pengertian ini, tanah adalah benda jang diberikan
kepada penduduk untuk dipergunakan dan diambil manfaatnja
sebagai hak milik. Kekuasaan Pemerintah berupa hak mengatur
sebagai djuga terhadap barang lainnja.
Negara tidak mempunjai hak memakai sendiri sebagai milik
perseorangan atas tanah, bilamana masjarakat umum memer-
lukan untuk memakai tanah itu. Negara hanja mengatur dengan
Undang-undang.
Prof. Mr. Dr. A.A. Struycken dan Mr. C. van Vollenhoven
berpendapat bahwa kekuasaan mengatur bagi Negara terhadap
semua jang untuk kepentingan umum itu, tidak bejarti dengan
memiliki tanah itu sendiri.
Kepentingan ekonomi atas tanah bagi masjarakat, menje-
babkan perlu adanja pembatasan atas hak milik tanah itu. Dasar-
dasar sosial ekonomi bagi masjarakat menuntut, bahwa pema
kaian tanah oleh jang punja harus berguna djuga buat umum
(masjarakat). Demikianlah Undang-undang Dasar Weimar
(1919) pasal 153 menjatakan : „Hak viilik memberi kewadjiban
kepada pemiliknja. Tjara memakainja hendaknjalah membawa
manfaat pula bagi kepentingan masjarakat umum” . Dan pasal
155 berbunji : „Penggarapan dan pemakaian tanah mendjadi
kewadjiban pemiliknja bersama-sama dengan masjarakat” . Meng-
ingati kepentingan umum maka timbul adanja pembatasan
hak milik. Pembatasan itu sesuai dengan kedudukannja tanah
jang mempunjai fungsi sosial. Milik (eigendom) sebagai hak
perseorangan, harus diartikan, tidak hanja diberikan untuk
perseorangan (individu) pemiliknja, tetapi djuga dengan tudju-
an untuk memberi manfaat dan kebahagiaan masjarakat.
Banjak dan matjam-matjam pendapat terhadap teori hak
milik jang sebagian mendjadi dasar-dasarnja Domeinverklaring
dan Agraris Wet Hindia Belanda. Setengah orang tidak meng-
akui kebenaran dasar-dasar itu, golongan lainnja membenarkan
dasar-dasar tersebut, dan setudju dipakainja sebagai dasar politik
tanah Hindia Belanda.
Golongan jang membenarkan dasar-dasar Domeinveklaring
diantaranja Rouffaer, Deventer, Nolst Trenite dan beberapa
orang pengikutnja. Golongan jang anti Domeinverklaring ter-
utama Van Vollenhoven, Ter Haar Bzn, Logemann dan peng
ikutnja.
Perbedaan faham dan alasan-alasan jang dikemukakan oleh
mereka, perlu diketahui, untuk mengetahui bahwa soal tanah di
Indonesia itu selalu mendjadi persoalan dan perdebatan dika-
langan orang-orang ahli berfikir. Riwajat lahirnja Undang-
undang Agraria, perdebatan dalam Parlemen Negeri Belanda
atas rantjangan Cultuurwet van de Putte jang makan waktu 14
hari untuk pasal 1 sadja, dan beberapa kali pertjobaan Menteri-
menteri Djadjahan Negeri Belanda untuk mengatasi soal ini,
menundjukkan bagaimana penting dan sulitnja persoalan tanah
jang merupakan sebagai „masalah pendjadjahan” . Sulit untuk
menentukan peraturan-peraturan jang dapat menguntungkan
kepentingan kolonial, jang dapat ditjari kebenarannja menurut
adat jang ada.
Pihak jang membenarkan dasar-dasar Domeinverklaring
mengadjukan alasan-alasan dan pertahanannja sebagai berikut:
Radja adalah pemilik ( eigenaar) tanah, atau : tanah adalah
milik radja. Dasar-dasar hak tanah di Djawa berdasarkan pe-
ngertian tersebut. Tanah itu milik jang berdaulat jaitu Radja.
Dalam hubungan jang erat, penduduk mengerdjakan tanah-tanah
itu dengan hak memakai. Atas pemakaian tanah itu Rakjat harus
menjerahkan sebagian hasil tanah itu.
Pendapat ini dibenarkan oleh pendapat hakim, diantaranja
putusan Pengadilan di Jogjakarta, jang menjatakan bahwa sedjak
dahulu kala tanah-tanah didaerah Keradjaan itu (Surakarta dan
Jogjakai'ta) adalah kepunjaan radja.
Radja di Bali disebut „Sang Amurwa Bumi” (jang mem
punjai, menguasai tanah). Di Lombok terdapat djuga pendapat
sematjam itu, bahkan lebih kuat lagi. Semua orang Bali dan
Sasak di Lombok menjatakan bahwa tanah itu, baik jang sudah
maupun jang belum dikerdjakan Rakjat adalah kepunjaan Radja,
Sang Amurwa Bumi. Tanah itu milik eigendom Radja, hak Rak
jat atas tanah adalah hak mengerdjakan dan memungut hasil.
Liejrinck menerangkan tentang Bali, diantaranja : „Radja
itu berkedudukan diatas segala-galanja. Kalau ia menghendaki
barang kepunjaan Rakjat, isteri atau anak perempuan seseorang,
atau njawa orang sekalipun, orang akan menjerahkannja, ka
rena semuanja itu adalah kepunjaan Radja” . Disana ada djuga
pendapat, bahwa Radja tidak boleh mempergunakan tanah itu
semau-maunja sendiri, karena tanah dan air itu sesungguhnja
kepunjaan Tuhan (Dewa).
De Waal dalam mempertahankan rantjangan Undang-
undang Agraria-nja di Parlemen menerangkan, bahwa menurut
adjaran Hindu dan Islam, milik tanah itu ada pada Radja, sesuai
dengan pendapat Margadant dan de Roo de la Faille.
Golongan jang anti dan tidak membenarkan dasar jang di-
pakai untuk mengadakan Domeinverklaring, dan tidak setudju
adanja Domeinverklaring itu sendiri, membantah dan menja
takan bahwa :
Perumusan jang dinjatakan oleh Landraad Jogjakarta, jang
menerangkan bahwa Radja adalah eigenaar tanah, sebenarnja
pernjataan sematjam itu hanjalah sebagai „pernjataan penghor-
matan Rakjat kepada Radja” , pernjataan sederhana sebagai tanda
hormat, demikian pendapat Ter Haar jang dibenarkan Vollen-
hoven. Vollenhoven membantah apa jang dinjatakan de Waal
bahwa menurut adjaran Islam dan Hindu, tanah itu kepunjaan
Radja. Vollenhoven menjatakan bahwa „teori landrente” Raffles
jang dipropagandakan, tidak berdasarkan adat aseli, tidak ter-
dapat dalam adjaran Islam maupun Hindu.
Menurut pengertian lama di Indonesia, tanah itu bukannja
kepunjaan Radja tetapi kepunjaan suku, jang kemudian men
djadi kepunjaan desa. Tiap-tiap penduduk berhak berburu,
mengambil ikan, mengumpulkan hasil hutan dan membuka tanah
untuk pertanian disitu.
Hak membuka tanah memberikan hak kepada pembukanja
atas tanah jang sudah dibuka itu untuk dimiliki selama-lamanja,
mendjadi hak turun-tumurun. Tetapi desa mempunjai hak wila-
jah atas tanah itu. Kalau orang tidak lagi mengerdjakan tanah
nja, atau meninggal tidak meninggalkan waris, tanah itu men
djadi hak desa untuk mengatur pemakaian selandjutnja. Karena
itu terdapat kebiasaan, bahwa tanah itu tidak dapat didjual
kepada orang diluar desa, karena kalau begitu tidak lagi desa
mengatur dan mempergunakan serta mendapat manfaat tanah
itu. Keadaan sematjam itu berubah. disebabkan karena :
1. adanja milik komunal; dan 2. kekuasaan Radja jang terlalu
besar (despotiek verstengezag).
Tentang tanah komunal Vollenhoven menerangkan bahwa
sesungguhnja jang dinamakan tanah komunal itu bukan milik
bersama dari para gogol, tetapi adalah tanah milik perseorangan
Rakjat Indonesia, tetapi dengan pembatasan jang kuat dari hak
wilajah desa. Menurut pendapat Pemerintah dulu, tanah komu
nal itu sebagai milik desa, dan penduduk hanja sebagai pemakai.
Menurut pendapat Vollenhoven orang-orang itu adalah pemilik
tanah tetapi dalam lingkungan (pembatasan) hak wilajah desa.
Adanja tanah komunal dengan pemakaian giliran, menurut
Vollenhoven tumbuh karena paksaan, dan sebagai bentuk jang
salah kedjadian. Menurut penjelidikan, hak-hak tanah Rakjat
(sedjak tahun 1867) hak komunal itu bukanlah dasar adat jang
aseli. Milik komunal terutama terdjadi pada djaman V. 0. C.
dengan tjara monopoli dan kerdja paksa melalui desa, djaman
Raffles dengan landrente-nja dan terutama didjaman Cultuur
stelsel van den Bosch, jang menimpakan beban kepada desa
sebagai kesatuan. Tentang hal jang kedua diatas, dapat dime-
ngerti mula-mulanja, bahwa Radja menguasai tanah-tanah jang
masih berupa hutan belukar (woeste gronden) jang belum di
buka. Tetapi kemudian djuga mengambil hak atas tanah-tanah
jang dikerdjakan Rakjat disekelihng istananja. Biasanja atas
tanah-tanah pertanian Rakjat jang baik. Achirnja Rakjat kehi-
langan haknja, tinggal hak mengerdjakan dan hak memakai
sadja. Djadi perubahan hak ini disebabkan karena usurpasi
(pengambilan hak) oleh Radja dengan setjara lambat laun dari
hak perseorangan Rakjat.
Menurut Domeinverklaring 1870 dan Stbl. 1875 No. 119a.
semua tanah didaerah Gubernemen di Djawa dan Madura dan
djuga diluar itu mendjadi tanah Negeri, ketjuali : a. tanah-tanah
eigendom menurut hukum Perdata b. tanah-tanah partikelir ;
c. tanah-tanah dengan hak agraris eigendom.
Domeinverklaring sendiri mengakui hak tanah menurut
hukum adat. Dengan begitu hak Negeri atas tanah itu seharusnja
ialah atas semua tanah, dikurangi dengan tanah-tanah Rakjat
Indonesia menurut hukum adat jang diakui itu.
Djadi menurut itu hak tanah Indonesia harus dihormati
sebagai hak tanah dengan hak eigendom, dan karenanja harus
dikeluarkan dari hak domein Pemerintah.
Tetapi karena tidak ada keterangan mengenai hak daerah
lingkungan desa dengan ketentuan Undang-undang, maka selalu
dapat diartikan dengan bermatjam pengertian menurut kemauan
orang.
Domeinverklaring dikatakan oleh golo'ngan jang anti, seba
gai pikiran dan pendapat Pemerintah jang kolot, pikiran dan
tjara-tjara kuno, jang dengan tjara gampang menjatakan bahwa
semua tanah jang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigendom,
adalah mendjadi kepunjaan Negeri.
Domeinverklaring dipandang dari sudut teori juridis itu
gandjil, ruwet dan tidak berguna. Ruwet, karena terdapat su-
sunan jang membingungkan. Tanah jang mendjadi hak milik
(bezitsrecht) orang Indonesia, dalam Domeinverklaring dinja
takan sebagai hak (dom ein) Negeri. Gandjil lagi. karena setelah
Negara mengatakan tanah itu semua kepunjaannja, djadi ne-
gara sebagai eigenaar tanah, masih perlu eigenaar tanah itu
„m eng-onteigen” dari Rakjat bilamana orang Indonesia pemilik
nja tidak suka melepaskan tanahnja itu dengan suka rela. Peng-
ambilan oleh Pemerintah dengan istilah „onteigenen” , berarti
mengakui milik jang punja tanah itu.
Kalau Negara sudah menjatakan dirinja sebagai eigenaar,
apakah perlunja untuk memberi keharusn mempertimbangkan
dulu dengan Rakjat sebagai orang jang bukan pemiliknja. De
ngan begitu berarti Pemerintah tidak tahu akan haknja sendiri,
seperti jang sudah dinjatakan : sebagai eigenaar tanah. Bilamana
Undang-undang sudah memberikan hak eigendom, dapatlah dia
langsung bertindak, langsung mempergunakan hak itu. Tidak
usah mengadakan perundingan dengan orang partikelir, dianta-
ranja untuk keperluan pemberian erfpacht itu. Vollenhoven
selandjutnja mengatakan, bahwa didaeran-daerah keradjaan jang
memerintah sendiri (jang mestinja berarti masih diakui kekua-
saannja), harus diakuinja djuga kekuasaan radja atas tanah,
konsekwen dengan pernjataannja bahwa Radja adalah pemilik
tanah. Seharusnja difikirkan djuga oleh pembuat Undang-undang
adanja domeinverklaring buat Swapradja lebih dulu. Tetapi
njatanja tidak demikian. Radja-radja jang dikatakan masih me
merintah sendiri, tidak lagi berkuasa atas tanah dalam daerah
keradjaannja.
Stbl. 1915 No. 474 dapat mengubah hak menurut dasai’-
dasar Timur mendjadi peraturan Barat. Dengan tidak usah
memakai domeinleer, hak-hak barat dapat diatur karena ke
kuasaan Pemerintah. Domeinleer jang didasarkan atas penger-
tian bahwa Radja itu eigenaar tanah, teranglah tidak dapat di
djadikan ukuran umumnja bagi seluruh Indonesia. Dasar-dasar
dan teori jang ruwet dan meragukan kebenarannja itu seharus
nja segera dilepaskan sadja, demikian dari golongan jang anti.
Keberatan jang terutama terhadap adanja domeinverklaring,
ialah bahwa hak wilajah daerah tidak didjamin didalamnja. Ini
berarti bahwa tanah jang dibuka Rakjat tidak dengan izin Peme-.
rintah, tanah tersebut tetap mendjadi landsdomein, sekalipun
tanah itu masuk dalam wilajah desa. Djuga tanah-tanah bekas
perkebunan pemerintah (cultuurgronden), jang sudah diting-
galkan Pemerintah, Pemerintah tidak mengakui hak penduduk.
Sekalipun tanah itu sudah dimiliki penduduk, tetapi masih tanah
Pemerintah. Van Vollenhoven dengan keras dan tadjam mentjela
putusan- tuan-tuan besar Buitenzorg dan Batavia jang mendja
lankan dan mempraktekan peraturan-peraturan agraria, dikritik
ahli-ahli hukum pegawai pengadilan jang berbolak-balik putusan-
nja, ketidak benarannja putusan dan sering-sering bertentangan
satu dengan lainnja. Selandjutnja dia menjatakan dengan keras,
bahwa hak negeri atas tanah hanjalah teori, omong kosong dan
chajal. Bagaimana djuga, tidak dapat dipertahankan perumusan
domein jang membatasi hak-hak menurut adat atas tanah-tanah
pertanian Rakjat, jang menjebabkan kekatjauan. Domeinverkla-
ring jang akan mewudjudkan ketertiban hukum, mendjadi
pangkalnja segala kegontjangan hukum, jang terang ialah jang
mengenai tanah-tanah pertanian Rakjat. Dasarnja Domein-
verklaring salah dan antipatik, mengingat keadaan djuga sudah
tidak dapat dipertahankan. Gunanja tidk ada, malahan memba-
hajakan. Domeinverklaring bagi Pemerintah mestinja harus
berarti hanja hak terhadap sisa tanah sesudah diambil tanah-
tanah jang mendjadi hak milik penduduk Indonesia. Djadi hanja
atas satu pulau kenang-kenangan rnanusia jang belum didiami
orang, disanalah Pemerintah mempunjai kekuasaan penuh
dengan domeinverklaringnja itu. Didaerah-daerah pegunungan
di Priangan diluar tanah-tanah kepunjaan Rakjat, disanalah
Pemerintah mendapat hak-hak itu.
Hak Pemerintah atas tanah-tanah pertanian Rakjat, hanja
nama dan omong kosong, seperti halnja dengan pernjataan hak
eigendom seseorang atas djalan-djalan desa, demikian Vollen
hoven.
Nolst Trenite dengan keras membela domeinleer jang dihina
oleh Vollenhoven itu. Dalam notanja jang dinamakan domein-
nota tahun 1912 menerangkan, bahwa : „perlu didjalankan teori
domein itu sebagai sandaran kekuasaan hak-hak Negara” . De
ngan tegas dia bertanja: „Apakah untuk kepentingan eksploatasi
tanah jang sangat dibutuhkan itu, Pemerintah Hindia Belanda
akan mendjadi Tuan jang menguasai tanah, ataukah menjerah-
81
r
kan kekuasaan itu kepada Pengurus Desa, kepala Marga, kepala-
kepala kuria, orang-orang sematjam itu, jang sama sekali tidak
mempunjai perasaan, pengertian dan pandangan ekonomi ?”
Menurut Trenite, hak wilajah desa (beschikkingsrecht) itu
hanja berlaku didjaman dahulu, waktu tanah di Djawa masih
berlebih-lebihan. Dengan bertambahnja penduduk dan kema-
djuan perkebunan di Indonesia, maka sudah lain lagi soalnja.
Pemerintah harus mempunjai kekuasaan jang penuh atas sesuatu
jang tidak dapat diatur oleh desa.
Pokoknja soal ini perlu untuk penguasaan. Menurut pikiran
itu, maka kekuasaan dan kedaulatan desa-desa jang dulu sebagai
negara ketjil-ketjil, sudah pindah ketangan Negara, demikian
golongan Pembela Domeinverklaring.
Demikianlah persoalan jang timbul mengenai dasar-dasar
hak milik tanah bagi Rakjat Indonesia. Bagaimanapun perde-
batan itu hebatnja, tetapi untuk kepentingan kolonial, untuk ke
pentingan kekuasaan Negara, dan untuk mendjamin eksploatasi
tanah oleh modal besar, perlu Pemerintah menguasai tanah itu
dengan Domeinverklaring sebagai pernjataan jang tidak boleh
disangkal. Bagaimanapun djuga untuk kepentingan Pemerintah
perlu dipergunakan dalil Domeinverklaring tu. Pendapat Vollen-
hoven betul, tetapi tidak sesuai dengan kepentingan djadjahan.
Keraguan Pemerintah tentang dasar-dasar mengenai hak
tanah itu ternjata pada waktu Sarikat Islam dan Budi Utama
bersama-sama akan mengadakan ,,Kongres Tani” . Dalam perun-
dingan antara Tjokroaminoto dengan Dr. Radjim^Vv \\\
diputuskan untuk Wv\Yto\ t a l u a i l biaja Kongres itu kepada
1 GWierintah. Kira-kira setengah bulan mendapat balasan, bahwa
Pemerintah akan memberi uang berapa sadja kekurangannja,
asal dalam kongres tani tadi djangan diperdebatkan : „Siapa
jang mempunjai tanah di Indonesia” .
Kemudian timbul lagi persoalan tentang pokok jang dipakai
sebagai dasar Undang-undang Agraria selandjutnja. Timbul
persoalan, dilandjutkan atau tidaknja dasar itu. Dengan Kepu
tusan Pemerintah 1928 No. 17, Pemerintah membentuk Panitia
Agraria jang diberi tugas menjelidiki dan memberikan pertim-
bangan, dapatkah domeinverklaring dilepaskan dari dasarnja
Undang-unuang Agraria. Kalau dilepaskan, dasar apakah jang
dipakai untuk menentukan Undang-undang Agraria selandjutnja.
Disamping itu, djuga supaja memberi pertimbangan dan usul-
usul dalam garis besarnja, perubahan-perubahan apa jang perlu
diadakan jang sesuai, baik menurut hukum maupun menurut
praktek.
Panitia mentjela domeinleer, dan mengusulkan supaja
domeinleer sebagai dasar hak milik dilepaskan dari dasar-dasar
hukum Agraria. Supaja mengakui hak wilajah desa dengan tidak
ada ikatan.
Demikian persoalan tentang dasar-dasar hak tanah di
Indonesia.
III. DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA.
Untuk mengganti Undang-undang jang tama warisan djaman
pendjadjahan dengan jang baru, perlu kita tetapkan dasar-dasar
untuk menentukan Politik dan Hukum Agraria jang baru itu.
Untuk menentukan dasar-dasar politik dan Hukum Agraria ini,
maka jang mendjadi dasar dan pegangan kita, ialah dasar-dasar
dan pokok jang terdapat dalam tjita-tjita Rakjat membentuk
Negara sebagai bangsa Merdeka, sesudah melepaskan dirinja
dari belenggu pendjadjahan jang berabad-abad lamanja, ialah
bahwa Tanah itu harus dipergunakan bagi kemakmuran Rakjat.
Mengenai perubahan dasar Hukum Agraria ini banjak di-
kemukakan oleh bermatjam-matjam aliran dalam masjarakat,
Partai-partai dan organisasi Rakjat, terutama organisasi Tani.
Dibelakang dimuatkan lampiran jang berisi suara-suara,
pendapat-pendapat dan tuntutan Rakjat Tani dengan melalui
organisasi-organisasinja mengenai soal tanah, jang sangat meng-
harap penjelesaian dengan segera. Apa jang diutarakan itu
adalah soal-soal jang didjumpai tiap-tiap hari mengenai tanah.
Dasar untuk menentukan politik agraria :
1. Negara Republik Indonesia adalah Negara Kerakjatan.
2. Negara Kerakjatan mendjamin :
a. hak-hak azasi manusia.
b. kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat.
3. Hak azasi manusia tidak boleh dipergunakan untuk menen-
tang kepentingan masjarakat dan Negara.
4. Usaha mentjapai kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat
ini didjalankan dengan :
a. Usaha Rakjat perseorangan ;
b. Usaha Organisasi Rakjat ( Usaha bersama);
c. Usaha Negara.
5. Usaha perseorangan tidak boleh merugikan kepentingan
masjarakat dan Negara.
6. Negara mengatur dengan rentjana ketiga usaha itu, untuk
tudjuan kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat.
7. Pemerintah Pusat berkewadjiban mendjalankan dan me-
ngurus usaha-usaha jang tidak dapat diselenggarakan oleh
Daerah, umpamanja mengenai : pertahanan Negara, hu-
bungan luar Negeri, politik keuangan, perhubungan, serta
rentjana pokok bagi seluruh masjarakat dan Negara.
Usaha jang diselenggarakan oleh Negara meliputi : tam-
bang, kehutanan dan kekajaan alam lainnja, perhubungan,
bank dan sebagainja
Atas dasar-dasar dan tudjuan itu, kita tetapkan dasar politik
agraria sebagai berikut :
1. Tanah adalah sumber dan tiang penghidupan setiap ma-
nusia;
2. Bagi Indonesia tanah itu mendjadi pokok pertama bagi
sumber penghidupan dan kemakmuran serta kesedjahteraan
Rakjat.
3. Politik tanah harus berdasarkan dan tudjuan : kemakmuran
dan kesedjateraan bagi Rakjat.
4. Hukzim tanah mendjadi pokok-pokok dasar mengatur pe
makaian tanah, sesuai dengan tudjuan dan politik tersebut
diatas.
Segala Undang-undang dan peraturan pemakaian tanah
harus ditudjukan untuk kepentingan tersebut.
Sebagai dasar-dasar hukum jang mengatur pemakaian tanah,
ditentukan sebagai berikut :
1. Bagi seluruh Indonesia hanja ada satu matjam bentuk hak
tanah, dengan hak-hak jang serupa bagi segenap Warga
Negara. Tidak ada hak-hak istimewa bagi seseorang atau
segolongan Warga Negara diatas orang atau golongan
lainnja;
2. Warga Negara mempunjai hak milik atas tanah, dengan
ketentuan :
a. Tanah pertanian hanja untuk orang Tani, jaitu orang
jang hidup dari hasil mengusahakan tanah jang diusaha
kan dengan kerdja sama koperatif, dalam penggarapan,
pengolahan dan pendjualan hasilnja. Ini berarti bahwa
tidaklah dibolehkan orang jang bukan Tani (non agri-
culturis) memiliki (menguasai) tanah pertanian.
Tanah untuk tempat kediaman dapat diberikan kepada
orang bukan Tani, menurut keperluannja.
b. Adanja pembatasan luas milik tanah bagi tiap-tiap ke
luarga Tani, dengan batas minimum berdasarkan perhi-
tungan penghasilan Tani tjukup untuk mentjapai tingkat
hidup lajak menurut sjarat-sjarat djasmani dan rochani,
dan pembatasan maksimum luas tanah jang dengan
sjarat-sjarat dan tjara pertanian modern tidak memberi
kemungkinan timbulnja pemerasan pengisapan dila-
pangan pertanian.
Dengan sjarat-sjarat a dan b tadi, maka tidak ada tempat
lagi untuk pemusatan pemilikan tanah luas dalam satu
tangan jang diambil untungnja dengan diparokan atau di-
sewakan kepada orang lain.
Desa sebagai daerah kesatuan hidup jang berotonom, mem
punjai hak wilajah dengan batasan Undang-undang Negara,
jaitu :
a. hak mengawasi pemakaian tanah dalam lingkungan de-
sanja, agar hak milik perseorangan atas tanah tidak
dipergunakan jang merugikan kepentingan masjarakat;
b. untuk kepentingan kemakmuran masjarakat atau buat
kepentingan umum lainnja dalam desa, buat sementara
waktu atau selama-lamanja, desa dapat mengambil tanah
dengan memberi ganti kerugian jang semestinja kepada
pemiliknja;
c. mendjaga dan mengawasi agar pemindahan hak tanah
dalam desa tidak merugikan masjarakat sedesa dengan
mengingati batas m i n i m u m /maksimum milik tanah bagi
pendjualnja maupun pembelinja.
d. mentjegah dan mentiadakan pengluasan/penimbunan
milik .tanah diatas batas maksimum disamping penge-
tjilan/pemetjahan ( versnippering) milik tanah, jang
karena ketjilnja tanah tidak efisien lagi.
e. dengan persetudjuan desa ditetapkan seseorang tidak
boleh mendjual tanah kepada orang lain desa jang
akibatnja akan merugikan desa. Orang jang sudah men
tjapai batas maksimum luas tanahnja tidak boleh me-
nambah lagi, sebaliknja tanah jang hanja seluas mini
mum tidak boleh dipetjah lagi.
f. desa mendorong dan membimbing pertumbuhan usaha
pertanian modern dalam bentuk keperatif, dalam hal
penggarapan tanah, pengolahan dan pendjualan hasil.
Hanja atas kesedaran Rakjat Tani sendiri pertanian
kolektif dapat didjalankan.
4. a. Negara mengatur dengan Undang-undang tentang pema-
kaian tanah, berdasarkan politik jang bertudjuan ke
makmuran dan kesedjahteraan Rakjat;
b. Negara mendjalankan pengawasan jang tertinggi akan
terlaksananja Undang-undang dan peraturan, agar pe-
makaian tanah tidak menjimpang dari tudjuan.
c. Negara dapat mengambil tanah untuk dipakai bagi ke
pentingan umum, seperti untuk bangunan-bangunan,
djalan-djalan, kebun-kebun pertjobaan dan untuk kepen
tingan umum lainnja, dengan membajar semestinja
kepada jang berhak.
Demikian dasar-dasar politik dan hukum agraria, untuk
mengganti Undang-undang Agraria jang lama. Segala per
aturan dan Undang-undang selandjutnja berdasarkan pokok-
pokok tersebut diatas
Arti semuanja ini ialah :
1. Diseluruh Indonesia hanja ada satu matjam hak tanah
bagi semua Warga Negara. Hak-hak tanah menurut
hukum adat didaerah-daerah dapat dibenarkan, bila-
mana tidak bertentangan dengan pokok tudjuan itu.
Disamping itu dasar-dasar jang baik jang ada dalam
masjarakat (dasar-dasar gotong rojong dan sebagainja),
dipelihara dan diperkembangkan sesuai dengan tudjuan
diatas dalam bentuk modern.
2. Sesuai dengan azas bahwa semua Warga Negara itu sama
hak dan kewadjibannja, samalah pula hak Warga Negara
atas tanah. Dan atas dasar-dasar pengertian, bahwa hanja
ada satu matjam sadja Warga Negara, tidaklah tempat-
nja membeda-bedakan hak Warga Negara golongan satu
dengan lainnja.
Persoalan jang sering timbul jaitu bagaimana hak Warga
Negara „bekas orang asing” atas tanah. Persoalan ini
timbul karena sisa politik pendjadjahan jang lampau,
dimana orang asing mendapat hak-hak istimewa, dian
taranja hak tanah setjara istimewa dengan merugikan
Rakjat Indonesia. Mereka merupakan golongan sendiri
diatas masjarakat Indonesia, jang mentjolok mata kea-
daannja. Pendapat jang ingin membedakan hak antara
Warga Negara „aseli” dengan Warga Negara „bukan
aseli” atas tanah, timbul sebagai ,,aksi pembalasan” jang
timbul karena warisan sedjarah jang lampau.
ft
Dulu kepada mereka, sesuai dengan politik pendja
djahan, diberikan hak-hak istimewa diatas orang-orang
Indonesia jang sekarang mendjadi „Warga Negara aseli” .
Timbul kechawatiran, bahwa Warga Negara „bukan
aseli” tadi, jang dulu merupakan „golongan jang ekono-
minja kuat” , dengan hak tanahnja nanti akan merugi
kan dan menindas kepentingan Rakjat Indonesia „aseli” .
FAK. huk.
tahun 1920. Rata-rata luas tanah pertanian buat
Djumlah Rata-rata tiap-tiap penduduk (bahu)
Tanah kering penduduk tiap-tiap
% dari th. 1920 km2 Tanah
bahu luas tanah Djumlah Sawah kering
pertanian
70.794 49,99 674.168 375,7 0,21 0,11 0,11
31.077 33,70 586.465 571,5 0,16 0,10 0,05
46.510 32,82 573.841 331,6 0,24 0,16 0,08
41.649 44,81 434.097 388,4 0,21 0,12 0,10
7.925 36,47 244.514 605,1 0,09 0,06 0,03
72.561 63,72 412.994 406,5 0,28 0,10 0,18
48.860 53,61 389.420 347,0 0,23 0,11 0,13
37.616 27.27 401.510 279,1 0,34 0,25 0,09
49.329 46,54 292.841 220,6 0,36 0,19 0,17
57.915 42,07 460.468 322,6 0,30 0,17 0,13
33.848 49,07 254.580 427,9 0,27 0,14 0,13
64.660 66 22 279.966 287,8 0,35 0,12 0,23
48.842 50,67 284.170 274,4 0,34 0,17 0,17
82.629 49 99 505.050 257,7 0,33 0,16 0,16
64.474 38,59 483.791 206,6 0,35 0,21 0,13
59.185 43,74 390.803 200,3 0,35 0,19 0,15
43.285 59,75 354.949 538,8 0,20 0.08 0,12
43.755 60,51 320.583 410,7 0,23 0,09 0,14
50.321 62,48 368.498 455,8 0,22 0,08 0,14
78.000 77,68 267.153 292,4 0,35 0,08 0,27
102.872 66.85 456.346 188,1 0,34 0,11 /I o o
Penduduk
Luas
Daerah
dalam ha. Rata2
Djumlah
tiap km2
1. Djawa Barat 46.876.700 14.132.000 301
2. Djawa Tengah 37.375.100 18.928.000 506
3. Djawa Timur 47.922.300 18.670.000 389.
Kepadatan penduduk diberbagai-bagai daerah diseluruh
Djawa, Madura tahun 1950 ’ )
" " ----
Rata- dji-
No. Karesidenan Penduduk Luas tanah wa tiap
mk- km-
A. TRANSMIGRASI.
Dalam hubungannja dengan masalah agraria, maka trans-
migrasi (pemindahan penduduk antara kepulauan Indonesia)
salah satu djalan pemetjahan kekurangan tanah bagi Rakjat
Tani di Djawa untuk mendapatkan tanah pertanian didaerah
lainnja jang luas tanahnja, dan sangat memerlukan tenaga
manusia untuk membukanja.
Tudjuan pokok dari transmigrasi ialah pembukaan kemak
muran didaerah-daerah jang tjukup bahan-bahan dan lapangan
usaha kemakmuran, diantaranja ialah tersedianja tanah jang
luas tetapi tidak tjukup (tidak ada) tenaga jang mengerdjakan-
nja. Bukanlah tudjuan transmigrasi hanja sekedar memindahkan
orang-orang, sekedar untuk meratakan sadja djumlah penduduk
dari satu daerah kedaerah lainnja.
Kepindahan penduduk dari Djawa dan daerah-daerah lain
nja jang sudah rapat penduduknja, kedaerah lainnja jang masih
djarang, mendjadi salah satu djawab atas masalah kemakmuran
di Indonesia.
Kepadatan penduduk di Djawa sudah sangat mendesak me-
minta penjelesaian, berhubung dengan tidak seimbangnja keper
luan hidup penduduk dengan kemampuan hasil bumi untuk
mendjamin kepentingan hidup mereka itu.
Persediaan tanah buat perluasan pertanian di Djawa sudah
tidak ada lagi, untuk keperluan penduduk jang tiap-tiap tahun
bertambah sekian besarnja. Pembukaan tanah pertanian baru
sudah sangat sedikit kemungkinannja, bahkan sudah sedjak
beberapa waktu lamanja, tambahan tanah pertanian di Djawa
tertutup. Selama waktu - waktu jang achir, tambahan luas
tanah pertanian hanja paling banjak dari keperluan tanah
untuk tambahan djumlah penduduk (jang memerlukan ta
nah). Menurut perhitungan pada tahun 1937, tanah Djawa hanja
memungkinkan tambahan luas tanah 300.000 ha lagi untuk
pertanian, jang berarti hanja dapat menjediakan tanah untuk
tambahan peduduk selama 5 tahun sadja.
Usaha mengintensifkan pertanian di Djawa sudah didjalan
kan. Pada tahun 1900 tanah pertanian di Djawa diusahakan
(geoccupeerd) 105% dari luas tanah. Tahun 1926 diusahakan
131% dan tahun 1936 diusahakan 142,4% dari luas tanah per
tanian. Menurut perhitungan orang ahli, dengan perbaikan
pengairan serta pemupukan dan peralatan jang baik, tanah
pertanian di Djawa dapat diusahakan (geoccupeerd) sampai
185% dari luas tanah. Sedang tambahnja produksi masih dapat
diusahakan dengan matjam-matjam perbaikan, tetapi walaupun
begitu tidaklah dapat sedjalan dengan tambahnja penduduk.
Tambahnja penduduk berarti makin tambahnja djumlah
orang jang tidak mempunjai tanah. Sedang harapan dan ke-
mungkinan untuk mendapatkan pekerdjaan dan sumber penghi-
dupan lainnja dari keradjinan dan perusahaan jang timbul di
Djawa bagi orang-orang jang tidak lagi mempunjai tanah, masih
sangat sedikit.
Penduduk di Djawa tiap - tiap tahun bertambah antara
500.000 a 600.000. Menurut perhitungan tjatjah djiwa tahun
1930, diantara seluruh penduduk itu ada 30 a 35% jang mampu
bekerdja (orang dewasa jang kuat bekerdja). Djadi kalau tiap-
tiap tahun bertambah 500.000 a 600.000 orang, berarti tiap-tiap
tahun tambah 175.000 orang jang harus mendapat pekerdjaan
(penghidupan). Menurut perhitungan, tambahan kesempatan
(lapangan) bekerdja pada keradjinan dan perusahaan, dengan
kemadjuan perusahaan dan perindusterian seperti jang sudah-
sudah, hanja untuk 1 5 a 2 0 . 0 0 0 orang sadja, jang berarti 1 0 %
sadja dari tenaga baru jang harus mendapat pekerdjaan untuk
hidupnja.
Pada tahun 1938 Kantor Pusat Statistik membuat perhi-
tungan sebagai berikut :
Kalau tambahan penduduk tiap-tiap tahun V/2 % , dan tidak
ada pemindahan penduduk dari Djawa kedaerah lainnja, maka
pada tahun 2000( kurang lebih 50 tahun lagi), penduduk di
Djawa sudah mendjadi 116.000.000, atau 879 orang penduduk
tiap-tiap km- tanah pertanian. Kalau tiap-tiap tahun penduduk
di Djawa dipindahkan 80.000 keluarga terdiri dari : ibu, bapa
dan seorang anak jang umurnja masing-masing antara 15,20 dan
dibawah 5 tahun, penduduk di Djawa pada tahun 2000 akan
mendjadi 74.000.000. Kalau dipindahkan tiap-tiap tahun 120.000
keluarga, pada tahun 2000 tanah Djawa akan berpenduduk
57.000.000.
Kolonisasi pertanian sudah sedjak tahun 1902 dirantjang-
kan oleh Pemerintah Hindia Belanda dulu, dan didjalankan
sedjak tahun 1905.
Pada permulaannja ditjoba pemindahan ke Sumatera Se-
latan, Gedungtataan dan Kotaagung jang dapat dikatakan ber-
hasil. Sampai pada tahun 1928 kira-kira sudah ada 24.000 djiwa
jang dipindahkan, dengan biaja 5.000.000 rupiah, jaitu 3.500.000
rupiah untuk keperluan biaja kolonisasi sesungguhnja, jang
1.500.000 rupiah buat irigasi. Djadi menurut perhitungan, se
bagai permulaan tiap-tiap djiwa biajanja 2 0 0 rupiah, atau tiap-
tiap keluarga kira-kira 800 rupiah. Biaja ini dianggap terlalu
tinggi, dan terlalu mahal buat Pemerintah. Karena itu maka
pada waktu achir tahun 1929, jaitu pada waktu krisis ekonomi,
pekerdjaan ini dianggap tidak mungkin diteruskan.
Sesudah itu ditjarikan akal, jaitu dengan tjara menjerahkan
(menitipkan) orang-orang jang baru datang kepada orang-orang
jang sudah lama, jang pada waktu panen sangat memerlukan
tenaga. Orang-orang baru ini dapat diterima oleh keluarga lama
dengan mendapat makan dan tempat tinggal serta upah kerdja
membantu panen. Disamping itu mereka dapat memulai membu
ka hutan untuk tanah pertaniannja.
Pada tahun 1932 tjara sematjam ini didjalankan. Pada tahun
itu dikirimkan 7000 orang ke Lampung dari Djawa. Untuk 7000
orang itu Pemerintah mengeluarkan biaja 49.000 rupiah, dianta
ranja jang 26.000 untuk biaja kereta api, jang berarti uangnja
masuk kas Pemerintah kembali. Djadi biaja sebenarnja hanja
22.000 rupiah, atau hanja 3 rupiah tiap-tiap orang.
Selandjutnja pemindahan penduduk setjara ini didjalankan.
Pada tahun 1938 dipindahkan 33.000, tahun 1939 45.000, tahun
1940 52.000 orang. Menurut perhitungan, dengan tjara sematjam
itu paling banjak tiap-tiap tahun hanja dapat dipindahkan
1 0 0 . 0 0 0 orang.
B. INDUSTRIALISASI.
Induslrialisasi bagi Indonesia mendjadi satu keharusan jang
tidak dapat clipertangguhkan lama-lama penglaksanaannja. Tidak
hanja terdorong oleh masalah kepadatan penduduk dilapangan
pertanian, tetapi memang soal pengindustrian Indonesia men
djadi masalah jang mesti dilaksanakan.
Tergantungnja sebagian (atau sebagian besar) keperluan
Indonesia akan hasil-hasil industri besar untuk mendjadi Negara
jang modern dari hasil industri luar negeri, akan selalu meng-
hambat kemadjuan.
Sifat agraris Indonesia tidak dapat dipertahankan, dalam
arti tidak disertainja industri disampingnja. Sebab negara jang
hanja menghasilkan bahan-bahan mentah, bagaimanapun djuga
besarnja, akan terus tergantung hidupnja dari negara lain selama
beberapa matjam kebutuhan jang penting-penting masih harus
didapat dari hasil industri negeri asing.
Sebaliknja negara jang hanja bersifat industri semata-mata,
dengan tiada penghasilan bahan makanan dan bahan-bahan
mentah dari negerinja sendiri, akan tergantung hidupnja dari
negeri-negeri lain dalam mentjukupi keperluannja.
Keadaan Indonesia memberi kemungkinan dan sjarat-sjarat
jang besar akan djadinja negara agraria jang berindustri besar,
hingga achirnja Indonesia tidak lagi tergantung nasibnja dari
negeri-negeri lain semata-mata.
Dalam hubungannja dengan persoalan agraria sebagai pang
kal soal dalam buku ini, pengindustrian Indonesia akan berarti
insidentil sebagai penampung tenaga-tenaga jang kelebihan dari
lapangan pertanian jang merupakan pengangguran jang tidak
kentara. Dengan pengertian, bahwa mengingat kesediaan daerah-
daerah diluar Djawa akan bahan-bahan mentah jang diperlukan
bagi hidupnja industri, maka industri-industri itu tidak harus
diletakkan di Djawa, maka pemindahan penduduk sebagai di-
kemukakan diatas tadi, djuga ditudjukan untuk kepentingan
industri diluar Djawa. Djadi transmigrasi atau pemindahan pen
duduk dari Djawa keluar daerah itu tidak mesti bahwa orang itu
hanja terdiri dari orang-orang Tani dari Djawa untuk dipindah
kan sebagai orang Tani djuga diluar Djawa.
Masalah industrialisasi dan transmigrasi harus dipandang
sebagai masalah kemakmuran sebulatnja jang erat berhubungan
satu dengan lainnja.
Berapa tenaga jang harus dipindahkan dari Djawa keluar,
berapa tenaga jang akan dipindahkan dari lapang pertanian ke-
lapang industri di Djawa, harus dihubungkan dengan rantjangan
kemakmuran seluruhnja, dengan rantjangan modernisasi perta
nian serta perubahan bentuk perusahaan pertaniannja. Ran
tjangan transmigrasi, rantjangan industrialisasi dan pembaha
ruan tjara (modernisasi dan mechanisasi) pertanian mendjadi
masalah bulat seluruhnja dengan pembagian sektornja masing-
masing bersama-sama dengan usaha-usaha lainnja jang bersans-
kutan.
VI. PEMBAHARUAN BENTUK PERUSAHAAN
DAN TJARA- PERTANIAN.
melebihi 2 0 kwintal.
Dibanding dengan perusahaan pertanian ekstensif di Ne-
dei’land, jang melulu hanja menanam gandum sadja tidak dengan
tjampur peternakan dan tanaman lainnja, menghasilkan : 2 0
(hektar) X 22,5 (kwintal) X 7,15 rupiah = 3.217,50 rupiah.
Dengan intensif lagi akan dapat tambah besar hasilnja
tetapi biajanja djuga akan lebih besar lagi, hingga sampai se-
paronja.
Dengan perbandingan hasil dan harganja, maka hasil hari
kerdja penuh didaerah tropika lebih rendah dibandingkan de-
ngan hasil hari kerdja ditanah-tanah jang hawanja sedang
seperti di Nederland umpamanja.
Sebab-sebab perbedaan ini ialah diantaranja, terletak pada:
Besarnja perusahaan.
Didaerah tropika, semak-semak dan rumput tumbuh sepan-
djang tahun dengan tjepatnja. Orang tidak tjukup hanja sekali
sadja menjiangi rumput selama umur tanaman, tetapi harus be
berapa kali terus-menerus. Kalau tidak, tanaman dikalahkan oleh
semak-semak itu.
Sebagian besar didaerah tanah tropika itu sangat banjak
hudjannja, hingga sedikit sadja waktu tidak hudjan, sebagai
kesempatan jang baik untuk menjiangi.
Pada tanah-tanah jang kurus, tumbuhnja semak dan rumput
lebih subur dari tanamannja sendiri, karena semak-semak dan
rumput tidak begitu memerlukan tanah subur seperti tanaman
nja itu.
Berhubung dengan itu, ketjuali pemeliharaan selama umur
tanaman itu, djuga soal penggarapan dan pembukaan tanah
meminta tenaga jang besar. Beratnja penggarapan dan selan-
djutnja tenaga dan alat-alat pemeliharaan tanaman inilah jang
menjebabkan, bahwa luas perusahaan pertanian ditanah tropika
seperti di Indonesia ini sangat terbatas, karena memerlukan
banjak tenaga untuk penggarapan tanah dan pemeliharaan
tanaman itu selandjutnja, dalam waktu jang singkat diperlukan
tenaga sebanjak-banjaknja.
Terlambat mengerdjakan akan menjebabkan kegagalan.
Besarnja hasil berdasarkan kesuburan tanah.
Pendleton menaksir bahwa tidak lebih dari 5% tanah di
daerah tropika jang dapat dikatakan kaja (subur). Lainnja itu
kurus, sedikit tjadangan mineralnja, sekalipun tanah sematjam
itu baik djuga buat tanaman-tanaman jang tertentu.
Brook menerangkan bahwa tanah-tanah didaerah tropika
jang mendjadi tandus karena hudjan jang sangat banjak itu,
dapat djuga panen dua kali dalam 1 tahun, tetapi tentu sadja
tidak semuanja dapat.
Selain itu tiap-tiap bidang tanah meminta tenaga lebih besar
dibanding dengan tanah-tanah didaerah jang hawanja sedang.
Atas tanaman ditanah-tanah itu memerlukan beberapa kali pe-
njiangannja. Dengan demikian, berarti bahwa imbangan besarnja
produktivitet tenaga lebih rendah didaerah tropika dibanding
dengan didaerah hawa sedang.
Harga produksi.
Harga produksi pertanian di Indonesia didasarkan atas
harga beras, karena didaerah beras seperti di Djawa lebih dari
50% biaja-biaja hidup orang Tani dan masjarakat umumnja
tergantung dari hasil beras.
Harga beras di Indonesia terpengaruh oleh pasar dunia,
dimana daerah-daerah seperti Birma, Thailand dan Indo China
tetangga-tetangga Indonesia itu membandjiri berasnja dengan
surplus jang besar.
Daerah-daerah tersebut jang sawahnja luas (di Thailand
rata-rata 28 rai — 4,5 hektar tiap-tiap petani), dimiliki oleh
kaum pemilik tanah besar, mendjadi perusahaan pertanian
keluarga jang dikerdjakan dengan tjara deelbouw dan pacht
dengan tidak memerlukan modal bagi pemilik tanahnja, meng-
hasilkan sangat besar, djauh lebih besar dari keperluan makanan
dalam negerinja. Kelebihannja dapat didjual dengan harga jang
berapa sadja rendahnja, karena seperti diterangkan dimuka
pemiliknja sendiri tidak memerlukan mengeluarkan modal untuk
eksploitasi tanahnja itu. Rendahnja harga beras itu tidak begitu
dirasakan sebagai kerugian uang, karena tjaranja memang tidak
dengan mengeluarkan modal, tidak perlu mengurangi produksi
untuk menahan harga, sebagai lazimja terdapat dalam perusa
haan sistim kemodalan, jang mengenai bahaja kelebihan pro
duksi (overproductie), jang berarti turunnja harga, jang perlu
diadakan tindakaan mengurangi produksi untuk mempertahan-
kan harga.
Perbaikan jang harus diusahakan.
Menurut Terra selandjutnja, untuk dapat membesarkan dan
meluaskan perusahaan pertanian di Djawa dan di Indonesia
umumnja, artinja agar tiap-tiap keluarga dapat dan mampu
mengerdjakan tanah lebih luas (kemampuan mengerdjakannja),
pertama kali harus didjalankan setjara efektif dan efesien pem-
berantasan semak-semak dan rumput diladang pertaryan, dengan
mempergunakan alat-alat baru jang baik, alat-alat mesin serta
obat-obatan kimia atau tjara lainnja untuk memberantas rumput
itu dengan setjara jang sempurna.
Pemberantasan semak-semak ini harus didjalankan dengan
tepat dan tjepat. Ketjuali itu tjara penanaman larikan (barisan)
perlu didjalankan untuk memudahkan penjiangan.
Banjak lagi usaha jang harus didjalankan dalam usaha
perbaikan pertanian (tambahnja produksi). Pengetahuan rakjat
Tani akan segala ilmu pertanian dan pengetahuan akan keadaan
dan watak-watak tanahnja sangat perlu untuk segala usahanja.
Pemetjahan tjara lain, agar tiap-tiap keluarga Tani dapat
mengerdjakan tanah lebih luas, ialah memilih tanaman keras
(overjarige cultures), jang tidak begitu banjak meminta tenaga
pemeliharaannja, disamping tanaman bahan makanan. Ketjuali
itu tanaman keras banjak jang tidak begitu meminta kesuburan
tanah. Dengan pemeliharaan jang baik akan lebih banjak me-
nambah penghasilan dari pada tanaman bahan makanan sadja.
Berarti bahwa penghasilan tiap-tiap keluarga Tani akan lebih
tinggi. Maka sebaiknja diusahakan dapatnja dengan tjara tjam-
puran, jaitu tiap-tiap Tani menanam bahan makanan disamping
itu menanam tanaman bahan perdagangan.
Selandjutnja, dengan setjara lengkap dan tersusun, Ir. G.C.
W. Tergast menguraikan dalam madjalah Landbouw tahun ke-
22/1950, berkepala „Vergrooting van de bedrijfsbasis in de Indo-
nesische Landbouw, in het bijzonder op Java en Madura” ,
Untuk memperlengkap pandangan dan pengetahuan dalam
hubungannja dengan maksud pembaharuan dilapangan agraria,
disini dimuatkan sebagian tulisan Tergast itu, baik untuk men
djadi bahan pertimbangan dalam kita mempergunakan tanah
bagi kemakmuran. Oleh Tergast terutama dikemukakan peru
bahan bentuk perusahaan pertanian Rakjat, untuk menjesuaikan
kekuatan mengerdjakan dengan hasil jang mesti ditjapai. Baik
untuk keluarga Tani sendiri, maupun untuk keperluan hidup
masjarakat seluruhnja, sebagai masalah mati hidup.
Menurut perhitungan Tergast, penduduk Indonesia jang
bekerdja (de werkende bevolking) dari perhitungan tjatjah
djiwa tahun 1930 ada 36% dari djumlah penduduk semua
(lainnja adalah anak atau orang tua jang sudah tidak mampu
bekerdja).
Dari djumlah itu jang bekerdja dilapangan pertanian :
Daerah Dipertanian Pertanian Djumlah
Rakjat: asing :
Djawa 55% 3 % 58 %
Sumatera 6 8 % 13 % 81 %
Kalimantan 72% 1 % 73 %
Sunda Ketjil, Sulawesi 73% 0,5% 73,5%
dan Maluku.
Prosentasi ini dikira-kirakan sekarang sudah lebih rendah.
Terutama makin besarnja orang desa jang tertarik kekota, dan
djuga dengan kemadjuan perusahaan-perusahaan dikota dan
perdagangan, mengurangi djuga orang jang bekerdja dilapangan
pertanian. Kalau dikira-kirakan bahwa selama waktu ini (sedjak
tahun 1930) kenaikan penduduk bertambah dengan 25%, maka
turunnja prosentasi orang jang bekerdja dilapangan pertanian
di Djawa dapat dipastikan tidak mengurangi djumlahnja orang.
Jang terang bahwa penduduk jang bekerdja dilapangan perta
nian masih merupakan prosentasi jang terbesar diantara seluruh
penduduk negara Indonesia jang agraris ini.
Sebab itu kemadjuan dan perkembangan pertanian buat
bangsa dan Rakjat Indonesia mendjadi faktor jang sangat Ren
ting dipandang dari sudut sosial ekonomis.
Kemadjuan eksport bahan-bahan pertanian dari hasil
tanaman Rakjat sendiri disamping hasil onderneming asing,
mendesak djuga tanaman bahan makanan sebagai tanaman pokok
pertanian Rakjat semula. Karena itu persediaan bahan makanan
tidak dapat mengimbangi tambahnja penduduk. Makin lama
makin ketjil bagian beras bagi tiap-tiap djiwa penduduk di Indo
nesia.
Kemunduran bagian beras bagi tiap-tiap penduduk di Indo
nesia, disebabkan karena tambahnja produksi tidak sesuai
dengan tambahnja penduduk, (tahun 1856 rata-rata seorang
115 kg; tahun 1916 — 1924 rata-rata 96 kg; tahun 1928 — 1937
rata-rata 81 kg; tahun 1950 dikira-kirakan tidak lebih dari 70 —
80 k g ). Untuk mentjukupi kebutuhan makan selalu terpaksa
didatangkan beras dari luar negeri. Jang paling besar menda-
tangkan beras sebelum perang jaitu pada tahun 19S9 sebanjak
720.000 ton, atau kira-kira 12% dari kebutuhan beras di Indo
nesia.
Tambahnja kepadatan penduduk di Djawa tidak dapat di-
imbangi dengan tambahnja hasil beras dan bahan makanan
lainnja, karena itu menu makanan penduduk mendjadi turun.
Berkat pertanian jang intensif di Djawa, dengan intensifnja
tanaman giliran disawah, ditambah tanaman ditanah kering,
masih dapat sekedar mempertahankan keperluan.
Okupasi sawah disekeliling tahun 1900 kira-kira 105%,
berarti tambahan 5 % dari luas penggarapan setjara tradisionil
jang lama. Pada tahun 1940 okupasi sawah bertambah mendjadi
140%. Dengan perbaikan pengairan, pemupukan dan sebagainja,
tanah Djawa masih akan dapat diokupasikan sampai 185% dari
luas tanah. Dengan perhitungan dan teori ini, sawah di Djawa
masih akan sanggup memberi makan,— dengan menu makanan
jang rendah— , kepada 60.000.000 orang. Menurut tambahnja
penduduk setjara biasa dengan tiada gangguan-gangguan jang
dapat mengurangi banjaknja penduduk, masih dapatlah men-
tjapai hasil untuk memberi makan kepada penduduk sampai
djumlah penduduk tahun 1958.
.Sebagai diketahui dasar makanan Rakjat Indonesia itu
sangat kurang zat putih telur dari binatang, dan hanja dari
tumbuh-tumbuhan (vegetaris). Hanja 7 kg. tiap-tiap tahun tiap
orang pemakaian zat putih telur dari binatang (dierlijke eiwit).
Keadaan bahan makanan di Djawa sangat labiel (tidak
tetap). Kegagalan panen mudah menggontjangkan keadaan
bahan makanan itu.
Didaerah - daerah luar Djawa keadaan bahan makanan
umumnja lebih baik dari pada keadaan makanan di Djawa.
Tetapi didaerah Sunda Ketjil umumnja labiel keadaannja seperti
di Djawa.
Dengan perbaikan dalam lapangan pertanian, ada djuga
kenaikan produksi padi di Djawa.
Perusahaan pertanian di Djawa dapat dilihat, pertama dari
milik tanah jang sangat ketjil. Menurut perhitungan tjatjah
djiwa tahun 1939, tiap-tiap djiwa penduduk di Djawa hanja
mendapat uagian tanah pertanian 0,19 ha, diantaranja hanja
0,08 sawah. Diluar Djawa tanah pertanian lebih besar, tetapi
tidak ada perusahaan pertanian sawah jang lebih dari 2 ha, djadi
luas pertanian ketjil-ketjil, sekalipun belum kekurangan tanah.
Ada djuga di Indonesia (termasuk djuga di Djawa) pemilik
tanah jang besar (grootgrondbezitters), tetapi mereka tidak
mengusahakan tanahnja itu setjara perusahaan besar. Tanah
jang luas itu dikerdjakan orang dengan maro atau persewaan
dalam persil jang ketjil-ketjil. Dengan perusahaan jang ketjil-
ketjil ini, sekarang masih dapat memberi sekedar makan kepada
penduduk dengan ukuran jang rendah. Dari kelebihannja jang
untuk dimakan keluarga Tani itu sering masih dapat sekedar
memberi makan kepada penduduk lainnja.
Ketjilnja perusahaan pertanian menghalang-halangi efisien-
si perusahaannja, tidak dapat untuk mendjalankan atau mem-
praktekkan tjara-tjara pertanian jang baru. Usaha menambah
penghasilannja djuga sukar ditjapai. Lebih-lebih karena modal
jang diperlukan dalam usahanja itu tidak ada, terpaksa tidak
dapat memperbaiki perusahaannja. Kurangnja pengetahuan
serta ikatan-ikatan adat dan tachajul menambah halangan lagi
untuk kemadjuannja.
Penerangan, pendidikan, sangat perlu, tetapi djuga kredit
tidak bisa diabaikan untuk mengubah keadaan tani jang se
karang ini.
Keadaan-keadaan untuk mentjapai kenaikan penghasilan
buat perbaikan hidup tani, memberi kesimpulan, bahwa penglu-
asan „unit Tani” , harus mendjadi pangkal pertama dalam
usaha mengubah dasar-dasar pertanian Rakjat, untuk dapat
mempertahankan keperluan hidup penduduk Indonesia seluruh-
nja. Tertjapainja ketinggian penghasilan Tani dari perusahaan
nja akan dapat mentjapai kemakmuran Tani, dan kemakmuran
Tani akan dapat memperbaiki penghidupan Rakjat pada umum
nja.
Untuk perbaikan makanan berdjuta-djuta Rakjat Indonesia,
maka kekuatan, kemampuan serta kesehatan Taninja sendiri
mendjadi soal jang sangat penting.
Bagi Indonesia jang terdiri dari pulau-pulau, sangat mudah
terganggu perhubungannja antara satu dengan lainnja dalam
situasi dunia jang tidak tentu. Maka kenaikan hasil pertanian
dan terutama bahan makanan harus lebih tjepat dari kenaikan
tambahnja penduduk. Pengindustrian Indonesia akan melahirkan
besar-besaran golongan buruh jang kepentingan makanannja
lebih besar dari orang Tani sendiri, lebih mengharuskan adanja
persediaan bahan makanan jang lebih banjak.
Dari penduduk 46.000.000 di Djawa (tahun 1939) itu, dapat
dikira-kirakan 25.000.000 jang langsung hidup dalam usaha
pertanian.
Kalau tiap-tiap keluarga terdiri dari 5 orang, maka terdapat
5.000.000 keluarga Tani di Djawa, dengan luas sawah 3.400.000
ha dan 4.500.000 ha tanah kering atau djumlah semua 7.900.000
ha. Rata-rata satu keluarga Tani dengan 0,68 ha sawah dan
0,90 ha tanah kering atau semuanja rata-rata 1,58 ha.
Perusahaan pertanian jang seketjil ini tidak dapat untuk
mengadakan pembaharuan, dan tidak efisien untuk pertanian
jang baik. Perubahan jang harus ditempuh jaitu dengan menga
dakan „pertanian tjampuran” sebagai djalan satu-satunja, baik
dari, sudut ilmu pertanian maupun dari sudut sosial ekonomis.
Perusahaan tjampuran ini menggabungkan temak dengan usa
ha pertanian.
Untuk perusahaan pertanian tjampuran jang efisien, diper-
lukan kesatuan ternak, luas perusahaan, makanan bagi ternak
dari sisa produksi serta kebutuhan pupuk perusahaannja, de
ngan menghubungkan satu dengan lainnja setjara teratur.
Menurut perhitugan, satu pasang ternak kerdja dapat mem-
bantu pekerdjaan pertanian seluas 4 a 5 ha. Sisa-sisa produksi
dari tanaman 5 ha dapat memberi makan kepada 4 a 5 kesatuan
ternak. Tiap-tiap kesatuan ternak tiap-tiap tahun dapat mengha-
silkan pupuk organik 4 a 5 ton sedang tiap-tiap ha memerlukan
kira-kira 5 ton pupuk organik itu. Djadi tiap-tiap kesatuan ter
nak dapat mentjukupi 80% keperluan pupuk. (Satu kesatuan
ternak terdiri dari: seekor lembu atau kuda atau kerbau, ditam-
bah 5 - 7 ternak ketjil atau 25 -30 unggas (ajam, itik).
Luas perusahaan pertanian Rakjat seperti sekarang ini,
antara V/z a 2 ha, tidak dapat didjadikan dasar perusahaan
tjampuran jang efisien. Untuk perusahaan pertanian tjampuran
jang baik, diperlukan luas seketjil-ketjilnja 5 ha. Berhubung
dengan perbedaan tanah dan lain-lain tidak harus sama luas
perusahaan pertanian.
Pada umumnja dapat ditetapkan, bahwa buat pertanian
tjampuran sawah jang baik minimumnja dapat lebih ketjil.
(3,5 a 4 ha), sedang jang melulu tanah kering minimumnja
lebih lebar (5 a 7 ha).
„Unit Tani” 5 ha itu digabungkan dengan ternak memer
lukan tenaga keluarga Tani. Dengan tjara ini, tenaga Tani akan
tidak banjak menganggurnja seperti sekarang. Dalam pertanian
sawah jang sekarang, banjak sekali menganggurnja selama
satu tahun. Dengan tjara jang baru ini dapat dikurangi sebanjak-
banjaknja.
Perubahan bentuk dan tjara pertanian ini, akan mengubah
keadaan, jaitu tanah 5 ha jang sekarang diusahakan dan dimi-
tiki oleh lk 2 V2. a 3y 2 keluarga akan diusahakan oleh 2 keluarga
tani sadja. Berarti akan „mengusir” Vi a V/2 keluarga tani dari
pekerdjaan langsung dilapangan pertanian.
Dengan bentuk dan tjara jang baru ini terutama dimak-
sudkan akan dapatnja tambah produksi, untuk hidupnja sen
diri dan untuk dapat menghidupi seluruh masjarakat. Hal ini
terutama dan pertama ditudjukan untuk keadaan di Djawa
jang sudah sangat mendesak. Dalam rantjangan ini Tergast ha
nja memperhitungkan tanah pertanian jang ada di Djawa se
karang, dengan tidak mengingat kemungkinan tambah luasnja
tanah pertanian jang memang akan sedikit sadja dapat diha-
rapkan.
Tergast menundjukan beberapa matjam (tipe) perusahaan
pertanian tjampuran jang dapat didjalankan di Djawa sebagai
pengganti tjara jang lama:
I. Melulu tanah sawah, dengan pengairan baik;
II. Melulu tanah sawah, dengan pengairan kurang baik ;
III. Melulu sawah dengan pengairan baik ditambah tanaman
te b u ;
IV. Melulu sawah dengan pengairan kurang baik ditambah de
ngan tanaman tem bako;
V. Melulu tanah kerin g;
VI. Kombinasi sawah dengan tanah kering;
Pada semua tipe itu diperhitungkan, pemakaian tanah
sebagian berupa pekarangan, untuk kepentingan sajuran, tanam
an obat-obatan, rempah-rempah dan buah-buahan. Hasilnja dapat
untuk menambah perbaikan menu makanan, disamping itu dapat
menambah penghasilan uang. Perhitungan hasil didasarkan
rata-rata kwalitet tanah dan keadaan pengairannja, pengalaman
pemakaian pupuk organik, tjara giliran jang intensif, memper-
gunakan tjara technik pertanian sebaik-baiknja, ditambah
dengan didjalankannja pemberantasan hama dan penjakit de
ngan saksama.
Perusahaan sematjam ini dikehendaki pemakaian alat-alat
jang tjukup dan baik, tidak seperti sekarang, seperti : pema
kaian badjak dan sisir besi, alat-alat penjiangan, sabit untuk
panen dan sebagainja.
Dengan perhitungan harga-harga sebelum perang, maka
penghasilan dari unit tani dalam satu tahun dapat diperhitung
kan, sebagai berikut :
T i - p e I.
Melulu sawah dengan vengairan baik.
Terdiri dari 3 ha sawah dengan pengairan baik dan 1 ha
tanah kering untuk pekarangan, djadi semua ada 4 ha.
Pekarangan jang 1 ha itu dipergunakan : i/ 4 ha untuk
tempat tinggal (rumah), kandang, gudang, tempat pendjemuran
dan pembuatan kompos ; Vd ha untuk pohon buah-buahan, dan
tanaman lainnja, dan 1/4 ha untuk sajur-sajuran.
Pemakaian 3/4 ha pekarangan diatas itu diperhitungkan
sebagai berikut :
Va ha sajuran : Hasil : Harga :
250 m- sajuran (daun) 1250 kg. f. 62,50
250 m- bangsa katjang 250 kg. 12,50
dengan tomat (150 m-) 300 kg. 30,—
lombok ( 1 0 0 m-) 1 0 0 kg. 10,—
2 0 0 0 m 2 ubi djalar : 20 kwintal 25,—
2 0 kwintal daun —
katjang hidjau 4 kwintal bidji 40,—
Vz ha tanaman buah-buahan dan sebagainja :
1500 m- kelapa (30 batang)1800 butir f. 36,—
600 m2 pisang (25 rumpun) 5000 buah 25,—
400 m- djeruk (10 batang) 2500 buah 25,—
500 m- papaja (20 pohon) 400 buah 12,—
2 0 0 0 m- bambu, turi, lamtoro dan ± 40,—
rempah-rempah ± 2 0 ,—
sebagai pagar 2 0 0 batang randu ± 40,—•
T nnaman dim.
kw. kw/ ha lah
3
IV 2 padi gadu 100 | padi 30 45 180
IV 2 djagung (maka ! |
nan ternak) daun 100 I | — — —
1 kedele daun- 5 kedele | 10 10 100
1 katjang tanah daun2 10 kaljangl 12 12 120
K ubi daun 50 ubi 11 150 75 93
Djumlah : makanan ternak 365 Djumlah h a sil: f 973 —
Untuk unit tani seluas itu digabungkan ternak: 2 ekor ternak
besar sebagai ternak kerdja, setahun menghasilkan seekor anak
lembu, dan sekedar susu ; 6 kambing, satu tahun menghasilkan
6 ekor kambing (anaknja); 25 ekor ajam, diantaranja 20 ekor
1 padi rendeng
gendjah djerami 25 padi 20 2u
CO
1
0
2 padi rendeng
umur pandjang djerami 70 padi 25 50
to
1
0
o
1 tembako — — tembako
kering 5 5 50,—
1 djagung maka- daun 30 —-
| nan ternak
1 | djagung daun 25 djagung 15 15 30,—
1 | kedele daun 5 kedele 5 5 50,—
Djumlah makanan ternak 155 | Harga hasil f 410,—
Sisa f 87 —
T ip e V.
Melulu tanah kering.
Perusahaan ini terdiri dari Vi ha pekarangan dan 4j/£ ha
ladang dengan pemakaian sebagai berikut :
y 2 ha pekarangan dipergunakan untuk perumahan dan se
bagainja, jang separo (^4 ha), jang V\ ha dipergunakan untuk
tanaman-tanaman seperti berikut :
Hasil Harga :
200 m2 tanaman rempah- ±. f 20,—
250 m2 sajuran (daun2an) 1250 kg >» 62,50
200 m2 katjang2an 200 kg j> 10 —
dengan tomat (100 m2) 200 kg >> 20,—
dan lombok (100 m2) 100 kg n 10,—
600 m2 bambu, turi, lamtoro — 15,—
100 m2 papaja (10 pohon) 200 buah >> 6 —
250 m2 pisang (10 rumpun) 2000 buah >> 10,—
200 m2 djeruk (5 pohon) 1250 buah j) 12,50
200 m2 mangga (3 pohon) 750 buah )> 11 —
300 m2 nangka (5 pohon) 50 buah )5 7,50
kelapa (14 pohon) tersebar 700 butir >> 14,—
400 batang randu sebagai pagar 200 butir >> 80,—
dengan sirih, blimbing dsb. ± ,, 21,50
Hasil kotor tiap-tiap tahun ........................................... f 300,—
Tipe VI.
sawah: [
1,5 | padi rendeng djerami 75 padi 28 42 f 168
1 •I djagung daun 30 djagung 20 20 „ 40
1 I katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 7 7 „ 70
0,75 j kedele daun2 8 kedele 10 7 „ 70
tegalan: |
0,75 padi gogo
| djerami 20 padi 27 20 „ 80
0,75 djagung maka
j
nan ternak daun 25
0,75 | kedele daun2 8 kedele 8 6 „ 60
0,75 | djagung daun2 40 djagung 20 15 „ 30
0,75 1 katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 9 7 „ 70
0,75 ] singkong daun2 8 singkong 150 112 „ 140
0,75 | djagung daun 40 djagung 20 15 „ 30
0,75 j katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 9 7
„ 70
Pekara
Tarah pertanian (sawah/ladang)
ngan
Tipe
Katjang Sing
Padi Djagung Kedele Ubi Katjang Sajuran
tanah kong
I. 165 — 10 12 95 — — 18
II. 105 20 24 7 20 — 4 18
III. 75 10 8 12 20 — 4 18
IV . 70 15 5 — 20 — 4 18
V. 40 -' 60 16 26 30 150 4 16.5
Seluruhnja produksi dengan rantjangan itu (dalam hitungan
djutaan kw intal):
1
l
I
i
:
j
idjo
. perusahaan
Singkong
ec
Banjaknja
Djagung
Sajuran
c
Kedele
re
-5
'S7
Tipe
c lo
Katjang
a. ® 5". D
1
J
kan kekurangan tanah pertanian, menganggap bahwa adanja
hutan itu sebagai barang jang berlebih-lebihan disamping keku
rangan tanah untuk pertanian jang sangat mendesak.
Kurangnja pengertian akan gunanja hutan, menimbulkan
tindakan jang dapat mengakibatkan bahaja, jang tidak dapat di-
elakkan lagi, tindakan jang dapat menimbulkan malapetaka bagi
pertanian kita turun-temurun.
Ketandusan tanah karena erosi jang menghanjutkan lapisan
tanah jang baik buat pertanian menghilangkan chasiat tanah
itu bagi manusia dan akan menimbulkan bahaja kemiskinan dan
kelaparan jang tidak dapat dikedjar kembali dalam puluhan
dan ratusan tahun.
Berapa luas hutan di Indonesia dapat ditundjukkan dibawah
ini (angka-angka tahun 1942) :
Luas hutan
Djiwa
Luas daerah
D, tiap-tiap Djumlah % dari
dalam km^
km2 km2 luas daerah
M e n i m b an g :
Perlunja ada ketetapan tentang peaturan-peraturan menge
nai pemerintahan dan anggaran rumah tangga desa di Djawa
dan Madura.
Mengingat:
Pasal-pasal 20, 29, 31, 33 dan 71 dari Peraturan tentang
kebidjaksanaan Pemerintah.
Menetapkan:
Peraturan dibawah ini tentang pemerintahan dan anggaran
rumah tangga dari desa-desa di Djawa dan Madura.
B a b I.
Tentang Organisasi dan pendapatan uang masuk dari
Pamong Desa.
Pasal 1.
Pemerintahan didesa didjalankan oleh Kepala Desa, dibantu
oleh beberapa orang jang ditundjuk, jang dengan Kepala desa
tersebut merupakan pemerintah desa.
P a s a l 2.
a. Peraturan tentang pemilihan Kepala-kepala Desa dan penge-
sjahan oleh jang berwadjib, dengan mengingat ketetapan-
ketetapan dalam pasal 71 dari Peraturan Pemerintahan, di
tetapkan dengan Peraturan Umum.
b. Susunan pemerintahan desa selandjutnja ditetapkan oleh
Dewan Perwakilan Rakjat Kabupaten, dengan"disjahkan oleh
Dewan Pemerintah Propinsi.
c. Tjara penetapan dan pemetjatan anggauta-anggauta dari
Pamong Desa, ketjuali Kepala Desa, diserahkan kepada D.P.R.
Kabupaten, mengingat adat ditempat itu.
P a s a 1 3.
Pendapatan jang diberikan oleh Desa kepada Kepala Desa
dan perabot-perabot desa lainnja jang berupa tanah bengkok,
maupun matjam lainnja, djika hal ini mungkin dan mengingat
djuga kepentingan Rakjat diatur oleh Bupati, mengingat per-
aturan-peraturan jang ditetapkan oleh D. P. R. Kabupaten me
ngenai hal ini.
B a b II.
Tentang pemerintahan desa jang mendjadi wakilnja.
P a s a l 4.
Dengan tak mengurangi apa jang tertulis dalam titel kedua
dari Inlandsche Reglement tentang kewadjiban seorang Kepala
Desa, umumnja Kepala Desa tersebut bertanggung djawab atas
berlangsungnja pemerintahan, keadaan rumah tangga desa, ke
tjuali djika kewadjiban tersebut diserahkan kepada orang lain.
P a s a l 5.
a. Kepala Desa berkewadjiban mengatur peralatan, keuangan
dan milik-milik dan kekajaan lainnja dari desa, sesuai dengan
peraturan-peraturan jang ditetapkan oleh D. P. R. Kabupaten
dan pada umumnja ia berkewadjiban mengganti kerugian
jang timbul karena kemalasan atau kechilafannja.
b. Dari pada peraturan-peraturan jang tersebut dalam ajat per-
tama, diketjualikan tentang pendirian utang-piutang jang
kemudian akan ditetapkan dalam ordonansi.
Pasal 6.
a. Pada waktu mendjalankan kewadjibannja Kepala Desa me
minta nasehat kepada anggauta-anggauta lainnja dari peme
rintahan desa. e
b. Pada waktu mengambil keputusan soal-soal jang penting,
ia sebelumnja berunding dulu dengan rapat, jang terdiri atas
anggauta-anggauta Pemerintahan desa, dan djuga penduduk
jang berhak memilih Kepala Desa, sesuai dengan adat tjara
setempat.
c. Djika keputusan-keputusan jang akan diambil itu hanja me
ngenai kepentingan-kepentingan dukuh sadja, maka jang
dipanggil untuk menghadliri rapat ialah mereka jang berhak
memilih Kepala Desa, dan beberapa orang jang menurut adat
tjara setempat dapat turut serta dalam rapat tersebut.
d. Keputusan jang tersebut dalam ajat kedua, djika ia berten-
tangan dengan undang-undang atau kepentingan umum,
selamanja dapat dibatalkan oleh D. P. R. Kabupaten ja’ni
dengan besluit jang memuat sebab-sebabnja.
Tentang keputusan dari D. P. D. Kabupaten boleh meminta
banding pada D. P. D. Propinsi, dalam waktu sebulan.
P a s a l 7.
Sesuai dengan peraturan-peraturan, pamong desa bertang-
gung djawab atas dapat dipakainja bangunan umumnja, umpa-
manja : djalan-djalan dengan djembatan dan selokan-selokannja,
gedung-gedung, lapangan-lapangan, pasar-pasar, leiding air dan
tempat air.
Pasal 8.
a. Kepala Desa mewakili desa didalam dan diluar hukum.
b. Seperti jang tersebut dalam ajat pertama pasal 11 sub c,
ja’ni dengan surat kuasa, maka D.P.D. Kabupaten dapat
menundjuk orang lain buat menggantikan Kepala Desa se
bagai wakil, bilamana ada sjak, bahwa Kepala Desa itu tidak
akan dapat mempertahankan dengan baiknja keperluan de-
sanja.
e. Penundjukan jang tersebut dalam ajat diatas ini tidaklah da
pat berlaku, ketjuali kalau bagian terbanjak dari penduduk
jang wadjib memilih Kepala Desa mufakat dengan perbuatan
jang dikehendaki itu dan tjotjok dengan pemilihan peng-
ganti itu.
d. Surat panggilan dan sekalian surat lain dari djuru sita akan
diberitahukan kepada Kepala Desa sendiri atau ditempat
kediamannja. Pegawai, jang diperintahkan mendjalankan
pekerdjaan djuru sita memberitahukan perbuatannja itu ke
pada D. P. D. Kabupaten.
P a s a l 9.
a. Sewaktu Kepala Desa berhalangan, berdasarkan artikel-arti-
kel jang memuat hak-hak dan kewadjiban Kepala Desa, maka
kewadjiban tersebut diserahkan kepada seorang jang berhak
menurut adat tjara setempat.
b. Peraturan diatas ini berlaku djuga untuk mereka, jang me-
wakili Kepala Desa, pada waktu ia berhalangan mendjalan
kan kewadjibannja, dengan pengertian bahwa D.P.D. Kabu
paten jang menundjuk orang jang harus mewakili desa
didalam dan diluar hukum, orang tersebut dapat djuga
orang jang mewakili Kepala Desa atau orang lainnja.
B a b III.
Dari hal milik dan kekajaan dari Desa dan penuntunan
hak atas nama Desa.
P a s a l 10.
Ketjuali apa jang tersebut firman Pemerintah tanggal 1
April 1885 no. 22 (Indische Staatsblad no. 102), dari art. 11
bab b, peraturan ini, dilarang mendjual atau menggadaikan
tanah desa.
Pasal 11.
1). Djika D.P.D. Kabupaten tak memberikan idjin tertulis desa
tak diperbolehkan :
a. memindjam uang.
b. membuat persetudjuan dengan sjarat-sjarat jang memberat-
kan jang bertudjuan mendapatkan tanah, mendjual, meng
gadaikan tanahnja dan rumah dan barang-barang lainnja
jang tak dapat bergerak.
c. menuntut atau menerima suatu dakwaan atas dasar hukum,
djika masih ada djalan lain.
2 ). Surat izin menurut alinea (1) itu tak dapat diberikan, se-
belum disetudjui oleh jang wadjib memilih Kepala Desa jang
terbanjak.
Permufakatan dari orang jang berhak memilih Kepala De
sa tidak diperlukan untuk menuntut utang kepada Bank
dan Lumbung desa.
3). Djika ada penolakan pemberian idjin tersebut, maka D.P.D.
Kabupaten itu memberi tahukan kepada D.P.D. Propinsi.
P a s a l 12.
1). Persetudjuan dari suara terbanjak penduduk desa jang bep
hak memilih Kepala Desa itu diminta, djika ada :
a. penjerahan tanah desa kepada negara.
b. pemakaian atau pemindjaman dari tanah desa kepada
bangsa Indonesia.
c. pemakaian atau pemindjaman dari barang-barang tak
bergerak kepunjaan desa.
2 ). Kalau dipandang perlu D.P.R. Kabupaten mengadakan
pembatasan barang-barang jang termasuk tak bergerak
(onroerende goederen).
3 ). Persetudjuan tertulis dalam alinea 1 sub b dan c tak boleh
melebihi waktu 5 tahun.
Pasal 13.
1). Pemilik dari tanah desa, pemilik apanage tak diperbolehkan
memindjamkan tanahnja kepada bangsa Indonesia lebih la
ma dari waktu memakainja.
2 ). Persetudjuan-persetudjuan tersebut dalam alinea diatas tak
merobah hubungan hukum sipemindjam atau jang memin-
djam terhadap negara atau desa, dengan tak mengurangi ke-
kuasaan kedua belah pihak jang berhubungan dalam meme-
nuhi kewadjibannja kedua belah pihak, jang tertjantum
dalam persetudjuan.
3).Mengobah luasnja dan lamanja memakai bagian-bagian ta
nah desa, hanjalah boleh terdjadi dengan mufakatnja tiga
perempat dari banjaknja orang jang berhak mendapat bagi
an tanah desa, atau tanah kepunjaan pedukuhan jang mem
punjai tanah peladangan sendiri.
Pasal 14.
1). Tindakan-tindakan, persetudjuan-persetudjuan jang dibuat,
jang bertentangan dengan artikel-artikel dalam bagian ini,
dianggap tak sjah.
2) .Penuntutan pembajaran kembali dari apa jang telah dite
tapkan semula, sebagai jang tersebut dalam alinea-alinea
diatas, tak diperbolehkan; atau penuntutan-penuntutan la
innja jang berdasarkan persetudjuan semula.
Pasal 15.
(dit j abut). j
B a b IV.
Tentang perintah kerdja wadjib didesa dan padjak desa.
P a s a l 16 .
1). Kepala Desa berhak memanggil penduduk desa untuk
mengerdjakan kerdja wadjib didesa, berdasarkan atas art.
3,4, dan 7 dengan mengingat adat tjara setempat dan meng
ingat pula peraturan-peraturan D.P.R. Kabupaten untuk
mengadakan pembatasan-pembatasan jang adil.
2 ).Dimana menurut djalannja pemerintahan tanggung djawab
diserahkan kepada orang atau Badan tadi.
P a s a l 17.
Peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuh-
an desa sebagai jang tersebut dalam alinea 1 dan artikel diatas
atau tindakan jang lain untuk berganti-ganti melakukan kerdja
wadjib didesa djika tidak diperintahkan oleh Pemerintah tak
boleh didjalankan sebelum mendapat persetudjuan dari dju
mlah terbanjak penduduk desa (jang berhak memilih Kepala
Desa).
P E N U T UP.
P a s a l 18 .
D.P.R. Kabupaten mengatur bagaimana mesti dinjatakan
mufakat jang tersebut pada fasal 11,12,13 dan 17 dan keputus
an tersebut pada ajat kedua dari pasal 6 .
P a s a l 19.
Jang dimaksudkan dengan bangsa Indonesia dalam Ordo-
nansi ini tak termasuk mereka jang dapat hak persamaan.
P a s a l 20.
1 ). Ordonansi ini dinamakan :
Inlandsche Gemeente Ordonantie (Peraturan Desa).
2 ). Ordonansi ini berlaku di Djawa dan Madura.
Ordonansi ini mulai berlaku :
pada 1 Maret 1906.
im
KETERANGAN ORANG JANG HARUS BERODI. *)
Menurut pasal 1 dan 2 pasal 1 ordonansi tanggal : 21 Ja-
nuari 1914 (Stbl. No. 101), 28 Maret tahun itu djuga (Stbl.
No. 316), 9 Januari 1915 (Stbl. No. 21) dan tanggal 21 Januari
1916 (Stbl. No. 6 6 ) dengan segala ubahannja menurut Stbl. 1919
No. 723, Stbl. 1920 No. 658 dan 692, Stbl. 1924 No. 72, Stbl.
1928 No. 62).
Stbl. 1914 No. 101.
a. dikeresidenan Rembang.
orang jang mempunjai tanah peladangan (bouwgrond),
empang (belumbang), pekarangan, kebun atau rumah,
begitu djuga kepala rumah tangga satu-satunja jang tidak
memburuh kepada orang lain.
b. diafdeling Krawang karesidenan B etaw i: orang jang mem
punjai tanah peladangan, empang, pekarangan, kebun atau
rumah, ketjuali jang hanja mempunjai rumah sadja dibagian
distrik Sindangkasih dan Darangdan, jang dahulunja dise-
but distrik Gandasoli keresidenan Periangan;
c. dikeresidenan Pekalongan :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun;
d. dikeresidenan Tjirebon :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun, dan djuga diafdeeling Tjirebon (ketjuali controle-
afdeeling Kuningan) dan afdeeling Indramaju, begitu pula
didistrik Radjagaluh, Djatiwangi dan Madjalengka (ketjuali
11 buah desa jang dahulu masuk bagian distrik M adja):
sekalian jang mempunjai rumah dan segala orang jang diam
disitu jang tidak memburuh kepada orang lain;
IT ?*1
w >asM"
ahu 100 /, IU.
1 197
T
67. Kalau ada orang ketjurian maka ada orang gogol bisa
kasih keterangan pada politie sampai bisa tangkap maling-
nja dia dibebaskan dari pekerdjaan desa dalam 1 bulan,
begitu djuga kalau jang hilang itu barangnja sendiri-
P&rang siapa menjembunjikan keterangan dihukum peker-
ufaan desa, Valau perintah atau gogol lamanja 2 bulan,
kalau angguran atau sinoman tidak boleh djadi gogol se-
lamanja.
6 8 . Barang siapa datan& mertamu atau ketamuan sampai liwat
belakangtidak
117. Djika ada orang gogol minta pengadilan apa- pada lurah
serta sudah dirembug lurah perintah selesih, ma*a
terima lagi, mesti terus rapori konaer ,
itu orang dirungkapkan pekerdjaan desa 1 bulan dan di
lepas gogolnja selamanja.
118. Djika ada orang gogol beli pekerdjaan bulanan mesti ra-
port pada lurah djika tidak rapport dirungkapkan pe
kerdjaan 5 dudukan.
119. Semua orang gogol bikin perintah antek saben 2 tahun
diganti tetapi kena padjeg kepala dapat sawah Va bahu
dipadjegi sendiri (desa Tekik).
120. Orang gogol kalau menjewa sawah mesti rapport pada
lurah kalau tidak rapport maka dibelakang sampai ada
klachtnja.
121. Orang gogol jang tidak punja pekarangan tidak boleh djadi
gogol lagi.
122. Lurah lama dapat pensiun sawah 250 ru, jang madjegi
orang gogol semua (satu dua desa).
123. Perintah antarkan djual beli kewan atau nikah tidak di
beri pesangon.
124. Ada sawah diluar legger lebarnja 105 ru diminta oleh
lurah dan dikasihkan buat selamanja (Tjepiples).
125. Kalau lurah terima rapport ada orang melanggar perdjan-
djian maka lurah tidak djalankan bagaimana mestinja
lurah dihukum tidak diberi pantjen 1 bulan.
126. Boleh pendapa lurah kalau rusak orang gogol jang bikin
betul, perkakas dari gogol (satu dua desa).
127. Orang gogol jang keliwatan pekerdjaan heerendienst di
ganti pekerdjaan dirumahnja lurah 2 hari. (Bulang).
128. Djika orang gogol sampai 4 kali dirungkapkan dilepas
gogolnja dan sawahnja dirombak orang banjak.
129. Djika ada orang narik urunan buat bikin rumah genteng
diuruni f. 20 oleh orang banjak (Bulang).
130. Barang siapa dapat perintah njiram djalan, menggarap
atau mengapur gredja dan pagar maka tidak nurut se-
lainnja hukuman dari negeri dikenakan pekerdjaan desa
6 hari.
Kepetengan Kamituwa.
Wong gogol
Kepetengan ..................
............ Kamituwo
Orang gogol.
Lam piran: V.
BAB I.
K E T E N T U A N
PERTANIAN BESAR.
Staatsblad 1904 No. 304, diubah dan ditambah dalam Staats-
. • blad 1909 No. 311 dan 1912 no. 349.
PERKARA-PERKARA JANG BERHUBUNGAN DENGAN
HUKUM TANAH.
PAK TURUN - TEMURUN.
Sjarat-sjarat tentang menimbang permohonan
hak pak turun-temurun atas tanah jang ma
suk golongan tanah-Negeri ditanah Djawa dan
Madura, dan menawarkan tanah-tanah itu de
ngan hak tersebut.
Dengan mentjabut pasal 1 dari firman tanggal 27 Desember
1872 No. 28 (Staatsblad 237b) ditetapkanlah, bahwa tatkala
menimbang permohonan hak pak turun-temurun atas tanah
jang masuk golongan tanah Negeri ditanah Djawa dan Madura,
dan tatkala menawarkan tanah itu dengan hak tersebut, harus-
lah diingatkan peraturan jang diterangkan pada sjarat-sjarat
jang dilampirkan pada firman ini :
SJARAT - SJARAT.
A. Permohonan tanah untuk dipak turun-temurun.
§ • 1.
( 1 ). Surat-surat permohonan akan memperoleh tanah untuk
dipak turun-temuran harus diundjukkan kepada Kepala
Pemerintahan daerah jang bersangkutan dengan hal itu ;
dan disertai dengan suatu surat ukuran dan lengkap de
ngan petanja, jang dibuat oleh seorang pengukur tanah
(landmeter) jang berhak, ataupun disertai dengan suatu
bagan (schetsteekening), tentang letaknja dan batas ta-
nah jang dipohonkan, jang seboleh-bolehnia dibuat dengan
teliti.
Surat permohonan harus diundjukkan kepada Peme
rintahan dan harus ditulis diatas kertas segel (f. 1,50);
kertas segel itu tiada perlu dipakai, bilamana ada di-
sertakan surat tanda tidak mampu.
Jang harus disebutkan dalam surat permohonan itu,
jaitu :
le. nama, huruf pangkal nama, pekerdjaan atau pang-
kat jang memohon tanah tadi, bilamana sipemohon
seorang-orang; akan tetapi kalau badan hak
(rechtspersoon) jang memohonkan itu, harus di
sebutkan nama dan tempat kedudukannja; dan
bilamana sipemohon memohonkan untuk orang
lain, haruslah diundjukkan atau disebutkan djuga
surat penguasaaan orang lain itu. (Bagian daerah
jang mempunjai dan menguasai uangnja sendiri 2)
disamakan dengan orang). Untuk pegawai-pegawai
negeri berlakulah sjarat-sjarat larangan dari Staats
blad 1904 no. 199).
2e. keterangan tentang sipemohon, jak n i:
a. telah sampai umur atau belum,
b. rakjat Belanda atau
c. penduduk tanah Belanda atau
d. penduduk tanah Hindia Belanda.
(Kepada perseroan perdagangan dan badan hak
hanjalah diberi mempak tanah dengan hak turun-
temurun untuk tempat menanam tanam-tanaman, bi
lamana hal melakukan perusahaan tanah itu berse-
tudju dengan maksud perseroan-perseroan itu,
seperti tersebut dalam peraturannja, Bijblad no.
4580).
3e. keterangan tentang :
a. tanam-tanaman jang akan ditanam oleh sipemo
hon ;
b. lamanja tanah itu diminta dipak ; (paling lama
75 tahun);
c. berapa bau luasnja menurut taksiran;
d. letak tanah itu, jakni dalam distrik, afdeeling
dan karesidenan mana, dengan menundjukkan kepa
da badan atau peta jang dilampirkan pada surat per
mohonan itu.
Jang boleh dipohonkan hanjalah tanah lepas, 3) jaitu
tanah jang tidak diusahakan oleh Bumiputera dan tiada
masuk terhitung pangonan umum atau tidak masuk ba
gian tanah desa karena sebab-sebab lain, dan dipakai
hanjalah oleh penduduk desa itu sadja mengetjualikan
*) Badan Hukum.
2) Daerah otonom.
3) Tanah bebas
penduduk desa lain-lain; akan tetapi tanah-tanah mentjil
(terpentjil) jang ditanami dan sama sekali terkurung
oleh tanah lepas itu, tiadalah mendjadi halangan.
Pada surat permohonan itu harus pula disertakan :
a. surat izin dari suami, bilamana jang memohonkan
itu seorang perempuan bersuam i;
b. surat penguasaan jang menguasakan sipemohon akan
mengundjukkan permohonan itu untuk orang lain ;
c. surat ukuran jang diperbuat oleh pengukur jang
berkuasa membuat peta atau bagan jang terang.
Letak dan batas-batas tanah jang dikehendaki itu
haruslah ternjata dari peta atau bagan itu.
(2) . Bilamana jang dipohonkan sebuah atau lebih dari sebuah
pulau, jang masuk daerah tanah Djawa dan Madura,
tjukuplah dipesertakan surat ukuran atau bagan sadja,
jang menerangkan, bagian tanah jang tiada masuk dalam
permohonan tadi.
§ 2.
Kepala Pemerintahan Daerah mentjatat tanggal terima surat
permohonan itu pada surat itu dan sesudahnja itu maka surat
permohonan itu dengan surat ukuran atau bagan jang dilampir-
kan padanja, diserahkannja kepada komisi jang diwadjibkan
memeriksa tanah jang dipohonkan dipak turun-temurun.
1. Komisi itu diangkat oleh Kepala pemerintah
2. Surat-surat permohonan jang dikirimkan kepa an^
harus ditjukupi dengan segera oleh rem_
(bijblad 5205). Pada penghabisan tiap-tiap P
patan tahun Kepala Pemerintahan senegen',_ cUatu
djukkan kepada Kepala Pemerintahan jDaeran,
keterangan tentang permohonan pak turun-tem ’
jang masih diperiksa dan disebutkan djuga
sebabnja, maka belum habis diperiksa.
§ 3* . ,-k
( 1 ). Komisi itu memberitahukan kepada kepala onderdistn >
supaja permohonan itu diberitahukan kepada desa, j an§
mempunjai tanah itu, dan kepada desa jang berbatasan
dengan dia, serta diterangkannja letak batas-batas ^.aI^a
itu ; ketika menjiarkan permohonan itu djuga, pemerin a
desa dan penduduk desa boleh mengundjukkan k e b e r a ta n
njatentang pemberian tanah itu, kepada prijaji itu, a a
dalamsebulan sesudah penjiaran itu, kepada komisi jang
tersebut atau kepada Kepala pemerintahan'senegeri.
Pemberitahuan tentang permohonan itu mesti didjalan
kan oleh kepala onderdistrik sendiri.
( 2) . Maka prijaji itu mengundjukkan proses-perbal kepada
komisi itu dengan menerangkan segala perbuatannja dalam
perkara itu dan keberatan-keberatan pemerintah dan pen
duduk desa jang diterimanja; sehabisnja waktu jang
disebutkan diatas itu, maka komisi itupun menerangkan
pendapatnja dibawah proses-perbal itu, lalu diundjukkan-
nja beserta dengan surat-surat jang akan disebutkan
kepada Kepala Pemerintahan senegeri; Kepala pemerin
tahan senegeri itupun menerangkan pula tentang penda-
patannja pada proses-perbal itu.
§ 4.
( 1 ). Sedang menundjuk kedjadiannja pemberitahuan jang di-
wadjibkan tadi, maka komisi jang tersebut memberitahu-
kan kepada sipemohon, pada hari apa ia akan mulai me-
meriksa tempat-tempat dari tanah jang dipohonkan itu,
serta mengadjak sipemohon itu akan berhadlir sendiri pada
hari itu atau mengirimkan wakil jang dikuasakannja
dengan surat kuasa ; lain dari pada itu diberitahukan djuga
oleh sipemohon sebelum komisi itu datang memeriksa
akan djadi tanda-tanda batas.
(2). Bilamana pada hari jang ditentukan sipemohon atau orang
jang dikuasakannja tiada datang akan memberi keterangan
dan menundjukkan batas-batas tanah jang dipohonkan
atau bilamana kewadjibannja akan membuat persediaan
untuk mendjalankan pemeriksaan komisi itu tiada didja-
lankannja atau dialpakan oleh sipemohon itu, maka komisi
itu berkuasa akan memperhentikan pemeriksaannja; dalam
hal itu Kepala Pemerintahan daerah, jaitu menurut tim-
bangannja, boleh menetapkan lagi hari jang lain untuk
pemeriksaan itu atau surat permohonan itu boleh ditaruh-
nja sadja dalam simpanan surat-surat (archief), dengan
memberi keputusannja kepada sipemohon.
Jang masuk mendjadi kewadjiban sipemohon djuga,
jaitu : membuat rintisan, dimana perlu, sekeliling tanah
persil itu ; membuat satu „pondok” dan inenjediakan
segala sesuatu, jang perlu untuk komisi selama peme-
riksaan itu.
Sebab-sebab lain, jang boleh menjebabkan komisi ber-
kuasa memperhentikan pemeriksaan itu, lain dari jang
tersebut tadi, jaitu :
a. sebab permohonan itu ditjabut oleh sipemohon.
b. sebab badan hak, jang memohonkan tanah itu, dalam
waktu itu telah berhenti;
c. sebab sipemohon meninggal.
§ 5.
( 1) . Bilamana :
a. tanah persil itu sama sekali atau sebagian terbesar
ditumbuhi kaju djati atau tanah itu hutan kaju rimba
jang dipelihara ;
b. ditanah persil itu banjak tanaman monosuko ;
c. tanah itu sama sekali atau sebagian jang terbesar
(akan dipergunakan untuk meluaskan atau mentjukup-
kan tanaman kopi paksaan atau) harus ditahan untu
memadjukan tanaman kopi monosuko ;
d. tanah persil itu sebagian terbesar tanah jang dibu a
dan diusahakan oleh Bumiputera dan jang selebihnja
berguna untuk meluaskan pertaniannja ; #
e. tanah itu menurut taksiran luasnja lebih dari
bahu, dan rupanja tanah itu dipohonkan hanja a
dengan maksud akan mentjari laba dengan un un
untungan (speculatie). (Stbl. 1909 no. 311);
. maka tiadalah perlu diperbuatkan proses-perbalnja, a n
tetapi bolehlah voorstel penolakan itu disembahkan ^-n_
surat oleh komisi dengan perantaraan Kepala P©111®
» tahan senegeri; kalau voorstel itu disetudjui oleh S^ un^
tentu setelah dibubuinja pertimbangan pendek,
djukkanlah perkara itu kepada Direktur Penierintgnah
Dalam Negeri, supaja permohonan itu ditolak. Kalau a ^
jang diminta itu mengenai tanah jang tersebut pa ’
maka haruslah Residen meminta lebih dahulu pertim ^
an jang termaksud oleh ajat pertama dari paragraa '
( 2) . Bilamana tiada kedjadian seperti hal jang t e r s e 0rstel
ajat tadi atau Residen tiada mupakat dengan v° jah
komisi termaksud, maka oleh komisi itu diperi
segala keadaan ditempat tanah itu, dan dibuatnja proses-
perbal dari pada pemeriksaannja itu ; maka proses-perbal
itu diundjukkannja kepada Residen, beserta dengan se-
lembar bagan jang lebih terang dari tanah persil itu,
ketjuali bilamana pada permohonan itu ada terlampir
surat ukuran, dan sekalian surat-surat tersebut dalam
proses-perbal tadi.
Proses-perbal jang dimaksud dan diwadjibkan itu ada
dilampirkan dalam djilid ini. Lantaran sangat njatanja
keterangan-keterangan dalamnja, tiada perlulah dite-
rangkan lagi bagaimana djalan mengisinja dan apa-apa
sjarat jang harus ditjukupi, supaja proses-perbal itu
terisi dengan sepatutnja.
Hanjalah diterangkan disini, bahwa hendaklah segala
djalan ketjil dan djalan desa jang melalui tanah persil
itu dengan saksama disebut dan diterangkan keadaan-
nja, jakni djikalau harus didj and j ikan djuga supaja dja
lan tersebut itu ditetapkan dengan dipelihara terus
untuk keperluan umum.
Tentang hal itu harus diberitahukan oleh komisi kepa
da pegawai kadaster sebelum tanah itu diukur. Harus
lah. disebutkan djuga pada penghabisan proses-perbal
itu „perdjandjian pertanaman”, jakni komisi memberi
pertimbangan, bagaimana sjarat jang patut disebut
dalam perdjandjian itu, misalnja, bahwa dalam sekian
tahun, seperti 3,6 dan 9 tahun, mesti telah ditanami
1/ 3 . % dan seluruh persil itu.
Lampiran-lampiran proses-perbal jaitu :
I. bagan dari persil itu (A).
II. peta distrik (B).
III. datar dari tanah-tanah mentjil (enclave), jang
mesti disebutkan pada bagan A. (C).
IV. bagan ichtisaran dari daerah desa, tempat tanah
persil itu terletak, akan menambah keterangan
tentang 2e (huruf a sampai f) hal-hal 3e, 4e, 6e
dan 7e dari proses-perbal.
Sjarat sesuatu lampiran itu, sudah tjukup diterangkan
dalam proses-perbal.
Surat-surat jang tersebut pada ajad tadi, bersama dengan
proses-perbal, seperti termaksud pada ajat achir § 3 , harus
dengan segera diundjukkan kepada Kepala Pemerintahan
senegeri, atau kepada Kepala pemerintahan daerah, jakni
bila tanah itu terletak dalam afdeeling jang terus di-
perintahnja sendiri. Adapun Kepala Pemerintahan senegeri
itu harus mengirimkan surat-surat itu dalam seminggu
kepada Residen, setelah ditjukupinja apa jang tersebut
pada peraturan achir dari ajat kedua dari § 3 dan telah
dibubuhi pertimbangannja tentang permohonan itu.
§ 6.
(1) . Bilamana ditanah jang dipohonkan itu ada pohon-pohonan
atau bilamana tanah itu terletak dekat hutan Gubernemen,
dan lagi dalam segala hal jang . menurut timbangan Resi
den, pembukaan tanah itu mengenai keperluan hutan,
maka Residen menjerahkan surat-surat itu kepada Kon-
trolir Djati jang berdjadjahan pada tanah itu, serta dipinta
kepadanja akan menjatakan pertimbangannja dalam hal
itu.
(2) . Bilamana tiada perlu diperiksa ditempatnja, maka dalam
sebulan, terhitung dari ia menerima surat-surat itu dan
dengan mengingati peraturan-peraturan teristimewa bagi-
nja, Kontrolir Djati mengundjukkan pertimbangannja
tentang hal jang berikut ini :
a. kalau ada hutan kaju rimba ditanah itu, benarkah
keterangan komisi dalam proses-perbal bahwa hutan
itu harus atau tidak harus dipelihara terus.
b. berhubung dengan keadaan air dan hudjan dan kea
daan hawa bolehkah pohon-pohonan dibinasakan, dan
tiadakah akan mendatangkan kerugian besar.
c. sekedar berapa hutan kaju rimba, jang ada dalam tanah
persil itu dan tiada akan dipelihara itu, perlu akan
dipakai sekarang dan kemudian hari bagi pekajuan
untuk perbuatan Negeri dan bagi kaju api untuk ke
perluan penduduk Bumiputera.
d. haruskah dibajar kerugian (harga tarief) kepada negeri
untuk rimba kaju rimba, jang ada djika tanah itu di
berikan dipak turun-temurun.
(3). Bilamana sebelum memberi pertimbangan, perlu dilakukan
pemeriksaan ditempatnja, atau djikalau surat permohonan
telah dilampiri suatu surat ukuran, seperti tersebut pada
ajat pertama dari § 1 , serta kaju rimba jang* ada ditanah
itu harus dibajar ganti kerugiannja, maka pergilah Kon-
trolir Djati memeriksa tanah itu dalam waktu jang diten
tukan pada ajat tadi, akan mengumpulkan beberapa kete-
rangan atau menetapkan besarnja uang ganti kerugian itu.
(4) . Melewati batas waktu, jang tersebut pada ajat-ajat terda-
hulu, tiada boleh, ketjuali bilamana Kontrolir Djati meng
undjukkan kepada Kepala Pemerintah Daerah lebih
dahulu, bahwa.ia terpaksa melewati batas waktu jang di
tentukan itu, dengan diberitahukannja, bila ia akan men-
tjukupi kewadjibannja itu.
§ 7-
(1) . Dengan mengingati keperluan tanaman kopi (paksaan
atau) monosuko oleh penduduk Bumiputera dan meng
ingat letaknja tanah itu dalam djadjahan larangan dari
pertahanan militer atau dekat kepada djalan kereta api
atau djalan trem atau keperluan lain-lain, jang bersang-
kutan dengan permohonan itu, dan setelah Kepala Peme
rintahan Daerah seperlunja minta pertimbangan dari
pembesar lain, maka permohonan itu dengan surat-surat-
nja jang perlu, jaitu :
a. surat-surat permohonan dengan surat ukuran atau
bagan;
b. proses-perbal dari pemberitahuan, jang tersebut pada
§ 3 a ajat 2, dengan keterangan jang harus disebutkan;
c. proses perbal pemeriksaan dengan lampirannja ;
d. pertimbangan Kontrolir Djati, bilamana perlu diminta
berhubung dengan jang tersebut pada ajat pertama
dari § 6 ;
e. taksiran Kontrolir Djati tentang banjaknja ganti ke
rugian jang harus dibajar kepada Negeri bagi kaju
rimba disitu djikalau pada permohonan diundjukkan
djuga suatu surat ukuran dan tiada didjalankan apa
jang tersebut pada ajat pertama dari § 1 1 ;
f. pertimbangan Asisten Residen ;
g. surat keterangan Kepala Pemerintahan senegeri tanda
tidak mampu sipemohon pak turun - temurun untuk
keperluan ,.pertanian ketjil” atau ,.perusahaan kebun” ;
dan demikian djuga dalam hal jang perlu, surat tanda
tidak mampu, jang termaksud pada pasal No. 44 dari
daftar tentang kebebasan segel dalam tanah Hindia
Belanda, jang ada pada ordonansi 11 Agustus 1885
(Staatsblad No. 131).
h. djika perlu segala pertimbangan pembesar-pembesar
lain, jang tersebut pada permulaan ajat i ni ;
hendaklah dipersembahkan oleh Kepala Pemerintahan
daerah kepada Tuan Besar Gubernur Djendral, dengan
disertainja dengan pertimbangannja sendiri tentang harus
atau tidak diizinkan permohonan itu serta hendaklah di-
sebutkannja pula apa sjarat jang harus ditetapkan bila
mana permohonan itu dikabulkan, serta diterangkannja
djuga, patutkah sipemohon itu djadi pemegang pak turun-
temurun dari tanah negeri, jaitu berhubung dengan
umurnja dan keadaan hukumnja.
(2). Pengundjukan surat-surat itu didjalankan dengan per-
antaraan Direktur Pemerintahan dalam Negeri; bilamana
permohonan berhubungan dengan tanah, jang masuk
dalam djadjahan larangan pertahanan militer, maka pe
ngundjukan didjalankan dengan perantaraan Panghms
Balatentara Darat dan Kepala Departemen Peperangan
Hindia Belanda ; ialah jang meneruskan permohonan i u
pada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri.
§ 8.
Bilamana ada permohonan tadi telah dilampirkan surat
ukuran dan kalau Pemerintah Agung, setelah menerima suia -
surat jang tersebut pada bab tadi, menerangkan hendak mem
berikan hak turun-temurun maka atas permintaan sipemohon
itu, hendaklah komisi tersebut memeriksa betulkah sudah di
tjukupkan akan sjarat-sjarat jang tersebut pada beslit pem-
berian tanah itu jaitu betulkah kerugian kepada orang-orang
jang mempunjai tanah-tanah mentjil, pohon buah-buahan dan
sebagainja telah diganti, dan kalau sudah, maka oleh komisi itu
diberikan kepadanja satu proses-perbal jang menjatakan, jang
sedemikian.
§ 9.
( 1). Bilamana pada permohonan hanja dilampirkan sebuah
bagan sadja dan berhubung dengan itu Pemerintah Agung
memberikan untuk sementara sadja dahulu hak pak turun-
temurun itu kepada sipemohon, maka komisi jang tersebut
tadi pergi sekali lagi ketempat itu, dengan pendjawat
Kadaster jang akan mengukur persil itu, jaitu kalau si
pemohon telah memberitakan, bahwa telah dibajarnja
kerugian jang tersebut pada bab 8 tadi kepada penduduk
Bumiputera dan pandjar (voorschot) atas belandja meng
ukur pada Kantor Kadaster, dan kalau tanda-tanda batas
dan rintisan jang dikehendaki untuk pengukur tanah itu
telah diperbuatnja,— djika ganti kerugian bagi kaju
rimba harus dibajar, maka pada Kontrolir Djati harus
pula diberitahukan sekaliannja itu— , jakni akan meme-
riksa serta dengan membuat proses-perbalnja, bahwa
pembajaran jang disebutkan tadi sesungguhnja telah di-
terima oleh jang berhak dengan sepatutnja dan demikian
djuga, bahwa tak ada tanah jang dibatasi dan diundjukkan
akan diukur itu lain dari pada jang tersebut pada proses-
perbal pemeriksaannja jang dahulu.
§ 10.
Berita segala pekerdjaan jang tersebut pada pasal tadi
harus dengan segera diundjukkan kepada Kepala Pemerintahan
Daerah, ketjuali dalam hal jang tersebut pada pasal jang b erik u t
in i; Kepala pemerintahan Daerah mengundjukkan kepada Peme
rintah Agung dengan perantaraan Direktur Pemerintahan dalam
Negeri, sekalian surat-surat bersama-sama dengan p erm o h on an
baru dari sipem ohon minta tanah itu dan surat ukuran jang
harus dilampirkan djuga.
§ 11.
(1 ). Bilamana taksiran ganti kerugian kaju itu melambatkan
pekerdjaan tentang permohonan itu, baik dalam hal jang
tersebut pada ajat achir dari § 6 maupun dalam hal ter-
maksud pada peraturan dari ajat achir § 9, maka Kepala
pemerintahan daerah sementara menunggu berita Kon
trolir Djati, boleh menundjukkan kepada Kepala Depar-
temen jang tersebut, surat-surat tadi tiada dengan kete-
rangan-keterangan dari Kontrolir Djati itu.
(2 ). Bilamana pemberitahuan Kontrolir Djati sementara itu
belum diterima dan berhubung dengan itu pada beslit
Pemerintah Agung dalam hal pemberian hak pak turun-
temurun itu ketetapan djumlah dan peraturan bagaimana
membajar ganti kerugian itu diserahkan kepada Direktur
Perusahaan tanah, Keradjinan dan Perniagaan (Land-
bow, Nijverheid en Handel), maka sipemegang hak turun^
temurun setelah membajar ganti kerugian kaju itu
kedalam Kas Negeri, menurut putusan Direktur itu harus
memasukkan ketetapan hak itu kedalam register umum
dalam enam bulan, terhitung mulai dari tanggal keputusan
itu.
I. Djika sipemohon dalam enam bulan terhitung dari
beslit izin, tiada mentjukupi kewadjiban jang tersebut
tadi, jaitu menuliskan hak pak turun-temurun itu
kedalam register umum (Bijblad no. 3864), maka
hendaklah hal itu diberi tahukan oleh Residen kepada
Direktur Pemerintahan Dalam Negeri.
II. Selandjutnja Residen mengirimkan tiap-tiap kali ke
pada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri dan kepada
Dewan Hisab (Algemene Rekenkamer) turunan dari
beslit-beslitnja tentang memberi tambah lagi waktu
jang ditentukan untuk menetapkan hak-hak barang;
djuga turunan keputusannja tentang menetapkan lagi
waktunja bagi mengundjukkan peta-peta dan surat-
surat ukuran dari tanah jang pak turun-temurunnja
bagi sementara didjandjikan akan diberikan ; dan
pada tiap-tiap bulan Januari Residen itu wadjib me
ngundjukkan kepada Direktur Pemerintahan Dalam
Negeri jang tersebut segala voorstel-voorstel akan
mentjabut hak pak turun-temurun jang telah didjan
djikan itu, jang sudah lebih dari setahun lamanja tidak
didjalankan oleh sipemohon. (Bijblad No. 6998).
III. Residen mengamat-amati, supaja tanah-tanah hutan,
jang dipohonkan untuk pak turun-temurun, tiada di-
pakai oleh sipemohon sebelum Pemerintah Agung
memutuskan bahwa tanah itu akan diberikan kepada-
nja dengan pak turun-temurun. Maka djandji akan
memberikan pak turun-temurun kepada sipemohon
sadja tak boleh dianggap sebagai keputusan Peme
rintah ; akan tetapi tanah itu boleh dipakai kalau
dapat izin dari Direktur Pemerintahan Dalam Negeri
(Stbl. 1916; Bijblad No. 300,8, 3864 dan 5858).
BAB II.
HAK DAN KEWADJIBAN PEMEGANG HAK
PAK TURUN-TEMURUN.
I.
Hak dan kewadjiban pemegang pak turun-temurun ditanah
Djawa dan Madura itu beralasan : ,
pertama : Firman Hukum Tanah (Staatsblad 1870 no. 118) =
(F. H. T.)
kedua : ordonansi dalam Staatsblad 1872 no. 237a, seperti telah
diubah, ditambah atau disiarkan lagi (setelah ditam-.
bah) dalam Staatsblad 1913 No. 699.
Ordonansi ini hanjalah guna tanah persil setelah di
tetapkan diberikan sebagai pak turun-temurun. (Surat
edaran Direktur Pemerintahan Dalam N egeri pada 28
Januari 1914 no. 745) atau ta’luk kepada ketentuan ini.
ketiga : Buku Hukum Rakjat ditanah Hindia Belanda (B.H.R.)
keempat : surat akte pak turun-temurun.
D E N D A.
P a s a l 1.
i Vi Tuan Besar
Menurut alasan jang akan ditetapkan olen tolongan
Gubernur Djenderal, maka Negeri boleh memberi Pe . pasal
uang kepada orang jang tersebut pada ajat pertama usaha-
tadi, guna mendirikan „tanah pertanian” atau „tanan p
an kebun” . . ,.
nntuk jnendja-
Maka alasan itu diatur pada peraturan u 326 dan
lankan ordonansi dalam Staatsblad 1904 • ^ g UStus
ditetapkan pada Firman Gubernemen Paa
1904 No. 34 (Bijblad No. 6050 jo. No. 6677).
Lihatlah dibelakang ini.
Pasal 3.
Pemberian tanah untuk pak turun-temurun menurut pasal
1 didjalankan seperti pemberian atas permohonan tanah Negeri
untuk hak itu dan menurut ketentuan jang akan ditetapkan
tentang hal itu dengan mengingat :
a. bahwa bia pak untuk satu tahun paling banjak satu rupiah
bagi satu bahu ;
b. bahwa pemberian tanah itu tiada lebih dari dua puluh lima
tahun, dengan ditentukan bahwa hak pak turun-temurun itu
boleh dilandjutkan, tetapi tiap-tiap kali tiada boleh lebih
dari 25 tahun djuga, dan dengan bia pak jang tiada lebih
dari jang tersebut pada a, jakni bilamana tanah itu telah
dipergunakan dengan sepatutnja ; segala sesuatunja menurut
pertimbangan Pemerintah (Stbl. 1908 No. 263).
c. bilamana perlu, boleh diberi kebebasan dari pada membajar
belandja mengukur dan menggambarkan tanah itu dan dari
pada membajar uang segel untuk membuat surat asal akte,
memasukkan kedalam register pak turun-temurun dan turun-
annja bagi sipemohon i t u ; djuga dibebaskan dari pada
membajar uang upahan bagi membuat surat keterangan pak
turun-temurun itu.
Maka izin Radja atas hal ini diberikan dengan Firman
Radja pada 11 October 1905 No. 36 (Staatsblad 1905
No. 586).
Tentang pemeriksaannja harus dilihat bagian A djilid
ini.
Menentukan bia pak harus dengan mengingati djuga
segala keadaan : letak tanah persil itu ; rupa dan kesu-
buran tanah itu, djauhnja dari pasar, perhentian kereta
api atau trem, negeri jang besar-besar dan sebagainja.
Bagi memberi kebebasan jang termaksud pada c, maka
pegawai-pegawai (prijaji-prijaji) ditempat itu harus
mengundjukkan voorstel jang perlu atau memberi ke
terangan tentang hal itu.
Pasal 4.
(1). Dengan- tiada mengurangi segala perdjandjian teristimewa,
jang tersebut pada surat akte pak turun-temurun, maka
menurut pasal 1 dari ordonansi ini Tuan Besar Gubernur
Djenderal boleh membatalkan hak pak turun-temurun jang
telah diberikan bilamana :
a. hak itu diserahkan kepada orang lain tiada dengan
izin Kepala Pemerintahan Daerah.
b. lantaran dibagi-bagi, sebab jang pegang pak turun-
temurun meninggal dunia atau sebab lain-lain.
c. tiada mentjukupi kewadjiban pemegang pak turun-
temurun, sebab ia telah diberi bantuan berupa uang
menurut pasal 2 jang tersebut tadi.
f — tanah
pindajaman ' — pertanian,
^ — pentjaharian.
BAB V.
KETENTUAN.
c. Taman perdiaman. Rumah t a ma n,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN
VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLEMENT.
P a s a l 1.
Mulai tanggal 1 April 1948 ditjabut peraturan bab II pasal-
pasal 5 a, 6, 7 dan bab III pasal-pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Vorsten-
landsch Grondhuurreglement, Staatsblad 1918 No. 20 bersam-
bung dengan Staatsblad 1928 No. 242 diubah dan ditambah jang
terachir dengan Staatsblad 1934 No. 616.
Pasal 2.
Hal-hal jang timbul karena pasal 1, akan diatur dalam
Undang-undang lain.
P a s a l 3.
(1) Agar tjabang-tjabang produksi jang penting bagi
Negara untuk tahun-tanaman (plant-jaar) 1948 dapat langsung,
maka sebagai peraturan peralihan Kelurahan-kelurahan jang
bersangkutan harus mendjamin tersedianja tanah-tanah menurut
peraturan-peraturan jang selekas mungkin akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. ^
(2) Peraturan Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta ter-
tanggal 10 -10 -1946 No. 570/3 c/P. K. dan penetapan-penetap-
an Residen Surakarta tertanggal 1 7 - 1 -1948 No. 74 2 6 -1. -1948
No. 124, 6 - 2 - 1 9 4 8 No. 181 dan 182, tetap berlaku sampai
adanja Peraturan Pemerintah tersebut dalam ajat (1).
Diumumkan
Pada tanggal 27 April 1948.
SEKRETARIS NEGARA.
(A. G. PRINGGODIGDO).
PENDJELASAN UMUM.
Tuntutan-tuntutan fihak tani didaerah-daerah Surakarta
dan Jogjakarta, jang sedjak tahun 1948 didengar dan diperhati-
kan oleh Pemerintah Republik Indonesia, menghendaki pem-
bagian tanah desa kepada para gogol. Dengan demikan maka
akan hapuslah hak conversie, jang didasarkan atas pasal 5a dari
Vorstenlandsch Grondhuureglement.
Tak kurang dari pada .tuan G. Schwencke, jang pada suatu
waktu mendjabat wakil Assisten-Resident diperbantukan pada
djawatan Agraria (Agrarische Zaken) di Jogjakarta, menulis
dalam pertimbangan penghabisan dari bukunja „Het Vorsten-
landsch Grondhuurreglement in de praktyk en het Gronden-
recht in Jogjakarta” halaman 142 (pertjetakan tahun 1932),
antara lain :
„De ontwikkeling staat geen vijtftig jaar stil en toch werd
het op den bouwgrond in conversiegebied gevestigd servituut
voor halve eeuw vasgelegd. De toekomst zal leeren, of de
gestadigde toename van het zieiental, het stijgen van het ont-
wikkelingspeil, vooral in de onderste lagen der bevolking, en
de daarmede hand aan hand gaande vermeerdering der be-
hoeften, overheid en onderneming niet zullen nopen een andere
koers uit te gaan, een koers welk gericht zal dienen te zijn op
de assimilatie aan de in Gouvernementsgebied heerschende
agrarische toestanden” . (Dalam waktu 50 tahun kemadjuan tidak
akan berhenti; walaupun demikian terdjadilah suatu ketetapan
berlakunja servituut atas tanah pertanian dalam daerah con
versie, untuk setengah abad lamanja. Masa jang akan datang
akan membuktikan, apakah dengan bertambahnja djiwa, me-
ningkatnja deradjat kemadjuan — terutama dari rakjat murba
— jang akan berakibat tambahnja kebutuhan-kebutuhan hidup.
tidak akan memaksa Pemerintah dan kaum usaha, untuk
mengganti haluan; suatu haluan jang harus diarahkan ke
persamaan keadaan tanah dengan daerah sekitarnja).
Kedjadian-kedjadian disana-sini dalam daerah-daerah Jogja
karta dan Surakarta, mengenai tanah-tanah conversie, memberi
tjukup alasan untuk tjepat bertindak dengan bidjaksana, apalagi
dalam rapat-rapat baikpun dari instansi-instansi jang resmi,
maupun tak resmi, telah dilahirkan pendapat-pendapat untuk
segera menjesuaiakan peraturan-peraturan hak tanah dengan
perobahan zaman.
Akan tetapi, penggantian peraturan tentang conversie, jang
rapat hubungannja dengan keadaan-keadaan politik Negara,
baikpun keluar, maupun kedalam, ekonomi dan sosial, tak
mungkin diadakan dengan tidak memakai dan mendjalankan
waktu dan peraturan peralihan. Pembentukan dan penetapan
Undang-undang baru jang akan menggantikan peraturan con
versie itu, meminta djuga pertimbangan jang sedalam-dalamnja
dan semasak-masaknja untuk menghasilkan peraturan, jang
sepenuhnja dapat dipertanggung djawabkan terhadap fihak
manapun djuga. Maka dari itulah Rantjangan Undang-undang
ini memberi kesempatan untuk menindjau sedalam-dalamnja
dalam waktu satu tahun.
Selain dari itu, supaja dalam waktu peralihan s e g a l a - s e s u a t u
mengenai produksi Negara dan kemakmuran Rakjat tetap terus
berdjalan dengan semestinja, perlulah selekas mungkin diada
kan peraturan Pemerintah tentang penjelenggaraannja, d en gan
mengingat peraturan-peraturan jang telah diadakan oleh KeP ^
Daerah Istimewa Jogjakarta dan Residen Surakarta dan un
mengisi segala vacuum, peraturan-peraturan daerah itu e ^
berlaku, sampai ada peraturan Pemerintah tersebut. Den8
demikian kepastian Hukum (rechtszekerheid) serta keaman
Hukum (rechtsveiligheid) terdjamin.
PASAL 2.
Pentjabutan pasal-pasal tersebut diatas barang ient,Upenj e-
bawa akibat-akibat jang dengan segera perlu mendapa ^ n
lesaian. Tetapi karena hal itu berhubungan erat se ^ j ang
kepentingan-kepentingan Negara, rakjat dan perusalk-baiknja,
minta waktu ketenangan untuk dapat dikupas jang sebai "anaman
maka pada waktu jang mendesak ini mengingat beium
baru jang akan mengindjak mulai tanggal 1 April 19'? ’ aikan
dapatlah direntjanakan peraturan-peraturan jang menj dengan
semua tadi. Oleh karena hak Conversie dahulu di;a harusnj a
ordonnantie dan menilik pentingnja hal itu memang se
diatur sendiri oleh kekuasaan pembentuk-hukum jang ^ n(j ang’
maka penjelesaian tadi harus didjalankan dengan
undang.
P A S A L 3.
Sementara menunggu terbentuknja Undang-undang tersebut
pasal 2, perusahaan-perusahaan jang merupakan tjabang-tjabang
produksi penting bagi Negara, harus dapat berdjalan terus.
Untuk itu maka sesudah peraturan conversie tersebut pasal 1
diatas ditjabut, perlulah ada dasar baru jang bersifat sementara
guna mengisi lacune tadi. Pada pokoknja dikemukakan disini
keharusan jang dihadapi oleh Pemerintah dan rakjat b'ersama,
untuk sementara melangsungkan segala apa jang sudah diatui
oleh Pemerintah daerah Surakarta dan Jogjakarta, sedang buat
segala hal jang sebelum terbentuknja Undang-undang jang pasti
masih akan perlu diatur lagi menilik keadaan nanti, perlu
ditundjuk kekuasaan-pembentuk-hukum jang akan menentukan-
nja. Meskipun sampai sekarang hal itu didjalankan oleh Peine
rintah-Daerah masing-masing, namun dirasa perlu kekuasaan
tadi diletakkan pada Pemerintah Pusat sendiri, dan didalam hal
ini untuk tjepatnja diselenggarakan dengan Peraturan Peme
rintah. Dalam pada itu guna memberi djaminan bahwa oleh
Pemerintah akan diusahakan segala kebidjaksanaan, maka di-
haruskan mengingat pertimbangan Pemerintah Daerah masing-
masing maupun bersama, dengan mengadakan perhubungan jang
rapat dengan badan-badan jang membawa suara rakjat dan
panitia-panitia jang mempunjai tugas memberi pertimbangan
tentang soal hak-hak tanah.
Hal ini lebih-lebih dirasa pentingnja, karena keadaan di
daerah Surakarta dan Jogjakarta, baik mengenai urusan tanah
dalam hubungannja dengan rakjat dan perusahaan, maupun
suasananja, ada berlainan.
Buat masa peralihan maka ajat 2 pasal 3 itu perlu supaja
tidak mengatjaukan djalannja pekerdjaan, sedang peraturan-
peraturan daerah jang ada sekarang ini memang terbentuk untuk
menjesuaikan segala suatu dengan keinginan-keinginan rakjat,
sekalipun hanja buat sementara waktu.
P A S A L 4.
Berlakunja Undang-undang ini dimulai tanggal 1 April 1948,
menilik peraturan jang berlaku sekarang, bahwa pada hari itu
harus dilaksanakan penjerahan tanah dari rakjat kepada perusa
haan atau dari perusahaan kepada rakjat.
Lampiran : VI b.
PERATURAN PEMERINTAH No. 13 TAHUN 1948.
TENTANG
DJAMINAN TERSEDIANJA TANAH-TANAH OLEH KELURAHAN-
KELURAHAN GUNA PERUSAHAAN - PERUSAHAAN PERTANIAN
DALAM DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA DAN
KARESIDENAN SURAKARTA.
Mendengar ; pertimbangan :
a. Kementerian Kemakmuran, djawatan Penga-
wasan Perkebunan dengan surat tanggal 13, i s
dan 17 Mei 1948 No. 1445/G/10/B/,1465/PK/6/B
dan 1477/PK/6/B ;
b. Pemerintah Daei'ah Istimewa Jogjakarta de
ngan surat tanggal 26 - 5 -1948. No. D. Pem.
D./1656/B/4 ;
c. Pemerintah Karesidenan Surakarta dengan su
rat tanggal 19 Mei 1948 No. 4492/0/31.
Mengingat : Akan pasal IV Aturan peralihan Undang-undang
Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal
16 - X -1945 No. 10.
MEMUTUSKAN
Pasal 3.
( 1) . Pembatasan ini perlu buat mentjegah pemakaian tanah
untuk keperluan jang tidak dimaksudkan.
( 2) . Memberi kemungkinan untuk menjimpang dari ketentuan
ajat 1, djika sekonjong-konjong keadaan berubah dan ke
pentingan negara menghendaki rentjana lain.
Pasal 4.
( 1) . Ketentuan ini bermaksud mentjapai penetapan djumlah
kerugian jang pantas dan adil, untuk mentjegah djangan
sampai rentjana productie mendjadi kandas oleh karena
djumlah jang diminta oleh salah satu atau kedua fiha
melampaui batas kepantasan. Adapun djumlah kerugian
atas pemakaian tanah itu dihitung penuh bulanan, o e
karena bila dari satu musim telah lampau beberapa bu an
harga tanah itu untuk tanaman baku (padi) hampir-bamp^
hilang sama sekali, mendjadi tidak dapat untuk
tung kerugian berdasar keseimbangan dengan 3
waktu sadja. ^
(2) . 75% dari djumlah kerugian diterimakan keJ5a(! f tanah
kentjeng dan 25% kepada kalurahan. Buat tan3bangUn-
jang dipakai buat mendirikan rumah-rumah, dan ung.
an-bangunan, lagi pula perusahaan-perusahaan P ^.stelsel,
an di karesidenan Surakarta jang berdasar ,b! ne ° r T e r u .
dimana belum dibentuk kelurahan-kelurahan,
gian seluruhnja dimasukkan dalam kas daerah.
P a s a l 5.
(1) . Bermaksud memberi djalan kepada golongan J ug^ haan.
hasrat ikut serta menjelenggarakan tanaman Per. baik
Tetapi dari sebab akibat tindakan demikian i >gej£ajj
technis, economis, maupun financieel, akan ,lu
maka penglaksanaan keinginan itu seharusnja
lakukan dengan persetudjuan kedua pihak. Persetudjuan
ini mengatur hak-hak dan kewadjiban-kewadjiban masing-
masing pihak. Agar dalam hal ini kepentingan N egara
djangan sampai terdesak, maka ditentukan, bahwa per-
djandjian-perdjandjian diperbuat dihadapan Bupati.
(2). Djika tanaman diselenggarakan oleh petani sendiri, maka
tanahnja dan tenaganja dimasukkan sebagai andeel di
dalam perusahaan. Tanah tetap dikuasai oleh petani
sendiri, mendjadi peraturan-peraturan tentang waktu
pemakaian dan pemberian uang kerugian tidak berlaku.
P a s a l 6.
Sudah djelas.
REKAPITULASI.
Luasnja tanah dalam Daerah Istimewa Jogjakarta dan Karesiden-
an Surakarta jang harus disediakan oleh kelurahan-kelurahan
untuk perusahaan-perusahaan Negara buat melangsungkan
tanaman tahun 1947 — 1948 jang belum dipaneni :
Daerah Istimewa Jogjakarta : ............................. 5.210,1900 ha.
Karesidenan Surakarta : ................... ................... 8.858,0000 ,,
‘I p v -
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
JOGJAKARTA.
Kepada
Semua Gubernur R. I. di Djawa
dan Sumatera.
No. H. 4 /1 /1 2 .— Tanggal 15 Maret 1950.— Lampiran : 1.—
P erih al. Penjelesaian soal tanah-tanah erfpacht buat pertanian besar
perkebunan-grootlandbouw) jang diduduki rakjat.
Menjusuli surat kami tertanggal 15/2 -1950 No. H. 20/1/15
dan sambil menundjuk kepada ajat jang terachir dari pedoman
bersama tentang pengembalian perusahaan milik asing jang
dikeluarkan oleh Kementerian-Kementerian Dalam Negeri, Per
tanian dan Perburuhan (Surat Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia tanggal 8/ 3- 1950 No. H. 2 0 /2 /1 ), dengan
ini kami sampaikan dengan hormat pendjelasan atas pendirian
Kementerian Dalam Negeri R. I. tentang penjelesaian soal tanah
erfpacht jang kini diduduki oleh rakjat.
1. Sebagai dasar pegangan Pemerintah dapatlah kami kemu-
kakan dua hal ja’ni :
a. conceptie Pemerintah R. I. tertanggal 6 - 7 - 1949 jang
berpangkal kepada Undang-undang Dasar R. I- fasal
dan politik manifest te r ta n g g a l 1 N o p em b er 1945; (sdr-
Gubernur telah menerima conceptie itu se m u a ).
b. ..persetudjuan keuangan dan ekonomi” se b a g a i hasii
Konferensi Medja Bundar (periksa lampiran).
2. Menurut fasal 1 ajat 1 persetudjuan tersebut, tidak sadja
hak kaum pengusaha atas tanah-tanah erfp ach t diakui o-e
Negara R. I. S. tetapi kepada jang berhak itupun akan di
beri kesempatan untuk mendjalankan perusahaannja kem
bali.
3. Dibeberapa tempat ada tanah erfpacht jang se d ja k zaman
Hindia Belanda diusahakan setjara jang tidak melebihi
tingkat pertanian rakjat disekitar itu.
Biasanja tanah di „paro” kan kepada rakjat jang telah ber-
tahun-tahun mendjadi penduduk persil itu dan karena kele-
mahan ekonominja terikat kepada pengusaha dengan per-
djandjian-perdjandjian jang hampir serupa dengan systeem
,,lintah darat” .
Keadaan buruk jang terdapat dibeberapa tanah erfpacht itu
njata sekali — dan ini sedjak dulu diakui terus terang oleh
Pemerintah Hindia Belanda sendiri— , bertentangan dengan
bunji dan djiwa dari pada Agrarische wet beserta peraturan-
peraturan selandjutnja.
Perihal tanah jang sematjam tersebut diatas pendirian Pe
merintah R. I. sudah tegas : erfpacht atas tanah itu harus
selekas mungkin hapus dengan djalan jang sesuai dengan
jang dimaksudkan dalam pasal 2 „persetudjuan keuangan
dan ekonomi” ialah: seberapa boleh dengan djalan perun
dingan : kalau perlu dengan „onteigening” untuk kepen
tingan umum jang barang tentu harus didjalankan menurut
ketentuan hukum, ketjuali bilamana sampai kedjadian hal-
hal jang memaksa sebagai jang termaktub dalam fasal 3
„persetudjuan” tersebut diatas.
4. Sebagian besar dari pada tanah-tanah erfpacht digunakan
untuk perkebunan setjara besar-besaran jang dalam hidup-
langsungnja Negara mempunjai „ekonomische functie” .
Untuk mendjalankan perusahaan kembali, diperlukan beaja
jang tidak sedikit djumlahnja, dan buat mengeluarkan itu
pengusaha ingin mendapat djaminan dari Pemerintah, seba-
gaimana ternjata dalam pasal 4, 6, 7, 8, 9, dan 11, perse
tudjuan keuangan dan ekonomi tadi. Bagaimana dan sampai
seberapa besarnja djaminan-djaminan tadi akan diberikan-
nja, sekarang kiranja sedang direntjanakan oleh Pemerin
tah R. I. S.
Tetapi suatu hal pada sa’at ini telah njata sekali terasa men-
desak, ialah soal bagian-bagian tanah erfpacht jang sebagai
akibat politik pemerintahan pendudukan Djepang dan re
volusi selama 4 tahun diduduki oleh rakjat untuk tanah
pertanian atau tempat kediamannja.
5. Baik dari fihak pengusaha, maupun dari fihak pemerintah-
daerah dan rakjat sendiri berkali-kali dinjatakan keinginan-
nja, supaja keadaan jang menggelisahkan kedua fihak itu
selekas mungkin diselesaikan.
Dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia menganggap
perlu mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan maksud
fasal 1 ajat 3 a dari persetudjuan keuangan dan ekonomi
tersebut diatas, dengan tidak menunggu usaha penjelesaian
dari Pemerintah R. I. S. jang sukar akan boleh diharapkan
berhatsil didalam waktu jang singkat. Pendirian Pemerintah
Republik Indonesia tentang soal tanah perkebunan jang
diduduki oleh rakjat adalah sama dengan bunjinja fasal 1
ajat 3 a tersebut diatas, ja’ni : pengembalian tanah-tanah
itu kepada onderneming kebanjakan tidak mungkin lagi.
Tiap-tiap keadaan harus diperiksa sendiri-sendiri dan buat
masing-masing harus ditjari penjelesaian jang dapat diterima
oleh kedua fihak.
6. Untuk mentjapai hatsil jang sebaik-baiknja hendaknja buat
tiap-tiap keresidenan dibentuk oleh Residen suatu panitya
penjelesaian tanah erfpacht jang bentuknja sebagai jang ter-
tera dalam „pedoman bersama” tersebut.
Buat buruh dan tani kami andjurkan supaja d i a m b il tiga
orang wakil, karena mengingat adanja organisasi buruh dan
tani jang berdjenis-djenis alirannja. Dengan mengambil
orang bagi masing-masing golongan pun akan memudahkan
mereka buat menentukan sesuatu sikap didalam sidang.
Untuk keadilannja dengan sendirinja dari fihak onderneming
pun harus diambil wakil jang sama djumlahnja. Dalam pa a
itu kalau keadaannja tidak mengidjinkan dari fihak onder
neming pun harus diambil wakil jang sama djumlahnja.
Dalam pada itu kalau keadaannja tidak mengidjinkan atau
menurut keadaan itu dipandang tidak perlu mengambil
orang wakil bagi masing-masing golongan, kamipun tidak
menaruh keberatan djika ditetapkan kurang dari pada itu,
asal buat ketiga-tiganja (pengusaha, buruh, tani) sama
djumlahnja masing-masing.
7. Panitya tersebut sub 6 berkewadjiban mengadakan penje-
lidikan dan perundingan, kalau perlu ditempat°-tempat Per'
kebunan. Untuk mendjalankan itu dan guna lantjarnja
pekerdjaan, panitya dapat membentuk panitya-panitya ketjil
buat mengadakan pemeriksaan dan perundingan sementara
(commissies van voorlopig terrein-onderzoek). Panitya ke
tjil ini terdiri atas orang-orang jang ditundjuk oleh anggau
ta-anggauta Panitya tersebut sub 2 ; dengan pengertian,
bahwa masing-masing golongan (onderneming, buruh dan
tani) hanja menundjuk seorang sadja ; pegawai jang di
tundjuk oleh Residen dalam panitya-ketjil itu mendjadi
ketuanja.
8. Dalam mendjalankan tugasnja panitya-penjelesaian tanah-
erfpacht bebas akan mengumpulkan bahan-bahan keterang
an jang diperlukan untuk menentukan putusannja.
Beberapa hal baiklah kami kemukakan disini :
a. Acte erfpacht; tanggal mulai berlakunja hak jang seka
rang, tanggal akan berachirnja erfpacht itu, sjarat-sjarat
umum dan chusus jang tertjantum dalam acte-acte tadi.
b. Luasnja tanah erfpacht menurut acte ; luasnja jang
sudah inexploitatie pada sebelum 1942 ; rentjana tanah
jang diperlukan untuk sekarang ; rentjana untuk ± 1°
tahun dimasa datang.
c. tanaman jang akan diusahakan, berhubung dengan ke-
mungkinan ikut sertanja rakjat dalam perusahaan tadi
seperti jang dikehendaki oleh fasal 12 ajat 1 sub b per
setudjuan keuangan dan ekonomi.
d. rentjana perusahaan selandjutnja berhubung dengan
kewadjiban-kewadjiban pengusaha jang tertjantum da
lam fasal 12 ajat 1 sub a, b, c, dan persetudjuan ke
uangan dan ekonomi.
e. luasnja tanah jang diduduki oleh rakjat; sedjak kapan
rakjat mendudukinja dan untuk apa (berapa untuk
tanah pertanian, berapa untuk tempat kediaman).
f. dari mana asalnja rakjat itu ; dari djauh ataukah dari
desa sekitar kebun, ataupun dari rakjat kebun sendiri,
bagaimana keadaan mereka.
g. tanah-tanah jang diduduki rakjat itu termasuk rentjana
onderneming jang dimaksud dalam sub b atau tidak.
h. usur-usul dari golongan masingmasing jang ada dalam
panitya, ataupun usul dari luar. Sekali lagi, panitya ada
lah bebas untuk m engum pulkan bahan keterangan se-
banjak-banjaknja untuk m endjadi dasar bagi keputusan-
nja ^ ,
9. Putusan panitya tersebut diatas oleh Residen segera diberi
tahukan, baik kepada fihak ondernem ing ja n g b erkepen-
tingan, m aupun kepada rakjat ja n g m enduduki t
k ebu n i t u ; dengan diterangkan pula, bahwa putusa:n
m erupakan usul kepada Gubernur ja n g kemud[ian
m em beri keputusan tetap perihal itu. Demikianlah P
panitya segera disampaikan sebagai usul, kepada uu 1 ^
tindasan itu oleh Residen dikirim langsung, ke Kem
Dalam Negeri untuk diketahui. . - s e b u t
ialah, bahwa tanah itu tidak boleh di„par° ' gU(j pem.
rakjat jang berarti menjimpang dari pada m pacht
berian hak tadi. Dalam hal jang demikian a ^epada
seharusnja ditjabut, dan tanahnja diserahK memar0»
desa, terutama untuk mereka jang biasa ’’ ikirkan
tanah tersebut. Dalam pada itu hendaknja . nj a itu
djuga, apakah erfpachter dengan ditjabut tidak.
masih mempunjai mata pentjaharian lain a
Barang tentu orang itu berhak mempunjai kehidupan
jang lajak, dan kalau ia memang tidak ada sumber-
penghasilan lain, sebaiknjalah djika kepadanja masih
diberi beberapa ha dari tanah tersebut untuk dikerdja
kan sendiri. atau setidak-tidaknja diusahakan olehnja
setjara orang tani biasa.
g. Apa jang tertera sub f berlaku djuga buat tanah
erfpacht klein landbouw jang belum lampau waktunja.
Hanja boleh dipertimbangkan pemberian uang kerugian,
bila ternjata bahwa hak erfpacht itu belum lama berla
ku ; djumlah uang kerugian dapat ditetapkan dengan
mengingat harga pembelian tanah dari rakjat dulu dan
harga tanah dikalangan rakjat sekarang.
Kalau asalnja dari tanah liar jang dibuka atas usaha
erfpachter djumlah uang kerugian dapat ditaksir me
nurut pedoman jang patut. Uang kerugian ini dibajar
oleh desa jang akan menerima tanah tersebut atau oleh
orang-orang jang diberi bagian menurut pedoman
tersebut f.
h. Tanah erfpacht klein landbouw jang diusahakan benar-
benar oleh jang berhak dan masa berlakunja belum
lampau. seharusnja dikembalikan kepada jang punja
(warga negara. periksa sub e) dengan sjarat-sjarat
seperti tersebut sub b dan e, ja’ni :
le. luasnja maximum 10 ha, 2e. lamanja sampai termijn
berlakunja habis dengan maximum 10 tahun (periksa
sub b 2e); 3e. tidak akan diberi bantuan keuangan
dengan tjara jang lain dari kepada warga negara aseli;
4e. hak erfpacht itu dengan sendirinja hapus, pada saat
jang berhak bukan warga negara lagi.
Tjara penjelesaian tanah kelebihannja sama halnja
dengan sub e.
9. Soal lain jang perlu diselesaikan, ialah tentang tindakan
rakjat jang telah menguasai tanah-tanah klein landbouw.
Soal ini mungkin lebih sulit dari pada penjelesaian tanah-
tanah perkebunan besar karena luasnja tanah klein land
bouw memang tidak seberapa dan mereka jang berhak
biasanja tidak bermodal besar. Kalau jang satu bertalian
dengan kepentingan pembangunan ekonomi negara, jang
lain lebih erat hubungannja dengan soal keadilan dan ke-
manusiaan terhadap segolongan warga negara.
10. Akan membentuk panitya jang dapat diserahi pemeriksaan
tentang hal ichwalnja tanah-tanah klein landbouw pun ada
kesukaran-kesukarannja.
Dalam pada itu perlu hal itu segera didjalankan. Barang-
kali tjukuplah tentang tjara pemeriksaan (asal tjepat)
kami serahkan kepada Saudara Gubernur. Bagaimana soal
pendudukan rakjat atas tanah-tanah klein landbouw dapat
diselesaikan dengan mengingat pendirian Pemerintah ten
tang itu sebagaimana tertera diatas, kami ingin lebih dulu ,
menerima pelaporan, usul atau pun pemandangan Saudara
Gubernur. Bersandarkan itulah nanti Pemerintah akan
menentukan sikapnja lebih landjut.
Harap dengan hormat kiranja segala sesuatu segera didja
lankan dan kemudian kami menunggu pengiriman pela
poran dan usul atau pemandangan Saudara jang kami
maksudkan tadi.
Konsep ini ditanda tangani
oleh Menteri
Menteri Dalam Negeri R-1-
untuk Beliau
A. n. Wk. Kepala Bagian Agraria,
1.1. d.
S. PRAPTODIHARDJ0 -
Tinclasan untuk :
1. Kementerian Dalam Negeri R. I. S.
Kementerian Kemakmuran R. I. S.
■i- Kementerian Sosial R. I. S.
4. Kementerian Perburuhan R. I. S.
3. Kementerian Pertanian R. I.
o. Kementerian Perburuhan R. 1.
'• Kementerian Sosial R. I.
8. Kementerian Kehakiman R. I.
m ^ ^ 'd e n R. I. di Djawa dan Sumatera.
10. M. B. K. D. dan M. B. K. S.
11- Pimpinan Pusat B. T. I.
12. Pimpinan Pusat S. T. 1. 1.
ia f ! mP,' nan Pusat Petani.
14. Pimpinan Pusat Sarbupri.
Lampiran X :
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA.
JOGJAKARTA.
No. : 220/S .D .
HAL : Pedoman persewaan
tanah buat pabrik
gula 1950 / 1951.
LAMPIRAN : 2.
Kepada
B A B II.
TENTANG WAKTU PERSEWAAN TANAH.
Pasal 2.
(1) Persewaan tanah untuk tanaman tebu-biasa, tebu-bibit dan
tebu-tunas tidak boleh meliwati waktu masing-masing :
18, 12 dan 14 bulan, ketjuali dalam hal tersebut ajat 4 dari
pasal ini.
(2) Uang-sewa tanah ditetapkan bulan sebulan sebesar kete-
tapan dalam pasal 3 dengan pengertian, bahwa dalam hal
ini sebulan berarti waktu jang lamanja 30 hari, sedang
sebagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
(3) Penjewa berhak menjerahkan kembali tanah jang disewa
itu sebelum tempo tersebut dalam surat perdjandjian
berachir, sedang petani jang menjewakan tanahnja berhak
menerima penuh uang-sewa pasti tersebut pasal 3, dengan
ketentuan, bahwa uang ini tidak dapat digugat kembali
djika perhitungan uang-sev tanah berdasarkan pemakai
an tanah senjatanja, kurang dari uang-sewa pasti jang
dibajar tersebut.
(4) Apabila menurut kebiasaan setempat tanah bukan ontjor
an disewa untuk tanaman tebu biasa buat paling lama 22
bulan berturut-turut dan dalam waktu itu diadakan pene-
bangan dua kali, maka persewaan ini seluruhnja dipan-
dang sebagai persewaan untuk tanaman biasa sedang
hasil dua kali penebangan itu didjumlah mendjadi satu.
B A B III.
TENTANG UANG - SEWA - TANAH.
(1) Uang-sewa tanah untuk tanaman tebu musim 1952/1953
ditetapkan menurut daftar tersebut dibawah ini :
| Besarnja Djumlah uang-sewa tsb.
Untuk Di (matjam) uang-sewa ruang 3 dibajar sebagai:
tanaman tiap^ bu-
lan/'hecta- Uang-sewa Uang-sewa
j re. pasti susulan.
1 2 3 4 5
Tebu-biasa ontjoran Rp. 140.— Rp. 2.000 Sebesar
kelebihan
bukan on Rp. 100— uang sewa
Rp. 1.600 menurut
tjoran perhitung
an berda
Tebu-tunas ontjoran Rp. 140.— Rp. 1.500 sarkan ru
ang 3 di-
atasnja
bukan on Rp. 100.— Rp. 1.200 uang-sewa
tjoran pasti.
Tebu-bibit ontjoran Rp. 175.— Rp. 1.800
bukan on Rp. 125.— Rp. 1.400
tjoran
B A B IV.
TENTANG UANG TAMBAHAN.
Pasal 4.
Uang-sewa tersebut pasal 3, ketjuali untuk tebu-bibit di
tambah dengan uang - tambahan berdasarkan hatsil tebu jang
melebihi hatsil jang tertentu ( hatsil-pokok tebu), satu dan
menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal
Pasal 5.
(1) Uang-tambahan berdasarkan hatsil tebu tersebut pasal 4
adalah sebagai berikut :
Untuk Hatsil- Besarnja uang-tam bahan untuk tiap-tiap kwintal
tanaman pokok tebu diatas hatsil pokok tersebut ruang 2 :
1 2 3
tebu biasa 850 kw Rp. 3.— buat hatsil - lebih 250 kw. jang pertarn3>
Rp. 3.50 buat hatsil - lebih 250 kw. jang kedua;
Rp. 4.— buat hatsil-lebih selandjutnja.
Pasal 6.
Djikalau seorang pemilik atau sedjumlah orang pemilik
menjewakan tanahnja untuk tanaman tebu, ketjuali tebu bibit,
dan tanahnja itu merupakan satu kelompokan seluas paling
sedikit empat hectare, maka, dengan disampingkannja ketentu
an tersebut pasal 4, atas kehendak pemilik tersebut atau se-
djumlah pemilik itu bersama, dibajarkan uang-tambahan
berdasarkan hatsil gula (kristal) jang melebihi hatsil jang
tertentu (hatsil-pokok gula), satu dan lain menurut ketentuan-
ketentuan tersebut dalam pasal 7.
Pasal 7.
(1) Uang-tambahan berdasarkan hatsil gula (kristal) tersebut
pasal 6 adalah sebagai berikut :
Hasil-pokok
untuk gula (kristal) Besarnja uang - tambahan untuk tiap-tiap kwintal-
tanaman : tiap-tiap nja gula (kristal) diatas hatsil pokok tsb. ruang 2.
hectare
1 2 3
tebu biasa 85 kw 8% dari harga rata-rata per kwintal gula (kristal)
loco gudang perusahaan gula berdasarkan pera
turan resmi.
tebu tunas ^ 65 kw 22% dari idem
(2) Kehendak tersebut dalam pasal 6 harus terbukti dari surat
keterangan dari pemilik atau sedjumlah pemilik bersama
jang (akan) menjewakan tanahnja kepada sesuatu peru
sahaan gula, surat keterangan mana harus disjahkan oleh
kepala desa jang bersangkutan.
(3) Dalam hal tersebut pasal 2 ajat 4, perhitungan uang tam
bahan ini didasarkan atas djumlah hatsil kedua pene-
bangan.
(4) Uang-tambahan dibajarkan sesudah diketahui :
a) hatsil tebu tiap hectare tanah jang disewakan;
b) rendemen tebu sub a. tersebut, dan
c) harga rata-rata per kwintal gula (kristal) loco gudang
perusahaan gula pada bulan tebu ditebang.
B A B V.
TENTANG KETENTUAN LAIN2.
Pasal 8. 1 _
(1) Perhitungan beratnja hatsil tebu tersebut dalam pasa
ajat 3 dan pasal 7 ajat 4 adalah menurut pendapat kamar
timbang dengan ketentuan bahwa potongan „kotoran
hanja diperbolehkan djika terbukti ada tjampuran ko oran
jang melebihi 1%, sedang djumlah beratnja tebu tiapi i p
hectare dibulatkan menurut kelaziman dalam perusa
gula. ■ t 4 dise-
(2) Penetapan rendemen tebu tersebut pasal 7 aja ^
lenggarakan menurut kelaziman dalam Perusahaan25(jang
(3) Penetapan harga gula rata-rata per kwintal loc°er|turan.
perusahaan gula diselenggarakan b e r d a s a r k a n p
peraturan resmi. negawai
(4) Dalam hal tersebut ajat 1 s/d 3 dari pasal , v'
tersebut dalam pasal 3 dari >>GrondhU^ steniandseh
(Stbl. 1918 No. 88) dan pasal 16 dan »Y01S^ . iang
Grondhuur-reglement” (Stbl. No. 20) atau wa“ oleh Gu-
resmi, pula pendjabat-pendjabat jang dltun, -1p aerah Isti-
bernur Kepala Daerah Propinsi, atau Kepala gawasan
mewa Jogjakarta, diwadjibkan mengadakan Pmelakukan
seperlunja, dengan ketentuan, bahwa dala“ nta dan me-
tugasnja itu pendjabat tersebut berhak menu gUrusj
nieriksa buku-buku darn perusahaan gula, sedang
pengusaha dari perusahaan gula jang bersangkutan diwa-
djibkan memenuhi permintaan tersebut.
Pasal 9.
(1) Djikalau tanah jang disewa oleh perusahaan tidak dapat
diserahkan kembali kepada petani jang menjewakannja
dalam bulan Oktober 1953, maka oleh penjewa, diatasnja
uang-sewa sebulan-bulannja tersebut pasal 3, dibajarkan
kepadanja uang kasepan menurut daftar tersebut dibawah
ini :
Penjerahan kembali tanah
Besarnja uang-kasepan :
dilaksanakan dalam bulan :
Nopember 50% ) dari uang-sewa sebulan2-
) nja tsb. dalam pasal 3.
Desember dan tiap-tiap 100% )
bulan selandjutnja )
KABUPATEN, TANGGALNJA
SEWANJA 18 BULAN (SEMUSIM): KETERANGAN LAIN-LAIN :
KARESIDENAN: PENETAPAN:
Kes. Besuki. Res. Besk. 10 x minimum 1941. Uang sewa harus dibajar tunai, ketjuali
Bondowoso. 4-4-1950. I. Rp. 740. Rp. 980. Rp. 1150. Rp. 970 pemilik menghendaki gula, paling ba
18-4-1950. II. 700. It 800. „ 800. „ 880 njak 2 kw. dengan harga setinggi-tinggi-
III. ft 590. tt 730. „ 770. „ 600 nja Rp. 25,— se-kw.
IV. ft 470. tf 630. „ 600. „ 600
V. it 310. ft 400. „ 470. „ 360
VI. ft 310. — „ 310
Bondowoso, Tamanan, Wonosari, Predjekan.
C. Tegal.
a. uang tunai Rp. 160,—
b. 45 m tekstil „ 180,—
c. 60 kg gula pasir „ 150,—
Res. Surabaja Minimum sewa tanah: Dibajar uang dan djuga gula: Tiap lha
6-4-1950. S. I. Rp. 765. I kw gula Rp. 280. Buat 1 th = 12/18
N o. 325/48 d. X uang sewa.
Res. Madiun. Res. Madiun. Minimum sewa 10 X sewa 1941. Dibajar dengan uang tunai 4 X sewa
Madiun. N o. 11/B/Res. Dengan kepastian serendah-rendahnja tahun 1941.
6-3-50. ' Rp. 600— (klas jang terendah). 45 m tekstil dengan harga 1Va X harga
N o. T /456/12. Pemerintah.
12-4-1950. Sisanja dengan gula S.H.S.
Res. Surakarta 16-5-1950. Minimum sewa tanah: Dibajarnja dengan uang 40%. 60%
Klaten: I. Rp. 1540. lainnja digunakan: 35 m tekstil a
II. It 1080. Rp. 2,50. 1 kw gula pasir SHS Rp. 300.
III. if 1030. (boleh djuga tidak).
IV. tt 820. Kalau ta’ beli gula terima uang kontan.
V. it 429. Waktu membuat got ketjil, pabrik ha
rus membajar Rp. 100,— tiap ha.
Tidak wadjib mendjaga tanaman.
30d
Res. Pati
Pati Res. Pati. Minimum sewa tanah:
Pati : Djuana : Taju : Dibajar dengan uang jang
No. ll/B./R es. I. Rp. 924,30 Rp. 947,— Rp. 959,40 4 X sewa sebelum perang.
-1950. II. 783,90 „ 772,20 865,90 54 m tevtiel, dan gula.
III. >> 608,40 „ 573,30 678,60 Harga gula dan textiel menurut harga
it
N o.: Perhitungan
dari
No. tgl. Keterangan:
1. P. Gula 1950/1951 Pabrik Gula Gondangwinangun (Rentjana
Gondangwina- Vorstenlands Cultuur - onderneming) tahun
ngun Klaten : 1950/1951.
1. Luas tanah jang disewa ada 800 ha.
2. Produksi jang direntjanakan 1182 kwin
tal, per ha, atau semuanja 945.600 kw.
tebu.
3. Rendement 11% .
4. ‘Hasil gula 130 kw. per ha SHS atau semua
104.000 kw.
5. Waktu giling selama 75 hari.
6. Dasar upah Rp. 12,20.
P E R H IT U N G A N N J A P R O D U K S 1K O S T E N :
2. Gadji/upah pegawai
rendahan ........................ ” 228.900,—
3. Mobiel/truck perusahaan „ 81.000,—
(
pcincrintsli
dibit ung harga gula
Rp. 100,— tiap kw.). (Rp- 7.7DQ,—
3.
P P.P.N.I. (Persa- 1-12-1951. Tanaman tebu tiap 1 ha:
tuan Perusahaan 800,^.
Petani Nasional 1. Beli Z.A. 5 kw. a Rp. 160,__ R p .
Indonesia) Wono- 2. Beli bibit ............... 800,^
sobo— Ngaglik 3. Patok dan babad damen 50,^
Sleman — Jogja. 4. Bikin got (selokan) tiap
1 m 5 sen .................. 1 4 0 ,^
5. Lobang tiap lobang 30 sen 300,^.
6 . Gadang 15 1 50,^_
7. Tanam „ 10 1 0 0 ,^
Bubut 3 kali 15 1 50,-^.
9. Sulam 2 kali 5 50,-^
10 . Gebrus 15 150,.—,
11 . Gembing urug 15 150,—
12. Gembing urug ke-2 15 150,-_
13. Bongkar pundung ............... 175,-—
14. Mem’ouang ama 2 25,—
15. Mengairi 3 x ....................... 60,—
16. Urug mati 1 lobang 20 sen 2 0 0 ,—_
17. Klitik 1 lobang 5 sen 50,—
18. Monster .......................... 30,—
19. Rembang 1 lobang 7V^> sen 75,—
.
20 Angkutan ............................. 125,—
21 . Giling .......................... 1 0 0 ,—
22 .La in2 (tenaga, tali2 dll.) 2 0 0 ,—
24. Sewa tanah 18 bulan 2 . 1 0 0 ,—
cMiins
Telah menanam tebu seiuas 10 ha dan sudah
didjadikan gula dan didjual.
Tanaman tembakau Vorstenlanden
Rp 360,—
1. Beli Z.A . 2 kw. 1GO
2. Beli bibit ........ SS,—
3. Babat damen . 15 —
4. Patah ............. 200,—
5. Garangsapi 140,—
6. G ot ................. 150,—
7. Gadang ......... 200,—
8. Lalahan ........ 150,—
9. Tanaman 50,—
10. Sulam 2 kali . 200,—
11. D angir 3 kali .................... 50 —
12. M engairi (eleb) ................ ..' 25 —
13. Obat2an ............................ 100,—
14. Ama2 ..................... 300,—
15. Ngunduh .................. 300,—
16. Sunduk ......... ;
17. Unit (melolos tembakau 100,-
dari s u d je n ) ......... 150,-
18. Ngunting ................ ....... 60,-
19. Beli tikar ................... ’ 25,-
20. Ngepres •• •■ ■ • ? 100,-
21. Lain2 280,-
22. Pegawai dan “
23. Sewa tanah 6 bu an
D jum lah semua
No.
P. B., Petani 25-10-1950 U.U. jang melarang menggiling tebu rakjat dan memaksa gula rakjat oleh
Semarang pabrik gula supaja disesuaikan dengan kepentingan rakjat.
2. Perusahaan gula waktu jang akan datang harus mempergunakan tebu rakjat
(opkoopriet).
3. Sekarang bab 2 belum mungkin (untuk permulaan mungkin dapat didjalan
kan didaerah Malang dan Kediri), sebagai peralihan menjewa tanah rakjat.
4. Persewaan jang berdasarkan persewaan sebelum perang tak dapat diper
tahankan.
5. Minimum persewaan didasarkan „maro”.
6. Desa harus dapat keuntungan dari perusahaan gula.
7. Berdasarkan ini tiga pehak jang akan mendjaga.
8 . Minimum persewaan diperhitungkan s.b.b.;
tanah 1 ha menghasilkan 1000 kw tebu, rendement 12%. Bagian untuk
pemilik tanah Vz hasil = 500 kw tebu = 60 kw gula pasir. Biaja-biaja
menurut tahun 1942.
a. Biaja tebang, angkutan & timbangan Rp. 55,—
b. Biaja giling (gudang, karung, mesin dll.).„ 156,40
c. Biaja pengawasan tehnik „ 27,—
d. Ongkos-ongkos semua untuk gula60 kw Rp. 218,40
e.. Sekarang lipat 16 kali „ 3.494,40
f. Dapat dibajar dengan gula 34,95kw „ 3.495,—
g- Bagian pemilik 25,05 kw.
h. Minimum harus dibajar kepada pemilik
oleh Pabrik pertama n 1.500,—
Sisanja Rp. 1.005,— keuntungan, diserahkan
desa 335,—
Rp. 268,— untuk winst - belasting, dibajarkan
setelah diketahui berapa tebu dan rendementnja
(habis tebang).
j. Djadi selain Rp. 1.500,— sehabis tebang pemilik tanah mendapat
keuntungan lagi Rp. 402,-—•.
Tidak perlu berdasarkan sewa tanah sebulan perang, dan tidak perlu
mengambil perhitungan palawidja/padi jang mendjadi „inkomslenderving” .
D.P.P. B.T.I. Jogjakarta. Grondhuurordonnantie kolonial segera dihapuskan.
Sebelum terhapus, untuk persewaan tanah :
a. Sewa-menjewa dengan „aandeel in de winst” .
b. Deelbouwsysteem, tani memarokan sawahnja kepada perusahaan.
Opkoopriet (rakjat menanam sendiri) dengan sarat-sarat: pemberian
bibit, rabuk, pimpinan teknis, pemberian krediet, keuntungan dsb.
Disamping perusahaan Nasional buat tanaman tahun 1951/1952 dapat
diselenggarakan sewa-menjewa dengan „aandeel in de winst” dengan
sjarat-sjarat:
a. Sewa menjewa suka rela.
Resolusi dari Ru- 20-10-1950. Pemerintah 1. Sewa tanah th. ’51/’52 dinaikkan sedikitnja 15 kali.
kun Tani Indonesia ' 2. Menuntut hapusnja kontrak pandjang, dan penjewaan dengan
(R.T.I.) Tjirebon. sukarela.
3. Pelaksanaan harus berhubungan dengan organisasi.
4. Pemerintah d.iangan memperpandjang haq erfpacht baru.
5. Erfpacht jang tidak dikerdjakan, supaja haq mengerdjakan diserah
kan kepada rakjat.
6. Untuk membrantas idjon, pemerintah supaja memberi kridit.
Statement dari P.B. 30-11-1950. j Pemerintah Tingkat a :
S.T.I.I. Surakarta. Melandjutkan persewaan tanah dari petani kepada pabrik dengan
perubahan-perubahan dasarnia, diantaranja dasar harga uang dan
hatsil diluar negeri, mendapat persewaan lebih tinggi: untuk th.
’51/’52 paling rendah 15 kali dari sewa ’4 1 /’42.
Tingkat b :
Memarokan kepada pabrik sebagaimana biasa dilakukan oleh petani
kepada petani sendiri, dengan pembajaran dimuka, sebelum hasil
tebu/gula dapat dibagi; paling sedikit sama dengan persewaan jang
1 akan diterima, seandainja tanah itu disewakan.
324
Tingkat c :
Menanam tebu sendiri, dengan biaja dan bantuan teknis dari pabrik,
dengan perdjandjian tertentu antara Petani dan Pabrik mengenai
harga pendjualannja atau ongkos penggilingannja, jang tidak meru
gikan kaum tani; harus sedikitnja sama dengan djumlah perse
waan a.
Tingkat d :
Menanam dan menggiling tebu sendiri, didalam kebun dan pabrik
sendiri, jang diusahakan setjara koperasi, antara golongan jang
berkepentingan.
Statement bersama 19-1-1951. Pemerintah Berdasarkan atas keputusan rapat bersama antara Organisasi B.T.I.
dari B.T.I. Tja- Tjabang seluruh Daerah Madiun pada tanggal 19-1-1951, maka:
bang Madiun, Ma- 1. Tiap-tiap usaha persewaan tanah jang didjalankan oleh Pabrik Gula
getan, Gorang-ga- seluruh Daerah Madiun, hams melalui Panitya Persewaan tanah
reng, Ponorogo, dari B.T.I.
Ngawi.
2. Tiap-tiap terdjadinja persewaan tanah jang tidak melalui Panitya
tersebut, organisasi B.T.I. seluruh Daerah Madiun tidak dapat mem-
pertanggung djawabkan akibatnja.
Lampiran: XXII.
TJONTOH BLANKO PERDJANDJIAN SEWA TANAH
DAERAH MADIUN.
District ......................
Dessa ....................
Nomer k o n tra k .......... ...............................
saia ?n a m IT “ UaSSal
saja (nam a)................................ berpangkat . . . .
telah datang pada
2 ---------------- r Z J lb ih tembakau
E p . 0,90 buat^ha^ ^ kg ja n g p er.
a. tembakau tjerutu
djenis „vorstenland-
she tabak” 1000 kg Rp ! __toiat idem 200 kg jang ke-
b. idem sedjenis de Rp idem 200 kg jang ke-
ngan djenis jang
lazim ditanam di tiga; 4 .
Banjumas 600 kg , f idem selandjutnja.
c. tembakau djenis 15 kw
RP- x’25 ? u t hasil lebih rosella/
..Virginia” Rp. 45, j?QjChorus" 5 kw jang per-
S /d e m 5 kw jang kedua;
S i i(te® s e la n d ju tn ja .
Pasal 10.
Peraturan ini berlaku pada hari diumumkannja serta akan
dimuat dalam Berita-Negara Republik Indonesia.
RUTIPAN dsb.
Pasal 1.
Pasal 2.
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Mengingat:
pasal 96 ajat (1) Undang-undang Dasar Sementara
Republik Indonesia ;
Me n d e n g a r :
pendapat Dewan Menteri pada rapat ke - 22 pada tang
gal 31 Djuli 1951;
Menetapkan:
Undang-undang Darurat tentang pemindahan dan p e
makaian tanah-tanah dan barang-barang tetap jang lain
nja jang mempunjai titel menurut Hukum Eropah.
Pasal 1.
(1). Dalam menunggu peraturan jang lebih landjut, maka buat
sementara setiap serah pakai buat lebih dari setahun dan
perbuatan jang berwudjud pemindahan hak, mengenai
tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnja, jang mem
punjai titel menurut hukum Eropah hanja dapat dilakukan
setelah mendapat izin dari Menteri Kehakiman.
(2). Semua peraturan jang ada jang bertentangan dengan ajat
(1) buat sementara ditunda berlakunja.
(3). Semua perbuatan jang dimaksud dalam ajat (1 ) jang dila
kukan diluar idzin Menteri Kehakiman dengan sendirinja
batal menurut hukum.
Pasal 2.
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari di-
undangkan. Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja,
memerintahkan pengundangan Undang-undang Darurat ini de
ngan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta,
pada tanggal 2 Djanuari 1952.
Presiden Republik Indonesia :
SOEKARNO.
Menteri Kehakiman :
MOEHAMMAD NASROEN.
Diundangkan
pada tanggal 2 Djanuari 1952.
Menteri Kehakiman :
MOEHAMMAD NASROEN.
Lampiran: XXVI b.
TAMBAHAN
L E M B A R A N N E G A R A R. I.
Ketiga:
Menetapkan, bahwa surat keputusan ini akan dimasuk an
dalam Tambahan Lembaran-Negara.
Menteri Kehakiman,
Mr. MOEHAMMAD NASROEN.
Lampiran : XXVId
TAMBAHAN
LEMBARAN- NEGARA R. I.
MEMUTUSKAN:
Kesatu ; Membenarkan :
Kepada
Gubernur Sumatera Utara
di
MEDAN.
Lampiran: XXVIIb.
S A L I N A N dari Daftar Ketetapan-Ketetapan Gubernur
Propinsi Sumatera Utara.
No.: 36/K Agr. M E D A N , 28 SEPTEMBER 1951.
GUBERNUR PROPINSI SUMATERA UTARA.
Menimbang : bahwa untuk memenuhi bunji Keputusan Men
teri Dalam Negeri tanggal 28 Djuni 1951
No. Agr. 12/5/14 pei'lu diadakan. penghun-
djukan dari tanah-tanah Negeri jang sekarang
dikuasai dengan hak konsesi oleh perusahaan-
perusahaan perkebunan tembakau di Suma
tera Timur :
a. seluas maximum 125.00 ha, jang akan di-
benarkan pemakaiannja dengan hak ben
da, untuk waktu paling lama 30 tahun dan
dengan sjarat-sjarat lain jang akan ditetap
kan oleh Pemerintah dikemudian hari ;
b. selebihnja dari 125.000 ha, seperti dimak-
sud sub a. jang oleh perusahaan perke
bunan tembakau akan diserahkan kembali
kepada N e g e r i;
Memperhatikan : usul-usul dan andjuran-andjuran Komisi Agra
ria Sumatera Timur, jang dibentuk dengan
surat Ketetapan kita tanggal .15 Agustus 1951
No. 26/K/Agr.;
Mengingat . kata sepakat jang tertjapai dengan Deli Plan
ters Vereniging pada pertemuan tanggal
Septem ber 1951 di kantor kita.
MEMUTU SKAN :
KESATU : Menghundjuk tanah-tanah untuk keperluan Peru
sahaan perkebunan tembakau di Su™atera T™
jang bereabung pada Deli Planters Vereniging di
Medan, seluas maximum 125.000 ha,
masuk sebahagian tanaman berumur Pancl^ §
(overjarige cultures), jang akan dibenarkan pema-
kaiannja dengan hak benda m enurut U ndang-.
Undang, dengan sjarat-sjarat dan ketentuan-keten-
tuan jan g kem udian akan ditetapkan oleh P em erin
tah, ja ’ni sebagaimana dinjatakan pada peta ja n g
terlam pir, ukuran 1 : 100.000, dimana tanah-tanah
itu ditjantumkan dengan warna biru m uda, dengan
sjarat-sjarat :
I. Tentang tanah-tanah ditepi-tepi djalan :
Tanah-tanah ditepi djalan umum kiri-kanan
antara kota-kota :
a. Tandjung Pura — Bindjei — Medan —
Tebing T in ggi;
b. Medan — Bandar Baru ;
selebar 250 meter dari tepi djalan masuk
kedalam dikembalikan kepada Pemerintah.
Penjerahan kembali kepada Pemerintah atas
tanah-tanah tersebut pada ajat a. dan b. tidak
berlaku pada bahagian-bahagian tanah diatas
dimana ada terdapat bangun-bangunan berikut
pekarangannja dari pihak perkebunan jang sa
ngat diperlukan olehnja seperti rumah-rumah,
kantor-kantor, gedung-gedung, bangsal-bangsal,
djalan-djalan air, djalan-djalan kendaraan, ta
naman djati dan bambu, jang belum diduduki
oleh rakjat pada tanggal ketetapan ini.
II. Tentang tanah-tanah persawahan.
Tanah-tanah persawahan jang sudah ada, dise
rahkan kembali oleh Perusahaan Perkebunan
kepada Pemerintah.
III. Tentang tanah-tanah pekampungan dan kota
serta tanah-tanah jang diperlukan untuk peng-
luasan-pengluasannja.
Tanah-tanah perkampungan sekarang dan peng-
luasan-pengluasannja buat dikemudian hari
untuk selama 30 tahun akan ditentukan dan
diserahkan kepada Pemerintah jang patut luas
nja buat menampung pertumbuhan penduduk
kampung jang dimaksud.
IV. Tentang tanah-tanah dipinggir sungai dan ke-
liling mata-mata air :
Tanah-tanah km-kanan sungai-sungai dan anak-
anak sungai jan g mana airnja terus menerus
mengalir, sepandjang minimum 50 meter
diukur dari pinggir sungai-sungai dan anak-
anak sungai itu dan sekeliling mata-mata air
minimum 100 m eter diukur dari pinggirnja
w adjib dihutankan atau ditanami dengan po-
hon-pohon keras seperti djati, rumbia, bambu,
djuar dan lain-lain jang diperlukan untuk usa-
hanja serta diurus oleh pihak perkebunan,
untuk m entjegah adanja erosi dan lain-lain.
Tanah-tanah jang didalam lingkungan djarak
50,— dan 100,— meter jang dimaksud, dihi-
tung masuk dalam luas maximum jang
125.000.— ha tersebut diatas.
KEDUA Tanah-tanah jang selebihnja dari 125.000.— ha jang
dimaksud dalam ajat kesatu diatas diserahkan kem
bali kepada Negeri.
KETIGA Apabila dikemudian hari ternjata perlu diadakan
perubahan-perubahan mengenai tanah-tanah jang
dihundjuk, maka perubahan-perubahan ini dapat di
adakan sesudah dilangsungkan perundingan dengan
Perusahaan-perusahaan Perkebunan Tembakau.
SALINAN dari surat keputusan ini dikirimkan kepada :
1. Perdana Menteri di Djakarta. 2. Semua Menteri-
Menteri. 3. Bupati Deli dan Serdang di Medan.
4. Bupati Langkat di Bindjei. 5. Kepala Djawatan
Kepolisian Sumatera Utara di Medan. 6. Kepala
Kedjaksaan di Medan. 7. Ketua Pengadilan Negeri
di Medan. 8. Ketua Pengadilan Negeri di Bindjei.
9. Pengurus Deli Planters Vereniging di Medan.
10. Pengurus A. V. R. O. S. di Medan.
1 2 5 6, 7, 8. 1° untuk dimaklumi,
3, 4, dan 9 untuk dilaksanakan seperlunja.
Sesuai bunjinja dengan Daftar tersebut :
Sekertaris,
dtt.
Tengku Soelaiman.
Lampiran: XXIX.
DAFTAR TANAH-TANAH PARTIKELIR JANG
BELUM DIKEMBALIKAN HINGGA SEKARANG. *)
*) L a m p ir a n p id a to M e n t e r i D a la m N e g e r i d a la m p e m b it ja r a a n U ndang-
undang p e n g e m b a lia n ta n a h p a r tik e lir di D ja k a r ta d im u k a P a r le m e n
12 P e b r u a r i 1953.
I
X
s
e
*03
g
o
C O O (D C O ^W C O 0W W C 5^iocO C O C O l> o
I0O
346.909
289.820
244.705
591.379
609.298
597.865
^ l > 0 5 ^ M H ^ 0 5 ^ ( O I > I > C O O O C O ( O l >
C D N W ^ ^ C O C q c q ^ C O O J C O Q M M C D C O 5
IUIBUB;ip ^ H CD IO H CO oi O H r i Ifj CO CO ID If5 CO
tH CO CO 1 C rH rH t-H rH |>
Suet ijejm n tQ
.3
-4->
a
cn
19.750
1.504
59.616
1.073.448
1.079.202
1.074.112
140.390
6.708
482.268
352.419
93.095
18.417
567.245
2.307
14.368
8.604
26.056
14.428
7.499
2.302
5.408
32.416
114.377
BCasenx qeiuinCg
a
a
1.181
483
1.182
514
655
1.187
t -I D O O fflO C -n n o jO Q t -r t ^ t -N I D
UBUnq95[J9(J N H1 CO H
>-1 I-t
(MC<1 00 <N IM>-H
T-l
EfusjBCuBq qG[uinr(x
87.984
13.118
37.685
30.457
102.540
100.003
14.900
574
53
4.788
1.665
5.980
506
1.576
473
575
914
141
5.388
177
17.267
89.624
38.100
101.394
104.043
14.900
32.747
1.665
574
506
141
914
1.576
5.980
5.159
177
53
575
482
5.398
PENGUSAHA
I
i
!
i
| | i-i « h in M |< n c o | | io > n a CO 00 CO H CO 00
m co co ^ co
tH t—< t-4
DALAM
JANG ADA
PERKEBUNAN - PERKEBUNAN
KEADAAN HUKUM TANAH
DIBAGI MENURUT
DIBERIKAN KEPADA
JANG
(HEKTAR)
LUAS TANAH
e
a
s0)
2 2 rt Q *c? W
)
ca S ^ .2 H g ^
!3
-J Qmf KEHf UMMa a QM^MMg j q
<N CO O CSJ 03 o in CO C- CO t- ca ca o 05 CO 05 l> CO
n u e u B iip t- CO o CO rH 05 rH ca n< ca o in O CO CO CO <N
<N rH in CO 05 t- CO rH o CO CO o in CO p tJJ p
3 u b C q e ju m C Q ; CO c4 t> O o ca CO 0 5 rH CD CO CO cd co
T—( rH CQ 0 5 CO 05 D-
CO CO CO ca in in
cq ca in t - o 00 CO ca rH rH t- o CO CO CO ca co CO CO CO d
CO 1
05 CO CO t —I 00 r> CO CO rH ca in rH D'* t-H CO CO ^ o
eC usenx q c iu in C Q <N p in H 05 <N rH ca p o p in in ca rH I > CO CO p cq p
|> rH CO (N in I > rH CO CO CO CO 0 5 [> CO t > rH in
t- (M (M in rH ca rH r™ CO CO rH CSJ o
rjj
CO P 0 5 CO
rH rH rH rH
cO
o tr - OiCOtMCOOCOCDOiCaOlCOOD IO N H 05 in
t-H C-lt—( CO rH Ca cj in t> rH rH rH
UBunqojfjacI (M
(N CO CO N IN N N
B tu ^ B C u B q q B iu in C Q p&
u
cas3
iu ib u b ; O 05
CM C-
t- t> CO
05 05 CD
CO
-ip SlIBf
Q
co
m 3
O i 0 5 l>
BtUSBHT I I I 1 I I 1 ! i I I C3 £— O
H
O
H
I>
CO
*5 <11
PENGUSAHA
ni is
C "O
«
E-I acunq3>[J3cI
I I 1 ! I ! I II II I
BCUHBCUBa
DALAM
CO o t> O CO t> o CO CO CO t- o 05 in
^ o w ^ in CO CO CO CO 05 in hes
lunmejip CO
CO o o co i> h ir: CD p CO M 0
ca ca ca irj i> co co co 6
3 U B f O CO CO O N r-
« N 'f f J *4*
DIBERIKAN KEPADA PERKEBUNAN - PERKEBUNAN JANG ADA
oCSJ 05 CO O CO f * H 05 w m C5 rH r ~
a
o Cu ;
rH
CO I 1 co ©
co inm ca oo
i-4 co CO
CO
in ^
CD
ts*
CO
C>1 T-» &
p CO ov
M b s b r t
05
CO
05 co co ^ lo h CO in h
0 5 (M
co
CO
CO O
co in ^
r-i
Cl CO co co in 05 05 05
&03
C
DIBAGI MENURUT KEADAAN HUKUM TANAH
co h co in co H CO CO 05 CO 05
rH in co co H
u c u n q 0 J iJ 3 ( 3 <N M m h ^ CO
^ CO
^
TjCunctuea;
^ W O N f f l ^ O i n c O M W O N M N CO CO CO t- 05 in
M ID H r-t m o
o TUIBUB}ip C 0 C 0 O 0 5 C 0 C 5 H r i < t » H I > C 0 0 5 O C 0
O D H iO N N O )l>fl) l> CO in ^ LO H T-i CNj C5 in 05 co
10 S3 i> in co oi oi ^
C5
3
»-<
gUCf r-i CO N H
(M
O O
T-H ( N
CO N CO H
CO l> CO in in in
2 s0)
p £
3
. . •+-> t » N i n M O C 0 C 0 N 0 5 H 0 ) M i n C D t > m co O 05 m^
co ca r-
< ® C 0 C 0 C O C O C 0 D ' C O t ' C 5 i n O 5 i n H C 0 in t> 05
3 ^
E fU S E n i
N O W i n C O N H N H ^ N N <M t-H ^ i> i>
EH :h £ in t>
ca m O O CO ^
CSJ
CO 1> O CO
CO CO CO
o d oi
co in in
< «4_j ^ ^
ca .H ;
o Ph W
< Ol
■C
cs M W M M T-HO (N
N ^ C tO-H t CS]* C D CS1C O M CO CO co
CO 1> CO
c D- I> t-
n u e u n q 9 J iJ 9 d
nCu^BCuBg
IUIBUCiip CO CO ^
rC
OC^OH
I I
yucf H
a
rz} c
S 2
(HEKTAR) JANG
e. 5?
b Cu s b i i t ;
t—^
rH
«—
iH TF
•
CO COE>
i
UBunqajfjad
ECmiBCueg I I I I ! I I i I I I
LUAS TANAH
in
iu ibu b ; in CS] o
o
-ip gUBf I ! I " I I I ! ” I I i p CS1
•4->
CO
.s
v
sa> in
o o
CO in
co in t’ o
Ph b Cusbht ; CO o
t-
o
i>
i>
M
J3
nj
a
CtS
H
uBunqajjaod
BtalBtUBa
rO
cCO
K
> < 0)
co si
CO
X Pi
X H (1)
Sh
<1 CO 3 a
W}
Q CO s CO c o>
C3 C3 PQ Eh S i t o
s- W bJD « «d d o
T3
c
^ CO=3 CO CO i § rQ HH
•2 S3 ,Q «3 sco § s Ui — B
•c-» C3 c3
I--J
P h D X2
o
o. S s I % M "*.S
s aS3 lc j aS3 •fH S £
C5 5♦ 3r-5 S
Q> C«O C«O 3CO 3CO 3“ I■—« -3
s -s CO
co « .§ 3 £3
tn H W 5 a 0 2 Eh
Lam piran : XXIX.
DAFTAR TANAH-TANAH PARTIKELIR JANG
BELUM DIKEMBALIKAN HINGGA SEKARANG. *)
No. j Luasnja
Nama tanah partikelir ^ Nama pemiliknja.
urut j ha.
!• 1 A n t j ol 21 Ong Wie Tin, Tjideng - Timur
1 No. 3 Djakarta
2. |Bidara Tjina 44 Ahliwaris Lauw Koei Liong
3. j Djati 66 ,,Kong Koan”
Djelambar (Zoetendal) 437
4' j Schoonzigt
5. 3
6. |Tandjung Lengkong 241
7- I Gunungsari 51
8. | Djati - Timur 10 Stichting Saleh Abdat Wakaf
9. J Djembatan Besi 66 Gouw Hie Siang
10. | Djepang/Pedjompongan 461 N.V. Mij. tot Expl. van
Vastigheden Han Tiang Kit
11. j Gang Kenari 6 Sech Salim bin Awab Baloewel
12. j Kebonbaru Ketjil 12 Oemar Moebarak Balwael
13. | Kebonsirih 14 Sech Oemar bin Abdullah bin Sait
1 Basalamah
14. |Kemajoran - Timur 51 N.V. Mij. tot Expl. van Vastig
! heden „Kemajoran Oost”.
15. | Kramat Sawah (Gg. Sentiong) 5 N.V. Bouw Mij. Kramat Sawah.
16. j Kwitang Barat 35 N.V. Bouw Mij. Al-Kaff.
17. | S o l i t u d e 50 N.V. Algemeen Spaar-& Deposito
1 Bank.
is . i Lon ta r IX (Sentiong) 4 | N.V. Mij. tot Expl. v. Grondeigen-
1 dommen Eurazie I.
19. ! Mamsan Kebon Nanas 16 | Ch. Sim Zecha.
20. | Melaju Besar 569 j Loa Sek Hie dan Loa Sek Tjoe.
21. j Pademangan 213 | Hendrik Frederik de Groot l/1
1 Laurens de Groot 2/6
! Willem Pieter de Groot 3/6.
22. 1 Pakembangan | 10 1 Ahliwaris Tan Joe Nio (isteri dar
1 1 Liauw Keng).
)) | 24. Kranggan )
J)
| 25. Tanah-Tinggi
X.
Djakarta 1573
1920 26. Pasarbaru dan Tjurug Betung Djakarta 17493
atau Sampiran
27. Struiswijk Djakarta -|- Djati 11186
28. Pulu Besar negara
1921 29. Tjempaka Putih Sunter Djakarta 209
30. Babakan Utara 349
1922 31. Balaradja atau Bumiaju 251
1925 32. Grendeng Barat atau Karawatji 2969
Ilir 112
1925 33. Kwitang-Timur atau Tanah Tinggi Djakarta 209
1927 34 Djatinegara Djatinegara 391
35. Pondok Labu I s/d V. »» 291
36. Tigaraksa Djakarta 10844
37. Tjikokol 463
38. Kebajoran, Tanah Kusir, Trogong
atau Gebruk dan Lebak-bulus atau
Simpleitas Djakarta 1546
39. Gandaria - Utara Kebajoran 211
40. Ulu Pella dan Pella Petogogan Djatinegara 371
41. Bazaar Tangerang Barat dan Kali
Pasir Djakarta 121
42. Pasir-Putih 190
43. Muara Angke atau Slingerland 454
44. Antjol Victoria atau Daru 1421
45. Kemiri atau Karangserang Dalam 4708
1928 46. Pesing Kalimati 127
47. Kedawung-Timur 326
48. Kramat Pulo atau Kramat Sentiong 58
49. Parungkuda atau Sewan 987
50. Tjikuja 3037
51. Antjol Pasir 1288
52. Kemajoran Barat atau Gang
Kadiman dan Kemajoran 191
53. Pondok Djagung dan Priang 667
54. Paninggangan 542
55. Mauk 3511
1929 56. Pakulonan atau Bergzicht 1149
57. Bendungan Ilir 59
58. Kalibata Krobakan Djatinegara 209
59. Tandjong Barat dan Djaga Karsa >> 3016
60. Karang-serang-laut Djakarta 3290
61. Selapandjang Timur J) 1075
62. Pesing Koneng dan Pesing
Jan Paul Djatinegara 210
1930 1 63. Poris, Gondrong atau Tjipondoh 1 3049
dan Pondok Kosambi Djakarta
i 64. Lengkong Barat i 1586
52
1 65. Kampung Duri Besar it
37
„ 66. Kalibata Kampung Djati Djatinegara j
a 67. Groot Kampong Makasar dan
Harmendaal »> ^ 420
a 68. Kramat Pakuadji atau Kramat
Tandjung Burung Djakarta 5251
69. Kampung Duri Ketjil 14
it
it
Bogor 3595
1921 15. Tjikadu atau Tjiledjet Bogor 4614
JJ 16. Kuripan Bogor 8311
»> 17. Pondok Gedeh, Pondok Gedeh
Tengah, Tjutah Tjiawi dan
Tjidjeruk Bogor 20540
18. Tjiluar, Tanah Baru I s/d IV I
dan Sukaradja Bogor 4013
1922 19. Tjitrap atau Tjiteureup Bogor 21676
»> 20. Sadeng Djambu Bogor 2316
1927 21. Djasinga Bogor 20182
1928 22. Tjikopo Majak Bogor 868
1929 23. Tjikopo Selatan II dan III Bogor 2198
24. Tjiliwung Bogor 1570
Bogor
n
>> 25. Megamendung 2118
26. Nanggung dan Mandalasari Bogor 7700
>>
» 27. Gobang atau Tjibodas Bogor 6156
1930 28. Rumpin Bogor 2799
29. Tjitajam Bogor 1854
Bogor
>»
n 30. Tjipeundeuj. 239
1936 31. Kampung-Melaju Djakarta 3971
>> 32. Kedawung Barat c.a. ti 2140
33. Tjawang-Tjikoko Djatinegara 250
>>
1937 34. Batu Tjeper Djakarta 1408
>> 35. Tjikoko Djatinegara 65
1938 36. Gunung Sindur Bogor 3978
37. Karawatji 2437
>» 38. Priok Beng Djakarta 84
)) 39. Telukputjung dan Tjakung Djatinegara 14281
1939 40. Tjihuni Djakarta 1648
1940 41. Tjiampea Bogor 40534
»» 42. Tjilintjing Djatinegara 1019
»» 6400
»» 43. B a b e 1 a n Krawang 55173
1949 44. Tegalwaru Bogor 4690
»» 45. Sawangan 23920
46. Bolang »
J>
Tangerang ! 8543
>> 47. Tjilongok Gandu Bogor ! 2678
M 48. Dramaga i 115073
5» 49. Michiels Arnold | 3992
>» 50. Tjimanggis | 4995
>> 51. Bodjong Gedeh | 2263
52. Tjikopo Utara j 4200
’J 53. Bodjong Karatan | 878
>> 54. Kaum Pandak I 2238
55. Tjikoleang I 389
>> 56. Trogong
1949 | 57. | Janlapa Timur
Bogor 1323
| 58. Tjisarua-Selatan
| 59. Pamanukan dan Tjiasem 2000
ft 60. Kebajoran Krawang 67602
a 61. Kedung Gedeh Djatinegara 19531
it 62. Tjabang Bungin 9729
it 63. Tambun 9699
a 64. Tandjung-Timur 12406
it 65. Babakan Djatinegara 7427
it 66. Pangkalan 2988
67. Terusan 371
>« 68. Pondok Tengah 2000
tt 69. Pondok Gedeh 2023
it 70. Pangadegan 5800
n 71. Karang Tjongok 69
a 72. Pulo Gadung 13332
a 73. Klender 1442
it 74. Tanah Rendah 1271
ii 75. Tjilebut 147
it 76. | Pabean Tjilluw 2547
it 77. | Tugu Timur dan Barat 284
it 78. | Kampong Mangga 24
1950 79. 1 Tjilodong 78
Bogor 3331
tt 80. 1 Mampang Ilir
it 81. | Rawabuaja/Tanah Kodja a 112
82. | Suradita Tangerang 963
83. | Lentengagung fi 1632
1951 84. | Pondok Tjabe Udik Djatinegara 43
it 85. | Depok Tangerang 552
Bogor 1244
DAFTAIt BUKU-BUKU DAN MADJALAH JANG MENDJADI
SUMBER BAHAN2 DAN SEBAGIAN DIKUTIP ISINJA.
1....................................................... Adatreclit bundul I (Gemengd).
2....................................................... Adatrecht bundel II (Java en Madoera).
3....................................................... Adatrecht bundel XXXIX (Gemengd).
4....................................................... „Agraria”. Laporan jang disusun oleh
Kantor Pusat Urusan Gerak-
an Tani Kementerian Perta
nian R. I. untuk keperluan
dinas.
5. Wiradiputra, R.A................. Agraria (Ilukum tanah), Penerbitan
Djembatan/’52.
6.Trenite, Prof.Mr.G.J. Nolst Agrarische Regelingen; dalam buku: De
Landbouw in den Indischen Archipel
deel I, onder redactie van Dr. J.J. van
Hall en van Koppel/1951.
7.Maassen, Mrs. G.G.J. en Agrarische Regelingen voor het Gouver-
Hens, A.P.G............................ nementsgebied van Java en Madoera;
deel I eerste stuk, deel II tweede stuk,
deel II Bijlagen/1934.
^.......................................................... Agrarische Regelingen voor Zelfbe-
sturende Landschappen in Gewesten
buiten Java en Madoera; samensgesteld
door het Departement van Binnen-
landsch Bestuur afdeeling Agrarisch
Inspectie/1919.
9. Heyden, Mr. A.J. van der Aturan Landrente/1939.
10- Ter Haar Bzn, Prof Mr... Beginselen en stelsel van het Adatrecht
van Nederlandsch Indie.
!!• Sumitro, Prof. Dr................. Bunga Rampai Ekonomi/1951.
12. Rethe, Mr. Cecile ............ De Arbeid in den Lanbouw; dalam
buku: De Landbouw in den Indischen
Archipel deel I, onder redactie van
Dr. C.J.J. van Hall en C. van de Koppel.
13. Haccofl, Dr. J.T...................... De Indische Export producten. De be-
teekenis voor Indie en Nederland/1947.
Schrieke, Mr. J.J.................... De Lagere Inlandsche Rechtsgemeen-
s c lia p p e n in N e d e r la n d jc h I n d ie .
15. Gerritsen, Mr. J................... De Welvaart in Indie/1926.
16. Koppel, C. van d e ............. Eenige statistische gegevens over land
bouw ; dalam buku: De Landbouw
in den Indischen Archipel, deel I, onder
redactie van Dr. C.J.J. van Hall en C.
van de Koppel/1952.
17. Boeke, Prof. Dr. J.H.D. Eeonomie van Indonesie/1950.
18................................
Erfpacht: a. Groote Landbouw ;
b. Kleine Landbouw;
c. Landgoederen en buiten-
verblijven.
Handleiding ten dienste van de Inland-
sche Bestuursambtenaren op Java en
Madoera, oleh Departement van Bin-
nenlandsch Bestuur.
19. Graaf, Dr. H.J. de ........... Geschiedenis van Indonesie/1951-
20. Cassuto, Mr. Is H ............ Handleiding tot de studie van het Adat-
recht van Nederlandsch Indie.
21. Schwarz, L.M........................ Harta Sedjengkal.
22. Wertheim, Dr. W.F........... Herrijzend Azie.
23. Vollenhoven, Mr. C. Van . Het Adatrecht van Nederlandsch Indie
tweede deel aflevering I en II.
24. Adam, Dr. L.......................... Het autonomie van het Indonesisch dorp.
25. Schwencke, G........................ Het Vorstenlandsch Grondhuurregle-
ment in de practijk en het Gronden-
recht in Jogjakarta.
26. Terra, Ir. G.J.A...................... Het welvaartspeil in Indie, dalam madj.
Landbouw tahun ke 20/1950.
27. Muller, Mr. F.J. Hoofdtrekken van het Adatrecht, de
dorpsinrichting en de agrarische wet-
telijke voorschriften in den Gouver-
uementslanden op Java en Madoera
zooveel van belang voor het Volks-
credietwezen/1951.
28. Supardi, Rd. Hutan dan perdagangan hasil hu-
tan/1951.
29. Supardi Rd. .. Hutan, Reboisasi, Industri/1951.
30. Rutgers, Ir. S.J.
Indonesie. Het Koloniale systeem in de
periode tussen de eerste en den tweede
Wereldoorlog/1947.
31. Tergast, Ir. G.C.W. Chr . Indonesie’s inheemse landbouw, dalam
madjalah „Indonesie”, Juli 1951.
3 2.................................................. Inleiding tot het grondrecht. Ontgin-
uingsordonnantie. Handleiding ten dien-
ste van de Inlandsche Bestuursamb-
tenaren op Java en Madoera, oleh
Departement van Binnenlandsch Be-
stuur.
3 3.................................................. Laporan tahun buku 1950/1951
De Javasche Bank.
3 4................................................... Pertanjaan Anggauta dan Djawaban
Pemerintah. Tambahan pada risalah
Resmi Dewan Perwakilan Rakjat R.I.S.
djilid II.
3 5.................................................... Risalah Resmi Dewan Perwakilan Rak
jat R.I.S./1950.
36. Praptodihardjo, S. .. Sendi-sendi hukum tanah dimasa depan.
Penerbitan Pembangunan.
37. Edelman, C.H......................... Studien over de bodemkunde van
Nederlandsch Indie/1947.
38. Radjab, Mochd...................... Toradja Sa’dan, Balai Pustaka 1951.
39. Timmer, Prof. Dr. W.J. Totale Landbouw Wetenschap.
40. Tergast, Ir. G. C.A............... Vergroting van de Bedrijfsbasis in de
Indonesische landbouw, in het bij-
zonder op Java en Madoera, dalam
„Landbouw” tahun ke 22/1950.
41. Ter Haar, Bzn. Prof.Mr. .. Bzn. deel I. geschriften van Ter Haar
Verzamelde
ISI BUKU BAGIAN KEDUA. halam an.
1. Kata pengantar................................................................................................... 5
2. B a b VI I . .„
DJAMAN PENDJADJAHAN DJEPANG SAMPAISEKARANO. ^
I. Masalah tanah djaman pendjadjahan Djepang ............................ 0
il. Masalah tanah sesudah proklamasi kemerdekaan......................... ^
III. Sengketa tan ah .................................................................. ............. •
IV. Usaha Pemerintah dalam mengatasi keadaan dan tjarapenjele- ^
saian lain-lainnja.......................................................................................
3. B a b V I I I . , ACA
DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA DIMASA
DATANG. 5,
I. Riwajat hukum agraria di Indonesia ............................................ ^
... II. Persoalan mengenai dasar-dasar hak tanah .................. , ..............
III. ■Dasar-dasar hukum dan politik agraria ............................................
IV. Bagaimana melaksanakan dasar-dasar dan tudjuan ................ ^
V. Sjarat-sjarat dan dasar pembaharuan ...........................................
A. Transmigrasi......................................................................................'■
B. Industrialisasi ........................................................................ ........ ]9o
VI. Pembaharuan bentuk perusahaan dan tjara-tjara pertanian . ■• •
Tipe I: Melulu sawah dengan pengairan baik ■■• • .............
Tipe II: Melulu sawah dengan pengairan kurang baik . . • • ■•
Tipe III: Perusahaan sawah dengan pengairan jang baik ^
ditambah dengan penanaman tebu ....................... .. • •
Tipe IV: Pertanian sawah dengan • pengairan kurang baik
ditambah dengan penanaman tembakau .....................
Tipe V: Melulu tanah kering .................. ..................................
Tipe VI: Kombinasi sawah dengan tanah kering ............
VII. Memelihara kebaikan dan kesuburan tanah. Arti hutan bagi
m anusia...................................................................................................... 174
4. Penutuj) .................................................................................................................. 11
5. Lampiran-lampiran:
I: Pemerintahan Desa, peraturan-peraturan tentang tjara meme-
rintah serta peraturan rumah tangga Desa dalam daera
pemerintahan di Djawa dan M adura.............................................. jg 4
II Keterangan orang jang harus berodi .............................................. jpg
III Perdjandjian desa dalam kabupaten Sidoardjo ............................ 204
IV Keputusan desa Dampit ......................................................• • ' '
V Bab I: KetentuanPertanian besar. Stbl. 1904 No. 30 /
Stbl. 1909 No. 311 dan 1912 No. 349. Perkara-
jang berhubungan dengan tanah. Pak turun- _
tem urun.................................................................... ..
Bab II: Hak dan kewadjiban pemegang hak pak
turun temurun ....................................................... •
Bab III: Ketentuan Pertanian ketjil, Stbl. 1904 No. 326/
Stbl. 1905 . No. 153 dan 1908 No. 263.
Perkara2 jang berhubungan dengan hukum
tanah/pertanian ketjil atau perusahaan kebun
pak turun temurun ................................................
Bab IV: Tentang pemberian bantuan uang oleh Negeri
kepada „orang tani ketjil”, Bijblad No. 6050
Bab V: Ketentuan taman perdiaman, Rumah taman, Stbl.
1870 No. 118 ................................................................... 238
V ia: Undang-undang No. 13 tahun 1948: tentang peru
bahan Vostenlandsch Grondhuurreglement ............ 240
V lb: Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1948: tentang
djaminan tersedianja tanah'2 oleh kalurahan- guna
perusahaan2 pertanian dalam Daerah - Istimewa
Jogjakarta dan Karesidenan Surakarta ..................... 247
VII: Persetudjuan Keuang^n dan Perekonomian.
Bagian A: Hak, Konsesi, Izin dan Mendjalankan
perusahaan ......................................... .. • • 255
VIII: Penjelesaian soal tanah2 erfpacht buat pertanian
besar (perkebunan — grootlandbouw) jang diduduki
Rakjat, Instruksi Kem. Dalam Negeri .No. 3 H. 50
tgl. 15 Maret 1950 No. H 4 / 1 / 1 2 .............................. 261
IX: Penjelesaian soal tanah2 erfpacht „k!einlandbouw-
percelen voor minvermogende Europeanen”, In-
truksi Kem. Dalam Negeri No. 4. H. 50 tgl. 15
Maret 1950 No. H. 4/1/13 .....................................269
X: Penjelesaian tentang tanah2 jang dahulu diambil
oleh Pemerintah pendudukan Djepang. Surat-edaran
segera Kem. Dalam Negeri No. H. 20/5/7 tanggal
9 Mei 1950 ....................................................................... 276
X I: Penetapan Undang2 No. 6 tahun 1952 tentang
penetapan Undang2 Darurat No. 6 tahun 1951
untuk mengubah „Grondhuurordonnantie Stbl. 1918
No. 88 dan „Vorstenlandsch Grondhuurreglement”
Stbl. 1918 No. 20 sebagai Undang2, Lembaran
Negara 1952 No. 46 ..................................................... 281
XII: ..Penetapan minimum uang persewaan tanah buat
perusahaan pertanian, Instruksi Kem. Dalam
Negeri No. 1. H. 50, tanggal 19 Djanuari 1950
No. H. 12/1/3 .................................................................. 284
X III: Harga sewa tanah untuk penanaman tebu dalam
tahun 1950 tgl. 20 Djanuari 1950 Nota No. G. 193/
PKB .................................................................... 289
X IV : Pedoman persewaan tanah buat pabrik gula 1950/
1951, tancsal 20-1-1950 No. 220/S.D................... 29f
XV: Seperti diatas, tgl. 4-II-1950 No.G-337/Pkb.......... 298
X V I: Sewa tanah 1951/1952. Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 3 tahun 1951 tentang uang-sewa tanah
untuktanaman tebu 1951/1952 .......................... 299
X V II: Keputusan Menteri Agraria No. l/K A/Per-52
tahun 1952 tentang uang-sewa tanah untuk tanaman
tebu musim 1952/1953, TambahanLembaran •
Negara No. 323 ............................................................. 301
X V III: Sewa tanah untuk tanaman tebu tahun 1950/
1951. Putusan Panitya2 D aerah.................................. 307
X IX : Dasar2 untuk menetapkan persewaan tanah tahun
1950/1951 untuk tanaman tebu. Putusan Panitya2
Daerah ....................................................... ......................
Keputusan organisasi2 Tani mengenai persewaan
tanah untuk tanaman tebu tahun1950/1951 ____ 319
XXI: Resolusi2/Statement2 dari organisasi2 Tani mengc- "
nai persewaan tanah tahun 1950/1951 ...................... 324
XXII; Tjontoh blangko perdjandjian sewa tanah daerah
Madiun .................................................................................... 326
XXIII: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang uang
sewa tanah untuk tanaman tembakau dan rosella/
corchorus musim 1952/1953, No. 2 tahun 1952,
Tambahan Lembaran Negara N o. 313 ................ 331
XXIV: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang mengusa-
hakan tanah pertanian dengan tjara bagi hasil
didaerah Propinsi Sunda Ketjil, N o. 3 tahun 1952,
Tambahan Lembaran Negara N o. 319 ................ 336
XXV: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pene
tapan uang sewa tanah untuk tanaman tembakau
musim 1952/1953 didaerah Kabupaten Bondowoso
dan Djember, No. 4 tahun 1952, Tambahan Lem
baran Negara N o. 320 ................................................... 338
XXVIa: Undang2 Darurat No. 1 tahun 1952 tentang pemin
dahan dan pemakaian tanah2 dan barang2 tetap
jang lainnja jang mempunjai titel menurut Hukum
Eropa, Lembaran Negara 1952 N o. 1 ...................... 339
XXVIb: Pendjelasan Undang2 Darurat tersebut diatas, Tam
bahan Lembaran Negara N o. 182 ............................... 341
XXVIc: Keputusan Menteri Kehakiman tentang pelaksa-
naan Undang2 Darurat tersebut diatas, tgl. 7-1-1952
No. J.S. 5 /1 /1 9 , Tambahan Lembaran Negara
No. 183 ................................................................................... 343
XXVId: Keputusan Menteri Kehakiman tentang instruksi
tambahan mengenai pelaksanaan Undang2 Darurat
tersebut diatas, tgl. 22-11-1952 No. J.A. 1 0/9/5,
Tambahan Lembaran Negara No. 211 ...................... 346
XXVIIa: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemakai
an tanah2 Negeri jang dikuasai dengan hak konsesi
oleh perusahaan perkebunan tembakau di Sumatera-
Timur, tgl. 28 Djuni 1951 No. Agr. 1 2 /5 /1 4 ___ 348
XXVIIb: Ketetapan Gubernur Propinsi Sumatera-Utara ten
tang tersebut diatas, tgl. 28 September 1951
No. 36/K /A gr.................... ............................................... 351
XXVIIIa: Luas tanah jang diberikan kepada perkebunan2
jang ada dalam pengusaha dibagi menurut keadaan
hukum tanah pada tahun 1950
XXVIIIb: Seperti tersebut diatas
XXVIIIc: Seperti tersebut diatas
XXIX: A. Daftar tanah2 Partikelir jang belum dikem-
balikan hingga sekarang ........................................ 354
B. Daftar tanah2 Partikelir jang telah dibeli kem
bali (Stadslanden)...................................................... 358
C. Daftar tanah2 Partikelir jang sudah dibeli
(Agrarische landen) ..................................... ........... 360
6. Daftar buku2 dan madjalah2 jang mendjadi sumber bahan2 dan seba
gian dikutip isinja ............................................................................................... 363
UNIVERSITAS INDONESIA
PERPUSTAKAAN
1 2 Mffi
d ? r