Anda di halaman 1dari 376

AGR ARI A

SEBAGAI MASALAH PENGHIDUPAN DAN


KEMAKMURAN RAKJAT INDONESIA

(&a
Bagian Kedua

Oleh :
3Ul- QU
MOCHAMMAD TAUCHID

in

1953
PENERBIT „T JA K R A W A LA ”
DJAKARTA.
Buku Bagian Ked.ua ini berisi landjutan masalah agraria
buku Bagian Pertama.
Sedianja semula akan diterbitkan mendjadi satu djilid sadja
dengan Bagian Pertama, tetapi berhubung dengan kesukaran-
kesukaran teknis, terpaksa diterbitkan dalam dua bagian.
Dengan Bagian Kedua ini sekedar lengkaplah agaknja ku-
pasan mengenai masalah tersebut, dipandang dari sudut peng-
hidupan dan kemakmuran Rakjat Indonesia.

B o g o r , Oktober 1952.

MOCHAMMAD TAUCHID.

n .\K t :
I * - it 'S t
1 V JI
BAB VII.

DJAMAN PENDJADJAHAN DJEPANG


SAMPAI SEKARANG.

I. MASALAH TANAH DJAMAN PENDJADJAHAN DJEPANG.

Pemerintah Balatentera Djepang di Indonesia jang bermak-


sud mendjadikan Indonesia ini sebagai benteng pertahanan
menghadapi kekuatan Sekutu, dalam pengepungan (blokade)
ekonomi dari luar negeri, berusaha dengan sekeras-kerasnja,
untuk „melipat gandakan hasil bumi” . Agar Indonesia (tanah
Djawa terutama) dapat mendjadi gudang dan sumber perbe-
kalan perang, untuk kuat bertahan bertahun-tahun. Penanaman
bahan makanan digiatkan, dengan mewadjibkan Rakjat mem-
pergunakan sjarat-sjarat dan pengetahuan pertanian jang baru.
Penanaman padi larikan, pembuatan kompos untuk rabuk tanam-
tanamannja dan sebagainja dipaksakan. Hasilnja dimaksudkan
akan dapat dipakai persediaan dan perbekalan perang, untuk
memberi malcan kenjang kepada balatenteranja. Rakjat harus
„m enjerahkan bakti” , berupa hasil bumi, disamping itu haius
menjerahkan tenaganja sebagai pembantu tentera (heiho) dan
bekerdja membentengi garis belakang sebagai romusha (pra-
djurit pekerdja).
Beras untuk Balatentera jang bertempur digaris depan.
Singkong dan ubi untuk Rakjat digaris belakang.
Rakjat harus giat melipat-gandakan hasil bumi. Disamping
itu harus tetap sanggup berbakti, dan sedia untuk lapai, karena
padinja perlu untuk bekal perang guna mendatangkan ,,kemak-
muran bersama” . Pungutan padi jang biasanja ditetapkan 20%
dari hasil panennja, atas kegiatan dan ketaatan tukang-tukang
pungut, jang bekerdja dibawah antjaman bajonet, prakteknja
lebih dari itu. Biasa djuga orang ,,mentjuri padinja sendiri
disawahnja sebelum dituai, untuk sekedar mengurangi setoran
bakti jang ditetapkan, jang sangat berat itu.
Beribu-ribu, ja, bahkan djutaan tenaga Tani dikerdjakan
digaris belakang pertahanan, untuk membuat bangunan-bangun-
an perang. Mereka meninggalkan sawah ladangnja, meninggal-
(s kan anak bininja jang hidup merana karena lapar, karena peram-
pasan padi dan hasil bumi lainnja.
Riwajat kekedjaman Daendels dan Cultuurstelsel terulang
diabad ke - 20. Orang Tani pulalah jang langsung mendjadi
sasarannja.
Untuk menambah hasii bumi, tanah pertanian Rakjat diper-
luas, dengan membongkar hutan-hutan dan onderneming milik
„imperialis kapitalis Barat” jang hasilnja pada vvaktu itu tidak
dapat diekspor keluar negeri. Digantinja dengan tanaman bahan
makanan : ubi, singkong, kapas dan djarak.
Pembongkaran hutan-hutan dan onderneming, disambut
oleh Rakjat Tani dengan gembira, karena kehausan akan tanah
jang sudah lama, disertai rasa bentji dan dendam terhadap
kekedjaman pendjadjah Belanda jang telah merampas dan
menghabiskan tanahnja. Kebentjian Rakjat ini oleh Djepang
disalurkan, dibelokkan pikiran dan hatinja untuk membentji
„imperialis dan kapitalis Barat” serta segala jang bernama Barat,
Sekutu, Amerika, Inggeris, Belanda, agar tidak membentji
„imperialis Timur” Djepang sendiri. Berpuluh-puluh onderne­
ming dengan berpuluh-puluh ribu hektare tanah, disulap dengan
seketika mendjadi tanah pertanian Rakjat. Tanaman onderne­
ming dengan seketika berubah mendjadi tanaman djagung,
singkong, huma, kapas, dan djarak. Hasilnja, untuk keperluan
perang. Rakjat harus menahan nafsunja dulu untuk ingin makan
kenjang.
Tiga setengah tahun didalam kekuasaan Djepang,— jang
dengan mendadak pula djatuhnja— , merupakan mimpi dengan
segala tjeritera jang hebat-hebat, jang dahsjat dan mengerikan.
Kungkungan pendjadjahan fasis Djepang sebagai pengganti
pendjadjahan Belanda, meninggalkan bekas-bekas kehantjuran
dan kelaparan serta malapetaka jang tidak dapat dihitung dan
diukur besar dan hebatnja. Tetapi disamping semuanja itu,
menanamkan djuga harga diri pada Rakjat Indonesia.
Belanda jang pada mulanja dianggap Rakjat tidak dapat
diganggu kedaulatannja, ternjata dikalahkan oleh Djepang jang
nampak serba sederhana dan ketjil dalam sekedjap mata, mem-
buka pikiran dan menimbulkan perasaan harga uiri, bahwa
Belanda jang disangkanja tidak dapat diganggu kedaulatannja
itu, ternjata dapat didjatuhkan dengan gampang.
Perampasan sendjata oleh Rakjat dari tangan Djepang jang
masih serba lengkap,— tetapi dalam kehantjuran djiwa — , rae-
nambah perasaan harga diri jang -lebih besar lagi.
Kebentjian terhadap segala jang nama dan sii'at Djepang
meluap-luap, dan akan disapunja bersih dari dunia Indonesia.
Pengetahuan jang bagaimanapun baiknja dan betapapun besar
faedahnja, karena berasal dari Djepang jang dipaksakan, meng-
ingatkan akan kekedjaman dan kebengisan, karena itu dilem-
parnja djauh - djauh. Penanaman padi larikan ditinggalkan,
pembuatan kompos jang tadinja terdapat dipekarangan-peka-
rangan atas andjuran „tonari gumi” , seketika disapu bersih.
Rakjat tidak mau melihat apa jang sisa Djepang.
‘ Tanah-tanah partikelir oleh Pemerintah Balatentera Dje­
pang dimasukkan dalam urusan Pemerintah, dengan mengada-
kan Kantor Urusan Tanah Partikelir (Syriichi Kanri Kosha).
Uang kumpenian dihapuskan. Seolah-olah tanah partikelir itu
semuanja dikuasai oleh Pemerintah, dan tuan tanah sudah tidak
berkuasa lagi.
Sikap ini pada permuiaannja dapat menarik hati Rakjat, dan
dianggapnja sebagai tindakan jang akan melepaskan Rakjat dari
kekuasaan tuan tanah jang selama ini dirasakan sebagai siksaan
dan penderitaan.
Tetapi semuanja itu hanja siasat untuk mengambil hati
Rakjat jang sudah lama dendam terhadap adanja tanah-tanah
partikelir dengan peraturan-peraturan serta tindakan tuan tanah
jang kedjam dan sewenang-wenang. Penguasaan tanah partikelir
langsung oleh Pemerintah Balatentera Djepang, hanja siasat
untuk memudahkan pengumpulan padi bagi keperluannja, teru-
tama ditanah-tanah partikelir Pemanukan dan Tjiasem (Pema-
nukan & Tjiasem-landen), jang terkenal sebagai sumber dan
gudang beras itu. Hapusnja uang kumpenian, kemudian diganti
dengan kewadjiban dan pemerasan lain-lainnja. Sebagai djuga
didaerah-daerah lainnja Rakjat dikerahkan untuk menambah
hasil bumi dan untuk bekerdja bagi kepentingan Djepang seba­
gai romusha. Hak-hak feodal tuan tanah lainnja masih tetap
berlaku.
Ketjuali itu Pemerintah Djepang banjak mengambil tanah
Rakjat untuk keperluan militer, untuk lapangan kapal terbang
baru atau memperluaskan lapangan terbang jang sudah ada.
Tanah pertanian Rakjat beribu-ribu hektar diambil dengan
paksa, dengan ganti kerugian „harga paksa” . Tani dengan sedih
menjerahkan tanahnja, dengan mendapat ganti kerugian jang
sangat rendah.
Keperluan untuk lapangan terbang dan bangun-bangunan
militer ini djumlahnja beribu-ribu hektar. Beberapa kilo meter
keliling, orang-orangnja harus pcrgi meninggalkan tanah peka-
rangan dan pertaniannja, membongkar rumahnja supaja pindah
ketempat lain.
Dengan sedih dan dendam Rakjat Tani meninggalkan tanah
dan kampung halamannja, dengan mengutuk perbuatan kedjam
itu, pindah ketempat lain, dengan mendapat ganti biaja jang
sangat sedikit, djauh dari tjukup untuk biaja mendirikan rumah­
nja ditempatnja jang baru itu. Tanah jang ditundjuk sebagai
gantinja biasanja tanah jang kurus dan tidak memberi hasil
bagi penghidupannja.
II. MASALAH TAN A ll SESUDAH PROKLAMASI
KEMERDEKAAN.

Pembongkaran hutan-hutan dan onderneming, diteruskan


didjaman Indonesia Merdeka.
Kemerdekaan jang berarti pembebasan Rakjat Tani clari
penindasan, pembebasan dari kemiskinan dan pembebasan dari
ketakutan, seperti sudah ditetapkan sebagai tudjuan sedjak
Rakjat Indonesia berdjuang mentjapai kemerdekaan, diharapkan
akan mengembalikan tanah nenek mojangnja dulu, jang selama
djaman pendjadjahan dirampas oleh kaum pendjadjah dan me-
njebabkan kemiskinan, sengsara dan kelaparan.
Dengan tidak menghiraukan kepentingan pengairan (hydro-
logie) bagi tanah pertaniannja, pembabadan hutan-hutan untuk
didjadikan tanah pertanian didjalankan terus. Bahaja erosi,
jang dapat menimbulkan bentjana bagi pertaniannja, jang tidak
dapat dikedjar kembali dalam waktu berpuluh bahkan beratus
tahun, tidak diketahui dan tidak diingat. Rakjat merasa merdeka
membuka hutan kembali sebagai haknja nenek mojangnja dulu,
jang selama ini tertutup dan terlarang. Kalau dulu Rakjat takut
mengganggu hutan larangan, karena takut bajonet, sesudah
Indonesia Merdeka jang mendjandjikan kebahagiaan dan kemu-
liaan Rakjat menganggap tidak ada alasan untuk takut lagi. Hal
ini terutama terhadap tanah-tanah onderneming, jan^ sudah
didahului didjaman Djepang dengan izin atau perintah militer
Djepang. Pada sangkanja, sedang Pemerintah Djepang sadja
suka memberikan tanah-tanah onderneming itu ,,untuk Rakjat” ,
sudah barang tentu bahwa Pemerintah Indonesia Merdeka, jang
akan memberikan kebahagiaan Rakjat, akan mengizinkan tindak-
an itu, demikian sangkanja. Rakjat jang haus akan tanah, meng­
anggap dan mengharap bahwa terusirnja pendjadjahan dari
bumi Indonesia, berarti akan kembalinja hak-hak kepunjaannja
dulu.
Pada waktu terdjadinja perang kolonial antara Indonesia
dan Belanda, untuk siasat bumi hangus, pembongkaran onder-
neming-onderneming sebagai sumber kekajaan musuh, diterus­
kan dengan perintah pimpinan perdjuangan, pimpinan angkatan
perang dan Pemerintah.
Rakjat jang memang haus akan tanah, ingin makan kenjang
ditambah dengan rasa dendam kepada musuh, mendjalankan
siasat bumi hangus itu dengan gembira dan penuh semangat,
dengan tidak takut dan gentar menentang bahaja sebagai akibat
perbuatannja itu. Dibeberapa tempat lagi, untuk kepentingan
biaja perang dan perdjuangan, beberapa orang pimpinan perang
memberikan hutan kepada Rakjat dengan memungut uang.
Beribu-ribu hektar tanah onderneming dan hutan didjadi-
kan tanah pertanian Rakjat untuk menanam bahan makanan
dan untuk mendirikan gubug-gubug rumahnja jang sebelumnja
itu mereka menumpang dipekarangan orang lain.
Hal ini terus-menerus terdjadi pada waktu perang kolonial
jang kedua sedjak Desember 1948, karena siasat bumi hangus
djuga. Pembumi hangusan berdialan dengan hebatnja, didjalan-
kan oleh Rakjat Tani. Berdujun-dujun orang datang dari desa
jang djauh, datang ketempat sarang onderneming untuk „mem-
buka kebun” , sambil turut menunaikan perintah perdjuangan,
membumihanguskan bangun - bangunan musuh jang berupa
onderneming. Sambil berdjuang menunaikan kewadjiban nasio-
nal, mempertahankan kemerdekaan dan melumpuhkan kekuatan
musuh, mendapat tanah untuk tiang penghidupannja.
Bagi Rakjat Tani, mempertahankan kemerdekaan tidak lain
dimaksudkan terutama mempertahankan tiap-tiap djengkal tanah
jang mendjadi sumber dan tiang penghidupannja.
Didaerah-daerah Republik jang tidak diganggu oleh Belanda
sebelum perang kolonial pertama dan kedua, onderneming-
ondei’neming modal asing „di-Indonesia-kan” , dikuasai oleh
orang-orang Indonesia dengan merek „milik Republik Indo­
nesia” . Karena ketaatan Rakjat kepada Pemerintah dan Negara-
nia, dengan kepertjajaan dan pengharapan, bahwa perkebunan
jang dikuasai dengan merk „milik Republik” itu hasilnja untuk
Negara dan untuk Rakjat, maka bagaimanapun hausnja Rakjat
akan tanah, tidaklah mau mengambil tanah jang diberi merek
„milik Republik hido?iesia” itu begitu sadja. Terhadap tanah-
tanah onderneming-onderneming ini, Rakjat masih dapat me-
nahan nafsunja.
Tetapi, penguasaan tanah-tanah onderneming oleh saudara-
nja bangsa Indonesia dari tangan bangsa asing itu, ternjata tidak
merupakan djaminan akan ikut sertanja Rakjat miskin mendapat
bagian kekajaan itu. Rakjat Tani serta buruh ketjil dalam per-
kebunan-perkebunan itu masih tctap bekerdja sebagai buruh,
pendjual tenaga dengan harga murah, sebagai kuli, dengan
penghidupan jang tetap tidak berubah. Hanja beda gclarnja,
dari kuli Hindia Belanda, mendjadi kuli Indonesia Merdeka, kuli
Republik.
Pabrik-pabrik dan perusahaan serta perkebunan-pekebun-
an direbut dari tangan Djepang, pindah ketangan bangsa
Indonesia. Beberapa „kelovipok manusia Indonesia” berganti
kuasa diatas runtuhan kekuasaan bangsa asing atas perkebunan-
perkebunan, „berdaulat diatas onderneming” dengan Rakjat
jang telah bersama-sama merebutnja dari tangan Djepang dengan
tidak gentar menentang udjung bajonet. Tetapi belumlah sama-
sama Rakjat berdaulat dalam pembagian rezeki hasil perkebunan
itu.
Rakjat Tani Indonesia masih tetap Rakjat Tani Indonesia,
dengan nasibnja jang belum djuga berubah. Hanja beberapa
orang sadja jang berkuasa diatas perkebunan itu, jang sudah
mulai merasakan hasil kedaulatan atas perkebunan itu.
Dibeberapa tempat lagi, hak historis orang asing atas per-
kebunan-perkebunan diteruskan oleh orang Indonesia, sebalik-
nja djuga „kewadjiban historis” jang pahit, masih diteruskan
oleh penanggung kewadjiban historis jang dahulu djuga. Hanja
sekedar meneruskan kebiasaan jang sudah berlaku. Rakjat
biasa djuga menetapi kewadjiban membajar padjak dan beban-
beban itu. Hak dan kewadjiban sedjarah kolonial terus ber­
laku. Pemilik hak sedjarah berganti, dari tangan kulit putih
kepada orang Indonesia, sedang beban sedjarah, tetap pemikul-
nja, jang dulu mendjadi pemikul kewadjiban sedjarah kolonial
itu djuga.
Perdjuangan kemerdekaan mengalami pasang surutnja.
Dan achirnja setelah melalui beberapa djalan, terdjadilah per-
setudjuan K. M. B. (Konferensi Medja Bundar) sebagai hasil
„Konferensi Damai” untuk tawar-menawar isi kemerdekaan jang
„diberikan” oleh Belanda kepada bangsa Indonesia, sebagai
pengakuan oleh Belanda atas kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sebagai telah diuraikan dimuka, bahwa tanah sebagai
sumber pcnghidupan, sumber kekajaan bagi bangsa dan negara,
serta pokok kemakmuran Rakjat, bagi Belanda merupakan
sumber keunlungan jang selama ini mendjadi gantungan liidup-
11ja.
Persetudjuan K. M. B. berpokok pada soal ekonomi jang
bersumber pada tanah-tanah perkebunan. Oleh Belanda dike-
tahui, bahwa itulah sumber jang terpenting, jang.mesti dibela
dan dipertahankan.
Pemberian pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan oleh
Belanda kepada Bangsa Indonesia, meminta balas pengakuan
hak sedjarah kaum modal, untuk masih terus mempunjai hak
atas tanah-tanah perkebunan, dengan perlindungan dan djamin-
an keselamatan perkembangannja.
Dengan apa jang dituntut dan dipertahankan oleh Belanda
dalam K. M. B. djelaslah sudah, bahwa bagi Belanda, memper-
tahankan djadjahannja di Indonesia adalah mempertahankan
perkebunan-perkebunan dan tanah-tanah jang mendjadi sumber
kekajaan kaum modal, jang selama itu betul-betul mendjadi
gantungan hidupnja. t
Seperti telah diketahui, segala usaha Belanda di Indonesia
tergambar dan bertjermin pada politik agrarianja. Keterangan
ini akan tambah lebih djelas lagi, dengan tindakan dan usaha
Belanda selama waktu perang kolonial. Perang kolonial jang
oleh mereka dikatakan sebagai „tindakan keamanan” , tudjuan-
nja untuk merebut kembali perkebunan-perkebunan. Keamanan
bagi mereka adalah „keamanan kebun” , keamanan onderenming
dan keamanan modal besarnja. Belanda, sebagai djuga pendja-
djah Inggeris di Asia, ingin mempertahankan daerah-daerah
jang menghasilkan bahan mentah jang sangat besar harganja.
Kalau Inggeris dengan sikap jang besar „memberi kemerdekaan”
kepada India dan Burma, tidak demikian halnja terhadap Malaja
jang terus dipertahankan dan dipegang kuat-kuat, sebagai sum­
ber bahan-bahan mentah jang sangat menguntungkan Inggeris.
Demikianlah djuga maksud Belanda terhadap Indonesia.
Perang Kolonial jang lalu, menundjukkan dengan terang
maksud Belanda. Tanah, perkebunan, sumber kekajaan sebagai
urat nadi penghidupan, itulah jang mendjadi pokok perebutan.
Mungkin kita kurang menginsjafi, bahwa bagi Belancla,
kembalinja kuasa atas perkebunan-perkebunan lebih penting
dan lebih besar artinja dari pada kembali mempunjai Gubernur
Djenderal, mempunjai Hindia Belanda tidak dengan perkebunun
itu. Kegagalan pertjobaan untuk merebut kembali djadjahannja
dengan sumber-sumber kekajaan alamnja, dengan djalan agresi
militernja jang berulang-ulang dan menghabiskan biaja ber-
miljard-miljard rupiah itu, kemudian ditjoba dengan djalan
K. M.B.
Perundingan sedjak tahun 1947 antara Komisi Djenderal
Belanda dengan pihak Republik Indonesia, selalu disela-seling
oleh Belanda dengan serbuan-serbuan kedaerah-daerah kekua-
saan Republik, seperti penjerbuan-penjerbuan ke Krian, Sido-
ardjo dan Modjokerto. Bukan dengan kebetulan sadja penjer-
buan kedaerah-daerah itu. Krian, Sidoardjo dan Modjokerto
adalah daerah-daerah onderneming gula. Dengan penjerbuan
kedaerah-daerah itu bermaksud akan kembali menguasai peru-
sahaan-perusahaan gula.
Tuntutan Belanda dalam perundingan dengan Republik
Indonesia sesudah persetudjuan Linggardjati terutama minta
adanja „djendarmeri bersama” (gesamenlijke gendarmerie),—
jang ditolak oleh Republik— , untuk mengganti T. N. I. sebagai
alat kekuasaan Republik pendjaga keamanan, dengan pendja-
gaan bersama tentera Belanda dan T. N. I. jang akan lebih dapat
membuat „aman” kebun-kebun dan onderneming modal besar,
dari pada dalam pendjagaan T. N. I. sendiri.
Orang tak akan lupa, bahwa agresi militer Belanda pertama
pada bulan Djuli 1947, ditudjukan pertama-tama kedaerah-
daerah pusat onderneming di Sumatera Timur dan daerah-
daerah lainnja sematjam itu di Indonesia. Dan djustru karena
itu pula, kelantjaran penjerbuan Belanda kedaerah-daerah lain­
nja terhambat, oleh karena Komandan-Komandan tentera Belan­
da jang memimpin penjerbuan itu dibontjengi kaum ..planters”
dan direksi-direksi onderneming, berulang-ulang terpaksa mem-
belolTdan menjimpang, singgah dahulu untuk menduduki onder­
neming dan mengatur usaha-usaha pengembalian djalannja
pabrik-pabrik lebih dulu. Tak salah kalau orang berkata : „Ten-
tera Keradjaan” Belanda adalah Jen tera onderneming” .
Penjerbuan Belanda dalam agresi militer ke II nampak
sekali pengaruhnja pada pasar dunia. Berita pendudukan Belan­
da didaerah-dacrah Republik, segera diikuti dengan naiknja
tjatatan bursa andil perkebunan di Negeri Belanda.
Jang djadi sasaran agresi militer Belanda kedua pada bulan
Desember 1948, daerah-daerah onderneming pula pertama-tama,
seperti Asahan, Malang Selatan dan Kediri.
ltulah pula sebabnja maka dengan segala kekuatan jang
ada, Belanda berusaha untuk mengembalikan kekuasaan turunan
radja-radja di Sumatera Timur jang rapat hubungannja dengan
kehidupan onderneming disana, dengan mendirikan apa jang
dinamakan ,.Negara Sumatera Timur” , dengan Barisan Penga-
walnja sebagai „Barisan Pengawal Perkebunan” .
Pasal-pasal dalam perdjandjian K.M.B. dilapangan Keuangan
dan Perekonomian, terutama berisi pengakuan oleh Pemerintah
R. I. S atas hak orang asing akan tanah, jaitu hak-hak konsesi
dan erfpacht serta hak untuk mengusahakan selandjutnja (lihat
lampiran No. VII).
Hilangnja kekuasaan politik Belanda di Indonesia jang di-
tjoba berulang-ulang direbut kembali dengan agresinja itu,
masih mendapatkan sisa hak jang besar itu. Bagi Rakjat Indo­
nesia, kembalinja kekuasaan orang asing akan eksploatasi tanah,
berarti diambilnja isi kemerdekaan jang terpenting baginja.
Rakjat Tani tadinja menjangka,' bahwa apa jang sudah di-
dapat selama revolusi dengan pengurbanan darah dan djiwa,
berupa tanah-tanah bekas onderneming, akan terus mendjadi
haknja sebagai salah satu hasil revolusi jang njata. Hal ini ter­
utama disebabkan, karena pembongkaran tanah itu dulu telah
mendapat izin, bahkan ada jang diperintahkan oleh Pemerintah
Djepang dan kemudian oleh Republik Indonesia pada waktu
peperangan menghadapi Belanda.
Mereka menganggap, bahwa perintah mengembalikan tanah
kepada pihak onderneming sesudah merdeka itu, sebagai satu
kegandjilan jang tidak mudah diterima oleh akalnja. Perintah
itu diterima dengan sesal dan sedih serta penuh rasa ketjewa.
Perasaan keadilan Rakjat sukar dapat membenarkan kedjadian-
kedjadian jang dirasakan gandjil itu. Rakjat jang kurang me-
ngerti politik tinggi, tidak tahu politik internasiorial, tahu dan
merasakan, bahwa tindakan jang gandjil itu sungguh-sungguh
dirasakan sebagai hal jang tidak adil. Rakjat ingat sendiri, bahwa
hak-haknja dulu dirampas, tanahnja diambil oleh kekuasaan
kolonial untuk diberikan kepada kaum modal jang akan mem-
buka onderneming. Berulang-ulang terdjadi pelanggaran oleh
kaum modal dengan onwettige occupatie, jang selalu ditjarikan
djalan untuk melindungi. Rakjat tahu dan mengerti perbuatan-
perbuatan jang melanggar hukum keadilan itu, tetapi karena
kekuatan sendjata tentangannja, Rakjat hanja mengandung
perasaan sesal dan dendam. Hukum tanah dimasa jang lampau
njata-njata sebagai hukum jang melanggar hukum keadilan dan
kemanusiaan, sebagai dikatakan oleh van Vollenhoven, bahwa
hukum tanah Hindia Belanda itu adalah sebagai perampasan
keadilan dan pelanggaran hak bangsa Indonesia.
Penglaksanaan perdjandjian K. M. B. dilapangan keuangan
dan perekonomian, jang mengenai pengembalian tanah-tanah
onderneming, mendapat perhatian jang pertama. Sebelum soal-
soal lainnja dibitjarakan, soal pengembalian kebun-kebun men­
dapat prioritet pertama untuk segera didjalankan. Perginja
serdadu-serdadu Belanda dari Indonesia, sudah didahului dengan
kedatangannja pengusaha-pengusaha kebun. Banjak djuga ten-
era Belanda jang hanja berganti badju mendjadi planters.
Kembalinja pengusaha-pengusaha onderneming, segera me-
nimbulkan sengketa tanah. Sengketa antara Rakjat jang sudah
menduduki tanah, dengan pihak onderneming. Ditempat-tempat
itu timbul pergolakan jang tidak reda-redanja, dan tidak sedikit
rnemakan kurban. Kedjadian-kedjadian di Sumatera Timur, di
u ang, di Tjiamis, di Kediri dan ditempat-tempat pusat peke-
unan lainnja, menimbulkan pergolakan jang memakan kurban
0rang gampang mendjatuhkan kesalahan pada pihak-
pihak jang sedang berebut, tetapi tidak semudah itu untuk me-
W esa ik an .
^ adalah soal jang berhubungan erat dengan soal
po i ik, dan soal-soal psychologis disamping soal pokok ekonomis.
III. SENGKETA TANAH.

Sebagai telah diutarakan dimuka, tanah adalah tiang dan


sumber hidup rnanusia. Bagi Rakjat Tani, tanah adalah njawanja.
Kerena itu tidak aneh kalau soal tanah selalu mendjadi pangkal
sengketa, mendjadi perebutan. Perebutan dengan tetangga se-
desa, perebutan antara orang disatu desa dengan orang desa
lainnja. Mendjadi pangkal sengketa antara bangsa dengan
bangsa, negara dengan negara.
Sengketa tanah sudah sedjak djaman dahulu adanja. Satu
riwajat jang sudah tua. Sedjak rnanusia hidup diatas dunia dan
mulai mengambil hasil bumi sebagai pangkal penghidupannja.
Suatu sengketa jang dikenal Rakjat. Mendjadi pusaka kepada
anak tjutju jang tidak dapat dan tidak mudah dilupakan.
Sengketa tanah antara saudara sekandung biasa terdjadi,
dalam waktu membagikan tanah pusaka dari orang tua, karena
soal batas,soal pengambilan hasil dan sebagainja. Tidak djarang
bahwa sengketa tanah antara keluarga itu, menimbulkan per-
tumpahan darah.
Drama pertumpahan darah dan pembunuhan jang biasa
terdjadi didesa, sebagian besar karena sengketa tanah. Untuk
sedjengkal tanah, tak gamvang orang disuruh berdamai. Tak
mudah orang disuruh menjerah dan mengalah. Sedjengkal
tanah berarti sesuap nasi jang menghidupinja. Tidak djarang
djuga perebutan tanah terdjadi antara desa dengan desa, ter-
utama ditempat-tempat dimana kedaulatan desa masih kuat,
dengan terdjadinja „perang” antara desa dengan desa ata'u suku
dengan suku (dorps— , atau stammen oorlog).
Sesudah kaum modal menanamkan kukunja di Indonesia,
dan mengambil tanah seluas-luasnja, tanah-tanah onderneming
berbatasan dan berhubungan erat dengan tanah pertanian dan
kediaman Rakjat. Onderneming ada ditengah-tengah masjarakat,
atau tanah pertanian Rakjat ditengah-tengah onderneming. Seng­
keta tanah bertambah-tambah banjaknja dan beratnja. Sekalipun
Pemerintah Hindia Belanda selalu menindas dan memberantas-
nja, tetapi sengketa tanah sedjak dulu belum pernah berhenti.
Bagaimana pentingnja soal tanah, dan karenanja sudah di-
ketahui djuga akan terus-menerus terdjadinja sengketa dan per-
kara tanah dikalangan Rakjat, didaerah Keradjaan Jogjakarta
diadakan Pengadilan Balemangu ( pengadilan perkara tanah)
dan Pengadilan ini dipertahankan sekuat-kuatnja oleh Sultan
Jogjakarta dulu, dari desakan Belanda jang akan mengambil
seluruh pengadilan didaerah Jogjakarta kctangan Pemerintah
Belanda.
Sedikit tentang Balemangu ini perlu diuraikan disini untuk
menggambarkan, bahwa sudah lama soal persengketaan tanah
itu meminta perhatian istimewa dan Sultan Jogjakarta dulu
menganggap perlunja diadakan satu Badan sendiri jang memang
orang-orangnja ahli dan mengerti betul seluk-beluknja urusan
tanah, hubungannja dengan soal kemasjarakatan dan penghidup-
an. Oleh Pemerintah Keradjaan Jogjakarta dianggap perlu
diadakan pengadilan sendiri untuk urusan tersebut (tanah).
Pada tahun 1817 di Jogjakarta diadakan pengadilan di-
rumah Kepatihan jang dinamakan „pasowan mangu” seperti
jang dahulu dinamakan „paseban mangu” dengan kompetensi
(hak) mengadili urusan tanah, jaitu perkara-perkara jang ber-
hubungan dengan tanah lungguh (apanage), perkara kebekalan,
dan perkara-perkara jang berhubungan dengan persewaan tanah.
Ketjuali itu djuga mendjadi tempat membanding putusan-putus-
an pengadilan surambi (pengadilan agama) dan pradata, jang
dinaikkan perkaranja keatas.
Pengadilan ini terdiri dari orang-orang jang ahli dalam soal
hukum tanah.
Sampai adanja perubahan hukum tanah di Jogjakarta
(agraris reorganisatie) jang dimulai pada tahun 1912, banjak
urusan dan perkara jang diputus oleh Balemangu.
Pengadilan Balemangu ketjuali mengadili perkara-perkara
(tanah) antara Rakjat dengan bekel dan onderneming, djuga
mengadili perkara-perkara perselisihan tanah antara Rakjat
(wong tjilik) dengan kaum bangsawan. Diantaranja pernah
mengadili perkara tanah karena penduduk jang menggugat
Putera Mahkota. Membuktikan adanja pengakuan dan kepertja-
jaan adanja pengadilan itu.
Sesudah adanja perubahan hukum tanah dan penghapusan
lungguh (apanageschap) sedjak tahun 1912, pekerdjaan Bale­
mangu dibatasi, jaitu hanja untuk urusan-urusan dan perkara
tanah, air, dan perkara kebekelan serta perkara-perkara jang
hersangkutan dengan soal-soal tersebut.
Betapa banjak soal-soal dan perkara tanah didaerah Jogja­
karta, jang diurus dan diselesaikan oleh Balemangu dapat dilihat
dari angka-angka seperti dibawah :* ).

Tahun : Banjaknja perkara : Perkara pekarangan :


1892 400 ---
1899 355 55.
1900 394 48.
1901 426 54.
1902 407 —

1904 398 —

1906 364 —

1907 376 72
1909 381 52
1910 450 52
1911 510 69
1912 368 (mulai pengha- 50
1913 284 pusan apanage) 60
1914 281 54
1915 244 65
1916 240 63
1917 139 42

Daftar matjam dan banjaknja perkara jang masuk


Balemangu pada tahun 1899 dan 1914.
1899 1914
padjak dan pantjen ......................... .... 60 —
penebangan kaju ............................. .... 15 74.
penglepasan bekel ........................... .... 54 16.
perselisihan perkara kebekelan .. . ... 51 24.
kedudukan kuli kentjeng .............. .... 7 2.
tentang tanah pertanian ................. . . 50 46.

*) Dari Adatrechtbundel XXIII, Verzamelde geschriften "an Ter Haar


Bzn I.
tentang tanah pekarangan 55 54.
tanam - tanaman 23 18.
air ....................... 15 10 .
lain - lain perkara 16 37.
9 perkara dari daftar tahun 1899 tidak tcrang urusannja.
90 perkara dari daftar itu (1899) diurus oleh pengadilan
kabupaten.
10 dinjatakan tidak sjah.
Dengan angka-angka diatas teranglah bahwa soal dan
perkara persengketaan tanah serta perkara jang bersangkutan
dengan hal tersebut selalu terus-menerus terdjadi.
Perkara dan pertentangan antara Rakjat dengan pihak
onderneming, pertentangan antara Rakjat dengan Radja-radja
jang sering bertindak sewenang-wenang, ketidak adilan perla-
kuan dan hukum agraria kolonial, semuanja itu mendjadi bibit-
bibit pertengkaran dan sumber-sumber pertikaian.
Dibawah ini dimuatkan serba-serbi kedjadian dan keadaan
diberbagai-bagai daerah, dan bermatjam-matjam soal tanah jang
mendjadi bibit-bibit dan sumber pertikaian dan sebab-sebab
sengketa tanah, sedjak dahulu dan akibatnja sampai sekarang :
1. Di Langen, dekat Band jar (Tjiam is), terdapat onderneming
karet luasnja 1837 ha, dibuka sedjak tahun 1905.
Ditengah-tengah onderneming itu terdapat tanah pertanian
dan kediaman Rakjat. Tanah pertanian dan tempat tinggal
Rakjat jang luasnja kira-kira 40 ha ini, sebagai hasil per­
tahanan Rakjat jang tidak suka menjerahkan tanahnja
kepada onderneming. Penduduk ditempat jang dikepung
oleh onderneming itu selalu mendapat gentjetan dari pihak
onderneming, dan selalu timbul perselisihan antara pendu­
duk dengan onderneming.
Banjak timbul perkara, diantaranja perkara tonggak batas,
perkara selokan air, perkara pagar, dan perkara lalu lintas
keluar masuk kampung Rakjat, karena djalan keluar masuk
itu dikuasai oleh onderneming. Rakjat selalu mendapat
gangguan dari pihak onderneming. Kendaraan dipersukar
masuk melalui djalan onderneming itu.
Sikap tuan-tuan onderneming jang gila hormat dan som-
bong, menimbulkan bibit-bibit kebentjian Rakjat.
Sering terdjadi Rakjat diperkarakan oleh onderneming,
karena dituduh merusak batas, merusak tanaman dan
lain-lain.
Selain dari itu, sampai tahun 1930, onderneming itu mem­
punjai tanah tjadangan jang berupa hutan seluas 200 ha,
terletak berbatasan dengan desa dan tanah pertanian
Rakjat.
Lebih dari 25 tahun tanah itu mendjadi tanah tjadangan
berupa hutan, dipcrgunakan oleh tuan-tuan besar onder-
ncming bersama-sama dengan tuan-tuan besar Menak
Bumiputera untuk tempat bersenang-senang, berburu bi-
natang disitu. Hutan tjadangan ini mendjadi sarang bina-
tang, terutama babi hutan. Babi hutan dari tanah kanan-
kirinja jang sudah dibuka mengumpul disitu. Hutan itu
djadi merupakan pangkalan tempat binatang-binatang, jang
sewaktu-waktu mengadakan penjerbuan merusak tanam­
an Rakjat disekelilingnja. Berkali - kali Rakjat meminta
supaja tanah itu segera dibuka mendjadi tanah pertanian
atau didjadikan onderneming, agar mengurangi serangan
hama jang sangat merugikan Rakjat. Tetapi tuan-tuan jang
angkuh dan sombong itu tidak memperdulikan keinginan
Rakjat, tidak mau mengerti kerugian Rakjat jang diderita
karena „kesenangan dan hiburan” tuan-tuan besar itu.
Rakjat boleh pergi kalau tidak senang tinggal disitu karena
gangguan babi hutan.
Pembabadan hutan tjadangan dengan diam-diam kemudian
terdjadi, dan karena itu selalu terdjadi Rakjat keluar masuk
pendjara. Penangkapan, penahanan, pemendjaraan Rakjat
disekitar onderneming itu berulang-ulang dan terus-mene-
rus terdjadi. Riwajat kemegahan onderneming, sedjarah
kemewahan kaum modal dan kaum menak, dihias dengan
penangkapan dan pembelengguan Rakjat disekitarnja.
2. Beberapa orang Tani dari Desa Tjisarua dan Kroja Ketja-
matan Plered Kabupaten Subang masing-masing dengan
daftar dan keterangan tentang lebar tanah dan tahun-
tahunnja, menerangkan, bahwa antara tahun-tahun 1913,
1914 dan beberapa tahun kemudian, tanahnja ■„dimmpas”
oleh onderneming Gunung Anaga, masing-masing luasnja
86 bahu kepunjaan 38 orang (desa Tjisarua) dan 161 ha
kepunjaan 11 orang dari desa Kroja. Mereka dapat menun-
djukkan bukti-bukti „perampasan” tanah-tanah Rakjat itu
oleh onderneming.
Apa jang diterangkan oleh orang-orang Tani itu, bahwa
tanahnja dulu „dirampas” oleh onderneming, mungkin
maksudnja, bahwa tanahnja dulu diambil didjadikan onder­
neming dengan tidak menurut kehendaknja, tetapi karena
perintah halus terpaksa menjerahkan dengan mendapat
ganti kerugian sekedarnja.
Djadi bukannja perampasan tidak dengan sjah, melainkan
perampasan jang sudah menurut hukum, „perampasan jang
sjah” . Sebagai telah diterangkan dimuka mengenai Undang-
undang Erfpacht, tanah jang boleh diberikan untuk didjadi­
kan tanah erfpacht ialah tanah-tanah jang bebas, jang
berupa hutan belukar, tetapi dengan perketjualian atas :
tanah jang ada ditengah-tengah tanah erfpacht, milik Indo­
nesia, jang pemiliknja suka ,,menjerahkan haknja dengan
kemauan sendiri.
Apa jang diterangkan oleh orang-oi'ang Tani disana, mem-
buktikan bahwa pengambilan jang dikatakan „pemiliknja
menjerahkan dengan kemauan sendiri” itu prakteknja
terdjadi dengan paksaan (halus atau kasar), dan Rakjat
terpaksa melepaskan dengan rasa sesal dan dendam hati.
Atau terkadang disebabkan satu gentjetan atas tanah jang
dalam kepungan onderneming, jang prakteknja nanti akan
selalu dirugikan, dengan soal air, soal hama dan sebagainja,
hingga karena itu terpaksa menjerahkan.
Menurut hukumnja, — hukum tanah Hindia Belanda— ,
memang mereka sudah menjerahkan tanahnja itu, entah
terdjadi karena apa. Onderneming telah menerima tanah
itu dengan sjah, dalam arti, sudah diperbolehkan oleh
Pemerintah menurut peraturan jang beraneka warna itu,
jang tidak dapat difahaminja oleh Rakjat, jang hanja me-
njerah karena takut.
Indonesia Merdeka dipandang oleh Rakjat sebagai tempat
melahirkan rasa sesal dan sedihnja atas perbuatan peme-

22o
rinlah pendjadjahan dulu. Sekarang mereka menjatakan
apa-apa jang sudah lama lerkandung.
3. SawcUi Rawa Lakbok.
Didaerah Tjiamis terdapat rawa jang terkenal dengan nama
Rciiva Lakbok, jang luasnja kira-kira 12.000 ha. Rawa ini
semula pada musim penghudjan sebagai lautan. Pada musim
kemarau mendjadi sumber penghasilan orang-orang dise-
kitar rawa itu, sebagai tempat menangkap ikan. Beratus-
ratus orang dari daerah Banjumas dan Bagelen dimusim
kemarau datang kesana untuk menangkap ikan.
Sedjak tahun 1925, banjak orang datang dari daerah lain
mcmbuka rantja (tanah rawa) jang dangkal-dangkal untuk
didjadikan sawah, sedang dikanan kirinja, ditempat-tempat
agak tinggi, didirikan gubug-gubug untuk tempat tinggalnja.
Pada tahun 1927 oleh Bupati Tasikmalaja, orang-orang di-
izinkan membuka rantja Lakbok untuk didjadikan sawah.
Izin ini diberikan dalam satu kumpulan besar jang dihadiri
Rakjat dai'i beberapa desa oleh Bupati.
Izin membuka rawa djadi sawah ini disambut dengan
gembira oleh Rakjat. Kemudian datang djuga orang-orang
Tani dari daerah Bagelen, Banjumas, berdujun-dujun ke­
sana, bermaksud untuk mendapatkan tanah pertanian jang
baru. Mereka datang membawa alat-alat pertanian seleng-
kapnja, dengan biaja-biaja jang tidak sedikit. Setengahnja
sudah mendjual tanahnja, dengan pengharapan akan men­
dapatkan tanah jang lebih lebar dan lebih baik untuk
penghidupannja.
Sebagai lazimnja peraturan pembukaan tanah,— menurut
ordonansi buka tanah— , Rakjat jang mendapat izin buka
tanah itu kemudian harus mendapat surat pengesjahan jang
dinamakan „tjap singa” . Rakjat menunggu-nunggu menda­
patkan blangko tanah, dan mengharap-harapkan segera
ditarik „padjak bumi” (landrente) sebagai tanda sjahnja
hak milik jang sudah dibuka. Lama menunggu. Achirnja
pada tahun 1930 mereka mendapat keterangan dengan
pemberitahuan, bahwa sebagian besar tanah jang dibuka
Rakjat didjadikan sawah itu adalah kepunjaan onderneming
karet Bantardawa. Orang-orang jang sudah membuat rawa
mendjadi sawah itu oleh onderneming diperbolehkan tenib
menanaminja, asal mau membajar tjukai tiap-tiap tahun
600 kg padi tiap hektar.
Orang jang tidak suka mcnanda tangani tjap djempol
pengakuan, bahwa sawah jang dikerdjakan itu kepunjaan
onderneming, disuruh pergi meninggalkan sawahnja. Orang-
orang jang sudah susah pajah, dengan tenaga dan biaja jang
tidak sedikit, dengan menjabung njawa bergulet dengan
malaria jang ganas, kemudian diusir disuruh pergi.
Dengan segala akal dan tipu muslihat, orang-orang dibudjuk,
ditakut-takuti, diantjam, supaja meninggalkan tempatnja.
Kaki tangan onderneming mendjalankan siasatnja, dengan
segala akal, untuk memenuhi perintah tuannja. Kalau tidak
dapat dengan halus, dengan kekerasanpun didjalankan
djuga. Siksaan, pembakaran rumah, didjalankan dengan
setjara gelap oleh kaki tangan onderneming itu.
Achirnja terdapat perdamaian antara pihak BB dengan
onderneming jang mengatur bagaimana baiknja. Kesim-
pulannja, sawah bekas rawa itu akan ditukarkan dengan
tanah-tanah gunung jang ada disekitar onderneming itu.
karena onderneming lebih memerlukan tanah-tanah gunung
jang baik untuk dibuat kebun-kebun karet dari pada sawah
bekas rawa itu. Onderneming butuh tempat menanam karet,
bukan sawah untuk menanam padi. Orang jang mempunjai
tanah gunung 1 ha dapat menerima ganti sawah (bekas
rawa) 1 ha djuga. Siapa jang tidak mempunjai tanah gunung
untuk gantinja, diharuskan meninggalkan sawah itu.
Jang mempunjai tanah gunung umumnja orang-orang jang
kaja disitu, atau pegawai-pegawai negeri dengan kedok
nama lain. Hanja mereka (pegawai negeri) jang tahu dja-
lannja meminta tanah negeri untuk dibuka mendjadi tanah
pertanian jang dengan uang f 4,— sudah dapat menerima
tanah negeri 1 ha. Merekalah jang dapat menerima sawah
sebagai gantinja. Sama-sama untung, karena djasanja Rakjat
miskin jang tertindas dan tertipu itu. Mereka jang tidak
mempunjai tanah gunung, umumnja orang jang datang dari
luar daerah,-terpaksa harus meninggalkan tanahnja itu, atau
mengikat djandji membajar tjukai jang besar itu.
Karena luasnja tanah gunung tidak tjukup untuk menukar
semua sawah bekas rawa, kelebihannja didjual kepada
Rakjat diantaranja kepada orang-orang jang tadinja membu-
ka tanah itu. Sesudah mel’eka dengan susah pajah membuka
rawa, setelah mendjadi sawah seperti jang diharapkan, ke-
mudian disuruh membeii. Atas „kemurahan hati” onderne­
ming, pembajaran pembelian tanah itu dapat diangsur
dengan melalui Bank Rakjat (Algemeene Volks Crediet
Bank). Tetapi beratnja tjitjilan tidak seimbang dengan ke-
kuatan orang itu, tidak sesuai dengan hasil pertaniannja.
Penitjilan jang berat, menimbulkan ketledoran mereka
dalam mengangsur pindjamannja. Hal ini dipergunakan oleh
orang-orang, pegawai dan pensiunan serta orang-orang lain
jang mempunjai penghasilan tertentu tiap-tiap bulan. Ka­
rena penitjilan dari orang tani tidak beres, tanah-tanah itu
ditjabut dan dilelangkan, didjual kepada siapa jang dapat
menitjil tiap-tiap bulan. Jang dapat menitjil ialah orang-
orang gadjian, orang jang mempunjai gadji jang besar.
Tanah djatuh ketangan mereka. Dengan mengangsur tiap-
tiap bulan f 40,— sampai f 120,— jang hanja dapat dipikul
orang-orang jang bergadji besar, bisa mendapatkan tanah
sawah 10 sampai 30 ha. Kaum jang bergadji besar itulah
jang mendapatkan tanah-tanah ini. Banjak orang-orang
(orang kaja, pegawai negeri, BB, pegawai onderneming,
pensiunan) jang kemudian mempunjai sawah, berpuluh-
puluh ha, (sampai ada jang mempunjai 60 ha), dengan
tidak tahu dimana letak sawahnja itu, tetapi tiap-tiap tahun
menerima hasil padi dari orang Tani jang diperas itu. Rakjat
Tani jang membuka rawa, mendjadi kurban malaria, sudah
terlandjur mendjual tanah dikampungnja jang lama, ter­
paksa mendjadi buruh, mengerdjakan tanah orang-orang
jang tidak tahu dimana letak sawahnja itu, karena kekua-
saan uangnja.
Penipuan, pemerasan jang meradjalela atas Rakjat jang
miskin dan sengsara itu mendjadi bibit pertengkaran dan
sumber- perkara. Banjak fitnah kepada Rakjat, dengan
tuduhan mentjuri, merampas dan sebagainja dengan akibat
penangkapan dan penahanan. Sebagai tjontoh dapat dike-
mukakan kedjadian perkara atas 3000 ru persegi (6 bahuj
sawah. Seorang Pegawai A. V. B. (Algemene Volks Crediet
Bank = Bank Rakjat) jang merasa punja sawah dengan
membeli setjara lelang dari Bank Rakjat, mendakwa kepada
4 orang Tani jang membuka rawa. Sesudah ada lelangan
4 petani itu sudah membajar kepada Bank Rakjat, tetapi
karena berat tjitjilannja, maka terpaksa djuga terhenti, dan
tidak tahu bahwa sawahnja itu sudah djatuh ketangan orang.
Pegawai jang merasa mempunjai tanah, belum tahu dimana
letak sawahnja. Dia sendiri tinggal berumah dilain daerah.
Tanah itu didapat dari jang dulu dilelangkan, dibeli oleh 4
orang itu jang dulu membuka sendiri. Karena tidak dapat
meneruskan menitjil, ditjabut dan dilelangkan, dan djatuh
ketangan pegawai Bank Rakjat itu.
Demikianlah salah satu tjontoh dari banjak perkara tanah
disalah satu tempat sadja. Diseluruh Indonesia terdapat
bermatjam-matjam perkara jang aneh, gandjil, pusaka dja-
man jang lampau, dari penipuan dan pemerasan.
. Tani Lampung tak punja tanah.
Gandjil kedengarannja. Sukar orang dapat pertjaja.
Selagi orang-orang dari Djawa jang tidak punja tanah
disiapkan untuk berangkat ke Lampung dan kedaerah-
daerah lainnja untuk mendapatkan tanah buat lapang per­
tanian dan penghidupannja, kedengaran suara orang Tani
Lampung tidak mempunjai tanah. Kegandjilan ini adalah
warisan didjaman pendjadjahan dulu, salah satu dari seribu
satu matjam kegandjilan dan keanehan jang terdjadi, tetapi
mendjadi barang biasa diwaktu itu. Didjaman pendjadjahan,
semuanja ini bukannja kegandjilan dan keanehan.. Sudah
barang biasa. Sebab, pendjadjahan sendiri sudah merupakan
kegandjilan.
Kegandjilan ini terdjadi di Tegineneng, Ketjamatan Natar
Lampung Selatan. Beratus-ratus keluarga Tani disana di-
desa Natar, Muara Putih, Negara Ratu dan Pengadilan,
tidak dapat lagi meluaskan usaha pertaniannja, karena tidak
ada tantibahan tanah. Jang dapat ditjatat, 426 orang keluar-
ga Tani disana (diempat desa) tidak mempunjai tanah untuk
pertaniannja. Belum lagi orang-orang lainnja jang belum
tertjatat, berbilang ratusan keluarga.
Lampung masih tjukup mempunjai tanah jang belum di-
kei'djakan. Lampung masih memanggil orang-orang dari
daerah lain kesana untuk diadjak membuka kemakmuran
dan kesedjahteraan disana, untuk orang jang datang dan
jang didatangi.
Kalau terdjadi kekurangan tanah bagi keempat desa itu,
adalah karena tanah sekeliling desa-desa itu, jang berupa
hutan larangan sudah dimiliki oleh onderneming dengan
pemberian erfpacht. Terlarang untuk Rakjat, tetapi bebas
masuk kaum modal disana. Desa-desa mereka dikepung
oleh tanah tjadangan onderneming. Tanah persediaan bagi
Rakjat sudah habis.
Tanah-tanah itu masih berupa hutan, dan sudah berpuluh-
puluh tahun mendjadi tanah tjadangan jang belum djuga
dibuka didjadikan onderneming. Luasnja berpuluh-puluh
km, terbilang tanah jang terpilih (baik dan subur).
Untuk meluaskan tanah pertaniannja, Rakjat harus men-
tjari tanah dengan berdjalan berpuluh km diluar hutan
larangan marga jang mendjadi hutan larangan onderneming
itu. Disana mereka hanja mendapatkan tanah alang-alang
jang tidak subur, tanah jang ditampik oleh onderneming.
Berulang-ulang Rakjat meminta untuk membuka hutan itu,
karena tambahnja keluarga sudah tidak dapat lagi didjamin
oleh tanahnja, jang tak mau bertambah lebar. Tetapi per-
permintaan itu tidak dikabulkan, karena onderneming jang
bermaksud akan meluaskan perkebunannja untuk selama-
lamanja nanti, lebih baik membiarkan tanahnja berupa
hutan dari pada dikerdjakan Rakjat. Permintaan Rakjat
untuk mengambil hasil hutannja djuga tidak boleh, dan
sekali kedjadian pelanggaran atas ini (Rakjat mengambil
hasil hutan), oleh pengadilan diputus harus membajar denda
Rp. 1000,— (seribu ruipah), atas tuntutan pihak onder­
neming jang „kuasa atas hutan dengan seisinja” .
Banjak perkara terdjadi karena keadaan sematjam itu,
sampai sekarang.
5. Didesa Gempolsewu, Kabupaten Kendal terdapat tanah erf-
pacht, terdiri dari :
Persil I, verponding no. 20, surat ukur tanggal 14 Desember
1875, No. 189, akte tanggal 13 Februari 1912 No. 85, luas
tanah 122 bahu 44 ru persegi, atas nama Antine Josef van
Neer. Persil II, verponding no. 59, surat ukur tanggal 30 Juli
No. 238, akte tanggal 13 Februari 1912 No. 86, luasnja
68 bahu 280 ru persegi, dengan atas nama Antine Josef
van Neer.
Luas semua ada 190 bahu 324 ru persegi, dan selalu ber-
tambah lebar karena berbatasan dengan sungai dan Laut
Djawa. Tanah-tanah itu semua berupa sawah, jang dikerdja-
kan oleh Rakjat disitu dengan tjara maro, dengan perdjandji-
an-perdjandjian :
a. penggarap sawah mendapat bibit dari „pemilik erfpacht”
dengan mengembalikan nanti diwaktu panen.
b. pada waktu panen, Rakjat harus membawa semua padi­
nja kegudang jang disediakan (dengan tanggungan
penggarap), didjemur disana.
c. sipenggarap diharuskan membajar uang repotan buat
setengah tahun /. 2,— uang biaja membersihkan gudang
Rp. 1,50, dan untuk selamatan 1 gedeng padi.
Setelah semua itu dipenuhi, barulah boleh mengambil padi
bagiannja jang separo. Ketjuali itu penggarap harus me-
nanggung biaja-biaja memperbaiki selokan-selokan peng-
airan.
Penduduk desa Gempolsewu ada 5635 orang dengan hanja
mempunjai sawah norowito (tanah kominal) dan jasan se-
luas 97 ha atas namanja 84 orang. Orang-orang lainnja
tidak mempunjai tanah untuk pertaniannja.
Dengan keadaan orang tani jang miskin dan tak mempunjai
tanah itu, pemilik tanah erfpacht dapat djual mahal dalam
memarokan sawahnja, dengan perdjandjian-perdjandjian
jang memberatkan orang jang menggarapnja.
Pemakaian tanah erfpaht dengan penanaman padi dengan
diparokan kepada Rakjat itu terang melanggar perdjandjian,
karena menurut undang-undang tidak diperbolehkan pe­
makaian tanah erfpacht untuk pertanian Rakjat.
Pelanggaran ini sudah diketahui oleh Belanda dulu. Tetapi
tidaklah gandjil, bahwa perbuatan itu dibiarkan begitu
sadja. Banjak sekali terdjadi hal sematjam ini diseluruh
Indonesia, terutama di Djawa.
Perdjandjian-perdjandjian jang berat, terpaksa diterima
oleh Rakjat jang miskin, sekedar ingin mendapat sedjengkal
tanah untuk dikerdjakan, untuk sesuap nasi buat menjam-
bung njawanja djangan lekas putus.
Disamping perkebunan milik asing jang luasnja beribu-ribu
ha didaerah Blitar, penduduk sangat ketjil milik tanahnja.
Mereka sebagai Tani jang tidak dapat hidup dari hasil tanah­
nja terpaksa harus mentjari pekerdjaan dionderneming jang
berdekatan.
Desa Gandusari dalam daerah perkebunan Papuh, jang
berpenduduk 1332 orang terdiri dari 346 keluarga, hanja
mempunjai 40,10 ha sawah dan 91,83 ha tegal, atau rata-
rata tiap-tiap keluarga dengan 4 orang djiwa, hanja mem­
punjai sawah 0,11 ha dan tegal 0,26 ha.
Desa Gadungan dengan penduduk 995 orang, terdiri dari
268 keluarga hanja mempunjai tanah tegalan sadja seluas
104,08 ha, atau rata-rata mempunjai 0,4 ha tegalan dengan
tiada sawah, untuk satu keluarga jang dengan 3 sampai 4
djiwa.
Beberapa tjatatan lagi menundjukkan :
Onderdistrik Kedemangan, 5790 pemilik tanah dengan
580 ha sawah dan 14.480 ha tegal dan 2.700 ha pekarangan,
atau rata-rata tiap pemilik tanah (bukan penduduk semua)
0,1 ha sawah 2,5 ha tegalan dan 0,5 ha pekarangan.
Onderdistrik Sutadjajan dengan pemilik tanah 8050 mem­
punjai 1.500 ha sawah, 14.340 ha tegalan dan 4.470 ha pe­
karangan, atau rata-rata tiap pemilik tanah mempunjai
0,2 ha sawah, 1,7 ha tegalan dan 0,55 ha pekarangan.
Binangun dengan 5770 pemilik tanah mempunjai 850 ha
sawah, 10.650 ha tegalan dan 1.900 ha pekarangan atau
rata-rata tiap pemilik tanah mempunjai 0,15 ha sawah,
1,9 ha tegalan, dan 0,3 ha pekarangan.
Tanah disitu semuanja tanah kurus, jang hanja dapat meng-
hasilkan rata-rata tiap-tiap ha antara 8 sampai 12 kwintal
padi dari sawahnja, dan 30 a 40 kwintal singkong dari
tegalnja, jang harganja sangat rendah.
Ketjilnja milik tanah bagi orang-orang disekitar onderne­
ming, merupakan persediaan dan djaminan jang tjukup
besar, tenaga jang semurah-murahnja bagi onderneming.
Dengan begitu maka Rakjat disitu tergantung hidupnja dari
onderneming.
7. Dibeberapa daerah terdapat keadaan-keadaan jang selalu
mendjadi pangkal perselisihan. Di Sulawesi Selatan dengan
soal tanah on gko-ongko dan awatarangnja, di Tondano (Mi-
nahasa) dengan soal gandai-menggadai jang berpindah-
pindah tangan, di Bali Timur dengan soal sakapan jang
sangat rendah bagian untuk penjakapnja. Ditanah-tanah
partikelir dengan tindasan dan pemerasan serta beban-beban
jang berat. Di Sumatera Timur dengan konsesi, poenale
sanctie jang menjedihkan seperti sudah diuraikan dalam
bagian pertama.
Apa jang diuraikan diatas itu, hanja sebagian ketjil sadja ,
dari matjam-matjam kedjadian dan keadaan serta sebab-sebab
jang terdjadi diseluruh Indonesia, sebagai bibit-bibit dan benih-
benih pertikaian, jang menimbulkan kedjadian-kedjadian dan
makin mendjadi-djadi sesudah djaman Indonesia Merdeka.
Kemerdekaan Indonesia jang memberikan kesempatan Rak­
jat berbitjara menjampaikan kata hatinja, untuk menuntut
keadilan, mengingatkan segala kesedihan jang lampau, jang
melukai hatinja dan merusak penghidupannja lahir batin.
Pemerintah Indonesia menerima warisan pendjadjahan,
berupa keadaan jang buruk sematjam itu, jang sedjak dulu sudah
mengandung pertentangan-pertentangan didalamnja.
Perdjandjian K. M. B. jang mengandung pengakuan hak
sedjarah kaum modal atas tanah, memberikan warisan perten-
tangan, pertikaian dan sengketa jang harus dihadapi oleh Peme­
rintah Republik Indonesia. Keluar : menghadapi tuntutan Be­
landa jang masih ingin terus kuasa diatas perkebunan-perkebu-
nannja, tuntutan untuk terus berdaulat diatas lapang sumber
penghidupan bangsa Indonesia. Kedalam : menghadapi Rakjat
jang menuntut keadilan dan pengembalian tanah, sebagai tun-
tutan kemerdekaan jang telah digambarkan dengan djandji dan
ketentuan dalam Undang-undang Dasarnja, bahwa bumi dan air
serta segala kekajaan alam jang terkandung didalamnja di-
kuasai oleh Negara untuk kemakmuran Rakjat.
Karena itu, pengembalian tanah-tanah onderneming kepada
,,pemiliknja” dulu menimbulkan kesulitan-kesulitan dan pergo-
lakan dimana-mana.
Kemakmuran Rakjat jang belum kundjung datang sesudah
merdeka, kepintjangan-kepintjangan jang terdapat dalam masja-
rakat, perbedaan penghidupan jang mentjolok mata diantara
sebagian orang dengan Rakjat banjak jang masih menderita,
jang masih belum tentu mendapat makan sehari-harinja, mem-
belit Pemerintah Republik dengan kesulitan-kesulitan. Bagi
Rakjat, nampak dimukanja, bahwa : merdeka tetapi bumi dan
alamnja masih dikuasai orang asing, bukanlah kemerdekaan jang
diharapkan. Orang-orang jang dulu kuasa atas bumi dan alam
Indonesia dengan perlindungan Undang-undang Kolonial, kemu­
dian kembali kuasa dengan djaminan K. M. B.
Pengembalian tanah-tanah onderneming kepada orang asing,
menimbulkan keketjewaan Rakjat, jang semula mengira dan
mengharap, bahwa sesudah merdeka, kembalilah tanah jang
dulu lepas. Jang sudah dikuasai Rakjat selama ini diharapkan
terus mendjadi miliknja. Demikianlah harapan dan penger-
tiannja.
Pemerintah Indonesia sebagai alat negara hukum, akan
bertindak menurut hukum. Tetapi dalam hal ini, dalam soal
tanah, hukum jang ada adalah hukum kolonial jang tidak sesuai
dengan djiwa Undang-undang Dasar kita. Selama ini Pemerintah
belum dapat menjelesaikan kesulitan dilapangan agraria jang
membelit dirinja.
Kesetiaan kepada Rakjat, sukar atau tak dapat dipersatukan
dengan „kesetiaan” kepada perdjandjian K. M. B. jang mengan-
dung pertentangan dengan kepentingan-kepentingan Rakjat.
Dua kesetiaan jang tidak dapat atau sukar dipersatukan.
Pelanggaran jang sudah sekian lamanja didjalankan oleh
penjewa-penjewa tanah (erfpachters) seperti telah diuraikan
dimuka,—- diantaranja tidak menanami tanahnja dengan tanam-
an menurut kontraknja— , dulu oleh Belanda dibiarkan terus.
Pemerintah Republikpun tidak segera mengambil tindakan jang
semestinja, terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum itu. Ma-
lahan selama ini Djawatan-djawatan atau alat-alat Pemerintahan
mendjalankan dan meneruskan pelanggaran jang telah didjalan-
kan oleh onderneming penjewa tanah dulu, dengan mengganti
kedudukannja erfpachters, menjewakan tanah itu kepada Rakjat,
memarokan atau menarik tjukai sebagai tuan tanah. Hal ini
menimbulkan kekatjauan prakteknja hukum sendiri.
Segera setelah Belanda meninggalkan beberapa daerah di
Indonesia dan sesudah terbentuknja Pemerintah R. I. S., disana-
sini timbul pergolakan dan sengketa tanah sebagai letusan bibit
jang sudah lama tertanam.
Dalam menafsirkan persetudjuan K. M. B. jang mengenai
soal tanah, terdapat perbedaan. Inilah jang menambahi kesu-
litan dalam penjelesaian soal ini.
Persetudjuan Keuangan dan Perekonomian dari K. M. B.
jang mengenai soal tanah dan bagaimana penglaksanaan perse-
tudjuan-persetudjuan itu, diantaranja :
Pasal 1 ajat :
1. „Terhadap pengakuan dan pemulihan hak, konsesi dan izin,
jang diberikan dengan sjah menurut hukum Hindia Belanda
(Indonesia) dan jang pada waktu penjerahan kedaulatan
masih berlaku, maka Republik Indonesia Serikat berpangkal
pada pendirian bahwa hak, konsesi dan izin itu diakui dan
bahwa jang berhak,— sekedar ini belum terlangsung— akan
dipulihkan kedalam pelaksanaan haknja dengan perbuatan,
segala-galanja dengan mengindahkan jang tersebut pada
ajat-ajat ini jang berikut” .
2. —

3. Akan diperhatikan :
a. bahwa selama pendudukan Djepang dan kemudian se­
lama masa revolusi telah terdjadi bahwa tanah-tanah
onderneming jang sudah dibongkar tanamannja untuk
dipergunakan akan pertanian atau pekarangan, telah
diduduki rakjat — Selama masa pendudukan Djepang
dengan izin pembesar-pembesar Djepang — dan bahwa
pada hal-hal jang tertentu, djika tanah itu ditjabut
kembali dari pada tangan rakjat jang berkepentingan
kepada onderneming jang bersangkutan akan timbid
kegelisahan jang amat sangat sehingga pengembalian
tanah itu pada kebanjakan hal tidak mungkin terdjadi.
Tiap-tiap keadaan akan dipertimbangkan tersendiri dan
akan diusahakanlah penjelesaian jang dapat diterima
oleh segala pihak” .
Selandjutnja lihatlah lampiran No. VII dibagian belakang
buku ini.
Sesuai dengan apa jang tersebut dalam pasal-pasal dan ajat-
ajat itu, Pemerintah R.I.S. menjatakan sikapnja dalam so­
al tanah-tanah jang diduduki Rakjat, jang dinjatakan se­
bagai djawaban atas pertanjaan Moch. Tauchid dalam Par-
lemen :
Djawaban Menteri Dalam Negeri R.I.S. (29-7-1950).
,,Soal pemakaian tanah perusahaan pada dasarnja diatur
oleh pasal 1 ajat 1 dan 3 dari persetudjuan keuangan
dan perekonomian dari Konferensi Medja Bundar *).
Dengan singkat disebut didalamnja, bahwa hak-hak kon-
sensi dan sebagainja diakui, tetapi diperhatikan keadaan
jang disebabkan oleh pemakaian tanah pengusahaan
(onderneming) itu selama pendudukan Djepang dan
kemudian selama masa revolusi.
Pemakaian jang dilakukan didjaman Djepang dan dirna-
sa revolusi, dianggap sebagai berhubungan hukum Or-
donansi Pemulihan Iiak (Ordonnantie Hersteld Rechts-
verkeer) dan dilindungi oleh ordonansi tersebut.
Sipemakai, sekiranja perdamaian antara dia dengan
sipengusaha tidak berhasil, tjuma dapat diusir sesudah
ada keputusan dari Dewan Pemulihan Hak. Dewan ini
akan mempertimbangkan segala segi dari soal itu, se-
perti keadaan tanah, kepentingan sipemakai dan kepen-
tingan sipengusaha. Tjara mengerdjakan pertanian oleh
sipemakaipun dipertimbangkan djuga.

*) Lihat dimuka.
Pemerintah tidak mengingini, tanah-tanah jang sudah
didjadikan saivah atau jang dengan setjara lain telah
didjadikan pertanian jang sempurna, ditinggalkan oleh
m ereka.
Tindakan akan diambil, supaja tanah-tanah tersebut ke-
mudian hari diserahkan kepada sipemakai dengan hak
milik.
Lagi pula dasar Ordonansi Pemulihan Hak itu, ialah
kalau dalam suatu waktu jang akan ditetapkan, pemu­
lihan hak tidak djadi diminta, keadaan jang semulanja
menentang hukum tetap masuk kedalam aturan hukum.
Sebaliknja Pemerintah menganggap, tidak pantas di-
biarkan sadja sipemakai memakai tanah-tanah jang
amat berfaedah untuk pendjagaan air atau tanah jang
mudah hanjut jang berbahaja erosi bagi pertanian,
sehingga kesuburan tanah mungkin akan hilang” .
Selandjutnja djawab Menteri Kemakmuran R. I . S. (17 Mei
1950) atas pertanjaan serupa dimuka, sebagai b erik u t:
„Terhadap tanah-tanah bekas onderneming jang karena
siasat bumi hangus ataupun tinggalan rombakan djaman
pendudukan Djepang, sekarang dikerdjakan oleh rakjat
sebagai tanah pertanian, Pemerintah mengambil sikap
sebagai berikut :
a. Bilamana onderneming tidak dapat dibangun kembali,
maka tanah tinggal tetap seperti keadaan sekarang,
jaitu rakjat diperbolehkan mengerdjakan sebagai
tanah pertanian.
b. Bilamana onderneming dapat dibangun kembali, ma­
ka rakjat jang menduduki tanah-tanahnja tidak akan
diusir begitu sadja.
Akan ditindjau, tanah mana jang akan dipergunakan
lagi oleh onderneming. Tanah-tanah jang tersebut
dibelakang akan dikembalikan kepada onderneming
dengan tjara jang tidak merugikan Rakjat jang men-
dudukinja. Misalnja penduduknja diberi tanah lain
aiau diberi kerugian uang dan sebagainja” .
Demikian sikap dan pendirian Pemerintah R. I. S. dalam soal
pengembalian tanah-tanah onderneming, terutama mengenai
tanah-tanah jang telah diduduki Rakjat selama djaman pen-
dudukan Djepang dan revolusi.
Djuga Pemerintah R. I. di Jogjakarta pada waktu itu menja-
t.akan sikapnja dengan memberikan instruksi jang mengenai
penjelesaian tanah-tanah erfpacht onderneming jang didu­
duki Rakjat selama waktu-waktu jang lampau, dengan
instruksi Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
No. 3 H.50 tanggal 15 Maret 1950 surat No. H /l/1 2 . Di-
instruksikan kepada segenap Residen dan Gubernur dise-
luruh Djawa dan Sumatera, tentang tjara-tjara penjelesaian
soal tersebut diatas. Diantaranja dengan pembentukan
panitia didaerah-daerah dimana golongan Buruh dan Tani
turut duduk didalamnja bersama-sama menjelesaikan soal
tersebut dengan pedoman konsepsi Pemerintah R. I. tentang
agraria (lihat selandjutnja lampiran no. VIII dibelakang).
Tetapi, tindakan alat-alat pemerintah didaerah sering-sering
tidak sesuai dengan sikap Pemerintah Pusat jang sematjam
itu. Hal ini umpamanja, kedjadian didaerah Kediri dan
Blitar, jang menimbulkan pergolakan terus-menerus dengan
memakan kurban jang tidak sedikit.
Mendahului ketentuan-ketentuan dan petundjuk-petundjuk
dari Pemerintah Pusat tentang penglaksanaan persetudjuan
K. M. B. itu, Komando Militer Daerah Kediri (pada waktu
itu pemerintahan masih ditangan Militer) dengan surat ke-
putusannja No. 45-V/Kpt/ 50307, tanggal 7 - III - 1950 mem­
berikan izin kepada Cultuuronderneming Bendoredjo, Ga-
luhan dan Djengkol, masing-masing seluas 1506 ha, 732,39
ha dan 1115 ha untuk segera dikerdjakan oleh onderneming,
dengan alasan persetudjuan K. M. B. serta katanja untuk
kepentingan pembangunan negara jang harus diusahakannja
kembali pabrik-pabrik perkebunan milik asing itu dengan
segera.
Tanah-tanah jang tersebut dalam izin Komandan Militer itu
termasuk tanah-tanah jang sedjak djaman pendudukan
Djepang dan revolusi sudah diduduki Rakjat, djadi tanah
pertanian dan perkampungan. Menurut persetudjuan K.M.B.
pasal-pasal diatas dan instruksi Kementerian Dalam Negeri
R. I. tersebut dimuka, masih harus ditindjau tjara pengem-
baliannja, dengan kemungkinan tjara didjadikannja tanah
pertanian Rakjat. Atau setidak-tidaknja tjara pengembalian-
nja masih harus dipertimbangkan, dengan dasar-dasar jang
tidak boleh merugikan Rakjat jang sudah mendiami itu.
Surat putusan pihak militer jang disambut dengan surat
perintah dan instruksi Pemerintah Daerah dalam soal pe­
ngembalian tanah-tanah onderneming dari tangan Rakjat
ini (terdjadi dalam bulan Maret, mendahului instruksi dari
Kementerian Dalam Negeri R. I.), menundjukkan bagai-
mana tjara berpikir beberapa alat Pemerintah dalam meng-
hadapi K.M.B. dan menghadapi Rakjat. Mereka terlalu terge-
sa-gesa ,,mentaati” K.M.B. dengan tidak usaha lebih dulu
mentjari djalan penjelesaian jang tidak sangat - sangat
merugikan Rakjat. Dengan alasan untuk pembangun -
an negara, maka perlu selekas-lekasnja pabrik-pabrik per­
kebunan berdjalan, kepentingan Rakjat dikurbankan, se-
dang menurut persetudjuan K. M. B. tidaklah harus demi-
kian tjaranja. Dalam hal ini beberapa alat Pemerintah ber-
tindak jang akibatnja merugikan Rakjat.
Satu hal lagi jang sangat mengetjewakan hati Rakjat, ialah
dengan dipergunakannja alat-alat pemerintah, anggota-
anggota tentera nasional jang mengantjam dan menakut-
nakuti Rakjat dengan sendjata dalam pengusiran Rakjat
dari kebun itu, serta pengrusakan tanaman-tanaman Rakjat
oleh pihak pengusaha diwaktu tanaman itu belum waktunja
dibongkar. Sekalipun atas tanaman jang dirusak itu pihak
onderneming memberikan ganti dengan harganja hasil jang
akan dipetik nanti, tetapi soal tanaman bagi orang tani
nilainja tidak dapat diukur dengan uang sadja. Beratnja hati
meninggalkan tanah dan tanamannja tidak dapat diringan-
kan dengan penggantian uang beberapa puluh rupiah.
Kedjadian jang mengetjewakan Rakjat ialah bahwa Rakjat
jang selama pendudukan Djepang, dan kemudian djaman
Republik, dan seterusnja didjaman gerilja menduduki
tanah-tanah itu masing-masing dengan izin Djepang dan izin
Republik dan dipertahankan selama pendudukan Belanda,
setelah penjerahan kedaultan diusir oleh tentera nasional
sendiri. Akibatnja ialah pergolakan disana jang terus-me-
nerus terdjadi, tidak reda-redanja.
Lepas dari pcrsoalan dan pertimbangan benar atau tidaknja
kekuasaan jang didjalankan oleh pihak Pemerintah daerah
sematjam itu, teranglah bahwa tindakan itu tidak bidjak-
sana, dengan tidak mengingati faktor-faktor politis dan
psychologis dikalangan Rakjat, kurang menjesuaikan dengan
kebidjaksanaan Pemerintah Pusat.
Asal-usul tanah itu dapat diuraikan sebagai berikut :
Didaerah Blitar terdapat perkebunan-perkebunan :
Bencloredjo (Wates, Kediri) seluas ................... 3.500 ha,
Djengkol (Ketjamatan Plosoklaten) ................... 11.000 ha,
Galuhan (Ketjamatan Kandat dan Wates, Blitar) 7.000 ha,
semuanja ini didjaman Belanda ditanami serat nanas, sing-
kong dan disamping itu ditanami tanaman untuk rabuk
hidjau.
Pada waktu kapitulasi Belanda, oleh Djepang tanah-tanah
itu diberikan kepada Rakjat, jaitu tanah-tanah jang diting-
galkan oleh pengusahanja. Mereka tidak begitu sadja terus
menanami tanah-tanah itu, karena waktu itu tanah-tanah
tersebut berupa alang-alang dan semak-semak, jang harus
dibuka lebih dulu dengan memakan biaja dan tenaga jang
berat.
Orang-orang jang mengerdjakan tanah, kebanjakan datang
dari lain desa jang ditempatnja tidak mempunjai tanah.
Ditanah jang baru itu mereka ketjuali mengerdjakan tanah
untuk pertanian, djuga mendirikan gubug-gubug.
Dengan djatuhnja Djepang, pembukaan tanah diteruskan.
Tanah-tanah dikuasai oleh Republik dan diurus oleh PPN
(Pusat Perkebunan Negara). Dengan izin PPN, Rakjat terus
mengerdjakan tanah itu, dengan perdjandjian maro atau
mertiga. Pada djaman agresi militer Belanda kedua, pembu­
kaan tanah diteruskan. Tanah-tanah itu hampir seluruhnja
mendjadi tanah pertanian Rakjat dan perkampungan.
Didjaman pendudukan Belanda pada perang kolonial ke - II
oleh pemerintah pendudukan Belanda (TBA)^ diberikan
izin kepada onderneming untuk mengerdjakan kembali.
Tetapi umumnja tidak dapat dikerdjakan berhubung dengan
pertempuran-pertempuran.
Kemudian sesudah Belanda pergi dari daerah itu dengan
tergesa-gesa pihak Pemerintah Daerah (kekuasaan m iliter),
menjerahkan tanah itu kembali kepada pengusaha dengan
tindakan-tindakan seperti diuraikan diatas. Akibatnja me­
nimbulkan kesukaran-kesukaran jang tidak mudah diatasi.
Tjontoh kedjadian di Kediri itu hanja sebagai salah satu
kedjadian sebagai ekor dari keadaan jang pintjang.
Kedjadian-kedjadian sematjam itu terdjadi disemua daerah
jang ada ondernemingnja, seperti di Sumatera Timur, jang
terkenal itu, jang sudah sedjak lama terdjadinja, sedjak
adanja pemberian konsesi oleh Sultan-sultan kepada orang-
orang asing.
Disana terdjadi tanah konsesi jang sudah dibuka sedjak
djaman Djepang dan jang belum pernah dibuka, kemudian
diizinkan oleh Residen R. I., dengan surat izin 1 Mei 1947
tanah-tanah itu dikerdjakan Rakjat sebagai tanah pertanian.
Rakjat telah membuka tanah-tanah itu dengan mendirikan
gubug rumahnja, dengan biaja jang tidak sedikit. Di Kabu-
paten Simelungun sendiri kira-kira 40.000 ha tanah sema­
tjam itu.
Tiba-tiba Belanda menjerbu daerah itu. Orang-orang diusir,
rumah-rumahnja dibakar. Setelah penjerahan kedaulatan
timbul perebutan tanah jang tidak selesai-selesainja, dan
sukar dipadamkan. Riwajat Sumatera Timur dengan konsesi
dan poenale sanctienja memberi warisan kesukaran dan
keruwetan.
Di Tjiamis, di Subang, di Sumedang terdjadi hal-hal sema­
tjam itu.
Keadaan dan kekeruhan ini dipergunakan oleh orang-orang
jang sengadja memantjing ikan diair keruh, mempergu-
nakan kesempatan ini untuk keuntungannja. Rakjat jang
membuka tanah itu dipergunakan dengan kekuatan uang-
nja supaja nanti tanahnja (jang direbut dan dipertahan-
kan) dari pihak onderneming mendjadi kepunjaannja,
dengan sistim kedok.
Disatu tempat, orang tidak menghitung untung rugi dari
pengambilan tanah onderneming itu, sekalipun bagiannja
sangat sedikit. Orang jang sudah pergi meniggalkan tempat-
nja jang lama, ditempatnja jang baru hanja menerima
tanah jang tidak subur dan tidak lebih dari 0,2 ha untuk
keluarganja. Tentu akan djauh tidak mentjukupi untuk
penghidupan keluarganja. Tetapi, karena sedjengkal tanah,
orang sudah dapat mata gelap. Hal ini menundjukkan bahwa
faktor psychologis dan faktor politis besar pengaruhnja,
bahkan pada suatu ketika menguasai keadaan, disamping
faktor ekonomis jang pokok dalam soal perebutan tanah
ini. Banjak kedjadian-kedjadian jang susah untuk dikenda-
likan lagi karena nafsu jang meluap untuk mendapat tanah.
Didaerah Sulawesi Selatan (didaerah-daerah Swapradja),
terdjadi pergolakan-pergolakan mengenai tanah-tanah ongko-
ongko dan awatarang dengan tesangnja, jang riwajatnja
sudah diuraikan dalam buku bagian pertama.
Di Semarang terus-menerus terdjadi persoalan tanah parti-
kelir sebagai sisa-sisa warisan dengan hukum feodalnja.
Semuanja ini adalah kedjadian-kedjadian jang kita pusakai
dari politik agraria kolonial Hindia Belanda jang meminta
djawab jang pasti dan penjelesaian jang lekas.
IV. USAHA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEADAAN
DAN TJARA PENJELESAIAN LAIN'-’NJA.
Sebagai salah satu soal jang pertama harus diselesaikan
oleh Pemerintah Nasional kita ialah soal tanah. Soal penentuan
politik tanah clan penjelesaian jang berhubungan dengan soal-
soal itu. Ketegangan-ketegangan keadaan didaerah meminta
segera penjalesaian. Tetapi hingga sekarang, belumlah Peme­
rintah memulai melangkah kepada penjelesaian jang prinsipil,
jang mendjadi pangkal segala sengketa d,an perselisihan . Kesi-
bukan dalam’ politik, dan soal-soal lainnja jang dianggap besar,
mengurangi dan membelokkan perhatian Pemerintah dan masja-
rakat akan soal-soal jang pokok jang harus dipetjahkan lebih
dulu.
Umumnja sedikit sadja kita memperhatikan soal tersebut,
seolah-olah dianggap hanja sebagai soalnja satu golongan, jaitu
golongan Tani jang tidak berarti, jang disangkanja akan berhenti
dengan sendirinja nanti kalau didiamkan sadja.
Masjarakat dan umumnja orang-orang jang mestinja harus
memperhatikan soal ini, kurang mengetahui sebenar-benarnja
persoalan. Peristiwa-peristiwa jang terdjadi dari perbuatan-per-
buatan Rakjat tentang ini, diterimanja sebagai kedjadian jang
timbul karena ketidak taatan Rakjat kepada Pemerintah. Di-
anggapnja sebagai perbuatan jang sengadja membuat onar dan
katjau, tidak ditjarinja pangkal-pangkal dan sebab-sebab jang
sebenarnja. Alat-alat Pemerintah jang selalu hanja berpegangan
pada huruf-hurufnja peraturan dan undang-undang jang ada,
undang-undang jang lama jang masih berlaku, masih banjak
jang belum dapat memahami keinginan Rakjat.
Apa jang sudah dikerdjakan oleh Pemerintah Nasional Indo­
nesia sesudah merdeka ini masih sedikit sekali, dan baru meru-
pakan penjelesaian jang ketjil-ketjil dan belum mengenai prinsip-
nja, belum membongkar akar jang pokok.
Jang dapat dikatakan penjelesaian prinsipil, ialah pengha-
pusan Hak Konversi atas tanah-tanah daerah Jogjakarta dan
Surakarta, dengan Undang-undang Republik Indonesia di Jogja­
karta No. 13 tahun 1948 (lihat lampiran No. Via dan VI b ).
Penghapusan hak Konversi itu berarti penghapusan hak-hak

40
o.
istimewa bagi kaum modal asing didaerah Jogjakarta dan Sura­
karta. Dengan Undang-undang itu terhentilah berlakunja hak
sedjarah, disetop oleh l’evolusi, jang oleh Belanda dulu didjamin
berlakunja sampai tahun 1968. Usaha kearah penjelesaian jang
pokok, oleh Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta dimulai,
dengan terbentuknja Panitia Agraria.
Usaha-usaha lainnja baru merupakan penjelesaian jang tidak
prinsipil, baru sekedar usaha-usaha menenteramkan keadaan,
jang hasilnja belum tertjapai. Usaha-usaha ini diantaranja :

1. Instruksi Kementerian Dalam Negeri R. I. di Jogjakarta,


No. 3.H.50 tanggal 15 Maret 1950, No. surat H .4/1/12
kepada segenap Gubernur R. I. di Djawa dan Sumatera,
berisi : Penjelesaian soal tanah-tanah erfpacht buat perta­
nian besar (perkebunan groot landbouw) jang didnduki
Rakjat” (lihat lampiran No. VIII dibelakang).
Instruksi itu ketjuali memberi petundjuk-petundjuk tjara-
tjara penjelesaian tanah-tanah jang diduduki Rakjat selama
djaman Djepang dan revolusi, djuga memuat sekedar gam-
baran bagaimana pendirian Pemerintah R. I. terhadap
keadaan-keadaan tanah erfpacht jang tidak menurut Dasar-
dasar Hukum Agraria Kolonial jang lama (pelanggaran atas
kontrak jang ditentukan). Diantaranja dinjatakan tentang
adanja tanah-tanah erfpacht jang sedjak dulu diusahakan
melanggar ketentuan kontrak erfpacht, jaitu tanah erfpacht
jang diusahakan sebagai pertanian Rakjat, dengan diparokan
atau disewakan kepada Rakjat dengan sjarat-sjarat jang
merupakan pengisapan setjara lintah darat. Pendirian
Pemerintah R. I. tentang ini ialah, bahwa atas tanah-tanah
sematjam itu harus selekas mungkin hapus dengan djalan
jang sesuai dengan persetudjuan K. M. B. jang menjatakan
diantaranja : „seberapa boleh dengan djalan perundingan,
kalau perlu dengan „onteigening” untuk kepentingan
umum, jang barang tentu harus didjalankan menurut ke­
tentuan hukum, ketjuali bilamana sampai kedjadian hal-hal
jang memaksa sebagai jang termaktub dalam pasal 3 per­
setudjuan tersebut
Dalam penjelesaian tanah-tanah jang diduduki Rakjat, di-
tundjukkan tjara kebidjaksanaan jang harus ditempuh,
djangan sampai memberatkan dan merugikan Rakjat,
dengan dibentuknja Panitia penjelesaian, diantaranja duduk
didalamnja wakil organisasi Tani clan organisasi Buruh jang
bersangkutan.
2. Instruksi Kementerian Dalam Negeri R. I. Jogjakarta, No.
4.H.50 surat No. II.4 1 13, kepada segenap Gubernur R. I.
di Djawa dan Sumatera, jang berisi „Penjelescrian soal-soal
tanah erfpacht „klein lanclbouw percelen voor minvermo-
gende Europeanen” (lihat lampiran No. IX dibelakang):
Dalam instruksi tersebut ketjuali ditundjukkan tentang
tjara penjelesaiannja, djuga dinjatakan pendirian Pemerin­
tah R. I., bahwa hak-hak sematjam itu (erfpacht klein land-
bouw) tidak akan ada lagi didalam Republik Indonesia.
Sedang tanah-tanah sematjam itu jang sudah ada akan se­
gera diganti dengan hak lain, dan dibatasi luasnja kalau
pemiliknja itu kemudian mendjadi Warga Negara. Jang
pemiliknja bukan Warga Negara tidak akan diberikan lagi
hak milik atas tanah, ketjuali dengan peraturan penjewaan
jang peraturannja akan ditentukan kemudian, dengan batas
waktu dan luasnja (dalam instruksi itu disebut-sebut maksi-
mum luas 10 ha dan maksimum lamanja penjewaan 10
tahun).
3. Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri R. I. Jogjakarta
No. H.2 0 /5 /7 tanggal 9 Mei 1950 kepada segenap Gubernur
R-1, di Djawa dan Sumatera, Kepala Daerah Istimewa
Jogjakarta dan Residen Surakarta, jang berisi : „Penjele-
saian tentang tanah-tanah jang dahulu diambil oleh Pendu-
dukan Djepang” . (lihat lampiran No. X dibelakang).
Surat edaran itu menjatakan, bahwa Pemerintah mengakui
terdjadinja pengambilan tanah Rakjat dengan paksaan oleh
kekuasaan Pemerintah Militer Djepang dulu, jang dipergu­
nakan untuk kepentingan perang Djepang. Sesudah djaman
Republik ada jang diteruskan dipakai, ada djuga jang tidak
dipergunakan lagi.
Pendirian dan sikap Pemerintah R. I. dalam soal ini ialah :
Tanah-tanah jang tadinja diambil dengan paksa dari tangan
Rakjat, harus kembali kepada jang berhak semula atau ahli
warisnja, dengan kewadjiban mengganti kerugian jang
sudah diterimanja. Adapun tentang kedudukan tanah itu
dinjatakan : Bilamana tanah milik Indonesia itu dulu di­
ambil dengan tidak mendapat pengganti kerugian (uang
pembelian), maka tanah itu menurut hukumnja tetap men­
djadi kepunjaan pemiliknja semula. Sedang tanah-tanah
jang dulu waktu diambilnja sudah mendapat uang „pembe-
lian” (ganti kerugian), dianggap sudah dibeli oleh Peme­
rintah, dan tanah itu juridis sudah lepas dari haknja pemilik
semula dan mendjadi tanah negeri (tanah G. G. atau vrij
landsdom ein). Dan atas tanah ini maka menurut pendirian
diatas, oleh Pemerintah akan dikembalikan kepada pemilik­
nja.
Instruksi dan surat edaran diatas itu ternjata umumnja
belum dapat didjalankan, dan buat Daerah-daerah bekas Negara-
negara Bagian sering orang-orang Pemerintah disana merasa
tidak terikat oleh instruksi-instruksi itu, karena instruksi itu
dikatakan hanja berlaku buat bekas daerah Republik (Jogja­
karta ).
Rakjat Tani dengan organisasinja banjak mengikuti instruk­
si-instruksi itu dan didjadikan pegangan dalam menghadapi
usaha pengembalian tanah-tanah bekas onderneming dari ta-
ngannja. Djuga pasal-pasal K. M. B. mengenai soal tanah-tanah
jang diduduki Rakjat mendjadi populer dikalangan Rakjat
didaerah onderneming.
Rakjat jang mempertahankan tanah jang diduduki jang
merasa dibenarkan oleh pasal-pasal K. M. B. serta instruksi
Kementerian Dalam Negeri serta penerangan-penerangan jang
didapat tentang sikap Pemerintah Republik dan Pemerintah
R .I.S . seperti dinjatakan dalam djawaban Pemerintah (Menteri
Dalam Negeri dan Kemakmuran R .I .S .) dimuka, menghadapi
alat-alat Pemerintahan dan pihak onderneming jang memberi­
kan tafsiran sendiri mengenai pasal-pasal itu. Rakjat jang telah
menduduki sebidang tanah bekas onderneming sedjak djaman
Djepang dan revolusi, sekalipun selama itu pernah meninggalkan
tempat itu karena diusir oleh militer Belanda dan kaki tangannja,
menafsirkan, bahwa atas tanah-tanah itu mereka tetap berhak
kembali sesudah kekuasaan Belanda meninggalkan tempat itu.
Hal ini banjak terdjadi didaerah-daerah onderneming,
Rakjat diusir oleh tentera Belanda pada waktu agresi militer
Belanda pertama dan kedua. Tanah bekas diduduki Rakjat itu
selama agresi militer belum djuga dapat diusahakan oleh onder­
neming, sekalipun sudah ada jang mendapat izin dari Pemerintah
Pendudukan Belanda (T. B. A .), karena „pengatjauan-penga-
tjauan” gerilja R. I.
Atas tanah itu, Rakjat merasa berhak kembali menduduki
sesudah Belanda meninggalkan daerah itu, berdasarkan atas
bunji-bunji pasal-pasal persetudjuan K. M. B. dan sikap Peme­
rintah R. I. dan R. I.S. seperti diutarakan dimuka.
Sebaliknja pihak onderneming menafsirkan, bahwa tanah-
tanah onderneming bekas diduduki Rakjat sebelum Belanda
menjerbu didaerah itu, tetapi selama pendudukan Belanda tidak
dikerdjakan Rakjat, sekalipun onderneming djuga tidak mengu-
asai, tanah itu sudah tidak masuk „tanah pendudukan Rakjat” ,
dan mendjadi haknja onderneming kembali dengan sendirinja.
Penafsiran sematjam ini menimbulkan tindakan balas-membalas.
Disalah satu daerah terdjadi : Rakjat jang mengerdjakan tanah
jang dengan izin pihak Pemerintah telah dikembalikan kepada
onderneming, dituduh melanggar pasal 550 buku Hukum Pidana,
jaitu mengindjak tanah orang lain dengan tidak izin. Djadi
bukan tuduhan okupasi jang tidak sjah. Sebaliknja didaerah
lainnja terdjadi : Rakjat mengakui hak onderneming atas sebi-
dang kebun jang masih ada tanaman karetnja, tetapi dikeliling-
nja kebun itu sudah merupakan tanah-tanah bekas bumi hangus
jang diduduki Rakjat. Sebagai tindakan pembalasan atas sikap
pihak onderneming dulu, jang mempersukar orang lalu lintas
ditanah onderneming untuk masuk kekampungnja ditengali-
tengah kepungan onderneming, sekarang Rakjat berganti me-
larang orang-orang onderneming meliwati tanah jang diduduki
untuk masuk kekebunnja.
Didaerah itu djuga terdjadi persoalan kebun karet jang
dibumi hanguskan dan diduduki Rakjat, pada waktu agresi
militer ditinggalkan Rakjat. Bekas pohon-pohon karet itu turn-
buah tunasnja jang baru (tunggul-tunggulnja). Pacta waktii
„penjerahan kedaulatan” karet-karet tunggul itu sudah
dapat disadap kembali, Rakjat menganggap tanah itu tanah
bekas bumi hangus, dan mendjadi kepunjaannja. Tetapi
pihak onderneming menganggap bahwa kebun itu adalah
kebun karet jang lama bukan kebun bekas bumi hangus.
Karena itu mendjadi kepunjaan onderneming.
Sesudah penggabungan Negara-negara Bagian dan Republik
Indonesia mendjadi Negara Kesatuan, hal-hal jang sudah
dimulai dirantjangkan oleh Republik mengenai penjelesaian
agraria, begitu djuga hasil Panitya Agraria disumbangkan
kepada Pemerintah R. I. (Negara Kesatuan) untuk di-
selesaikan.
4. Hal-hal jang selandjutnja dikerdjakan oleh Pemerintah
ialah :
Undang-undang Darurat No. 6 tahun 1951, tanggal 2 Maret
1951, mengubah Undang-undang Sewa Tanah (Grondhuur-
ordonnantie Stbl. 1918 No. 88 dan Vorstelandsch Grond-
huurreglement Stbl. 1918 No. 20) jang kemudian disjahkan
oleh Parlemen mendjadi Undang-undang, dengan peruba-
han-perubahan dan tambahan. Perubahan dari Undang-
undang Sewa tanah tahun 1918, beberapa pasal, jaitu pasal
8 dari Stbl. 1918 No. 88 ditambah dengan pasal 8a dan 8b,
dan Stbl. 1918 No. 20 pasal 15 ditambah dengan pasal 15a
dan 15b. Pasal 8a dan 15a dari masing-masing Stbl. itu
mengubah waktu lamanja persewaan, diubah mendjadi
paling lama satu tahun buat keperluan tanaman jang umur-
nja tidak lebih dari 1 tahun, dan tidak boleh lebih dari
umur tanaman, buat tanaman jang berumur lebih dari satu
tahun. Pasal 8b dan 15b tambahan itu, mengubah tjara pe-
netapan uang sewa minimum, dengan peraturan Pemerintah
jang mengatur tiap-tiap tahun.
Perubahan Undang-undang ini belum mengenai soal pokok
perubahan hukum tanah seluruhnja, baru merupakan usaha
untuk mengatasi perselisihan sebagai : „conflicten regeling”
(lihat lampiran No. X I).
5. Untuk mengatur persewaan tanah bagi kepentingan onder-
neming gula jang akan mulai bekerdja, oleh Pemerintah
diadakan beberapa peraturan, diantaranja :
a. Oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
Jogjakarta, dikeluarkan instruksi No. 1.H.50, tanggal 19
Djanuari 1950, jang berisi penetapan sewa tanah buat
perusahaan pertanian (perusahaan gula) didaerah R. I.
Diantaranja ditetapkan, bahwa persewaan tanah antara
Rakjat dengan pabrik itu berdasarkan suka rela dan
hanja diperbolehkan buat satu tahun tanaman (plant-
jaar). Buat tanaman jang umurnja tidak lebih dari 1
tahun, hanja diperbolehkan selama-lamanja buat 1 tahun
(12 bulan). Luas tanah dari tiap-tiap desa jang boleh
disewa tidak boleh lebih dari i / ;,-nja luas tanah per­
tanian didesa tsb. Dalam usaha mendapatkan tanah,
pihak perusahaan harus berhubungan dengan Pamong
Pradja jang akan mempertemukan wakil-wakil pabrik
dengan wakil-wakil organisasi Tani jang ada. Dipesan-
kan dalam instruksi itu, agar djangan sampai timbul
kesan bahwa Pemerintah akan lebih memihak kepada
pabrik dari pada melindungi Rakjat Tani. Dipandang
sangat perlunja organisasi-organisasi Tani turut serta
dalam soal ini untuk mengurangi kedjadian-kedjadian
jang tidak diinginkan dari akibat perhubungan antara
pabrik dan Rakjat Tani.
Dalam menetapkan sewa tanah, dipakai dasar, bahwa
orang Tani tidak boleh menerima kurang dari hasil
bersih jang dapat diharapkan kalau ia menanami tanah­
nja sendiri seperti biasa (lihat lampiran no. XII).

b. Oleh Kementerian Kemakmuran Republik Indonesia


Serikat (RIS) dikeluarkan Nota No. G 193/PKB tanggal
20 Djanuari 1950 jang memberikan pedoman persewaan
tanah, dengan perhitungan hasil-hasil menurut masing-
masing tanah dan harga hasil itu sebelum perang di-
bandingkan dengan waktu tersebut dimasing-masing
daerah. (lihat lampiran no. XIII). Ketentuan ini untuk
daerah-daerah jang ada diluar daerah R. I. pada waktu
itu.
c. Oleh Kementerian Kemakmuran R. I. S. Djakarta dengan
surat No. 220 SD tanggal 20 Djanuari 1950 diberikan
pedoman tentang persewaan tanah buat pabrik gula
1950/1951, jang meberikan pedoman tjara menetapkan
uang sewa tanah dengan melipatkan sekian kali uang
sewa tanah sebelum perang, dengan pembajaran berupa
uang, sebagian berupa gula dan bahan pakaian. (lihat
lampiran no. XIV).
d. Pedoman persewaan tanah buat pabrik gula 1950 1951,
surat Kementerian Kemakmuran RIS Djakarta, No. G
337 Pkb, tanggal 4 Februari 1950, jang menjusuli surat
tanggal 20 Djanuari 1950 No. 220 SD, menjetudjui
sewa tanah didaerah R. I. besarnja 4 kali sewa tanah
sebelum perang ditambah dengan 150%. Jang 4 kali
uang sewa sebelum perang dibajarkan berupa ung, jang
1.50% tuslah dibajar dengan tekstil 45 meter tiap ha,
lainnja dibajar dengan gula menurut harga pasar. Jang
menetapkan dan memimpin persewaan itu ialah Panitya
jang dibentuk didaerah. (lihat lampiran no. X V ).
fi. Untuk menghadapi persewaan tanah tahun 1951/1952,
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 1951
ditetapkan besarnja uang sewa tanah buat tanaman tebu
sebesar Rp. 1500,— (sedikit-dikitnja) dengan tambahan
seleljihnja hasil pokok 750 kwintal tiap-tiap kwintal tebu
Rp. 2,— . dengan ketentuan bahwa tidak boleh kurang dari
Rp. 1500,— buat segala matjam djenis tanah. (lihat lam­
piran No. X V I).
7. Selandjutnja untuk menghadapi persewaan tanah untuk
tanaman tebu tahun 1952/1953, dengan Keputusan Menteri
Agraria No. l/K A /P er.52 tanggal 7 Djanuari 1952, ditetap­
kan uang sewa tanah untuk tanaman tebu dengan perhi-
tungan tiap-tiap bulan tiap-tiap hektar buat masing-masing
djenis tanah dan matjam tanaman tebu (tebu biasa, tebu
tunas dan tebu bibit), dengan tambahan uang hasil kele-
bihan dari jang sudah ditentukan (hasil pokok 850 kwintal
tiap-tiap hektar buat tanaman tebu biasa, dan 650 buat tebu
tunas), (lihat lampiran No. XVII).
Perlu ditjatat disini, bahwa semasa djaman kabinet Suki-
man/Suwirjo diadakanlah Kementerian Urusan Agraria, jang
didjabat oleh Mr. Dr. Gondokusumo. Tetapi dalam kabinet
jang berikutnja Kementerian itu tidak diadakan lagi, sebab
dianggap tidak perlu diadakannja Kementerian sendiri, dan
kembali urusan agraria masuk dalam Kementerian Dalam
Negeri.
Mengenai ketentuan besar ketjilnja sewa tanah, ternjata
menghadapi kesukaran-kesukaran didaerah-daerah, oleh ka­
rena sering-sering terlalu djauh perbedaan perhitungan
antara pihak pabrik gula dengan perhitungan pihak Tani.
Kalau dimasa sebelum perang orang Tani biasa hanja
menurut sadja perhitungan jang sudah ditentukan oleh
pihak onderneming bersama amtenar BB dan Djawatan
Pertanian, sekarang ternjata tidak begitu sadja pengusaha-
pengusaha itu akan menentukan sewa. Rakjat Tani dengan
melalui organisasinja telah dapat memperhitungkan peng-
hasilan jang bisa didapat dari penanaman tebu itu, dan
karena itu dapat mengadjukan tuntutan-tuntutan sewa tanah
jang sesuai dengan perhitungan untung dengan penanaman
tebu itu diatas sawahnja.
Keuntungan jang besar dari penjewaan tanah dan pengu-
sahaan gula dulu hanja mendjadi haknja kaum modal sadja,
sekarang Tani mengetahui perhitungan-perhitungan jang
selama itu tertutup sama sekali.
Dalam lampiran-lampiran No. XVIII, dan XIX dibelakang,
kita dapat melihat bagaimana Panitia setempat memper­
hitungkan besarnja uang sewa tanah, dan dibandingkan
dengan perhitungan pabrik dan pihak Tani (organisasi-
organisasi Tani). Begitu djuga pernjataan-pernjataan, baik
* berupa mosi, resolusi dari organisasi Tani sebagai ternjata
dalam lampiran No. XX dan XXI dibelakang ini menggam-
barkan mulai timbulnja kesedaran Rakjat Tani dan tambah
pengertiannja mengenai harga hasil tanahnja.
8. Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1952
termuat dalam Tambahan Lembaran Negara Nr 318 tanggal
6 Mei '1952, ditetapkan besarnja uang sewa tanah buat
tanaman tembako, rosela corchorus jang menentukan djuga
waktu-waktu penjcwaan tanah (lihat lampiran No. XXIII).
9. Berhubung dengan keadaan hubungan kerdja antara pihak
pemaro tanah dan pemilik tanah jang sangat djelek dibebe-
rapa tempat di Sunda Ketjil, jang memberikan bagian hasil
jang sangat sedikit kepada pihak jang mengerdjakan tanah
(ada jang hanja menerima 1 /5 dari hasil, di Djawa umumnja
menerima separo), maka dengan Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 3, 1952 tanggal 9 Djuli 1952 termuat dalam
Tambahan Lembaran Negara Nr. 319 tahun 1952, ditetap-
kan peraturan tentang mengusahakan tanah pertanian de­
ngan tjara bagi hasil didaerah Propinsi Sunda Ketjil, jang
menentukan agar Gubernur berusaha setjepat mungkin
dengan djalan damai agar supaja oleh pemilik dan pengu-
saha diadakan perdjandjian tertulis didepan pegawai jang
ditundjuk oleh Gubernur, tentang mengusahakan tanah
dengan tjara bagi hasil, baik buat tanaman jang ada pada
waktu itu, maupun buat tanaman jang akan menjusul.
Dalam perdjandjian itu supaja ditegaskan, berapa hasil
tanah itu akan mendjadi bagian pemilik dan pengusaha
masing-masing, dengan pedoman Gubernur jang seadil-
adilnja. (lihat lampiran No. XXIV).
10. Untuk menghadapi penanaman tembako musim tahun
1952/1953, maka dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nr. 4 tahun 1952 termuat dalam Tambahan Lembaran
Negara R. I. Nr. 320, ditetapkan besarnja uang sewa tanah
buat tanaman tembako didaerah Bondowoso dan Djember
Rp. 600 (enam ratus rupiah) tiap hektar buat lamanja 6
bulan. (lihat lampiran No. X X V ).
11. Dengan Undang-undang Darurat Nr. 1 tahun 1952, termuat
dalam Lembaran Negara R. I. tanggal 2 Djanuari 1952, di-
tentukan larangan buat sementara memindahkan hak tanah
dan barang tetap lainnja jang lebih dari 1 tahun, jaitu bagi
tanah-tanah atau barang tetap lainnja jang mempunjai titel
menurut hukum Eropa. Pemindahan itu hanja dibolehkan
dengan izin Menteri Kehakiman.
Tentang penglaksanaan Undang-undang Darurat ini didje-
laskan dengan pendjelasan tei’muat dalam Tambahan Lem-
baran Negara Nr. 182 dan Tambahan Lembaran Negara
Nr. 183 tanggal 7 Djanuari 1952, ditambah dengan Kepu-
tusan Menteri Kehakiman R. I. termuat dalam Tambahan
Lembaran Negara Nr. 211 tanggal 22 Februari 1952 (lihat
lampiran No. XXVIa, XXVIb, XXVIc dan XXVId).
12. Terhadap persengketaan tanah di Sumatera Timur oleh Ke­
menterian Dalam Negeri dengan surat keputusan 28 Djuni
1951 No. Agr. 12/5 -14, jang bermaksud memberikan terus
hak memakai tanah kepada Deli Planters Vereeneging tanah
seluas 125.000 ha dengan hak benda dan selebihnja itu di-
kembalikan kepada Pemerintah. (batja selandjutnja lam­
piran No. XXVIIa dan XXVIIb).
BAB VIII.

DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA


DIMASA DATANG.

Sudah terang, bahwa politik serta hukum agraria Kolonial


Hindia Belanda seperti diuraikan dimuka, jang sekarang masih
belum berubah itu harus diganti, karena tidak sadja Undang-
undang itu isinja bertentangan dengan djiwa Undang-undang
Dasar kita, dan merugikan Rakjat, tetapi djuga disebabkan ber-
tjorak-ragamnja hak-hak tanah dan peraturan-peraturan jang ada
diseluruh Indonesia, prakteknja menimbulkan keruwetan-keru-
wetan, dan akan menghalang-halangi tiap-tiap usaha Pemerintah
dalam mentjapai kemakmuran Rakjat.
Hukum Agraria jang kita pusakai sekarang, pokoknja
bertudjuan : mendjamin kepentingan modal besar partikelir
diatas kepentingan Rakjat Indonesia sendiri, dengan memberikan
hak-hak istimewa kepada orang asing akan tanah, dibalik itu
mengabaikan hak Rakjat. Ketjuali itu terdapat matjam-matjam
hak tanah menurut adat jang berlaku dikalangan masjarakat
Indonesia sendiri. Keadaan sematjam ini tidak sepantasnja ada
dalam Negara jang akan mendjamin kemakmuran bagi Rakjt.
Sudah semestinja, bahwa penjusunan Undang-undang jang
baru dan penjelesaian serta peraturan pemakaian tanah untuk
kemakmuran Rakjat selandjutnja mendapat prioritet pertama
dari Pemerintah Nasional dan masjarakat untuk dikerdjakan
lebih dulu. Kalau Undang-undang Agraria Hindia Belanda dulu
mendapat perhatian istimewa dari Pemerintah Kolonial, dan
merupakan hasil usaha jang segiat-giatnja dilapangan perundang-
undangan diatas lapangan perundang-undangan lainnja, dan
boleh dikatakan bahwa segala usaha Pemerintah djadjahan dulu
dilapangan penghidupan serta kemodalan terutama berputar
dan bersendikan atas politik Agrarianja, seharusnja kita djuga
menaruhkan perhatian kita kepada soal itu diatas soal-soal
lainnja.
Untuk menentukan Hukum-hukum dan dasar-dasar Politik
Agraria Negara kita dimasa datang, perlu djuga kiranja terlebih
dulu menindjau riwajat hukum tanah di Indonesia didjaman
Hindia Belanda, untuk mengetahui dan mengikuti perkem-
bangan dan terwudjudnja Undang-undang jang sekarang kita
pusakai itu.

I. RIWAJAT HUKUM AGRARIA DI INDONESIA.


Pada permulaan kekuasaan pendjadjahan Belanda di Indo­
nesia, pada djaman Kumpeni (V. 0 . C.) sampai beberapa ratus
tahun kemudian, belum terpikir oleh Belanda untuk langsung
mengusahakan sendiri tanah-tanah di Indonesia untuk mengam­
bil hasilnja, buat Negeri Belanda dan Kumpeni pada waktu itu.
Jang penting ialah bagaimana dapatnja terus mendapatkan hasil
bumi Indonesia jang sangat dibutuhkan untuk pasar Eropa, dari
tanam-tanaman Rakjat Indonesia sendiri jang sudah ada, seperti
jang terdapat di Maluku dan kemudian di Djawa dan kepulauan
lainnja. Belanda membeli hasil-hasil itu dari Rakjat. Untuk
mendapatkan djaminan ketentuan dapatnja barang-barang itu,
Belanda mengadakan perdjandjian dengan penduduk, setjara
langsung atau melalui radja-radjanja. Kemudian dikuatkan
dengan adanja perdjandjian ,,monopoli” dan pungutan paksa.
Tjara monopoli pemungutan hasil bumi Rakjat oleh Belanda ini
dilindungi dengan kekuatan tentera. Tjara ini didjalankan oleh
Kumpeni dan kekuasaan Belanda sesudah itu. Baru pada perte-
ngahan abad ke -19 berangsur-angsur penghapusan peraturan
monopoli didjalankan. Penghapusan tanaman paksa tembako
dan nila pada tahun 1865. Penghapusan monopoli tjengkeh pada
tahun 1869. Penghapusan m o n o p o li lada dan pala 9 tahun kemu­
dian sesudah itu.
Disamping tjara pemungutan paksa dan monopoli jang di­
djalankan Kumpeni dan Pemerintah Kolonial selandjutnja,
Belanda mendjual tanah-tanah setjara besar-besaran dengan hak
eigendom pada pembelinja, jang bernama „tanah partikelir”
dimulai sedjak permulaan abad 17. Dengan pengumuman 18
Agustus 1620, diberikanlah tanah pertjuma kepada orang asing,
dengan memberi kewadjiban menjetorkan sebagian hasilnja.
Pada waktu Daendels sangat kekurangan uang untuk Pemerin-
tahnja, dia mendjual tanah-tanah kepada orang partikelir.
Harga tanah itu tidak selamanja dapat diterima dengan
tunai. Banjak djuga dengan djalan diangsur. Umpamanja terdja-
di dengan pembelian „tanah Probolinggo” oleh seorang Tiong-
hwa, dengan harga 1.000.000 rupiah, dengan perdjandjian dapat
diangsur permbajarannja dua puluh kali. Karena Daendels me-
merlukan uang dengan segera, dia njengeluarkan uang kertas
dengan nama ,,Probolinggo-papier” dengan tanggungan uang
angsuran pendjualan tanah itu. Achirnja Kertas Probolinggo”
merosot harganja sampai mendjadi 40%. Dengan mengeluarkan
„Kertas Probolinggo” itu Daendels dapat menerima 3.500.000
ringgit.
Ketjuali itu Daendels djuga membeli tanah untuk dia sendiri
disekitar Djakarta dan Bogor. Tanah itu didjual lagi kepada
Pemerintah, untuk keperluan istana Gubernur Djenderal ""di
Bogor. Lainnja didjual kepada orang partikelir. Dengan dagang
tanah itu, Daendels mendapat keuntungan 9 ton (f.900.000)
untuk diri sendiri.
Kekuasaan Inggeris di Indonesia jang biasa dinamakan
„Tusschen Bestuur” (Pemerintah Selingan), dalam pimpinan
Let. Gubernur Djenderal Thomas Stamford Raffles, bermaksud
menghapuskan tjara-tjara jang didjalankan oleh Pemerintah se-
belumnja itu. Untuk ini Raffles mengadakan penjelidikan me­
ngenai kedudukan hukum tanah bagi Rakjat Indonesia, dengan
setjara sistimatis. Hasilnja kemudian dipergunakan untuk me-
nentukan dasar-dasar landrente-nja.
Tjara leverancien dan contingenten paksaan jang didjalan­
kan oleh Kumpeni dan diteruskan oleh Daendels, dan monopoli
rempah-rempah dengan hongitochtennja dihapuskan. Di Beng-
kulen masih terus didjalankan untuk beberapa waktu kemudian.
Setelah Belanda kembali di Indonesia dengan nama dan
bentuk Pemerintah Hindia Belanda, peraturan-peraturan mono­
poli dihidupkan kembali. Baru beberapa puluh tahun kemudian
tjara monopoli itu dihapuskan.
Dalam soal tanah Raffles berpandangan atas satu teori jang
dibawa dari Inggris dan India, ditambah dari hasil penglihatan-
nja didaerah Keradjaan Jogjakarta dan Surakarta (Vorsten-
landen) selajang pandang.
Pada tahun 1811 Raffles membentuk sebuah Panitya, ang-
gota-anggotanja terdiri dari 9 orang Inggris dan seorang Belanda,
jang diserahi kewadjiban untuk menjelidiki kedudukan hukum
tanah di Djawa serta soal-soal kemasjarakatan jang berhubungan
dengan itu. Setelah mendjalankan penjelidikannja, Panitya mem­
berikan laporannja, berisi pendapat, bahwa :
„Hanja Gubernemenlah jang mempunjai hak atas tanah” .
Menurut laporan Panitia itu selandjutnja, semua tanah dalam
daerah keradjaan itu mendjadi kepunjaan radja. Radja adalah
pemilik tanah jang tidak berbatas kekuasaannja. Penduduk men­
dapat tanah sebagai pemaro, dengan kewadjiban menjerahkan
hasil dari tanah jang dikerdjakan itu. Disamping itu harus me­
njerahkan tenaga sebagai kewadjiban, tidak dengan bajaran.
Atas laporan itulah, Raffles menetapkan : „Radja-radja sudah
hilang. Gubernemen jang menggantikannja. Karena itu Guber­
nemenlah jang menerima hak-haJc jang dulu ada pada radja itu
semua, jaitu hak memiliki semua tanah, djuga tenaga Rakjat
bilamana diperlukan” .
Sistim landrente jang didjalankan Raffles dan diteruskan
oleh Pemerintah Hindia Belanda itu didasarkan atas pengertian
diatas. Dianggap sudah se-adil-aailnja kalau Rakjat jang memin-
djam (memaro) tanah Pemerintah itu membajar sewa atau pacht
(didalam bahasa Inggris : ren t), jang dinamakan „landrente” ,
kemudian biasa disebut „padjak bumi” atau ,,padjak tanah” .
Besarnja landrente umumnja ditet-apkan tidak kurang dari Vz,
atau Mj-nja besarnja hasil. Dianggap tidak kurang adilnja,
kalau sipemaro tanah membajar separo hasil kepada pemiliknja.
Menurut laporan „Onderzoek naar de belastingdruk” dari
Dr. J.W. Meyer Ranneft dan Dr. Heunder pada tahun 1924,
landrente itu terkadang, — karena rendahnja hasil padi— , meru­
pakan hampir 100% dari penghasilannja. Terkadang ada sawah
jang disewakan jang besarnja sewa hanja sekadar untuk dapat
melunasi padjaknja.
Penarikan padjak itu dasarnja dikenakan kepada perse-
orangan pemilik (pemaro) tanah. Karena kekurangan alat-alat
jang mengerdjakan dan belum adanja bahan-bahan keterangan
jang tjukup tentang tanah dan baik buruknja tanah itu, pena­
rikan didjalankan melalui desa (dorpsgewijs). Tjara ini me-
nimbulkan ketidak adilan dan tindakan pemerasan. Oleh Raffles
kemudian diusahakan untuk mendjalankan penarikan padjak
menurut pei'seorangan dari pemilik tanah, dengan ditentukan
besar ketjil dan baik buruknja tanah masing-masing. Kalau dulu
segala penarikan hasil dari Rakjat didjalankan melalui Bupati,
kemudian didjalankan langsung dan buat sementara waktu me­
lalui desa. Penarikan „padjak bumi” kepada perseorangan tidak
dapat segera dilaksanakan. Sampai waktu Raffles meninggalkan
Indonesia, baru sebagian sadja jang dapat didjalankan. Dari
2700 desa dalam daerah Surabaja, baru dapat didjalankan di 50
desa sadja, karena kurangnja sjarat-sjarat dan alat-alat untuk
mendjalankan.
Sistim landrente ini diteruskan oleh Pemerintah Belanda.
Dengan Beslit Komisaris-komisaris Djenderal 9 Maret 1818
No. 1, dasar-dasar jang dipakai oleh Raffles diteruskan. Dengan
Keputusan Komisaris-komisaris Djendral 1819 No. 5, diakuinja
bahwa belum tjukup sjarat-sjarat dan bahan-bahan keterangan
jang didapat untuk menetapkan dasar penarikan padjak bumi
setjara perseorangan. Berhubung dengan itu usaha jang sudah
mulai didjalankan oleh Raffles untuk mengganti tjara menurut
desa dengan perseorangan, belum didjalankan. Keputusan tahun
1819 No. 5 diatas (jang achirnja ditjabut pada tahun 1872),
menetapkan peraturan landrente sebagai berkut :
1. Kepala-kepala Desa dengan orang tua-tua desa bersama-
sama menetapkan pembagian tanah desa kepada pendu-
duk dengan seadil-adilnja ;
2. Djumlahnja padjak ditetapkan menurut desa, tidak ke­
pada tani perseorangan ;
3. Residen mengawasi agar dalam pembagian tanah ini,
orang-orang pembuka tanah pertama (de eerste ont-
ginners) atau turunannja, tidak dikurangi haknja.
Herendienst jang akan dihilangkan oleh Raffles belum
djuga dapat dilaksanakan. Hanja kewadjiban blandong (bekerdja
dihutan-hutan kaju) sudah dapat dihapuskan. Sedang kewadjib­
an menanam kopi Pemerintah di Prijangan (Prijanganstelsel)
baru dapat dihapuskan pada tahun 1916.
Maksud Raffles untuk menghapuskan sisa-sisa peraturan
jang didjalankan oleh Daendels, diantaranja tentang pendjualan
tanah partikelir, karena kekurangan uang untuk mendjalankan
pemerintahannja, masih terpaksa terus didjalankan.
Penitjilan pembajaran harga tanah partikelir Probolinggo
oleh Tionghwa jang membeli dari Daendels dengan angsuran 20
kali, mengalami kesukaran. Karena desakan Raffles, terdjadi
pemerasan atas penduduk-penduduk disitu. Pemerasan ini me-
nimbulkan pemberontakan. Sesudah pemberontakan itu ditindas
pada bulan Mei 1813, tanah partikelir jang ada ditangan ahli
waris Tionghwa tadi diambil kembali oleh Raffles. Sedjak itu
tidak lagi terdapat tanah partikelir dikabupaten Probolinggo.
Sesudah pengembalian kekuasaan Belanda di Indonesia dari
tangan Inggris pada tahun 1816, timbullah pikiran Belanda
untuk mengusahakan sendiri kekajaan bumi dan alam Indonesia.
Dengan djalan itu dimaksudkan akan lebih banjak keuntungan
dan kekajaan jang akan didapat, baik bagi kaum modal parti­
kelir, maupun bagi Negeri Belanda sendiri, dari pada tjara mem­
beli hasil dari penduduk.
Mulai itulah timbul persoalan tanah, bagaimana memakai-
nja. Sesudah lama dipertimbangkan, djalan apa jang mesti di-
tempuh untuk menutup kekurangan uang jang diderita Negeri
Belanda, akibat peperangan terus-menerus untuk melebarkan
djadjahannja di Indonesia dan peperangan dengan Belgia, Radja
Willem I memberikan kuasa penuh kepada Gubernur Djenderal
Johannes van den Bosch untuk mendjalankan usaha besar-besar-
an atas tanah Indonesia. Oleh van den Bosch itu didjalankan
mulai tahun 1830/1832 dengan nama Gouvernements Cultuur-
stelsel jang sangat terkenal itu.
Pada waktu Pemerintah Belanda mengalami kesukaran
uang jang sangat berat itu, teringat oleh Willem I usaha jang
dulu didjalankan oleh Kumpeni jang ternjata sangat mengun-
tungkan.
Rantjangan Menteri Elout untuk memberikan tanah-tanah
jang belum dibuka kepada kaum modal partikelir dengan per­
sewaan atau pacht (Ontwerp Koninklijk Besluit tahun 1828),
berhubung dengan maksud Willem I dengan Cultuurstelsel van
den Bosch itu, dikesampingkan dulu, karena kebutuhan uang
jang sangat mendesak. Usaha jang tjepat menghasilkan harus
segera didjalankan. Djalan jang ditempuh dengan „Cultuur-
stelsel” itij dipandang sebagai satu-satunja djalan jang akan
sangat menguntungkan. Sedang menurut hukum, dianggap tidak
tnenjimpang dari adat kebiasaan jang berlaku di Indonesia
tentang hak tanah, dengan adanja kewadjiban Rakjat terhadap
Pemerintah (dulu kepada Radja). Atas anggapan bahwa tanah
jang ada semua itu dulu kepunjaan radja dan kemudian men­
djadi kepunjaan Hindia Belanda serta. kewadjiban Rakjat me-
njerahkan tenaga, sebagai jang didjalankan dan didalilkan oleh
Raffles, van den Bosch mendjalankan Cultuurstelsel itu.
Cultuurstelsel didjalankan dengan meminta i/'r.-nja tanah
Rakjat untuk ditanami tanaman jang hasilnja mendjadi bahan
eksport jang sangat dibutuhkan dipasar Eropa. Pertama-tama
nila dan tebu. Tanah itu harus dikerdjakan oleh Rakjat „pe-
miliknja” atas dasar kewadjiban kerdja paksa. Tindakan ini
dianggap tidak menjimpang dari adat kebiasaan jang ada. Kalau
dulu Radja memungut separo hasil, Raffles mendjalankan
landrentenja jang besarnja kira-kira separo dari hasil. Dianggap
sudah ringan kalau Rakjat disuruh menjerahkan i / 5 tanahnja,
dan mengerdjakan tanah itu untuk hasilnja diserahkan kepada
Pemerintah. Batas luas tanah miliknja, dan batas maksimum
banjaknja pemakaian tenaga pertjuma, prakteknja selalu lebih.
Menurut kebiasaan Rakjat dikenakan rodi 52 hari dalam satu
tahun, tetapi prakteknja sampai 64 a 75 hari.
Pengolahan dan pemasakan hasil itu diserahkan kepada
pabrik-pabrik kepunjaan orang Eropa atau Tionghwa. Hasilnja
jang sudah dimasak itu diserahkan kepada Pemerintah dengan
biaja jang sudah ditetapkan.
Pengangkutan barang-barang itu kenegeri Belanda diserah­
kan kepada Nederlandsch Handel Maatschappy di Indonesia
terkenal dengan nama Factory dirikan oleh Radja Willem I
sedjak tahun 1824, dengan kapal-kapalnja. Selandjutnja Neder­
landsch Handel Maatschappy mendjual barang-barang hasil
bumi Indonesia itu dipasar dunia. Uang pendjualannja, sebagian
untuk Pemerintah Belanda dan sebagian untuk Pemerintah
Hindia Belanda.
Sesudah tanaman tebu dan nila, menjusul tanaman kopi.
Untuk tanaman kopi ini tidak memakai tanah pertanian Rakjat,
tetapi tanah jang masih berupa hutan belukar jang terletak
diluar daerah perkampungan Rakjat. Dengan demikian dianggap
tidak mengganggu tanah pertanian Rakjat, karena tidak mengu-
rangi luas tanah pertanian Rakjat jang ada. Tetapi karena tanah
itu letaknja djauh dari tempat kediaman Rakjat, Rakjat jang
harus mengerdjakan itu, terpaksa meninggalkan kampung dan
tanah pei'taniannja. Terpaksa tidak dapat mengerdjakan tanah­
nja sendiri.
Kekurangan uang negeri Belanda jang sangat mendesak,
mendorong Gubernur Djenderal Van den Bosch jang merangkap
djuga Komisaris Djenderal, bertindak sebagai diktator, men-
djalankan usaha Cultuurstelsel dengan sekeras-kerasnja dan
sehebat-hebatnja. Semua pegawai, baik Belanda maupun Bumi-
putra, dikerahkan untuk mengawasi pekerdjaan Rakjat setjara
keras. Achirnja beban Rakjat mendjadi sangat berat, tidak dapat
dipikul lagi.
Karena hasil kekerasan van den Bosch, jang setjara hebat
dan kedjam mengerahkan tenaga Rakjat untuk Cultuurstelsel,
tidak lama tanah Djawa, dari Selat Sunda sampai Selat Bali,
mendjadi kebun jang indah menghidjau dengan tanaman bahan-
bahan eksport, sumber kekajaan jang tidak ternilai.
Tanah jang dipergunakan untuk Cultuurstelsel semua
± V i 8 luas tanah Djawa. Untuk mengerdjakan ini dipakai
tenaga 800.000 keluarga atau Va dari djumlah penduduk tanah
Djawa pada waktu itu. P e g a w a i-p e g a w a i Pemerintah dengan
kedjam mengerahkan tenaga Rakjat dikebun-kebun. Mereka
mendapat hadiah besar dari Pemerintah, jang dinamakan „Cul-
tuur— , atau koffie-procenten” buat pegawai-pegawai Belanda
dan hadiah pangkat tinggi turun-temurun bagi pegawai Bumi-
putra.
Karena „djasa” Cultuurstelsel, karena buah kerdja keras
dan kekedjaman van den Bosch dengan bantuan pegawai-pegawai
Pemerintah jang dengan kedjam mengerahkan Rakjat, kapal-
kapal maskape dagang Nederland selalu penuh dengan muatan-
nja, membawa hasil bumi Indonesia, masuk kepelabuhan den
Helder dan Hellevoetsluis. Amesterdam kembali hidup mendjadi
pusat perdagangan „barang-barang kolonial” diseluruh dunia.
Kebobrokan keuangan Negeri Belanda segera dapat dipulihkan.
Penanggung-penanggung padjak jang berat di Negeri Belanda
mulai dapat bernafas dengan lega, karena mulai dapat keringan-
an bebannja. Factory dapat membagikan keuntungannja, sekali-
pun baru 5%.
Bagi Negeri Belanda, betul-betul tanah Djawa sebagai
gantungan hidupnja, sebagai dinjatakan oleh Menteri Baud:
„Java was de kurk, waarop Nederland dreef” . (Tanah Djawa
mendjadi gabus tempat Negeri Belanda terapung). Artinja
kalau Indonesia lepas, Nederland akan tenggelam.
Atas djasa-djasa jang sebesar itu, jang telah dapat meng-
angkat Negeri Belanda dari djurang kehantjuran dan kebo-
brokan, jang tadinja tenggelam dalam kemiskinan, van den Bosch
mendapat liadiah gelar Baron dan kemudian Graaf. Pegawai-
pegawai bangsa Belanda mendapat hadiah kekajaan jang besar
dari koffie-procenten, pegawai-pegawai Bumiputera mendapat
hadiah pangkat dan kehormatan turun-temurun, bintang dan
pajung kehormatan.
Sebaliknja Rakjat Indonesia mendapat hadiah berupa ke­
miskinan, kelaparan, kematian, dan malapetaka jang sebesar-
besarnja. Rakjat mati kelaparan didjalan dan ladang-ladang serta
diperkebunan sumber kekajaan itu.
Diatas timbunan majat Rakjat itu, jang diperas dan dihisap
darah dan sungsumnja, van den Bosch naik pangkat dan ke-
hormatannja, diikuti oleh Pegawai Belanda dan Bumiputera,
karena persembahan majat Rakjat Indonesia.
Rakjat di Kabupaten Grobogan dan Demak, karena kela­
paran dan kekedjaman tindakan pegawai-pegawai jang sewe-
nang-wenang, mengalami malapetaka jang mengerikan. Kematian
penduduk tak dapat dihitung. Pada tahun 1849, pada waktu
Belanda menghitung untungnja, pada waktu Factory membagi
keuntungannja, jang dapat ditundjukkan oleh Mr. N. G. Pierson
angka keuntungannja bersih dari Cultuurstelsel selama 1840 —
1875 sedjumlah /.781.000.000 untuk Kas Negara Belanda, pada
waktu itu Rakjat Grobogan menghitung kematian dan kelaparan.
Rakjat didaerah itu 10% sadja jang masih ketinggalan, lainnja
mati dan meninggalkan tempat itu.
Sedjarah keemasan jang gemilang bagi pendjadjahan Be­
landa di Indonesia, dihias dengan darah Rakjat Tani jang
ditindas dan diperas.
Kepada majat-majat Rakjat Indonesia itulah Belanda dari
djauh menjampaikan utjapan ..cero sc.hu Id” (hutang budi),
dengan tiada balasan disertakannja.
Tjelaan terhadap tindakan sematjam itu kemudian ter-
dengar di Negeri Belanda, makin lama makin keras. Terutama
setelah kedjadian bahaja kelaparan jang mengerikan di Gro-
bogan dan Demak dengan menghabiskan sebagian besar pen­
duduk disana.
Djeritan kelaparan Rakjat jang tertindas dan diperas oleh
Cultuurstelsel itu rupanja membisikkan kepada orang-orang
Belanda jang tidak berhati batu.
Di Staten Generaal (Parlemen) Negeri Belanda kemudian
timbul persoalan mengenai bagaimana pemakaian tanah dapat
diatur, hingga dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnja
bagi Belanda dengan tidak usah mengulang tjara jang lama.
Rantjangan Regeerings Reglement tahun 1854 jang ber-
dasarkan Undang-undang Dasar (Grondwet) Negeri Belanda
tahun 1848. didahului dengan Undang-undang Keradjaan (Rijks-
wet), menetapkan dasar-dasar dan tjara-tjara penjelenggaraan
perkebunan Pemerintah (Gouvernements cultures) jang diang­
gap masih perlu dilandjutkan.
Dalam pasal 56 RR tahun 1854 ditetapkan tjara perlin-
dungan kepada Rakjat atas tanah pertaniannja, disamping
penjelenggaraan perkebunan Pemerintah itu. Dalam Undang-
undang jang baru itu ditetapkan, bahwa Gubernur Djenderal
memegang kekuasaan jang tertinggi dalam urusan perkebunan
Pemerintah, kemudian ditambah dengan 5 pasal lainnja lagi jang
mengatur pemakaian tanah selandjutnja.
Undang-undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870, sebagai
pengganti pasal 56 RR, ditetapkan untuk mengubah ,,perusa-
haan gula paksa” dengan „perusahaan gula merdeka” dengan
tenaga pekerdja merdeka (vrije arbeiders). Pemakaian tenaga
paksa dengan berangsur-angsur dihapuskan. Peraturan peng-
gantian pemakaian tenaga kerdja paksa dengan tenaga merdeka,
tidak didjalankan sekali gus karena dichawatirkan akan tidak
mendapat tenaga jang tjukup buat keperluan onderneming gula
Pemerintah. Dichawatirkan maksud usaha Pemerintah tidak
akan tertjapai kalau penghapusan tenaga kerdja paksa didjalan-
kan sekali gus. Sebab itu clitetapkan masih berlakunja peraturan
jang lama selama 20 tahun. Selandjutnja, dan dengan berangsur-
angsur perkebunan paksa itu dikurangi, dan dibeberapa tempat
mulai dihapuskan.
Pasal 56 RR itu achirnja ditjabut pada tahun 1915.
Likwidasi perkebunan pemerintah diganti dengan peraturan
jang baru. Peraturan ini membuka kesempatan kepada kaum
modal partikelir untuk membuka perkebunan-perkebunan bahan
eksport, sebagai ganti pekerdjaan Pemerintah dilapangan usaha
perkebunannja. Kedjadian-kedjadian seperti jang sudah-sudah
jang menjedihkan diperingati. Dengan usaha jang baru itu di-
maksudkan akan memberi djalan :
1. memberikan kesempatan sebaik-baiknja dan seluas-
luasnja kepada modal partikelir untuk mengusahakan
tanah ; disamping itu
2. ,,melindungi” Rakjat dalam usaha pertaniannja, dengan
melindungi hak-hak tanahnja djangan sampai pertanian
Rakjat terdesak karena pemberian hak kepada orang
asing itu.
R. R. 1854 jang baru itu dalam dasarnja masih memper­
tahankan terus penjelenggaraan perkebunan Pemerintah. Ada
ditetapkan djuga larangan pendjualan tanah oleh Gubernur
Djenderal kepada orang partikelir, seperti jang dulu didjalan­
kan oleh Kumpeni, Daendels dan Raffles. Pendjualan tanah
hanja boleh dilakukan atas tanah-tanah jang ketjil untuk men-
dirikan bangunan-bangunan dan keradjinan dengan hak eigen-
dom, menurut pasal 2 dari Undang-undang tersebut.
Ketjuali itu, untuk menjediakan tanah bagi kaum modal
buat membuka kebun jang luas-luas ajat 3 dari pasal 62 R. R.
memberikan tanah kepunjaan Negeri dengan hak sewa. Tanah-
tanah jang tidak boleh disewakan untuk ini ialah : „tanah-tanah
jang dibuka dan dikerdjakan Rakjat, atau tanah pangonan atau
untuk keperluan umum lainnja jang termasuk dalam desa” ,
demikian perumusan jang dibuat oleh Anggota Parlemen J. C.
Baud. Dengan begini maka ditentukan dasar : pemberian kesem­
patan penjewaan tanah setjara besar kepada pengusaha partikelir
asing, tetapi pendjualan setjara besar-besaran dengan hak
eigendom tidak lagi diperbolehkan. Ditentukan bahwa persewaan
tanah itu hanja atas tanah jang ada diluar daerah penduduk,
dan tidak diperkenankan atas tanah-tanah jang disediakan untuk
pertanian Rakjat.
Persewaan dengan „hak orang” (persoonlijke rechten) ini
terbatas waktunja (lamanja 20 tahun). Atas tanah itu tidak
dapat dibebani hipotik, tidak dapat tanah sewaan itu didjadikan
tanggungan memindjam kepada Bank.
Karena waktu jang sempit itu (20 tahun) kesempatan itu
dianggap tidak dapat memberi waktu jang tjukup luas kepada
modal, dan tidak dapat dipakai sebagai tanggungan pindjaman.
Untuk kepentingan tanaman seperti tebu, nila dan sebangsanja
memerlukan tanah giliran.
Segera sesudah berlakunja Undang-undang (RR 1854) di-
rasakan perlunja adanja djaminan tanah bagi modal partikelir,
dan untuk ini perlu :
1. adanja izin persewaan dengan hak tanah (zakelijk recht)
jang dapat dibebani hipotik dalam waktu jang lama,
jaitu dengan pemberian hak erfpacht atas tanah-tanah
jang berupa semak belukar (untuk woestegronden
cultures); dan
2. pemberian izin kepada orang Indonesia untuk dapat
menjewakan tanahnja langsung kepada orang asing
untuk kepentingan tanaman jang bergiliran (wissel-
cultures).
Masalah tanah ini dianggap sebagai satu masalah kolonial
(koloniaal kwastie) jang besar, jang harus diselesaikan.
Soalnja berputar disekitar : „bagaimana dapat mendjamin
kepentingan tanah kaurn modal seluas-luasnja, dan disamping
itu bagaimana untuk melindungi hak-hak Rakjat atas tanah” .
Hal ini menimbulkan persoalan selandjutnja : bagaimana .tjara
mentjapai kedua matjam tudjuan, jang satu dengan lainnja
sesungguhnja tidak dapat dipersatukan. Melindungi hak-hak
Rakjat atas tanahnja, berarti akan mengurangi atau akan
menghalang-halangi perkembangan dan kepentingan modal
asing. Sebaliknja, mendjamin kepentingan dan keuntuangan
modal besar asing, akan berarti merugikan Rakjat, karena jang
mendjadi sumbernja satu, jaitu tanah.
Persoalan inilah jang mendjadi „masalah kolonial” (koloniaal
kwestie) jang terpenting. Beberapa Menteri Djadjahan Belanda
berganti-ganti dan berturut-turut mentjoba memetjahkan masa­
lah jang sulit ini. Achirnja Menteri de Waai-lah jang dapat ber-
hasil, dengan diterimanja rantjangan Undang-undangnja oleh
Parlemen Negeri Belanda mendjadi undang-undang jaitu lahir-
nja Agmris W et (Undang-undang Agraria) 9 April 1870 (Indi-
sche Staatsblad No. 51) terdiri dari pasal 62 R. R. ditambah
dengan 5 pasal jang berisi peraturan-peraturan jang pokok dan
perlu segera diselesaikan. Atas dorongan Menteri tersebut di-
masukkanlah dalam Firman Radja (Koninklijk Besluit) 20
Djuli 1870 (Indisch Staatsblad No. 118), dinamakan „Agrarisch
Besluit” , berisi Domeinverklaring (pasal 1 ). Lahirnja undang-
undang Agraria 1870 itu mempunjai riwajat jang pandjang
djuga, jang baik djuga diketahui.
Mula-mula Menteri Djadjahan Fransen van de Putte (dari
golongan Liberal) pada tahun 1865 merantjangkan satu undang-
undang dengan nama „Ontxoerp Cultuurwet” , resminja bernama
menurut isi maksudnja. „Ontiverp van wet tot vaststelling der
grondslagen, icaarop ondernemingen van landbouw en nijverheid
in Nederlandsch Indie kunnen worden gevestigd” .
Rantjangan Undang-undang ini dinamakan oleh perantjang-
nja sebagai djalan pemetjahan „masalah kolonial” , dengan
djalan :
A. Memberikan (menjediakan) bantuan jang diperlukan ke­
pada perusahaan pertanian partikelir Barat, dengan :
1. Pemberian tanah-tanah bebas (woeste gronden) milik
Negara dengan erfpacht, lamanja 99 tahun;
2. Perseioaan tanah milik Indonesia kepada bangsa asing,
buat lamanja 10 tahun;
3. Peraturan perdjandjian kerdja dengan orang-orang
Indonesia.

B. Perlindungan hak-hak tanah bagi Rakjat Indonesia.


Rantjangan itu dimulai dengan dasar bagian B. jaitu pem­
berian hak tanah Rakjat Indonesia dari hak „erfelijk i^dividueel
gebruiks/bezits recht” mendjadi hak eigendom (pasal 1 ), dan
pengakuan hak desa atas tanah-tanah jang biasa dikerdjakan
Rakjat dalam waktu jang tertentu, jang biasa dinamakan „tanah
komunal” (pasal 2).
Hak-hak eigendom ini menui’ut pasal 3 rantjangan itu di-
dasarkan atas hak-hak menurut Buku Undang-undang Hukum
Perdata Hindia Belanda (Burgerlijk Wetboek van Nederlandsch
Indie), ketjuali hal-hal jang bersangkutan dengan hukum agama
dan adat. Maksud van de Putte mempersamakan hak-hak tanah
bangsa Indonesia dengan hak eigendom bangsa Barat, supaja
hak tanah Indonesia lebih kuat untuk mendjaga dari tindakan
semau-maunja pihak Pemerintah dengan hak demeinnja atas
tanah jang bukan eigendom. Pasal 12 rantjangan itu menerang-
kan, bahwa tanah milik eigendom Rakjat tidak boleh didjual
kepada orang jang bukan bangsa Indonesia, ketjuali dengan izin
perketjualian karena hal-hal jang luar biasa. Pelanggaran atas
hal ini dapat dinjatakan tidak sjah atas djual beli jang sudah
didjalankan.
Untuk persewaan tanah antara bangsa Indonesia dengan
orang asing diperlukan surat perdjandjian, dengan ketentuan
tidak boleh lebih lama dari 10 tahun, dengan persetudjuan
Kepala Pemerintah Gewes atau Kepala Daerah f pasal 14). Pasal
4 menjebutkan bahwa tanah-tanah untuk rumah-rumah, bangun-
an, djalan-djalan, pasar-pasar, air pipa dan semua bangunan-
bangunan untuk kepentingan umum, jang pemeliharaannja di­
djalankan oleh desa, masuk lingkungan kekuasaan desa.
Pasal 5 rantjangan itu mengakui kedudukan hukumnja
„Desa Perdikan” , dan tanah-tanah lainnja jang dianggap kera-
mat. Pasal 6 merupakan permulaan Domeinverklaring, jang
bermaksud : „Semua tanah, jang tidak termasuk dalam pasal-
pasal dimuka, jang sebelum berlakunja undang-undang itu,
tidak dapat dinjatakan dengan hak eigendom, masuk kepunjaan
Negeri” . Dari pengalamannja puluhan tahun ditengah-tengah
masjarakat Indonesia di Djawa sebagai orang pabrik gula (suiker
fabrikant), F. v. de Putte mengenai adat-adat jang ada didaerah
Djawa, bahwa menurut hukum adat, Rakjat mempunjai hak
atas tanah-tanah jang masih bebas belum diusahakan, jaitu hak
buka tan^Jh (ontginningsrecht), dan dengan djalan itu dapat
menerima hak milik, serta hak mengambil hasil hutan.

h
64
Pasal 18 dan 19 menerangkan tentang tanah-tanali jang
masuk kepunjaan Negeri. Pasal 18 berisi peraturan, bahwa
Rakjat jang hendak membuka tanah kosong kepunjaan Negeri
harus minta izin kepada Pembesar Daerah. Pasal 19 menerang­
kan pengakuan atas tanah-tanah itu dengan hak memakai.
Kalau tanah itu akan dambil harus diganti kerugian. Rantjangan
Undang-undang itu dengan djelas mengatur perlindungan milik
Rakjat, disamping memberikan djaminan setjukup-tjukupnja
untuk kepentingan onderneming. Rantjangan Undang-undang
itu qljuga memuat tentang hutan-hutan kepunjaan Negeri
(domaniale bosschen) dan perkebunan Negeri, jang menurut
R. R. pasal 56 masih diteruskan.
Dengan rantjangan Undang-undang itu dimaksudkan akan
dapat memetjahkan masalah pendjadjahan bagi kedua pihak
dan menentukan batas-batas jang terang antara tanah-tanah
jang didiami dan diusahakan Rakjat, dengan tanah-tanah diluar
itu jang mendjadi tanah Negeri jang bebas.
Rantjangan Undang-undang Fransen van de Putte achirnja
ditolak oleh Parlemen, diantaranja karena oposisi dari kawan
separtainja Torbecke. Parlemen dalam pemandangan umum
selama 14 hari (tanggal 1 sampai 17 Mei 1866) berputar kepada
pembitjaraan pasal 1, dan karena pasal 1 itulah Parlemen
menolaknja.
Suara terbanjak dalam Parlemen menentang maksud pasal
1 itu, jang akan memberikan hak eigendom atas tanah-tanah
milik Rakjat, karena katanja tidak sesuai hak barat dikenakan
bagi masjarakat Indonesia.
Amandemen Poortman menghendaki supaja kepada bangsa
Indonesia tidak diberi hak eigendom atas tanahnja, tetapi di-
djamin dengan hak turun-tumurun. Oleh karena maksud van de
Putte jang pokok ialah pemberian hak eigendom atas tanah bagi
Rakjat Indonesia, dia tidak dapat menerima amandemen Poort­
man. Dia menarik rantjangan Undang-undangnja dan mengun-
durkan diri dari djabatannja sebagai Menteri Djadjahan.
Mr. P. Meyer, Menteri djadjahan jang menggantikannja
(dari golongan konserpatif) segera mengadakan peraturan se-
mentara jang segera diumumkan oleh Gubernur^ Djenderal,
terkenal dengan nama „Proclamatie des Kernings” (Indisch
Staatsblad 1866 No. 80), menjatakan dengan resmi hak-hak
orang Indonesia atas tanah dengan hak perseoiangan tuiun
tumurun dan hak memakai tanah desa, dengan djaminan, bahwa
akan didjaga benar-benar terhadap pelanggaran atas hak-haknja
dari pihak manapun djuga.
Rantjangan Undang-undang Erfpacht MeyerjTrakranen.
Untuk memadjukan onderneming pertanian modal besai
asing Menteri Djadjahan Meyer, mengadjukan rantjangan
undang-undang jang lebih terbatas dari Rantjangan Cultuurwet
van de Putte, maksudnja hanja untuk memberikan tanah-tanah
jang berupa semak belukar dengan hak erfpacht. Meyer diang-
kat mendjadi Gubernur Djenderal. Dalam tahun itu djuga ran­
tjangan Undang-undang Meyer dioper oleh penggantinja N.
Trakranen. Sedjak itu rantjangan Undang-undang tersebut ter-
kenal dengan nama rantjangan Undang-undang Erfpacht MeyerI
Trakranen (tahun 1866/1867).
Rantjangan Undang-undang Erfpacht Meyer/Trakranen di-
tolak oleh Parlemen, karena dianggap tidak penting. Peidebatan
mengenai persoalan „ tanah-tanah kepunjaan penduduk jang
mana jang diketjualikan dari pemberian erfpacht waktu mem-
bitjarakan rantjangan itu, memberi djuga bahan untuk isi per-
aturan-aturan jang dirantjangkan kemudian oleh Menteri de
Waal.
Pada tahun 1868 E de Waal (dari golongan Liberal) men­
djadi menteri Djadjahan. Achirnja dialah jang berhasil dapat
menjelesaikan masalah kolonial dalam lapangan tanah. Ran-
tjangannja dapat diterima mendjadi Undang-undang Agraria
(Agrarisch Wet) 9 April 1870. Usahanja berhasil, karena dia
mentjari akal dengan pembatasan rantjangannja. Dia tidak me­
ngadjukan rantjangan jang luas dengan Undang-undang jang
tersendiri.
Kepada Parlemen sebagai Badan politik dia hanja menge-
mukakan 5 dasar-dasar jang dianggap pokok harus diselesaikan.
Peraturan dan penglaksanaannja lebih luas selandjutnja dari
dasar-dasar itu akan diatur dengan Peraturan Umum ( Algemee-
ne verordening) sebagai peraturan jang tidak usah ditentukan
dalam Parlemen. Tjara ini dianggap akan lebih menjempurnakan
isi peraturan jang diadakan, karena pengertian keadaan daerah
lebih luas clan dalam dari pada orang-orang di Pemerintah Pusat
(Negeri Belanda). Ue Waal sendiri segera mengadjukan usul
memasukkan kedalam Koninklijk Besluit jang pertama, dan
masuklah isi rantjangan itu dalam „Agrarisch Besluit” 20 Djuli
1870, sebagai peraturan dari 5 pokok dalam undang-undang jang
singkat.
Pihak Parlemen umumnja berkeberatan dengan ketentuan
bahwa peraturan-peraturan selandjutnja hanja akan ditetapkan
oleh Badan-badan Pembuat Undang-undang jang lebih rendah.
Begitu djuga bekas G. Dj. Duymaer van Twist, sekalipun me-
njetudjui rantjangan itu dalam Eerste Kamer. Memang menurut
pengalaman Duymaer van Twist sendiri sebagai Gubernu'
Djenderal di Indonesia, tidak mungkin Parlemen di Negeri Be­
landa akan dapat mengatur soal-soal lebih djauh dari pada soal-
soal pokok tentang keadaan di Indonesia.
Pengakuan akan hak Rakjat atas tanah serta peraturan jang
mengatur pemberian tanah jang belum dibuka (niet-ontgonnen
gronden), dengan hak erfpacht, dan tanah-tanah jang sudah
dibuka (tanah-tanah kepunjaan Rakjat) dengan perdjandjian
persewaan suka rela, dianggap sudah tjukup dapat memetjah-
kan masalah jang pokok.
Ditambahkannja 5 ajat lagi dalam pasal 62 R. R. (pasal 51
dari Indische Staatsregeling) dengan ajat 4 sampai 8, dianggap
sudah dapat dipetjahkan masalah kolonial jang besar dan sulit
itu.
Pasal 51 I. S. ajat 4 memuat pemberian tanah dengan hak
erfpacht buat waktu jang pandjang (dengan maksimum 75
tahu ). Ajat 8 memuat tentang : persewaan tanah milik orang
Indonesia oleh orang asing jang akan diatur dalam Peraturan
Umum. '
Bunji ajat 4 : ,,Deng an Undang-undang akan diberikan
tanah dengan hak pak turun-tumurun (erfpacht) untuk selama-
lamanja 75 tahun” .
Ajat 8 berbunji : „Persewaan tanah dari Rakjat Indonesia
kepada orang asing berlaku menurut undang-undang” .
Dengan adanja peraturan-peraturan itu, dianggap sudah
tjukup mendjamin kepentingan modal besar partikelir Barat
untuk mendapatkan tanah, baik untuk kepentingan tanaman
keras (dengan hak erfpacht) maupun untuk tanaman giliran
(dengan peratui'an persewaan). Dikatakan djuga, dengan begitu
berarti memberikan hak-hak Rakjat lebih luas akan tanah,
(dengan hak menjewakan itu diartikan lebih besar haknja atas
tanah) seperti jang dimaksudkan dalam Proklamasi tahun 1866.
Ajat 5 berbunji :• „ Gubernur Djenderal mendjaga, agar
djangan sampai pemberian tanah itu melanggar hak-hak Rakjat
Indonesia” , dan selandjutnja ajat 6 berbunji : „Gubernur Djen­
deral tidak boleh mengambil tanah-tanah jang telah dibuka oleh
Rakjat Indonesia untuk keperluan mereka sendiri atau untuk
keperluan lain, ketjuali untuk kepentingan umum, berdasarkan
pasal 133 I.S. dan untuk keperluan perkebunan jang diselengga-
rakan oleh Pemerintah menurut p e r a tu ra n -p er a tu ra n jang bei-
laku untuk itu. Semuanja itu dengan pemberian pengganti keru-
gian jang lajak” . Ajat 5 dan 6 diatas bermaksud ,,melindungi
hak Rakjat.
Ajat 7 memberi kemungkinan untuk mendapatkan hak jang
lebih kuat bagi orang Indonesia, dengan peraturan, bahwa
gebruiksrecht (hak memakai) dapat diganti hak eigendom. Ajat
7 itu berbunji : „Tanah-tanah jang dimiliki oleh Rakjat Indone­
sia dapat diberikan kepadanja dengan hak eigendom, dengan
sjarat-sjarat dan pembatasan jang diatur dalam Undang-undang
dan harus tertjantum dalam surat tentang tanda eigendom itu.
jditu jang mengenai kewadjiban-kewadjiban pemilik tanah itu
kepada Negara dan Desa, dan pula tentang hak mendjualnja ke­
pada orang jang bukan orang Indonesia” .
Tentang pemberian hak eigendom kepada Rakjat Indonesia
atas tanahnja, sebelumnja itu djuga diadjukan dalam rantjangan
Cultuurwet van de Putte. Tetapi mengingat tentangan dalam
Parlemen, de Waal mengadjukan rantjangannja mengenai pem­
berian hak eigendom kepada Rakjat itu tidak sebagai keharusan,
tetapi fakultatif. Rantjangan van de Putte dulu menjatakan
sebagai perubahan hak jang mesti dilakukan, tidak setjara
fakultatif. Rantjangan van de Putte oleh Parlemen dianggap
sebagai „paksaan” berlakunja hak eigendom menurut hukum
Barat untuk orang Indonesia. Hal itu menimbulkan keberatan
orang-orang Parlemen, dan menjebabkan rantjangan itu ditolak.
Dengan perumusan jang baru dari de Waal itu (pemberian hak
eigendom atas tanah Rakjat setjara fakultatif), Parlemen me-
nerima dengan suara terbanjak. Untuk membedakan hak eigen­
dom Barat dengan hak eigendom orang Indonesia atas tanah,
maka atas hak eigendom Indonesia itu biasa disebut „agrarisch
eigendom
Orang Indonesia umumnja tidak merasakan keuntungannja
dengan hak tanah sematjam ini, karena prakteknja beban-beban
dari hak tanahnja itu tidak tambah ringan, sedang djalan untuk
mendapatkan hak itu tidak mudah. Prakteknja sedikit sekali
Rakjat mempergunakan kesempatan ini.
Dalam pembitjaraan Rantjangan Undang-undang tahun 1870
(rantjangan de W aal), banjak soal-soal jang terdapat dalam
pembitjaraan tahun 1866/1867 (pembitjaraan rantjangan Cul-
tuurwet) diulangi lagi.
Dasar-dasar hukum agraria seperti jang sudah dikemukakan
itu semua, bertudjuan mendjamin kepentingan tanah bagi onder­
neming, dan disamping itu melindungi hak-hak tanah Rakjat
Indonesia.
Dilarangnja Gubernur Djenderal mendjual tanah setjara
besar-besaran kepada orang partikelir seperti jang sudah-sudali,
diganti dengan hak pemberian erfpacht. Bukan pendjualan
tanah, tetapi setjara persewaan dengan setjara luas, dengan
waktu jang lama (75 tahun). Waktu jang 75 tahun, dengan
kesempatan untuk memperpandjang, dan luas 500 bahu, dengan
kesempatan untuk minta tambah lagi, dengan hak hipotik
(zakelijke recht), adalah hak-hak jang besar. Ketentuan
mendapat tenaga untuk tanah partikelir didjamin dengan hak
feodal (pantjen, herendienst), untuk Konsesi/erfpacht di Suma­
tera Timur didjamin dengan Kulieordonnantie dengan poenale
sanctienja. Sedang buat di Djawa tjukup terdjamin dengan
tersedianja penduduk jang miskin jang tanahnja diambil itu.
Bedanja hanja nama. Akibatnja kepada Rakjat sama sadja.
Perbudakan model lama, model abad pertengahan, diganti
dengan perbudakan model baru, dengan djaminan hukum baru.
Untuk perlindungan tanah Rakjat, disamping pemberian
hak erfpacht kepada orang asing, ditentukan bahwa tanah-tanah
jang diberikan untuk erfpacht itu hanja tanah-tanah bebas, jang
belum diusahakan Rakjat. Tetapi ada perketjualian, jaitu tanah-
tanah Rakjat jang pemiliknja „dengan kemauan sendiri” suka
melepaskan haknja. Dengan istilah mengembalikan hak kepada
Negeri,— tidak mendjualnja— , Pemerintah sudah dapat menje-
wakan tanah itu kepada orang asing dengan hak erfpacht,
sebagai dinjatakan dalam Keputusan Keradjaan (Koninklijk
beslissing) 4 Agustus 1875 (Bijblad No. 3020).
Undang-undang tahun 1875 No. 179 melarang pendjualan
tanah orang Indonesia kepada bangsa asing, dikatakan sebagai
perlindungan, untuk mendjaga agar orang Indonesia tidak
gampang mendjual tanahnja. Untuk mendjaga undang-undang
itu, maka dengan Undang-undang 14 Februari 1912 Stbl. 177,
diantjam dengan hukuman terhadap pelanggaran Undang-undang
1875 No. 179 itu.
Selandjutnja berturut-turut diadakan Undang-undang sewa
tanah untuk kepentingan tanaman giliran, jang terkenal dengan
Grondhuur Ordonnantie, berulang-ulang diubah dan ditambah
(1871 No. 163, 1895, 1900 dan jang terachir tahun 1918 Stbl.
No. 88) untuk Djawa. Undang-undang itu oleh Pemerintah
Republik Indonesia diubah dengan Undang-undang Darurat
No. 6 tahun 1951, dan seterusnja disjahkan sebagai Undang-
undang biasa dengan beberapa perubahan dan tambahan, jang
diterima oleh Parlemen R. I. (lihat lampiran XIa dibelakang).
Dengan adanja matjam-matjam Undang-undang tanah, se-
perti : erfpacht, konsesi, serta persewaan, lengkaplah matjamnja
peraturan untuk membuka segala djalan guna mendjamin ke­
pentingan perkembangan modal besar asing dilapangan agraria.
II. PERSOALAN MENGENAI DASAR-DASAR HAK TANAH.

Dalam membuat dan menentukan Undang-undang Agraria


serta peraturan jang mengikutinja, selalu mendjadi persoalan
ialah tentang : dcisar-dcisar hak tanah bagi Rakjat Indonesia,
apakah dasarnja untuk menentukan hak-hak Negara (Pemerin­
tah Hindia Belanda) atas tanah di Indonesia ini, untuk menentu­
kan hukum dan peraturan bagi kepentingan modal asing. Jang
mendjadi persoalan pokok ialah : „Pegangan dan dasar hukum
apa jang kiranja dapat dipakai untuk membenarkan tindakannja,
bagi kepentingan politik pendjadjahannja dilapangan tanah, agar
dapat dipertanggung djaivabkan sepandjang hukum atas adat
jang berlaku dalam masjarakat Indonesia
Karena itu selalu ditjari dasar jang terdapat dalam masja­
rakat, jang kiranja dapat didjadikan pegangan dan alasan untuk
membenarkan tindakan itu.
Sampai pada waktu pembentukan Undang-undang (RR)
1854, masih belum lagi tjukup pengetahuan orang mengenai
dasar-dasar hukum dan hak tanah bagi Rakjat Indonesia. Sedjak
dulu orang-orang sudah sangsi akan kebenarannja teori ,,do-
mein” jang melahirkan Domeinverklaring.
Dalil Raffles, jang dasarnja dibawa dari Inggeris, berdasar­
kan anggapan, bahwa Radja adalah pemilik tanah, sebagai orang
jang mempunjai Negeri dengan seisinja, sebagai Radja seru
sekalian alam. Pengetahuan jang didapat selajang pandang di­
daerah Keradjaan (Vorstenlanden), dengan adanja istilah „tanah
itu mendjadi kepunjaan radja” (kagungan dalem), menambah
kuatnja pegangan seterusnja didalam menentukan sekalian
Undang-undang dan peraturan tentang tanah.
Orang berbantah dan berselisih faham tentang ini, tentang
benar tidaknja dalil Raffles. Tetapi kepentingan djadjahan rae-
nuntut keuntungan jang sebesar-besarnja dari djadjahannja.
Untuk maksud ini tafsir atas kebiasaan jang berlaku didjadikan
pegangan dan patokan.
Raffles mempergunakan dalilnja untuk mendjalankan sistim
landrentenja. Komisaris-komisaris Djenderal Belanda jang me-
neruskan Pemerintahan sesudah Raffles, dengan tidak selidik
saksama menerima dalil Raffles sebagai suatu aksioma. Dipei’-

71
O
gunakannja untuk mendjual tanah „miliknja” itu kepada orang
partikelir, meneruskan jang dulu-dulu didjalankan. Disamping
itu, meneruskan sistim landrente Raffles.
Pendjualan „tanah partikelir” dengan hak kenegaraan, su­
dah terang diketahui keburukannja. Sedjak djaman Raffles
sudah mulai dihapuskan, tetapi karena kekurangan uang masih
djuga terus didjalankan.
Van den Bosch mempergunakan dalil itu untuk Cultuur-
stelsel-nja. Begitulah seterusnja, segala Undang-undang dan
peraturan tanah Hindia Belanda selalu didasarkan dalil tersebut.
Semuanja itu berpegangan pada pangkal pikiran (anggapan),
bahwa rakjat tidak mempunjai hak tanah, jang punja adalah
Radja. Karena Radja sudah hilang kekuasaannja, diganti Pem e­
rintah Belanda, maka kekuasaan Radja dulu djatuhlah mendjadi
haknja Radja Belanda jang mempunjai Indonesia (Hindia Be­
landa). Gubernur Djenderal mendjadi Maharadja seru sekalian
alam di Indonesia, berkuasa atas bumi dengan seisinja. Anggapan
inilah jang mendjadi sumbernja segala Undang-undang tanah
dan peraturan-peraturannja di Indonesia ini.
„Domeinverklaring” sebagai pernjataan hukum, adalah
pernjataan hak maharadja jang berdaulat atas bumi dengan se­
isinja di Indonesia. Kekuasaan ini tidak dipergunakan guna
kepentingan Rakjat, tetapi untuk kepentingan kaum modal.
Pernjataan itu sebagai pemberitahuan, bahwa segala tindakan-
nja dilapangan tanah, sudah menurut hukum, jang dianggap
sesuai dengan kebiasaan dan adat asli jang ada.
Bantahan dan perdebatan tentang benar tidaknja teori dan
anggapan itu tidak berguna apabila kepentingan kolonial sudah
ditondjolkan kemuka. Sekalipun dalil itu sudah lama disangsi-
kan kebenarannja, tetapi tuntutan kolonial tidak menjangsikan
pemakaian dalil itu untuk dasar politiknja.
Sesudah mendapat ilham dari dalil Raffles, berturut-turut
mulai dinjatakan hak-hak itu. Mula-mula dengan samar-samar,
makin lama makin terang dan tegas, achirnja berupa „Domein-
verklaring” itu. Domeinverklaring itu jang kemudian mendjadi
pangkalnja segala Undang-undang dan peraturan-peraturan
tanah, tidak diwudjudkan dalam Undang-undang Dasar atau
Undang-undang pokok. Hanja berupa sisipan dalam satu Kepu-
tusan Radja (Agraris Besluit). Satu kegandjilan djuga dalam
sedjarah hukum.
Tjara pengambilan kekajaan jang lama, jang kasar dan
terlalu mentjolok mata, jang didjalankan oleh Kumpeni, Daen­
dels, dan Cultuurstelsel, sudah kurang menarik hati. Mudah
menimbulkan bentji dan marah Rakjat, karena terlalu terang-
terangan nampak tjara-tjara pengisapan dan pemerasan. Sebab
itu setelah tei’dapat dalil jang baru, bergantilah tjara mengisap
kekajaan dari Rakjat Indonesia.
Dalam Regeerings Reglement tahun 1818 No. 80 dan 1827
No. 83, dengan samar-samar telah mulai dinjatakan pemilikan
tanah di Indonesia oleh Pemerintah. Makin djelas kemudian
dinjatakan dengan R. R. 1836 tentang hak milik tanah bagi
Negara, dengan pernjataan Negara sebagai eigenaar (pemilik)
tanah.
Pernjataan itu kemudian dimuat dalam Gouvernements
Besluit 1853 No. 9 (Bijblad 182) berbunji : „ .......... akan diper­
tahankan dasar-dasar, bahwa semua tanah jang tidak dikenal
pemiliknja, menurut protokol justisi ataupun dalam kantor pen-
daftaran tanah, terhitung sebagai kepunjaan Negeri” .
Dalam rantjangan Fransen van de Putte (Cultuurwet-
ontwerp) tahun 1866, pasal 6 berbunji : „Semua tanah jang
tidak masuk dalam pasal-pasal dimuka (pasal-pasal itu berisi
pemberian hak eigendom menurut Hukum Perdata sebagai gan-
tinja hak milik menurut hukum adat) jang sebelum berlakunja
Undang-undang ini belum mendapat hak eigendom, masuk ke­
punjaan Negeri” .
Dalam mendjalankan Cultuurstelselnja, van den Bosch
berdasarkan pengertian dan anggapan bahwa : ,,Radja adalah
pemilik semua tanah, jang berhak menuntut upeti atas tanah
jang dikerdjakan itu, dan djuga dapat meminta tenaga pantjen
atas pemakaian tanah itu” .
Penglaksanaan Cultuurstelsel dianggap sesuai dan tidak
bertentangan dengan teori jang menjatakan bahwa Pemerintah
adalah pemilik tanh. Dengan melalui desa Pemerintah dapat
menjewakan tanahnja itu kepada penduduk dengan hak minta
panjten (rodi) kepada Rakjat. 0
,,Ketjuali pasal dua dan tiga dari Undang-undang jang
dahulu, maka tetap dipertahankan dasar, bahwa semua tanah
jang tidak dapat dibuktikan dengan milik eigendom seseorang,
mendjadi hak milik Negeri
Pada waktu terdjadinja Undang-undang dalam R. R. itu,
sudah banjak terdengar pernjataan-pernjataan jang menjangsi-
kan kebenaran dalil jang menjatakan, bahwa Pemerintah itu
pemilik atas tanah-tanah, baik jang sudah dikerdjakan Rakjat
atau jang belum. Pada tahun 1853 (mengenai landrentestelsel,
pasal 48 I.S., jang mengenai pasal-pasal tanah negeri), Pemerin­
tah menjatakan keragu-raguannja, apakah hak eigendom Negeri
atas tanah-tanah di Djawa itu dapat dibenarkan seperti sangka
orang pada tahun 1836. Apakah pendapat itu masih dapat di-
terima.
Pada pertengahan abad ke-19 mulai timbul keragu-raguan
dan ketidak pastian pendapat tentang dasar hak milik tanah
Rakjat Indonesia, hubungannja dengan hak Gubernemen atas itu.
Sebab itu dalam R. R. 1854 pedoman dan peraturan berdasarkan
teori itu ditinggalkan.
Dalam hal ini terdapat selisih paham dan pendapat diantara
beberapa orang-orang Belanda sendiri.
Pengetahuan tentang dasar-dasar hak tanah Rakjat Indo­
nesia sampai pada waktu pembentukan Undang-undang (R .R .)
1854, sedikit sadja dikenal orang-orang Belanda, jang berkewa-
djiban turut menentukan dasar-dasarnja Undang-undang tanah
di Indonesia. Penjelidikan setjara . luas, baru diadakan pada
tahun 1867 terhadap tanah-tanah jang sudah dan belum diker­
djakan oleh Rakjat di Djawa. Laporan pertama disiarkan tahun
1871 sebagai pertjobaan dalam Resume Banten, dan seterusnja
dalam 3 djilid Resume berturut-turut pada tahun 1876, 1880 dan
1896 redaksinja dibawah pimpinan Mr. W.B. Bergsma sebagai
Ketuanja. Ketjuali itu, didjalankan djuga penjelidikan atas
tanah-tanah di luar Djawa, dengan sepuluh Einaresume sebagai
laporan penjelidikannja.
Dasar Agraris Wetgeving (Undang-undang Agraria), sudah
disebutkan dalam pasal 51 I.S. (pasal 62 R.R. dulu). Tiga ajat
sudah sedjak tahun 1854 termuat dalam R.R. dan ajat 5 jang
terachir disisipkan mula-mula dalam Agraris Besluit.
Tentang arti hak sepandjang adat, sedikit sekali orang me-
mikirkan. Hal ini menjebabkan bahwa dalam membitjarakan
rantjangan Undang-undang Agraria itu tidak didasarkan atas
pengetahuan jang tjukup.
Orang lebih dahulu mengetahui adanja hak eigendom isti-
meiva atas tanah seperti adanja tanah partikelir (pasal 51 ajat
1 I.S.) dari pada adanja hak eigendom menurut hukum Barat
(pasal 51 ajat 2 I.S.).
„Hak domein” (domeinrecht) adalah kelandjutan dari teori
lama tentang kekuasaan Negara dan daerah tanahnja. Menurut
pendapat itu kedaulatan Negara, adalah diantaranja kekuasaan
dan hak benda atas tanah.
Tanah adalah benda kepunjaan Negara. Menurut stelsel
feodal kekuasaan Negara atas tanah, digunakan untuk keuntung-
an kaum bangsawan sebagai pemilik tanah, sedang penduduk
hanja diberi hak untuk memindjamnja.
' Bekas-bekas stelsel ini masih nampak, seperti adanja tanah-
tanah partikelir, stelsel lungguh (bengkok, apanagestelsel),
aturan seioa tanah jang lama di Vorstenlanden, dan kemudian
adanja Domeinverklaring itu.
Ada lagi teori jang mengatakan, bahwa kekuasaan Negara
itu berupa kekuasaan atas orang (penduduk) dan tanah.
Teori baru jang dianggap modern tentang kekuasaan Negara
mengatakan bahwa apa jang ada dalam daerah Negara masuk
dalam kekuasaan negara. Negara mengatur semuanja itu, terma-
suk diantaranja soal tanah.
Menurut pengertian ini, tanah adalah benda jang diberikan
kepada penduduk untuk dipergunakan dan diambil manfaatnja
sebagai hak milik. Kekuasaan Pemerintah berupa hak mengatur
sebagai djuga terhadap barang lainnja.
Negara tidak mempunjai hak memakai sendiri sebagai milik
perseorangan atas tanah, bilamana masjarakat umum memer-
lukan untuk memakai tanah itu. Negara hanja mengatur dengan
Undang-undang.
Prof. Mr. Dr. A.A. Struycken dan Mr. C. van Vollenhoven
berpendapat bahwa kekuasaan mengatur bagi Negara terhadap
semua jang untuk kepentingan umum itu, tidak bejarti dengan
memiliki tanah itu sendiri.
Kepentingan ekonomi atas tanah bagi masjarakat, menje-
babkan perlu adanja pembatasan atas hak milik tanah itu. Dasar-
dasar sosial ekonomi bagi masjarakat menuntut, bahwa pema­
kaian tanah oleh jang punja harus berguna djuga buat umum
(masjarakat). Demikianlah Undang-undang Dasar Weimar
(1919) pasal 153 menjatakan : „Hak viilik memberi kewadjiban
kepada pemiliknja. Tjara memakainja hendaknjalah membawa
manfaat pula bagi kepentingan masjarakat umum” . Dan pasal
155 berbunji : „Penggarapan dan pemakaian tanah mendjadi
kewadjiban pemiliknja bersama-sama dengan masjarakat” . Meng-
ingati kepentingan umum maka timbul adanja pembatasan
hak milik. Pembatasan itu sesuai dengan kedudukannja tanah
jang mempunjai fungsi sosial. Milik (eigendom) sebagai hak
perseorangan, harus diartikan, tidak hanja diberikan untuk
perseorangan (individu) pemiliknja, tetapi djuga dengan tudju-
an untuk memberi manfaat dan kebahagiaan masjarakat.
Banjak dan matjam-matjam pendapat terhadap teori hak
milik jang sebagian mendjadi dasar-dasarnja Domeinverklaring
dan Agraris Wet Hindia Belanda. Setengah orang tidak meng-
akui kebenaran dasar-dasar itu, golongan lainnja membenarkan
dasar-dasar tersebut, dan setudju dipakainja sebagai dasar politik
tanah Hindia Belanda.
Golongan jang membenarkan dasar-dasar Domeinveklaring
diantaranja Rouffaer, Deventer, Nolst Trenite dan beberapa
orang pengikutnja. Golongan jang anti Domeinverklaring ter-
utama Van Vollenhoven, Ter Haar Bzn, Logemann dan peng­
ikutnja.
Perbedaan faham dan alasan-alasan jang dikemukakan oleh
mereka, perlu diketahui, untuk mengetahui bahwa soal tanah di
Indonesia itu selalu mendjadi persoalan dan perdebatan dika-
langan orang-orang ahli berfikir. Riwajat lahirnja Undang-
undang Agraria, perdebatan dalam Parlemen Negeri Belanda
atas rantjangan Cultuurwet van de Putte jang makan waktu 14
hari untuk pasal 1 sadja, dan beberapa kali pertjobaan Menteri-
menteri Djadjahan Negeri Belanda untuk mengatasi soal ini,
menundjukkan bagaimana penting dan sulitnja persoalan tanah
jang merupakan sebagai „masalah pendjadjahan” . Sulit untuk
menentukan peraturan-peraturan jang dapat menguntungkan
kepentingan kolonial, jang dapat ditjari kebenarannja menurut
adat jang ada.
Pihak jang membenarkan dasar-dasar Domeinverklaring
mengadjukan alasan-alasan dan pertahanannja sebagai berikut:
Radja adalah pemilik ( eigenaar) tanah, atau : tanah adalah
milik radja. Dasar-dasar hak tanah di Djawa berdasarkan pe-
ngertian tersebut. Tanah itu milik jang berdaulat jaitu Radja.
Dalam hubungan jang erat, penduduk mengerdjakan tanah-tanah
itu dengan hak memakai. Atas pemakaian tanah itu Rakjat harus
menjerahkan sebagian hasil tanah itu.
Pendapat ini dibenarkan oleh pendapat hakim, diantaranja
putusan Pengadilan di Jogjakarta, jang menjatakan bahwa sedjak
dahulu kala tanah-tanah didaerah Keradjaan itu (Surakarta dan
Jogjakai'ta) adalah kepunjaan radja.
Radja di Bali disebut „Sang Amurwa Bumi” (jang mem­
punjai, menguasai tanah). Di Lombok terdapat djuga pendapat
sematjam itu, bahkan lebih kuat lagi. Semua orang Bali dan
Sasak di Lombok menjatakan bahwa tanah itu, baik jang sudah
maupun jang belum dikerdjakan Rakjat adalah kepunjaan Radja,
Sang Amurwa Bumi. Tanah itu milik eigendom Radja, hak Rak­
jat atas tanah adalah hak mengerdjakan dan memungut hasil.
Liejrinck menerangkan tentang Bali, diantaranja : „Radja
itu berkedudukan diatas segala-galanja. Kalau ia menghendaki
barang kepunjaan Rakjat, isteri atau anak perempuan seseorang,
atau njawa orang sekalipun, orang akan menjerahkannja, ka­
rena semuanja itu adalah kepunjaan Radja” . Disana ada djuga
pendapat, bahwa Radja tidak boleh mempergunakan tanah itu
semau-maunja sendiri, karena tanah dan air itu sesungguhnja
kepunjaan Tuhan (Dewa).
De Waal dalam mempertahankan rantjangan Undang-
undang Agraria-nja di Parlemen menerangkan, bahwa menurut
adjaran Hindu dan Islam, milik tanah itu ada pada Radja, sesuai
dengan pendapat Margadant dan de Roo de la Faille.
Golongan jang anti dan tidak membenarkan dasar jang di-
pakai untuk mengadakan Domeinverklaring, dan tidak setudju
adanja Domeinverklaring itu sendiri, membantah dan menja­
takan bahwa :
Perumusan jang dinjatakan oleh Landraad Jogjakarta, jang
menerangkan bahwa Radja adalah eigenaar tanah, sebenarnja
pernjataan sematjam itu hanjalah sebagai „pernjataan penghor-
matan Rakjat kepada Radja” , pernjataan sederhana sebagai tanda
hormat, demikian pendapat Ter Haar jang dibenarkan Vollen-
hoven. Vollenhoven membantah apa jang dinjatakan de Waal
bahwa menurut adjaran Islam dan Hindu, tanah itu kepunjaan
Radja. Vollenhoven menjatakan bahwa „teori landrente” Raffles
jang dipropagandakan, tidak berdasarkan adat aseli, tidak ter-
dapat dalam adjaran Islam maupun Hindu.
Menurut pengertian lama di Indonesia, tanah itu bukannja
kepunjaan Radja tetapi kepunjaan suku, jang kemudian men­
djadi kepunjaan desa. Tiap-tiap penduduk berhak berburu,
mengambil ikan, mengumpulkan hasil hutan dan membuka tanah
untuk pertanian disitu.
Hak membuka tanah memberikan hak kepada pembukanja
atas tanah jang sudah dibuka itu untuk dimiliki selama-lamanja,
mendjadi hak turun-tumurun. Tetapi desa mempunjai hak wila-
jah atas tanah itu. Kalau orang tidak lagi mengerdjakan tanah­
nja, atau meninggal tidak meninggalkan waris, tanah itu men­
djadi hak desa untuk mengatur pemakaian selandjutnja. Karena
itu terdapat kebiasaan, bahwa tanah itu tidak dapat didjual
kepada orang diluar desa, karena kalau begitu tidak lagi desa
mengatur dan mempergunakan serta mendapat manfaat tanah
itu. Keadaan sematjam itu berubah. disebabkan karena :
1. adanja milik komunal; dan 2. kekuasaan Radja jang terlalu
besar (despotiek verstengezag).
Tentang tanah komunal Vollenhoven menerangkan bahwa
sesungguhnja jang dinamakan tanah komunal itu bukan milik
bersama dari para gogol, tetapi adalah tanah milik perseorangan
Rakjat Indonesia, tetapi dengan pembatasan jang kuat dari hak
wilajah desa. Menurut pendapat Pemerintah dulu, tanah komu­
nal itu sebagai milik desa, dan penduduk hanja sebagai pemakai.
Menurut pendapat Vollenhoven orang-orang itu adalah pemilik
tanah tetapi dalam lingkungan (pembatasan) hak wilajah desa.
Adanja tanah komunal dengan pemakaian giliran, menurut
Vollenhoven tumbuh karena paksaan, dan sebagai bentuk jang
salah kedjadian. Menurut penjelidikan, hak-hak tanah Rakjat
(sedjak tahun 1867) hak komunal itu bukanlah dasar adat jang
aseli. Milik komunal terutama terdjadi pada djaman V. 0. C.
dengan tjara monopoli dan kerdja paksa melalui desa, djaman
Raffles dengan landrente-nja dan terutama didjaman Cultuur­
stelsel van den Bosch, jang menimpakan beban kepada desa
sebagai kesatuan. Tentang hal jang kedua diatas, dapat dime-
ngerti mula-mulanja, bahwa Radja menguasai tanah-tanah jang
masih berupa hutan belukar (woeste gronden) jang belum di­
buka. Tetapi kemudian djuga mengambil hak atas tanah-tanah
jang dikerdjakan Rakjat disekelihng istananja. Biasanja atas
tanah-tanah pertanian Rakjat jang baik. Achirnja Rakjat kehi-
langan haknja, tinggal hak mengerdjakan dan hak memakai
sadja. Djadi perubahan hak ini disebabkan karena usurpasi
(pengambilan hak) oleh Radja dengan setjara lambat laun dari
hak perseorangan Rakjat.
Menurut Domeinverklaring 1870 dan Stbl. 1875 No. 119a.
semua tanah didaerah Gubernemen di Djawa dan Madura dan
djuga diluar itu mendjadi tanah Negeri, ketjuali : a. tanah-tanah
eigendom menurut hukum Perdata b. tanah-tanah partikelir ;
c. tanah-tanah dengan hak agraris eigendom.
Domeinverklaring sendiri mengakui hak tanah menurut
hukum adat. Dengan begitu hak Negeri atas tanah itu seharusnja
ialah atas semua tanah, dikurangi dengan tanah-tanah Rakjat
Indonesia menurut hukum adat jang diakui itu.
Djadi menurut itu hak tanah Indonesia harus dihormati
sebagai hak tanah dengan hak eigendom, dan karenanja harus
dikeluarkan dari hak domein Pemerintah.
Tetapi karena tidak ada keterangan mengenai hak daerah
lingkungan desa dengan ketentuan Undang-undang, maka selalu
dapat diartikan dengan bermatjam pengertian menurut kemauan
orang.
Domeinverklaring dikatakan oleh golo'ngan jang anti, seba­
gai pikiran dan pendapat Pemerintah jang kolot, pikiran dan
tjara-tjara kuno, jang dengan tjara gampang menjatakan bahwa
semua tanah jang tidak dapat dibuktikan dengan hak eigendom,
adalah mendjadi kepunjaan Negeri.
Domeinverklaring dipandang dari sudut teori juridis itu
gandjil, ruwet dan tidak berguna. Ruwet, karena terdapat su-
sunan jang membingungkan. Tanah jang mendjadi hak milik
(bezitsrecht) orang Indonesia, dalam Domeinverklaring dinja­
takan sebagai hak (dom ein) Negeri. Gandjil lagi. karena setelah
Negara mengatakan tanah itu semua kepunjaannja, djadi ne-
gara sebagai eigenaar tanah, masih perlu eigenaar tanah itu
„m eng-onteigen” dari Rakjat bilamana orang Indonesia pemilik­
nja tidak suka melepaskan tanahnja itu dengan suka rela. Peng-
ambilan oleh Pemerintah dengan istilah „onteigenen” , berarti
mengakui milik jang punja tanah itu.
Kalau Negara sudah menjatakan dirinja sebagai eigenaar,
apakah perlunja untuk memberi keharusn mempertimbangkan
dulu dengan Rakjat sebagai orang jang bukan pemiliknja. De­
ngan begitu berarti Pemerintah tidak tahu akan haknja sendiri,
seperti jang sudah dinjatakan : sebagai eigenaar tanah. Bilamana
Undang-undang sudah memberikan hak eigendom, dapatlah dia
langsung bertindak, langsung mempergunakan hak itu. Tidak
usah mengadakan perundingan dengan orang partikelir, dianta-
ranja untuk keperluan pemberian erfpacht itu. Vollenhoven
selandjutnja mengatakan, bahwa didaeran-daerah keradjaan jang
memerintah sendiri (jang mestinja berarti masih diakui kekua-
saannja), harus diakuinja djuga kekuasaan radja atas tanah,
konsekwen dengan pernjataannja bahwa Radja adalah pemilik
tanah. Seharusnja difikirkan djuga oleh pembuat Undang-undang
adanja domeinverklaring buat Swapradja lebih dulu. Tetapi
njatanja tidak demikian. Radja-radja jang dikatakan masih me­
merintah sendiri, tidak lagi berkuasa atas tanah dalam daerah
keradjaannja.
Stbl. 1915 No. 474 dapat mengubah hak menurut dasai’-
dasar Timur mendjadi peraturan Barat. Dengan tidak usah
memakai domeinleer, hak-hak barat dapat diatur karena ke­
kuasaan Pemerintah. Domeinleer jang didasarkan atas penger-
tian bahwa Radja itu eigenaar tanah, teranglah tidak dapat di­
djadikan ukuran umumnja bagi seluruh Indonesia. Dasar-dasar
dan teori jang ruwet dan meragukan kebenarannja itu seharus­
nja segera dilepaskan sadja, demikian dari golongan jang anti.
Keberatan jang terutama terhadap adanja domeinverklaring,
ialah bahwa hak wilajah daerah tidak didjamin didalamnja. Ini
berarti bahwa tanah jang dibuka Rakjat tidak dengan izin Peme-.
rintah, tanah tersebut tetap mendjadi landsdomein, sekalipun
tanah itu masuk dalam wilajah desa. Djuga tanah-tanah bekas
perkebunan pemerintah (cultuurgronden), jang sudah diting-
galkan Pemerintah, Pemerintah tidak mengakui hak penduduk.
Sekalipun tanah itu sudah dimiliki penduduk, tetapi masih tanah
Pemerintah. Van Vollenhoven dengan keras dan tadjam mentjela
putusan- tuan-tuan besar Buitenzorg dan Batavia jang mendja­
lankan dan mempraktekan peraturan-peraturan agraria, dikritik
ahli-ahli hukum pegawai pengadilan jang berbolak-balik putusan-
nja, ketidak benarannja putusan dan sering-sering bertentangan
satu dengan lainnja. Selandjutnja dia menjatakan dengan keras,
bahwa hak negeri atas tanah hanjalah teori, omong kosong dan
chajal. Bagaimana djuga, tidak dapat dipertahankan perumusan
domein jang membatasi hak-hak menurut adat atas tanah-tanah
pertanian Rakjat, jang menjebabkan kekatjauan. Domeinverkla-
ring jang akan mewudjudkan ketertiban hukum, mendjadi
pangkalnja segala kegontjangan hukum, jang terang ialah jang
mengenai tanah-tanah pertanian Rakjat. Dasarnja Domein-
verklaring salah dan antipatik, mengingat keadaan djuga sudah
tidak dapat dipertahankan. Gunanja tidk ada, malahan memba-
hajakan. Domeinverklaring bagi Pemerintah mestinja harus
berarti hanja hak terhadap sisa tanah sesudah diambil tanah-
tanah jang mendjadi hak milik penduduk Indonesia. Djadi hanja
atas satu pulau kenang-kenangan rnanusia jang belum didiami
orang, disanalah Pemerintah mempunjai kekuasaan penuh
dengan domeinverklaringnja itu. Didaerah-daerah pegunungan
di Priangan diluar tanah-tanah kepunjaan Rakjat, disanalah
Pemerintah mendapat hak-hak itu.
Hak Pemerintah atas tanah-tanah pertanian Rakjat, hanja
nama dan omong kosong, seperti halnja dengan pernjataan hak
eigendom seseorang atas djalan-djalan desa, demikian Vollen­
hoven.
Nolst Trenite dengan keras membela domeinleer jang dihina
oleh Vollenhoven itu. Dalam notanja jang dinamakan domein-
nota tahun 1912 menerangkan, bahwa : „perlu didjalankan teori
domein itu sebagai sandaran kekuasaan hak-hak Negara” . De­
ngan tegas dia bertanja: „Apakah untuk kepentingan eksploatasi
tanah jang sangat dibutuhkan itu, Pemerintah Hindia Belanda
akan mendjadi Tuan jang menguasai tanah, ataukah menjerah-

81
r
kan kekuasaan itu kepada Pengurus Desa, kepala Marga, kepala-
kepala kuria, orang-orang sematjam itu, jang sama sekali tidak
mempunjai perasaan, pengertian dan pandangan ekonomi ?”
Menurut Trenite, hak wilajah desa (beschikkingsrecht) itu
hanja berlaku didjaman dahulu, waktu tanah di Djawa masih
berlebih-lebihan. Dengan bertambahnja penduduk dan kema-
djuan perkebunan di Indonesia, maka sudah lain lagi soalnja.
Pemerintah harus mempunjai kekuasaan jang penuh atas sesuatu
jang tidak dapat diatur oleh desa.
Pokoknja soal ini perlu untuk penguasaan. Menurut pikiran
itu, maka kekuasaan dan kedaulatan desa-desa jang dulu sebagai
negara ketjil-ketjil, sudah pindah ketangan Negara, demikian
golongan Pembela Domeinverklaring.
Demikianlah persoalan jang timbul mengenai dasar-dasar
hak milik tanah bagi Rakjat Indonesia. Bagaimanapun perde-
batan itu hebatnja, tetapi untuk kepentingan kolonial, untuk ke­
pentingan kekuasaan Negara, dan untuk mendjamin eksploatasi
tanah oleh modal besar, perlu Pemerintah menguasai tanah itu
dengan Domeinverklaring sebagai pernjataan jang tidak boleh
disangkal. Bagaimanapun djuga untuk kepentingan Pemerintah
perlu dipergunakan dalil Domeinverklaring tu. Pendapat Vollen-
hoven betul, tetapi tidak sesuai dengan kepentingan djadjahan.
Keraguan Pemerintah tentang dasar-dasar mengenai hak
tanah itu ternjata pada waktu Sarikat Islam dan Budi Utama
bersama-sama akan mengadakan ,,Kongres Tani” . Dalam perun-
dingan antara Tjokroaminoto dengan Dr. Radjim^Vv \\\
diputuskan untuk Wv\Yto\ t a l u a i l biaja Kongres itu kepada
1 GWierintah. Kira-kira setengah bulan mendapat balasan, bahwa
Pemerintah akan memberi uang berapa sadja kekurangannja,
asal dalam kongres tani tadi djangan diperdebatkan : „Siapa
jang mempunjai tanah di Indonesia” .
Kemudian timbul lagi persoalan tentang pokok jang dipakai
sebagai dasar Undang-undang Agraria selandjutnja. Timbul
persoalan, dilandjutkan atau tidaknja dasar itu. Dengan Kepu­
tusan Pemerintah 1928 No. 17, Pemerintah membentuk Panitia
Agraria jang diberi tugas menjelidiki dan memberikan pertim-
bangan, dapatkah domeinverklaring dilepaskan dari dasarnja
Undang-unuang Agraria. Kalau dilepaskan, dasar apakah jang
dipakai untuk menentukan Undang-undang Agraria selandjutnja.
Disamping itu, djuga supaja memberi pertimbangan dan usul-
usul dalam garis besarnja, perubahan-perubahan apa jang perlu
diadakan jang sesuai, baik menurut hukum maupun menurut
praktek.
Panitia mentjela domeinleer, dan mengusulkan supaja
domeinleer sebagai dasar hak milik dilepaskan dari dasar-dasar
hukum Agraria. Supaja mengakui hak wilajah desa dengan tidak
ada ikatan.
Demikian persoalan tentang dasar-dasar hak tanah di
Indonesia.
III. DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA.
Untuk mengganti Undang-undang jang tama warisan djaman
pendjadjahan dengan jang baru, perlu kita tetapkan dasar-dasar
untuk menentukan Politik dan Hukum Agraria jang baru itu.
Untuk menentukan dasar-dasar politik dan Hukum Agraria ini,
maka jang mendjadi dasar dan pegangan kita, ialah dasar-dasar
dan pokok jang terdapat dalam tjita-tjita Rakjat membentuk
Negara sebagai bangsa Merdeka, sesudah melepaskan dirinja
dari belenggu pendjadjahan jang berabad-abad lamanja, ialah
bahwa Tanah itu harus dipergunakan bagi kemakmuran Rakjat.
Mengenai perubahan dasar Hukum Agraria ini banjak di-
kemukakan oleh bermatjam-matjam aliran dalam masjarakat,
Partai-partai dan organisasi Rakjat, terutama organisasi Tani.
Dibelakang dimuatkan lampiran jang berisi suara-suara,
pendapat-pendapat dan tuntutan Rakjat Tani dengan melalui
organisasi-organisasinja mengenai soal tanah, jang sangat meng-
harap penjelesaian dengan segera. Apa jang diutarakan itu
adalah soal-soal jang didjumpai tiap-tiap hari mengenai tanah.
Dasar untuk menentukan politik agraria :
1. Negara Republik Indonesia adalah Negara Kerakjatan.
2. Negara Kerakjatan mendjamin :
a. hak-hak azasi manusia.
b. kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat.
3. Hak azasi manusia tidak boleh dipergunakan untuk menen-
tang kepentingan masjarakat dan Negara.
4. Usaha mentjapai kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat
ini didjalankan dengan :
a. Usaha Rakjat perseorangan ;
b. Usaha Organisasi Rakjat ( Usaha bersama);
c. Usaha Negara.
5. Usaha perseorangan tidak boleh merugikan kepentingan
masjarakat dan Negara.
6. Negara mengatur dengan rentjana ketiga usaha itu, untuk
tudjuan kemakmuran dan kesedjahteraan Rakjat.
7. Pemerintah Pusat berkewadjiban mendjalankan dan me-
ngurus usaha-usaha jang tidak dapat diselenggarakan oleh
Daerah, umpamanja mengenai : pertahanan Negara, hu-
bungan luar Negeri, politik keuangan, perhubungan, serta
rentjana pokok bagi seluruh masjarakat dan Negara.
Usaha jang diselenggarakan oleh Negara meliputi : tam-
bang, kehutanan dan kekajaan alam lainnja, perhubungan,
bank dan sebagainja
Atas dasar-dasar dan tudjuan itu, kita tetapkan dasar politik
agraria sebagai berikut :
1. Tanah adalah sumber dan tiang penghidupan setiap ma-
nusia;
2. Bagi Indonesia tanah itu mendjadi pokok pertama bagi
sumber penghidupan dan kemakmuran serta kesedjahteraan
Rakjat.
3. Politik tanah harus berdasarkan dan tudjuan : kemakmuran
dan kesedjateraan bagi Rakjat.
4. Hukzim tanah mendjadi pokok-pokok dasar mengatur pe­
makaian tanah, sesuai dengan tudjuan dan politik tersebut
diatas.
Segala Undang-undang dan peraturan pemakaian tanah
harus ditudjukan untuk kepentingan tersebut.
Sebagai dasar-dasar hukum jang mengatur pemakaian tanah,
ditentukan sebagai berikut :
1. Bagi seluruh Indonesia hanja ada satu matjam bentuk hak
tanah, dengan hak-hak jang serupa bagi segenap Warga
Negara. Tidak ada hak-hak istimewa bagi seseorang atau
segolongan Warga Negara diatas orang atau golongan
lainnja;
2. Warga Negara mempunjai hak milik atas tanah, dengan
ketentuan :
a. Tanah pertanian hanja untuk orang Tani, jaitu orang
jang hidup dari hasil mengusahakan tanah jang diusaha­
kan dengan kerdja sama koperatif, dalam penggarapan,
pengolahan dan pendjualan hasilnja. Ini berarti bahwa
tidaklah dibolehkan orang jang bukan Tani (non agri-
culturis) memiliki (menguasai) tanah pertanian.
Tanah untuk tempat kediaman dapat diberikan kepada
orang bukan Tani, menurut keperluannja.
b. Adanja pembatasan luas milik tanah bagi tiap-tiap ke­
luarga Tani, dengan batas minimum berdasarkan perhi-
tungan penghasilan Tani tjukup untuk mentjapai tingkat
hidup lajak menurut sjarat-sjarat djasmani dan rochani,
dan pembatasan maksimum luas tanah jang dengan
sjarat-sjarat dan tjara pertanian modern tidak memberi
kemungkinan timbulnja pemerasan pengisapan dila-
pangan pertanian.
Dengan sjarat-sjarat a dan b tadi, maka tidak ada tempat
lagi untuk pemusatan pemilikan tanah luas dalam satu
tangan jang diambil untungnja dengan diparokan atau di-
sewakan kepada orang lain.
Desa sebagai daerah kesatuan hidup jang berotonom, mem­
punjai hak wilajah dengan batasan Undang-undang Negara,
jaitu :
a. hak mengawasi pemakaian tanah dalam lingkungan de-
sanja, agar hak milik perseorangan atas tanah tidak
dipergunakan jang merugikan kepentingan masjarakat;
b. untuk kepentingan kemakmuran masjarakat atau buat
kepentingan umum lainnja dalam desa, buat sementara
waktu atau selama-lamanja, desa dapat mengambil tanah
dengan memberi ganti kerugian jang semestinja kepada
pemiliknja;
c. mendjaga dan mengawasi agar pemindahan hak tanah
dalam desa tidak merugikan masjarakat sedesa dengan
mengingati batas m i n i m u m /maksimum milik tanah bagi
pendjualnja maupun pembelinja.
d. mentjegah dan mentiadakan pengluasan/penimbunan
milik .tanah diatas batas maksimum disamping penge-
tjilan/pemetjahan ( versnippering) milik tanah, jang
karena ketjilnja tanah tidak efisien lagi.
e. dengan persetudjuan desa ditetapkan seseorang tidak
boleh mendjual tanah kepada orang lain desa jang
akibatnja akan merugikan desa. Orang jang sudah men­
tjapai batas maksimum luas tanahnja tidak boleh me-
nambah lagi, sebaliknja tanah jang hanja seluas mini­
mum tidak boleh dipetjah lagi.
f. desa mendorong dan membimbing pertumbuhan usaha
pertanian modern dalam bentuk keperatif, dalam hal
penggarapan tanah, pengolahan dan pendjualan hasil.
Hanja atas kesedaran Rakjat Tani sendiri pertanian
kolektif dapat didjalankan.
4. a. Negara mengatur dengan Undang-undang tentang pema-
kaian tanah, berdasarkan politik jang bertudjuan ke­
makmuran dan kesedjahteraan Rakjat;
b. Negara mendjalankan pengawasan jang tertinggi akan
terlaksananja Undang-undang dan peraturan, agar pe-
makaian tanah tidak menjimpang dari tudjuan.
c. Negara dapat mengambil tanah untuk dipakai bagi ke­
pentingan umum, seperti untuk bangunan-bangunan,
djalan-djalan, kebun-kebun pertjobaan dan untuk kepen­
tingan umum lainnja, dengan membajar semestinja
kepada jang berhak.
Demikian dasar-dasar politik dan hukum agraria, untuk
mengganti Undang-undang Agraria jang lama. Segala per­
aturan dan Undang-undang selandjutnja berdasarkan pokok-
pokok tersebut diatas
Arti semuanja ini ialah :
1. Diseluruh Indonesia hanja ada satu matjam hak tanah
bagi semua Warga Negara. Hak-hak tanah menurut
hukum adat didaerah-daerah dapat dibenarkan, bila-
mana tidak bertentangan dengan pokok tudjuan itu.
Disamping itu dasar-dasar jang baik jang ada dalam
masjarakat (dasar-dasar gotong rojong dan sebagainja),
dipelihara dan diperkembangkan sesuai dengan tudjuan
diatas dalam bentuk modern.
2. Sesuai dengan azas bahwa semua Warga Negara itu sama
hak dan kewadjibannja, samalah pula hak Warga Negara
atas tanah. Dan atas dasar-dasar pengertian, bahwa hanja
ada satu matjam sadja Warga Negara, tidaklah tempat-
nja membeda-bedakan hak Warga Negara golongan satu
dengan lainnja.
Persoalan jang sering timbul jaitu bagaimana hak Warga
Negara „bekas orang asing” atas tanah. Persoalan ini
timbul karena sisa politik pendjadjahan jang lampau,
dimana orang asing mendapat hak-hak istimewa, dian­
taranja hak tanah setjara istimewa dengan merugikan
Rakjat Indonesia. Mereka merupakan golongan sendiri
diatas masjarakat Indonesia, jang mentjolok mata kea-
daannja. Pendapat jang ingin membedakan hak antara
Warga Negara „aseli” dengan Warga Negara „bukan
aseli” atas tanah, timbul sebagai ,,aksi pembalasan” jang
timbul karena warisan sedjarah jang lampau.
ft
Dulu kepada mereka, sesuai dengan politik pendja­
djahan, diberikan hak-hak istimewa diatas orang-orang
Indonesia jang sekarang mendjadi „Warga Negara aseli” .
Timbul kechawatiran, bahwa Warga Negara „bukan
aseli” tadi, jang dulu merupakan „golongan jang ekono-
minja kuat” , dengan hak tanahnja nanti akan merugi­
kan dan menindas kepentingan Rakjat Indonesia „aseli” .

Aksi pembalasan sematjam ini Jang timbul karena


„sentimen berdjuis” , mudah dimaklumi. Bahkan dapat
dimaklumi pula sesalan orang, mengapa orang asing itu
diberi pintu masuk Warga Negara dengan hak-hak
lainnja.
Memang, kalau kita tidak berpegangan dasar-dasar
politik diatas, sekalipun kita menutup pintu bagi warga
Negara ,,bukan aseli” itu, toch akan timbul aksi meradja-
lela, dari orang Indonesia jang sekarang mendjadi
„ Warga Negara aseli” .
Maksud untuk melindungi golongan jang ,,ekonominja
lemah” dari serangan golongan jang „ekonominja kuat” ,
dengan membedakan hak milik tanah diantara Warga
Negara, tidak dapat dibenarkan, dengan dipakainja
,,garis keasleian” dan ,,bukan keaselian” kewarganega-
raan. Golongan jang lemah dan golongan jang kuat
dalam ekonomi tidak dapat ditarik garisnja dengan per-
bedaan kulit dan keaselian atau bukan keaselian.
Kenjataan bahwa orang Indonesia lebih miskin umum­
nja dari orang jang dulu sebagai orang asing, tidak
dapat selesai didjawab dengan „aksi pembalasan” itu,
karena pangkalnja bukan terletak pada perbedaan kulit
dan darah.
Perlindungan kepada orang Indonesia aseli sebagai
golongan jang lemah ekonominja dengan tjara demi­
kian tidak ada artinja, apabila disamping itu dilepas-
kannja kaum modal raksasa digelanggang perlombaan
dengan segala kelengkapan dan peralatannja untuk
bertarung dengan „silemah” , sebagai penglepasan hari-
mau untuk berlomba dengan sikambing lemah. Perlin­
dungan itu sebagai pagar berlubang-lubang pengurung
kambing, dimana kuku harimau masih leluasa masuk
menerkam kambing jang dilindungi itu.
Dengan memegang dan mendjalankan betul-betul pokok-
pokok jang dikemukakan dimuka jaitu bahwa : a. tanah
itu hanja untuk orang Tani untuk diusahakan sendiri
dengan kerdja sama koperatif erat; b. dengan pembatas­
an luas (maksimum dan minimum); c. dengan penga-
wasan hak loilajah desa; d. dengan kesadaran Rakjat
sendiri,— dan ini jang terpenting— , tahu akan harga
dirinja, tidak pada tempatnja untuk membeda-bedakan
hak warga negara antara golongan satu dengan jang lain.
3. Dengan hapusnja hak-hak istimewa sebagai hak-hak
feodal, baik pada seseorang maupun untuk Badan-
badan partikelir atas tanah, maka hapuslah hak-hak
seperti : tanah-tanah perdikan, hak-hak. istimewa kepala
Swapradja, dan hak badan partikelir lainnja. Tidak lagi
ada tempat bagi onderneming-onderneming besar de­
ngan hak-hak erfpacht, perticuliere landerijen, konsesi
dan sebagainja jang merupakan eksploitasi tanah besar-
besaran untuk keuntungan seorang atau segolongan
orang sadja (baik asing maupun bangsa sendiri), dengan
memeras dan mengisap segolongan besar tenaga Rakjat.
Dengan pembatasan maksimum dan minimum luas
tanah untuk diusahakan sendiri dengan tja'ra pertanian
modern, maka tidak. pula pada tempatnja dinegeri Indo­
nesia ini pemilikan tanah jang luas (feodal atau bukan
feodal), dengan eksploatast untuk kepentingan perse­
orangan, atau pemilikan perseorangan tanah Luas untuk
diparokan atau disewakan kepada orang lain dengan
setjara pemerasan lintah darat.
Tanah-tanah onderneming seharusnja dibagi-bagikan
antara Tani-tani untuk dikerdjakan, sedangkan iabrik-
fabrik dan bangunan-bangunan untuk keperluan pengo-
lahan produksi didjadikan sebagai milik koperatit' dari
usaha bersama antara Tani-tani itu atau dalam eksploa-
tasi Negara, atau sebagai usaha tjampuran.
Berapa luas tanah minimum dan maksimum bagi tiap-
tiap keluarga Tani, ditentukan dengan mengingat faktor-
faktor : kwalitetnja tanah, matjam tanaman jang seha­
rusnja diusahakan dengan tanahnja itu, tjara-tjara pro­
duksi serta teknik pertanian dan sebagainja.
Semuanja itu mendjadi dasar menentukan dan memper-
hitungkan, dengan maksud mentjapai penghasilan ke­
luarga Tani jang tjukup untuk hidup jang lajak (sjarat-
sjarat djasmam dan rochani) bagi keluarga Tani
jang berderadjat tinggi dalam masjarakat. Berhu-
bung dengan itu maka dimasing - masing daerah
akan tidak sama batas-batas maksimum dan minimum-
nja, berhubung dengan perbedaan keadaan tanah di-
masing-masing daerah itu. Djuga bagi masing-masing
djenis tanah didalam satu Daerah. Kemadjuan teknik
jang membawa kemadjuan dan perbaikan dalam peng­
hasilan dan tjara pengusahaannja, akan menentukan
djuga berapa maksimum dan minimum milik tanah,
dengan mengingat perkembangan tjatjah djiwa di-
masing-masing daerah dan bagi Indonesia seluruhnja.
Faktor-faktor kesuburan tanah, serta kemadjuan teknik
pertanian, memberi kemungkinan djuga pada suatu
ketika perubahan batas-batas luas itu, jang dapat di­
tentukan setiap waktu, disertai rantjangan modernisasi
pertanian jang saksama.
Tingkat produksi pertanian sekarang jang masih rendah,
mendjadi salah satu dasar penentuan batas-batas mini­
mum dan maksimum tanah, jang berbeda dengan waktu
jang akan datang, kalau pertanian sudah mentjapai
tingkat jang tinggi, umpamanja kalau hasil dengan
usaha teknik jang baru dapat mentjapai lipat 2 sampai
3 kali dari tingkat produksi jang sekarang ini. Tambah-
nja penduduk akan memaksa menindjau kembali batas-
batas jang ditentukan diwaktu beberapa tahun sebelum-
nja.
Perubahan ini akan dapat dipertanggung dja\7abkan
untuk tudjuan kemakmuran Rakjat, kalau ada kese-
imbangan dengan kemadjuan teknik pertanian, hingga
dengan perubahan luas milik itu, tetap dipegang dasar
bahwa penghasilan keluarga Tani tjukup untuk hidup
lajak sebagai rnanusia jang berderadjat tinggi.
5. Desa mempunjai hak wilajah dengan pengertian, bahwa
kerakjatan benar-benar dirasakau dan dilaksanakan oleh
Rakjat sebanjak-banjaknja dan seluas-luasnja. Kei’ak-
jatan haruslah berat kebawah dan paling sempurna di-
Desa atau kesatuan jang setingkat dengan itu.
Maka dalam hal ini tidaklah boleh lupa hubungannja
dengan usaha pendemokrasian pemerintahan umumnja
dan terutama Desa sebagai dasar susunan Pemerintah
seluruhnja.
Dengan susunan Desa jang belum demokrasi, jang me­
rupakan pemerintahan beberapa orang sadja jang tidak
didukung Rakjat seperti dulu dan sampai sekarang
masih berlaku, pemberian hak ini kepada Desa akan
lebih mudah menimbulkan tindakan jang menjimpang
dari garis tudjuan jang sudah ditentukan, sebagai djuga
halnja Hindia Belanda dengan Domeinverklaring-nja.

Demikianlah pokok-pokok untuk menentukan Undang-


undang dan peraturan pemakaian tanah. Atas dasar-dasar pokok-
pokok itu selandjutnja diatur tjara pemakaian tanah bagi se­
luruh Indonesia.
Dalam pelaksanaan pokok dasar seperti tersebut diatas
harus diatur persiapan-persiapan jang lengkap.
Bilamana perlu dapat diadakan peraturan-peraturan per-
alihan mengenai hubungannja dengan modal asing jang ada
disini dilapangan tanah, sesuai dengan kesanggupan dan ketja-
kapan jang ada pada bangsa sendiri seimbang antara kemam-
puan dan tjita-tjita.
Dengan segala peraturan dan peraturan peralihan itu kita
menudju kepada likwidasi kekuasaan monopoli modal asing
disini selekas-lekasnja, artinja kita tidak boleh lagi tergantung
hidup kita dari orang lain.
IV. BAGAIMANA MELAKSANAKAN DASAR-DASAR
DAN TUDJUAN.

Dalam melaksanakan maksud dan tudjuan diatas, tidaklah


orang akan gampang dengan sekali gus atau dalam waktu jang
pendek mentjapai maksudnja.
Banjak faktor-faktor jang menghalangi untuk mendjalankan
maksud itu dengan sekali gus.
Untuk mengadakan perubahan ini, harus diatur dengan
planning (rantjangan) jang saksama, berdasarkan sjarat-sjarat
jang ada, persiapan jang tjukup, kemampuan jang sesuai untuk
melaksanakan tiap-tiap perubahan, hingga tudjuan diatas dapat
ditjapai. Tindakan serampangan jang menghendaki sekaligus
perubahan, dengan tidak ada keseimbangan kemampuan dan
persiapannja, akan menggagalkan segala usaha, dan mengatjau-
kan.
Kurangnja pengertian Rakjat akan maksud tersebut akan
menghambat terlaksananja maksud dan tudjuan itu. Maksud
itu tidak akan lekas dapat diterima begitu sadja. Kurangnja
pengertian tidak sadja akan merintangi penglaksanaan usaha,
tetapi bahkan dapat berakibat menggagalkan maksud itu. Tetapi
djangcinlah hendaknja kita berhenti karena kesukaran-kesukaran
jang kita hadapi, dengan tidak berani melangkah, hanja me-
nunggu datangnja kesempatan dengan tidak ada usaha, hanja
sekedar menembel-nembel beberapa peraturan jang sifatnja
hanja untuk mengatasi keadaan dan menenteramkan kekatjauan.
Djangan mandeg selama kekatjauan reda atau sudah puas kalau
Rakjat diam sementara, dengan anggapan bahwa Rakjat lupa
sudah akan tuntutan-tuntutannja dari keadaan jang sangat me-
njedihkan itu. Sikap sematjam ini mendjadi rintangan dan ham-
batan bagi segala tjita-tjita dan usaha.
Dengan pendii’ian sebagai jang ditegaskan dimuka, dengan
rantjangan jang seksama clan persiapan-persiapan jang tjukup,
kita melangkah kepevibaharuan.
Dalam kita merantjangkan penglaksanaan tudjuan tersebut,
titik berat usaha kita bukanlah semata-mata hanja mengadakan
perubahan dilapangan hukum. Perubahan hukum sadja belum-
lah suatu cljawab atas segala kesulitan dan keadaan jang kita
pusakai dari pendjadjahan jang lampau. Hukum adalah alat
untuk tudjuan politik. Bukanlah perubahan hukum semata-mata
jang harus dilaksanakan dan diwudjudkan, tetapi terutama
melaksanakan dasar-dasar dan Politik kemakmuran Rakjat
dengan tanah sebagai pangkal dan sumbernja.
Perubahan hak milik tanah dilapangan hukum, dari hak
memindjam atau hak memakai, mendjadi hak milik perse­
orangan jang kuat atas tanah miliknja jang seketjil seperti
sekarang bagi Tani di Djawa, tidak mengubah penghidupan
pemiliknja. Dengan hukum jang bagaimanapun kuatnja djuga,
tanah jang hanja % ha bagi keluarga Tani dengan tingkat per­
tanian dan tjara produksi seperti sekarang ini, tidak akan rnem-
bawa perubahan penghidupan pemiliknja, dan tidak akan dapat
memberi makan kenjang dan pakaian baik. Jang penting ialah,
perubahan keadaan sekarang ini bagi orang Tani, jang tanahnja
ketjil dengan tingkat produksi jang rcndah, mendjadi Tani jang
tanahnja tjukup luas, dan tinggi produksinja dari tiap-tiap djeng-
kal tanahnja. Orang Tani, jang mendapat penghasilan tjukup
untuk hidup sekeluarga menurut tingkat hidup sebagai manusia
berderadjat tinggi. Tambah luasnja tanah serta tambah tinggi-
nja produksi untuk hidup jang tjukup, bagi Tani clan masjarakat
umumnja itulah jang mendjadi tudjuan perubahan politik
Agraria.
Dalam usaha menudju penglaksanaan itu, perlu diingatkan
beberapa faktor untuk mendjadi pangkal perhitungan dan tin­
dakan, agar kita tidak salah raba mendjalankan rantjangan itu.
Faktor-faktor itu diantaranja ialah :
Indonesia tidak merupakan sebidang tanah luas jang men­
djadi satu, melainkan terdiri atas beribu-ribu pulau-pulau
( ± 3000 buali pulau), jang satu dengan lainnja terpisah dengan
laut-laut. Keadaan ini mendjadikan salah satu sebab bahwa pe-
njebaran penduduk tidak merata diseluruh Indonesia, dan
karenanja luas milik tanah tidak begitu sadja gampang disama-
kan. Sedang pemindahan penduduk diantara daerah kedaerah
lainpun terhalang djuga karena terpisah-pisahnja daerah-daerah
itu.
b. Luas (anah dan kepadatan penduduk.
Luas Indonesia dengan penduduknja sekarang, dihitung
rata-ratanja belum menundjukkan kelebihan penduduk menurut
ukuran kesanggupan bumi dan alamnja untuk memberi makan
penduduknja. Tetapi diberbagai daerah Indonesia mempunjai
masalah kepadatan penduduk jang sangat berbeda-beda. Dibebe-
rapa daerah masalah kepadatan pendududk sudah mendjdi masa­
lah jang sarfgat berat, sedang- didaerah lainnja sebaliknja
mempunjai masalah kekurangan orang, dibeberapa daerah lain­
nja lagi boleh dikatakan tidak ada orangnja. Kedua-duanja me­
rupakan kepintjangan jang berat dalam masalah kemakmuran
Rakjat. Disatu daerah tidak ada tanah lagi untuk meluaskan
pertanian Rakjat, didaerah lainnja terlalu luas tanahnja tidak ada
orang. Dua keadaan jang tidak memberi kemakmuran. Manusia
tidak dengan tanah tidak dapat hidup, sebaliknja, tanah tidak
dengan manusia tidak menghasilkan makanan.
Perbandingan keadaan dan kepadatan penduduk dengan
luas tanah Indonesia, dapat ditundjukkan dengan angka-angka
seperti dibawah ini.
Berdasarkan angka-angka Kantor Statistik 1939, kepadatan
penduduk di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut :
..
! P c nd ud uk
Daerah Luas dalam ha Rata- tiap
Djumlah
km"
1. Djawa 13.217.400 46.753.00 361.
2. Sumatera 47.360.500 9.438.00 20.
3. Kalimantan 53.946.000 2.480.00 5.
4. Sulawesi, Maluku 75.910.507 9.817.00 13.
dan Sunda Ketjil
Seluruh Indonesia 190.434.570 68.488.00 36.
Mala j a (1939) 13.224.000 5.372.000 41.
Pilipina (1938) 29.629.600 15.347.000 52.
Nampak bagaimana perbedaan kepadatan penduduk antara satu
pulau dengan pulau lainnja.
Banjaknja penduduk bangsa Indonesia di Djawa dan
Madura:
1816 ........................................ 4.499.250
1845 ........................................ 9.374.477
I860 ........................................ 12.514.262
1870 ........................................ 16.233.100
1880 ........................................ 19.540.813
1885 ................... .................... 21.190.626
1890 ........................................ 23.609.312
1895 ....................................... 25.370.545
1900 ....................................... 28.396.121
1905 ....................................... 29.978.558
1920 ....................................... 34.428.711
1930 ....................................... 40.891.093
Djumlah penduduk bangsa Indonesia di Djawa antara ta­
hun 1815 sampai 1930 (selama 115) bertambah dari 4.499.250
mendjadi 40.891.093, atau kira-kira hampir 9 kali lipat.
Disamping ini dimuatkan daftar jang menundjukkan berapa
bahu luas tanah Djawa dan Madura, diantara itu berapa luas
tanah pertanian bagi Rakjat, berapa djumlah penduduk diselu-
ruh Djawa dan dimasing-masing daerah, berapa rata-ratanja
kepadatan penduduk tiap-tiap km2, dan berapa luas milik tanah
rata-ratanja bagi tiap orang, menurut keadaan tahun 1920, dari
angka-angka statistik (Landbouw atlas) penerbitan tahun 1926:
Daftar luas daerah dan djumlah penduduk
serta
luas 'milik tanahnja di Djawa tahun 1920.
Luas tanah pertanian Rakjatl
Luas da­
Djumlah Sawah
D a e r a h 1) erah (dalam 1I % dari
bahu) % dari
bahu luas da­ bahu luas tanah
erah pertanian
1. Serang 190.835 126.340 66,20 68.686 54,37
2. Pandeglang 437.089 141.356 32,34 57.342 40.57
3. Lebak 464.481 56.624 12,19 28.857 50,96
4. Djakarta 2) 203.239 123.391 60,71 91.234 73,94
5. Djatinegara 218.772 135.340 61,86 98.031 72,43
6. B o g o r 527.180 149.369 28,33 107.662 72,08
7. Krawang 3) 700.037 290.236 41,46 188.705 65,02
8. Tjirebon - • 316.670' 198.760 •62,77 - -128.431 64,62
9. Indramaju 324.719 156.519 48,21 135.782 86,75
10. Madjalengka 148.260 99.987 . 67,44 „ . . . 56.189 56,20
11. Bandung 461.061 230.357 49,96 102.164 44,35
12. Tjiandjur 509.086 127.391 25,03 63.969 50,21
13. Sukabumi 593.199 133.633 22,53 48.055 35,96
14. Sumedang 219.805 95.298 43,40 36.781 38,56
15. Garut 441.632 148.779 33,69 57.272 38,49
16. Galuh/Tasik- 788.907 357.855 45,36 103.462 28,91
malaja •*)

Djawa Barat 6.544.972 2.571.335 39,29 1.372.623 53,38

!). Daerah menurut pembagian lama (tahun 1920).


2). Kota Djakarta sekarang dan Kabupaten Tanggerang.
3). Kabupaten Krawang sekarang dan Subang.
4). Kabupaten Tjiamis dan Tasikmalaja.
tahun 1920 Rata-rata luas tanah pertanian buat
Tanah kering Djumlah Rata-rata tiap-tiap penduduk (bahu)
penduduk tiap-tiap
% dari th. 1920 km2 Tanah
bahu luas tanah Djumlah Sawah
pertanian kering

57.654 45,63 348.854 257,6 0,36 0,20 0,17


84.014 59,43 341.863 110,2 0,41 ■ 0,17 0,25
27.767 49,04 206.672 62,7 0,27 0,14 0,13
,32.157 26,06 692.975 480,5 0,18 0,13 0,05
37.309 27,57 497.091 320,2 0,27 0,20 0,08
41.707 27,92 847.311 226,5 0,18 0,12 0,05
101.521 34,98 743.268 149,6 0,39 0,25 0,14
70.329 35,38 946.922 421,4 0,21 0,14 0,07
20.736 13,25 401.916 174,4 0,39 0,34 0,05
43.798 43,80 362.940 344,9 0,28 0,15 0,12
128.193 55,65 960.031 293,4 0,24 0,11 0,13
63.422 49,79 415.705 115,1 0,31 0,15 0,15
85.578 64,04 518.345 123,1 0,26 0,09 0,16
58.617 61,44 290.366 186,1 0,33 0,13 0,20
91.507 61,51 595.787 190,1 0,25 0,10 0,15
254.393 71,09 1.030.398 184,— 0,35 0,10 0,25

1.198.712 46,62 9.200.444 198,1 0,28 0,15 0,13

Rata-rata tiap keluarga (terdiri dari 5 orang) mempunjai tanah pertanian


5 X 0,28 bahu = 1,40 bahu = 0,98 ha. Jang paling ketjil didaerah Bogor,
hanja 5 X 0,18 bahu = 0,90 bahu = 0,63 ha, karena daerah tersebut
mendjadi pusat tanah partikelir.
....................................................................................................... .. ........................-|
Luas tanah pertanian Rakj 1
Luas da­ Djumlah Sawah
D a e r a h 1) erah
(bahu) % dari % dari
bahu luas daerah bahu luas tanal
pertaniax
1. Pekalongan 333.593 141.621 42,45 70.827 50,01
2. Tegal 144.602 92.206 63,77 61.129 66,30
3. Brebes 243.829 137.524 56,40 91.014 66,18
4. Pemalang 157.506 92.940 59,00 51.291 55.19
5. Semarang 56.937 21.730 38,17 13.805 63,53
6. Salatiga 143.157 113.883 79,55 41.321 36,28
7. Kendal 158.129 91.139 57,64 42.279 46,39
8. Demak 202.683 137.923 68,05 100.307 72,73
9. Grobogan 187.060 106.004 56,67 56.675 53,46
10. Pati 201.150 137.663 68,44 79.748 57,93
11. Kudus 83.843 68.976 82,27 35.128 50,93
12. Djepara 137.079 97.601 71,24 32.991 33,78
13. Rembang 145.928 96.388 . 66,05 47.546 49,33
14. Tuban 2 ) 276.113 165.303 59,87 82.674 50,01
15. Bodjonegoro -) 330.011 167.091 50,64 102.619 61,41
16. Blora 274.931 135.300 49,22 76.115 56,26
17. Banjumas 92.824 72.441 78,04 29.156 40,25
18. Purwokerto 109.999 72.310 65,74 28.555 39,49
19. Purbalingga 113.918 80.533 70,69 30.212 37,52
20. Bandjarnegara 128.758 92.690 71,99 20.690 22,32
21. Tjilatjap 341.839 153.874 45,01 51.002 33,15
22. Magelang 162.804 133.345 - 81,91 5S.677 44,00
23. Temanggung 128.796 100.416 77,97 32.435 32,30
24. Purworedjo 135.747 119.331 87,91 42.982 36,02
25. Kebumen 188.694 143.257 75,92 64.242 44,84
26. Wonosobo 158.052 114.798 72,63 34.989 30,48
27. Jogjakarta 3) 133.653 -79.524 59,50 62.857 79,04
28. Kulonprogo 79.304 42.687 53,83 18.127 42,46
29. Gunung-Kidul 200.903 61.080 33,41 8.810 14,42
30. Surakarta 4) 392.434 347.597 88,57 124.048 35,69
31. Klaten 101.632 84.555 83,19 48.553 57,42
32. Bojolali 135.010 83.550 61,89 31.952 38,24
33. Sragen 220.525 100.250 68,13 67.105 44,66
34. Madiun 2) 160.419 84.892 52,92 47.227 55,63
35. Ngawi 2) 196.175 111.749 56,97 66.063 59,12
36. Magetan 2 ) 99.017 80.379 81,18 38.305 47,66
37. Ponorogo 2) 174.262 122.681 70,40 48.244 37,69
38. Patjitan -) 199.338 178.997 89,80 20.703 11,57
Djawa Tengah 6.730.654 4.314.277 64,10 1.958.401 1 45,39
------ ------- —>
2). Sekarang masuk propinsi Djawa Timur.
3). Meliputi Kota Pradja Jogjakarta, kabupaten Sleman dan Bantul.
4). M eliputi daerah kota, Sukohardjo, Wonogiri dan Karanganjar.

FAK. huk.
tahun 1920. Rata-rata luas tanah pertanian buat
Djumlah Rata-rata tiap-tiap penduduk (bahu)
Tanah kering penduduk tiap-tiap
% dari th. 1920 km2 Tanah
bahu luas tanah Djumlah Sawah kering
pertanian
70.794 49,99 674.168 375,7 0,21 0,11 0,11
31.077 33,70 586.465 571,5 0,16 0,10 0,05
46.510 32,82 573.841 331,6 0,24 0,16 0,08
41.649 44,81 434.097 388,4 0,21 0,12 0,10
7.925 36,47 244.514 605,1 0,09 0,06 0,03
72.561 63,72 412.994 406,5 0,28 0,10 0,18
48.860 53,61 389.420 347,0 0,23 0,11 0,13
37.616 27.27 401.510 279,1 0,34 0,25 0,09
49.329 46,54 292.841 220,6 0,36 0,19 0,17
57.915 42,07 460.468 322,6 0,30 0,17 0,13
33.848 49,07 254.580 427,9 0,27 0,14 0,13
64.660 66 22 279.966 287,8 0,35 0,12 0,23
48.842 50,67 284.170 274,4 0,34 0,17 0,17
82.629 49 99 505.050 257,7 0,33 0,16 0,16
64.474 38,59 483.791 206,6 0,35 0,21 0,13
59.185 43,74 390.803 200,3 0,35 0,19 0,15
43.285 59,75 354.949 538,8 0,20 0.08 0,12
43.755 60,51 320.583 410,7 0,23 0,09 0,14
50.321 62,48 368.498 455,8 0,22 0,08 0,14
78.000 77,68 267.153 292,4 0,35 0,08 0,27
102.872 66.85 456.346 188,1 0,34 0,11 /I o o

74.668 56,00 580.677 502,6 0,23 0,10 n


U, 1«5
i o

67.981 67,70 287.500 314,5 0,35 0,11 A 0 4


A 1C
76.349 63,98 525.958 546,0 0,23 0,08 u,io
79.015 55,16 702.237 524,4 0,20 0,09 U,ll
A 1 1

360.219 0,32 0,10 n oo


79.809 69,52 321,1 U,Uo
16.667 20,96 619.380 653,0 0,13 0,10 A AO

24.560 57,54 253.781 450,9 0,17 0,07 U,1U


A 1 A
AU,Z011
52.270 85,58 251.946 176,7 0,24 0,03 AU,<s5
OC
223.549 64.31 900.274 323,3 0,39 0,14 AU,0o
Ar>
36.002 42,58 476.364 660,5 0,18 0,10
51.598 61,76 286.538 299,1 0,29 0,11 0,18
83.145 55,34 386.371 246,9 0,39 0,17 U,-s2
A OO

37.665 44,37 332.004 291,6 0,26 0,14 0,11


45.686 40,88 325.297 233,7 0,34 0,20 0,14
42.074 52,34 294.945 419,7 0,27 0,13 0,14
76.437 62,31 397.134 321,1 0,21 0,12 0,19
158.298 88,43 245.175 173,3 0,73 0,08 0,65
2.355.876 54,61 15.662.107 331,9 0,28 0,13 0,15-
r Rata-rata tiap keluarga (terdiri dari 5 orang) mempunjai tanah pertanian
5 X 0,28 bahu = 1,40 bahu = 0,98 ha. Sama dengan rata-ratanja di
Djawa Barat. Di Daerah Jogja rata-ratanja 0,65 bahu = 0,455 ha.
Luas tanah pertanian Rakj:
Luas dae­
D a e r a h *) Djumlah Sawah
rah —i
'fo dari luas % dari luas
( bahu) bahu daerah. bahu tanah
pertanian
1. Surabaja 104.232 62.150 59,63 38.389 61,77
2. Sidoardjo 88.252 65.539 74,26 45.908 70,05
3. Modjokerto 142.446 82.225 57,72 57..178 69,54
4. Djombang 151.986 106.116 69,82 70.832 66,75
5. Gresik 115.800 83.408 72,02 55.264 66,26
6. Lamongan 227.472 127.578 56,09 102.012 79,96
7. Pamekasan 111.853 100.422 89,78 14.784 14,72
8. Sumenep 300.254 201.558 67,13 25.885 <2,84
9. Bangkalan 184.320 152.646 82,82 41.011 26,87
10. Sampang 174.866 121.868 69,69 29.242 23,99
11. Kediri 213.014 140.215 69,89 64.249 45,89
12. Tulungagung 356.426 162.220 45,52 49.250 30,36
13. Ngandjuk 179.744 99.578 55,40 59.025 59,28
14. Blitar 253.920 ' 145.671 57,37 40.506 27,81
15. Pasuruhan 123.652 81.275 65,76 24.756 30,46
16. Bangil 95.114 66.606 70,03 33.419 50,17
17. Malang 519.917 250.316 48,14 64.486 25,76
18. Probolinggo 114.050 61.503 53,93 15.716 25,55
19. Kraksaan 141.749 83.442 58,86 35.469 42,51
20. Lumadjang 241.881 104.168 43,15 26.602 25,49
21. Bondowoso 196.747 113.817 57,85 37.247 32,73
22. Dj ember 462.145 173.351 37,51 70.604 40,73
23. Situbondo 256.677 803.685 32,61 25.065 29,95
24. Banjuwangi 496.973 99.271 19,97 39.575 39,87
Djawa Timur: 5.253.490 2.768.828 52,70 1.066.574 38,52
Djawa/Madura 18.529.116 9.654.440 52,10 4.397.598 45,55
*) Menurut pembagian lama (1920)
tahun 1920 Rata2 luas tanah pertanian
Djumlah buat tiap2 penduduk (bahu).
Tanah kering Rata2 tiap2
penduduk
r/c dari luas km.2. Tanah ke­
th. 1920 Djumlah Sawah
bahu tanah per­
ring.
tanian.

23.761 38,23 428.524 579,3 0,15 0,09 0,06


19.631 29,95 413.538 660,3 0,16 0,11 0,05
25.047 30,46 366.461 362,5 0,22 0,16 0,07
35.284 33,25 466.995 433,0 0,23 0,15 0,08
28.144 33,74 299.787 364,8 0,28 0,18 0,09
25.566 20,04 483.836 299,7 0,26 0,21 0,05
85.638 85,28 317.033 399,7 0,32 0.05 0,27
175.673 87,16 605.257 284,0 0,33 0,04 0,29
111.635 73,13 424.835 324,8 0,36 0,10 0,26
92.626 76,01 396.682 319,7 0,31 0,07 0,23

75.866 54,11 579.839 383,6 0,24 0,11 0,13

112.970 69,64 583.624 230,7 0,28 0,08 0,19

40.553 40,72 391.269 306,7 0,25 0,15 0,10

105.165 72,19 457.261 253,8 0,32 0,09 0,23

69,54 299.903 341,8 0,27 0,08 0,19


56.519
49,83 740.297 400,4 0,25 0,12 0,12
33.187
245,4 0,28 0,07 0,21
185.830 74,24 905.485
281,7 0,27 0,07 0,20
45.787 74,45 228.013
0,15 0,20
47.973 57,49 241.752 240,3 0,35
0,09 0,26
77.766 74,51 295.781 172,3 0,35
0,11 0,23
76.570 67,27 329.686 236,1 0,35
0,10 0,11
102.747 59,27 674.460 205,6 0,26
0,27 0,11 0,26
58.620 70,05 225.120 123,6
76,4 0,37 0,14 0,22
59.696 60,13 269.599

1.702.254 61,48 9.955.037 267,0 0,28 0,11 0,17

5.256.842 54,45 34.817.588 265,9 0,38 0,13 0,15

Rata-ratanja keluarga (terdiri dari 5 orang) mempunjai tanah pertanian


5 X 0,37 bahu = 1,85 bahu = 1,30 ha.
Dengan perhitungan tambahnja penduduk ditaksir tiap-tiap
tahun 1,5% maka angka-angka dimuka, pada tahun 1946 sudah
berubah mendjadi :

Luas daerah Djumlah pen­ Rata2 tiap-


Daerah duduk km2
(ha)
1. Tanah Djawa — 51.730.000 391.
2. Sumatera — 10.238.000 21.
3. Kalimantan — 2.689.000 5.
4. Sulawesi, Maluku, — 10.647.000 14.
Sunda Ketjil
Seluruh Indonesia — 75.301.000 40.

Rata-rata kepadatan penduduk dari tiap-tiap kepulauan itu


masing-masing terdiri dari berbeda-beda kepadatan, satu daerah
dengan daerah lainnja sangat besar djuga perbedaannja, dian­
taranja di Djawa sendiri, rata-rata tiap-tiap km2 345 pada tahun
1930, 361 orang pada tahun 1939 dan 391 orang pada tahun
1946, terdiri dari :

Penduduk
Luas
Daerah
dalam ha. Rata2
Djumlah
tiap km2
1. Djawa Barat 46.876.700 14.132.000 301
2. Djawa Tengah 37.375.100 18.928.000 506
3. Djawa Timur 47.922.300 18.670.000 389.
Kepadatan penduduk diberbagai-bagai daerah diseluruh
Djawa, Madura tahun 1950 ’ )
" " ----
Rata- dji-
No. Karesidenan Penduduk Luas tanah wa tiap
mk- km-

1. Banten 1.574.704 8.045 195,6


2. Djakarta 3.519.612 8.086,14 435,2
3. Bogor 2.949.983 11.133,70 251,4
4. Priangan 4.562.469 13.766,25 331,4
5. Tjirebon 2.759.425 *) 5.715,— 482,2
6. Pati 2.514.724 *) 6.058,55 415,7
7. Semai’ang 2.083.635 5.414,84 384,8
8. Kedu 3.381.860 *) 5.445,70 621,1
9. Pekalongan 2.869.420 5.635,98 509,1
10. Banjumas 2.308.045 5.612,10 411,2
11. Jogjakarta 2.874.811 3.172,32 817,2
12. Surakarta 3.419.966 4.227,4 809,6
13. Madiun 2.316.869 6.081,96 381,2
14. Malang 2.440.153 I 8.838,96 275,5
15. Kediri 2.871.168 7.042,35 407,7
16. Bodjonegoro 1.647.275 5.926,71 | 276,5
17. Surabaja 2.189.618 4.424.18 ! 490,4
18. Besuki 1 3.135.814 | 10.136,94 | 309,3
19. Madura 1.878.309 | 5.471,40 | 343,3
Djumlah 51.177.850 130.834,43 391,2
Tambahnja luas tanah pertanian Rakjat dibandingkan
dengan tambahan penduduk antara tahun 1931 — 1940 : luas
sawah bertambah 2,9%, tanah kering tambah 4% . Sedang
djumlah penduduk selama waktu itu tambah 14%, dan djumlah
pemilik tanah bertambah 22%.
Rata-rata perluasan tanah pertanian Rakjat. (sawah dan
tanah kering) selama tahun 1931 — 1940 tiap-tiap tahun tam­
bah 0,36%, sedang banjaknja penduduk bertambah rata2 1,4%.
’ ) Luas tanah diambil dari Volkstelling 1930 (Dept. v. Landbouw, Nij-
verheid en Handel). Djumlah penduduk diambil dari Statistik Dalam
Negeri 1950, ketjuali jang ditandai dengan *) dikutip dari Volk­
stelling 1930 dengan dasar tiap tahun tambah 1,5%.
Tambahan penduduk akan berdjalan terus, sedang per-
baikan kesehatan dan penghidupan Rakjat akan mengurangi
kematian dan meninggikan prosentase-nja kenaikan. Sebaliknja
tanah pertanian Rakjat tidak lagi akan dapat bertambah.
Angka-angka dimuka itu menundjukkan bagaimana perbe-
daan jang besar kepadatan penduduk diantara Djawa Tengah
dengan Djawa Barat dan Djawa Timur.
Angka-angka lainnja menundjukkan lagi bagaimana perbe-
daan kepadatan penduduk diantara tempat-tempat dalam tiap-
tiap daerah di Djawa.
Menurut angka-angka jang didapat dari pentjatatan djiwa
pada tahun 1930, beberapa tempat menundjukkan tjatatan :
Dataran tinggi B an d u n g................... 671,10 orang tiap km-.
Dataran Tjirebon dan Pekalongan Utara 656,9 orang tiap-
tiap km-.
Dibeberapa desa lainnja kepadatan penduduk lebih dari
1000 orang tiap-tiap km2, diantaranja :
Distrik Plumbon (T jire b o n )........ 1074,8 orang tiap- km-.
Bandung (luar kota p ra d ja )........ 1126,4 orang tiap- km-.
Andiwerna (T eg a l)........................ 1637,9 orang tiap2 km2.
Perbedaan kepadatan penduduk antara tanah Djawa dengan
kepulauan lainnja karena pemisahan oleh laut tidak gampang
meratakannja. Djuga karena akibat politik pendjadjahan dimasa
jang lampau, karena pengaruh modal Belanda jang menghambat
perkembangan ekonomi ditanah djadjahan ini, dengan adanja
sistim dan politik monopoli Kumpeni, menjebabkan beberapa
daerah terpentjil dan tergentjet. Beberapa daerah dan ke­
pulauan di Indonesia jang tadinja erat berhubungan, ditjeraikan
dan dipisah-pisahkan satu dengan lainnja.
Salah satu sebab jang terpenting djarangnja penduduk di­
beberapa daerah selain Djawa, ialah perbuatan Kumpeni jang
menghantjurkan daerah-daerah jang semestinja besar per­
kembangan dan tambahnja penduduk, seperti Banda, Makasar,
dan lain-lainnja. Daerah-daerah itu dihantjurkan dan diisolasi-
kan. Djuga karena perampasan dan pentjulikan penduduk di­
daerah luar Djawa untuk diperdagangkan sebagai budak belian,
mendjadi sebab djuga djarangnja penduduk didaerah-daerah
itu.
Tanah Djawa selama pendjadjahan terdesak keadaannja
berubah mendjadi daerah pengambilan hasil bumi bahan ekspor
dengan tjara paksa, jang mempengaruhi perubahan keseim-
bangan kepadatan penduduk disatu daerah dengan daerah lain­
nja. Meningkatnja tambahnja penduduk di Djawa ditambah
lagi dengan pendatangan budak-budak belian dan eimigrasi
untuk keperluan perusahaan Belanda di Djawa.
Kepintjangan karena tidak meratanja penjebaran penduduk
diseluruh Indonesia serta pengaruh politik ekonomi kolonial,
menimbulkan perbedaan besar ketjilnja milik tanah diantara
Rakjat Tani diberbagai-bagai tempat diseluruh Djawa, seperti
ternjata dalam daftar dimuka.
Dengan angka-angka dapat digambarkan beberapa keadaan,
besar ketjilnja perusahaan pertanian Rakjat di Djawa sebagai
berikut :
Rata-rata milik tanah Rakjat di Djawa kurang dari Vi ha.
Dibeberapa karesidenan bahkan hanja {/a ha dan dibeberapa
daerah lainnja lagi rata-ratanja 0,8 ha.
Menurut laporan kemakmuran (Welvaartsrapport) tahun
1913, 72% Tani di Djawa tanahnja kurang dari 1 bahu (0,7 ha)
memiliki tanah seluas 36% dari luas tanah pertanian seluruhnja.
Orang jang mempunjai tanah lebih dari 9 bahu (6,3 ha)
kurang dari 1% dari djumlah orang Tani, memiliki tanah 7,6%
dari luasnja tanah pertanian semua. Diantara mereka itu ada
1200 orang jang tanahnja lebih dari 25 bahu (17,5 ha). Djumlah
itu pada tahun 1925 naik mendjadi 3787 orang.
Perkembangan pemusatan (concentratie) tanah itu sangat
berbeda-beda antara daerah-daerah diseluruh Djawa.
Pemusatan ini teriitama terdjadi didaerah Priangan, daerah
jang tidak terdapat tanah komunal. Disini terdapat banjak milik
tanah jang „luas” , jang pemiliknja tidak tinggal didesa tempat
tanahnja. Diantara 570 orang Tani besar, terdapat 304 orang
jang tidak tinggal didesa tempat tanah itu, jang memiliki tanah
diluar desanja sedjumlah 3200 bahu. Tanah-tanah itu dalam
persil-persil ketjil disewakan atau diparokan kepada orang-
orang, jang merupakan pemerasan setjara lintah darat.
Disamping pemilik-pemilik tanah besar itu terdapat orang-
orang sedesanja jang sama sekali tidak mempunjai tanah.
Didaerah Purbalingga (Banjumas) terdapat berbandingan
antara 36.783 orang Tani pemilik tanah, disamping 103.703 orang
jang tidak mempunjai tanah.
Di Brebes separo djumlahnja Tani tidak mempunjai tanah.
Didaerah Malang Utara perbandingan keadaan tahun 1914
dengan 1924 sebagai berikut :
Lebih dari separo Tani disana mengusahakan tanah jang
kurang dari 1 bahu. Mereka harus mentjai'i penghidupan lain
sebagai buruh dionderneming disamping usaha pertaniannja.
Tani ketjil ini makin lama makin mendjadi besar djumlahnja,
dari 511 orang dalam tahun 1914 mendjadi 530 orang dalam
tahun 1924. Orang tani jang mempunjai tanah antara 1 sampai 6
bahu berkurang dari 466 mendjadi 450, sedang orang tani jang
tanahnja lebih dari 6 bahu tetap sadja djumlahnja, jaitu 9 orang.
Perubahan perbandingan milik tanah didesa daerah Peka-
longan antara tahun 1868 dengan tahun 1928 sebagai berikut:
Pada tahun 1868 rata-rata orang Tani disana mempunjai
tanah antara 1 — 1,6 bahu. Pada tahun 1928 berubah mendjadi
rata-rata 0,8 bahu.
Dulu disana dilarang seorang mempunjai tanah pekarangan
lebih dari satu tempat, kemudian banjak orang jang mempunjai
pekarangan lebih dari satu tempat. Banjak diantaranja orang
jang tinggalnja tidak didesa itu, jang dulu dilarang.
Karena perubahan milik tanah didaerah itu, sewa tanah
mendjadi naik. Upah tenaga mendjadi turun (pengaruh imbang-
an penawaran dan permintaan). Kalau pada tahun 1868 orang
miimiai padi upahnja (bawonnja) y%, serendah-rendahnja 1/ 5-
nja dari pendapatan, pada tahun 1928 bawon itu antara Vr>
sampai V c tekadang V 7 sampai Vs, dan terkadang lebih rendah
lagi. Sekarang sampai y 15 — y 20.
Menurut laporan Dr. J. W. Meyer Ranneft „Onderzoek naar
de belastingdruk op Java” pada tahun 1925, nampak tanda pe-
musatan (bezits concentratie) tanah dibeberapa daerah, demi-
kian diterangkan, bahwa 1209 orang pemilik tanah lebih
dari 25 bahu di Djawa pada tahun 1905 naik mendjadi 3387
orang pada tahun 1925. Didaerah Priangan pemusatan tanah ini
lebih naik djumlahnja, sebagai disaksikan oleh Mr. C. T. van
Deventer, pemilikan tanah besar dekat Kota Krawang ber-
tambah naik, dengan angka-angka 556 mendjadi 1226 orang.
Milik tanah 6 bahu jang umumnja sudah dianggap besar, di
Priangan scdjumlah 5,79% dari orang tani semua, memiliki
tanah 31,76% dari djumlah tanah. Disamping itu 57,67% dari
pemilik tanah masing-masing kurang dari 2 bahu dengan me­
miliki tanah 15,24% dari luas semua tanah.

C. Matjam-matjam kwalitet tanah untuk kepentingan


pertanian.
Tanah Indonesia jang seluas itu, tidaklah seluruhnja baik
untuk pertanian. Tidak sama pula kwalitetnja. Dibeberapa daerah
menurut penjelidikan achli, hanja sedikit sekali jang dapat di­
pergunakan untuk kepentingan pertanian.
Djika hanja melihat luasnja tanah dibandingkan dengan
banjaknja penduduk, diperhitungkan tiap-tiap orang rata-ratanja
mendapat bagian tanah, seolah-olah akan dapat memberi peng­
hidupan untuk selama-lamanja. Sangka jang sematjam ini akan
mempengaruhi tidak adanja usaha perbaikan pertanian, serta
pendjagaan dan pemeliharaan tanah. Pengetahuan akan keadaan
tanah Indonesia sangat perlu untuk menentukan peraturan dan
pembagian tanah bagi usaha kemakmuran Rakjat kita, agar
tidak dengan gampang kita berkata bahwa kita hidup ditanah
jang subur dan makmur dengan tiada usaha perbaikan dan
pemeliharaan.
Balai penjelidikan tanah dan Balai Perantjang Tata Bumi,
dalam hal ini mendjadi sumber pengetahuan tentang matjam-
matjam dan djenis tanah di seluruh Indonesia. Tiap-tiap orang
jang akan merantjangkan kemakmuran dengan mendjadikan
tanah sebagai sumbernja, tidak bisa meninggalkan pengetahuan
ini. Pun orang Tani wadjib mengetahui dan mempeladjari ke­
adaan dan watak tanahnja.
5. SJARAT - SJARAT DAN DASAR PEMBAHARUAN.
Dengan mengetahui keadaan negeri kita, dibeberapa daerah
diseluruh Indonesia ini, dengan tindjauan dari segala segi jang
bersangkutan, kita melangkah kearah perubahan hukum dan
pemakaian tanah.
Jang mendjadi pokok terutama maksud pembaharuan hu­
kum tanah itu ialah untuk dapatnja memberi tanah kepada Tani,
tjukup mendjadi sumber penghidupannja, bagi djaminan hidup
sekeluarganja, dan disamping itu dapat memberikan makan
untuk masjarakat.
Jang mendjadi soal jaitu bagaimana tani mendapat tanah
jang tjukup luas untuk keperluan usaha pertanian, dan disam­
ping itu usaha memperbaiki tingkat pertanian dan tjara untuk
menambah produksi dari tiap djengkal tanahnja, serta kesang-
gupan dan kemampuan Tani sendiri untuk menguasai produksi,
untuk sekeluarganja dan untuk masjarakat.
Perubahan hukum tanah, harus berarti perubahan luas
tanah bagi tiap-tiap Tani, hingga dengan disertai pembaharuan
tjara produksi dan organisasi produksi selandjutnja, tiap-tiap
Tani mendapat penghidupan jang baik.
Pengluasan tanah, dengan tiada perubahan tjara-tjara pro­
duksi, tidaklah akan besar manfaatnja.
Dengan ketetapan minimum dan maksimum tanah jang
boleh dimiliki dan diusahakan, dengan mengetahui djumlah
penduduk dimasing-masing daerah, kita dapat menentukan tjara
mengatur pemakaian tanah jang baru diseluruh Indonesia.
Perubahan-perubahan dalam hukum dan pemakaian tanah,
didjalankan :
1. Tanah-tanah partikelir jang sekarang masih ada, dikembali-
kan kepada Pemerintah, untuk didjadikan tanah pertanian
Rakjat. Tanah itu diberikan dengan hak milik kepada orang
jang sekarang sudah mengerdjakan, mengingat pembagian
dan pembatasan luas hak milik (maksimum dan minimum)
bagi masing-masing Tani.
Pengambilan kembali tanah-tanah partikelir ini sudah men­
djadi pendirian sedjak Pemerintah Hindia Belanda djuga,
pertama kali dengan pengembalian tanah partikelir Blubur
1810 dan berturut-turut dengan pengembalian tanah parti­
kelir Indramaju dan lain-lain.
Djadi hal ini kita hanja meneruskan apa jang sudah ber-
djalan.
2. Tanah desa perdikan sebagai tanah milik dengan hak-hak
feodal dihapuskan. Desa sematjam itu didjadikan desa
otonom biasa. Jang ketjil digabungkan dengan desa lain
mendjadi desa otonom.
Tanah-tanah Kepala Desa perdikan diberikan kepadanja
dengan hak milik tidak dengan hak-hak feodal. Luas tanah
miliknja dibatasi dengan maksimum jang ditentukan.
Pengurangan tanah itu dengan diberikan peng'gantian keru-
gian semestinja, dan didjalankan berangsur-angsur melalui
peraturan peralihan.
3. Tanah-tanah sematjam itu lainnja jang dengan hak-hak
feodal ( ongko-ongko, aioatarang, bengkok) jang terdapat
dibeberapa daerah dihapuskan. Tanah itu didjadikan tanah
kas desa atau dibagikan kepada Rakjat untuk tanah per­
tanian.
Lurah Desa dan Pamong Desa lainnja diberi penghasilan
dengan nafkah jang tetap, sesuai dengan kedudukan dan
kewadjibannja.
Berhubung dengan itu maka segala matjam beban Rakjat
jang dikenakan karena hak-hak feodal dihapuskan. Rakjat
hanja dikenakan satu matjam beban padjak jang progresif.
Penghapusan bengkok bagi Lurah dan Pamong Desa lainnja
didjalankan dengan mengganti nafkah jang tentu dan
teratur.
4. Hak eigendom dan opstal untuk perusahaan pertanian me­
nurut hukum Barat untuk orang asing dihapuskan.
Kalau pemiliknja warga negara, tanahnja djadi hak milik
biasa, dengan batasan maksimum.
Kalau pemiliknja bukan warga negara, buat sementara
waktu dapat diberi kesempatan menjewa umpama paling
lama 5 tahun untuk diusahakan sendiri, dengan batas luas
jang tertentu.
5. Tanah-tanah erfpacht Klein land en tuinbouw"dihapuskan.
Kalau pemiliknja warga negara, tanah itu diberikan dengan
hak milik untuk diusahakan sendiri dengan tidak boleh me-
lewati batas maksimum jang ditentukan.
Kelebihannja diambil Pemerintah dan diberikan kepada
Rakjat. Kalau pemiliknja bukan warga negara, sebagai waktu
peralihan dapat diberi kesempatan menjewa tanah itu untuk
diusahakan sendiri, dengan pembatasan maksimum luas
dengan waktu jang ditentukan seperti diatas.
6 . Tanah-tanah erfpacht jang diusahakan tidak menurut kon­
traknja (di Djawa banjak tanah-tanah erfpacht jang di-
tanami padi atau tanaman rakjat lainnja) diambil dan di­
djadikan tanah pertanian Rakjat. Tanah itu dibagikan ke­
pada Rakjat dengan hak milik, terutama kepada jang
sekarang mengerdjakan.
Kalau pemiliknja warga negara, diberi tanah untuk diusa­
hakan sendiri dengan batas-batas maksimum jang ditentu­
kan.
7. Hak erfpacht dan konsesi tidak diperpandjang lagi. Paling
lama sepandjang kontraknja itu.
Tanah erfpacht jang sudah habis kontraknja, kembali ke­
pada Negara untuk didjadikan tanah pertanian Rakjat.
Dengan pimpinan technik dari Pemerintah terus diusaha­
kan sebagai perkebunan Rakjat dengan pabrik-pabrik dan
inslalasi sebagai milik koperasi. Perkebunan itu dapat djuga
diusahakan oleh Pemerintah mendjadi perkebunan negarar
untuk kepentingan usaha-usaha jang harus diusahakan
oleh negara.
8 . Tanah-tanah erfpacht dan konsesi jang sampai sekarang
belum dibuka atau belum didjadikan tanah pertanian Rak­
jat, diambil Pemerintah dengan perhitungan dengan peme-
gang haknja. Tanah itu dibagikan kepada Rakjat untuk
pertaniannja.
9. Tanah-tanah erfpacht dan konsesi jang sekarang dikerdja­
kan Rakjat sedjak djaman Djepang dan Revolusi, terus
mendjadi hak Rakjat. Bila mengingat kepentingan ekonomi
kita diwaktu jang akan datang tanah itu tidak dapat di­
lepaskan untuk keperluan perkebunan sesuatu tanaman
jang sangat penting, orangnja diberi ganti tanah lainnja.
10. Achirnja nanti semua tanah erfpacht dan konsesi mendjadi
tanah pertanian Rakjat alau sebagian dalam eksploatasi
negara.
Mengingat persiapan jang harus dikerdjakan disegala la-
pangan untuk melaksanakan semua itu, perubahan ini didjalan­
kan tidak sekaligus sesuai dengan persiapan jang ada, dengan
ketentuan bahwa tanah erfpacht dan konsesi itu hanja boleh
diteruskan sepandjang maksimum lama kontraknja, artinja kita
harus sudah siap pada waktu erfpacht habis.
Kalau disebut „pertanian Rakjat” harus diartikan, tidak sa-
dja pertanian untuk bahan makanan, tetapi djuga pertanian
bahan-bahan perdagangan (ekspor), dengan perhitungan jang
saksama untuk pertama kali mentjukupi keperluan bahan ma­
kanan bagi seluruh penduduk.
Untuk melaksanakan itu semua, sebagai telah diperingatkan
berulang-ulang dimuka, harus disusun rantjangan jang lengkap
dengan persiapan jang tjukup, kesediaan untuk mendjalankan
itu dikalangan Rakjat dan kalangan Pemerintah. Organisasi
Rakjat Tani, pendidikan keahlian, harus diatur dan diseleng-
garakan sebaik-baiknja.
Tindakan serampangan dalam hal ini akan mengatjaukan
dan dapat menggagalkan tudjuan. Sebaliknja keragu-raguan dan
ketidak sanggupan melangkah memulai pekerdjaan jang besar
dan berat akan mendjadi penghalang segala usaha, tjita-tjita
dan tudjuan.
Untuk menentukan dan memberikan tanah tjukup kepada
Tani jang mendjadi soal terutama ialah masalah penduduk dan
luas tanah di Djawa, sebagai soal jang meminta pemetjahan
dengan saksama, sedang diluar Djawa mempunjai masalah se­
baliknja jaitu masalah kekurangan orang.
Sudah terang bahwa tanah pertanian jang ada sekarang di
Djawa ditambah dengan tanah-tanah bekas perkebunan seperti
diuraikan dimuka itu masih belum lagi tjukup untuk pertanian
Rakjat. Pada umumnja tidaklah dapat diharapkan akan men­
dapat tambahan tanah pertanian Rakjat di Djawa dari luas jang.
ada sekarang, sekalipun dapat, tidak seberapa, tidak mengim-
bangi tambahnja penduduk di Djawa. 4
Sebagai ternjata maka pemakaian tanah di Djawa sekarang
dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Untuk tanah Pertanian Rakjat (sawah, ta­
nah kering dan perikanan) ....................... 7.925.200 ha.
2. Untuk Onderneming (jang dibuka dan
belum) .......................................................... 1.011.500 ha.
3. Hutan Pemerintah ...................................... 3.035.100 ha.
4. Tanah lain-lainnja (vrij landsdomein, tela-
ga, sungai-sungai, djalan-djalan kota dsb.) 1.245.600 ha.*)
Dari tanah itu sebagian tentu akan dapat menambah tanah
pertanian Rakjat. Berapa tanah-tanah itu jang dapat didjadikan
tanah pertanian Rakjat dapat diselidiki, dari tanah-tanah erfpacht
(onderneming) jang belum dikerdjakan selama ini, dari hutan
jang memang dapat didjadikan tanah pertanian, dengan seba-
liknja sebagian tanah pertanian jang ada sekarang ditukar di­
djadikan hutan, dari tanah-tanah tersebut No. 4, jaitu tanah jang
sekarang masih kosong sebagai tanah G.G. jang terdapat dibe-
berapa daerah di Djawa seperti daerah Banten, Besuki dan
daerah lainnja.
Dengan pengertian dan pokok pendirian dimuka, bahwa
dalam dasarnja nanti semua tanah mendjadi tanah pertanian
bagi Rakjat, maka dari tanah - tanah jang sekrang belum
dikerdjakan dapat didjadikan tanah pertanian. Menurut Statis-
tik 1950 luas tanah jang diberikan dengan hak-hak eigendom,
erfpacht, persewaan, konsesi dan lain-lain seluruh Indonesia ada
1.654.957 ha. Dari tanah jang seluas itu hanja 743.818 ha sadja
jang ditanami, lainnja tidak dipergunakan, sebagian berupa
tanah tjadangan. Pada tahun 1938 dari 2.485.104 ha jang dibe­
rikan kepada kaum modal hanja 1.170.891 ha jang ditanami
(kurang dari 5 0 % ).
Buat di Djawa angka-angka itu sebagai berikut :
Tahun 1950 tanah jang mendjadi ,.kepunjaan” kaum modal
ada 567.245 ha, jang ditanami 346.909 ha.
Tahun 1938 luasnja 1.070.202 ha jang ditanami 597.865 ha,
(lihat lampiran XIII a, XIII b, XIII c.).

*) Angka-angka Indisch Verslag 1939 djilid II.


Perlu ditjatat, bahwa luas tanah erfpacht atau onderneming
di Djawa Barat jang belum dikerdjakan itu termasuk tanah-
tanah partikelir, jang tidak ditanami tanaman bahan ekspor,
tetapi ditanami tanaman lainnja, jang berarti sudah mendjadi
tanah pertanian Rakjat. Diantara tanah erfpacht jang sudah di­
tanami itu, terdapat banjak jang ditanami tanaman pertanian
Rakjat, tidak sesuai dengan perdjandjiannja. Tanah jang sema­
tjam ini jang diusahakan dengan melanggar Undang - Undang
erfpacht, dapat diambil untuk diberikan kepada Rakjat, tetapi
tidak berarti menambah luas jang sudah ada.
Tanah erfpacht jang sudah habis kontraknja (tidak diper-
pandjang kontraknja) dapat didjadikan tanah pertanian per­
kebunan jang dibagikan kepada Rakjat, dapat djuga buat se-
mentara didalam penjelenggaraan atau pimpinan Pemerintah,
sedang pabriknja mendjadi kepunjaan Rakjat sebagai koperasi.
atau kepunjaan Pemerintah.
Tanah-tanah erfpacht kleinlandbouw, jang pemiliknja tidak
mendjadi warga negara, diambil oleh Pemerintah didjadikan
tanah pertanian.
Dari tanah hutan, sudah terang pada umumnja tidak dapat
lagi menambah tanah pertanian, bahkan dibeberapa tempat
harus ditambah, dengan penindjauan kembali luas dan letak
hutan. Djadi kemungkinan tambahan luas tanah pertanian di
Djawa hanja bisa di dapat dari :
a. Tanah partikelir jang sekarang belum d ib e rik a n 'dikerdja­
kan.
b. Tanah erfpacht jang sudah habis kontraknja, dapat sebagian
diteruskan berupa perkebunan cultures jang diusahakan oleh
Rakjat.
c. Tanah erfpacht jang belum dibuka dan jang belum ditanami.
d. Tanah erfpacht jang ditinggalkan pengusahanja.
e. Tanah erfpacht jang ditanami tidak menurut perdjandjian­
nja, sebagai pelanggaran Undang-Undang erfpacht.
f. Sebagian tanah erfpacht kleinlandbouw.
Dengan ketentuan batas minimum jang harus dimiliki oleh
Rakjat Tani, dikira-kirakan tanah sawah 2 ha atau kalau tanah
kering 5 ha (menurut baik buruknja tanah dan matjam peru-
sahaannja), clapatlah diperhitungkan, masih berapa lagi tanah
Djawa dapat memberi tempat untuk Rakjat Tani jang menger­
djakan tanah disitu.
Persolan jang besar dalam lapangan agraria sekarang
adalah :
a. bagaimana menghilangkan/meringankan tekanan, jang begitu
berat, atas masjarakat Tani dan penghidupan didesa di-
Djawa karena besarnja pengangguran jang tidak kentara
disebabkan karena kurangnja tanah.
b. bagaimana mengusahakan supaja tanah jang begitu luas di-
luar Djawa itu menghasilkan sebanjak-banjaknja, jang seka­
rang tidak dapat dikerdjakan karena kekurangan penduduk.
Pemetjahan soal itu dapat ditempuh dengan :

A. TRANSMIGRASI.
Dalam hubungannja dengan masalah agraria, maka trans-
migrasi (pemindahan penduduk antara kepulauan Indonesia)
salah satu djalan pemetjahan kekurangan tanah bagi Rakjat
Tani di Djawa untuk mendapatkan tanah pertanian didaerah
lainnja jang luas tanahnja, dan sangat memerlukan tenaga
manusia untuk membukanja.
Tudjuan pokok dari transmigrasi ialah pembukaan kemak­
muran didaerah-daerah jang tjukup bahan-bahan dan lapangan
usaha kemakmuran, diantaranja ialah tersedianja tanah jang
luas tetapi tidak tjukup (tidak ada) tenaga jang mengerdjakan-
nja. Bukanlah tudjuan transmigrasi hanja sekedar memindahkan
orang-orang, sekedar untuk meratakan sadja djumlah penduduk
dari satu daerah kedaerah lainnja.
Kepindahan penduduk dari Djawa dan daerah-daerah lain­
nja jang sudah rapat penduduknja, kedaerah lainnja jang masih
djarang, mendjadi salah satu djawab atas masalah kemakmuran
di Indonesia.
Kepadatan penduduk di Djawa sudah sangat mendesak me-
minta penjelesaian, berhubung dengan tidak seimbangnja keper­
luan hidup penduduk dengan kemampuan hasil bumi untuk
mendjamin kepentingan hidup mereka itu.
Persediaan tanah buat perluasan pertanian di Djawa sudah
tidak ada lagi, untuk keperluan penduduk jang tiap-tiap tahun
bertambah sekian besarnja. Pembukaan tanah pertanian baru
sudah sangat sedikit kemungkinannja, bahkan sudah sedjak
beberapa waktu lamanja, tambahan tanah pertanian di Djawa
tertutup. Selama waktu - waktu jang achir, tambahan luas
tanah pertanian hanja paling banjak dari keperluan tanah
untuk tambahan djumlah penduduk (jang memerlukan ta­
nah). Menurut perhitungan pada tahun 1937, tanah Djawa hanja
memungkinkan tambahan luas tanah 300.000 ha lagi untuk
pertanian, jang berarti hanja dapat menjediakan tanah untuk
tambahan peduduk selama 5 tahun sadja.
Usaha mengintensifkan pertanian di Djawa sudah didjalan­
kan. Pada tahun 1900 tanah pertanian di Djawa diusahakan
(geoccupeerd) 105% dari luas tanah. Tahun 1926 diusahakan
131% dan tahun 1936 diusahakan 142,4% dari luas tanah per­
tanian. Menurut perhitungan orang ahli, dengan perbaikan
pengairan serta pemupukan dan peralatan jang baik, tanah
pertanian di Djawa dapat diusahakan (geoccupeerd) sampai
185% dari luas tanah. Sedang tambahnja produksi masih dapat
diusahakan dengan matjam-matjam perbaikan, tetapi walaupun
begitu tidaklah dapat sedjalan dengan tambahnja penduduk.
Tambahnja penduduk berarti makin tambahnja djumlah
orang jang tidak mempunjai tanah. Sedang harapan dan ke-
mungkinan untuk mendapatkan pekerdjaan dan sumber penghi-
dupan lainnja dari keradjinan dan perusahaan jang timbul di
Djawa bagi orang-orang jang tidak lagi mempunjai tanah, masih
sangat sedikit.
Penduduk di Djawa tiap - tiap tahun bertambah antara
500.000 a 600.000. Menurut perhitungan tjatjah djiwa tahun
1930, diantara seluruh penduduk itu ada 30 a 35% jang mampu
bekerdja (orang dewasa jang kuat bekerdja). Djadi kalau tiap-
tiap tahun bertambah 500.000 a 600.000 orang, berarti tiap-tiap
tahun tambah 175.000 orang jang harus mendapat pekerdjaan
(penghidupan). Menurut perhitungan, tambahan kesempatan
(lapangan) bekerdja pada keradjinan dan perusahaan, dengan
kemadjuan perusahaan dan perindusterian seperti jang sudah-
sudah, hanja untuk 1 5 a 2 0 . 0 0 0 orang sadja, jang berarti 1 0 %
sadja dari tenaga baru jang harus mendapat pekerdjaan untuk
hidupnja.
Pada tahun 1938 Kantor Pusat Statistik membuat perhi-
tungan sebagai berikut :
Kalau tambahan penduduk tiap-tiap tahun V/2 % , dan tidak
ada pemindahan penduduk dari Djawa kedaerah lainnja, maka
pada tahun 2000( kurang lebih 50 tahun lagi), penduduk di
Djawa sudah mendjadi 116.000.000, atau 879 orang penduduk
tiap-tiap km- tanah pertanian. Kalau tiap-tiap tahun penduduk
di Djawa dipindahkan 80.000 keluarga terdiri dari : ibu, bapa
dan seorang anak jang umurnja masing-masing antara 15,20 dan
dibawah 5 tahun, penduduk di Djawa pada tahun 2000 akan
mendjadi 74.000.000. Kalau dipindahkan tiap-tiap tahun 120.000
keluarga, pada tahun 2000 tanah Djawa akan berpenduduk
57.000.000.
Kolonisasi pertanian sudah sedjak tahun 1902 dirantjang-
kan oleh Pemerintah Hindia Belanda dulu, dan didjalankan
sedjak tahun 1905.
Pada permulaannja ditjoba pemindahan ke Sumatera Se-
latan, Gedungtataan dan Kotaagung jang dapat dikatakan ber-
hasil. Sampai pada tahun 1928 kira-kira sudah ada 24.000 djiwa
jang dipindahkan, dengan biaja 5.000.000 rupiah, jaitu 3.500.000
rupiah untuk keperluan biaja kolonisasi sesungguhnja, jang
1.500.000 rupiah buat irigasi. Djadi menurut perhitungan, se­
bagai permulaan tiap-tiap djiwa biajanja 2 0 0 rupiah, atau tiap-
tiap keluarga kira-kira 800 rupiah. Biaja ini dianggap terlalu
tinggi, dan terlalu mahal buat Pemerintah. Karena itu maka
pada waktu achir tahun 1929, jaitu pada waktu krisis ekonomi,
pekerdjaan ini dianggap tidak mungkin diteruskan.
Sesudah itu ditjarikan akal, jaitu dengan tjara menjerahkan
(menitipkan) orang-orang jang baru datang kepada orang-orang
jang sudah lama, jang pada waktu panen sangat memerlukan
tenaga. Orang-orang baru ini dapat diterima oleh keluarga lama
dengan mendapat makan dan tempat tinggal serta upah kerdja
membantu panen. Disamping itu mereka dapat memulai membu­
ka hutan untuk tanah pertaniannja.
Pada tahun 1932 tjara sematjam ini didjalankan. Pada tahun
itu dikirimkan 7000 orang ke Lampung dari Djawa. Untuk 7000
orang itu Pemerintah mengeluarkan biaja 49.000 rupiah, dianta­
ranja jang 26.000 untuk biaja kereta api, jang berarti uangnja
masuk kas Pemerintah kembali. Djadi biaja sebenarnja hanja
22.000 rupiah, atau hanja 3 rupiah tiap-tiap orang.
Selandjutnja pemindahan penduduk setjara ini didjalankan.
Pada tahun 1938 dipindahkan 33.000, tahun 1939 45.000, tahun
1940 52.000 orang. Menurut perhitungan, dengan tjara sematjam
itu paling banjak tiap-tiap tahun hanja dapat dipindahkan
1 0 0 . 0 0 0 orang.

Bagaimana rantjangan Pemerintah Republik Indonesia me­


ngenai transmigrasi, dibawah ini dikutipkan djawatan Pemerin­
tah Wilopo atas pemandangan umum Parlemen mengenai pro­
gram Kabinet Wilopo sebagai berikut :
Sebagaimana dikemukakan didalam keterangannja, maka
Pemerintah melihat soal ini terutama dalam hubungannja dengan
tindakan-tindakan jang harus diambil dalam lapangan kemak­
muran dan keamanan.
Baik transmigrasi umum maupun transmigrasi jang dise-
lenggarakan oleh B. R. N. (Biro Rekonstruksi Nasional) dan
C. T. N. (Corps Tjadangan Nasional) tidak dapat dilepaskan
hubungannja dari usaha pembangunan dan penjebaran tenaga
produksi setjara merata diseluruh daerah Indonesia serta tidak
dapat pula ditindjau tersendiri, lepas dari soal pengurangan
penduduk dari daerah-daerah jang terlampau padat.
Tudjuan transmigrasi ialah mempertinggi kemakmuran dan
kesedjahteraan Rakjat dengan djalan mengusahakan pemindahan
penduduk dari satu daerah (tempat) kedaerah (tempat) lainnja,
jang ditudjukan kearah pembangunan perekonomian dalam
segala lapangan.
Dalam melaksanakan usaha itu, maka sesuai dengan azas
dan tudjuannja pertama-tama dipertimbangkan daerah-daerah
mana jang memberikan kemungkinan-kemungkinan jang paling
baik untuk itu dan kemudian disusunlah suatu rentjana dan se­
landjutnja diusahakan persiapan-persiapan seperlunja.
Rentjana tersebut merupakan pemindahan penduduk dari
Djawa baik kedaerah-daei’ah diluar maupun di Djawa sendiri.
Menurut sifatnja hal ini dapat dibagi lagi dalam :
1 . transmigrasi umum ;
2 . transmigrasi keluarga ;
3. transmigrasi istimewa;
4. transmigrasi lokal;
Jang dimaksud dengan transmigrasi umum ialah pemin-
dahan penduduk dalam arti jang seluas-luasnja.
Pemindahan jang direntjanakan untuk tahun 1952 meru-
pakan permulaan dari rentjana untuk pemindahan 500.000 djiwa
dalam waktu 5 tahun ( 5 -jaren plan).
Dalam tahun permulaan ialah tahun 1952 akan dipindahkan
1 .0 0 0 keluarga kepelbagai tempat jang telah ditentukan dan di-
persiapkan lebih dulu. Rombongan pertama ini dimaksudkan
pula mengerdjakan persiapan-persiapan bagi pengiriman-pengi-
riman selandjutnja, sehingga dalam tahun-tahun berikutnja pe­
mindahan dapat dilakukan lebih lantjar dan lagi dalam djumlah-
djumlah jang lebih besar pula.
Daerah-daerah jang direntjanakan itu ialah :
I. Daerah Propinsi Sumatera Selatan, perintjiannja :
Daerah Wai Seputih ............................ 7.000 ha.
Seputih ............................ 7.000 ha.
Rumbia ............ i .............. 27.000 ha.
,, Sekampung ....................... 50.000 ha.
>, Lubuklinggau ................... 2.500 ha.
„ B elitang............................. 13.000 ha.
,, Kungku ............................. 110.000 ha.

Djumlah .................................................. 216.500 ha.


II. Daerah Sulawesi Selatan, terbagi atas :
a. Palopo,
b. Mapili,
c. Lamasi,
d. Tamuhu dan
e.. Kalaena.
Djadi djumlah jang direntjanakan buat dua daerah tersebut
untuk tahun 1952 adalah sedjumlah 2 X 500 keluarga = 1.000
keluarga ( ~ ± 5.000 djiwa).
Djambi :
Daerah Tabir .......................................... 58.000 ha.
Kalimantan :
Daerah Serapat Selatan ....................... 75.000 ha.
Sulawesi :
Daerah Malele ......................................... 58.000 ha.
Daerah Kalaena ..................................... 60.000 ha.
Djumlah .................................................... 251.000 ha.
Djumlah s e m u a ....................................... 467.500 ha.
Mengenai pengiriman berdasar rentjana lima tahun itu dapat
diterangkan lebih landjut sebagai berikut :
Tahun ke 1 10.000 keluarga = 50.000 djiwa.
Tahun ke 2 15.000 keluarga = 75.000 djiwa.
Tahun ke 3 15.000 keluarga = 75.000 djiwa.
Tahun ke 4 20.000 keluarga = 100.000 djiwa.
Tahun ke 5 40.000 keluarga = 200.000 djiwa.
Djumlah 100.000 keluarga = 500.000 djiwa.
Pembagian tanah sementara diatur sebagai berikut :
Tiap-tiap kepala keluarga diberi tanah dengan hak milik
sebanjak 2 bahu terbagi atas X A bahu pekarangan dan 1,75 bahu
untuk sawah.
Adapun penjelenggaraan dibagi dalam beberapa fase (ting-
katan w a k tu ):
fase : 1 . fase pei’siapan, penjelidikan, penindjauan, jang akan
dilakukan dalam tahun 1952 dan 1953.
2. fase pengiriman jang terbagi dalam 5 tahun ini.
Berhasil atau tidaknja plan 5 tahun tergantung dari usaha
pemindahan dalam tahun-tahun pertama dan titik beratnja ter-
letak pula pada pemilihan tanah jang tjukup subur dan ada
kemungkinannja untuk mendapat pengairan.
Dengan transmigrasi keluarga (familie transmigrate) di-
maksudkan pemindahan penduduk jang sudah mempunjai famili
ditempat-tempat kolonisasi dahulu.
Dalam tahun 1952 direntjanakan pemindahan 1.290 keluarga
ketempat-tempat kolonisasi lain lagi.
Disamping transmigrasi umum dan transmigrasi keluarga,
maka Djawatan Transmigrasi mengadakan transmgrasi istimewa,
ialah pemindahan penduduk jang diselenggarakan atas permin-
taan-permintaan, biasanja dari Pemerintah Daerah atau Pamong
Pradja.
Maksudnja ialah mengisi tempat-tempat jang masih kosong.
Ada kalanja pula permintaan untuk itu datang dari pendu­
duk jang mempunjai kebun karet atau kebun-kebun lain, jang
membutuhkan pekerdja.
Untuk tahun 1952 direntjanakan pemindahan-pemindahan
sebagai berikut :
I. 500 keluarga dari Djawa ketempat-tempat kolonisasi lama
sebagai tambahan ditempat-tempat jang mendjadi kosong.
II. Dari Djawa ke Lubuksikaping 500 keluarga untuk meme-
nuhi permintaan Residen Sumatera Barat.
III. Dari Djawa ke P. Tudju.
IV. Dari Priangan Timur ke Banten. Dengan ini dimaksud pe­
mindahan penduduk dari Priangan Timur, berhubung
dengan gangguan keamanan, sedjumlah 9.000 keluarga
dalam tahun 1952 akan diusahakan pemindahan 5.000 ke­
luarga.
V. Dari Djawa ketempat-tempat lain lagi jang akan ditentukan
kemudian.
Jang dimaksud dengan transmigrasi lokal adalah pemin-
daYvaiv penduduk dari satu tempat ketempat lain dalam daerah
itu djuga dan diserahkan sepenuh-penuhnja kepada Pemerintah
Daerah.
Untuk usaha itu maka Pemerintah Pusat dapat memberi
subsidi.
Dalam tahun 1952 diselenggarakan usaha-usaha sebagai
berikut :
a. Pemindahan didalam daerah Toradja sebanjak 500 keluarga.
b. Pemindahan didaerah Minahasa sebanjak 1 . 0 0 0 keluarga.
c. Pemindahan orang-orang berasal dari Gorontalo kedaerah
kolonisasi Pagajuman sebanjak 500 keluarga.
Mengingat betapa pentingnja pemindahan penduduk itu,
maka Pemerintah sungguh bermaksud dalam batas-batas ke-
mungkinan jang ada padanja untuk melantjarkan usaha-usaha
jang telah direntjanakan itu dengan menghilangkan sesuatu jang
telah njata merupakan rintangan bagi kelantjaran pekerdjaan
jang dihadapi oleh Djawatan Transmigrasi sampai sekarang ini,
diantaranja mengenai keuangan dan kesulitan pengangkutan” .
Demikianlah keterangan Pemerintah, sebagai program jang
akan didjalankan. Ternjata bahwa menurut rantjangan itu, tidak-
lah akan dengan segera soal pemindahan penduduk dapat dise-
lesaikan. Kekuatan pemindahan penduduk itu tiap-tiap tahunnja,
tidak sesuai dengan tambahnja penduduk tiap-tiap tahun jang
memerlukan tempat dan tanah untuk hidupnja. Entah berapa
tahun akan dapat ditjapai imbangan kepadatan penduduk dan
kemakmuran bagi seluruh Indonesia, dengan pengalaman-penga-
laman jang sudah dapat dikira-kirakan.
Maka seharusnja soal ini didjadikan salah satu atjara jang
penting bagi pekerdjaan dan program Pemerintah jang berke-
hendak mentjapai kemakmuran bagi Rakjat.
Dalam akan mendjalankan transmigrasi ini, ada beberapa
soal jang mesti diperingati, diantaranja soal-soal jang akan meng-
hambat dan menjukarkan kelantjaran penglaksanaan transmi­
grasi itu.
Kalau dulu perlu adanja propaganda dan penerangan
tentang kepindahan ke Lampung dan kedaerah-daerah lainnja
diluar Djawa, sekarang malah mendjadi soal, berapakah kesang-
gupan Pemerintah untuk menampung kemauan dan kesanggupan
Rakjat dari beberapa daerah di Djawa untuk dipindahkan keluar
daerahnja.
Kalau dulu orang Tani berat meninggalkan kampung halam-
annja, karena eratnja hubungan antara mereka dengan tanah
dan kampung halamannja, sekarang karena keadaannja jang
sangat mendesak, tidak lagi mendjadi soal. Dengan tidak usah
propaganda dan penerangan, Tani dari beberapa daerah di Djawa
jang miskin dan sempit tanahnja berdujun-dujun datang kekan-
tor Transmigrasi untuk minta dipindahkan.
Kalau dulu orang merasa hina meninggalkan cbsanja, seka­
rang sudah tidak lagi terdapat perasaan sematjam itu. Ketjin-
taan pada tanahnja jang ketjil, jang lama-lama dirasakan tidak
dapat lagi menghidupinja, sudah lama dilepaskan. Dirasa-rasa-
kan, tidak perlu lagi mempertahankan tanahnja jang sempit itu,
jang hanja sekedar tjukup untuk persediaan tempat kuburnja
sadja.
Masalah jang masih perlu mendapat perhatian, dan minta
segera pemetjahan ialah mengenai hak tanah kaum transmigrasi,
berhubung dengan hak-hak tanah menurut adat jang berlaku
didaerah itu, jang menghambat kelantjaran perkembangan usaha
transmigrasi, dan dib^berapa tempat sudah menimbulkan seng­
keta jang merugikan.
Dalam buku bagian pertama sudah diterangkan, tentang
hak-hak tanah jang terdapat didaerah Lampung bagi orang-orang
kolonisasi, jaitu bahwa mereka orang-orang jang mendatang di-
sana dianggap sebagai „orang asing” , jang hanja mempunjai hak
usaha atas tanah disitu. (lihat buku bagian pertama* muka 119).
Ternjata sekarang hal itu menimbulkan beberapa kesulitan,
jang perlu mendapat penjelesaian. Dan semuanja itu menguat-
kan tuntutan akan segera diubahnja dasar-dasar politik dan
hukum tanah di Indonesia, sebagai diantaranja diutarakan oleh
H. Sj. dalam Madjalah Transmigrasi Djuli/Agustus 1952, sebagai
berikut :
„Dalam menghadapi kelantjarannja pelaksanaan transmi­
grasi, perlu segera mendapat penjelesaian dari Pemerintah,
jaitu mengenai hak tanah dari para transmigrasi, karena sampai
sekarang hak tanah bagi transmigranten masih tetap merupakan
persoalan jang belum mendapat penjelesaian, karena belum
adanja kesatuan hukum agraria jang sesuai dengan perkem­
bangan dewasa ini. Meskipun dasar dari transmigrasi ialah
menudju pembangunan'dalam semua sektor perekonomian tidak
hanja dikalangan pertanian sadja, tetapi pada waktu ini jang
pertama diharapkan oleh para transmigranten, jaitu untuk
mendapatkan sebidang tanah didaerah-daerah transmigrasi itu.
Karena. orang-orang jang dipindahkan itu pada waktu ini dapat
dikatakan 100% berasal dari kaum Tani, sedang usaha perindus-
terian dan keradjinan hanja baru dalam tingkatan usaha samben
bagi mereka.
Didaerah-daerah transmigrasi, jaitu daerah kolonisasi lama,
persoalan hak tanah masih merupakan soal jang mudah menim-
bulkan perselisihan dibeberapa tempat antara penduduk (asli)
dan kaum transmigranten. Persoalan mengenai hak tanah bagi
para transmigranten ini perlu lekas dipetjahkan karena hal-hal
lainnja segera pula dapat diselesaikan karena penjelesaian
tersebut.
Timbul disana tuntutan-tuntutan dari pihak marga supaja
tanah-tanah transmigrasi dikembalikan atau para transmigranten
dipungut „sewa bumi” , karena mereka dianggap orang menum-
pang. Timbul perselisihan mengenai hak memilih dan dipilih,
pertikaian dalam hal memungut biaja pasar dan sebagainja perlu
segera mendapat penjelesaian dari Pemerintah. Kerewelan dan
perselisihan itu semua berpokok pangkal pula pada stelsel
kolonisasi dari djaman Hindia Belanda dulu.
Pada waktu jang lampau tanah kolonisasi merupakan daerah
tersendiri, enclaves ditengah-tengah daerah penduduk (asli).
Daerah-daerah tersebut mempunjai susunan pemerintahan sen­
diri, mulai dari Wedana, Asisten Wedana dengan Lurah-lurahnja,
jang terlepas dari susunan dan hierarchie pemerintahan setem-
pat jang telah ada.
Selandjutnja batas-batas pemisah antara daerah kolonisasi
dan daerah penduduk asli (marga), dimana satu sama lain tidak
diperbolehkan bertjampur dalam mengusahakan tanah perta­
nian, mengakibatkan pula benih-benih pertikaian.
Sistim demikian gampang menimbulkan rasa pertentangan
dan perbedaan antara golongan penduduk (asli) dan kaum
transmigranten jang dianggap sebagai „orang asing” . Keadaan
demikian sedjalan dengan politik kolonial jang didjalankan oleh
Pemerintah Hindia Belanda diwaktu itu. Sebagai akibat dari
keadaan stelsel tersebut, maka sesudah Rakjat mendapat kesem­
patan mengeluarkan perasaan dan pikirannja kita lihat masing-
masing pihak, baik penduduk, maupun para transmigranten,
mengemukakan pendirian masing-masing. Penduduk asli me-
nuntut supaja tanah-tanah daerah transmigrasi dikembalikan
kepada marga atau para transmigranten akan dipungut „sewa
bumi” atas tanah jang dikerdjakan dan mereka tak punja hak
memilih dan lain-lain sebagainja.
Sebaliknja pula daerah-daerah transmigrasi ' ingin terus
merupakan daerah tersendiri dengan keadaan dan susunan
pemerintahan tersendiri pula, dengan mengemukakan beibagai

Tuntutan-tuntutan dari kedua belah pihak itu beikisai di-


sekitar hak mengenai tanah. Keadaan jang berlaku dan sampai
sekarang belum mendapat penjelesaian, ialah para transmigran-
ten didaerah-daerah kolonisasi lama itu memakai tanah berdasar­
kan hak usaha (gebruiksrecht, hak memakai). Berdasarkan pula
hak memakai itu dengan sendirinja berarti para transmigranten
tidaklah mempunjai kekuasaan sepenuhnja atas tanah jang di­
kerdjakan, diantaranja mereka tidak diperbolehkan menjewakan,
mem-borg-kan, apalagi mendjual belikan tanah jang dikuasai
mereka
Sesuai dengan hukum adat jang ada dalam marga-marga
terhadap *t:ang asing memang hanja berlaku hak usaha atas
tanah. Dan sebagai landjutannja pula bagi oiang asing tersebut
tidaklah mempunjai hak memilih dan dipilih mengenai pamong
marga setempat. Berdasarkan ini para transmigranten umumnja
dianggap sebagai orang asing dalam marga jang bersangkutan,
hingga mereka tak punja hak-hak sebagai penduduk (asli).
Mengingat keadaan tersebut diatas, perlu lekas diadakan
perubahan-perubahan dilapangan agraria (agrarische Taervor-
m in g).
Guna mendjamin berhasil baik usaha-usaha transmigrasi
diwaktu akan datang perlu adanja kepastian hak tanah
Dari pihak Djawatan T r a n s m ig r a s i telah ada peraturan
bahwa untuk daerah-daerah jang ditundjuk sebagai daerah
transmigrasi, — dalam hal ini mengenai daerah Sukandana—
tiap-tiap transmigran dalam waktu tiga tahun permulaan dapal
hak berusaha (recht van gebruik), dan selandjutnja, kalau ter
njata tanah itu benar-benar dikerdjakan dengan baik, tanah
tersebut diubah djadi hak milik (erfelijk individueel bezit) dar:
transmigran. (Peraturan Djawatan Transmigrasi No. 1/1952
tanggal 15 Maret 1952).
Walaupun demikian karena belum adanja kesatuan hukun
agraria hingga tiap-tiap marga/suku mempunjai peraturan
sedang Peraturan Djawatan T r a n s m ig r a s i tersebut belum dapal
didjalankan buat disemua daerah transmigrasi, karena peraturar
itu hanja dapat berlaku, kalau tanah untuk daerah-daerah trans­
migrasi telah disetudjui pemakaiannja oleh pemerintah marga/
suku ditiau-tiap tempat jang akan dibuka..
Kalau sesuatu daerah transmigrasi misalnja meliputi 10
wilajah marga, maka berarti harus diadakan perundingan dengan
10 buah Dewan-dewan marga pula guna memintakan persetu­
djuan lebih dulu. Perundingan itu tidak dapat lantjar, karena
masing-masing tentu berpendirian akan mempertahankan kepen-
tingannja. Putusan-putusan marga itu pula dapat diubah kalau
pada suatu waktu Marga memerlukan.”
Demikian persoalan hak tanah didaerah „kolonisasi.”

B. INDUSTRIALISASI.
Induslrialisasi bagi Indonesia mendjadi satu keharusan jang
tidak dapat clipertangguhkan lama-lama penglaksanaannja. Tidak
hanja terdorong oleh masalah kepadatan penduduk dilapangan
pertanian, tetapi memang soal pengindustrian Indonesia men­
djadi masalah jang mesti dilaksanakan.
Tergantungnja sebagian (atau sebagian besar) keperluan
Indonesia akan hasil-hasil industri besar untuk mendjadi Negara
jang modern dari hasil industri luar negeri, akan selalu meng-
hambat kemadjuan.
Sifat agraris Indonesia tidak dapat dipertahankan, dalam
arti tidak disertainja industri disampingnja. Sebab negara jang
hanja menghasilkan bahan-bahan mentah, bagaimanapun djuga
besarnja, akan terus tergantung hidupnja dari negara lain selama
beberapa matjam kebutuhan jang penting-penting masih harus
didapat dari hasil industri negeri asing.
Sebaliknja negara jang hanja bersifat industri semata-mata,
dengan tiada penghasilan bahan makanan dan bahan-bahan
mentah dari negerinja sendiri, akan tergantung hidupnja dari
negeri-negeri lain dalam mentjukupi keperluannja.
Keadaan Indonesia memberi kemungkinan dan sjarat-sjarat
jang besar akan djadinja negara agraria jang berindustri besar,
hingga achirnja Indonesia tidak lagi tergantung nasibnja dari
negeri-negeri lain semata-mata.
Dalam hubungannja dengan persoalan agraria sebagai pang­
kal soal dalam buku ini, pengindustrian Indonesia akan berarti
insidentil sebagai penampung tenaga-tenaga jang kelebihan dari
lapangan pertanian jang merupakan pengangguran jang tidak
kentara. Dengan pengertian, bahwa mengingat kesediaan daerah-
daerah diluar Djawa akan bahan-bahan mentah jang diperlukan
bagi hidupnja industri, maka industri-industri itu tidak harus
diletakkan di Djawa, maka pemindahan penduduk sebagai di-
kemukakan diatas tadi, djuga ditudjukan untuk kepentingan
industri diluar Djawa. Djadi transmigrasi atau pemindahan pen­
duduk dari Djawa keluar daerah itu tidak mesti bahwa orang itu
hanja terdiri dari orang-orang Tani dari Djawa untuk dipindah­
kan sebagai orang Tani djuga diluar Djawa.
Masalah industrialisasi dan transmigrasi harus dipandang
sebagai masalah kemakmuran sebulatnja jang erat berhubungan
satu dengan lainnja.
Berapa tenaga jang harus dipindahkan dari Djawa keluar,
berapa tenaga jang akan dipindahkan dari lapang pertanian ke-
lapang industri di Djawa, harus dihubungkan dengan rantjangan
kemakmuran seluruhnja, dengan rantjangan modernisasi perta­
nian serta perubahan bentuk perusahaan pertaniannja. Ran­
tjangan transmigrasi, rantjangan industrialisasi dan pembaha­
ruan tjara (modernisasi dan mechanisasi) pertanian mendjadi
masalah bulat seluruhnja dengan pembagian sektornja masing-
masing bersama-sama dengan usaha-usaha lainnja jang bersans-
kutan.
VI. PEMBAHARUAN BENTUK PERUSAHAAN
DAN TJARA- PERTANIAN.

Seperti telah diutarakan dimuka, perubahan hukum tanah,


harus disertai perubahan tjara-tjara pemakaian tanah itu, untuk
mendapatkan hasil sebesar-besarnja, sesuai dengan tudjuan ke­
makmuran bagi Rakjat.
Pertanian jang didjalankan seperti sekarang ini, bentuk dan
besarnja tiap-tiap perusahaan tanah bagi Tani, menghasilkan
jang masih sangat rendah. Perusahaan pertanian jang ketjil tidak
dapat mendjadi perusahaan jang efisien.
Maka dalam pemetjahan soal agraria sebulatnja, soal peru­
bahan tjara-tjara produksi dan bentuk perusahaan pertanian
harus mendjadi sjarat jang mesti serta mengikuti. Dan dengan
tjara jang baru itulah kita dapat mengatur dan memperhitung-
kan pembagian tenaga sebaik-baiknja, dengan adanja rantjangan
industrialisasi, rantjangan transmigrasi dan sebagainja.
Kepadatan penduduk jang sekarang ini, tidak dapat diten­
tukan berapa sebenarnja jang harus dipindahkan kelain lapangan
dan kelain daerah, dengan tidak lebih dulu mengetahui bagai­
mana pemakaian tenaga dalam lapangan pertanian modern
nanti. Semuanja ini bersangkut paut satu dengan lainnja.
Disamping usaha besar-besaran pemindahan penduduk dan
pengindustrian di Indonesia ini, perlu kita merantjangkan pem­
baharuan tjara dan bentuk pertanian kita.
Ir. G.J.A. Terra dalam karangannja „Het Welvaartspeil in
de tropen” dalam madjalah Landbouw tahun k e - 22/1950, me-
nguraikan keadaan pertanian disini, dibandingkan dengan per­
tanian dilain-lain negeri.
Tingkat kemakmuran jang (sangat) rendah ditanah-tanah
tropika (didaerah hawa panas), diantaranja Indonesia ini, di-
sebabkan diantaranja karena tingkat pertaniannja dan tjara-tjara
pertaniannja itu. Rendahnja tingkat kemakmuran di Indonesia
ditundjukkan dengan angka-angka pemakaian kalori. Rendahnja
pemakaian kalori ditanah-tanah Asia dibandingkan dengan nege-
ri-negeri diseluruh dunia, disebabkan diantaranja karena tingkat
dan tjara produksi pertanian disini.
Dengan angka-angka pemakaian kalori, putih telur clan
lemak (gadjih) serta putih telur dari binatang buat penduduk
diseluruh dunia, menurut angka-angka F. A. 0. Woi'ld Survey
1949 nampak bagaimana rendahnja tingkat kemakmuran Rakjat
dinegeri-negeri Asia dan terutama Indonesia dan tanah Djawa,
dibandingkan dengan negeri-negeri lainnja diseluruh dunia
(lihat dibuku bagian pertama muka 183/184).
Tingkat kemakmuran ditanah tropika, terutama ditentukan
dari hasil pertaniannja. Didaerah tropika jang terlalu padat
penduduknja (Djawa dan India) memang berat dalam persoalan
kemakmurannja. Tetapi didaerah-daerah tersebut jang sedikit
penduduknjapun miskin djuga penduduknja (Indonesia diluar
Djawa, Malaka, Indo China, Thailand, Birma, Afrika Tengah,
Amerika Selatan dan Tengah, Brazilia dengan daerah Amazone
dan M exico). Tidak sadja karena politik ekonominja dan padat-
nja penduduk, tetapi karena faktor-faktor pertanian itu.
Didaerah-daerah tropika ini tidak ada industri, masjarakat-
nja belum ada diferensiasi ( pilah-pilahan). Pertaniannja teruta­
ma bersifat usaha jang hanja ditudjukan untuk mentjukupi ke-
butuhan hidup sekeluarganja.
Rendahnja penghasilan Tani kalau dibandingkan dengan
hasil pertanian dihawa sedang disebabkan karena beberapa hal,
diantaranja karena rendahnja tingkat ketjerdasan, tidak (belum )
adanja diferensiasi penduduk, berakibat kurangnja kemadjuan
keradjinan dan perdagangan, serta pertaniannja sendiri, karena
segala-galanja tidak mendjadi usaha pokok, jang harus diusaha­
kan melulu untuk kemadjuannja.
Jang djuga mendjadi soal penting dalam masalah pertanian
di Indonesia ialah faktor modal. Dengan faktor inilah perbedaan
terutama terletak, antara pertanian di tanah-tanah tropika,
dengan pertanian dihawa sedang.
Luas perusahaan pertanian.
Pertanian Rakjat ditanah tropika umumnja didjalankan
sebagai perusahaan keluarga, tidak dengan memakai alat-alat
jang baik, tidak mempergunakan mesin-mesin atau alat-alat
lainnja, ketjuali badjak jang sederhana. Ada kalanja dengan
bantuan tenaga ternak, tetapi tidak dihubungkan peternakan
dengan pertanian, dengan diatur setjara jang sebaik-baiknja.
Perusahaan pertanian Rakjat di Djawa umumnja sangat
ketjil, tiap-tiap keluarga umumnja rata-rata hanja mengerdjakan
tanah 1 hektar.
Dengan mengingat keadaan tanah dan hawa disini, maka
menurut perhitungan, seorang Tani dengan keluarganja dibantu
dengan sepasang lembu. kerbau dan seorang pembantu, seba-
njak-banjaknja dapat mengerdjakan tanah 5 hektar. Rantjangan
Kemakmuran Indonesia (Wisaksono plan) 1949, merantjangkan
pertjobaan luas perusahaan pertanian 5 a 10 hektar jang diusa­
hakan oleh pengusahanja dengan 1 a 2 keluarga pembantu.
Dibandingkan dengan besar dan luasnja perusahaan pertanian
dinegeri Belanda, — demikian Terra membandingkan— , nampak
perbedaannja, bahwa satu keluarga tidak dengan bantuan ternak,
dengan bantuan tenaga 1 a 2 orang, di Gronings— Drente
Veenkolonie dapat mengerdjakan (mengusahakan) tanah seluas
20 ha, dengan 92,5% berupa ladang pertanian, lainnja berupa
ladang rumput dan lain-lainnja. Di Limburg Utara, luas perusa­
haan keluarga sampai 2 0 ha, berupa ladang rumput,
dengan 2 — 3 lembu dan 3 — 4 ekor babi serta 100 ekor ajam,
dapat dikerdjakan hampir tidak memakai tenaga buruh. Boleh
dikatakan rata-rata perusahaan pertanian disana 2 0 ha luasnja,
dapat dikerdjakan oleh keluarga dengan kuda dan pembantu
tenaga seorang. Malah menurut Dawson sudah sedjak abad
pertengahan dulu, satu keluarga dengan sepasang lembu atau
lebih, dapat mengerdjakan ladang seluas 50 ha, dengan sistim
giliran tiga kali, berarti tiap-tiap musim pengusaha satu keluarga
itu dapat mengerdjakan 17 ha.
Dengan begitu dapat dibandingkan, bahwa perusahaan per-
tanian jang di Nederland dengan luas 20 hektar, sama dengan
perusahaan pertanian di Djawa seluas 5 hektar dengan pema­
kaian tenaga jang sama.
Perbcindingan hasil pertanian.
Buat pertanian intensif dengan tanaman jang paling ren-
dah hasilnja di Nederland dapat menghasilkan 22,5 kwintal
gandum hitam (rogge), bandingannja dengan pertanian padi
di Djawa jang menghasilkan beras 11 kwintal tiap-tiap hektar.
Hasil kentang di Nederland antara 200 sampai 400 kwintal
tiap-tiap hektar, di Djawa antara 50 a 100 kwintalj ubi djalar
60 a 70 kwintal, singkong kira-kira 80 kwintal tiap-tiap hektar.
Iiasil katjang (bonen) dan ertjis (sebangsa kapri) di Neder­
land menghasilkan 20 a 25 kwintal tiap hektar, sedang di Indo­
nesia rata-rata hasil kedele dan katjang tanah 6 a 7 kwintal
tiap-tiap hektar.
Kalau dibandingkan nilai hasil zat putih telur dan kalori
dalam bahan-bahan makanan hasil pertanian itu tiap-tiap hektar
perbandingannja antara hasil-hasil jang sedjenis sebagai berikut:
Djenis hasil : Isi zat putih telur : Isi kalori :
1. Gandum hitam(rogge) : 252 kg. 7.590.000.
Beras 87 kg. 3.800.000.
2. Kentang : 400 kg. 17.800.000.
Ubi djalar : 65 kg. 7.540.000.
Singkong : 80 kg. 10.000.000.
3. Katjang (b on en ): 540 kg. 6.615.000.
Kedele : 252 kg. 2.877.000.
Zat putih telur dari kentang, singkong dan ubi djalar itu
zat putih telur kasar, nilainja lebih rendah dari zat putih telur
lainnja. Ketjuali itu, bagian (prosentasi) putih telur dari ha­
sil-hasil tersebut sangat ketjil untuk mentjukupi keperluan ma­
kanan. Sebagai ternjata diatas, bahwa dari hasil singkong tanam­
an 1 hektar sebanjak 80 kwintal hanja mengandung putih te­
lur 65 kg, artinja hanja kira-kira 3 /4 % sadja. Menurut perhi-
tungan ahli, tiap-tiap berat badan 1 kg, memerlukan tiap hari
zat putih telur 1 gram.
Perbedaan jang kedua ialah: hasil tiap-tiap hektar tanah di
Negeri Belanda lebih besar, zat putih telur serta kalorinja dalam
timbangan gram. Sebaliknja tanah Indonesia lebih banjak pa-
nen dalam satu tahunnja. Seperti ternjata dalam angka jang
menjebutkan, bahwa dalam tahun 1940, tanah pertanian di In­
donesia dari sawah dan tegalan 6.500.000 hektar (tidak terma-
suk pekarangan seluas 1.500.000 hektar), dapat panen dalam
perhitungan 9.122.000 hektar, atau 140% dari luas tanah.
Perbedaan jang ketiga, jaitu mengenai nilai (harga) hasil
itu.
Perbadingan harga-harga hasil-hasil jang sedjenis di Ne­
derland dengan di Indonesia (Djawa) dalam tahun-tahun jang
sama (1930-1940) tiap-tiap 100 kg. sebagai berikut:
1. Ganclum : ....................... 10 rupiah; (pada tahun 1930 —
1940 harganja turun
sampai mendjadi 5
rupiah, tetapi harga
rata-rata selama itu
7,15 rupiah).
Padi (rata-rata).............. 2 rupiahsampai 2,5 rupiah.
Beras ............................... 4 „ „ 5.
2. K en tan g.......................... 3,20 „
Singkong dan ubi djalar 1,— . „
3. Katjang m era h ............. 7,— .„
Kedele ........................... 3,— . „
Karena itu djuga perbandingan hasil seluruh perusahaannja
djuga sangat djauh perbedaannja. Hasil perusahaan pertanian
di Djawa djauh lebih rendah. dibandingkan dengan hasil peru­
sahaan di Nederland.
Dengan 5 hektar perusahaan pertanian di Djawa (setjara
teori) dengan dua kali panen padi, dan sekali polowidjo, hasil­
nja :
5 X 11 (kwintal beras) X 5 rupiah + 5 X 11 (kwintal) X 5
rupiah + 5 X 7 (kwintal kedele) X 3 rupiah, atau semua..........
655 rupiah. Dalam prakteknja tentu tidak akan mendapatkan
hasil sebesar itu, karena tidak semuanja tanah mendapat peng-
airan tjukup hingga dapat panen dua kali dalam 1 tahun padi
dan 1 kali polowidjo. Sebaliknja memang hasil 11 kwintal beras
1 hektar sawah masih dapat bertambah, tetapi belumlah dapat

melebihi 2 0 kwintal.
Dibanding dengan perusahaan pertanian ekstensif di Ne-
dei’land, jang melulu hanja menanam gandum sadja tidak dengan
tjampur peternakan dan tanaman lainnja, menghasilkan : 2 0
(hektar) X 22,5 (kwintal) X 7,15 rupiah = 3.217,50 rupiah.
Dengan intensif lagi akan dapat tambah besar hasilnja
tetapi biajanja djuga akan lebih besar lagi, hingga sampai se-
paronja.
Dengan perbandingan hasil dan harganja, maka hasil hari
kerdja penuh didaerah tropika lebih rendah dibandingkan de-
ngan hasil hari kerdja ditanah-tanah jang hawanja sedang
seperti di Nederland umpamanja.
Sebab-sebab perbedaan ini ialah diantaranja, terletak pada:
Besarnja perusahaan.
Didaerah tropika, semak-semak dan rumput tumbuh sepan-
djang tahun dengan tjepatnja. Orang tidak tjukup hanja sekali
sadja menjiangi rumput selama umur tanaman, tetapi harus be­
berapa kali terus-menerus. Kalau tidak, tanaman dikalahkan oleh
semak-semak itu.
Sebagian besar didaerah tanah tropika itu sangat banjak
hudjannja, hingga sedikit sadja waktu tidak hudjan, sebagai
kesempatan jang baik untuk menjiangi.
Pada tanah-tanah jang kurus, tumbuhnja semak dan rumput
lebih subur dari tanamannja sendiri, karena semak-semak dan
rumput tidak begitu memerlukan tanah subur seperti tanaman­
nja itu.
Berhubung dengan itu, ketjuali pemeliharaan selama umur
tanaman itu, djuga soal penggarapan dan pembukaan tanah
meminta tenaga jang besar. Beratnja penggarapan dan selan-
djutnja tenaga dan alat-alat pemeliharaan tanaman inilah jang
menjebabkan, bahwa luas perusahaan pertanian ditanah tropika
seperti di Indonesia ini sangat terbatas, karena memerlukan
banjak tenaga untuk penggarapan tanah dan pemeliharaan
tanaman itu selandjutnja, dalam waktu jang singkat diperlukan
tenaga sebanjak-banjaknja.
Terlambat mengerdjakan akan menjebabkan kegagalan.
Besarnja hasil berdasarkan kesuburan tanah.
Pendleton menaksir bahwa tidak lebih dari 5% tanah di­
daerah tropika jang dapat dikatakan kaja (subur). Lainnja itu
kurus, sedikit tjadangan mineralnja, sekalipun tanah sematjam
itu baik djuga buat tanaman-tanaman jang tertentu.
Brook menerangkan bahwa tanah-tanah didaerah tropika
jang mendjadi tandus karena hudjan jang sangat banjak itu,
dapat djuga panen dua kali dalam 1 tahun, tetapi tentu sadja
tidak semuanja dapat.
Selain itu tiap-tiap bidang tanah meminta tenaga lebih besar
dibanding dengan tanah-tanah didaerah jang hawanja sedang.
Atas tanaman ditanah-tanah itu memerlukan beberapa kali pe-
njiangannja. Dengan demikian, berarti bahwa imbangan besarnja
produktivitet tenaga lebih rendah didaerah tropika dibanding
dengan didaerah hawa sedang.
Harga produksi.
Harga produksi pertanian di Indonesia didasarkan atas
harga beras, karena didaerah beras seperti di Djawa lebih dari
50% biaja-biaja hidup orang Tani dan masjarakat umumnja
tergantung dari hasil beras.
Harga beras di Indonesia terpengaruh oleh pasar dunia,
dimana daerah-daerah seperti Birma, Thailand dan Indo China
tetangga-tetangga Indonesia itu membandjiri berasnja dengan
surplus jang besar.
Daerah-daerah tersebut jang sawahnja luas (di Thailand
rata-rata 28 rai — 4,5 hektar tiap-tiap petani), dimiliki oleh
kaum pemilik tanah besar, mendjadi perusahaan pertanian
keluarga jang dikerdjakan dengan tjara deelbouw dan pacht
dengan tidak memerlukan modal bagi pemilik tanahnja, meng-
hasilkan sangat besar, djauh lebih besar dari keperluan makanan
dalam negerinja. Kelebihannja dapat didjual dengan harga jang
berapa sadja rendahnja, karena seperti diterangkan dimuka
pemiliknja sendiri tidak memerlukan mengeluarkan modal untuk
eksploitasi tanahnja itu. Rendahnja harga beras itu tidak begitu
dirasakan sebagai kerugian uang, karena tjaranja memang tidak
dengan mengeluarkan modal, tidak perlu mengurangi produksi
untuk menahan harga, sebagai lazimja terdapat dalam perusa­
haan sistim kemodalan, jang mengenai bahaja kelebihan pro­
duksi (overproductie), jang berarti turunnja harga, jang perlu
diadakan tindakaan mengurangi produksi untuk mempertahan-
kan harga.
Perbaikan jang harus diusahakan.
Menurut Terra selandjutnja, untuk dapat membesarkan dan
meluaskan perusahaan pertanian di Djawa dan di Indonesia
umumnja, artinja agar tiap-tiap keluarga dapat dan mampu
mengerdjakan tanah lebih luas (kemampuan mengerdjakannja),
pertama kali harus didjalankan setjara efektif dan efesien pem-
berantasan semak-semak dan rumput diladang pertaryan, dengan
mempergunakan alat-alat baru jang baik, alat-alat mesin serta
obat-obatan kimia atau tjara lainnja untuk memberantas rumput
itu dengan setjara jang sempurna.
Pemberantasan semak-semak ini harus didjalankan dengan
tepat dan tjepat. Ketjuali itu tjara penanaman larikan (barisan)
perlu didjalankan untuk memudahkan penjiangan.
Banjak lagi usaha jang harus didjalankan dalam usaha
perbaikan pertanian (tambahnja produksi). Pengetahuan rakjat
Tani akan segala ilmu pertanian dan pengetahuan akan keadaan
dan watak-watak tanahnja sangat perlu untuk segala usahanja.
Pemetjahan tjara lain, agar tiap-tiap keluarga Tani dapat
mengerdjakan tanah lebih luas, ialah memilih tanaman keras
(overjarige cultures), jang tidak begitu banjak meminta tenaga
pemeliharaannja, disamping tanaman bahan makanan. Ketjuali
itu tanaman keras banjak jang tidak begitu meminta kesuburan
tanah. Dengan pemeliharaan jang baik akan lebih banjak me-
nambah penghasilan dari pada tanaman bahan makanan sadja.
Berarti bahwa penghasilan tiap-tiap keluarga Tani akan lebih
tinggi. Maka sebaiknja diusahakan dapatnja dengan tjara tjam-
puran, jaitu tiap-tiap Tani menanam bahan makanan disamping
itu menanam tanaman bahan perdagangan.
Selandjutnja, dengan setjara lengkap dan tersusun, Ir. G.C.
W. Tergast menguraikan dalam madjalah Landbouw tahun ke-
22/1950, berkepala „Vergrooting van de bedrijfsbasis in de Indo-
nesische Landbouw, in het bijzonder op Java en Madura” ,
Untuk memperlengkap pandangan dan pengetahuan dalam
hubungannja dengan maksud pembaharuan dilapangan agraria,
disini dimuatkan sebagian tulisan Tergast itu, baik untuk men­
djadi bahan pertimbangan dalam kita mempergunakan tanah
bagi kemakmuran. Oleh Tergast terutama dikemukakan peru­
bahan bentuk perusahaan pertanian Rakjat, untuk menjesuaikan
kekuatan mengerdjakan dengan hasil jang mesti ditjapai. Baik
untuk keluarga Tani sendiri, maupun untuk keperluan hidup
masjarakat seluruhnja, sebagai masalah mati hidup.
Menurut perhitungan Tergast, penduduk Indonesia jang
bekerdja (de werkende bevolking) dari perhitungan tjatjah
djiwa tahun 1930 ada 36% dari djumlah penduduk semua
(lainnja adalah anak atau orang tua jang sudah tidak mampu
bekerdja).
Dari djumlah itu jang bekerdja dilapangan pertanian :
Daerah Dipertanian Pertanian Djumlah
Rakjat: asing :
Djawa 55% 3 % 58 %
Sumatera 6 8 % 13 % 81 %
Kalimantan 72% 1 % 73 %
Sunda Ketjil, Sulawesi 73% 0,5% 73,5%
dan Maluku.
Prosentasi ini dikira-kirakan sekarang sudah lebih rendah.
Terutama makin besarnja orang desa jang tertarik kekota, dan
djuga dengan kemadjuan perusahaan-perusahaan dikota dan
perdagangan, mengurangi djuga orang jang bekerdja dilapangan
pertanian. Kalau dikira-kirakan bahwa selama waktu ini (sedjak
tahun 1930) kenaikan penduduk bertambah dengan 25%, maka
turunnja prosentasi orang jang bekerdja dilapangan pertanian
di Djawa dapat dipastikan tidak mengurangi djumlahnja orang.
Jang terang bahwa penduduk jang bekerdja dilapangan perta­
nian masih merupakan prosentasi jang terbesar diantara seluruh
penduduk negara Indonesia jang agraris ini.
Sebab itu kemadjuan dan perkembangan pertanian buat
bangsa dan Rakjat Indonesia mendjadi faktor jang sangat Ren­
ting dipandang dari sudut sosial ekonomis.
Kemadjuan eksport bahan-bahan pertanian dari hasil
tanaman Rakjat sendiri disamping hasil onderneming asing,
mendesak djuga tanaman bahan makanan sebagai tanaman pokok
pertanian Rakjat semula. Karena itu persediaan bahan makanan
tidak dapat mengimbangi tambahnja penduduk. Makin lama
makin ketjil bagian beras bagi tiap-tiap djiwa penduduk di Indo­
nesia.
Kemunduran bagian beras bagi tiap-tiap penduduk di Indo­
nesia, disebabkan karena tambahnja produksi tidak sesuai
dengan tambahnja penduduk, (tahun 1856 rata-rata seorang
115 kg; tahun 1916 — 1924 rata-rata 96 kg; tahun 1928 — 1937
rata-rata 81 kg; tahun 1950 dikira-kirakan tidak lebih dari 70 —
80 k g ). Untuk mentjukupi kebutuhan makan selalu terpaksa
didatangkan beras dari luar negeri. Jang paling besar menda-
tangkan beras sebelum perang jaitu pada tahun 19S9 sebanjak
720.000 ton, atau kira-kira 12% dari kebutuhan beras di Indo­
nesia.
Tambahnja kepadatan penduduk di Djawa tidak dapat di-
imbangi dengan tambahnja hasil beras dan bahan makanan
lainnja, karena itu menu makanan penduduk mendjadi turun.
Berkat pertanian jang intensif di Djawa, dengan intensifnja
tanaman giliran disawah, ditambah tanaman ditanah kering,
masih dapat sekedar mempertahankan keperluan.
Okupasi sawah disekeliling tahun 1900 kira-kira 105%,
berarti tambahan 5 % dari luas penggarapan setjara tradisionil
jang lama. Pada tahun 1940 okupasi sawah bertambah mendjadi
140%. Dengan perbaikan pengairan, pemupukan dan sebagainja,
tanah Djawa masih akan dapat diokupasikan sampai 185% dari
luas tanah. Dengan perhitungan dan teori ini, sawah di Djawa
masih akan sanggup memberi makan,— dengan menu makanan
jang rendah— , kepada 60.000.000 orang. Menurut tambahnja
penduduk setjara biasa dengan tiada gangguan-gangguan jang
dapat mengurangi banjaknja penduduk, masih dapatlah men-
tjapai hasil untuk memberi makan kepada penduduk sampai
djumlah penduduk tahun 1958.
.Sebagai diketahui dasar makanan Rakjat Indonesia itu
sangat kurang zat putih telur dari binatang, dan hanja dari
tumbuh-tumbuhan (vegetaris). Hanja 7 kg. tiap-tiap tahun tiap
orang pemakaian zat putih telur dari binatang (dierlijke eiwit).
Keadaan bahan makanan di Djawa sangat labiel (tidak
tetap). Kegagalan panen mudah menggontjangkan keadaan
bahan makanan itu.
Didaerah - daerah luar Djawa keadaan bahan makanan
umumnja lebih baik dari pada keadaan makanan di Djawa.
Tetapi didaerah Sunda Ketjil umumnja labiel keadaannja seperti
di Djawa.
Dengan perbaikan dalam lapangan pertanian, ada djuga
kenaikan produksi padi di Djawa.
Perusahaan pertanian di Djawa dapat dilihat, pertama dari
milik tanah jang sangat ketjil. Menurut perhitungan tjatjah
djiwa tahun 1939, tiap-tiap djiwa penduduk di Djawa hanja
mendapat uagian tanah pertanian 0,19 ha, diantaranja hanja
0,08 sawah. Diluar Djawa tanah pertanian lebih besar, tetapi
tidak ada perusahaan pertanian sawah jang lebih dari 2 ha, djadi
luas pertanian ketjil-ketjil, sekalipun belum kekurangan tanah.
Ada djuga di Indonesia (termasuk djuga di Djawa) pemilik
tanah jang besar (grootgrondbezitters), tetapi mereka tidak
mengusahakan tanahnja itu setjara perusahaan besar. Tanah
jang luas itu dikerdjakan orang dengan maro atau persewaan
dalam persil jang ketjil-ketjil. Dengan perusahaan jang ketjil-
ketjil ini, sekarang masih dapat memberi sekedar makan kepada
penduduk dengan ukuran jang rendah. Dari kelebihannja jang
untuk dimakan keluarga Tani itu sering masih dapat sekedar
memberi makan kepada penduduk lainnja.
Ketjilnja perusahaan pertanian menghalang-halangi efisien-
si perusahaannja, tidak dapat untuk mendjalankan atau mem-
praktekkan tjara-tjara pertanian jang baru. Usaha menambah
penghasilannja djuga sukar ditjapai. Lebih-lebih karena modal
jang diperlukan dalam usahanja itu tidak ada, terpaksa tidak
dapat memperbaiki perusahaannja. Kurangnja pengetahuan
serta ikatan-ikatan adat dan tachajul menambah halangan lagi
untuk kemadjuannja.
Penerangan, pendidikan, sangat perlu, tetapi djuga kredit
tidak bisa diabaikan untuk mengubah keadaan tani jang se­
karang ini.
Keadaan-keadaan untuk mentjapai kenaikan penghasilan
buat perbaikan hidup tani, memberi kesimpulan, bahwa penglu-
asan „unit Tani” , harus mendjadi pangkal pertama dalam
usaha mengubah dasar-dasar pertanian Rakjat, untuk dapat
mempertahankan keperluan hidup penduduk Indonesia seluruh-
nja. Tertjapainja ketinggian penghasilan Tani dari perusahaan­
nja akan dapat mentjapai kemakmuran Tani, dan kemakmuran
Tani akan dapat memperbaiki penghidupan Rakjat pada umum­
nja.
Untuk perbaikan makanan berdjuta-djuta Rakjat Indonesia,
maka kekuatan, kemampuan serta kesehatan Taninja sendiri
mendjadi soal jang sangat penting.
Bagi Indonesia jang terdiri dari pulau-pulau, sangat mudah
terganggu perhubungannja antara satu dengan lainnja dalam
situasi dunia jang tidak tentu. Maka kenaikan hasil pertanian
dan terutama bahan makanan harus lebih tjepat dari kenaikan
tambahnja penduduk. Pengindustrian Indonesia akan melahirkan
besar-besaran golongan buruh jang kepentingan makanannja
lebih besar dari orang Tani sendiri, lebih mengharuskan adanja
persediaan bahan makanan jang lebih banjak.
Dari penduduk 46.000.000 di Djawa (tahun 1939) itu, dapat
dikira-kirakan 25.000.000 jang langsung hidup dalam usaha
pertanian.
Kalau tiap-tiap keluarga terdiri dari 5 orang, maka terdapat
5.000.000 keluarga Tani di Djawa, dengan luas sawah 3.400.000
ha dan 4.500.000 ha tanah kering atau djumlah semua 7.900.000
ha. Rata-rata satu keluarga Tani dengan 0,68 ha sawah dan
0,90 ha tanah kering atau semuanja rata-rata 1,58 ha.
Perusahaan pertanian jang seketjil ini tidak dapat untuk
mengadakan pembaharuan, dan tidak efisien untuk pertanian
jang baik. Perubahan jang harus ditempuh jaitu dengan menga­
dakan „pertanian tjampuran” sebagai djalan satu-satunja, baik
dari, sudut ilmu pertanian maupun dari sudut sosial ekonomis.
Perusahaan tjampuran ini menggabungkan temak dengan usa­
ha pertanian.
Untuk perusahaan pertanian tjampuran jang efisien, diper-
lukan kesatuan ternak, luas perusahaan, makanan bagi ternak
dari sisa produksi serta kebutuhan pupuk perusahaannja, de­
ngan menghubungkan satu dengan lainnja setjara teratur.
Menurut perhitugan, satu pasang ternak kerdja dapat mem-
bantu pekerdjaan pertanian seluas 4 a 5 ha. Sisa-sisa produksi
dari tanaman 5 ha dapat memberi makan kepada 4 a 5 kesatuan
ternak. Tiap-tiap kesatuan ternak tiap-tiap tahun dapat mengha-
silkan pupuk organik 4 a 5 ton sedang tiap-tiap ha memerlukan
kira-kira 5 ton pupuk organik itu. Djadi tiap-tiap kesatuan ter­
nak dapat mentjukupi 80% keperluan pupuk. (Satu kesatuan
ternak terdiri dari: seekor lembu atau kuda atau kerbau, ditam-
bah 5 - 7 ternak ketjil atau 25 -30 unggas (ajam, itik).
Luas perusahaan pertanian Rakjat seperti sekarang ini,
antara V/z a 2 ha, tidak dapat didjadikan dasar perusahaan
tjampuran jang efisien. Untuk perusahaan pertanian tjampuran
jang baik, diperlukan luas seketjil-ketjilnja 5 ha. Berhubung
dengan perbedaan tanah dan lain-lain tidak harus sama luas
perusahaan pertanian.
Pada umumnja dapat ditetapkan, bahwa buat pertanian
tjampuran sawah jang baik minimumnja dapat lebih ketjil.
(3,5 a 4 ha), sedang jang melulu tanah kering minimumnja
lebih lebar (5 a 7 ha).
„Unit Tani” 5 ha itu digabungkan dengan ternak memer­
lukan tenaga keluarga Tani. Dengan tjara ini, tenaga Tani akan
tidak banjak menganggurnja seperti sekarang. Dalam pertanian
sawah jang sekarang, banjak sekali menganggurnja selama
satu tahun. Dengan tjara jang baru ini dapat dikurangi sebanjak-
banjaknja.
Perubahan bentuk dan tjara pertanian ini, akan mengubah
keadaan, jaitu tanah 5 ha jang sekarang diusahakan dan dimi-
tiki oleh lk 2 V2. a 3y 2 keluarga akan diusahakan oleh 2 keluarga
tani sadja. Berarti akan „mengusir” Vi a V/2 keluarga tani dari
pekerdjaan langsung dilapangan pertanian.
Dengan bentuk dan tjara jang baru ini terutama dimak-
sudkan akan dapatnja tambah produksi, untuk hidupnja sen­
diri dan untuk dapat menghidupi seluruh masjarakat. Hal ini
terutama dan pertama ditudjukan untuk keadaan di Djawa
jang sudah sangat mendesak. Dalam rantjangan ini Tergast ha­
nja memperhitungkan tanah pertanian jang ada di Djawa se­
karang, dengan tidak mengingat kemungkinan tambah luasnja
tanah pertanian jang memang akan sedikit sadja dapat diha-
rapkan.
Tergast menundjukan beberapa matjam (tipe) perusahaan
pertanian tjampuran jang dapat didjalankan di Djawa sebagai
pengganti tjara jang lama:
I. Melulu tanah sawah, dengan pengairan baik;
II. Melulu tanah sawah, dengan pengairan kurang baik ;
III. Melulu sawah dengan pengairan baik ditambah tanaman
te b u ;
IV. Melulu sawah dengan pengairan kurang baik ditambah de­
ngan tanaman tem bako;
V. Melulu tanah kerin g;
VI. Kombinasi sawah dengan tanah kering;
Pada semua tipe itu diperhitungkan, pemakaian tanah
sebagian berupa pekarangan, untuk kepentingan sajuran, tanam­
an obat-obatan, rempah-rempah dan buah-buahan. Hasilnja dapat
untuk menambah perbaikan menu makanan, disamping itu dapat
menambah penghasilan uang. Perhitungan hasil didasarkan
rata-rata kwalitet tanah dan keadaan pengairannja, pengalaman
pemakaian pupuk organik, tjara giliran jang intensif, memper-
gunakan tjara technik pertanian sebaik-baiknja, ditambah
dengan didjalankannja pemberantasan hama dan penjakit de­
ngan saksama.
Perusahaan sematjam ini dikehendaki pemakaian alat-alat
jang tjukup dan baik, tidak seperti sekarang, seperti : pema­
kaian badjak dan sisir besi, alat-alat penjiangan, sabit untuk
panen dan sebagainja.
Dengan perhitungan harga-harga sebelum perang, maka
penghasilan dari unit tani dalam satu tahun dapat diperhitung­
kan, sebagai berikut :

T i - p e I.
Melulu sawah dengan vengairan baik.
Terdiri dari 3 ha sawah dengan pengairan baik dan 1 ha
tanah kering untuk pekarangan, djadi semua ada 4 ha.
Pekarangan jang 1 ha itu dipergunakan : i/ 4 ha untuk
tempat tinggal (rumah), kandang, gudang, tempat pendjemuran
dan pembuatan kompos ; Vd ha untuk pohon buah-buahan, dan
tanaman lainnja, dan 1/4 ha untuk sajur-sajuran.
Pemakaian 3/4 ha pekarangan diatas itu diperhitungkan
sebagai berikut :
Va ha sajuran : Hasil : Harga :
250 m- sajuran (daun) 1250 kg. f. 62,50
250 m- bangsa katjang 250 kg. 12,50
dengan tomat (150 m-) 300 kg. 30,—
lombok ( 1 0 0 m-) 1 0 0 kg. 10,—
2 0 0 0 m 2 ubi djalar : 20 kwintal 25,—
2 0 kwintal daun —
katjang hidjau 4 kwintal bidji 40,—
Vz ha tanaman buah-buahan dan sebagainja :
1500 m- kelapa (30 batang)1800 butir f. 36,—
600 m2 pisang (25 rumpun) 5000 buah 25,—
400 m- djeruk (10 batang) 2500 buah 25,—
500 m- papaja (20 pohon) 400 buah 12,—
2 0 0 0 m- bambu, turi, lamtoro dan ± 40,—
rempah-rempah ± 2 0 ,—
sebagai pagar 2 0 0 batang randu ± 40,—•

Penghasilan kotor satu tahun f. 378,—

Sawah 3 ha jang subur, dengan pengairan jang baik, jang


50% dapat ditanami padi gadu, diatur sebagai berikut : 3 ha
penuh dengan padi rendeng ; sesudah itu jang lVi ha ditanami
padi gadu, dan selandjutnja ditanami djagung untuk makanan
ternak ; jang IV2 ha lainnja : 1 ha ditanami kedele, disambung
katjang tanah ; jang ^ ha ditanami ubi.
Penghasilan dapat dihitung :

Maknran ternak Hasil produksi

Djen is Djenis dim. Djum­ Harga


C
O "o'

T nnaman dim.
kw. kw/ ha lah

padi rendeng djerami 200 I padi 40 120 f 480


i
.

3
IV 2 padi gadu 100 | padi 30 45 180
IV 2 djagung (maka­ ! |
nan ternak) daun 100 I | — — —
1 kedele daun- 5 kedele | 10 10 100
1 katjang tanah daun2 10 kaljangl 12 12 120
K ubi daun 50 ubi 11 150 75 93
Djumlah : makanan ternak 365 Djumlah h a sil: f 973 —
Untuk unit tani seluas itu digabungkan ternak: 2 ekor ternak
besar sebagai ternak kerdja, setahun menghasilkan seekor anak
lembu, dan sekedar susu ; 6 kambing, satu tahun menghasilkan
6 ekor kambing (anaknja); 25 ekor ajam, diantaranja 20 ekor

induk, menghasilkan a 1 0 0 butir telur dan masih dapat meng­


hasilkan ajam 1 0 ekor untuk didjual.
Penghasilan dari ternak :
Dari pendjualan seekor anak lembu f 5—
Hasil pendjualan susu ...................... i> 5,
Hasil pendjualan 6 kambing ..........
Hasil pendjualan 10 ajam ...............
Hasil pendjualan 2000 butir telur .

Semua ......................................................... f 64,50


Dipotong biaja tambahan makanan ternak „ 40,—

Sisa penghasilan f 24,50


Ternak ini tiap-tiap tahun menghasilkan 16 a 20 ton pupuk
organik, jang dapat dipergunakan 12 a 15 ton jang baik, terka-
dang kurang dari itu. Kekurangannja masih perlu ditambah
dengan pupuk buatan.
Makanan ternak dari sisa hasil perusahaan itu belum men-
tjukupi, masih perlu ditambah dengan makanan tambahan.
Untuk perusahaan ini bekerdja tetap tenaga 2 keluarga,
djadi umumnja dipergunakan tenaga orang laki-laki dan 2 orang
perempuan dewasa.
Pada bulan April dan Oktober kekuatan 2 orang laki-laki
tidak tjukup untuk menjelesaikan pekerdjaan itu, karena itu
harus ditambah dengan tenaga perempuan atau orang jang se-
tengah dewasa, atau tambahan tenaga dengan bajaran.
Rata-ratanja orang laki-laki dewasa bekerdja 268 hari, orang-
perempuan 95 hari, dan tiap-tiap ternak bekerdja 81 hari dalam
satu tahun.
Pendjagaan pekarangan dan rumah, mengolah hasil dan
lain-lainnja jang berhubungan dengan produksi dikerdjakan oleh
keluarga itu diwaktu selebihnja, djadi tidak ada waktu kosong,
tidak seperti jang sudah-sudah.
Hasil perusahaan tjampuran seluruhnja dalam 1 tahun :
Dari pekarangan .............................. f 378,—
Dari sawah ....................................... „ 973,—
Dari ternak ....................................... „ 24,50

Djumlah ............ f 1375,50


Rata-rata tiap ha „ 344,—
Melulu sawah dengan pengairan kurang baik.
Luas tanah dan besarnja ternak sama dengan tipe I. Giliran
penanaman sawah 3 ha diatur sbb :
Sesudah padi rendeng, seluruhnja (3 ha) ditanami kedele.
Sesudah kedele jang 1 ha ditanami djagung tidak dengan tjam-
puran tanaman lainnja, 1 ha lagi djagung untuk makanan ternak,
ditjampur dengan tanaman katjang tanah ; 1 ha lainnja lagi di­
tanami kedele.
Hasil 1 tahun dikira-kirakan sebagai berikut :
Makanan ternak Hatil produksi
Luas
Tanaman
(ha) Djenis
dim.
kw.
n- • ldl m.ha kw.
Djems
Djumlah
kw.
Harga

3 | padi rendeng djerami ! 150 padi ! 35 ' 105 f 420


3 | kedele daun2 15 kedele | 8 24 240
1 : djagung daun2 30 djagung ! 20 20 40
1 I djagung (maka-
| nan ternak). daun2 60 | _ —
1 1 katjang tanah daun2 10 katj. ta- [ 7 70
1 nah j 1
100
1 kedele
1
daun2 kedele j 10 10 |
f 870
8 1
Djumlah : makanan ternak 273 | Harga hasil 1
Tenaga dari dua keluarga sudah mentjukupi untuk menger­
djakan tanah seluas itu dengan sistim tei’sebut. Tiap orang la £
laki bekerdja 244 hari, orang perempuan 76 hari, dan ternak
bekerdja 76 hari dalam satu tahun.
Waktu jang kosong lebih besar dari tipe I. Tetapi tidak
akan terlalu banjak waktu kosong itu kalau dipergunakan untuk
pemeliharaan pekarangan dan halaman rumahnja.
Pekarangan dan hasil ternak kira-kira sama dengan type I,
hingga penghasilan dari tipe II ini :
Dari pekarangan ............................................. f 378,—
Dari sawah ..................................................... „ 870,—
Dari t e r n a k ....................................................... „ 24,50
Djumlah ............................................................. f 1272,50
Rata-rata 1 ha penghasilannja...................... f 318,—
Perusahaan sawah dengan pengairan jang baik ditambah
dengan penanaman tebu.
Perusahaan ini terdiri dari 3 ha sawah dan 1 ha pekarangan.
Karena tanaman tebu itu memerlukan waktu kira-kira 15
bulan, maka rantjangan penanaman diperhitungkan untuk
3 tahun lamanja.
Sawah 3 ha itu dibagi dalam 3 giliran masing-masing ha,
dan giliran penanaman ditentukan dalam 3 tahun. Dalam ran­
tjangan 3 tahun itu dapat diatur berturut-turut.
Padi rendeng dengan umur pendek (gendjah), disambung
dengan tebu, sampai tahun kedua, sehabis tebu disambung
dengan kedele, dalam tahun ketiga diteruskan dengan tanaman
djagung makanan ternak. Sehabis djagung makanan ternak di­
teruskan dengan padi rendeng jang lebih pandjang umurnja.
Selandjutnja masih lagi tanaman tjampuran djagung dengan
katjang tanah.
Untuk tipe ini diperlukan ternak besar lebih banjak dari
tipe I, karena ketjuali untuk penggarapannja lebih banjak me­
minta tenaga, djuga diperlukan untuk penggilingan tebu sendiri
atau untuk pengangkutan tebu kepabrik.
Perhitungan hasil 1 tahun (Vs dari rantjangan 3 tahun).

Makanan ternnk Hasil produksi


Luas
(ha) 1 anainan dim
Djenis dim. Djenis Djumlah Harga
kw./ha k\v.
I(W.
1 padi rendeng djerami 45 padi 35 35 f 140
gendjah
1 tebu daun 100 gula 1500*) 150 450
1 kedele daun 10 kedele 8 8 80
1 djagung maka­
nan ternak. daun 65 — — —
1 padi rendeng
umur pandj. djerami 50 padi 40 40 160
djagung daun 20 djagung 20 10 20
1 katj. tanah daun 15 k. tanah 12 12 120

Djumlah makanan ternak | 305 | Harga hasil | f 970,


*) dengan randemen 10%.
Hasil ternak :
Pendjualan 2 ekor anak lembu f 10 ,—
Pendjualan susu ....................... „ 20 —
Unggas (ajam ) seperti tipe I . „ 42,50
Semua .......................................... f 72,50
Untuk tambahan makan ternak (4 ekor
lembu besar dengan tidak kerdja berat
sepandjang waktu) ......................................... f 30,— ^
Penghasilan ........................................................ f 42,50
Kesatuan ternak disini terdiri dari 4 ekor lembu besar dan
ajam.
Dari kesatuan ternak ini menghasilkan pupuk organik jang
dapat dipergunakan 18 a 2 2 ton tiap-tiap tahun kira-kira tjukup
untuk keperluan pupuk buat 4 ha. Untuk tanaman tebu dibutuh-
kan lagi rabuk zwavelzuure ammoniak (z.a.)
Selama 7 bulan, tenaga 2 orang lelaki kurang mentjukupi
untuk keperluan pekerdjaan. Dalam bulan Desember dan Maret
sampai Djuni kelebihan pemakaian tenaga 10 hari kerdja laki-
laki, dalam bulan Oktober dan Nopember kelebihan pemakaian
tenaga kerdja laki-laki 16 sampai 19 hari. Tetapi dapat djuga
dibantu oleh perempuan atau anak laki-laki setengah dewasa.
Kalau ini tidak mungkin, maka terpaksa memerlukan pe e i"
dja lepas dengan bajaran, atau memakai tenaga tetap sebagai
pembantu dalam perusahaan.
Usaha untuk memetjahkan ini dapat djuga dengan
bah hari kerdja laki-laki dengan 85 selama 7 bulan, djadi un
perusahaan ini bekerdja orang laki-laki 315 hari dan ora ^
perempuan 126 hari, tiap-tiap ternak bekerdja 92 han i
dengan mengangkut dan menggiling tebu. Dengan begim ma
tenaga menganggur boleh dikatakan tidak ada.
Djumlah penghasilan dalam 1 tahun dapat diperhitungkan
sebagai berikut :
Dari hasil pekarangan .............................. f 378,
Dari hasil sawah ......................................... „ 970,—
Dari ternak ................................................. „ 42,50
Djumlah semua ........................................... f 1390,|?0
Rata-rata 1 ha ............................................. „ 347,50
Pertanian sawah dengan pengairan kurang baik ditambah
dengan penanaman tembakau.

Dengan rantjangan penanaman dalam giliran 3 tahun, di-


atur : 1 ha ditanami tembakau sesudah padi rendeng (gendjah).
Tiap-tiap tahun 2 ha dengan padi rendeng biasa (umur pan-
djang). Sesudah tanaman tembakau jang 1 ha, menjusul dja­
gung untuk makanan ternak. Sesudah padi jang dua ha itu,
jang 1 ha ditanami kedele, jang 1 ha dengan djagung djenis
gendjah tidak dengan tjampuran tanaman lainnja.

Penghasilan tiap-tiap tahun :

Makanan ternak Hasil produksi


Luas
Tanaman dim. dim. kw ./ Djumlah
ha Djenis Djenis
kw. ha kw. Harga

1 padi rendeng
gendjah djerami 25 padi 20 2u

CO

1
0
2 padi rendeng
umur pandjang djerami 70 padi 25 50

to

1
0
o
1 tembako — — tembako
kering 5 5 50,—
1 djagung maka- daun 30 —-
| nan ternak
1 | djagung daun 25 djagung 15 15 30,—
1 | kedele daun 5 kedele 5 5 50,—
Djumlah makanan ternak 155 | Harga hasil f 410,—

Untuk perusahan ini diperlukan ternak 2 ekor lembu besar


sebagai ternak kerdja, tiap - tiap tahun menghasilkan seekor
anak, 4 ekor kambing, tiap-tiap tahun menghasilkan anak 3 a 4
kambing, 50 ajam dengan 40 induk a 100 butir telur, dan masih
dapat menghasilkan ajam 2 0 ekor jang dapat didjual.
Pendjualan 1 ekor anak lembu
Pendjualan susu .........................
Pendjualan 3 a 4 ekor kambing
Pendjualan 20 ekor ajam ........
Pendjualan 4000 telur ..............

Semuanja ..................................... f 107 —


Dipotong untuk makanan ternak 20 —

Sisa f 87 —

Dari ternak ini menghasilkan pupuk seperti tipe I : 12 a 15


ton jang baik tiap-tiap tahun. Masih memerlukan tambahan
pupuk terutama untuk tanaman tembakau.
Djuga diperlukan tambahan makanan ternak.
Pemakaian tenaga : dalam 4 bulan diperlukan tenaga lebih
banjak, tetapi kelebihan pemakaian tenaga ini dapat dipenuhi
oleh anggota-anggota keluarga sendiri. Tiap-tiap tahun bekerdja
296 hari orang laki-laki, 133 hari orang perempuan, dan 147
hari ternak. Sedikit sadja waktu jang kosong.
Hasil semuanja dalam 1 tahun :
Dari pekarangan.................................................... f 378,—
Dari sawah ............................................................. „ 410,—
Dari te rn a k ............................................................. „ 87,—

Semuanja ................................................................. f 875,—


Rata-rata 1 ha ....................................................... „ 219,—

T ip e V.
Melulu tanah kering.
Perusahaan ini terdiri dari Vi ha pekarangan dan 4j/£ ha
ladang dengan pemakaian sebagai berikut :
y 2 ha pekarangan dipergunakan untuk perumahan dan se­
bagainja, jang separo (^4 ha), jang V\ ha dipergunakan untuk
tanaman-tanaman seperti berikut :
Hasil Harga :
200 m2 tanaman rempah- ±. f 20,—
250 m2 sajuran (daun2an) 1250 kg >» 62,50
200 m2 katjang2an 200 kg j> 10 —
dengan tomat (100 m2) 200 kg >> 20,—
dan lombok (100 m2) 100 kg n 10,—
600 m2 bambu, turi, lamtoro — 15,—
100 m2 papaja (10 pohon) 200 buah >> 6 —
250 m2 pisang (10 rumpun) 2000 buah >> 10,—
200 m2 djeruk (5 pohon) 1250 buah j) 12,50
200 m2 mangga (3 pohon) 750 buah )> 11 —
300 m2 nangka (5 pohon) 50 buah )5 7,50
kelapa (14 pohon) tersebar 700 butir >> 14,—
400 batang randu sebagai pagar 200 butir >> 80,—
dengan sirih, blimbing dsb. ± ,, 21,50
Hasil kotor tiap-tiap tahun ........................................... f 300,—

Untuk 4 Vi ha tegalan diatur giliran dalam 3 tahun, dalam


3 toigistfv a 1 V2 ha. Berturut-turut setjara giliran (rotasi) di­
atur sbb : Pada waktu rendeng dengan padi gogo, dilandjutkan
dengan djagung makanan ternak; musim kedua : djagung
tjampur dengan katjang tanah, sesudah itu diteruskan : i/2 ha
ubi dan VA ha singkong ; bekas tanaman ubi ditanami kedele ;
jang ditanami singkong sampai musim ke 3, achirnja ditanami
djagung dan katjang tanah.
Penghasilan kotor dalam 1 tahun sbb :
Makanan ternak Hasil produksi.
Luas
T nnaman dim.
(ha) Djenis dim. D jumlflH
Djenis Hurga
kwintal kw./ha kw.

l'A padi gogo djerami 40 padi 27 40 f 160


l'A 1 djagung maka­
! nan ternak daun 50
i'A | kedele daun2 15 kedele 8 12 „ 120
l 'A | djagung daun 80 djagung 20 ■30 „ 60
l'A | katjang tanah daun2 20 ktj. tnh. 9 13 „ 130
J/2 ! ubi daun2 50 ubi 60 30 „ 37
V6 1 kedele daun2 5 kedele 8 4 „ 40
1 1 singkong daun2 10 singkong 150 150 „ 187
l'A djagung daun 80 djagung 30 30 „ 60

i y2 katjang tanah daun2 20 ktj. tnh. 13 13 „ 130

Djumlah : makanan ternak | 370 | Harga hasil | f 925


Ternak untuk tipe ini : 2 ekor lembu sebagai ternak kerdja,
dapat menghasilkan seekor anak lembu satu tahun dan sedikit
susu. Seekor lembu peliharaan jang kemudian dapat didjual,
6 ekor kambing tiap tahun menghasilkan anak 6 ekor, 25 ajam
dengan 20 induk a 100 telur dan masih menghasilkan 10 ekor
ajam untuk didjual. Penghasilan dari ternak ini :
Keuntungan dari pendjualan lembu pemeliharaan f 10,—
Keuntungan pendjualan anak lembu „ 5,—
Pendjualan susu „ 7,50
Pendjualan 6 kambing „ 12,
Pendjualan 10 ekor ajam „ 2,50
Pendjualan 2000 butir telur „ 40,—

Djumlah semua f 77,—


Dipotong untuk tambahan makanan ternak „ 20,—

Sisa penghasilan f 57,—


Hasil pupuk dari ternak ini ada 20 ton tiap-tiap tahun,
jang dapat dipakai 15 a 20 ton. Untuk kepentingan pupuk 5 ton
tiap ha, kekurangannja dipenuhi dengan pembuatan kompos
dan pupuk buatan,
Pemakaian tenaga untuk tipe ini, hanja satu bulan (Pebi'u-
ari) jang dengan pemakaian 60 hari kerdja orang laki-laki.
Dengan 2 keluarga jang mengerdjakan perusahaan ini, maka
tiap-tiap tahun dipergunakan tenaga laki-laki a 170 hari dite-
galan, 43 hari buat tiap-tiap orang perempuan, dan 132 hari
buat ternak kerdja.

Kekosongan waktu dalam tipe ini dalam satu tahun lebih


besar dari tipe-tipe jang lain tadi.

Hasil satu tahun :


Dari pekarangan .............................................. f 300,—
Dari tegalan ..................... ............................... „ 925,—
Dari t e r n a k ......................................................... „ 57,—

Djumlah .............................................................. f 1282,—


Rata-rata dalam 1 ha ...................................... „ 256,40

Tipe VI.

Kombinasi sawah dengan tanah kering.

Perbandingan luas tegal dengan sawah disesuaikan dengan


perbandingan luas sawah dan tegalan jang ada sekarang di
Djawa. Djadi kira-kira 1,75 ha sawah dan 2,25 ha tegalan.
Pekarangan dan ternak sama dengan tipe V.
Pemakaian tanah itu diatur sebagai berikut :
Sesudah padi rendeng 1,75 ha penuh, dilandjutkan dengan
1 ha djagung dengan tjampuran katjang tanah, jang 0,75 ha
dengan kedele.
Pemakaian tanah tegalan diadakan rotasi dalam 3 tahun,
djadi dalam 3 bahagian a 0,75 ha : tahun ke I sesudah padi gogo
diwaktu rendeng, dilandjutkan dengan tanaman djagung untuk
makanan ternak dengan kedele. Tahun ke II dilandjutkan dengan
djagung dan katjang tanah, sesudah itu singkong sampai tahun
ke 3 dan jang penghabisan djagung lagi dengan tjampuran
katjang tanan.
Makanan ternok i Hasil Produksi ~
1 ua? j
Tanaman dim. dalam D jumlah
(ha) Djenis Djenis Harga
kw. kw./ha kw.

sawah: [
1,5 | padi rendeng djerami 75 padi 28 42 f 168
1 •I djagung daun 30 djagung 20 20 „ 40
1 I katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 7 7 „ 70
0,75 j kedele daun2 8 kedele 10 7 „ 70
tegalan: |
0,75 padi gogo
| djerami 20 padi 27 20 „ 80
0,75 djagung maka­
j
nan ternak daun 25
0,75 | kedele daun2 8 kedele 8 6 „ 60
0,75 | djagung daun2 40 djagung 20 15 „ 30
0,75 1 katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 9 7 „ 70
0,75 ] singkong daun2 8 singkong 150 112 „ 140
0,75 | djagung daun 40 djagung 20 15 „ 30
0,75 j katjang tanah daun2 10 ktj. tnh. 9 7
„ 70

Djumlah makanan ternak 284 Harga hasil f 828

Hasil pupuk seperti tipe V, hampir mentjukupi keper-


luan pupuk AVi ha (termasuk pekai'angan). Tetapi masih perlu
tambahan pupuk DS (dubbel superfosfaat) untuk sawah. Pema­
kaian tenaga : dalam 2 bulan (Oktober dan Pebruari) agak
kekurangan tenaga, tetapi kekurangan itu sedikit sadja, dan
dapat dipenuhi dengan tenaga dalam keluarga itu. Untuk peru­
sahaan ini bekerdja orang laki-laki 261 hari, orang perempuan
92 hari, ternak 143 hari dalam 1 tahun.
Djumlah penghasilan dalam 1 tahun :

Dari pekarangan ............................................... f 300,—


Dari sawah dan tegalan ................................... „ 828,—
Dari t e r n a k ......................................................... „ 57,—

Djumlah ............................................................... f 1185,—


Rata-rata penghasilan1 ha (dari 4 Vi ha) f 263,—
Makanan ternak sudah diperhitungkan mengingat kebutuh-
an makanan ternak, kebutuhan zat putih telur, dan sjarat-sjarat
lainnja.
Tergast membandingkan dengan perusahaan pertanian Rak­
jat jang ketjil sekarang ini, mengenai luas kesatuan tanahnja.
Kalau luas kesatuan tanah jang sekai’ang diatur dengan tjara
diatas itu, hasil rata-ratanja tiap ha lebih rendah dari pada
kesatuan tanah jang luas karena kesatuan tanah jang ketjil tidak
dapat efisien untuk diusahakan.
Djadi, tidak sadja perubahan dalam tjara-tjara produksi,
tetapi harus djuga diadakan perubahan dalam bentuk dan luas
kesatuan tanah tiap-tiap perusahaan.
Dengan mempergunakan tjara-tjara jang baru, luas peru­
sahaan pertanian jang ketjil sekarang tidak dapat mentjapai
efisiensi jang sama dengan jang besar.
Perbandingan penghasilan antara perusahaan model baru
(tjampuran) dengan bentuk jang lama (perusahaan ketjil-
ketjil), dapat ditundjukkan sebagai berikut :
----
Perusahaan tjampuran lJerusahaan ketjil

Hasil tiap Tiap2 kelu- 1 Rata-rata (ha) Tiap-tiap Rata-rata


Type keluarga tiap ha,
Perusahaan argo (:2 ) |

I. f 1375.50 ; f 687.50 f 34 4.— f 39 0.50 f 223 —

II. f 1272.50 : f 636.— f 31 8.— £ 37 6.50 f 21 5.—

III. f 1390.50 1 f 695.— £ 347.50 f 371.— f 2 1 2 .—

IV . f 875.— f 437.50 f 21 9.— f 308.80 f 176.50


V. f 1282.— j f 641.— f 256.40 f 33 9.50 f 194.—

V I. 1 f 1185.— j £ 592.50 f 253.— f 253.50 f 144.80

Jang dimaksudkan dengan ,,perusahaan ketjil” jaitu peru­


sahaan dengan luas seperti sekarang, sebagai perusahaan keluar­
ga jang dikerdjakan sendiri, dengan tanah kira-kira 1,50 ha,
pekarangan 0,20 ha dan untuk perumahan 0,05 ha, djadi luas
semua kira-kira 1,75 ha.
Dengan membesarkan tiap-tiap kesatuan tanah perusahaan
pertanian, akan dapat mendjalankan dan mempraktekkan tjara
pertanian jang baru (mentjampurkan ternak dalam perusahaan
pertanian, pemakaian alat-alat jang baru dan usaha-usaha lain­
nja jang menambah perbaikan). Dengan tjara dan bentuk baru
itu, maka akan ada perubahan dalam perbandingan sawah
dengan tanah kering, berdasarkan imbangan jang diperlukan
untuk mendjalankan tjara jang baru itu.
Dari tanah pertanian jang ada sekarang di Djawa dengan
perbandingan antara luas sawah dan tanah kering, untuk mak­
sud itu harus diadakan perubahan sebagian dari sawah didjadi­
kan tanah kering.
Dengan tipe I sampai V jang merupakan masing-masing
dari kesatuan tanah (terdiri dari sawah dan tanah pekarangan),
maka untuk 5 tipe ini, dengan perbandingan tanah pertanian
jang ada, dikira-kirakan sebagai berikut (tipe VI tidak didjalan­
kan d u lu ):

Luas tanah (ha)-


Djumlah
Tipe
perusahaan Pekarangan Djumlah
Sawah Tegalan

I. 300.000 300.000 900.000 | 1.200.000


-
ir. 400.000 400.000 1.200.000 | - 1.600.000
n r. 100.000 100.000 300.000 | _ 400.000
IV. 200.000 200.000 600.000 | _ 800.000
780.000 390.000 __ i 3.510.000 J 2.900.000
v- I
Kalau didjalankan begitu, akan ada sawah jang didjadikan
tanah kering guna mentjukupi keperluan matjam-matjam bentuk
perusahaan pertanian itu.
Dengan perhitungan bahwa tiap-tiap perusahaan akan dapat
ditempatkan 2 keluarga tani, maka atas tanah pertanian di Djawa
sekarang 7.900.000 ha itu akan masih dapat menempatkan
2 X 1.780.000 = 3.560.000 keluarga tani di Djawa jang tetap
mendjadi Tani langsung mengusahakan tanah.
Dengan perhitungan bahwa djumlah keluarga Tani jang
tadinja langsung mengerdjakan tanah 5.000.000 keluarga, maka
dengan perubahan jang baru itu akan hanja 3.560.000 keluarga
sadja jang masih bisa mendapat penghidupan langsung dengan
bertani.
Dengan bentuk dan tjara pertanian jang baru nanti maka
hasil tiap perusahaan pertanian akan naik. Sebagai tjontoh dapat
ditundjukkan, bahwa dari tipe I tiap-tiap perusahaan pertanian
(2 keluarga) hasilnja 1 tahun :
1250 kg sajuran (daun-daunan),
250 kg sajuran bangsa katjang.
300 kg tomat,
100 kg lombok.
20 kwintal ubi,
4 kwintal katjang idjo.
1800 butir kelapa,
5000 buah pisang,
2500 buah djeruk,
400 buah papaja,
Ditambah dengan bambu, turi, lamtoro, kapok, dan sebagai­
nja dari hasil pekarangannja.
165 kwintal padi,
10 kwintal kedele,
12 kwintal katjang tanah,
75 kwintal ubi,
1 ekor lembu,
10 ekor ajam,
2000 butir telur,
6 ekor kambing,
dan susu sedikit.
Produksi seluruhnja buat tanah Djawa, dapat diperhitung-
kan (dalam kwintal) bagi tiap-tiap perusahaan pertanian :

Pekara­
Tarah pertanian (sawah/ladang)
ngan
Tipe
Katjang Sing­
Padi Djagung Kedele Ubi Katjang Sajuran
tanah kong

I. 165 — 10 12 95 — — 18
II. 105 20 24 7 20 — 4 18
III. 75 10 8 12 20 — 4 18
IV . 70 15 5 — 20 — 4 18
V. 40 -' 60 16 26 30 150 4 16.5
Seluruhnja produksi dengan rantjangan itu (dalam hitungan
djutaan kw intal):

1
l

I
i
:
j

idjo
. perusahaan

Singkong
ec
Banjaknja

Djagung

Sajuran
c

Kedele
re
-5
'S7
Tipe

c lo

Katjang
a. ® 5". D
1

I. 300.000 49,5 — 3 3,6 1,2 ! 28,5 — 5,4


II. 400.000 42, 8 13,6 2,8 1,6 — 7,2
! 8-
III. 100.000 7,5 1 0,8 1,2 0,4 — 1,8
1 2‘
— —
IV . 200.000
780.000
14,
31,2 46,5
3 1.
22,5
0,8
1 4‘ 3,2
20,3 — j 23,4 117 12,9
V-
Produksi seluruh | 1 | 1
Djawa : 144,2 58,8 30,9 27,9 4 | 65,9 117 | 30,5
Produksi 1939 83,6 19,9 3,2 i.8 | ± 1,2 | 12,7 83,1 | 15.

Kenaikan 60,6 38,9 27,7 26,1 | ± 2,8 | 53,2 33,9 | 15,5

Dengan hasil tersebut makanan tiap-tiap orang di Djawa


akan dapat diperbaiki dengan mentjapai rata-rata 3000 kalori
tiap-tiap hari, dengan zat-zat lainnja jang tjukup, terdiri dari :
285 gram beras, 95 gram djagung, 68 gram ubi, 20 gram kedele,
15 gram katjang tanah, 15 gram katjang idjo, 35 gram kelapa,
10 gram daging segar, 7,5 gram ikan kering, 3 gram terasi, 20
gram gula, 10 gram rempah-rempah, 135 gram sajuran, 20 gram
lombok, Vi telur, 1 buah-buahan (pisang).
Masalah selandjutnja jaitu mengenai kelebihan tenaga jang
tidak diperlukan langsung bekerdja dipertanian. Setjara garn-
pang orang menetapkan kelebihannja dari djumlah itu jang
harus dipindahkan kelain lapangan, ke industri atau diseberang-
kan.
Perubahan dilapangan pertanian seperti jang digambarkan
itu membawa kenaikan hasil jang besar, akan melahirkan sum-
ber-sumber dan lapangan pekerdjaan lainnja jang bersangkutan.
Kemadjuan dilapangan satu sektor perekonomian akan memba­
wa djuga kemadjuan disektor lainnja.
Dengan angka-angka dapat dikemukakan bahwa :
1. Dari produksi padi jang 144.200.000 kwintal, diperlukan
untuk Tani sendiri 37,400.000 kwintal (dikerdjakan sen-
diri). Jang 40.000.000 kwintal dikerdjakan oleh penggi-
lingan, dan selebihnja jang 66.800.000 kwintal dapat
dikerdjakan oleh penumbukan padi keluarga. Dari ini dapat
memberikan pekerdjaan kepada 130.000 keluarga ,,bekas
Tani” .
Dengan pemeliharaan ajam itik disamping penumbukan
padi, dapat hidup jang baik.
2. Dari hasil kedele dan katjang tanah, surplusnja (selebihnja
dimakan tani), dapat mengadakan perusahaan ketjap,
tempe, tahu, tautjo, minjak katjang, ontjom dan sebagainja.
Kalau tiap-tiap perusahaan keluarga mengerdjakan 500
kwintal 1 tahun dari surplus hasil katjang tanah dan ke­
dele, dapat mengadakan perusahaan jang memberi peker­
djaan 100.000 keluarga.
3. Dari surplus singkong untuk didjadikan gaplek buat selan-
djutnja dikerdjakan dalam pabrik berdjumlah 74.000.000
kwintal singkong basah, dapat memberikan pekerdjaan
(penghidupan) 100.000 keluarga.
4. Buat 1.780.000 perusahaan pertanian baru, memerlukan
alat-alat pertanian tiap-tiap tahun 890.000 badjak besi,
445.000 badjak untuk menjiangi dan mengaduk tanah,
3.560.000 patjul, 356.000 sabit, 356.000 parang. 356.000
aiat penjiang, 356.000 alat penjiang bergigi tiga, 445.000
garu.
Selandjutnja diperlukan alat-alat timbangan, alat-alat pem-
berantasan hama (semprotan) jang dapat dibuat sendiri.
Untuk ini dapat menempatkan 25.000 keluarga.
5. Dengan pertanian bentuk baru ini, diperlukan sedikitnja
satu perusahaan pandai besi ditiap desa untuk keperluan
memperbaiki alat-alat. Kalau tiap-tiap perusahaan pandai
besi bekerdja 3 keluarga, dapat menempatkan 100.000
keluarga.
6. Untuk perusahaan pertanian ini sedikitnja ditiap desa ada
toko dari satu keluarga jang melajani keperluan perusahaan
pertanian, diantaranja pendjualan bibit, pupuk, obat-obatan
pemberantasan penjakit dan hama, dan kepentingan lain-
lainnja. Buat ini sedikitnja dapat memberi pekerdjaan dan
penghidupan lajak 35.000 keluarga.
7. Produksi dari pertanian jang baru ini memerlukan peng-
angkutan jang banjak. Produksi seluruhnja itu akan ber-
putar dan djalan dengan pengangkutan seberat 178.200.000
kwintal. Dengan perhitungan tiap-tiap tjikar mengangkut
7 ton dalam djarak 25 km, diperlukan 89.000 pengusaha
tjikar. Untuk pembuatan tjikar ini dapat kira-kira bekerdja
11.000 keluarga. Djadi lapangan pengangkutan ini dapat
memberi pekerdjaan 100.000 keluarga.
8. Dari hasil jang diangkut 150.000.000 kwintal itu, me­
merlukan karung. Kalau tiap-tiap karung memuat 0,8 kwin­
tal, dan tiap-tiap karung (sisal atau.tikar) dapat dipakai
7 a 8 kali, maka tiap-tiap tahun diperlukan 25.000.000 ka­
rung. Untuk ini dapat bekerdja 12.000 keluarga.
Djadi sebagai hasil kemadjuan dari perusahaan bentuk dan
tjara pertanian itu, akan dapat mengadakan sumber-sumber
penghidupan lainnja. Dan dapat menempatkan orang-orang
untuk mendapatkan penghidupan :
1. Penumbukan padi ............................... 130.000 keluarga.
2. Pengolahan kedele, katjangtanah .. 100.000 keluarga.
3. Pengolahan singkong ......................... 100.000 keluarga.
4. Pembuatan alat-alat pertanian ......... 25.000 keluarga
5. Perusahaan pandai .............................. 100.000 keluarga.
6. Toko-toko didesa .................; .............. 35.000 keluarga.
7. Pengangkutan danpembikinan alat
pengangkutan ....................................... 100.000 keluarga.
8. Pembikinan k a ru n g ............................ 35.000 keluarga.

Djumlah sem uanja........ .. 602.000 keluarga.


Djadi dari penduduk di Djawa masih dapat bekerdja lang­
sung dilapangan pertanian 3.560.000 keluarga, dan dari
perusahaan jang bersangkutan dengan itu 602.000 keluarga
atau 4.162.000 keluarga. Selebihnja itulah jang mesti di-
persoalkan tjara penempatannja, ditambah lagi dengan
tambahan penduduk tiap-tiap tahun ± 600.000.
Kami muatkan pandjang lebar rentjana Tergast pembaha-
ruan dilapangan pertanian, kami maksudkan bahwa sebagai
masalah penghidupan dan kemakmuran Rakjat* Indonesia,
perubahan hukum sadja atas tanah, tidak disertai dengan
perubahan tjara pemakaian tanah sebaik-baiknja tidaklah
besar gunanja. Apa jang digambarkan oleh Tergast masih
dapat diudji kebenarannja dengan praktek, serta kemung-
kinan pelaksanaannja berhubung dengan beberapa faktor.
Terang bukan barang jang mudah jang dapat diselesaikan
dengan tulisan seperti mudahnja membariskan angka-angka.
Mungkin dapat dikatakan sebagai suatu chajal jang tak
dapat dilaksanakan. Tetapi bagaimanapun djuga dapat
menggambarkan tjara memetjahkan satu masalah.
Gambaran rentjana itu baik mendjadi bahan pertimbangan,
sebagai pandangan lebih djauh atas masalah jang kita
hadapi sekarang dan dimasa datang.
Rantjangan itu semata-mata hanja didasarkan atas sudut
dan perhitungan technis dan tidak menjinggung-njinggung
soal hukum agraria dan faktor-faktor psychologis.
Perubahan dilapangan agraria, dimaksudkan sebagai peru­
bahan dilapangan kehidupan seluruhnja jang satu diantara­
nja pengaruh-mempengaruhi dan berhubung erat.
Rentjana itu akan meminta perubahan politik dan hukum
tanah, dan akan meminta perubahan djiwa dan semangat
disamping ketjerdasan otak dan pengetahuan. Dari masja­
rakat desa jang tidak ada perpilahan (diferensiasi) seperti
sekarang, akan terdjadi diferensiasi dalam masjarakat, dan
menimbulkan kemadjuan dimasing-masing lapangannja itu
(tani, dagang, industri dan sebagainja) jang dalam rangkai-
an penghidupan dan kemakmuran berhubungan erat satu
dengan lainnja.
VII. MEMELIHARA KEBAIKAN DAN KESUBURAN TANAH.
ARTI HUTAN BAGI MANUSIA.
Banjak orang menjangka, bahwa bumi jang memberi ma­
kanan kepada manusia itu akan tetap selama-lamanja bermurah
hati mengeluarkan makanan dan akan selama-lamanja manusia
terdjamin keperluannja dengan tiada berkurang, dengan tidak
usah berusaha dan memeliharanja.
Sampai dimana kesanggupan bumi kita memberi makan
kepada manusia ini, L. M. Schwarz menerangkan dalam bukunja
„Harta Sedjengkal” dengan setjara populer bahwa :
Sesungguhnja jang dapat memberi makan kepada manusia
itu hanja selapis tanah jang subur jang tidak lebih dari satu
djengkal tebalnja. Lapisan tanah jang sedjengkal inilah jang
mendjadi modal dan sumbernja makanan. Lapisan jang se­
djengkal ini dapat berkurang faedahnja dan dapat habis karena
perbuatan manusia atau binatang jang merusak atau karena
angin jang menghembuskan bagian jang tipis ini. Kalau lapisan
jang tipis ini hilang, maka hilanglah makanan manusia.
Tanah ialah batu jang mendjadi lembut karena dimakan
hari, kena udara, kena air serta zat-zat jang terkandung di-
dalamnja. Batu jang ditumbuk halus bukanlah tanah, karena
tak dapat tumbuh tanam-tanaman, djika tidak ada pengaruh dari
luar. Air dan udara serta zat-zat jang ada didalamnja memakan
batu itu, dan oleh karena ada anasir-anasir jang ada didalamnja
timbul keluar dan melekat disisi bagian-bagian jang halus sekali.
Dengan anasir-anasir jang demikianlah dapat diisap oleh akar
tumbuh-tumbuhan. Bunga tanah (humus), jaitu ampas tumbuh-
tumbuhan jang sudah busuk, sangat berguna bagi kesuburan
tanah, dan baik pengaruhnja terhadap batu jang dimakan hari
itu. Makin dalam lapisan tanah, makin sedikit udara dan air
hudjan jang masuk, makin sedikit pengaruh bunga tanah, dan
karena itu tanah itu tidak begitu subur.
Lapisan tanah jang berguna, jang dapat ditanami jaitu jang
dapat diisap zat-zatnja oleh akar tumbuh-tumbuhan. Lapisan ini
tidak tebal.
Lapisan ini karena terus-menerus dimakan zat-zatnja oleh
akar tumbuh-tumbuhan, lama-lama dapat habis isinja jang ber­
guna. Ketjuali itu dapat djuga lapisan tanah jang tipis ini hilang
dihembuskan angin jang keras atau dapat hanjut karena air
jang keras mengalir.
Tanah jang sudah hilang lapisannja jang subur itu sudah
tidak ada lagi chasiatnja bagi manusia.
Kerusakan tanah sematjam ini berarti habisnja makanan
bagi kita sampai datang kepada anak tjutju turunan kita.
Mungkin untuk selama-lamanja tidak dapat dipergunakan lagi.
Memikirkan pendjagaan dan pemeliharaan kebaikan dan
kesuburan tanah berarti mendjaga habisnja makanan untuk kita
dan untuk anak tjutju kita. Nasib kita, nasib Indonesia, dan
nasib manusia tergantung dari kemurahan hati lapisan tanah
jang tidak lebih dari sedjengkal itu, jang dapat larut dan hilang
kalau tidak kita djaga, dan dapat habis kalau kita boroskan
pemakaiannja. Pemborosan pemakaian tanah, dan kelalaian pen­
djagaan dari bahaja kelarutan, akan menimbulkan bahaja bagi
penghidupan manusia berabad-abad.
Penduduk dunia ini makin lama makin besar djumlahnja.
Semuanja memerlukan makan. Berdjuta-djuta manusia itu meng-
gantungkan hidupnja dari lapisan tanah jang sedjengkal itu.
Menurut penjelidikan, pada tahun 1630 penduduk dunia
ada 400.000.000. Dua abad kemudian, jaitu pada tahun 1830
sudah mendjadi 800.000.000, lipat dua banjaknja. Tiga turunan
kemudian, pada tahun 1900 penduduk dunia sudah mendjadi
1.500.000.000, dan pada tahun 1940 meningkat mendjadi
2.000.000.000. Menurut taksiran, kalau tiap-tiap tahun tambahnja
penduduk 1,5%, maka dalam waktu 70 tahun lagi penduduk
dunia sudah mendekati 4.000.000.000. Semua itu manusia jang
minta makan. Minta djaminan hidup dari lapisan tanah itu.
Ahli-ahli statistik telah menjelidiki, bahwa lebih dari Vi-nja
penduduk dunia ini diam pada V 2o dari permukaan bumi.
Kebanjakan penduduk dunia diam pada 3 daerah ketjil jang
subur tanahnja.
Di Eropa dan Rusia Barat jang luasnja 7.800.000 km2 diam
500.000.000 orang. Di Timur Djauh, jaitu Mandsjuria, Tiongkok,
Tonking dan Djepang jang luasnja 4.550.000 km2 tinggal disana
500.000.000 orang, sedang daerah jang ketiga jaitu jang meliputi
Ceylon dan India. Penduduk 2.000.000.000 ini sekarang hidup
dari 1600.000.000 ha tanah, atau rata-rata 0,8 ha tanah untuk
menghidupi 1 orang. Ada lagi negeri jang bagian tanahnja
kurang dari Vi ha seorang.
Dunia masih kekurangan makan, karena tambahnja pen­
duduk tidak seimbang dengan tambahnja bahan makanan.
India dan Pakistan bertambah penduduknja antara tahun
1931 — 1941 sebanjak 50.000.000 orang. Karena itu terpaksa
pada tahun 1947 harus mendatangkan beras 2.000.000 ton dari
lain negeri. Pada tahun 1948 kekurangan itu bertambah men­
djadi 2.800.000 ton, dan tahun 1949 meningkat mendjadi
4.000.000 ton.
Berhubung dengan masalah makanan ini, maka pendjagaan
dan pemeliharaan kesuburan tanah sebagai sumbernja makanan
itu harus diperhatikan betul-betul.
Kerusakan tanah itu disebabkan karena kelarutan atau erosi
jang menjebabkan hilangnja lapisan tanah jang subur, jaitu
lapisan tanah jang dapat memberi makan itu.
Erosi ini disebabkan karena air jang melarutkan tanah, dan
ada djuga karena angin kentjang jang menghembuskan -lapisan
tanah bagian atas itu.
Selandjutnja L. M. Schwarz menerangkan bahwa banjak-
nja tanah subur di Djawa jang tiap-tiap tahun dihanjutkan oleh
air sungai ada 200.000.000 ton. Kalau tanah itu diangkut dengan
kereta api memerlukan 13.000.000 gerbong. Ini hanja untuk
tanah Djawa sadja.
Tanah subur jang dihanjutkan sungai itu dapat dilihat dari
warna air sungai jang kuning, jang mengalir terutama kalau
kebetulan bandjir. Warna air sungai jang kuning itu tidak lain
dari lumpur tanah jang dihanjutkan. Balai Penjelidikan Tanah
dapat menundjukkan berapa lumpur jang dihanjutkan m en u ru t
keadaan tanah masing-masing di beberapa daerah. Dari tanah-
tanah jang ada gunung apinja tanah-tanah jang hilang tiap-tiap
tahun 5 ton tiap hektar. Ditanah-tanah kapur jang tidak kuat
menahan bahaja erosi sampai 65 ton setahun tiap hektar. Buat
tanah-tanah jang bergunung api; lapisan tanah jang hilang tiap
tahun ada % mm, sedang bagi tanah daerah kapur 4 mm tiap
tahun.
Kalau dihitung bahwa lapisan tanah jang subur itu hanja
kira-kira 15 cm, djadi dapat ditaksir, kalau terus dibiarkan
keadaan sematjam itu kira-kira 50 tahun tanah-tanah itu keha-
bisan lapisan jang subur, sekalipun disusul djuga tanah baru
dari lapisan batu jang kena hari, tetapi tidak seberapa.
Tanah jang dihanjutkan sebanjak 200.000.000 ton di Djawa
itu mengandung 150.000 ton asam fosfor jang sama nilainja
dengan 350.000 ton pupuk fosfor jang sangat dibutuhkan untuk
pupuk perbaikan tanaman. Dengan kehanjutan lapisan tanah
itu berapa djuta rupiah uang jang hilang untuk mengganti pupuk
jang harus ada dilapisan tanah itu, agar tanah itu tetap mem­
beri hasil.
Menurut penjelidikan jang didjalankan atas tanah-tanah di-
lereng-lereng gunung jang berhutan lebat, lereng-lereng jang
ditanami dengan alang-alang, djagung dan tanaman lainnja,
tanah-tanah jang dihanjutkan air menurut tjuramnja tanah,
djenis tanah serta tjara mengusahakannja, banjaknja hudjan
didaerah, dapat diketahui bahwa daerah-daerah jang berhutan,
lapisan tanah jang hilang itu sedikit sekali, boleh dikatakan
tidak ada. Kalau hutannja ditebas orang, maka kehanjutan tanah
bertambah besar.
Jang menjebabkan erosi ialah perbuatan manusia, jang
merusak-rusak hutan. Rusaknja hutan menjebabkan hudjan jang
djatuh tidak dapat perlahan-lahan karena tidak ada jang me-
nahan, dan karena derasnja mengalir melarutkan tanah, dan
menimbulkan bandjir.
Dimana-mana manusia datang merusak hutan, mengadakan
tanah pertanian, dan akibatnja menimbulkan erosi. Tanah-tanah
jang ditinggalkan manusia sudah tidak dapat dipakai lagi. Ter-
kadang buat selama-lamanja.
Erosi ini terdjadi dimana-mana.
Negeri Mesopotamia, negeri pertanian jang pertama. Subur
tanahnja dan makmur penduduknja. Pengairan baik sudah
sedjak djaman Pemerintahan Hamurabi 2000 tahun sebelum
Isa. Karena iri hati negeri-negeri tetangganja terdjadi pepe­
rangan, perampasan dan pengrusakan hutan-hutan. Timbul
erosi, dan hilanglah kesuburan tanah dan kemakmuran.
Negeri Suria jang makmur didjaman dulu. binasa karena
emsi, dan se’karang tinggal bekas-bekasnja sadja.
Afrika Barat terdjadi erosi jang hebat. Gurun Sahara tiap
tahun bertambah pandjang keselatan 10 km. Tambahnja pendu­
duk menjebabkan perluasan tanah-tanah pertanian dengan mem­
buka hutan-hutan untuk perladangan jang merugikan. Hutan-
hutan ditebang, hingga kaki-kaki gunung jang dulu ada tanam-
tanaman penahan mendjadi gundul sama sekali. Hutan habis
ditebang. Keadaannja sangat berat dan menjedihkan, sebagai
diutjapkan oleh Menteri Jan Smuts : „Erosion is the biggest
problem confronting the country, bigger than any politics” (erosi
adalah masalah jang paling besar bagi negara, lebih besar dari
masalah politik manapun).
Di Amerika saban tahun tanah jang hilang karena keha-
njutan itu ada 3.000.000.000 ton, tjukup untuk mengisi kereta
api jang pandjangnja 18 kali keliling dunia. Untuk mengedjar ke-
hilangan tanah lapisan subur ini dikeluarkan uang $ 160.000.000
untuk membeli pupuk tiruan. Tetapi uang sebanjak itu hanja
dapat menutup 5% sadja dari tanah jang hilang karena erosi.
Seribu tahun lamanja kaisar-kaisar Tiongkok mempertahan­
kan hutan-hutan dinegerinja. Siapa jang menebang hutan men­
dapat hukuman berat. Karena itu sawah-sawah mereka tetap
subur selama 2000 tahun. Tetapi kemudian tanah-tanah jang
subur itu sudah hilang, disebabkan selalu adanja huru-hara,
kepindahan penduduk dan pengrusakan hutan, sawah-sawah
tidak terurus.
Pada tahun 1934, Sungai Kuning menghanjutkan kira-kira
1.500.000 m3 lumpur, atau sama dengan 450.000 ha tanah jang
tebalnja 20 cm. Junani lama terdiri dari 60% hutan, sekarang
hutannja hanja tinggal 5%. Akibatnja sekarang hanja 2% sadja
tanah jang subur disana. Kemiskinan Sepanjol disebabkan ka­
rena peternakan domba jang tidak terbatas, jang menimbulkan
kerusakan tanah-tanah dan hutan.
Rusia jang kematian 5.000.000 penduduk antara tahun
1921 — 1922 disebabkan karena pemakaian tanah jang tidak
semestinja. Sesudah itu berusaha sekuat-kuatnja untuk melin-
dungi sawah-sawah di Ukraina dan Odessa dengan segala matjam
alat jang modern.
Di Australia orang mendjadi pusing kepala karena memi-
kirkan kerusakan tanah disebabkan karena banjaknja kelintji.
Banjak tanah jang tidak dapat dipakai lagi karena dirusak
kelintji.
Di Texas pada 11 Mei 1934 terdjadi taufan abu jang me-
nerbangkan 300.000.000 ton tanah. Kerugian ini sama dengan
kehilangan tanah subur 1 2 0 . 0 0 0 ha.
Tanda-tanda erosi diseluruh Indonesia sudah nampak dibe-
berapa daerah :
Dilereng-lereng pegunungan Karo sebelah selatan Medan.
Antara Tjirebon dan Sumedang, terdapat tanah-tanah jang rusak,
hanjut dan runtuh, sawah-sawah terbenam pasir dan batu.
Daerah tanah kapur antara Semarang dan Surabaja, erosi
meradjalela.
Di Sumba nampak tanah-tanah jang tandus dan djurangnja
banjak jang tidak ada tumbuh-tumbuhannja.
Di Timor, angin kentjang dari Australia dapat membahaja-
kan karena dapat menghembuskan tanah subur dari daerah-
daerah jang tidak berhutan.
Menurut penjelidikan, pulau Timor sekarang salah satu
pulau-pulau di Indonesia jang sudah mulai menderita bahaja
erosi.
Di Sulawesi Tengah, Toradja terus-menerus penebangan
hutan, dengan tidak mengingat akibatnja, jang sekarang tidak
lagi dapat meneruskan bertjotjok tanam. Sungai Sadang dapat
mengairi 60.000 ha. Tiap-tiap hari menghanjutkan tanah 17.000
m 3 dari daerah Toradja.
Daerah Palu tanahnja sudah mati, sawah-sawah terbenam
dibawah batu dan pasir. Kebun-kebun njiur musnah djika turun
hudjan hebat.
Berhubung dengan ini, maka tidak boleh dipandang ringan
gunanja hutan buat kepentingan pertahanan kebaikan dan
kesuburan tanah, disamping keperluan hasil kaju.
Dikalangan Rakjat masih memerlukan pengertian jang tju-
kup akan gunanja hutan, hubungannja dengan keperluan perta­
niannja sendiri dan kepentingan masjarakat lainnja. Kurangnja
pengertian akan gunanja hutan, menimbulkan sangka bahwa
adanja hutan itu hanja karena tanah itu belum dibuka atau di­
usahakan, dan tidak dirasakan sebagai kebutuhan jang langsung
bagi hidupnja! Terutama di Djawa dimana orang sangat merasa-

J
kan kekurangan tanah pertanian, menganggap bahwa adanja
hutan itu sebagai barang jang berlebih-lebihan disamping keku­
rangan tanah untuk pertanian jang sangat mendesak.
Kurangnja pengertian akan gunanja hutan, menimbulkan
tindakan jang dapat mengakibatkan bahaja, jang tidak dapat di-
elakkan lagi, tindakan jang dapat menimbulkan malapetaka bagi
pertanian kita turun-temurun.
Ketandusan tanah karena erosi jang menghanjutkan lapisan
tanah jang baik buat pertanian menghilangkan chasiat tanah
itu bagi manusia dan akan menimbulkan bahaja kemiskinan dan
kelaparan jang tidak dapat dikedjar kembali dalam puluhan
dan ratusan tahun.
Berapa luas hutan di Indonesia dapat ditundjukkan dibawah
ini (angka-angka tahun 1942) :

Luas hutan
Djiwa
Luas daerah
D, tiap-tiap Djumlah % dari
dalam km^
km2 km2 luas daerah

1. Djawa Barat I 46.876,7 1 301 ! 11.205 I 23,9


2. Djawa Tengah 37.375,1 506 ) 6.946 1 18,6
3. Djawa Timur 47.922,3 1 389
i
14.345 29,9
Djawa dan Madura 132.174,1 391 32.496 24.6
4. Sumatera 473.605.9 21 292.400 62.
5. Kalimantan 539.460.0 5 416.000 77.
6. Sunda Ketjil, Sula­
wesi dan Maluku 759.105.7 14 498.600 66.
Luar Djawa 1.772.171,6 13 1.207.000 68.
Malaja (1939) 132~24070_ 41 102.160 77.
Pilipina (1938) 296.296,0 52 117.895 66.
Hutan diseluruh dunia ada kira-kira 3.600.000.000 ha, atau
kira-kira 30% dari luas tanah seluruhnja.
Sebelum perang dunia II, Finlandia mempunjai hutan 73%,
Swedia 56%, Rusia 45%, Djerman 28%, Perantjis 19%, Inggris
5% , Djawa 26%, Sumatera 6 6 %, Kalimantan 80% dan Sunda
Ketjil, Sulawesi dan Maluku 70%.
Tambahan hasil kaju tiap tahun seluruh dunia ditaksir
114.000.000.000 meter3, tetapi pemakaian kaju tiap-tiap tahun
168.000.000.000 m3. Djadi persediaan kaju dalam satu tahunnja
berkurang 55.000.000.000 m3.
Pada pertengahan abad ke - 20 persediaan hutan di Amerika
berkurang 50%. „Gangguan” jang paling besar ialah pembatja-
pembatja surat kabar. Mingguan dari New York Times sadja
memerlukan hutan 50 ha. Orang belum hemat dengan pemakai­
an kaju. Dalam pemasakan bubur kaju sadja sering hilang 50%
kaju jang turut terbuang dengan air.
Hutan seluas itu di Djawa jang 2/ 3 -nja sebagai hutan pe-
lindung dan jang sepertiga lainnja hutan jang dipelihara itu
menghasilkan kaju dan bahan-bahan kaju lainnja. Hutan jang
dipelihara Pemerintah ada ± 3.000.000 ha.
Hutan pelindung untuk mendjaga keadaan air, hawa dan
memelihara keadaan tanah (hydrologis, klimatologis dan orolo-
gis), terletak digunung-gunung.
Hutan jang tidak dipelihara oleh Pemerintah di Djawa ada
342.000 ha, jaitu hutan-hutan jang biasanja terletak ditepi laut,
tidak penting artinja bagi masjarakat, makin lama makin ber­
kurang karena didjadikan tanah pertanian atau didjadikan hutan
tutupan. Disamping itu ada hutan tanah partikelir ( sebagai tanah
tjadangan onderneming) seluas ± 1 0 0 . 0 0 0 ha, terdapat terutama
di tanah partikelir Pamanukan dan Tjiasem. Ada lagi hutan
Kasunanan dan Mangkunegaran seluas semua 44.975 ha (sebe-
lum revolusi), jang sedjak tahun 1947 digabungkan dengan
Djawatan Kehutanan.
Apa gunanja hutan, dapatlah diterangkan,^bahwa ketjuali
memberikan hasil kaju (kaju bakar dan bahan-bahan perkakas)
serta hasil-hasil lain-lainnja jang berhaga, djuga sebagai pendja-
ga dan pengatur air hudjan, pentjegah bahaja bandjir. Ketjuali
itu untuk mentjegah kehanjutan lapisan tanah jang dapat menje-
babkan ketandusan tanah jang akibatnja akan membahajakan
bagi kesuburan tanah.
Hutan dipegunungan-pegunungan gunanja sebagai pengatur
hudjan. Hudjan jang djatuh ketanah tertahan oleh daun-daun
kaju djadi tidak keras djatuhnja dan terus meresap kebumi
melalui lapisan daun-daun kaju jang merupakan lapisan tanah
jang paling atas.
Dengan begitu maka air itu tidak keras mengalir, jang
dapat menjebabkan bandjir. Bandjir itu ketjuali akan merupa-
kan bahaja menghanjutkan benda-benda dan dapat mentjelaka-
kan manusia, djuga menghanjutkan lapisan tanah jang sangat
berguna bagi tanam-tanaman.
Sebaliknja air jang meresap dalam tanah itu dimusim ke­
marau akan keluar dari mata air, dapat menambah air keper­
luan diwaktu kemarau.
Menurut penjelidikan Ir. Gaade debit sungai Brantas
sesudah pembukaan hutan diatas dan keliling permulaan sungai
itu selama waktu 17 tahun, mendjadi kurang 39%.
Laporan Ir. De Vries menerangkan bahwa sesudah pem­
bukaan hutan-hutan dipegunungan-pegunungan, pendapatan
hasil padi sawah dalam Kabupaten Bangil dalam setahunnja
mendjadi kurang 2 0 0 . 0 0 0 pikul.
Pada bulan Desember atau Djanuari banjak turun hudjan
di Kediri, Djember, Patjitan, Bagelen, Demak, Brebes dan lain-
lain jang menimbulkan bandjir. Tiap-tiap tahun orang disitu
menderita akibatnja, kerusakan tanaman, rumah-rumah, keha-
njutan ternak dan lain-lainnja.
Orang hanja tahu banjaknja hudjan jang menimbulkan
bahaja bandjir. Tidak mengetahui atau tidak mengerti apa jang
menjebabkan, dan tidak mengingat akan hutan jang dibabad,
jang mendjadi sebabnja bahaja itu. Hudjan jang turun ditanah
pegunungan jang gundul (tak ada hutan atau tumbuh-tumbuhan
kaju) dikawedanan Ponorogo, Slaung, Taman Sari dikaresidenan
Madiun mengalir semuanja kesungai Madiun. Air itu makin
lama makin penuh dan meluap. Karena sungai ini penuh, air-air
hudjan jang mengalir dikota Madiun tidak dapat mengalir ke­
sungai, dan tertahan disitu. Ini sebabnja tiap tahun kota Madiun
menderita bandjir. Bandjir jang saban tahun dikota Madiun ini
disebabkan buruknja hutan didaerah pegunungan Ponorogo
Selatan. Dengan pembabadan hutan digunung-gunung jang tidak
dengan menghitung akan gunanja hutan itu, bahaja sematjam
itu akan makin besar dan berulang-ulang terdjadi.
Bandjir dikota Kediri jang tiap tahun diderita akibatnja,
disebabkan tak adanja hutan di pegunungan Trenggalek, Ngunut
Selatan dan sekelilingnja.
Sebagai diutarakan tadi air hudjan jang turun dipegunungan
dengan lekas mengalir ketempat-tempat jang rendah dan ac h ir-
nja kesungai jang makin besar. Dengan adanja hutan atau
tumbuh-tumbuhan kaju ditanah pegunungan, k e d ja d ia n - k e d ja -
dian sematjam ini akan dapat diperketjil. Air hudjan j anS
djatuh dihutan akan lambat mengalirnja karena tertahan oleh
rintangan-rintangan jang berupa batang kaju. akar-akar dan
kotoran-kotoran dari pohon-pohon. Kelambatan mengalirnja ini,
memberi kesempatan sebagian air itu meresap masuk ketanah,
dan sedikit sadja jang mengalir kesungai jang m e n je b a b k a n
bandjir itu. Bandjir ini tidak hanja diderita oleh orang-orang
dilembah-lembah, tetapi d ju g a menghantjurkan bangunan-ba-
ngunan jang sangat berguna bagi masjarakat, seperti djembatan
djembatan, rumah-rumah, djalan-djalan dan sebagainja. Dan
jang paling membahajakan bagi orang Tani ialah akibat ketan-
dusan tanah jang tidak dapat dikira-kirakan bahajanja bagi
pertanian dan bagi keselamatan turunan-turunan kita.
Dalam bukunja „Hutan, Reboisasi, Industri” Supardi selan-
djutnja menerangkan angka-angka luasnja hutan jang sekarang
dibabad Rakjat diantaranja terdapat dibeberapa tempat Djawa
Tengah 9.946 ha (Pekalongan 2.210 ha. Pemalang 1.438 ha,
Tjilatjap 2.680 ha, Purworedjo 1.147 ha, Balapulang 851, ha,
Purwodadi 115 ha, Jogjakarta 537 ha, Pati 454 ha, Purwokerto
288 ha. dan Magelang 226 ha). Menurut „Mingguan Ekonomi
Indonesia” tanggal 27 Maret 1948 hutan-hutan jang ditebang
sedjak tahun 1942 di Djawa dan Madura : Di Djawa Barat hutan
jang hilang sampai Maret 1947 ada 180.000 ha. Diseluruh Djawa
dan Madura antara 400.000 a 500.000 ha. Sedang tambahan
hutan baru (kaju jang ditanam) antara 1891 1936 (45 tahun)
ada 360.000 ha.
Berhubung dengan itu, maka soal penghutanan kembali
(reboisasi) mendjadi masalah nasional kita jang besar. R e b o is a s i
ini pertama kali perlu didjalankan terhadap tanah-tanah jang
sekarang tidak ada tumbuh-tumbuhannja, dan tak subur guna
keperluan pertanian, seperti terdapat di :
1. Lereng gunung Idjen, beberapa puluh ribu ha.
2. Lereng utara dan timur Gunung Semeru.
3. Lereng timur Wilis.
4. Lereng barat Gunung Lawu.
5. Pegunungan Ponorogo Selatan dan Patjitan serta Treng-
gSIGK.
6 . Gunung Sewu Surakarta, Jogjakarta (Bajat, Gunungkidul).
7. egunungan Menoreh (batas Jogjakarta dan Kedu).
8 . Lereng timur dan Utara Gunung Sumbing.
9. Pegunungan sebelah utara Kutoardjo, Kebumen, Karang-
anjar, Gombong.
1 0 . Pegunungan Kumbang.

] 1 . Pegunungan antara Gunung Tjereme dan Sanggabuana


(Madjalengka, Nunuk), Pegunungan Kremeng (Tjirebon).
1 2 . Pegunungan sekeliling Bandung dan lain-lain jang luasnja
puluhan dan ratusan ribu ha.
Rantjangan penghutanan ini sudah lama, dan sudah sedjak
tahun 1931 oleh Gubernur Djenderal Pemerintah Hindia Belan­
da ditetapkan satu Panitia berkewadjiban untuk menjelidiki dan
memberikan pemandangan-pemandangan, keterangan dan pela-
poran-pelaporan kepada Pemerintah tentang aturan-aturan untuk
memperbaiki dan memelihara hutan di Djawa, lagi pula me­
njelidiki dan mengusulkan hal-hal jang penting tentang itu.
Maksud untuk membentuk Panitia itu ialah untuk :
a. niempertahankan keadaan hutan jang ada pada waktu itu;
b. m e n j e l i d i k i keadaan hydrologis dan orologis setelah per-
Iuasan hutan tjadangan.
Sebelum itu sudah banjak peraturan-peraturan jang me-
ngenai pendjagaan tanah untuk menolak bahaja erosi, untuk
mempertahankan kebaikan dan kesuburan tanah-tanah dianta­
ranja :
1 . Stbl. 1819 no. 5 (Landrente bepalingen);
2. Stbl. 1870 no. 55 dan 118 (Agraris wet dan Agraris
Besluit);
3. Stbl. 1865 no. 96, le Boschreglement;
4. Stbl. 1874 no. 79, le Ontginningsordonnantie ;
5. Stbl. 1874 no. 110, 2e Boschreglement;
6 . Stbl. 1884 no. 4060, Sirkuler Dep. B. B. 1884, tentang tja­
dangan hutan (B o sc h r e se rv e r in g ).
7. Stbl. 1890 no. 115, tentang tjadangan hutan di Djawa
(boschreservering op Java).
8 . Stbl. 1896 no. 44, 2e Ontginningsordonnantie]
9. Stbl. 1905 no. 41, perubahanStbl. 1896no. 44 ;
10. Stbl. 1905 no. 42, pembatasansementaratjadangan hutan.
11. Stbl. 1925 no. 483 ;
12. G. B. 13 Mei 1934 no. 2 dan
13. B. W. pasal 720 — 736.
Kita perlu meneruskan pekerdjaan ini, dengan memper-
hitungkan kepentingan-kepentingan untuk pertanian, kepen­
tingan hutan sampai batas luas jang tidak lagi dapat dikurangi.
Mempertahankan luas hutan untuk kepentingan diatas,
tidaklah berarti tidak harus diadakan penindjauan kembali
keadaan hutan jang sekarang ada di Djawa, dihubungkan dengan
keadaan tanah pertanian.
Disamping banjaknja hutan jang dibabad selama Djepang
dan revolusi ini, terdapat tanah-tanah hutan jang memang dapat
didjadikan tanah pertanian, tetapi sebaliknja banjak sekali
tanah-tanah pertanian Rakjat jang sesungguhnja sudah tidak
baik lagi dipertahankan terus mendjadi tanah pertanian dan
baik kalau didjadikan hutan.
Penindjauan ini untuk kalau perlu, dengan penjelidikan
jang saksama, tanah-tanah pertanian Rakjat dibeberapa tempat
diubah mendjadi hutan, dan sebaliknja beberapa hutan diubah
mendjadi tanah pertanian. Djuga dalam akan mengembalikan be­
kas hutan mendjadi hutan kembali (herbebossching) harus di-
ingat hal-hal ini. Tanah-tanah bekas hutan jang sekarang djadi
tanah pertanian, tetapi sesungguhnja tidak baik, harus dimasuk-
kan dalam rentjana reboisasi. Djanganlah penghutanan kembali
(reboisasi) ini hanja sebagai usaha mengembalikan status jang
lama, luas, matjam dan tempatnja, dengan tiada penjelidikan
lebih landjut tentang adanja beberapa kemungkinan.
Berapa minimum luas hutan jang harus dipertahankan, dan
tidak dapat dikurangi lagi untuk kepentingan diatas (hidrologis,
klimatologis dan orologis), hal ini tidak dapat ditentukan dengan
prosentasenja perhitungan luas dengan tidak memperhitungkan
keadaan dan sifat daerah-daerah itu. Masing-masing tempat jang
keadaannja berbeda-beda (tanah datar dan tanah-tanah pegu-
nungan) memerlukan perhitungan sendiri untuk kepentingan
hutan. 1
Masalah ini akan mendjadi masalah jang besar, jang akan
mengadakan perubahan letak dan luas hutan disesuaikan dengan
kepentingan diatas.
Dengan penindjauan itu akan menghasilkan ketentuan,
tempat-tempat mana jang harus didjadikan hutan, sekalipun
sekarang bervvudjud tanah pertanian Rakjat. Sebaliknja disam­
ping itu, hutan-hutan mana jang dapat didjadikan tanah per­
tanian Rakjat, mengingat letak serta baik buruknja bagi
kepentingan pertanian, dan dapat tidaknja dilepaskan dari
keperluan hutan.
Djalan lain jang harus ditempuh untuk mempertahankan
kebaikan dan menambah kesuburan tanah ketjuali penghutanan
kembali, djuga pemetakan tanah-tanah dilereng-lereng gunung
dan tanah-tanah jang miring. Disamping itu pemupukan tanah
sangat penting dan harus didjalankan dengan sebaik-baiknja.
P E N U T U P.

Tjukup sudah kiranja pengupasan masalah agraria, sebagai


masalah penghidupan Rakjat, jang banjak sangkut pautnja.
Sebagai satu masalah jang mendjadi sendi penghidupan masja­
rakat, soalnja meliputi seluruh kehidupan Rakjat. Erat hubung­
annja dengan soal-soal politik, soal ekonomi dan soal-soal sosial.
Penjelesaiannjapun tidak tjukup hanja ditindjau dari satu segi
sadja.
Dalam rangkaian jang bulat, pentinglah pengupasan me­
ngenai soal jang erat bersatu, jaitu persoalan mengenai Tani-nja
sendiri.
Masalah agraria m e n d ja d i sendi-sendinja masalah Tani.
Masalah Tani adalah masalah manusia jang bulat, sebagai soal
jang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan.
Segala rantjangan perubahan seperti diutarakan dimuka
itu, baik dilapangan hukum, sosial, ekonomi dan dilapangan
technik, semuanja merupakan usaha bulat jang tidak dapat di-
petjahkan dan diselesaikan, kalau soal itu baru mendjadi per-
soalannja orang-orang jang ada diluar kalangan Tani sendiri.
Perubahan masjarakat Tani tidak dapat hanja dipaksakan dan
diperintahkan dari atas atau dari luar kalangannja.
Dalam mengupas masalah Tani sekarang, orang biasa me-
mandang dari sudut dan sebagian segi-seginja sadja. Tani baru
merupakan objek penindjauan dan penjelidikan. Mendjadi ba­
han peladjaran untuk mentjoba-tjoba resep-resep orang pandai
baik dari orang politik maupun orang technik.
Umumnja orang mempersoalkan Tani sebagai orang jang
berdiri diluarnja. Tidak sebagai persoalan atas satu masalah
jang dihadapi dan membelit dirinja. Belum dirasakan perdju­
angan Tani sebagai perdjuangannja sendiri. Karena itu, maka
bagaimanapun baik dan tinggi tjita-tjitanja, sering-sering hanja
merupakan „sikap belas kasihan” , untuk menjampaikan rasa
tjinta kasihnja terhadap machluk Tani jang pantas dibelas ka-
sihani.
Setengahnja lagi orang menjelidiki dan mempeladjari ma­
salah Tani, dengan mempeladjari watak, tabiat dan adat istiadat
orang Tani, diperlukan untuk mentia • ^
adat itu dapat diteruskan pengiSaD:! djalan bagaimana dengan
Sikap mengasihani orang Tani1 Penindasan-
lamatannja, agar dapat mempertahanV §an melindungi kese-
sebagai budi luhur, sama sadja dP diri dari seranSan Iuar’
adaan jang lama supaja djangan rusfk” memPertahankan ke'
Dorongan agar orang Tani tidnh
ofensif, supaja orang Tani tahu akal f ° SZf defens^ tetaPx aktif
djawab dan hak disamping kewarSn, ffo diri; tahu tan39ung
mesti didjalankan. dJibannja, itulah usaha jang
Untuk menjambut keadaan dan ,
seperti diuraikan semuanja itu Ubahan hidup seluruhnja

“ u akan bak di- .


keadaan dan membongkar r J n A l P,at me"Subah s®fala
bibitnja segala soal bagi Tani. g ‘ akar ^ mendjadi
Tiada dengan kesedaran Tani ^ * i,
buat apa-apa ®„„tUk kebaikan Ta„ »£

, f ® otte 1 1 3 0 men weinig voor de boer


doen, ais het met door de boer gebeurt”
t na^°nrgf l SaSi- Tf f mei upakan laPangan Tani menjusun ke-
kuatan. Sebagai alat perdjuangannja, untuk membebaskan diri-
nja dan penmdasan politik, ekonomi dan sosial. Disana beladjar
menambah ketjerdasan otak dan djiwanja, dan dengan kese-
darannja nanti membongkar segala pokok dan alat jang men-
dja 1 sumber kemiskinan dan kesengsaran, untuk memperbaiki
hidupnja.
Masjarakat harus mengubah pandangannja terhadap Tani,
dari pandangannja dimasa lampau, jang memandang Tani seba­
gai objek, sebagai sasaran untuk kepentingan orang lain.
Bukan Tani penurut, bukan Tani jang selalu sedia mendjadi
sasaran pemerasan, jang dapat memberikan kebahagiaan masja­
rakat kita, melainkan Tani jang sedar, Tani jang tahu akan
harga diri, dan karena itu dapat dan sanggup mengubah tjara-
tjara bekerdja, itulah jang akan dapat menghasilkan makanan
jang lebih berguna dan manfaat, dan itulah jang akan membuat
bahagia masjarakat.
Dengan ini kami tutup karangan kami ini, sebagai persem-
bahan kami kepada masjarakat.
Ditengah-tengah kegelapan, terbajang sinar bahagia bagi :
Saudara-saudaraku Tani Indonesia, Pradjurit tak dikenal
orang ! ! !
LAMP I RAN - LAMPI RAN.
Lampiran: I.
PEMERINTAHAN DESA, PERATURAN2 TENTANG TJARA
MEMERINTAH SERTA PERATURAN RUMAH TANGGA DESA
DALAM DAERAH PEMERINTAHAN DI DJAWA DAN
MADURA.

M e n i m b an g :
Perlunja ada ketetapan tentang peaturan-peraturan menge­
nai pemerintahan dan anggaran rumah tangga desa di Djawa
dan Madura.
Mengingat:
Pasal-pasal 20, 29, 31, 33 dan 71 dari Peraturan tentang
kebidjaksanaan Pemerintah.
Menetapkan:
Peraturan dibawah ini tentang pemerintahan dan anggaran
rumah tangga dari desa-desa di Djawa dan Madura.
B a b I.
Tentang Organisasi dan pendapatan uang masuk dari
Pamong Desa.
Pasal 1.
Pemerintahan didesa didjalankan oleh Kepala Desa, dibantu
oleh beberapa orang jang ditundjuk, jang dengan Kepala desa
tersebut merupakan pemerintah desa.
P a s a l 2.
a. Peraturan tentang pemilihan Kepala-kepala Desa dan penge-
sjahan oleh jang berwadjib, dengan mengingat ketetapan-
ketetapan dalam pasal 71 dari Peraturan Pemerintahan, di­
tetapkan dengan Peraturan Umum.
b. Susunan pemerintahan desa selandjutnja ditetapkan oleh
Dewan Perwakilan Rakjat Kabupaten, dengan"disjahkan oleh
Dewan Pemerintah Propinsi.
c. Tjara penetapan dan pemetjatan anggauta-anggauta dari
Pamong Desa, ketjuali Kepala Desa, diserahkan kepada D.P.R.
Kabupaten, mengingat adat ditempat itu.
P a s a 1 3.
Pendapatan jang diberikan oleh Desa kepada Kepala Desa
dan perabot-perabot desa lainnja jang berupa tanah bengkok,
maupun matjam lainnja, djika hal ini mungkin dan mengingat
djuga kepentingan Rakjat diatur oleh Bupati, mengingat per-
aturan-peraturan jang ditetapkan oleh D. P. R. Kabupaten me­
ngenai hal ini.
B a b II.
Tentang pemerintahan desa jang mendjadi wakilnja.
P a s a l 4.
Dengan tak mengurangi apa jang tertulis dalam titel kedua
dari Inlandsche Reglement tentang kewadjiban seorang Kepala
Desa, umumnja Kepala Desa tersebut bertanggung djawab atas
berlangsungnja pemerintahan, keadaan rumah tangga desa, ke­
tjuali djika kewadjiban tersebut diserahkan kepada orang lain.
P a s a l 5.
a. Kepala Desa berkewadjiban mengatur peralatan, keuangan
dan milik-milik dan kekajaan lainnja dari desa, sesuai dengan
peraturan-peraturan jang ditetapkan oleh D. P. R. Kabupaten
dan pada umumnja ia berkewadjiban mengganti kerugian
jang timbul karena kemalasan atau kechilafannja.
b. Dari pada peraturan-peraturan jang tersebut dalam ajat per-
tama, diketjualikan tentang pendirian utang-piutang jang
kemudian akan ditetapkan dalam ordonansi.
Pasal 6.
a. Pada waktu mendjalankan kewadjibannja Kepala Desa me­
minta nasehat kepada anggauta-anggauta lainnja dari peme­
rintahan desa. e
b. Pada waktu mengambil keputusan soal-soal jang penting,
ia sebelumnja berunding dulu dengan rapat, jang terdiri atas
anggauta-anggauta Pemerintahan desa, dan djuga penduduk
jang berhak memilih Kepala Desa, sesuai dengan adat tjara
setempat.
c. Djika keputusan-keputusan jang akan diambil itu hanja me­
ngenai kepentingan-kepentingan dukuh sadja, maka jang
dipanggil untuk menghadliri rapat ialah mereka jang berhak
memilih Kepala Desa, dan beberapa orang jang menurut adat
tjara setempat dapat turut serta dalam rapat tersebut.
d. Keputusan jang tersebut dalam ajat kedua, djika ia berten-
tangan dengan undang-undang atau kepentingan umum,
selamanja dapat dibatalkan oleh D. P. R. Kabupaten ja’ni
dengan besluit jang memuat sebab-sebabnja.
Tentang keputusan dari D. P. D. Kabupaten boleh meminta
banding pada D. P. D. Propinsi, dalam waktu sebulan.
P a s a l 7.
Sesuai dengan peraturan-peraturan, pamong desa bertang-
gung djawab atas dapat dipakainja bangunan umumnja, umpa-
manja : djalan-djalan dengan djembatan dan selokan-selokannja,
gedung-gedung, lapangan-lapangan, pasar-pasar, leiding air dan
tempat air.
Pasal 8.
a. Kepala Desa mewakili desa didalam dan diluar hukum.
b. Seperti jang tersebut dalam ajat pertama pasal 11 sub c,
ja’ni dengan surat kuasa, maka D.P.D. Kabupaten dapat
menundjuk orang lain buat menggantikan Kepala Desa se­
bagai wakil, bilamana ada sjak, bahwa Kepala Desa itu tidak
akan dapat mempertahankan dengan baiknja keperluan de-
sanja.
e. Penundjukan jang tersebut dalam ajat diatas ini tidaklah da­
pat berlaku, ketjuali kalau bagian terbanjak dari penduduk
jang wadjib memilih Kepala Desa mufakat dengan perbuatan
jang dikehendaki itu dan tjotjok dengan pemilihan peng-
ganti itu.
d. Surat panggilan dan sekalian surat lain dari djuru sita akan
diberitahukan kepada Kepala Desa sendiri atau ditempat
kediamannja. Pegawai, jang diperintahkan mendjalankan
pekerdjaan djuru sita memberitahukan perbuatannja itu ke­
pada D. P. D. Kabupaten.
P a s a l 9.
a. Sewaktu Kepala Desa berhalangan, berdasarkan artikel-arti-
kel jang memuat hak-hak dan kewadjiban Kepala Desa, maka
kewadjiban tersebut diserahkan kepada seorang jang berhak
menurut adat tjara setempat.
b. Peraturan diatas ini berlaku djuga untuk mereka, jang me-
wakili Kepala Desa, pada waktu ia berhalangan mendjalan­
kan kewadjibannja, dengan pengertian bahwa D.P.D. Kabu­
paten jang menundjuk orang jang harus mewakili desa
didalam dan diluar hukum, orang tersebut dapat djuga
orang jang mewakili Kepala Desa atau orang lainnja.
B a b III.
Dari hal milik dan kekajaan dari Desa dan penuntunan
hak atas nama Desa.
P a s a l 10.
Ketjuali apa jang tersebut firman Pemerintah tanggal 1
April 1885 no. 22 (Indische Staatsblad no. 102), dari art. 11
bab b, peraturan ini, dilarang mendjual atau menggadaikan
tanah desa.
Pasal 11.
1). Djika D.P.D. Kabupaten tak memberikan idjin tertulis desa
tak diperbolehkan :
a. memindjam uang.
b. membuat persetudjuan dengan sjarat-sjarat jang memberat-
kan jang bertudjuan mendapatkan tanah, mendjual, meng­
gadaikan tanahnja dan rumah dan barang-barang lainnja
jang tak dapat bergerak.
c. menuntut atau menerima suatu dakwaan atas dasar hukum,
djika masih ada djalan lain.
2 ). Surat izin menurut alinea (1) itu tak dapat diberikan, se-
belum disetudjui oleh jang wadjib memilih Kepala Desa jang
terbanjak.
Permufakatan dari orang jang berhak memilih Kepala De­
sa tidak diperlukan untuk menuntut utang kepada Bank
dan Lumbung desa.
3). Djika ada penolakan pemberian idjin tersebut, maka D.P.D.
Kabupaten itu memberi tahukan kepada D.P.D. Propinsi.
P a s a l 12.
1). Persetudjuan dari suara terbanjak penduduk desa jang bep
hak memilih Kepala Desa itu diminta, djika ada :
a. penjerahan tanah desa kepada negara.
b. pemakaian atau pemindjaman dari tanah desa kepada
bangsa Indonesia.
c. pemakaian atau pemindjaman dari barang-barang tak
bergerak kepunjaan desa.
2 ). Kalau dipandang perlu D.P.R. Kabupaten mengadakan
pembatasan barang-barang jang termasuk tak bergerak
(onroerende goederen).
3 ). Persetudjuan tertulis dalam alinea 1 sub b dan c tak boleh
melebihi waktu 5 tahun.
Pasal 13.
1). Pemilik dari tanah desa, pemilik apanage tak diperbolehkan
memindjamkan tanahnja kepada bangsa Indonesia lebih la­
ma dari waktu memakainja.
2 ). Persetudjuan-persetudjuan tersebut dalam alinea diatas tak
merobah hubungan hukum sipemindjam atau jang memin-
djam terhadap negara atau desa, dengan tak mengurangi ke-
kuasaan kedua belah pihak jang berhubungan dalam meme-
nuhi kewadjibannja kedua belah pihak, jang tertjantum
dalam persetudjuan.
3).Mengobah luasnja dan lamanja memakai bagian-bagian ta­
nah desa, hanjalah boleh terdjadi dengan mufakatnja tiga
perempat dari banjaknja orang jang berhak mendapat bagi­
an tanah desa, atau tanah kepunjaan pedukuhan jang mem­
punjai tanah peladangan sendiri.
Pasal 14.
1). Tindakan-tindakan, persetudjuan-persetudjuan jang dibuat,
jang bertentangan dengan artikel-artikel dalam bagian ini,
dianggap tak sjah.
2) .Penuntutan pembajaran kembali dari apa jang telah dite­
tapkan semula, sebagai jang tersebut dalam alinea-alinea
diatas, tak diperbolehkan; atau penuntutan-penuntutan la­
innja jang berdasarkan persetudjuan semula.
Pasal 15.
(dit j abut). j
B a b IV.
Tentang perintah kerdja wadjib didesa dan padjak desa.
P a s a l 16 .
1). Kepala Desa berhak memanggil penduduk desa untuk
mengerdjakan kerdja wadjib didesa, berdasarkan atas art.
3,4, dan 7 dengan mengingat adat tjara setempat dan meng­
ingat pula peraturan-peraturan D.P.R. Kabupaten untuk
mengadakan pembatasan-pembatasan jang adil.
2 ).Dimana menurut djalannja pemerintahan tanggung djawab
diserahkan kepada orang atau Badan tadi.
P a s a l 17.
Peraturan-peraturan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuh-
an desa sebagai jang tersebut dalam alinea 1 dan artikel diatas
atau tindakan jang lain untuk berganti-ganti melakukan kerdja
wadjib didesa djika tidak diperintahkan oleh Pemerintah tak
boleh didjalankan sebelum mendapat persetudjuan dari dju­
mlah terbanjak penduduk desa (jang berhak memilih Kepala
Desa).
P E N U T UP.
P a s a l 18 .
D.P.R. Kabupaten mengatur bagaimana mesti dinjatakan
mufakat jang tersebut pada fasal 11,12,13 dan 17 dan keputus­
an tersebut pada ajat kedua dari pasal 6 .
P a s a l 19.
Jang dimaksudkan dengan bangsa Indonesia dalam Ordo-
nansi ini tak termasuk mereka jang dapat hak persamaan.
P a s a l 20.
1 ). Ordonansi ini dinamakan :
Inlandsche Gemeente Ordonantie (Peraturan Desa).
2 ). Ordonansi ini berlaku di Djawa dan Madura.
Ordonansi ini mulai berlaku :
pada 1 Maret 1906.

im
KETERANGAN ORANG JANG HARUS BERODI. *)
Menurut pasal 1 dan 2 pasal 1 ordonansi tanggal : 21 Ja-
nuari 1914 (Stbl. No. 101), 28 Maret tahun itu djuga (Stbl.
No. 316), 9 Januari 1915 (Stbl. No. 21) dan tanggal 21 Januari
1916 (Stbl. No. 6 6 ) dengan segala ubahannja menurut Stbl. 1919
No. 723, Stbl. 1920 No. 658 dan 692, Stbl. 1924 No. 72, Stbl.
1928 No. 62).
Stbl. 1914 No. 101.
a. dikeresidenan Rembang.
orang jang mempunjai tanah peladangan (bouwgrond),
empang (belumbang), pekarangan, kebun atau rumah,
begitu djuga kepala rumah tangga satu-satunja jang tidak
memburuh kepada orang lain.
b. diafdeling Krawang karesidenan B etaw i: orang jang mem­
punjai tanah peladangan, empang, pekarangan, kebun atau
rumah, ketjuali jang hanja mempunjai rumah sadja dibagian
distrik Sindangkasih dan Darangdan, jang dahulunja dise-
but distrik Gandasoli keresidenan Periangan;
c. dikeresidenan Pekalongan :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun;
d. dikeresidenan Tjirebon :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun, dan djuga diafdeeling Tjirebon (ketjuali controle-
afdeeling Kuningan) dan afdeeling Indramaju, begitu pula
didistrik Radjagaluh, Djatiwangi dan Madjalengka (ketjuali
11 buah desa jang dahulu masuk bagian distrik M adja):
sekalian jang mempunjai rumah dan segala orang jang diam
disitu jang tidak memburuh kepada orang lain;

Tjatatan : Betawi = Djakarta; afdeling = kabupaten.


) Disalin d a ri: „Desahoofd verkiezingen, Handleiding ten dienste van
de Inlandsche Bestuurs ambtenaren op Java en Ma-
doera”, Dikeluarkan oleh Dep. van Binnenlandsch
Bestuur.
e. dikaresidenan Semarang:
I. orang jang mempunjai tanah peladangan, empang, kebun
atau pekarangan; didistrik Semarang, Kendal, Kaliwungu
dan Weleri, lain dari pada golongan jang tersebut diatas itu;
II. sekalian orang jang mempunjai rumah dan jang diam disitu
jang tidak memburuh kepada orang lain; dan diibu kota
afdeeling : Pati, Kudus dan Djapara dan diibu kota distrik
Djuana, lain dari pada golongan jang tersebut mula-mula;
III. sekalian orang jang mempunjai rumah dan sekalian kepala
rumah tangga satu-satunja jang tidak memburuh kepada
orang lain.
f. dikaresidenan Banten :
sekalian kepala rumah tangga satu-satunja, jang laki-laki
dan kuat bekerdja.
Jang disebutkan mempunjai tanah peladangan menurut
maksud pada 1 & 1 ordonansi dalam staatsblad 1914 No. 101,
jaitu orang jang bersawah jasan atau jang berhak barang salah
satu atas tanah itu, atau jang mempergunakan sawah kradjan
atau tegalan kradjan.
Jang tersebut itu berlaku djuga tentang empang, pekarang­
an atau kebun. Dikeresidenan Pekalongan maka hutan nipah
atau rembulung dan kebun kopi monosuko, asal sadja kopi itu
bukan untuk pengganti tanaman paksaan, disebut kebun dju­
ga. Dikabupaten Krawang (keresidenan Betawi) maka hutan
nipah disebut kebun djuga.
Stbl. 1914 No. 316.
Menurut Stbl. 1914 No. 316 maka jang wadjib berodi dike­
residenan Betawi, ketjuali diafdeeling Krawang :
Segala orang laki-laki bangsa Bumiputra jang kuat beker­
dja; ja’ni jang terutama diam atau jang sebenarnja diam dike­
residenan Betawi, ketjuali afdeeling Krawang (sekarang kabu­
paten Krawang), (lihat Stbl. 1920 No. 658).

Tjatatan : bangsa Bumiputera = bangsa Indonesia.


Stbl. 1915 No. 21.
a. dikeresidenan Pasuruan :
orang jang mempunjai tanah peladangan, empang, peka­
rangan, kebun atau rumah ;
b. dikeresidenan Kediri dan Madiun :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun;
c. dikeresidenan B esu k i:
diafdeeling Banjuwangi : sekalian orang laki-laki jang kuat
bekerdja; diafdeeling lain-lain: orang jang mempunjai tanah
peladangan, empang, pekarangan, kebun atau rumah;
d. dikeresidenan Surabaja:
1. diafdeeling Surabaja, Sidoardjo, Modjokerto dan Djombang:
orang jang mempunjai tanah peladangan, empang, peka­
rangan, kebun, rumah atau turus (lukah = wuwu);
2. diafdeeling Gresik (ketjuali distrik Bawean) dan Lamongan:
I. didesa jang bertanah peladangan: orang jang mempunjai
tanah peladangan, pekarangan atau kebun.
II. didesa jang tidak bertanah peladangan: kepala rumah tang­
ga satu-satunja;
3. didistrik Bawean afdeeling Gresik: segala laki-laki jang kuat
bekerdja, jang umurnja menurut taksiran antara 18 dan
50 tahun.
4. Dikabupaten Bodjonegoro dan Tuban: orang jang mempu­
njai tanah peladangan, empang, pekarangan, kebun atau
rumah, begitu pula kepala rumah tangga satu-satunja jang
tidak memburuh kepada orang lain.
e. dikeresidenan Madura:
1 . sekalian orang laki-laki jang kuat bekerdja, jang telah ka-
win;
2 . duda jang beranak gadis jang sudah sampai ’umur atau jang
beranak laki-laki budjang jang kuat bekerdja, ja ’ni kalau
anak itu serumah dengan dia;
3. salah seorang anak laki-laki budjang jang kuat bekerdja,
diam serumah dengan bapaknja jang sudah tidak kuat be­
kerdja, ketjuali kalau dalam rumah itu ada diam djuga se-
orang anak laki-laki jang kuat bekerdja dan berbini atau
menantu laki-laki jang wadjib berodi menurut sub 1 .
Stbl. 1916 No. 66.
Jang wadjib berodi menurut Stbl. 1916 No. 6 6 , ialah:
a. dikeresidenan Priangan :
orang jang mempunjai tanah peladangan, tebat ikan (situ),
pekarangan atau kebun;
b. dikeresidenan Banjumas:
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan, ke­
bun atau bagian tempat menangkap ikan di Segara Anakan;
c. dikaresidenan Kedu :
orang jang mempunjai tanah peladangan, pekarangan atau
kebun.

KETERANGAN ORANG JANG LEPAS RODI.


Stbl. 1914 No. 101.; Stbl. 1914 No. 316.; Stbl. 1915 No. 2.1;
Stbl. 1916 No. 6 6 .
Jang lepas rodi ialah golongan orang ini :
a. pegawai negeri, kepala desa dan lid pengums ^tesa, begitu
djuga (dikabupaten Betawi, Meester-Coraelis dan Bogor)
orang jang seisi rumah dengan. airAenar itu;
b. guru agama, pendjaga kuburan keramat, pegawai mesdjid
dan (bagi djadjahan jang termaksud dalam Stbl. 1914
No. 101) orang perdikan, djika mereka itu diaku sah oleh
Kepala pemerintahan gewes, akan tetapi tentang orang per­
dikan itu hanjalah berlaku aturan itu selama oleh Gubernur
Djenderal belum diadakan batas kemerdekaannja itu;
c. orang, jang tiada tersebut pada a dan b, jang oleh kepala
pemerintahan gewes dibebaskan dari pada rodi; membebas-
kari itu harus dengan mengingati ’adat atau karena meng-
ingati pangkat atau keturunan orang itu.
d. or&ng jang menurut putusan Kepala pemerintahan gewes
bo^eh dianggap bekas amtenar, dan militer pensiunan;

Tjatatan : Kepala Pemerintah Gewes = Residen ; Mr Cornelis = Djati-


negara.
e. pegawai negeri dan kepala desa jang diperhentikan dengan
hormat sesudah mereka berturut-turut mendjalankan peker­
djaan sekurang-kurangnja 30 (tiga puluh) bagi pegawai
negeri dan 5 (lima) tahun lamanja bagi kepala desa, atau
kepala desa, jang belum bekerdja sekian lamanja, apabila
diberhentikan dengan hormat karena desanja disatukan de­
ngan desa lain (Stbl. 1919 No. 723);
f. djanda orang jang tersebut pada a, d dan e ketjuali djanda
lid pengurus desa bukan djanda kepala desa;
g. I. orang jang bertjatjat, jang telah tua (djom po) dan
perempuan djanda tjerai, dan djanda kematian laki lain
dari pada jang tersebut pada f, jaitu djika mereka itu
miskin (papa),
II. dan dikabupaten Betawi, Meester-Cornelis dan Bogor; se­
gala orang jang miskin (papa);
h. penduduk tanah jang telah diserahkan pada perusahaan
tanah atau perusahaan keradjinan dengan hak barang, kalau
penduduk itu mendjadi pegawai tetap pada perusahaan itu;
i. penduduk desa perdikan, jang telah disebut dalam register
jang ditetapkan oleh Gubernur Djenderal (ketjuali dikabu-
paten Betawi, Meester-Cornelis dan B ogor).
Lain dari pada itu,
dikeresidenan Tjirebon :
j. penduduk keraton dalam ibu-kota Tjirebon dan penduduk
desa Sunjaragi dan Argasunja jang masih turut djadi tanah
krapjak Sultan tituler di Tjirebon; begitu djuga dibebaskan
sekalian turunan radja Tjirebon dahulu kala, jang bergelar
„Raden” keatas
dikeresidenan Banten : ^
k. orang Badui jang masuk kegolongan orang kadjeruaifr.
dikeresidenan Madura : \
1. (Stbl. 1915 No. 21, pasal 1 & 2 jo. Stbl. 1924 Nc*,. 72)
orang barisan jang berpangkat opsir atau dibawahnja dan
jang telah dilepas dengan mendapat pensiun, gasi: atau
onderstand, atau jang dilepas sebelum mereka mendapat
pensiur, gasi atau onderstand karena barisan itu disusutkan,
jaitu hanjalah sampai pada waktu mereka boleh dikerdjakan
pula pada barisan; lain dari pada itu opsir dan jang dibawah
pangkat opsir itu, jang sudah mendapat bintang tandjung,
bintang tanda keberanian dan kesetiaan (moed en trouw),
bintang tanda lama dalam dines, atau jang mendapat krontje.
m. Dikabupaten Betawi, Meester-Cornelis dan B og or; orang
jang berdjabatan negeri tetapi jang bekerdja pada orang
lain buat selama tempoh tersebut pada perdjandjian-beker-
dja atau selama ia bekerdja padanja (Stbl. 1920 No. 658).
Aturan pada ajat tadi tidak akan mengubah hak jang telah
didapat dan disahkan oleh peraturan rodi, jang ditjabut
dengan ordonansi ini.
Menurut ordonansi tanggal 15 Maret 1923 jang dimuat da­
lam Stbl. 1923 No. 113 jang diubah menurut ordonansi tang­
gal 18 November 1926 (Stbl. No. 500). lid Dewan Ra’jat,
raad lokal, raad dan madjelis bestuur harian dalam provincie
dan perkumpulan jang tegak sendiri jang letaknja dalam
provincie itu, tidak dikenakan rodi dan dibebaskan dari
pada kewadjiban membajar padjak pengganti rodi.
PERDJANDJIAN DESA DALAM KABUPATEN
SIDOARDJO. * ).
1. Djika lurah bikin betul rumah, pagar dan lain-lain dapat
sojo orang gogol, angguran dan (sinoman) tidak dengan
bajaran tjuma kasi makan, dan lurah sendiri sudah sedia
perkakas.
2 . Djika ada orang slametan, lurah dapat kue-kue atau
daging.
3. Saben tahun kumpulan dirumahnja lurah urus pekerdjaan
dan lain-lain, lurah kasi makan pada orang gogol banjak
ada desa jang ganti sawah 1 bau buat ongkos kumpulan
ada jang urunan wang ada jang tidak pakai sedia makan­
an serta orang gogol rembug saben tahun satu orang
mesti bikin rumah genting dengan dapat sawah 4 bau
buat ongkos.
4. Orang gogol saben tahun sedekah desa ada dipunden atau
sawah satu-satunja orang bawa makanan sendiri-sendiri
buat selametan. Kalau pakai nanggap tandak, ongkosnja
ambil dari uang tombokan satu orang f. 0 ,2 0 , dengan
bawa makanan sendiri-sendiri.
5- Perempuan dalam desa kawin pada laki dari lain desa
kena pelangkahwates f. 1 .— dari lain district f. 2 .— dari
lain negeri f. 5.— dibagi pada lurah dan perintah.
Djika geredja, sebak desa, djembatan, gardu paal wangkit
desa atau lain-lain pekerdjaan desa rusak, orang gogol
dan angguran jang punja pekarangan (bakukarang) mes­
ti sedia perkakas atau urun buat garap, djika tidak bisa
kasi dihukum lain-lain pekerdjaan desa, boleh djuga
djual pekerdjaan gogolan 1 tahun buat beli perkakas.
7. Djika lurah pergi bajaran padjeg kecollecturan, kumpulan
district atau menghadap ariaja kekabupaten, dapat gondal.
8 . Saben hari lurah dapat orang pantjen dan lurah mesti
kasi makan. Tebasan pekerdjaan pantjen 3 hari 3 malam

*) Disalin menurut aselinja dari Adatrechtbundel II, Java en Madoera.


kalau musim ketiga f. 1 .— kalau rendeng f. 0 ,7 5 . (tidak
tentu banjaknja ada jang ditebas sawah).
9. Perkakas tulis jang beli tjarik sendiri ada djuga tjarik
dapat wang f. 15.— atau sawah 50 ru satu tahun.
1 0 . Djika lurah perintah garap sawah bagiannja sendiri, bo­
leh sojo orang gogol angguran dan sinoman tidak pakai
bajaran tjuma kasi makan.
1 1 . Waktu pembajaran padjeg, jaitu pada hari jang ditentukan
orang-orang gogol dan angguran mesti datang dirumahnja
lurah akan menitjil atau minta tempo, djika perintah de­
sa tidak datang dan tidak menitjil padjegannja pertama
kali dihukum pekerdjaan desa 3 hari, kedua kali dilepas
dan pekerdjaannja, djikalau orang gogol tidak datang
dan tidak menitjil padjegnja pertama kali dihukum -^eker-
djaan desa 3 hari, kedua kali 6 hari, ketiga kaliL/a sam­
pai disusul perintah pada hari kumpulan desa dilepas
gogolnja 1 tahun.
12 . Djika orang gogol teledor pekerdjaan heerendienst atau
lain-lain dihukum pekerdjaan desa 3 hari, djika bagiannja
ambil krikil atau batu, jang teledor ditarik wang pembe-
liannja sadja dan dihukum pekerdjaan desa 6 hari, djika
itu orang sangat malas maka ditarik 2 kali uang pem-
belian.
13. Orang gogol dan perintah-perintah desa jang salah men-
tjuri atau tjampur mentjuri, batjok rodjokojo, babati ta­
naman disawah atau pekarangan, babati atau bakar tebu,
bakar rumah atau lain-lain kedjahatan sampai dihukum
oleh pengadilan, sepulangnja dari hukuman diberhen-
tikan gogolannja 1 tahun selamanja dia ada hukuman pe­
kerdjaannja mesti diwakili, djika tidak ada jang makili
dilepas gogolnja.
14. Orang gogol atau perintah djika ketamuan orang dari
lain desa, district atau negeri sampai bermalam maka
tidak raport pada lurah atau perintah, selainnja hukuman
dari negeri pertama kali kalau orang gogol dihukum pe­
kerdjaan desa 1 0 hari, djika angguran didjagakan gerdu
6 malam, djika sampai 2 kali kesalahan b^feitu kalau
orang gogol dilepas gogolnja kalau angguran tidak boleh
djadi gogol.
15. Orang patrol dalam desa paginja terus menjapu didjalan
desa, dan dimestikan saben malam keliling 4 kali, djika
tidak dihukum patrol lagi 6 malam.
16. Orang-orang djaga gardu didalam desa, djam 6 mesti su­
dah datang dipendjagaan, djikalau sampai laat atau sam­
pai kepatrolan atau tjowok, sesudahnja dihukum negeri,
dihukum pekerdjaan desa 3 hari. Djika bisa tahan ma-
liiig atau tahan bukti dibebaskan dari pekerdjaannja desa
1 bulan dan dapat wang pesangon dari gogol semua. Ka­
lau pagi-pagi gerdu kedapatan masih kotor, jang djaga ma-
lamnja dihukum pekerdjaan desa.
17. B'arang siapa kedapatan dalam rumah atau pekarangannja
aaa orang main jang tidak dapat izin dari negeri mesti
ditangkap dan diraportkan kenegeri, sepulangnja dari hu­
kum dihukum pekerdjaan desa 1 2 hari; kalau lain politie
jang tangkap perintah desa dilepas dari pekerdjaannja
lamanja 3 tahun. Siapa djuga jang tahu ada orang main
tetapi tidak rapport dihukum pekerdjaan desa.
18. Djikalau orang laki berkendak pada perempuan dalam de­
sa maka keduanja sama budjang, lantas dikawinkan, ka­
lau perempuan sadja budjang (tidak punja laki) diraport­
kan pada negeri, sepulangnja ditarik wang f. 5 .— kalau
orang perintah f. 7, 50, kalau lurah f. 10.— atau tidak
dikasi pantjen dalam 1 bulan, selainnja bajar itu wang,
kalau gogol berkendak pada perempuan jang berlaki di­
lepas gogolnja, kalau perintah dilepas dari pekerdjaannja.
19. Djikalau orang gogol dapat perintah pekerdjaan negeri,
maka ketinggalan pada kontjonja (temannja), dihukum
pekerdjaan desa 6 hari, djikalau perintah dilepas dari pe­
kerdjaannja. Djikalau gogol waktu mengerdjakan peker­
djaan negeri disusul pulang sebab kesakitan atau kema-
tian, boleh dapat permisi dan pekerdjaannja diganti lain
orang.
20. Djika orang gogol permisi tidak keluar pekerdjaan negeri
sebab sakit sampai 1 bulan ditarik wang f. 1 — dan dihu-
kum pekerdjaan desa 6 hari, maka djika jang perempuan
kedapatan djualan atau kulakan kepasar djika itu gogol
sudah sembuh dihukum pekerdjaan desa 6 hari.
Djualan hasil pekarangan boleh. Banjaknja orang jang
boleh minta permisi tidak boleh lebih dari 3 orang.
21. Djika orang gogol kesakitan bini atau lain-lain dalam
rumahnja dapat permisi lamanja 1 0 hari, tapi seumpama-
nja itu orang kedapatan buruh-buruh mentjari keun-
tungan itu orang dihukum pekerdjaan desa 6 hari.
22. Djika orang gogol permisi sakit, maka kedapatan djusta,
dihukum pekerdjaan desa 6 hari. Djika sampai 1 tahun
belum sembuh, diberhentikan dari pekerdjaannja dan
diganti alwarisnja.
23. Djika orang gogol pergi kelain district dapat permisi sa­
tu hari satu malam kelain negeri lima hari lima malam,
djikalau datangnja laat dihukum pekerdjaan desa 1 hari.
24.- Djika orang gogol pergi tidak dengan permisi pada lurah
dan jang perempuan djuga tidak rapport, sedatangnja di­
hukum pekerdjaan desa 6 hari. Begitu djuga dilarang tidak
boleh pergi tidak dengan permisi dari djam 6 sore sampai
djam 6 pagi.
25. Djika orang gogol permisi pergi djauh maka kedapatan
dekat sedatangnja dihukum pekerdjaan desa 6 hari.
26. Djika orang gogol bininja melahirkan 'anak dapat permisi
lamanja 5 hari. Orang lain desa melahirkan anak diitu
desa tidak pakai ditarik apa-apa.
27. Djika orang gogol pegatan diberi tempo 3 bulan, djika
kematian bininja diberi tempo 6 bulan akan kawin lagi,
djika belum kawin pada hari kumpulan desa diberhenti­
kan dari gogolnja.
28. Djika orang gogol ada anak djoko lebih dari satu jang di­
kenakan pekerdjaan desa tjuma satu.
29. Orang gogol tidak boleh minta berhenti dari gogolnja lain
dari pada waktu kumpulan desa, djika maksa djuga di-
turuti tetapi dibelakang tidak boleh djadi gogol lagi,
begitu djuga kalau minta berhenti sebab sakit atau pindah
djuga dituruti. Djika orang gogol jang beluin bajar pa-
djagnja, maka pekarangannja lantas didjualnja oleh orang
gogol semua, buat kembalikan uang persewaan pada orang
gogol dan bajar padjegnja.
30. Djika orang gogol bikin betul rumah dapat permisi 5 hari
biarpun kebetulan ada pekerdjaan desa.
31. Djika orang gogol mati sesudahnja bagi sawah, sawahnja
dirudjat lagi, djika matinja waktu sawahnja sudah ngurit
itu sawah diterimakan pada bini atau anaknja dan musti
bajar padjagnja, djika turut menjewakan jang buat bajar
padjag uang dari fabrik.
32. Djika orang gogol bikin rumah gandok dapat permisi 30
hari rumah dhorogepek 15 hari.
33. Djika orang gogol punja kerdja mantu atau menjelamkan
dapat permisi 30 hari, 7 hari dimuka mesti rapportkan
pada lurah.
Djika arisan pakai nanggap dapat permisi 15 hari dengan
dapat sojo orang gogol 1 lamanja 15 hari.
34. Djika pakai nanggap tandak, ditentukan 1 orang tombok
1 talen (25 cent) djika ada orang jang tidak mau tombok,
dihukum (dibeseti) dan dihukum pekerdjaan desa 6 hari.
35. Djika orang dapat arisan besar tidak pakai sinoman dan
biodo jang dapat arisan sojo semuanja sendiri.
36. Djikalau penganten baik laki, baik perempuan diarak, di­
tarik uang f. 0,25. buat dibagi pada anak angon.
37. Djikalau sinoman biodo kawin, sama desanja sendiri, jang
perempuan ditarik pesaren (selawat) f. 0,25. kalau dapat
lain desa tidak.
38. Saben tahun waktu bagi sawah jang mesti pilih lebih da-
hulu lurah, perintah, gogol muka dan seterusnja. Siapa
jang bagiannja kurang mesti lekas rapport, kalau laat
ditolak.
39. Djika ada orang baru minta djadi gogol, lebih dahulu mesti
djadi angguran 1 tahun, djika pekarangannja ketjil tidak
boleh minta djadi gogol selamanja; orang gogol jang baru
mesti bajar f. 50 pada semua gogol, ada dirumahnja lurah,
dionder Wonoaju saben tahun naikkan 4 gogol.
40. Tiga t?hun sekali ganti perintah. Begitu djuga kalau orang
perintah malas atau busuk kelakuannja atau rakus tidak
usah tunggu 3 tahun, boleh diganti. Perintah jang berhenti
belum sampai temponja gandjarannja dikasihkan pada jang
ganti.
Jang boleh naik djadi perintah jaitu gogol muka jang
belum tahu dihukum (ada menjebutkan baru boleh djadi
perintah kalau sudah djadi gogol lamanja 4 tahun). Djika
dalam 3 tahun orang perintah tidak kesalahan apa-apa
diteruskan tapi ganti lain pekerdjaan sampai 9 tahun.
41. Djika orang gogol tjabut benih padi boleh dapat sojo
temannja gogol dengan dapat permisi 1 hari satu malam.
Djika garap sawah djuga boleh sojo dengan tidak pakai
bajaran, tjuma kasi makan sadja. Barang siapa tidak rukun
tidak boleh sojo.
42. Djika orang gogol atau perintah punja pekarangan tetapi
tidak berdirikan rumah disitu tjuma mondok sadja, itu
orang lantas dikasi tempo 1 bulan buat berdirikan rumah,
djika belum djuga berdirikan rumah dan tidak menempati
itu pekarangan, lantas diberhentikan gogolnja.
43. Barang siapa mengelah lurahnja, maka dibelakang keda­
patan salahnja lurah tidak terang tukang kelah diberhen­
tikan dari gogolnja, dan tidak boleh djadi gogol lagi selama-
nja dia suka korek-korek (mengelah).
44. Djika orang gogol atau perintah menjewakan sawah pada
faberik tidak dengan tanggung renteng, djika orang itu
mati atau lari, jang perempuan mesti bajar padjegnja,
atau barang kepunjaannja dibeslag. Begitu djuga tidak
boleh menjewakan tidak dengan rapport pada lurah lebih
dahulu, siapa jang melanggar dihukum pekerdjaan 2 hari.
45. Djikalau kebajan kasi perintah pada orang-orang sampai
meliwati mestinja atau bukan mestinja itu kebajan dihu­
kum pekerdjaan 6 hari dan pada hari kumupulan desa
diberhentikan dari pekerdjaannja.
46. Djika kebajan ketahuan terima suruk dari orang gogol
buat membebaskan dia gogol dari pekerdjaan, seketika itu
djuga diberhentikan dari pekerdjaannja dan dihukum Pe'
kerdjaan desa ' 6 hari.
47. Barang siapa berdirikan bambon atau djual ] orang
dengan izinnja negeri, atau barang siapa ketemp g0 gol*
mengisap tjandu djika orang gogol dilepaskan ^0 ieh
annja selamanja dan djika orang angguran i
djadi gogol selamanja. kaU
48. Djika ada anak belum sampai umur mentjuri per jang
orang tuanja diberi tahu supaja mengadjar ana , er(jjaan
baik, kalau sampai 2 kali orang tuanja dihukum p
desa 6 hari. la k i«a)
49. Djika orang bunting tidak terang (tidak keruan^ <}i-
itu orang atau jang lcetempatan didenda f-
djual barang-barangnja. ^ dan ^e-
50. Waktu kumpulan desa lurah kasi makan wedang
kue pada orang gogol semua. , ^bajai
51. Djika ada orang gogol arisan besar 1 orang laki me
f. 1.— dan f. 0,25 buat tombok tandak, orang P apa_apa’
bawa beras 1 takir, djika datang dan tidak k111 . aI1-
barang-barangnja dirampas setjukupnja buat a ^ g0 g0l
52. Djika orang gogol nanggap tandak maka ada tida^
jang keluar lantas tidak kembali lagi (boro
ninggal tombok barang-barangnja d ir a m p a s s ^
buat tombok, dan dihukum pekerdjaan desa 3 ysu#1’
53. Orang gogol tidak boleh djual sawahnja lebih dan
djika melanggar diberhentikan dari gogolannj •
Djika kedapatan djual sawah tidak r a p p o r t pa
lepas gogolannja 1 tahun. -v
54. Waktu menerima pesewa tanah dan ( ka^e'
aan pemerintah mesti kumpul didistri ^aa*1’
danan) supaja tahu bahwa lurah menerima uang P ggb^
dan supaja tahu jang padjegnja tanah sudah luna ’ dj 6 g.
itu uang pesewaan mesti terus dibuat melunasi. V geKa'
Lurah dan perintah dapat persen dari uang g°§
darnja. rt
55. Djika orang gogol punja kerdja, 7 hari dimuKa
pada lurah. Kalau pakai ramai-ramai (nanggap) P ata11
mesti djaga sebubarnja. Kalau pakai potong s
kerbau modin dapat keretan.
56. Djika orang gogol rumahnja terbakar mesti dapat urunan
dari temannja bambu, welit, dan uang dari seorang f. 0 ,1 0 .
dan dapat permisi 15 hari.
57- Perintah tidak boleh permisi pada temannja gogol djika
sakit atau punja kerdja jang djadi wakil mesti t-mannja
perintah, tidak boleh orang gogol. Djika perintah punja
kerdja dapat orang gogol 1 lamanja 15 hari. Djika bikin
betul rumahnja atau berdirikan rumah dapat sojo orang
gogol setjukupnja dengan kasi makan sadja. Djika jang
disojo tidak datang' dengan tiada aralnja dihukum peker­
djaan desa 6 hari.
58- Djika ada orang laki dari lain desa mau kawin perempuan
diitu desa, dan 1 0 hari dimuka sudah datang diitu desa
(ambjuk) didalam 1 0 hari itu dikenakan pekerdjaan desa.
59- Djika ada orang gogol kematian semua gogol dikumpulkan,
jang tidak datang dan tidak aralnja dihukum pekerdjaan
desa- •h 40
60. Kalau ada gogol mati atau kematian bail biang baik malam
semua gogol mesti datang dan modin mesti djaga, gogol
dan perintah mesti urun sekedarnja.
61- Djika orang gogol slametan rukunan waktu bulan maulud,
keleman, barikan, maleman dan slametan ariaja, semua
dikumpulkan dirumahnja lurah.
62. Djika pekarangan orang gogol dibikin djalan kekuburan
dapat sewan Vs bagian dalam 1 tahun, dan diadakan 1
orang buat djaga itu kuburan dengan bajaran 1 0 0 ru
setahun.
63. Djika ada orang gogol slametan berdirikan rumah maka
diminta djaga disitu tidak datang dengan tidak ada aralnja,
lantas lurah y^ak dikasih orang pantjen dalam 3 hari.
04. nvaM V&clapatan kelebihan tjontonja sawah

^mpai 30 ru aiau leM - iMM " '


es- dikasi permisi bul“’Mau
6e- W dengandapat gana
8

IT ?*1
w >asM"
ahu 100 /, IU.
1 197
T
67. Kalau ada orang ketjurian maka ada orang gogol bisa
kasih keterangan pada politie sampai bisa tangkap maling-
nja dia dibebaskan dari pekerdjaan desa dalam 1 bulan,
begitu djuga kalau jang hilang itu barangnja sendiri-
P&rang siapa menjembunjikan keterangan dihukum peker-
ufaan desa, Valau perintah atau gogol lamanja 2 bulan,
kalau angguran atau sinoman tidak boleh djadi gogol se-
lamanja.
6 8 . Barang siapa datan& mertamu atau ketamuan sampai liwat

djam 8 malam dihuktrn pekerdjaan desa, tetapi kalau ada


perlu tidak.
69. Kalau orang gogol kedapa^n berkelahian dengan teman-
nja dikenakan djaga *gardu 9 hari.
70. Kalau angguran atau sinoman kedapatan oleh lurah atau
perintah main, tidak boleh djadi gogol s e la m a n ja . a au
gogol kedapatan main dilepas gogolnja.
71. Orang gog.'i iang melawan lurah atau perintah selainnja
hukuman da^ negeri dihukum pekerdjaan desa ari.
72. Gogol jang tanggung pasang badjing dalam desa i e as-
kan dari pekerdjaan heerendienst tapi mesti aj • •
pada orang gogol semua, djikalau tidak d ib e b a sK a n , ijuma
dapat tambah tjaton 125 ru.
73. Gogolan boleh didjual dan beli. Begitu djuga p e e r jaan
gogolan boleh ditebas setahun, uangnja dibagi Pa emua
gogol- t v. i-
74. Lurah atau perintah jang djadi saksi orang dJ^a a au e
rumah, pekarangan, tambak, antarkan ni ’
contract pada fabriek atau lain keperluan dapat p sangon

7 5 . A nak^erlw an tidak boleh keluar dari desa dengan^tidak


perlunja, djikalau kedapatan orang tuanj
kerdjaan desa pertama kali 6 hari, kedua kah 1 2
Begitu diuga a n a k - a n a k J J o i c o . c e d a p ^ S
5XE tT n g T S 3 a— p e J d i . a n desa 6 har,
76. Barangsiapa ketjurian diberi permisi 1 u a
77. Barangsiapa berdjalan siang atau malam bawa
tidak pantas dirapportkan p a d a negeri, sesudahnja dihu-
kum dirungkapkan pekerdjaan 3 hari.
78. Warung-warung dalam desa djam 10 malam mes i
79. Sinoman jang mengadji atau sekolah tidak cUkenakan pe
kerdjaan desa. ,
80. Kalau ada kebakaran rumah atau tegal tebu, ^ ]a. tnja
atau lain-lain ketjHakaan d £ m desa m e n t^
semua orang jang sudah sampai
tidak dihukum pekerdjaan desa.
81. Barang siapa sampai dirapportkan pada ^ ri - dari
karangannja kotor atau pagarnja rusak sepulangnja
hukuman d ir u n g k a p k a n . mua
82. Kalau ada rodjokojo sakit menulan, g° gtan orang
! Z r“ o S t n t l a r i 'S u 3 t l k rapport dihukum

C X n t d a r i lain desa kalau sudah « hari aikena-


83.'
kan pekerdjaan. , , 7

84. Orang patrol trutuk ^ ^ “ ^ k ^ d a t a n g n j a


sore mesti ngumpul diruman j
laat lama dihukum pekerdjaan desa 2 h .
Patrot t r u t u k semalam mesti djalan 3 kah, kalau bdak
85
hukum 6 hari. .
8 6 . Orang pergi hadji ke-Mekah dapat perm s. 1 tahun^

87 Barane siaca k e d a p a ta n kumpul-kumpul lam dalam rum


8 3 r 3 L S 2 S S S n tid ak perlunja, dihukum p e k e rd ja a n
^eSa
r» • _ QTiriinal atau menggadaikan barangnja atau
88 .
K a T d r S i u orang, m eS kasi tahu tetangganja
atau perintah desa. ,
89 Siapa jang kelebihan benih padi, tidak boleh d i d j u a l ^
orang lain desa kalau kontjonja gogol dalam desa belu
habis tanam. , , „ rtoT1
r. , Qj Qnotan ambil sawah atau tegal tidak denga
90 r bau 7 " n g banjak, tidak dikasi pantj.n selamauja.
91. Barang siapa dapat perintah akan datang kesuntikan (tja-
tjaran) maka tidak datang, dirapportkan s e s u d a h n ja d.
hukum oleh negeri didjagakan gerdu 3 malam.
92. Barang siapa kedapatan bikin, djual atau ketempatan
garam gelap, sesudahnja dihukum oleh negeri kalau go„ol
dilepas gogolnja, kalau bukan gogol dirugkapkan pekei
djaan desa. . , , m
Begitu djuga dihukum siapa jang pekarangannja Ketem
patan orang bikin atau simpan garam gelap.
93. Kalau air laut sampai masuk dan bikin sangkutan pada
sawah jang djaga dirungkapkan 1 bulan.
94. Barang siapa pindjam barang sanggan (barang orang ba
njak) mesti menanggung kerusakannja.
95. Djika potong padi jang separo mesti dipotongkan .orang
desa separonja sesuka sipunja.
96. Barang siapa sengadja tidak mau hormat pada lurah atau
lain-lain prijaji, dihukum tjawis 5 hari.
97. Barang siapa kedapatan potong rodjokojo tidak rapport
sesudahnja dihukum oleh negeri dihukum pekerdjaan desa,
kalau sampai 3 kali dilepas gogolnja.
98. Barang siapa bertjerai mesti lantas kasi surat pegat pada
bekas bininja, kalau berani nglewer (tidak kasi surat pe­
gat) ditjawiskan rumahnja lurah 1 tahun.
99. Barang siapa ketempatan perempuan sundal, kalau gogol
dilepas gogolnja, kalau angguran ditjawiskan 75 hari.
1 0 0 . Barang siapa dapat nemu barang tidak rapport pada lurah
atau perintah, dirungkapkan pekerdjaan desa, lamanja
menurut taksiran barangnja.
1 0 1 . Kalau ada orang baru datang, jang ketempatan mesti
tanggung akan kelakuannja dan padjegnja, kalau tidak
mau, ditolak.
1 0 2 . Pendjagaan gerdu atau lain-lain pekerdjaan negeri tidak
boleh diwakilkan orang jang sudah tua atau anak-anak,
siapa jang melanggar dirungkapkan.
103. Kalau dalam desa ketempatan orang miskin, jang beri
makan1 orang gogol ganti berganti.
194. Siapa kedapatan waktu malam gerdunja tidak ditutup di­
hukum 6 hari.
105. Orang sinoman jang tidak menurut perintahnja kepalanja
didenda f. 0,75.
106. Barang siapa kedapatan bakar atau bikin genteng a^ u
batu merah tidak dengan idzin, dirungkapkan djaga ger u
4 malam.
107. Kalau ada rodjokojo bikin rusak tanaman jang punja
mesti bajar kerugian atau ditjawiskan rumahnja lura
108. Waktu blenderan padi (tjobaan) lurah dapat sumbangan
. dari orang gogol f. 2,50 buat makannja jang ngladen
(tolong).
109. Kalau ada orang tolong orang punja kerdja pakai na"SgaP
dapat permisi 5 hari 5 malam, kalau tidak nanggap a
3 malam.
110. Kalau ada orang borot dari pekerdjaan diraportkan, se
pulangnja dari hukuman dirungkapkan pekerdjaan.
111. Orang lain desa melahirkan anak diitu desa ditarik wang
f. 1 . dibagi pada lurah perintah.
112. Orang sinoman tolong orang punja kerdja pakai potong
sapi atau kerbau dapat bagian lulur.
113. Lurah dapat persen sawah 500 ru dari orang ketjil bua
beli kuda (tjuma ldesa jaitu Sumotuwo).
114. Modin dan tjarik jang wadjib terima wang urunan dji­
kalau tidak bajar dikasi tempo 1 0 hari, sesudahnja
hari tidak bajar jang laki sawahnja ditjitak 15 ru ]
perempuan 5 ru.
115. Orang gogol tidak boleh beli pekerdjaan desa padal pe­
rintah siapa m e la n g g a r dirungkapkan rumahnja
6 hari dan perintahnja dilepas.

116. Djika perintah mendjual gandjarannja dilepas.

belakangtidak
117. Djika ada orang gogol minta pengadilan apa- pada lurah
serta sudah dirembug lurah perintah selesih, ma*a
terima lagi, mesti terus rapori konaer ,
itu orang dirungkapkan pekerdjaan desa 1 bulan dan di­
lepas gogolnja selamanja.
118. Djika ada orang gogol beli pekerdjaan bulanan mesti ra-
port pada lurah djika tidak rapport dirungkapkan pe­
kerdjaan 5 dudukan.
119. Semua orang gogol bikin perintah antek saben 2 tahun
diganti tetapi kena padjeg kepala dapat sawah Va bahu
dipadjegi sendiri (desa Tekik).
120. Orang gogol kalau menjewa sawah mesti rapport pada
lurah kalau tidak rapport maka dibelakang sampai ada
klachtnja.
121. Orang gogol jang tidak punja pekarangan tidak boleh djadi
gogol lagi.
122. Lurah lama dapat pensiun sawah 250 ru, jang madjegi
orang gogol semua (satu dua desa).
123. Perintah antarkan djual beli kewan atau nikah tidak di­
beri pesangon.
124. Ada sawah diluar legger lebarnja 105 ru diminta oleh
lurah dan dikasihkan buat selamanja (Tjepiples).
125. Kalau lurah terima rapport ada orang melanggar perdjan-
djian maka lurah tidak djalankan bagaimana mestinja
lurah dihukum tidak diberi pantjen 1 bulan.
126. Boleh pendapa lurah kalau rusak orang gogol jang bikin
betul, perkakas dari gogol (satu dua desa).
127. Orang gogol jang keliwatan pekerdjaan heerendienst di­
ganti pekerdjaan dirumahnja lurah 2 hari. (Bulang).
128. Djika orang gogol sampai 4 kali dirungkapkan dilepas
gogolnja dan sawahnja dirombak orang banjak.
129. Djika ada orang narik urunan buat bikin rumah genteng
diuruni f. 20 oleh orang banjak (Bulang).
130. Barang siapa dapat perintah njiram djalan, menggarap
atau mengapur gredja dan pagar maka tidak nurut se-
lainnja hukuman dari negeri dikenakan pekerdjaan desa
6 hari.

131. Bok lurah kalau pergi dapat gondal sinoman (W onoaju).


132. Kalau orang angguran bisa djadi lurah tidak dikasi sawah
tjaton, tjuma dikasi sawah gandjaran sadja (Rono).
133. Kalau ada orang desa mendawa temannja tiada dengan
rapport keonderan lebih dahulu, dihukum pekerdjaan desa
(Karangnongko).
134. Orang jang minta izin ramai-ramai mesti kasi pesangon
pada kepetengan f. 0,50 (Karangnongko).
135. Kalau ada orang tahanan, lurah dan perintah ganti kasi
makan (Karangnongko).
136. Barang siapa beli sawah mesti kasi tahu lebih dahulu pada
lurah, kalau tidak, tidak dapat sawah, mendjadi keuntung­
annja jang punja sawah.
Lampiran: IV.
KEPUTUSAN DESA DAMPIT *).
Ing dina Senen tanggal 24 Augustus 1931, ing desa Dampit
wus menganakake kumpulan kangge pilihan p e t i n g g i , sebab
petinggine lowok marga soko mati.
Mangka sadurunge ditindakake pilihan, luwih disik direm-
bug lan ditetepake dening wong kabeh, jaiku bab kang kasebut
ing ngisor iki :
a. kadjaba petinggi kang bakal dipilih, ing dessa Dampit mesti
ana prabot dessa :
Kanggo kradjan Dampit : 1 tjarik, 3 kamituwa, 4 kebajan,
4 kepetengan, 1 kuwawa, 1 mudin.
Kanggo padukuhan Ngelak : 1 kamituwa, 1 kebajan, 2 ke­
petengan, 1 mudin. Kehe prabot dessa ora bisa diturutake
kaja unine Residentsbesluit tanggal 3 Ocktober 1927 No. 1030
sebab dessa Dampit iku ana padukuhane loro kang adoh-adoh
panggonane saka kradjan sarta omah-omah pada adoh lete
sidji lan lijane, kedjaba mangkono padukuhan Polaman iku
keletan tanah onderneming Sumbersuka ing kradjan Dampit.
b. Mungguh p e n g a s i l a n e petinggi oleh s a w a h g a n ­
d j a r a n 2,410 bau sarta w o n g a n g g u r a n kehe ana
12 wong ing Keradjan Dampit sarta ing Padukuhan Ngelak
mligi mung oleh wong angguran, dene p r a b o t - p r a b o t
desa kang ana ing padukuhan Polaman kadjaba oleh wong
angguran uga oleh wong angguran rupa tanah tegalan.
Mungguh kehe wong angguran lan tanah g a n d j a r a n e
prabot-prabot mau ditetepake kaja dene ing ngisor iki :
Kradjan Dampit : 3 kamituwa a. 5 gogol, 1 tjarik a. 5 gogol
3 kebajan a. 4 gogol, 4 kepetengan a 4 gogol, 1 kuwawa
a. 4 gogol, 1 mudin a. 2 gogol.
Padukuhan Ngelak : 1 kamituwa 5 gogol, 1 kebajan 4 gogol,
2 kepetengan a. 4 gogol, 1 mudin 2 gogol.
Padukuhan Polaman : 1 kamituwa 1 (sidji) gogol, lan 6,062
bau gandjaran : 2 kebajan sidji-sidjine olih 1 gogol lan gan-

*) Adatrecht bun dels, Gemengd XXXIX/1937.


djaran 3,426 bau lan 3,448 bau ; ltjarik olih 1 wong gogol
sarta gandjaran 4,110 bau ; 2 kepetengan sidji-sidjine olih
wong gogol lan gandjaran 4,044 lan 4,026 bau ; 1 mudin olih
gandjaran bae ambane 2 , 0 2 0 bau.
c. Sidji-sidjine wong angguran bajar duwit f. 25 jen gogol,
f. 12,50 jen wong kendon.
Ditimbang karo aturan lawas pembajaran angguran kanggo
gogol mudun f 5. kang kendon f. 2,50. Wong kabeh ora
mufakati pembajaran angguran kurang saka kang kasebut
bab c awit saupami kurang saka samono, bakal kakehan
wong kang nganggur, ndadekake kabotan kanggo wong-wong
kang ora dianggurake.
d. Kedjaba w o n g a n g g u r a n lan gandjaran sawah peting-
gi olih wong pantjen 2 (loro) wong ing saben dinane.
e. Petinggi lan prabot-prabot desa kabeh olih sojo pegawejan
ora nganggo bajaran, mung aweh ingon sadjroning wong
di-sojo mau. av'
f. Padjeg-padjeg tanah gandjaran dening Petinggi utawa prabot-
prabot desa kang nampa gandjaran dewe-dewe.
g. J e n a n a wong kang adol tinuku omah utawa lemah pe­
tinggi lan prabot kang dadi saksi, olih ongkost kaja dene
kang kasebut ing ngisor iki :
Papajon kurang saka 15 ongkost f. 0,50.
„ f.'15 nganti ngisore f. 50 f. 1.
f. 50 „ „ f. 100 f. 2,50.
f. 100 „ „ f. 200 f. 5.
f. 200 „ ' „ f. 300 f. 6 .
mangkono sateruse saben mundak f. 1 0 0 ongkost mundak
f. 1,— nganti duwit mau duwure f. 25.
h. Jen ana wong kang adol tinuku radjakaja, k a d ja b a wedus
tjarik olih pasangon f. 0,50 (setengah rupiah).
i. Modin olih d j a k a t p i t r a h sarta olih narik pesangon
f, 0,25 saka wong pegatan utawa nikahan.
j. Saben tahun jen ana tjatjahan radjakaja tjarik kang tjatjah-
an radjakaja mau olih upah saka wong-wong kang duweni
radjakaja mau saben 1 djiwa radjakaja f. 0,05. Wasana iki
kumpulan disakseni dene commissie pilihan petinggi jaiku
Wedana Turen lan Assistent-Wedana Dampit baku kehing
wong kang wadjib milih Petinggi 990 wong kang teka mg
kumpulan 789 wong. Djenenge Tjarik : Ranuatmodjo.
Tanda tangane prijaji kang njekseni.
Tanda tangane Tjarik,

Kepetengan Kamituwa.

Wong gogol

Te, i''’.mahannja dalam bahasa Indonesia :


KEPUTUSAN DESA DAMPIT.
Pada hari Senin tanggal 24 Augustus 1 9 3 1 , didesa Dampit
tclah mengadakan kumpulan untuk pilihan pentinggi sebab pe
tinggi disitu lowong karena meninggal dunia.
Maka sebelum didjalankan pemilihan, lebih dahulu dibi-
tjar akan dan ditetapkan oleh orang-orang semua, jaitu hal seperti
jang tersebut dibawah ini :
a. ketjuali petinggi jang akan dipilih, didesa Dampit harus a ai
prabot desa :
Untuk kradjan Dampit : 1 tjarik, 3 kamituwa, 4 kebajan,
2 kepetengan, 1 kuwawa, 1 modin.
Untuk pedukuhan Ngelak : 1 kamituwa, 1 kebajan, 2 kepe­
tengan, 1 modin.
Untuk pedukuhan Polaman : 1 kamituwa, 2 kebajan, 1 Ja
rik, 2 kepetengan, 1 modin.
Banjaknja prabot desa tidak dapat didjalankan menuru
bunji putusan Residen tanggal 3 Ocktober 1927 No. 103 ,
sebab desa Dampit mempunjai dua pendukuhan jang djau ^
djauh letaknja dari kradjan serta rumah-rumah berdjauhan ^
djarakrija antara satu dengan lainnja, ketjuali itu pedukuhan
Polaman itu diantarai onderneming Sumbersuko dengan
kradjan Dampit.
b. Adapun penghasilan petinggi mendapat sawah gandjaran
2,410 bahu dan orang angguran banjaknja 12 orang, dikra-
djan Dampit, dan pedukuhan Ngelak hanja mendapat orang
angguran, sedang jang dipedukuhan Polaman ketjuali men­
dapat orang angguran djuga mendapat orang angguran
berupa tanah tegalan.
Adapun banjaknja orang angguran dan tanah gandjaran
prabot-prabot desa ditetapkan seperti dibawah ini :
Kradjan Dampit : 3 kamituwa a 5 gogol, 1 tjarik a 5 gogol,
3 kebajan a 4 gogol, 4 kepetengan a 4 gogol, 1 kuwawa
a 4 gogol, 1 modin a 2 gogol.
Pedukuhan Ngelak : 1 kamituwa a 5 gogol, 1 kebajan 4
gogol, 2 kepetengan a 4 gogol, 1 modin 2 gogol.
Pedukuhan Polaman : 1 kamituwa 1 gogol dan 6,062 bahu
tanah gandjaran; 2 kebajan masing-masing mendapat 1
orang serta tanah gandjaran 4,110 bahu ; 2 kepetengan ma­
sing-masing mendapat orang gogol dan tanah gandjaran
4,044 dan 4,026 bahu ; 1 modin hanja mendapat gandjaran
sadja luasnja 2 , 0 2 bahu.
c. Masing-masing orang angguran membajar uang f- 25 kalau
gogol, f. 12.50 kalau kendon. Dibandingkan dengan Peratur,’
an lama pembajaran angguran buat gogol turun f- 5> bua
kendon turun f. 2,50.
Semua orang tidak mufakat pembajaran angguran
dari jang tersebut bab c, sebab kalau kurang dari itu, a
terlalu banjak orang menganggur, mendjadikan kebera
orang jang harus mendjalankan pekerdjaan.
d. Ketjuali orang angguran dan tanah gandjaran sawah petinggi
mendapat orang pantjen 2 (dua) orang tiap harinja. ^
e. Petinggi dengan prabot-prabot desa semua mendapat
(tenaga bantuan) pekerdjaan tidak dengan bajaran, nanj
memberi makan dan minum selama memberi bantuan itu.
f. Padjak-padjak tanah gandjaran dibajar oleh Petinggi atau
prabot-prabot desa jang menerima gandjaran masing-masi g.
g. Kalau ada orang djual beli rumah atau tanah petinggi a
prabot jang djadi saksi mendapat uang biaja seperti tersebut
dibawah ini :
Pendjualan kurang dari f. 15, biaja f. 0,50.
Pendjualan f. 15. sampai dibawah f. 50 biaja f. 1.
Pendjualan f. 50 sampai dibawah f. 100 biaja f. 2,50.
Pendjualan f. 100 sampai dibawah f. 200 biaja f. 5.
Pendjualan f. 200 sampai dibawah f. 300 biaja f. 6 .
demikian seterusnja tiap- naik f . 1 0 0 biaja naik f .l sampai
besarnja f. 25,—
h. Kalau ada orang djual beli ternak, ketjuali kambing, tjarik
mendapat biaja f. 0,50 (setengah rupiah).
i. Modin mendapat djakat pitrah serta dapat menarik biaja
f. 0.25 dari orang bertjerai dan nikah.
j. Tiap-tiap tahun kalau ada tjatjahan (penghitungan) ternak,
tjarik jang mendjalankan penghitungan ternak mendapat
upah dari orang-orang jang mempunjai ternak tiap-tiap ekor
ternak f. 0,05.
Kumpulan ini disaksikan oleh kami panitia pilihan petinggi
jaitu Wedono Turen dan Asisten Wedono Dampit, pokok
orang jang wadjib memilih Petinggi 990 orang, jang datang
dikumpulan 789 orang.
Nama tjarik : Ranuatmodjo.
Tanda tangan pegawai jang menjaksikan.

Tanda tangan tjarik.

Kepetengan ..................

............ Kamituwo

Orang gogol.
Lam piran: V.
BAB I.
K E T E N T U A N
PERTANIAN BESAR.
Staatsblad 1904 No. 304, diubah dan ditambah dalam Staats-
. • blad 1909 No. 311 dan 1912 no. 349.
PERKARA-PERKARA JANG BERHUBUNGAN DENGAN
HUKUM TANAH.
PAK TURUN - TEMURUN.
Sjarat-sjarat tentang menimbang permohonan
hak pak turun-temurun atas tanah jang ma­
suk golongan tanah-Negeri ditanah Djawa dan
Madura, dan menawarkan tanah-tanah itu de­
ngan hak tersebut.
Dengan mentjabut pasal 1 dari firman tanggal 27 Desember
1872 No. 28 (Staatsblad 237b) ditetapkanlah, bahwa tatkala
menimbang permohonan hak pak turun-temurun atas tanah
jang masuk golongan tanah Negeri ditanah Djawa dan Madura,
dan tatkala menawarkan tanah itu dengan hak tersebut, harus-
lah diingatkan peraturan jang diterangkan pada sjarat-sjarat
jang dilampirkan pada firman ini :

SJARAT - SJARAT.
A. Permohonan tanah untuk dipak turun-temurun.
§ • 1.
( 1 ). Surat-surat permohonan akan memperoleh tanah untuk
dipak turun-temuran harus diundjukkan kepada Kepala
Pemerintahan daerah jang bersangkutan dengan hal itu ;
dan disertai dengan suatu surat ukuran dan lengkap de­
ngan petanja, jang dibuat oleh seorang pengukur tanah
(landmeter) jang berhak, ataupun disertai dengan suatu
bagan (schetsteekening), tentang letaknja dan batas ta-
nah jang dipohonkan, jang seboleh-bolehnia dibuat dengan
teliti.
Surat permohonan harus diundjukkan kepada Peme­
rintahan dan harus ditulis diatas kertas segel (f. 1,50);
kertas segel itu tiada perlu dipakai, bilamana ada di-
sertakan surat tanda tidak mampu.
Jang harus disebutkan dalam surat permohonan itu,
jaitu :
le. nama, huruf pangkal nama, pekerdjaan atau pang-
kat jang memohon tanah tadi, bilamana sipemohon
seorang-orang; akan tetapi kalau badan hak
(rechtspersoon) jang memohonkan itu, harus di­
sebutkan nama dan tempat kedudukannja; dan
bilamana sipemohon memohonkan untuk orang
lain, haruslah diundjukkan atau disebutkan djuga
surat penguasaaan orang lain itu. (Bagian daerah
jang mempunjai dan menguasai uangnja sendiri 2)
disamakan dengan orang). Untuk pegawai-pegawai
negeri berlakulah sjarat-sjarat larangan dari Staats­
blad 1904 no. 199).
2e. keterangan tentang sipemohon, jak n i:
a. telah sampai umur atau belum,
b. rakjat Belanda atau
c. penduduk tanah Belanda atau
d. penduduk tanah Hindia Belanda.
(Kepada perseroan perdagangan dan badan hak
hanjalah diberi mempak tanah dengan hak turun-
temurun untuk tempat menanam tanam-tanaman, bi­
lamana hal melakukan perusahaan tanah itu berse-
tudju dengan maksud perseroan-perseroan itu,
seperti tersebut dalam peraturannja, Bijblad no.
4580).
3e. keterangan tentang :
a. tanam-tanaman jang akan ditanam oleh sipemo­
hon ;
b. lamanja tanah itu diminta dipak ; (paling lama
75 tahun);
c. berapa bau luasnja menurut taksiran;
d. letak tanah itu, jakni dalam distrik, afdeeling
dan karesidenan mana, dengan menundjukkan kepa­
da badan atau peta jang dilampirkan pada surat per­
mohonan itu.
Jang boleh dipohonkan hanjalah tanah lepas, 3) jaitu
tanah jang tidak diusahakan oleh Bumiputera dan tiada
masuk terhitung pangonan umum atau tidak masuk ba­
gian tanah desa karena sebab-sebab lain, dan dipakai
hanjalah oleh penduduk desa itu sadja mengetjualikan
*) Badan Hukum.
2) Daerah otonom.
3) Tanah bebas
penduduk desa lain-lain; akan tetapi tanah-tanah mentjil
(terpentjil) jang ditanami dan sama sekali terkurung
oleh tanah lepas itu, tiadalah mendjadi halangan.
Pada surat permohonan itu harus pula disertakan :
a. surat izin dari suami, bilamana jang memohonkan
itu seorang perempuan bersuam i;
b. surat penguasaan jang menguasakan sipemohon akan
mengundjukkan permohonan itu untuk orang lain ;
c. surat ukuran jang diperbuat oleh pengukur jang
berkuasa membuat peta atau bagan jang terang.
Letak dan batas-batas tanah jang dikehendaki itu
haruslah ternjata dari peta atau bagan itu.
(2) . Bilamana jang dipohonkan sebuah atau lebih dari sebuah
pulau, jang masuk daerah tanah Djawa dan Madura,
tjukuplah dipesertakan surat ukuran atau bagan sadja,
jang menerangkan, bagian tanah jang tiada masuk dalam
permohonan tadi.
§ 2.
Kepala Pemerintahan Daerah mentjatat tanggal terima surat
permohonan itu pada surat itu dan sesudahnja itu maka surat
permohonan itu dengan surat ukuran atau bagan jang dilampir-
kan padanja, diserahkannja kepada komisi jang diwadjibkan
memeriksa tanah jang dipohonkan dipak turun-temurun.
1. Komisi itu diangkat oleh Kepala pemerintah
2. Surat-surat permohonan jang dikirimkan kepa an^
harus ditjukupi dengan segera oleh rem_
(bijblad 5205). Pada penghabisan tiap-tiap P
patan tahun Kepala Pemerintahan senegen',_ cUatu
djukkan kepada Kepala Pemerintahan jDaeran,
keterangan tentang permohonan pak turun-tem ’
jang masih diperiksa dan disebutkan djuga
sebabnja, maka belum habis diperiksa.
§ 3* . ,-k
( 1 ). Komisi itu memberitahukan kepada kepala onderdistn >
supaja permohonan itu diberitahukan kepada desa, j an§
mempunjai tanah itu, dan kepada desa jang berbatasan
dengan dia, serta diterangkannja letak batas-batas ^.aI^a
itu ; ketika menjiarkan permohonan itu djuga, pemerin a
desa dan penduduk desa boleh mengundjukkan k e b e r a ta n
njatentang pemberian tanah itu, kepada prijaji itu, a a
dalamsebulan sesudah penjiaran itu, kepada komisi jang
tersebut atau kepada Kepala pemerintahan'senegeri.
Pemberitahuan tentang permohonan itu mesti didjalan­
kan oleh kepala onderdistrik sendiri.
( 2) . Maka prijaji itu mengundjukkan proses-perbal kepada
komisi itu dengan menerangkan segala perbuatannja dalam
perkara itu dan keberatan-keberatan pemerintah dan pen­
duduk desa jang diterimanja; sehabisnja waktu jang
disebutkan diatas itu, maka komisi itupun menerangkan
pendapatnja dibawah proses-perbal itu, lalu diundjukkan-
nja beserta dengan surat-surat jang akan disebutkan
kepada Kepala Pemerintahan senegeri; Kepala pemerin­
tahan senegeri itupun menerangkan pula tentang penda-
patannja pada proses-perbal itu.
§ 4.
( 1 ). Sedang menundjuk kedjadiannja pemberitahuan jang di-
wadjibkan tadi, maka komisi jang tersebut memberitahu-
kan kepada sipemohon, pada hari apa ia akan mulai me-
meriksa tempat-tempat dari tanah jang dipohonkan itu,
serta mengadjak sipemohon itu akan berhadlir sendiri pada
hari itu atau mengirimkan wakil jang dikuasakannja
dengan surat kuasa ; lain dari pada itu diberitahukan djuga
oleh sipemohon sebelum komisi itu datang memeriksa
akan djadi tanda-tanda batas.
(2). Bilamana pada hari jang ditentukan sipemohon atau orang
jang dikuasakannja tiada datang akan memberi keterangan
dan menundjukkan batas-batas tanah jang dipohonkan
atau bilamana kewadjibannja akan membuat persediaan
untuk mendjalankan pemeriksaan komisi itu tiada didja-
lankannja atau dialpakan oleh sipemohon itu, maka komisi
itu berkuasa akan memperhentikan pemeriksaannja; dalam
hal itu Kepala Pemerintahan daerah, jaitu menurut tim-
bangannja, boleh menetapkan lagi hari jang lain untuk
pemeriksaan itu atau surat permohonan itu boleh ditaruh-
nja sadja dalam simpanan surat-surat (archief), dengan
memberi keputusannja kepada sipemohon.
Jang masuk mendjadi kewadjiban sipemohon djuga,
jaitu : membuat rintisan, dimana perlu, sekeliling tanah
persil itu ; membuat satu „pondok” dan inenjediakan
segala sesuatu, jang perlu untuk komisi selama peme-
riksaan itu.
Sebab-sebab lain, jang boleh menjebabkan komisi ber-
kuasa memperhentikan pemeriksaan itu, lain dari jang
tersebut tadi, jaitu :
a. sebab permohonan itu ditjabut oleh sipemohon.
b. sebab badan hak, jang memohonkan tanah itu, dalam
waktu itu telah berhenti;
c. sebab sipemohon meninggal.
§ 5.
( 1) . Bilamana :
a. tanah persil itu sama sekali atau sebagian terbesar
ditumbuhi kaju djati atau tanah itu hutan kaju rimba
jang dipelihara ;
b. ditanah persil itu banjak tanaman monosuko ;
c. tanah itu sama sekali atau sebagian jang terbesar
(akan dipergunakan untuk meluaskan atau mentjukup-
kan tanaman kopi paksaan atau) harus ditahan untu
memadjukan tanaman kopi monosuko ;
d. tanah persil itu sebagian terbesar tanah jang dibu a
dan diusahakan oleh Bumiputera dan jang selebihnja
berguna untuk meluaskan pertaniannja ; #
e. tanah itu menurut taksiran luasnja lebih dari
bahu, dan rupanja tanah itu dipohonkan hanja a
dengan maksud akan mentjari laba dengan un un
untungan (speculatie). (Stbl. 1909 no. 311);
. maka tiadalah perlu diperbuatkan proses-perbalnja, a n
tetapi bolehlah voorstel penolakan itu disembahkan ^-n_
surat oleh komisi dengan perantaraan Kepala P©111®
» tahan senegeri; kalau voorstel itu disetudjui oleh S^ un^
tentu setelah dibubuinja pertimbangan pendek,
djukkanlah perkara itu kepada Direktur Penierintgnah
Dalam Negeri, supaja permohonan itu ditolak. Kalau a ^
jang diminta itu mengenai tanah jang tersebut pa ’
maka haruslah Residen meminta lebih dahulu pertim ^
an jang termaksud oleh ajat pertama dari paragraa '
( 2) . Bilamana tiada kedjadian seperti hal jang t e r s e 0rstel
ajat tadi atau Residen tiada mupakat dengan v° jah
komisi termaksud, maka oleh komisi itu diperi
segala keadaan ditempat tanah itu, dan dibuatnja proses-
perbal dari pada pemeriksaannja itu ; maka proses-perbal
itu diundjukkannja kepada Residen, beserta dengan se-
lembar bagan jang lebih terang dari tanah persil itu,
ketjuali bilamana pada permohonan itu ada terlampir
surat ukuran, dan sekalian surat-surat tersebut dalam
proses-perbal tadi.
Proses-perbal jang dimaksud dan diwadjibkan itu ada
dilampirkan dalam djilid ini. Lantaran sangat njatanja
keterangan-keterangan dalamnja, tiada perlulah dite-
rangkan lagi bagaimana djalan mengisinja dan apa-apa
sjarat jang harus ditjukupi, supaja proses-perbal itu
terisi dengan sepatutnja.
Hanjalah diterangkan disini, bahwa hendaklah segala
djalan ketjil dan djalan desa jang melalui tanah persil
itu dengan saksama disebut dan diterangkan keadaan-
nja, jakni djikalau harus didj and j ikan djuga supaja dja­
lan tersebut itu ditetapkan dengan dipelihara terus
untuk keperluan umum.
Tentang hal itu harus diberitahukan oleh komisi kepa­
da pegawai kadaster sebelum tanah itu diukur. Harus
lah. disebutkan djuga pada penghabisan proses-perbal
itu „perdjandjian pertanaman”, jakni komisi memberi
pertimbangan, bagaimana sjarat jang patut disebut
dalam perdjandjian itu, misalnja, bahwa dalam sekian
tahun, seperti 3,6 dan 9 tahun, mesti telah ditanami
1/ 3 . % dan seluruh persil itu.
Lampiran-lampiran proses-perbal jaitu :
I. bagan dari persil itu (A).
II. peta distrik (B).
III. datar dari tanah-tanah mentjil (enclave), jang
mesti disebutkan pada bagan A. (C).
IV. bagan ichtisaran dari daerah desa, tempat tanah
persil itu terletak, akan menambah keterangan
tentang 2e (huruf a sampai f) hal-hal 3e, 4e, 6e
dan 7e dari proses-perbal.
Sjarat sesuatu lampiran itu, sudah tjukup diterangkan
dalam proses-perbal.
Surat-surat jang tersebut pada ajad tadi, bersama dengan
proses-perbal, seperti termaksud pada ajat achir § 3 , harus
dengan segera diundjukkan kepada Kepala Pemerintahan
senegeri, atau kepada Kepala pemerintahan daerah, jakni
bila tanah itu terletak dalam afdeeling jang terus di-
perintahnja sendiri. Adapun Kepala Pemerintahan senegeri
itu harus mengirimkan surat-surat itu dalam seminggu
kepada Residen, setelah ditjukupinja apa jang tersebut
pada peraturan achir dari ajat kedua dari § 3 dan telah
dibubuhi pertimbangannja tentang permohonan itu.

§ 6.
(1) . Bilamana ditanah jang dipohonkan itu ada pohon-pohonan
atau bilamana tanah itu terletak dekat hutan Gubernemen,
dan lagi dalam segala hal jang . menurut timbangan Resi­
den, pembukaan tanah itu mengenai keperluan hutan,
maka Residen menjerahkan surat-surat itu kepada Kon-
trolir Djati jang berdjadjahan pada tanah itu, serta dipinta
kepadanja akan menjatakan pertimbangannja dalam hal
itu.
(2) . Bilamana tiada perlu diperiksa ditempatnja, maka dalam
sebulan, terhitung dari ia menerima surat-surat itu dan
dengan mengingati peraturan-peraturan teristimewa bagi-
nja, Kontrolir Djati mengundjukkan pertimbangannja
tentang hal jang berikut ini :
a. kalau ada hutan kaju rimba ditanah itu, benarkah
keterangan komisi dalam proses-perbal bahwa hutan
itu harus atau tidak harus dipelihara terus.
b. berhubung dengan keadaan air dan hudjan dan kea­
daan hawa bolehkah pohon-pohonan dibinasakan, dan
tiadakah akan mendatangkan kerugian besar.
c. sekedar berapa hutan kaju rimba, jang ada dalam tanah
persil itu dan tiada akan dipelihara itu, perlu akan
dipakai sekarang dan kemudian hari bagi pekajuan
untuk perbuatan Negeri dan bagi kaju api untuk ke­
perluan penduduk Bumiputera.
d. haruskah dibajar kerugian (harga tarief) kepada negeri
untuk rimba kaju rimba, jang ada djika tanah itu di­
berikan dipak turun-temurun.
(3). Bilamana sebelum memberi pertimbangan, perlu dilakukan
pemeriksaan ditempatnja, atau djikalau surat permohonan
telah dilampiri suatu surat ukuran, seperti tersebut pada
ajat pertama dari § 1 , serta kaju rimba jang* ada ditanah
itu harus dibajar ganti kerugiannja, maka pergilah Kon-
trolir Djati memeriksa tanah itu dalam waktu jang diten­
tukan pada ajat tadi, akan mengumpulkan beberapa kete-
rangan atau menetapkan besarnja uang ganti kerugian itu.
(4) . Melewati batas waktu, jang tersebut pada ajat-ajat terda-
hulu, tiada boleh, ketjuali bilamana Kontrolir Djati meng­
undjukkan kepada Kepala Pemerintah Daerah lebih
dahulu, bahwa.ia terpaksa melewati batas waktu jang di­
tentukan itu, dengan diberitahukannja, bila ia akan men-
tjukupi kewadjibannja itu.

§ 7-
(1) . Dengan mengingati keperluan tanaman kopi (paksaan
atau) monosuko oleh penduduk Bumiputera dan meng­
ingat letaknja tanah itu dalam djadjahan larangan dari
pertahanan militer atau dekat kepada djalan kereta api
atau djalan trem atau keperluan lain-lain, jang bersang-
kutan dengan permohonan itu, dan setelah Kepala Peme­
rintahan Daerah seperlunja minta pertimbangan dari
pembesar lain, maka permohonan itu dengan surat-surat-
nja jang perlu, jaitu :
a. surat-surat permohonan dengan surat ukuran atau
bagan;
b. proses-perbal dari pemberitahuan, jang tersebut pada
§ 3 a ajat 2, dengan keterangan jang harus disebutkan;
c. proses perbal pemeriksaan dengan lampirannja ;
d. pertimbangan Kontrolir Djati, bilamana perlu diminta
berhubung dengan jang tersebut pada ajat pertama
dari § 6 ;
e. taksiran Kontrolir Djati tentang banjaknja ganti ke­
rugian jang harus dibajar kepada Negeri bagi kaju
rimba disitu djikalau pada permohonan diundjukkan
djuga suatu surat ukuran dan tiada didjalankan apa
jang tersebut pada ajat pertama dari § 1 1 ;
f. pertimbangan Asisten Residen ;
g. surat keterangan Kepala Pemerintahan senegeri tanda
tidak mampu sipemohon pak turun - temurun untuk
keperluan ,.pertanian ketjil” atau ,.perusahaan kebun” ;
dan demikian djuga dalam hal jang perlu, surat tanda
tidak mampu, jang termaksud pada pasal No. 44 dari
daftar tentang kebebasan segel dalam tanah Hindia
Belanda, jang ada pada ordonansi 11 Agustus 1885
(Staatsblad No. 131).
h. djika perlu segala pertimbangan pembesar-pembesar
lain, jang tersebut pada permulaan ajat i ni ;
hendaklah dipersembahkan oleh Kepala Pemerintahan
daerah kepada Tuan Besar Gubernur Djendral, dengan
disertainja dengan pertimbangannja sendiri tentang harus
atau tidak diizinkan permohonan itu serta hendaklah di-
sebutkannja pula apa sjarat jang harus ditetapkan bila­
mana permohonan itu dikabulkan, serta diterangkannja
djuga, patutkah sipemohon itu djadi pemegang pak turun-
temurun dari tanah negeri, jaitu berhubung dengan
umurnja dan keadaan hukumnja.
(2). Pengundjukan surat-surat itu didjalankan dengan per-
antaraan Direktur Pemerintahan dalam Negeri; bilamana
permohonan berhubungan dengan tanah, jang masuk
dalam djadjahan larangan pertahanan militer, maka pe­
ngundjukan didjalankan dengan perantaraan Panghms
Balatentara Darat dan Kepala Departemen Peperangan
Hindia Belanda ; ialah jang meneruskan permohonan i u
pada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri.

Pada pasal 16 ajat 3 dari firman Radja Staats


blad 1870 no. 118, seperti menurut bunji St
1896 no. 140, maka Direktur Pemerintahan daiam ^
geri diberi kekuasaan akan menolak permoho
ngan beralasan peraturan jang sjah.

§ 8.
Bilamana ada permohonan tadi telah dilampirkan surat
ukuran dan kalau Pemerintah Agung, setelah menerima suia -
surat jang tersebut pada bab tadi, menerangkan hendak mem­
berikan hak turun-temurun maka atas permintaan sipemohon
itu, hendaklah komisi tersebut memeriksa betulkah sudah di
tjukupkan akan sjarat-sjarat jang tersebut pada beslit pem-
berian tanah itu jaitu betulkah kerugian kepada orang-orang
jang mempunjai tanah-tanah mentjil, pohon buah-buahan dan
sebagainja telah diganti, dan kalau sudah, maka oleh komisi itu
diberikan kepadanja satu proses-perbal jang menjatakan, jang
sedemikian.

§ 9.
( 1). Bilamana pada permohonan hanja dilampirkan sebuah
bagan sadja dan berhubung dengan itu Pemerintah Agung
memberikan untuk sementara sadja dahulu hak pak turun-
temurun itu kepada sipemohon, maka komisi jang tersebut
tadi pergi sekali lagi ketempat itu, dengan pendjawat
Kadaster jang akan mengukur persil itu, jaitu kalau si­
pemohon telah memberitakan, bahwa telah dibajarnja
kerugian jang tersebut pada bab 8 tadi kepada penduduk
Bumiputera dan pandjar (voorschot) atas belandja meng­
ukur pada Kantor Kadaster, dan kalau tanda-tanda batas
dan rintisan jang dikehendaki untuk pengukur tanah itu
telah diperbuatnja,— djika ganti kerugian bagi kaju
rimba harus dibajar, maka pada Kontrolir Djati harus
pula diberitahukan sekaliannja itu— , jakni akan meme-
riksa serta dengan membuat proses-perbalnja, bahwa
pembajaran jang disebutkan tadi sesungguhnja telah di-
terima oleh jang berhak dengan sepatutnja dan demikian
djuga, bahwa tak ada tanah jang dibatasi dan diundjukkan
akan diukur itu lain dari pada jang tersebut pada proses-
perbal pemeriksaannja jang dahulu.

I. Pembajaran jang dimaksud itu jaitu :


a. kerugian-kerugian untuk tanah mentjil, pohon
buah-buahan, rumah dan sebagainja.
b. pandjar jang perlu bagi belandja mengukur.
II. Tanah-tanah jang lain dari pada tanah jang pada
Kantor Kadaster telah diukur, harus diukur lagi
dan diminta dengan surat permohonan lain, tidak
boleh diukur bersama-sama dengan jang lagi diper­
timbangkan (Bijblad No. 3581).
III. Tentang pendirian tanda-tanda jang dimaksudkan,
lihat Staatsblad 1912 No. 497 dalam djilid No. 15
dari Pemimpin ini.
(2 ). Bilamana Pemerintah Agung menerangkan dalam beslitnja
tentangan itu, bahwa ganti kerugian atas kaju rimba di­
tanah itu harus dibajar, maka bersama-sama dengan
pemeriksaan komisi, dimulai djuga oleh Kontrolir Djati
jang bersangkutan dengan perkara ini, memeriksa keadaan
kaju rimba dan lain-lainnja ; atas permintaan amtenar ini,
diberikan oleh komisi itu kepadanja suatu turunan dari
bagan jang telah dibuatnja dahulu, dan bagi menghitung
djumlahnja kerugian tadi, diberi keterangan tentang luas­
nja tanah persil itu oleh Kadaster, sesudahnja surat ukuran
itu dibuat.
(3 ). Bilamana Kontrolir Djati berhalangan pergi bersama-sama
dengan Komisi akan memeriksa banjaknja kaju ditanah
persil itu maka iapun memberitahukan jang sedemikian
itu kepada Kepala Pemerintahan daerah dengan menerang­
kan, bila ia akan mendjalankan pekerdjaan itu.
(4 ). Dalam kedua hal itu, perhitungan ganti kerugian, djika
tergantung dari selesainja surat ukuran, harus dibuat
dalam sebulan, terhitung mulai dari menerima k eteran g an -
keterangan dari Kadaster itu.

§ 10.
Berita segala pekerdjaan jang tersebut pada pasal tadi
harus dengan segera diundjukkan kepada Kepala Pemerintahan
Daerah, ketjuali dalam hal jang tersebut pada pasal jang b erik u t
in i; Kepala pemerintahan Daerah mengundjukkan kepada Peme­
rintah Agung dengan perantaraan Direktur Pemerintahan dalam
Negeri, sekalian surat-surat bersama-sama dengan p erm o h on an
baru dari sipem ohon minta tanah itu dan surat ukuran jang
harus dilampirkan djuga.

§ 11.
(1 ). Bilamana taksiran ganti kerugian kaju itu melambatkan
pekerdjaan tentang permohonan itu, baik dalam hal jang
tersebut pada ajat achir dari § 6 maupun dalam hal ter-
maksud pada peraturan dari ajat achir § 9, maka Kepala
pemerintahan daerah sementara menunggu berita Kon­
trolir Djati, boleh menundjukkan kepada Kepala Depar-
temen jang tersebut, surat-surat tadi tiada dengan kete-
rangan-keterangan dari Kontrolir Djati itu.
(2 ). Bilamana pemberitahuan Kontrolir Djati sementara itu
belum diterima dan berhubung dengan itu pada beslit
Pemerintah Agung dalam hal pemberian hak pak turun-
temurun itu ketetapan djumlah dan peraturan bagaimana
membajar ganti kerugian itu diserahkan kepada Direktur
Perusahaan tanah, Keradjinan dan Perniagaan (Land-
bow, Nijverheid en Handel), maka sipemegang hak turun^
temurun setelah membajar ganti kerugian kaju itu
kedalam Kas Negeri, menurut putusan Direktur itu harus
memasukkan ketetapan hak itu kedalam register umum
dalam enam bulan, terhitung mulai dari tanggal keputusan
itu.
I. Djika sipemohon dalam enam bulan terhitung dari
beslit izin, tiada mentjukupi kewadjiban jang tersebut
tadi, jaitu menuliskan hak pak turun-temurun itu
kedalam register umum (Bijblad no. 3864), maka
hendaklah hal itu diberi tahukan oleh Residen kepada
Direktur Pemerintahan Dalam Negeri.
II. Selandjutnja Residen mengirimkan tiap-tiap kali ke­
pada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri dan kepada
Dewan Hisab (Algemene Rekenkamer) turunan dari
beslit-beslitnja tentang memberi tambah lagi waktu
jang ditentukan untuk menetapkan hak-hak barang;
djuga turunan keputusannja tentang menetapkan lagi
waktunja bagi mengundjukkan peta-peta dan surat-
surat ukuran dari tanah jang pak turun-temurunnja
bagi sementara didjandjikan akan diberikan ; dan
pada tiap-tiap bulan Januari Residen itu wadjib me­
ngundjukkan kepada Direktur Pemerintahan Dalam
Negeri jang tersebut segala voorstel-voorstel akan
mentjabut hak pak turun-temurun jang telah didjan­
djikan itu, jang sudah lebih dari setahun lamanja tidak
didjalankan oleh sipemohon. (Bijblad No. 6998).
III. Residen mengamat-amati, supaja tanah-tanah hutan,
jang dipohonkan untuk pak turun-temurun, tiada di-
pakai oleh sipemohon sebelum Pemerintah Agung
memutuskan bahwa tanah itu akan diberikan kepada-
nja dengan pak turun-temurun. Maka djandji akan
memberikan pak turun-temurun kepada sipemohon
sadja tak boleh dianggap sebagai keputusan Peme­
rintah ; akan tetapi tanah itu boleh dipakai kalau
dapat izin dari Direktur Pemerintahan Dalam Negeri
(Stbl. 1916; Bijblad No. 300,8, 3864 dan 5858).

b. Menawarkan tanah bagi pak turun-temurun.


Adapun urusan prij aj i-prij aj i dalam hal memberikan tanah
tersebut pada B ini sama dengan urusannja dalam hal
memberikan tanah dibawah tangan (bagian A .), jakni bilamana
— seperti menurut biasanja— tanah itu ditawarkan kepada
orang banjak, sebab lebih dari seorang jang sama-sama memo-
honkan tanah hutan itu bagi pak turun-temurun. Adapun
ketentuan dalam bagian B tiada perlu bagi prijaji-prijaji dalam
pekerdjaannja ; akan tetapi perlu sekali bagi orang-orang jang
memohonkan tanah.

BAB II.
HAK DAN KEWADJIBAN PEMEGANG HAK
PAK TURUN-TEMURUN.

Maka bab jang tadi dianggap perlu ditambah dengan satu


bab tentang hak dan kewadjiban pemegang pak turun-temurun,
apa lagi sebab prijaji-prijaji dalam pekerdjaannja kerap kali
bersangkutan dalam bermatjam-matjam hal dengan mereka itu.
Supaja prijaji-prijaji mendjalankan kewadjibannja dengan se-
patutnja, maka perlulah diterangkan dengan seterang-terangnja
apa jang boleh dilakukan dan apa jang dilarang tentang perka-
ra ini.

I.
Hak dan kewadjiban pemegang pak turun-temurun ditanah
Djawa dan Madura itu beralasan : ,
pertama : Firman Hukum Tanah (Staatsblad 1870 no. 118) =
(F. H. T.)
kedua : ordonansi dalam Staatsblad 1872 no. 237a, seperti telah
diubah, ditambah atau disiarkan lagi (setelah ditam-.
bah) dalam Staatsblad 1913 No. 699.
Ordonansi ini hanjalah guna tanah persil setelah di­
tetapkan diberikan sebagai pak turun-temurun. (Surat
edaran Direktur Pemerintahan Dalam N egeri pada 28
Januari 1914 no. 745) atau ta’luk kepada ketentuan ini.
ketiga : Buku Hukum Rakjat ditanah Hindia Belanda (B.H.R.)
keempat : surat akte pak turun-temurun.

PERDJANDJIAN UMUM TENTANG MEMBERIKAN


PAK TURUN - TEMURUN.
a. Pada tanah pak turun-temurun terlaranglah menanam pohon
apiun dan membuat garam (F. H. T. pasal 12).
b. Untuk membuat perbuatan pengairan ditanah pak turun-
temurun dan memakai sungai atau pengaliran air jang telah
ada ditanah itu harus mendapat izin teristimewa dari Tuan
Besar Gubernur Djenderal atau dari pembesar jang ditun-
djukkan oleh Gubernur Djenderal (Direktur Perbuatan
Negeri).
Maka pada surat izin itu boleh ditambahkan peraturan-
peraturan bagi kebadjikan umum. (F. H. T. pasal 12).
c. Dengan mengetjualikan :
1. tanah jang dilindungi oleh hak orang lain, jang tidak
mau melepaskan haknja ;
2. tanah, jang dipandang oleh penduduk Bumiputera tanah
su tji;
3. tanah, jang disediakan untuk pasar umum atau untuk
pekerdjaan umum ;
maka memberikan tanah jang berkeliling tanah tersebut itu
tiada berhalangan, bilamana sipemohon itu berdjandji tiada
akan menggoda tanah jang diketjualikan itu (F. H. T. pasal
9 ajat 4 ).
d. Djikalau penduduk tanah jang diberikan atas hak barang
kepada perusahaan pertanian atau keradjinan, bekerdja tetap
disitu, maka mereka itu tiada dikenakan r o d i; akan tetapi
bilamana ada ketjelakaan alam atau bilamana mentjegah
bahaja umum dan djikalau dianggap perlu, maka bolehlah
sekalian orang lelaki jang masih kuat dikerdjakan gugur
gunung (Stbl. 1914 no. 101 ; 1915 no. 21 ; 1916 no. 66).
e. Pada pak turun-temurun tiada masuk terhitung tanah jang
dibawan, jang mengandung barang tambang. Maka sipeme-
gang pak turun temurun itu wadjib membiarkan penggalian
barang tambang itu menurut undang-undang umum jang
dikerdjakan oleh Gubernemen atau oleh orang jang sudah
mendapat izin (cancessie) dari Gubernemen (F.H.T. pasal 9).
f. Sipemegang pak turun-temurun boleh menggali tanahnja
untuk guna sendiri akan mengambil batu, tanah liat (lem-
pung) atau tanah matjam-matjam lain, jang terdapat di-
pekarangan itu, jang teranggap tidak masuk barang tambang
jang sebenarnja.
g. Sipemegang pak turun-temurun berkuasa melakukan segala
hak atas tanah itu seperti ia memegang hak milik sendiri
atas tanah itu ; akan tetapi ia tiada boleh melalukan sesuatu
perbuatan jang boleh memundurkan harga tanah itu (B.H.R.
pasal 721).
h. Ia boleh memakai dengan sesukanja sendiri sekalian pohon-
pohonan dan tanam-tanaman, baik jang ditanamnja sendiri,
maupun jang tiada ditanamnja jakni bilamana tiada perdjan­
djian lain.
i. Maka perdjandjian akan memberikan hak atas pak turun-
temurun itu dianggap batal, bilamana waktu jang ditentukan
akan menerima hak itu (atau tiada mengundjukkan peta
dan surat ukuran) tidak dipergunakan ketjuali kalau waktu
itu ditambah.
Bagi sempurnanja urusan administrasi, maka dengan
beslit Direktur Pemerintahan Dalam Negeri dinjata­
kan bahwa sesuatu perdjandjian akan memberi pak
turun-temurun sudah mendjadi batal.
KEWADJIBAN MEMBAJAR PADJAK JANG
DITENTUKAN BAGI HAL ITU.
a. Kewadjiban jang diberikan bagi pak turun-temurun dan
segala rumah jang diatasnja serta perbuatan jang dibuat
ditanah itu, demikian djuga hasil tanah atau tempat kera­
djinan ditanah itu semuanja takluk kepada padjak jang telah
ada atau jang akan diadakan bagi itu (F. H. T. pasal 13).
b. Perponding (Padjak harta tetap) tak dikenakan atas tanah
itu pada tahun pemberian tanah itu dan sepuluh tahun jang
berikut (F. H. T. pasal 13) ketjuali dalam hal jang menjim-
pang dari peraturan ini, menurut jang tersebut pada pasal
16a dari Firman Hukum Tanah (F. H. T.).

KEWADJIBAN MEMBAJAR BIA PAK.


a. Kewadjiban membajar bia pak mulai dari tahun keenam,
terhitung dari tahun hak pak turun-temurun itu tertulis
dalam register umum, ketjuali dalam hal-hal jang menjim-
pang dari peraturan ini menurut pasal 16a dari Firman
Hukum Tanah.
b. Kewadjiban ini tak boleh dipetjah-petjah; jaitu tiap-tiap
bagian dari tanah pak turun-temurun itu menanggung
membajar biaja-biaja pak bagi tanah itu semua (pasal 728
B. H. R.).
c. Sipemegang pak turun-temurun ditanggungkan sendiri akan
membajar :
I. bila pak jang wadjib dibajar selama ia memegang hak itu.
II. denda-denda lantaran pengalpaan membajar bia pak
itu ; tanggungan itu tinggal djuga, mesldpun hak itu telah
didjual, telah dibatalkan atau dilepaskan.

Bilamana hak pak turun-temurun diserahkan kepada


orang lain, maka sipemegang baru diwadjibkan djuga
akan membajar bila pak tanah itu sampai waktu ia
menerima hak tadi, begitupun djuga denda-dendanja ;
akan tetapi bilamana sipemegang lama itu telah mem­
bajar bia pak itu, maka sipemegang baru tiada mem­
bajar itu lagi.
d. Sipemegang pak turun-temurun tiada mendapat kebebasan
atas pembajaran bia pak, meskipun guna tanah itu berku-
rang-kurang atau tiada berguna sama sekali baginja.
Akan tetapi bilamana sipemegang pak turun-temurun dalam
5 tahun berturut-turut tiada mendapat hasil dari pada tanah
itu, maka ia akan dapat kebebasan dari membajar uang pak
selama waktu itu (pasal 729 B. H. R.).

D E N D A.

a. Maka sipemegang pak turun-temurun jang terkena oleh


peraturan Staatsblad 1913 no. 699, didenda dalam seratus,
lima bagian, dihitung dari bia pak jang belum dibajar,
bilamana bia pak itu dalam empat belas hari sehabisnja
tahun pembajaran tiada dibajar di Kas Negeri, jakni tidak
dengan ditegur lebih dahulu dengan perantaraan hakim,
hanjalah sebab waktu pembajaran dialpakan sadja.

b. Denda jang sebesar itu dikenakan atas kelalaian buat tiap-


tiap empat bulan selandjutnja, dengan mengingati bahwa
denda-denda itu tak boleh lebih dari lA dari pada banjak
uang jang didenda itu.
c. Denda itu terhitung dari hari jang kelima belas dari waktu
bia pak atau bagian jang boleh dipungut, harus telah dibajar
kedalam Kas Negeri, bilamana selunasnja bia pak d i t a n g g u h -
kan atau boleh dibajar dengan diangsur (ditjitjil) dan uang
bia pak tak dibajar dalam waktu jang dimestikan.
d. Tiada diwadjibkan membajar denda untuk waktu jang ber­
guna akan memberi tangguh atau izin untuk membajar bia
pak dengan ditjitjil, djikalau izin atau p ertan g g u h an i u
diberikan setelah waktu, tersebut pada ajat pertama dan
pasal'ini, lalu.

Selamanja pembajaran sipemegang pak turun-


temurun, dipakai lebih dahulu akan melunaskan
utang jang terdahulu.
MEMBERIKAN HAK PAK TURUN - TEMURUN KEPADA
ORANG LAIN ; MENJERAHKAN PEMEGANGAN
KEPADA SEORANG JANG DIKUASAKAN.
a. Sipemegang pak turun-temurun mempunjai kuasa akan men­
djual haknja, memberati hak itu dengan gadai (hypotheek),
dan menaruh atas tanah itu tanggungan atas pekarangan
( erfdienstbaarheid) dalam waktu ia boleh mengambil hasil
dari tanah itu (pasal 724 B.H. R.).
b. Diwadjibkan, dengan antjaman hukuman paling banjak
f. 100,— (seratus rupiah), memberitahukan kepada Kepala
Pemerintahan Daerah jang berdjadjahan ditanah itu, se-
lambat-lambatnja dalam sebulan, tiap-tiap kali hak pak
turun -temurun itu dipindahkan kepada orang lain atau
apabila urusan perusahaan itu diserahkan kepada orang
jang dikuasakan.
c. Untuk sjahnja kepindahan hak pak turun-temurun kepada
orang lain, perlu izin dari Direktur Pemerintahan dalam
N egeri..............................
K etjuali:
I. bilamana kewadjiban membajar bia pak belum
mulai, atau
11. bilamana sebelum menjerahkan hak itu, telah di-
tjukupi apa jang mesti dibajar kepada Negeri, jaitu
bia pak, terhitung sampai penghabisan tahun pe-
njerahan itu dan djuga denda-denda sebab tiada
membajar bia pak, jakni djika ada denda itu jang
mesti dibajar.
d. Pada tiap-tiap kali hak pak turun-temurun itu dipindahkan
atau pada membagi-bagi suatu hak itu tiada perlu lagi di-
bajar bia jang luar biasa (pasal 730 B.H.R.).

MELEPASKAN HAK PAK TURUN - TEMURUN


a. Maka hak pak turun-temurun itu tak boleh dilepaskan,
melainkan dengan izin Tuan Besar Gubernur Djendral.
b. Maka melepaskan hak itu harus ditetapkan dengan surat,
terbuat dihadapan notaris menurut tjontoh jang ditetapkan
oleh Tuan Besar Gubernur Djendral (Bijblad No. 7119).
Kelepasan hak itu tak akan mengubah keadaan hukumnja
sebelumnja isi surat akte notaris itu diberitahukan dengan
djalan hakim kepada Kepala Pemerintahan Daerah, jang
berdjadjahan ditanah itu.
Tentang pemberitahuan menurut ajat tadi, maka Kepa­
la Pemerintah Daerah memberi tahu dengan segera
kepada pegawai jang diwadjibkan menjimpan surat-
surat akte hakim dengan mengundjukkan turunan surat
pemberitahuan itu kepada pegawai tersebut; djuga di-
beritahukannja hal itu kepada Direktur Pemerintahan
Dalam Negeri.
Bilamana pemberian hak pak turun-temurun ada bermaksud:
I. memperbaiki keadaan hak jang telah ada tentang hal
itu, atau
II. Dalam hal menghilangkan kekurangan keadaan hak itu,
maka tentang hak baru itu akan ditetapkan djuga segala
peraturan jang tersebut pada Ordonansi, jang ditetapkan
atas hal itu waktu menerima hak tadi.
M E M B A T A L K A N H A K P A K T U R U N -T E M U R U N .

Maka hak sipemegang pak turun-temurun boleh dibatalkan,


lantaran ia merusakkan tanah itu atau tiada m e m p e r g u n a
kan dengan sepatutnja, dan ia boleh didakwa akan
sekalian ongkos kerugian dan bunga uang (pasal 733
ioi- n em batalan
Maka sipemegang tanah itu boleh men tiada se-
karena kerusakan atau tiada mempergunaKa ^ jtu
patutnja itu, djikalau ia dapat memPerbal,iclceterusnja,
lagi seperti dahulu, dan dapat menanggung gHR)-
bahwa hal itu tidak akan terdjadi lagi (pasal m haiar
Hak itu boleh djuga dibatalkan lantaran tiada -oeme.
bia pak dalam 5 tahun berturut-turut, dan setelan P ^
gang tanah itu diberitahu sepatutnja dengan surgUrat jtu
pintu akan membajar, tetapi sia-sia sadja, dan pekan
disampaikan kepadanja selambat-lambatnja enam al
(minggu) sebelum dakwaan itu mulai didjalankan
733 B H'R )' „leh Tuan
Hak pak turun-temurun boleh djuga dibatalkan segala
Besar Gubernur Djendral, dengan tiada m e n g u r a n g
hal jang tersebut pada pasal 733 dari Buku Hukum
tanah Hindia Belanda :
I. bilamana bia pak selama 3 tahun, tiada membajar ;
II. bilamana perdjandjian akan menanami sebagian dari
tanah itu dalam tempo jang ditentukan, jang diperbuat
tatkala memberikan hak pak turun-temurun itu, tiada
ditjukupi dan menurut timbangan Tuan Besar Gubernur
Djenderal boleh hak itu dibatalkan atas seluruhnja atau
sebagian dari tanah itu.
Bilamana kedjadian hal jang kesudahan itu, maka atas
permintaan dan mufakatnja sipemegang pak turun-
temurun, diketjualikan dari pada itu sebagian tanah itu
jang dipilih oleh Tuan Besar Gubernur Djenderal kira-
kira sama luasnja dengan bagian tanah jang telah di-
tanaminja, seboleh-bolehnja dengan mengingat keper-
luan bagian tanah jang telah ditanami itu atau keper-
luan jang lain jang perlu sekali untuk pekerdjaan
sipemegang pak turun-temurun itu.
d. tak akan dilakukan, sebelumnja kehendak itu diberitahukan
dengan surat akte hakim kepada sipemegang pak turun-
temurun atau jang dikuasakannja, djuga kepada jang me-
megang gadai (hypotheek) atas tanah itu, oleh atau atas
nama Tuan Besar Gubernur Djenderal, dan dalam surat akte
itu disebutkan djuga supaja ketinggalan pembajaran, jaitu
bia pak dan denda-denda, ditjukupi dalam tiga bulan..
e. ditetapkan dengan suatu beslit jang diberitahukan dengan
pengantaraan hakim kepada sipemegang pak turun-temurun
atau kepada jang dikuasakannja serta disebutkan sebab-
sebabnja.
1. Maka bekas pemegang pak turun-temurun itu atau
jang dikuasakannja harus meninggalkan tanah persil
itu dalam delapan hari setelah menerima beslit itu,
dan menjerahkan tanah itu kepada Pemerintah kem­
bali.
Bilamana jang demikian itu tiada diperbuatnja, ma­
ka bolehlah ia dipaksa dan belandja memaksa itu
mendjadi tanggungannja.
2. Pemberitahuan tersebut pada pasal 6, 7 dan 9 di­
djalankan dengan mengingat Reglemen Penuntutan
Hukum.
PENGHABISAN HAK PAK TURUN - TEMURUN.
a. Bilamana hak pak turun-temurun telah sampai waktunja,
maka hak itu tidak diulang dengan diam-diam sahadja, akan
tetapi boleh dilandjutkan sampai dichabarkan bahwa hak
itu akan ditjabut (pasal 732 B. H. R.).
b. Pada penghabisan hak, maka ia boleh mengambil sekalian
perbuatan atau tanam-tanaman, jang menurut perdjandjian
tiada diwadjibkan menanamnja; akan tetapi ia diwadjibkan
mengganti kerugian atas kerusakan jang dilakukannja dita­
nah itu lantaran pengambilan tadi.
Akan tetapi jang mempunjai tanah boleh menahan barang-
barang itu, sampai sipemegang pak turun-temurun itu telah
melunaskan utang-utangnja kepadanja (pasal 725 B. H. R. )•
c. Sipemegang pak turun-temurun sama sekali tiada mempunjai
kekuasaan akan meminta ganti kepada jang mempunjai tanah
atas harga rumah, perbuatan, ketukangan dan tanam-tanam­
an, jang telah dibuat oleh sipemegang itu dan pada pengha­
bisan pak turun-temurun itu masih ada ditanah itu (pasal
720 B. H. R.).
d. Pada penghabisan hak pak turun-temurun, maka jang mem­
punjai tanah berkuasa mendjalankan tuntutan hakim atas din
sipemegang pak turun-temurun itu supaja mengganti belan­
dja, kerugian dan bunga uang jang terdjadi lantaran kealpaan
dan kurang pemeliharaan tanah itu dan segala hak (piutang)
jang telah lalu djandjinja lantaran kealpaan sipemegang 1 u
(pasal 731 B. H. R.).
HILANGNJA HAK PAK TURUN - TEMURUN.
Hilangnja hak pak turun-temurun ini seperti hilang ^
penjewaan pekarangan djuga, seperti tersebut pada pasa
dan 719 B. H. R. (pasal 736 B. H. R.).
jaitu :
1. lantaran bertjampur ;
2. lantaran hilangnja tanah itu ;
3. lantaran lalunja djandji jang 30 tahun , ^iten-
4. setelah lalunja waktu jang didjandjikan a
tukan pada permulaan djandji (7 1 8 ): ^ ter
Bilamana tiada perdjandjian atau peja karang-
istimewa tentang berhentinja hak Pe"]l wi~ emperhenti-
an, maka jang mempunjai tanah bolM “ lalu tiga
kan hak itu, akan tetapi tiada boleh set>eiu sede-
puluh tahun dan hendaklah diberitahukan J empUnjai
mikian itu satu tahun dimuka, kepada 3ang. ^ium pin*
hak penjewaan pekarangan itu dengan sarai
tu (pasal 719 B . H. R .).
K E T E N T U A N .

b. P ert ani an Ketjil.


Staatsblad 1904 No. 326, diubah dan ditambah pada
Staatsblad 1905 No. 153 dan 1908 No. 263.
PERKARA JANG BERHUBUNGAN DENGAN HUKUM TANAH.
PERTANIAN KETJIL ATAU PERUSAHAAN
KEBUN. PAK TURUN- TEMURUN.

Peraturan tentang memberikan tanah, dan perbantuan uang


oleh Negeri untuk memperusahakan pertanian ketjil atau perusa­
haan kebun oleh orang Eropa dan sesamanja, jang tiada mampu.
Pertama : Dengan seperlunja akan ditetapkan oleh Firman
Radja dan dengan mentjabut ordonansi dari 20 Mei 1902 (Staas-
blad No. 2208), akan ditetapkan pula :

P a s a l 1.

(1). Untuk mendjalankan „pertanian ketjil” atau „perusahaan


kebun” maka kepada orang bangsa Eropa dan sesamanja
jang kurang mampu, dan mendjadi penduduk Hindia
Belanda bolehlah diberikan tanah jang luasnja tiada lebih
dari sepuluh bahu dari 500 tumbak (ubin = Rijnlandsche
ru) bagi pak turun-temurun, dan jang tidak terlarang
menurut peraturan jang ada tentang pemberian tanah
dengan hak itu, serta dalamnjapun boleh djuga termasuk
tanah jang dibuka oleh Bumiputera atau masuk kepunjaan
desa lantaran mendjadi pangonan umum atau lantaran
sebab-sebab lain, djikalau Bumiputera jang mempunjai hak
atas tanah itu telah meninggalkan tanah itu dengan kema-
uannja sendiri serta melepaskan haknja atas tanah itu.

Djadi menurut perkataan jang achir dari ajat ini, tanah


jang telah diusahakan boleh djuga diberikan bagi pak
turun-temurun, bilamana jang mempunjai hak atas
tanah itu telah melepaskan haknja. Hal ini berlainan
^ dengan peraturan tentang pemberian tanah untuk „per-
tanian besar”.
(2). Untuk maksud jang seperti itu djuga maka diberikan
kepada perkumpulan kedermaan jang telah diaku sah dan
adanja ditanah Hindia Belanda, tanah paling banjak lima
ratus bahu untuk pak turun-temurun, menurut ajat tadi,
dalam halini harus diingati jang tersebut pada huruf b
dariFirman Radja, jang ditetapkan pada pasal 1 dari
Firman 4 Agustus 1875 (Bijblad no. 3020).
Maka Firman Radja itu bunjinja :
„bahwa kalau memberikan tanah bagi pak tiiru -
temurun atau bagi disewa biasa harus diingati °ie
Pemerintah, bahwa hanjalah tanah lepas jang bo
diberflcan guna perusahaan pertanian atau rul?V
taman, jakni tanah jang tiada dibuka oleh Burmp
tera atau mendjadi kepunjaan desa lantaran u .
pangonan umum atau lantaran sebab-sebab '
maka tanah, jang telah ditanami dan jang tei
ditengahctanah lepas jang akan diberikan bagi p
turun-temurun atau disewakan biasa oleh re
tah, hanjalah diberikan, bilamana menurut pas ,
dari Firman Radja tentang peraturan Hukum
(Staatsblad Hindia Belanda 1870 no. 1 18 dan
no. 116) jang mempunjai hak atas tanah itu
melepaskan haknja itu.
(3). Bilamana njata perlu, jaitu menurut timbangan Tuan Besai
Gubernur Djenderal maka untuk mendirikan P ^ ,entu_
atau perusahaan kebun jang termaksud, luas jang ai ^
kan sepuluh bahu "tersebut pada ajat pertama dar^
ini, boleh dilewati batasnja sampai dua puluh n
dari 500 tumbak pesegi (Stbl. 1908 no 263).
19 November
Tambahan ini menurut Titah Radja dan
1907 No. 20 (Bijblad No. G787).

i Vi Tuan Besar
Menurut alasan jang akan ditetapkan olen tolongan
Gubernur Djenderal, maka Negeri boleh memberi Pe . pasal
uang kepada orang jang tersebut pada ajat pertama usaha-
tadi, guna mendirikan „tanah pertanian” atau „tanan p
an kebun” . . ,.
nntuk jnendja-
Maka alasan itu diatur pada peraturan u 326 dan
lankan ordonansi dalam Staatsblad 1904 • ^ g UStus
ditetapkan pada Firman Gubernemen Paa
1904 No. 34 (Bijblad No. 6050 jo. No. 6677).
Lihatlah dibelakang ini.
Pasal 3.
Pemberian tanah untuk pak turun-temurun menurut pasal
1 didjalankan seperti pemberian atas permohonan tanah Negeri
untuk hak itu dan menurut ketentuan jang akan ditetapkan
tentang hal itu dengan mengingat :
a. bahwa bia pak untuk satu tahun paling banjak satu rupiah
bagi satu bahu ;
b. bahwa pemberian tanah itu tiada lebih dari dua puluh lima
tahun, dengan ditentukan bahwa hak pak turun-temurun itu
boleh dilandjutkan, tetapi tiap-tiap kali tiada boleh lebih
dari 25 tahun djuga, dan dengan bia pak jang tiada lebih
dari jang tersebut pada a, jakni bilamana tanah itu telah
dipergunakan dengan sepatutnja ; segala sesuatunja menurut
pertimbangan Pemerintah (Stbl. 1908 No. 263).
c. bilamana perlu, boleh diberi kebebasan dari pada membajar
belandja mengukur dan menggambarkan tanah itu dan dari
pada membajar uang segel untuk membuat surat asal akte,
memasukkan kedalam register pak turun-temurun dan turun-
annja bagi sipemohon i t u ; djuga dibebaskan dari pada
membajar uang upahan bagi membuat surat keterangan pak
turun-temurun itu.
Maka izin Radja atas hal ini diberikan dengan Firman
Radja pada 11 October 1905 No. 36 (Staatsblad 1905
No. 586).
Tentang pemeriksaannja harus dilihat bagian A djilid
ini.
Menentukan bia pak harus dengan mengingati djuga
segala keadaan : letak tanah persil itu ; rupa dan kesu-
buran tanah itu, djauhnja dari pasar, perhentian kereta
api atau trem, negeri jang besar-besar dan sebagainja.
Bagi memberi kebebasan jang termaksud pada c, maka
pegawai-pegawai (prijaji-prijaji) ditempat itu harus
mengundjukkan voorstel jang perlu atau memberi ke­
terangan tentang hal itu.
Pasal 4.
(1). Dengan- tiada mengurangi segala perdjandjian teristimewa,
jang tersebut pada surat akte pak turun-temurun, maka
menurut pasal 1 dari ordonansi ini Tuan Besar Gubernur
Djenderal boleh membatalkan hak pak turun-temurun jang
telah diberikan bilamana :
a. hak itu diserahkan kepada orang lain tiada dengan
izin Kepala Pemerintahan Daerah.
b. lantaran dibagi-bagi, sebab jang pegang pak turun-
temurun meninggal dunia atau sebab lain-lain.
c. tiada mentjukupi kewadjiban pemegang pak turun-
temurun, sebab ia telah diberi bantuan berupa uang
menurut pasal 2 jang tersebut tadi.

1. Bekas pemegang pak turun-temurun (atau jang


djadi gantinja) boleh mengambil segala perbuatan
ditanah itu dalam sebulan sesudahnja surat pemba-
talan diberitahukan dengan pengantaraan hakim ke-
padanja; maka Residen boleh memberi tempoh
lebih dari sebulan itu.
2. Bilamana untuk mendirikan perbuatan itu ia men­
dapat pindjaman pertanian, dan pindjaman itu be­
lum dilunaskan semuanja, maka tak bolehlah ia
mengambil perbuatan (rumah-rumah, bangsal-bang- i
sal dan sebagainja), jang diatas tanah itu, berhubung
dengan perdjandjian jang ditentukan waktu mem- I
buat pindjaman itu, jakni bahwa perbuatan-per- I
buatan itu mendjadi kepunjaan Negeri sebelum j
dilunaskan pindjaman itu. 1
3. Setelah dilunaskannja utang tadi,maka diperoleh- j
nja lagi kekuasaan akan mengambil perbuatan-per-
buatan itu.
4. Perbuatan-perbuatan jang belum diambil pada peng­
habisan tempoh pak, mendjadi kepunjaan Negeri.
5. Apa jang tersebut pada no. 1, 2, 3 dan 4 didjalan­
kan djuga, bilamana izin melandjutkan tempoh pak
tiada diberikan, jakni djikalau tanah tak diperguna­
kan seperti kemauan Pemerintah waktu tanah itu
diberikannja; dengan ditentukan bahwa peraturan
tentang memberi tempoh satu bulan didjalankan
mulai terhitung dari penghabisan tempoh pak (§ 7
dari Bijblad No. 66050).
(2). Membatalkan pak turun-temurun itu didjalankan dengan
beslit jang diberi tahukan dengan surat akte hakim kepada
pemegang pak turun-temurun itu atau jang mendjadi
gantinja.
Maka beslit Gubernemen itu diberitahukan kepadanja
dengan surat djuru pintu, jaitu turunan dari curat
pemberitahuan itu harus disampaikan kepadanja oleh
djuru pintu atau pegawai jang dikuasakan dalam hal
itu dan pegawai ini harus membuat satu rent j ana dari
pemberitahuan itu dan seboleh-bolehnja ditanda tangani
oleh jang diberi tahu.
(3). Maka membatalkan itu tiada didjalankan melainkan sete-
lah diberitahukan kepada pemegang pak atau jang men­
djadi gantinja oleh atau atas nama Tuan Besar Gubernur
Djenderal tentang maksud itu dengan surat akte hakim
dan bilamana apa jang tersebut pada ajat pertama sub c
dari pasal ini, tiada ditjukupi, diberi tempoh dua bulan
lagi akan mentjukupi kewadjiban itu.
Tentang memberitahukan dengan surat akte tersebut,
lihatlah tjatetan pada ajat tadi.
(4). Bilamana pembatalan telah diberitahukan, maka bekas
pemegang pak atau jang djadi gantinja, diwadjibkan me­
ninggalkan tanah itu dan djika perlu iapun boleh dipaksa
dengan kekuatan polisi.
Pasal 5.
Berhubung dengan keadaan tempat dan banjaknja permo­
honan akan memperoleh tanah, maka bilamana perlu, jaitu
menurut pertimbangan Kepala Pemerintahan Daerah boleh di-
berdirikannja „komisi kolonisasi” jang aturan susunannja, peker­
djaannja dan kuasanja diatur oleh Tuan Besar Gubernur Djen­
deral. Maka komisi ini gunanja untuk memadjukan dan mem-
bantu pentjaharian tersebut, dan mengamat-amati djalan me­
makai uang, jang diberikan menurut pasal 2, dan hal mentjukupi
kewadjiban jang dikenakan kepada pemegang pak turun-
temurun itu.
Susunan, pekerdjaan dan kekuasaan komisi itu diatur
pada Firman Pemerintah pada 5 Agustus 1904 No. 34.
Pendirian, susunan, dan mentjukupkan komisi itu di­
tetapkan oleh Kepala Pemerintahan Daerah dengan
beslit serta diterangkan djadjahan dan tempat kedu-
dukan komisi itu.
Maka Kepala Pemerintahan senegeri, karena djabatan-
nja mendjadi anggauta serta Kepala dari Komisi itu.
Seboleh-bolehnja dipilih akan anggautanja satu atau
beberapa orang jang banjak pendapatannja tentang
pertanian.
Maka beslit-beslit tadi diberitahukan kepada Pemerin­
tah dan kepada Direktur Pemerintahan Dalam Negeri.
Kepala pemerintahan Daerah dikuasakan akan meng­
atur pekerdjaan komisi itu dalam djadjahannja, seperti
tersebut pada pasal 5 dari ordonansi itu.
Proses-perbal komisi pemeriksaan, bilamana ada pula
permohonan meminta bantuan uang, diserahkan kepa­
da komisi kolonisasi itu akan meminta pertimbangan-
nja tentang permohonan itu, patutlah atau tiada per­
mohonan itu diizinkan dan kalau patut, dengan per­
djandjian apa ?
Komisi-komisi itu seboleh-boleh memberi perbantuan
atau keterangan kepada orang tani ketjil dan perkum-
pulan kedermaan, tersebut pada pasal 1 ajat 2 dari
ordonansi itu, tentang peraturan pentjaharian itu, per­
sediaan dan pendjualan kehasilan jang didapati dan
sebagainja.
Selandjutnja ia mengamat-amati orang tani ketjil dalam
mentjukupi kewadjibannja, djalannja memakai dan
mengangsur (menitjil) pindjaman jang telah .{liper-
olehnja dan sebagainja.
Maka iapun memberitahukan apa-apa jang perlu dan
membuat voorstel-voorstel mana jang perlu ; serta me-
nerima segala peraturan, keputusan dan pemberi ingat
jang perlu untuk mendjalankan pekerdjaan itu dengan
sebetulnja ; dan lagi tiap-tiap tahun, sebelum pengha­
bisan tahun itu, hendaklah diundjukkan oleh komisi
itu suatu pemberitaan kepada Residen tentang peker­
djaannja, keadaan dan peraturan pentjaharian perta­
nian ketjil dalam djadjahannja. (§ 8 dan § 9 dari
Bijblad 6050).
Keteiituan perubahan.
Tanah, jang pada waktu ordonansi ini mulai berlaku telah
diberikan untuk pak turun-temurun menurut pasal 1 § 2 dari
Firman pada 20 Juni 1901 No. 10 (Bijblad No. 5611) boleh di­
tetapkan dengan hak itu djuga menurut aturan itu. (Stbl. 1905
No. 153).
BAB IV
Tentang pemberian perbantuan uang oleh Negeri kepada
„orang tani ketjil” , seperti tersebut pada pasal 2 dari ordonansi,
maka berlakulah peraturan-peraturan jang berikut ini (Bijblad
No. 6050).
le. Maka dalam hal ini dibedakanlah tiga matjam pindjaman :

f — tanah
pindajaman ' — pertanian,
^ — pentjaharian.

2e. Pindjaman tanah diberikan untuk mendirikan ,,tempat


pertanian” dan ,,tempat perkebunan” , banjaknja sampai
% dari harga tanah jang dtinggalkan oleh Bumiputera
dengan sesukanja sendiri dan dengan melepaskan haknja,
bilamana :
pertanian itu boleh memberi penghidupan jang tjukup
bagi sitani itu untuk berdiri sendiri.
b. sipemohon dianggap tjukup kuat untuk pekerdjaan tani,
serta mempunjai perkakas-perkakas jang tjukup untuk
mendirikan dan mendjalankan pentjaharian itu.
Maka pindjaman tanah itu diberikan : seberapa perlu akan
atau sudah dipakai untuk pengganti kerugian kepada Bumi­
putera jang akan meninggalkan tanahnja. Maka pemberian
pindjaman itu didjandjikan pada waktu hak pak turun-
temurun itu diberikan, atau sesudahnja ; dan boleh terdjadi
sebelum atau setelah hak itu ditulis dalam register.
3e. Pindjaman pertanian, hanjalah diberikan untuk pertanian
jang tersebut pada 2a, untuk mendirikan rumah,pondok
dan lain-lain jang mesti dibuat, dan hanjalah kepada orang,
jang mentjukupi segala sjarat jang termaksud pada 2b, dan
tiada boleh lebih dari djumlah untuk mengadakan segala
barang jang perlu untuk pertanian itu dan dengan meng-
ingati, bahwa belandja itu mesti dikeluarkan dengan
sehemat-hematnja.
Pondok, rumah dan lain-lain jang tersebut diatas ting-
gal kepunjaan Negeri sampai waktu djumlah pokok
dan bunga dilunaskan; maka pemegang pak turun-
temurun itu diwadjibkan dalam waktu itu akan meme-
lihara rumah, pondok dan lain-lain itu dengan sebetul-
nja serta menanggung supaja kebakaran djangan ter­
djadi ; segala sesuatu itu hendaklah dengan disetudjui
oleh Kepala Pemerintahan Daerah.
Setelah hak atas tanah itu ditulis dalam register baru
diberikan pindjaman itu dengan berangsur-angsur, jaitu
menurut keperluan dan keadaan pekerdjaan.
4e. Bilamana njata perlu, maka pindjaman pentjaharian itu
diberikan kepada petani ketjil, jang mentjukupi kepada
sjarat-sjarat jang tersebut pada 2b, jakni untuk menambahi
pendapatan atau untuk meneruskan pertanian itu, banjak­
nja tiada lebih dari seperempat harga tanah jang tersebut
pada 2.
Maka uang itu diberikan menurut keadaan keperluan me-
makai uang.

5e. a. Sekalian pindjaman jang diberikan itu harus membajar


bunga kepada Negeri banjaknja 3% dalam setahun bagi
modal jang diberikan atau bagi bagian utang j an£
masih akan dibajar.
b. Maka penitjilan dari pindjaman pertanian atau
harian dibajar tiap-tiap tahun dengan sekian banjaknj^>
supaja pada penghabisan tempoh pak turun-temu
utang itu lunas dibajar.
c. Dalam tahun pertama dibebaskan kewadjiban ters
pada a dan b itu. ‘alah
d. Perhitungan djumlah jang termaksud pada b, 1
seperti dibawah ini :
1. bilamana modal-modal itu diterima dalam
pertama dari tempo pak turun-temurun, maka Pa
permulaan tahun kedua dihitunglah djumlah 3
mesti dibajar, jaitu bunga dan penitjilan Pel; ^ n
dari modal dan dibajar sebelum penghabisan t
itu kepada Kas N egeri; demikianlah selandjutnj •
2. bilamana modal-modal diterima dalam tahun ke ^
maka pada penghabisan tahun itu harus ^ a-*arj arj
n g a untuk tah u n itu , d ih itu n g b e rb u lan -b u lan
penerimaan modal itu hingga penghabisan tahun itu,
serta penitjilan setahun.
Adapun seterusnja ditetapkan kewadjiban jang
termaksud pada perhitungan penitjilan tahunan dari
modal itu maka djumlah jang dibawah 50 sen tiada
dihitung, dan djumlah dari 50 sen atau lebih diang­
gap serupiah dan kekurangan atau kelebihan di-
tambahkan pada atau dikurangi dari pembajaran
penghabisan.

BAB V.
KETENTUAN.
c. Taman perdiaman. Rumah t a ma n,

Maka Firman Hukum Tanah (Staatsblad 1870 No. 118)


mengatur djuga djalan mendapat pak turun-temurun untuk
membuat taman perdiaman atau mendirikan rumah taman.
Pasal 18 dari firman itu bunjinja :
,,(1) Tanah jang menurut pasal 9 tiada diketjualikan,
F. H. T. Pasal 9. (3). Tiada terhitung masuk pak turun-
Lemurun :
a. tanah jang haknja dilindungi oleh hak orang lain,
dan orang lain itu tiada suka melepaskan haknja
atas tanah itu ;
b. tanah jang menurut adat Bumiputera dianggap tanah
keramat;
c. tanah jang disediakan bagi pasar umum atau bagi
pekerdjaan umum ;
d. hutan djati dan hutan kaju-kaju lain ; adapun hutan
kaju-kaju lain hanjalah jang telah dipelihara tetap ;
boleh diberikan kepada orang, jang mentjukupi pasal
11 ( J), sebagai hak pak turun-temurun bagi membuat
taman perdiaman atau rumah taman, asal membajar bia
pak sama dengan landrente jang paling tinggi atau sama
dengan padjak jang menggantinja serta menurut djuga
pasal 13 dan 14 ;
Firman Hukum Tanah, Pasal 13. (1). Tanah jang di­
berikan bagi pak lurun-temurun dan rumah-rumah jang
ada diatasnja, djuga penghasilan tanah itu atau tempat-
tempat bagi pentjaharian jang telah didirikan disitu,
sekalian ini harus takluk kepada peraturan padjak
umum jang telah ada dan jang akan diadakan.
(2). Perponding tak akan diminta pada tahun, tanah
itu diberikan dan dalam sepuluh tahun jang berturut-
turut dengan tahun itu.
Firman Hukum Tanah. Pasal 14. (Mengatur kebebasan
Bumiputera jang mendjadi kuli dan budjang ditanah
itu dari mendjalankan rodi djalan dan rodi tanaman ;
suatu hal, jang telah diatur pula).
dan dengan perdjandjian-perdjandjian jang ditetapkan oleh
Tuan Besar Gubernur Djenderal.
(2) . Tiap-tiap persil tiada boleh lebih dari lima puluh bahu.
Dari sebab tadi telah diterangkan tentang permohonan dan
segala hal-hal jang berhubung dengan itu, tentang pemeriksaan
permohonan, hak dan kewadjiban pemegang pak turun-temurun
itu, tiadalah perlu diuraikan disini lagi perkara-perkara ketji
tentang peraturan itu, jang hanjalah mengulangi jang tela
tersebut tadi sadja. Djadi tjukuplah diingatkan sadja kepa
Bab I dan bab II.
(Dari : Handleiding ten dienste van Iiilancteche &e
stuursambtenaren op Java en Madoera, No. ,bpUw.
Erfpacht: a. Groote Landbouw. b. Kleine L
c. Landgoederen en buitenverblijven).

(’ ). Jaitu Rakjat keradjaan Belanda atau penduduk tana?i Belanda


penduduk Hindia Belanda.
Lampiran: Via.
UNDANG - UNDANG No. 13 TAHUN 1948.
TENTANG
PERUBAHAN VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLEMENT.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: a. bahwa sebagian dari Vorstenlandsch Grond­


huurreglement jang memuat peraturan-pei"
aturan mengenai „tanah conversie” dalam da-
erah Surakarta dan Jogjakarta, tidak lag1
sesuai dengan keadaan dan susunan sekarang
dan chusus tidak selaras dengan pasal 27 dan-
33 Undang-undang Dasar, hingga harus ditjabu
selekas-lekasnja dan diganti dengan Undang-
undang baru;
b. usul dari Pemerintah Daerah Istimewa Jogja'
karta dan Pemerintah Karesidenan Surakarta
dengan surat berturut-turut ttg. 22 -1 - *94
No. D. Pem. D/199 dan 2 4 - 3 - 1 9 4 8 No. 40/
B. P. R./L.;
c. bahwa selama menunggu Undang-undang baru
tentang pemakaian tanah untuk keperluan per"
usahaan pertanian didaerah Surakarta dan
Jogjakarta, sebagian dari peraturan dalan*
Vorstenlandsch Grondhuurreglement perlu d*
tjabut.
Mengingat : akan pasal 5 ajat 1, pasal 20 ajat 1, berhubung
dengan pasal IV Aturan peralihan Undang-undang
Dasar dan Maklumat Wakil Presiden ttg. 16-10-194®
No. X.
Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Indone­
sia Pusat.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN
VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLEMENT.
P a s a l 1.
Mulai tanggal 1 April 1948 ditjabut peraturan bab II pasal-
pasal 5 a, 6, 7 dan bab III pasal-pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Vorsten-
landsch Grondhuurreglement, Staatsblad 1918 No. 20 bersam-
bung dengan Staatsblad 1928 No. 242 diubah dan ditambah jang
terachir dengan Staatsblad 1934 No. 616.
Pasal 2.
Hal-hal jang timbul karena pasal 1, akan diatur dalam
Undang-undang lain.
P a s a l 3.
(1) Agar tjabang-tjabang produksi jang penting bagi
Negara untuk tahun-tanaman (plant-jaar) 1948 dapat langsung,
maka sebagai peraturan peralihan Kelurahan-kelurahan jang
bersangkutan harus mendjamin tersedianja tanah-tanah menurut
peraturan-peraturan jang selekas mungkin akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. ^
(2) Peraturan Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta ter-
tanggal 10 -10 -1946 No. 570/3 c/P. K. dan penetapan-penetap-
an Residen Surakarta tertanggal 1 7 - 1 -1948 No. 74 2 6 -1. -1948
No. 124, 6 - 2 - 1 9 4 8 No. 181 dan 182, tetap berlaku sampai
adanja Peraturan Pemerintah tersebut dalam ajat (1).

Undang-undang ini mulai berlaku_pada tanggal


dan mempunjai kekuatan terhitung sedjak tangg
Ditetapkan di Jogjakarta,
tanggal 26 April 1948
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
(SOEKARNO)
MENTERI DALAM NEGERI A. I.,
(SOEKIMAN)

Diumumkan
Pada tanggal 27 April 1948.
SEKRETARIS NEGARA.
(A. G. PRINGGODIGDO).
PENDJELASAN UMUM.
Tuntutan-tuntutan fihak tani didaerah-daerah Surakarta
dan Jogjakarta, jang sedjak tahun 1948 didengar dan diperhati-
kan oleh Pemerintah Republik Indonesia, menghendaki pem-
bagian tanah desa kepada para gogol. Dengan demikan maka
akan hapuslah hak conversie, jang didasarkan atas pasal 5a dari
Vorstenlandsch Grondhuureglement.
Tak kurang dari pada .tuan G. Schwencke, jang pada suatu
waktu mendjabat wakil Assisten-Resident diperbantukan pada
djawatan Agraria (Agrarische Zaken) di Jogjakarta, menulis
dalam pertimbangan penghabisan dari bukunja „Het Vorsten-
landsch Grondhuurreglement in de praktyk en het Gronden-
recht in Jogjakarta” halaman 142 (pertjetakan tahun 1932),
antara lain :
„De ontwikkeling staat geen vijtftig jaar stil en toch werd
het op den bouwgrond in conversiegebied gevestigd servituut
voor halve eeuw vasgelegd. De toekomst zal leeren, of de
gestadigde toename van het zieiental, het stijgen van het ont-
wikkelingspeil, vooral in de onderste lagen der bevolking, en
de daarmede hand aan hand gaande vermeerdering der be-
hoeften, overheid en onderneming niet zullen nopen een andere
koers uit te gaan, een koers welk gericht zal dienen te zijn op
de assimilatie aan de in Gouvernementsgebied heerschende
agrarische toestanden” . (Dalam waktu 50 tahun kemadjuan tidak
akan berhenti; walaupun demikian terdjadilah suatu ketetapan
berlakunja servituut atas tanah pertanian dalam daerah con­
versie, untuk setengah abad lamanja. Masa jang akan datang
akan membuktikan, apakah dengan bertambahnja djiwa, me-
ningkatnja deradjat kemadjuan — terutama dari rakjat murba
— jang akan berakibat tambahnja kebutuhan-kebutuhan hidup.
tidak akan memaksa Pemerintah dan kaum usaha, untuk
mengganti haluan; suatu haluan jang harus diarahkan ke
persamaan keadaan tanah dengan daerah sekitarnja).
Kedjadian-kedjadian disana-sini dalam daerah-daerah Jogja­
karta dan Surakarta, mengenai tanah-tanah conversie, memberi
tjukup alasan untuk tjepat bertindak dengan bidjaksana, apalagi
dalam rapat-rapat baikpun dari instansi-instansi jang resmi,
maupun tak resmi, telah dilahirkan pendapat-pendapat untuk
segera menjesuaiakan peraturan-peraturan hak tanah dengan
perobahan zaman.
Akan tetapi, penggantian peraturan tentang conversie, jang
rapat hubungannja dengan keadaan-keadaan politik Negara,
baikpun keluar, maupun kedalam, ekonomi dan sosial, tak
mungkin diadakan dengan tidak memakai dan mendjalankan
waktu dan peraturan peralihan. Pembentukan dan penetapan
Undang-undang baru jang akan menggantikan peraturan con­
versie itu, meminta djuga pertimbangan jang sedalam-dalamnja
dan semasak-masaknja untuk menghasilkan peraturan, jang
sepenuhnja dapat dipertanggung djawabkan terhadap fihak
manapun djuga. Maka dari itulah Rantjangan Undang-undang
ini memberi kesempatan untuk menindjau sedalam-dalamnja
dalam waktu satu tahun.
Selain dari itu, supaja dalam waktu peralihan s e g a l a - s e s u a t u
mengenai produksi Negara dan kemakmuran Rakjat tetap terus
berdjalan dengan semestinja, perlulah selekas mungkin diada­
kan peraturan Pemerintah tentang penjelenggaraannja, d en gan
mengingat peraturan-peraturan jang telah diadakan oleh KeP ^
Daerah Istimewa Jogjakarta dan Residen Surakarta dan un
mengisi segala vacuum, peraturan-peraturan daerah itu e ^
berlaku, sampai ada peraturan Pemerintah tersebut. Den8
demikian kepastian Hukum (rechtszekerheid) serta keaman
Hukum (rechtsveiligheid) terdjamin.

PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL.


PASAL 1.
Dalam pasal ini Pemerintah ingin menjatakan dengan tega^
pendiriannja terhadap hak-istimewa dari perusahaan-perusa aa
pertanian jang lazim disebut orang : CONVERSIE. Pasal-pa
dalam bab II 5a,6, 7 dan bab III 8, 9, 10, 11 dan 12 dari Vors ®
landsch Grondhuurreglement Stb. 1918 No. 20 (jang
telah diubah dan ditambah, terachir dengan Stb. 1934 No.
semuanja mendjadi dasar dari hak conversie tadi.
Bab II pasal 5a menentukan peraturan perdjandjian tentang
salah satu tjara memakai tanah oleh perusahaan-pertanian, jai
dengan putusan Kepala Daerah Istimewa (Zelfbestuurders) jang
disebut orang : Conversie-beschikking.
Beschikking ini mempunjai sifat publiekrechtelijke, sedang
hak atas tanah jang diperoleh dengan beschikking tadi ditentu-
kan oleh Pemerintaha Belanda (Kon. besluit ttg. 1 8 - 7 - 1 9 1 6
No. 3, Stb. 1918 No. 21) sebagai ZAKELIJK RECHT. Dalam
beschikking itu ditentukan djuga luasnja tanah (aread) buat
perusahaan masing-masing.
Bab II pasal 6 menentukan hak-hak dan kewadjiban-kewa-
djiban perusahaan-pertanian jang diperolehnja dengan beschik­
king tersebut pasal 5a, dan semua atau sebagian dari hak-hak
tadi dapat diperalihkan pada lain fihak dengan sjarat-sjarat jang
tertentu.
Bab II pasal 7 menentukan hak-hak dan kewadjiban perusa­
haan-pertanian tunduk kepada peraturan-peraturan dalam Bur-
gerlijke Wetboek van Nederlandsch-Indie.
Bab III pasal 8 mengatur tentang bentuknja beschikking
(piagam) dan menentukan bahwa piagam itu diberi waktu-
berlaku sampai selama-lamanja 50 tahun, terhitung mulai saat
berlakunja.
Bab III pasal 9 sesungguhnja tidak berlaku lagi, sebab
hanja mengenai status perdjandjian jang dipegang oleh perusa­
haan-pertanian pada tahun 1918 waktu menghadapi peraturan
Vorstenlandsch-Grondhuurreglement jang baru ; serupa peratur­
an peralihan.
Bab III pasal 10 bertalian dengan pasal 8, antara lain tentang
peta-tanah dan bangunan-bangunan jang ada dalam areaal ma­
sing-masing, serta djenis tanaman jang diselenggarakannja.
Bab III pasal 11 sangat penting karena menurut :
a. hak-hak atas tanah jang diberikan pada perusahaan-pertanian,
ialah sedikitnja sama dengan hak-hak jang diperoleh sebelum-
nja ada perubahan peraturan, pun djuga tentang luasnja
tanah didalam areaalnja masing-masing untuk melakukan
perusahaan-pertanian :
b. selandjutnja hak-hak jang diperolehnja meliputi djuga hak-
hak diatas tanah jang dipergunakan untuk gedung-gedung
dan bangunan. Djadi boleh ditegaskan bahwa hak-hak ini
adalah hak ,,istimewa” , sebab semestinja buat bangsa asing
hak itu berbentuk ,,Opstal” .
c. menentukan perhitungan :
I. kerugian uang sewa jang telah terlandjur dibajar oleh
perusahaan;
II. uang bakti;
III. uang segel.
mengenai perhitungan uang pacht (tetempuh) jang harus dibajar
oleh perusahaan pada Pemerintah-Daerah, sesuai dengan per­
hitungan „sewa sukarela” bagi tanah-tanah jang dipakai setjara :
1. glebagan
2. terus-menerus,
3. buat gedung-gedung dan bangunan-bangunan lain.
Bab III pasal 12 menentukan hak onderneming antara lain
untuk mendapat bantuan dari Pamong Pradja supaja mendapa -
kan tanah tepat pada waktunja.
Pasal-pasal jang bersangkutan dengan hak convesie tersebut
diatas perlu ditjabut. Pasal-pasal lain dari Vorstenlandsch Gron
huurreglement mengatur perdjandjian-perdjandjian pemakaian
tanah setjara lain (persewaan sukarela) tetap mendjadi an
mendapat perhatian Pemerintah sepenuhnja sesuai dengan Pas
27 dan 33 Undang-undang Dasar, sehingga rakjat tani ter jam
haknja terhadap tanahnja.

PASAL 2.
Pentjabutan pasal-pasal tersebut diatas barang ient,Upenj e-
bawa akibat-akibat jang dengan segera perlu mendapa ^ n
lesaian. Tetapi karena hal itu berhubungan erat se ^ j ang
kepentingan-kepentingan Negara, rakjat dan perusalk-baiknja,
minta waktu ketenangan untuk dapat dikupas jang sebai "anaman
maka pada waktu jang mendesak ini mengingat beium
baru jang akan mengindjak mulai tanggal 1 April 19'? ’ aikan
dapatlah direntjanakan peraturan-peraturan jang menj dengan
semua tadi. Oleh karena hak Conversie dahulu di;a harusnj a
ordonnantie dan menilik pentingnja hal itu memang se
diatur sendiri oleh kekuasaan pembentuk-hukum jang ^ n(j ang’
maka penjelesaian tadi harus didjalankan dengan
undang.
P A S A L 3.
Sementara menunggu terbentuknja Undang-undang tersebut
pasal 2, perusahaan-perusahaan jang merupakan tjabang-tjabang
produksi penting bagi Negara, harus dapat berdjalan terus.
Untuk itu maka sesudah peraturan conversie tersebut pasal 1
diatas ditjabut, perlulah ada dasar baru jang bersifat sementara
guna mengisi lacune tadi. Pada pokoknja dikemukakan disini
keharusan jang dihadapi oleh Pemerintah dan rakjat b'ersama,
untuk sementara melangsungkan segala apa jang sudah diatui
oleh Pemerintah daerah Surakarta dan Jogjakarta, sedang buat
segala hal jang sebelum terbentuknja Undang-undang jang pasti
masih akan perlu diatur lagi menilik keadaan nanti, perlu
ditundjuk kekuasaan-pembentuk-hukum jang akan menentukan-
nja. Meskipun sampai sekarang hal itu didjalankan oleh Peine
rintah-Daerah masing-masing, namun dirasa perlu kekuasaan
tadi diletakkan pada Pemerintah Pusat sendiri, dan didalam hal
ini untuk tjepatnja diselenggarakan dengan Peraturan Peme­
rintah. Dalam pada itu guna memberi djaminan bahwa oleh
Pemerintah akan diusahakan segala kebidjaksanaan, maka di-
haruskan mengingat pertimbangan Pemerintah Daerah masing-
masing maupun bersama, dengan mengadakan perhubungan jang
rapat dengan badan-badan jang membawa suara rakjat dan
panitia-panitia jang mempunjai tugas memberi pertimbangan
tentang soal hak-hak tanah.
Hal ini lebih-lebih dirasa pentingnja, karena keadaan di­
daerah Surakarta dan Jogjakarta, baik mengenai urusan tanah
dalam hubungannja dengan rakjat dan perusahaan, maupun
suasananja, ada berlainan.
Buat masa peralihan maka ajat 2 pasal 3 itu perlu supaja
tidak mengatjaukan djalannja pekerdjaan, sedang peraturan-
peraturan daerah jang ada sekarang ini memang terbentuk untuk
menjesuaikan segala suatu dengan keinginan-keinginan rakjat,
sekalipun hanja buat sementara waktu.
P A S A L 4.
Berlakunja Undang-undang ini dimulai tanggal 1 April 1948,
menilik peraturan jang berlaku sekarang, bahwa pada hari itu
harus dilaksanakan penjerahan tanah dari rakjat kepada perusa­
haan atau dari perusahaan kepada rakjat.
Lampiran : VI b.
PERATURAN PEMERINTAH No. 13 TAHUN 1948.
TENTANG
DJAMINAN TERSEDIANJA TANAH-TANAH OLEH KELURAHAN-
KELURAHAN GUNA PERUSAHAAN - PERUSAHAAN PERTANIAN
DALAM DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA DAN
KARESIDENAN SURAKARTA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.


Menimbang: bahwa peraturan-peraturan mengenai djaminan
tersedianja tanah-tanah oleh kelurahan-kelurahan
dalam Daerah Istimewa Jogjakarta dan Karesidenan
Surakarta guna perusahaan-perusahaan pertanian
agar tjabang-tjabang produksi jang penting bagi
Negara untuk tahun tanaman (plant jaar) 1948
dapat langsung, sebagai jang dimaksudkan dalam
pasal 3 ajat 1 Undang-undang No. 13 tahun 1948
*(tgl. 26 April 1948) harus diadakan selekas
mungkin.

Mendengar ; pertimbangan :
a. Kementerian Kemakmuran, djawatan Penga-
wasan Perkebunan dengan surat tanggal 13, i s
dan 17 Mei 1948 No. 1445/G/10/B/,1465/PK/6/B
dan 1477/PK/6/B ;
b. Pemerintah Daei'ah Istimewa Jogjakarta de­
ngan surat tanggal 26 - 5 -1948. No. D. Pem.
D./1656/B/4 ;
c. Pemerintah Karesidenan Surakarta dengan su­
rat tanggal 19 Mei 1948 No. 4492/0/31.
Mengingat : Akan pasal IV Aturan peralihan Undang-undang
Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal
16 - X -1945 No. 10.
MEMUTUSKAN

Peraturan Pemerintah tentang djaminan tersedianja tanah-


tanah oleh kalurahan-kalurahan guna perusahaan pertanian
dalam daerah Istimewa Jogjakarta dan Karesidenan Surakarta
sebagai berikut :
P a s a l 1.
(1). Luasnja tanah jang harus disediakan untuk masing-
masing perusahaan pertanian Negara (selandjutnja disebut
„perusahaan” ) didaerah Istimewa Jogjakarta dan Karesidenan
Surakarta :
a. buat melangsungkan tanaman tahun 1947 — 1948 jang
belum dipaneni,
b. buat tanaman baru tahun 1948 — 1949.
adalah sebagai tertera dalam daftar-daftar (A dan B) jang
terlampir.
(2). Luasnja tanah jang harus disediakan oleh masing-
masing kelurahan ditetapkan oleh Kepala Daerah (Istimewa)
jang bersangkutan.
P a s a l 2.
(1). Waktu pemakaian tanah oleh perusahaan-perusahaan
termaksud dalam pasal 1 huruf a ialah 6 bulan dan jang ter­
maksud dalam pasal 1 huruf b, 12 atau 18 bulan, tergantung
pada djenisnja tanaman, terhitung mulai tanggal 1 - 4 - 1948,
sebagai tertjantum dalam ruangan 5 dari daftar A dan B.
(2). Bila tanah-tanah itu telah habis dipanen tanamannja
atau tidak dipergunakan lagi oleh perusahaan-perusahaan, walau-
pun waktu pemakaian termaksud dalam ajat dimuka belum
habis, harus diserahkan kembali selekas-lekasnja kepada kelu­
rahan jang bersangkutan.
P a s a l 3.
(1). Tanah-tanah termaksud diatas hanja boleh ditanami
dengan tanaman jang ditentukan didalam rantjangan tanaman
Pemerintah, jang telah disjahkan (tanaman baku).
(2. Bila. kepentingan Negara menghendakinja, Kepala
Daerah dapat memberi idzin untuk menjimpang dari ketentuan
dalam ajat dimuka.
P a s a l 4.
(,1). Banjaknja uang kerugian untuk pemakaian tanah
selama waktu jang tersebut dalam pasal 2 ajat 1, ditetapkan
oleh dan atas persetudjuan kedua pihak; bila tentang hal ini
ta’ terdapat persetudjuan, maka djumlah itu ditetapkan oleh
Kepala Daerah, dengan pedoman dan mengingat pertimbangan
Panitya, jang diandjurkan dalam surat Menteri Kemakmuran,
Djawatan Perkebunan, ttg. 31 Oktober 1946 No. 641/G/2 jang
kini berlaku didaerah-daerah luar Jogjakarta dan Surakarta.
(2). Uang kerugian itu diterimakan kepada kelurahan
dengan ketentuan bahwa 75% dari djumlah itu adalah buat
para pemilik tanah (kuli kentjeng) jang berkepentingan, dan
25% buat kas kelurahan.
P a s a l 5.
(1). Dengan persetudjuan kedua pihak penjelenggaraan
tanaman diatas tanah-tanah jang tersebut dalam pasal 1 huruf b,
baik semua maupun sebagian, dapat dilakukan oleh petani-peta-i
jang berkepentingan berdasar suatu perdjandjian sukarela jang
diperbuat dihadapan Bupati jang bersangkutan.
(2). Didalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam pasal
dan 4 tidak berlaku.
P a s a l 6.
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta, pada tanggal 12 - 6 -1948.


Wk. Persiden Republik Indonesia •
(MOH. HATTA).
Menteri Dalam Negeri R. I-»
(SOEKIMAN).
Diumumkan pada tanggal 12 - 6 - 1948.
Wk. Sekretaris Negara,
(RATMOKO).
PENDJELASAN UMUM.

1. Pasal 3 ajat 1 dari Undang-undang No. 13 ttg. 2 6 - 4 - 1948


menentukan, bahwa kelurahan-kelurahan didaerah Istimewa
Jogjakarta dan Karesidenan Surakarta harus mendjamin
tersedianja tanah-tanah, agar tjabang-tjabang produksi jang
penting bagi negara untuk tahun (plantjaar) 1948 dapat
langsung djaminan mana selekas mungkin akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah ini menetapkan suatu peraturan
peralihan jang maksudnja :
a. mengisi lacune (rechtsvacuum), jang timbul oleh ka­
rena dihapuskannja peraturan-peraturan conversie (jaitu
sebagian dari V. G. R.);
b. mendjamin agar productieplan Kemakmuran tahun
tanaman 1948 dapat terlaksana.
Dengan ditjabutnja pasal 5a V. G. R., maka lenjaplah dasar
jang mengatur tjara jang terpenting tentang pemakaian
tanah oleh perusahaan-perusahaan pertanian, tidak hanja
u .. mengenai pemakaian tanah untuk tanaman baru sadja tetapi
jang tidak kurang pentingnja jalah untuk melangsungkan
tanaman jang sekarang sudah ada sampai selesai dipaneni.
2. Kepada kalurahan-kalurahan diletakkan kuwadjiban untuk
mendjamin tersedianja tanah-tanah jang dibutuhkan oleh
perusahaan-perusahaan. Berkenaan dengan kekawatiran be­
berapa anggauta B. P. K. N. I. P. (rapat tanggal 26 - 4 - 1948,
sidang ke XIV), bahwa kewadjiban kelurahan-kelurahan itu
didalam praktek akan mendjadi begitu sehingga manfaat
penghapusan peraturan conversie akan tidak berarti lagi
oleh karenanja maka perlulah mengadakan pembatasan ter­
hadap kewadjiban itu,
Pembatasan itu mengenai :
a. luasnja tanah jang harus disediakan untuk melangsung­
kan tanaman jang ada dan tanaman baru (pasal 1).
b. Waktu pemakaian uang itu (pasal 2).
c. tjara mempergunakan tanah itu, misalnja hanja boleh
buat tanaman jang telah ditetapkan sadja (pasal 3).
Selandjutnja dalam hubungan hukum antara kelurahan/
pemilik tanah dan perusahaan-perusahaan perlu djuga di­
adakan ketentuan tentang penetapan dan djumlah kerugian
untuk pemakaian tanah itu.
Djumlah itu harus pantas (redelijk) menurut sjarat-sjarat
jang lazim dan berdasar keadaan jang njata didalam daerah
tei’sebut. Kurang dari itu merugikan (mendjadi pada hake-
katnja memberatkan kewadjiban) pemilik tanah. Melebihi
djumlah itu membahajakan rentjana productie, mendjadi
indirect merugikan Negara. Instansi jang dianggap pada
tempatnja untuk menetapkan kerugian itu bila antara kedua
fihak ta’ terdapat persetudjuan, jalah Kepala Daerah (Isti­
mewa atau Residen) jang didalam hal ini diwadjibkan men-
dengar pertimbangan organisasi-organisasi jang berke-
pentingan.
Dengan lenjapnja servituut conversie, maka tanah-tanah
jang bersangkutan (selain tanah-tanah jang dipakai bua
mendirikan rumah-rumah, gedung-gedung dan bangunan-
bangunan, lagi pula perusahaan-perusahaan pegunungan,
jang belum diberikan kepada siapapun djuga) kemba 1
m endjadi:
a. hak kepunjaan (bezitsrecht) kelurahan;
b. hak pakai turun-temurun (erfelijk individueel gebruiks
recht) dari kuli kentjeng. rfelijk
(Meskipun perkataan „bezistrecht” kelurahan dan „ ^
individueel gebruiksrecht” kuli kentjeng dapat disa ^ a_
kebenarannja, didalam pendjelasan ini dipakai djuga
gai onderscheiding, hanja untuk terangnja sadja).
Pendapat, bahwa tanah jang dibebaskan dari converSinein.
lantas dapat dibagi diantara orang-orang jang ^ ^ ^ g j h a k
punjai tanah, adalah tidak benar. Sekarang jang mUdian
menggarapnja hanja kuli-kuli kentjeng. Adapun dike karU)
hari kelurahan umpamanja mengadakan pembagian
itulah lain soal. . sa_
Jang pertama-tama berhak menerima kerugian dari p
haan atas pemakaian tanah itu jalah kuli kentjgng > ^ ^e_
penghargaan djasa kelurahan-kelurahan jang dibe
wadjiban menjediakan tanah itu dan djuga sebagai penga-
kuan haknja atas tanah itu, kelurahan-kelurahan pun diberi
bagian, lagi pula uang kerugian jang diterimakan kepada
kelurahan akan memberi manfaat djuga kepada umum,
terhitung orang-orang jang ta’ mempunjai tanah, hal mana
dapat mempertebal rasa gotong rojong.
Bagian 75% buat kuli kentjeng dan 25% buat kelurahan
dianggap seimbang (pasal 4).
5. Guna memberi djalan kepada hasrat golongan petani jang
ingin ikut serta menjelenggarakan productie (gula, tem­
bakau dan lain-lain), maka diadakan ketentuan, bahwa
penjelenggaraan tanaman dapat dilakukan djuga oleh petani
sendiri, dengan persetudjuan kedua fihak (pasal 5).

PENDJELASAN PASAL DEMI SEPASAL.


P a s a l 1.
Didalam pasal ini ditetapkan djumlah luasnja tanah-tanah
jang harus tersedia untuk masing-masing perusahaan dan
namanja kelurahan-kelurahan jang masuk dalam lingkung-
an areaal ini. Untuk mentjegah kesulitan-kesulitan berke-
naan dengan tanaman jang sekarang ada, oleh karena
dengan ditjabutnja pasal 5a V. G. R. pemakaian tanah buat
melangsungkan tanaman itu, hilang rechtsgrondnja, maka
ditentukan, bahwa kewadjiban kelurahan untuk menjedia­
kan tanah, selain buat tanaman baru, djuga untuk melang­
sungkan tanaman jang ada. Agar pembagian antara kelu­
rahan-kelurahan dapat diatur sebaik-baiknja dan seadil-
adilnja dengan mempertimbangkan kepentingan perusa­
haan dan keadaan satu persatunja tempat, maka luasnja
tanah jang harus disediakan oleh masing-masing kelurahan
tidak ditentukan didalam Peraturan Pemerinatah ini, tetapi
penetapannja diserahkan kepada kepala Daerah.
P a s a l 2.
(1). Waktu pemakaian ditentukan 6 bulan untuk melangsung­
kan tanaman jang ada, 12 atau 18 bulan buat tanaman
baru. itulah waktu jang paling lama (maximum).
( 2) . Djika sebelum habis tempo itu tanah-tanah tidak dibutuh-
kan lagi oleh onderneming harus dikembalikan selekas-
lekasnja kepada para petani agar oleh mereka dapat di­
pergunakan sebaik-baiknja.

Pasal 3.
( 1) . Pembatasan ini perlu buat mentjegah pemakaian tanah
untuk keperluan jang tidak dimaksudkan.
( 2) . Memberi kemungkinan untuk menjimpang dari ketentuan
ajat 1, djika sekonjong-konjong keadaan berubah dan ke­
pentingan negara menghendaki rentjana lain.
Pasal 4.
( 1) . Ketentuan ini bermaksud mentjapai penetapan djumlah
kerugian jang pantas dan adil, untuk mentjegah djangan
sampai rentjana productie mendjadi kandas oleh karena
djumlah jang diminta oleh salah satu atau kedua fiha
melampaui batas kepantasan. Adapun djumlah kerugian
atas pemakaian tanah itu dihitung penuh bulanan, o e
karena bila dari satu musim telah lampau beberapa bu an
harga tanah itu untuk tanaman baku (padi) hampir-bamp^
hilang sama sekali, mendjadi tidak dapat untuk
tung kerugian berdasar keseimbangan dengan 3
waktu sadja. ^
(2) . 75% dari djumlah kerugian diterimakan keJ5a(! f tanah
kentjeng dan 25% kepada kalurahan. Buat tan3bangUn-
jang dipakai buat mendirikan rumah-rumah, dan ung.
an-bangunan, lagi pula perusahaan-perusahaan P ^.stelsel,
an di karesidenan Surakarta jang berdasar ,b! ne ° r T e r u .
dimana belum dibentuk kelurahan-kelurahan,
gian seluruhnja dimasukkan dalam kas daerah.
P a s a l 5.
(1) . Bermaksud memberi djalan kepada golongan J ug^ haan.
hasrat ikut serta menjelenggarakan tanaman Per. baik
Tetapi dari sebab akibat tindakan demikian i >gej£ajj
technis, economis, maupun financieel, akan ,lu
maka penglaksanaan keinginan itu seharusnja
lakukan dengan persetudjuan kedua pihak. Persetudjuan
ini mengatur hak-hak dan kewadjiban-kewadjiban masing-
masing pihak. Agar dalam hal ini kepentingan N egara
djangan sampai terdesak, maka ditentukan, bahwa per-
djandjian-perdjandjian diperbuat dihadapan Bupati.
(2). Djika tanaman diselenggarakan oleh petani sendiri, maka
tanahnja dan tenaganja dimasukkan sebagai andeel di­
dalam perusahaan. Tanah tetap dikuasai oleh petani
sendiri, mendjadi peraturan-peraturan tentang waktu
pemakaian dan pemberian uang kerugian tidak berlaku.
P a s a l 6.
Sudah djelas.

REKAPITULASI.
Luasnja tanah dalam Daerah Istimewa Jogjakarta dan Karesiden-
an Surakarta jang harus disediakan oleh kelurahan-kelurahan
untuk perusahaan-perusahaan Negara buat melangsungkan
tanaman tahun 1947 — 1948 jang belum dipaneni :
Daerah Istimewa Jogjakarta : ............................. 5.210,1900 ha.
Karesidenan Surakarta : ................... ................... 8.858,0000 ,,

Djumlah semua : 14.068,1900 ha.


Luasnja tanah dalam Daerah Istimewa Jogjakarta dan
Karesidenan Surakarta jang harus disediakan oleh kelurahan-
kelurahan untuk perusahaan-perusahaan Negara buat tanaman
baru tahun 1948 — 1949.
Daerah Istimewa Jogjakarta : .............................. 3.700,0935 ha
Karesidenan Surakarta : ...................................... 13.952,— „

Djumlah semua : 17.652.0935 ha


Lampiran: VII.
PERSETUDJUAN KEUANGAN DAN PEREKONOMIAN.
Pemerintah Indonesia Serikat dan Keradjaan Nederland,
berkeinginan hendak mengatur perhubungan baru dilapangan
keuangan dan perekonomian jang terdjadi karena penjerahan
kedaulatan dan hendak mentjapai kerdjasama dilapangan itu,
Mengingat pasal 2 dan 22 Statut-Uni;
Telah memutuskan mengadakan persetudjuan sebagai berikut.
BAGIAN A.
HAK, ;NSESI, IZIN DAN MENDJALANKAN PERUSAHAAN.
P a s al 1.
1. Terhadap pengakuan dan pemulihan hak, konsesi dan izin,
jang diberikan dengan sjah menurut hukum Hindia- e a
(Indonesia) dan jang pada waktu penjerahan ke au
masih berlaku, maka Republik Indonesia Serikat ^®rPa. ^an
pada pendirian bahwa hak, konsesi dan izin itu dia ui __
bahwa jang berhak — sekedar ini belum terlang^ n per-
akan dipulihkan kedalam pelaksanaan haknja den^ersgbut
buatan, segala-galanja dengan mengindahkan jang
pada ajat-ajat ini jang berikut. mengada-
2. Republik Indonesia Serikat tidak melepaskan Jib ' .^g j ang
kan penjelidikan hal hak, dan izin Pen^n® ^eILengaruhi
diberikan sesudah 1 Maret 1942 dan jang dengan
politik perekonomian Republik Indonesia ^erljj(j4aiankan.
maksud menjelidiki apakah pasal-pasal harus
3. Akan diperhatikanlah : ,• n se-
a. bahwa selama pendudukan Djepang dan etanab-tanah
lama masa revolusi telah terdjadi bahwa untuk
onderneming jang sudah dibongkar tanarnangan, telah
dipergunakan akan pertanian atau pekar . ang de-
diduduki rakjat — selama masa pendudukan ^ bahwa
ngan izin pembesar-pembesar Djepang kem-
pada hal-hal jang tertentu, djika tanah itu 1 3 ^ dengan
bali daripada tangan rakjat jang berkePen n^ erneming
begitu sadja lalu dikembalikan kepada ° ^ amat
jang bersangkutan akan timbul kegelisahan
sangat sehingga pengembalian tanah itu pada kebanjak-
an hal tidak mungkin terdjadi. Tiap-tjap keadaan akan
dipertimbangkan tersendiri dan akan diusahakanlah pe­
njelesaian jang dapat diterima oleh segala pihak ;
b. bahwa milik partikelir jang tertentu perlulah terus
dipergunakan (diambil) setjara paksa buat sementara,
ialah untuk keperluan Negara gUna sesuatu djabatan
pemerintah, dengan mengganti kerugian •
c. bahwa dengan Undang-undang Republik Indonesia tahun
1948 No. 13 hak-hak konversi dikaresidenan Jogjakarta
dan Surakarta telah ditjabut karena terdorong berubah-
nja keadaan umumnja dan karena berubahnja paham
rakjat pada chususnja. Pada hal tersebut Republik Indo­
nesia Serikat akan (menjuruh) mengadakan tindakan
dengan atau karena undang-undang jang perlu supaja
perusahaan jang berkepentingan diberi djaminan se-
besar mungkin akan mendapat tanah jang diperlukannja.
4. Kemungkinan bahwa perusahaan-perusahaan untuk kepen­
tingan umum, misalnja kereta-api dan tram partikelir dan
perusahaan-perusahaan listrik dan gas, akan dinasionalisir
oleh Republik Indonesia Serikat — jang diikn QPirimnia ter­
djadi, akan terlangsung dengan djalan mentjabut hak atau
„naasting” — tidak akan mempengaruhi pemulihan jang
berhak kedalam pelaksanaan haknja dengan perbuatan.
Akan tetapi bolehlah pemulihan hak itu didjalankan dengan
memperhatikan tjorak urusan kereta-api dan tram pada
waktu penjerahan kedaulatan.
P a s a l 2.
Hak, konsesi dan izin termasuk pada pasal 1 ajat 1 hanja akan
dapat dikurangi untuk keperluan umum, termasuk kepentingan
rakjat, dengan djalan perdamaian dengan jang berhak, dan
seandainja perdamaian tidak tertjapai, dengan pentja’butan
hak untuk kepentingan umum, menurut jang ditetapkan pada
pasal 3.
Pasal 3.
Tindakan mentjabut hak, menasionalisir, m enghapuskan, m e­
njuruh melepaskan atau memindahkan setjara paksa benda
atau hak, hanja akan didjalankan untuk keperluan umum me­
nurut atjara jang ditetapkan dengan peraturan undang-undang
dan djika tidak dapat persetudjuan antara pihak-pihak jang
berkepentingan dengan pengganti kerugian jang diterimakan
atau didjamin lebih dahulu dan jang ditetapkan hakim menurut
harga sebenarnja benda atau hak jang diambil itu, segala-gala-
nja itu menurut aturan-aturan jang ditetapkan dengan undang-
undang. Sjarat bahwa pengganti kerugian itu harus diterimakan
atau didjamin lebih dahulu tidaklah berlaku djika benda atau
hak itu perlu diambil dengan sesegeranja karena keadaan
perang, bahaja perang, pemberontakan, kebakaran, bandjir,
gempa bumi, gunung meletus atau lain-lain kedjadian jang
mendesak.
P a s a l 4.
Untuk perusahaan-perusahaan dan onderneming-onderneming
ja n g telah ada atau jang baru akan diadakan kemungkinan
memperpandjang ataupun memperbaharui atau memberi a
hak, konsesi dan izin jang perlu untuk mendjalankan perusa -
annja dengan sjarat-sjarat, untuk masa dan pada waktu jang
tetapkan sedemikian hingga dipandang dari sudut ekonomi-p
usahaan hal meneruskannja atau mendirikannja dapat dlf
tanggung-djawabkan lagi, hingga terdjaminlah kepada J ^
berhak kelandjutan-bekerdja jang memberi kernun^lan1aninen-
padanja memasukkan modal baru jang diharuskan n ^ 11 jainaj
djalankan perusahaan setjai'a biasa sementara masa jang ’
ja ’ni ketjuali djika bertentangan dengan sesuatu keP®n
umum termasuk djuga politik perekonomian umum P
Indonesia Serikat.
PasaI 5. akan
Perusahaan-perusahaan dan onderneming-ondernem ing m0(jal
turut kerdjasama dengan modal Indonesia dan menerimw dari
itu ikut serta dalam perusahaan kadar dipandang se
sudut perusahaan.
P a s a l 6.
n P f lll S U p ^ J^
Republik Indonesia Serikat akan bertindak seberapa p ter_
terdjaminlah hak jang melaksanakan hak, konsesi/fkan usaha
maksud pada pasal 1, ajat 1, ialah untuk menggiat
dalam lapangan perekonomian mulai berdjaian-kembali dengan
landjut. Akan tetapi djangan dilupakan hendaknja bahwa politik
perekonomian umum jang akan dipeluk Republik Indonesia
Serikat terutamalah akan ditudjukan kepada pembangunan
perekonomian masjarakat Indonesia seluruhnja, ja’ni dengan
pengertian bahwa kepentingan dan kemadjuan djasmani dan
rohani bangsa Indonesia sebaik-baiknja diusahakan dengan
djalan mengadakan kekuatan-beli rakjat jang sungguh lagi ter-
besar dan mempertinggi deradjat kehidupan rakjat.
P a s a l 7.
Terhadap semua hak, konsesi dan izin termaksud pada pasal 1.
ajat 1, jang tidak dapat dilaksanakan disebabkan peperangan,
pendudukan dan keadaan luar biasa kemudian daripada itu.
diadakanlah kemungkinan memperpandjang waktunja dengan
masa jang sama dengan kehilangan waktu tadi, ialah atas
permintaan jang berhak, ja’ni ketjuali djika bertentangan
dengan sesuatu keperluan umum, termasuk djuga politik per­
ekonomian umum Republik Indonesia Serikat.
P a s a l 8.
Tjara mendjalankan perusahaan dan kebebasan perniagaan,
perusahaan dan perdjalanan uang, hanja akan dibatasi dengan
peraturan undang-undang.
P a s a l 10.
Kedua pihak mengakui bahwa perlulah diadakan pengadilan
fiskal jang bebas. Mereka akan mengadakan peraturan-peratur-
an pentjegah padjak berlipat.
P a s a l 11.
Warganegara dan badan-badan hukum Nederlnd, hasil-hasii,
kapal-kapal dan lain-lain benda Belanda tidak akan dibawa di
Indonesia setjara jang kurang sempurna daripada tjara mem-
bawa warganegara, badan-badan hukum, hasil-hasil, kapal-kapal
dan lain-lain benda daripada negeri asing mana djuapun.
Orang asing dari segala bangsa akan memiliki hak jang sama
akan mengikut serta dalam perdagangan dengan Indonesia
dan dalam kegiatan perekonomian dan perkembangan industri
di Indonesia. Akan tetapi Republik Indonesia Serikat mengakui
bahwa kepentingan istimewa warganegara dan badan-badan
hukum Nederland di Indonesia harus mendapat perhatian se-
penuhnja, lagi pula bahwa terhadap kepentingan-kepentingan
itu tidak akan dibeda-bedakan, dengan tidak mengurangi hak
Republik Indonesia Serikat akan mengadakan peraturan-per-
aturan jang perlu untuk mendjaga kepentingan nasional atau
melindungi golongan-golongan jang lemah perekonomiannja.
Jang disetudjui pada pasal ini untuk keperluan Nederland ber­
laku setjara timbal-balik antara Indonesia dan Nederland.
P a s a l 12.
1. Selain daripada jang diwadjibkan pada umumnja, ialah
bahwa kaum onderneming pada perusahaannja harus
tunduk kepada undang-undang negeri, maka untuk ke-
tenteraman dan ketertiban sosial dan untuk memperbaiki
keadaan-keadaan sosial diwadjibkan perusahaan-perusahaan
(onderneming-onderneming) membantu pada tindakan-
tindakan sebagai tersebut dibawah ini : nS
a. berusaha akan mentjari perundingan teratur (georgani-
seerd overleg) antara madjikan dan buruh disegala
lapangan perburuhan.
b. berichtiar akan lambat-laun tertjapailah kepentingan
bersama (belangengemeenschap) antara kaum onder-
neming 4 m Jburuh, djika berhubungan djuga jang mem'
punjai tanah, sehingga f e p e t l p n g diichtiarkan
mentjapainja mendjadi satu dan sehingga buruh dan
jang mempunjai tanah jang bersangkutan mentjapai
deradjat kehidupan jang lebih tinggi hendaknja ;
c. memperbaiki perumahan dan lain-lain persediaan sosial
bagi buruh ;
d. setjepat mungkin memasukkan orang bangsa Indonesia
jang tjakap dalam pimpinan (djuga direksi) dan sta
perusahaan-perusahaan dan membantu menjusun pen-
didikan jang tudjuannja agar dalam waktu jang ber"
padanan kebanjakan warganegara Indonesialah j an§
memangku djabatan pegawai-pemimpin staf PacJa Per
usahaan-perusahaan itu.
e. menempatkan di Indonesia badan-badan pferlengkapan
jang berkuasa penuh, ialah kadar perusahaan jang ter-
utama bekerdja di Indonesia.
2. Terhadap hal-hal tersebut pada diatas a s/d d kaum onder­
neming menampakkan djuga inisiatipnja, itupun atas
ajandji bahwa sjarat-sjarat jang ditetapkan oleh Pemerintah
terhadap kepada modal dari luar negeri tidak akan lebih
Derat danpada sjarat-sjarat mengenai perusahaan-perusaha­
an Indonesia jang sama tjoraknja dan besarnja.
Pasal 13.
Srpnlail sek!ranj a peraturan-peraturan agraris akan diubah
berhak- ,ep ^an umum> maka kepentingan orang-orang jang
diindahkan11 USUSnja kePastian hal-ichwal perusahaan akan

‘I p v -
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
JOGJAKARTA.

Instruksi No. 3. H. 50.

Kepada
Semua Gubernur R. I. di Djawa
dan Sumatera.
No. H. 4 /1 /1 2 .— Tanggal 15 Maret 1950.— Lampiran : 1.—
P erih al. Penjelesaian soal tanah-tanah erfpacht buat pertanian besar
perkebunan-grootlandbouw) jang diduduki rakjat.
Menjusuli surat kami tertanggal 15/2 -1950 No. H. 20/1/15
dan sambil menundjuk kepada ajat jang terachir dari pedoman
bersama tentang pengembalian perusahaan milik asing jang
dikeluarkan oleh Kementerian-Kementerian Dalam Negeri, Per­
tanian dan Perburuhan (Surat Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia tanggal 8/ 3- 1950 No. H. 2 0 /2 /1 ), dengan
ini kami sampaikan dengan hormat pendjelasan atas pendirian
Kementerian Dalam Negeri R. I. tentang penjelesaian soal tanah
erfpacht jang kini diduduki oleh rakjat.
1. Sebagai dasar pegangan Pemerintah dapatlah kami kemu-
kakan dua hal ja’ni :
a. conceptie Pemerintah R. I. tertanggal 6 - 7 - 1949 jang
berpangkal kepada Undang-undang Dasar R. I- fasal
dan politik manifest te r ta n g g a l 1 N o p em b er 1945; (sdr-
Gubernur telah menerima conceptie itu se m u a ).
b. ..persetudjuan keuangan dan ekonomi” se b a g a i hasii
Konferensi Medja Bundar (periksa lampiran).
2. Menurut fasal 1 ajat 1 persetudjuan tersebut, tidak sadja
hak kaum pengusaha atas tanah-tanah erfp ach t diakui o-e
Negara R. I. S. tetapi kepada jang berhak itupun akan di­
beri kesempatan untuk mendjalankan perusahaannja kem­
bali.
3. Dibeberapa tempat ada tanah erfpacht jang se d ja k zaman
Hindia Belanda diusahakan setjara jang tidak melebihi
tingkat pertanian rakjat disekitar itu.
Biasanja tanah di „paro” kan kepada rakjat jang telah ber-
tahun-tahun mendjadi penduduk persil itu dan karena kele-
mahan ekonominja terikat kepada pengusaha dengan per-
djandjian-perdjandjian jang hampir serupa dengan systeem
,,lintah darat” .
Keadaan buruk jang terdapat dibeberapa tanah erfpacht itu
njata sekali — dan ini sedjak dulu diakui terus terang oleh
Pemerintah Hindia Belanda sendiri— , bertentangan dengan
bunji dan djiwa dari pada Agrarische wet beserta peraturan-
peraturan selandjutnja.
Perihal tanah jang sematjam tersebut diatas pendirian Pe­
merintah R. I. sudah tegas : erfpacht atas tanah itu harus
selekas mungkin hapus dengan djalan jang sesuai dengan
jang dimaksudkan dalam pasal 2 „persetudjuan keuangan
dan ekonomi” ialah: seberapa boleh dengan djalan perun­
dingan : kalau perlu dengan „onteigening” untuk kepen­
tingan umum jang barang tentu harus didjalankan menurut
ketentuan hukum, ketjuali bilamana sampai kedjadian hal-
hal jang memaksa sebagai jang termaktub dalam fasal 3
„persetudjuan” tersebut diatas.
4. Sebagian besar dari pada tanah-tanah erfpacht digunakan
untuk perkebunan setjara besar-besaran jang dalam hidup-
langsungnja Negara mempunjai „ekonomische functie” .
Untuk mendjalankan perusahaan kembali, diperlukan beaja
jang tidak sedikit djumlahnja, dan buat mengeluarkan itu
pengusaha ingin mendapat djaminan dari Pemerintah, seba-
gaimana ternjata dalam pasal 4, 6, 7, 8, 9, dan 11, perse­
tudjuan keuangan dan ekonomi tadi. Bagaimana dan sampai
seberapa besarnja djaminan-djaminan tadi akan diberikan-
nja, sekarang kiranja sedang direntjanakan oleh Pemerin­
tah R. I. S.
Tetapi suatu hal pada sa’at ini telah njata sekali terasa men-
desak, ialah soal bagian-bagian tanah erfpacht jang sebagai
akibat politik pemerintahan pendudukan Djepang dan re­
volusi selama 4 tahun diduduki oleh rakjat untuk tanah
pertanian atau tempat kediamannja.
5. Baik dari fihak pengusaha, maupun dari fihak pemerintah-
daerah dan rakjat sendiri berkali-kali dinjatakan keinginan-
nja, supaja keadaan jang menggelisahkan kedua fihak itu
selekas mungkin diselesaikan.
Dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia menganggap
perlu mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan maksud
fasal 1 ajat 3 a dari persetudjuan keuangan dan ekonomi
tersebut diatas, dengan tidak menunggu usaha penjelesaian
dari Pemerintah R. I. S. jang sukar akan boleh diharapkan
berhatsil didalam waktu jang singkat. Pendirian Pemerintah
Republik Indonesia tentang soal tanah perkebunan jang
diduduki oleh rakjat adalah sama dengan bunjinja fasal 1
ajat 3 a tersebut diatas, ja’ni : pengembalian tanah-tanah
itu kepada onderneming kebanjakan tidak mungkin lagi.
Tiap-tiap keadaan harus diperiksa sendiri-sendiri dan buat
masing-masing harus ditjari penjelesaian jang dapat diterima
oleh kedua fihak.
6. Untuk mentjapai hatsil jang sebaik-baiknja hendaknja buat
tiap-tiap keresidenan dibentuk oleh Residen suatu panitya
penjelesaian tanah erfpacht jang bentuknja sebagai jang ter-
tera dalam „pedoman bersama” tersebut.
Buat buruh dan tani kami andjurkan supaja d i a m b il tiga
orang wakil, karena mengingat adanja organisasi buruh dan
tani jang berdjenis-djenis alirannja. Dengan mengambil
orang bagi masing-masing golongan pun akan memudahkan
mereka buat menentukan sesuatu sikap didalam sidang.
Untuk keadilannja dengan sendirinja dari fihak onderneming
pun harus diambil wakil jang sama djumlahnja. Dalam pa a
itu kalau keadaannja tidak mengidjinkan dari fihak onder­
neming pun harus diambil wakil jang sama djumlahnja.
Dalam pada itu kalau keadaannja tidak mengidjinkan atau
menurut keadaan itu dipandang tidak perlu mengambil
orang wakil bagi masing-masing golongan, kamipun tidak
menaruh keberatan djika ditetapkan kurang dari pada itu,
asal buat ketiga-tiganja (pengusaha, buruh, tani) sama
djumlahnja masing-masing.
7. Panitya tersebut sub 6 berkewadjiban mengadakan penje-
lidikan dan perundingan, kalau perlu ditempat°-tempat Per'
kebunan. Untuk mendjalankan itu dan guna lantjarnja
pekerdjaan, panitya dapat membentuk panitya-panitya ketjil
buat mengadakan pemeriksaan dan perundingan sementara
(commissies van voorlopig terrein-onderzoek). Panitya ke­
tjil ini terdiri atas orang-orang jang ditundjuk oleh anggau­
ta-anggauta Panitya tersebut sub 2 ; dengan pengertian,
bahwa masing-masing golongan (onderneming, buruh dan
tani) hanja menundjuk seorang sadja ; pegawai jang di­
tundjuk oleh Residen dalam panitya-ketjil itu mendjadi
ketuanja.
8. Dalam mendjalankan tugasnja panitya-penjelesaian tanah-
erfpacht bebas akan mengumpulkan bahan-bahan keterang­
an jang diperlukan untuk menentukan putusannja.
Beberapa hal baiklah kami kemukakan disini :
a. Acte erfpacht; tanggal mulai berlakunja hak jang seka­
rang, tanggal akan berachirnja erfpacht itu, sjarat-sjarat
umum dan chusus jang tertjantum dalam acte-acte tadi.
b. Luasnja tanah erfpacht menurut acte ; luasnja jang
sudah inexploitatie pada sebelum 1942 ; rentjana tanah
jang diperlukan untuk sekarang ; rentjana untuk ± 1°
tahun dimasa datang.
c. tanaman jang akan diusahakan, berhubung dengan ke-
mungkinan ikut sertanja rakjat dalam perusahaan tadi
seperti jang dikehendaki oleh fasal 12 ajat 1 sub b per­
setudjuan keuangan dan ekonomi.
d. rentjana perusahaan selandjutnja berhubung dengan
kewadjiban-kewadjiban pengusaha jang tertjantum da­
lam fasal 12 ajat 1 sub a, b, c, dan persetudjuan ke­
uangan dan ekonomi.
e. luasnja tanah jang diduduki oleh rakjat; sedjak kapan
rakjat mendudukinja dan untuk apa (berapa untuk
tanah pertanian, berapa untuk tempat kediaman).
f. dari mana asalnja rakjat itu ; dari djauh ataukah dari
desa sekitar kebun, ataupun dari rakjat kebun sendiri,
bagaimana keadaan mereka.
g. tanah-tanah jang diduduki rakjat itu termasuk rentjana
onderneming jang dimaksud dalam sub b atau tidak.
h. usur-usul dari golongan masingmasing jang ada dalam
panitya, ataupun usul dari luar. Sekali lagi, panitya ada­
lah bebas untuk m engum pulkan bahan keterangan se-
banjak-banjaknja untuk m endjadi dasar bagi keputusan-
nja ^ ,
9. Putusan panitya tersebut diatas oleh Residen segera diberi­
tahukan, baik kepada fihak ondernem ing ja n g b erkepen-
tingan, m aupun kepada rakjat ja n g m enduduki t
k ebu n i t u ; dengan diterangkan pula, bahwa putusa:n
m erupakan usul kepada Gubernur ja n g kemud[ian
m em beri keputusan tetap perihal itu. Demikianlah P
panitya segera disampaikan sebagai usul, kepada uu 1 ^
tindasan itu oleh Residen dikirim langsung, ke Kem
Dalam Negeri untuk diketahui. . - s e b u t

Dalam tem po sebulan sesudah hari pemberitahuan


kepada kedua fihak diberi kesempatan untuk meng
keberatannja kepada Gubernur. _ Kalau se-
10. Achirnja Gubernur memberikan keputusannja. _10,
telah diusahakan sebagai jang dimaksudkan • usul
Gubernur memberi putusan jang menjimpang alasan-
panitya, maka dalam putusan itu harus diseba t * r i a n p G-
alasannja. Dari semua putusan Gubernur, Kerne
lam Negeri menerima tindasannja. _ u tu s a n n ja

1 1 . Kalau dipandang perlu, sebelum mengambil ^ ubungan


Gubernur dapat — tetapi tidak diharuskan— he ^ pakiia
lebih dulu dengan Kementerian Dalam
N eSer1' ^ buat
Gubernur tidak setudju dengan usul panitya, seJiarUSnja
seluruhnja maupun buat sebagian dari pada tentang
diusahakan supaja panitya dapat mendjelask
pendiriannja. lflukinja dapat
12. Tentang rakjat dan tanah erfpacht jang dl.d1r Dibawah
diselesaikan dengan bermatjam-matjam ,d^ dengan tiada
ini kami kemukakan beberapa kemungkinan .dj aksanaan
maksud akan mengikat atau membatasi ke
Gubernur. h e g a r- b e s a r n ja ,

a- Jang akan memberi kepuasan rakjat seD didu(j ukinja


tentulah djika tanah-tanah erfpacht hak jasan.
itu tetap diberikan kepada mereka den° a_us dikeluar-
Dalam hal jang demikian tanah tersebut n
kan dari hak erfpacht, dengan djalan perundingan atau
„onteigening” menurut procedure hukum tentang itu ;
acte erfpacht harus diubah atau diperbaharui dan
dengan sendirinja djumlah cannonnjapun dikurangi
djuga. Tanah jang setelah dikeluarkan dari hak erfpacht
lalu kembali pula kepada kekuasaan Negara, kemudian
diberikan kepada rakjat dengan hak jasan. Pada
azasnja buat mendapatkan hak itu rakjat harus mem­
bajar, sekalipun sedjumlah jang ringan sekali dan
boleh ditjitjil. Apakah dan berapa uang kerugian jang
oleh Negara harus diberikan kepada onderneming se­
bagai uang kerugian, bergantung kepada hasil perun­
dingan atau putusan-hakim.
b. Kalau tanah tersebut pada saat ini tidak mungkin atau
tidak sepatutnja dilepaskan dari hak erfpacht, maka
dapatlah tanah tadi dipindjamkan oleh perusahaan
kepada rakjat untuk waktu jang tertentu (misalnja 5
tahun) dengan sjarat jang disetudjui oleh kedua pihak
dan pemerintah. Tentang pemindjaman dan persetu­
djuan itu harus diadakan perdjandjian tertulis jang
disaksikan oleh Pamongpradja jang berwadjib.
Dengan djalan ini dapat dihindarkan kemungkinan
procedure jang sulit dan makan waktu, meskipun tidak
memuaskan harapan rakjat sepenuhnja. Dalam waktu
tersebut mungkin hak erfpacht atas tanah sudah habis
waktunja, hingga pemerintah leluasa akan menentukan
sikapnja ; mungkin penghidupan rakjat tersebut dapat
pertolongan jang lebih sempurna dengan transmigrasi;
mungkin pula kepentingan kedua belah bahkan meng-
hendaki berlangsungnja rakjat tetap tinggal pihak di­
tanah-tanah jang dipindjamkan tadi.
c. Kalau pemindjaman tanah setjara b mungkin, tetapi
tanah jang sekarang diduduki rakjat diperlukan oleh
onderneming sendiri (tentu sadja ini harus dibuktikan
oleh pengusaha), maka dapat diambil djalan memindah-
kan rakjat tadi ketanah-tanah onderneming jang tidak
terpakai; dengan bantuan dari pengusaha selajaknja.
d. Pada azasnja haruslah soal tanah-tanah erfpacht jang
diduduki rakjat itu diselesaikan dengan djalan . jang
sesedikit mungkin merugikan kepentingan dan menjing-
gung perasaan mereka. Walaupun pemerintah meng-
insjafi sepenuhnja kepentingan onderneming bagi pem-
bangunan dan ekonomi Negara, tetapi djanganlah
kiranja terburu-buru mengabaikan ,,buiten-ekonomische
factoren” jang kini masih sedang menjalur kedalam
garis-garis jang normal.
Dalam pada itu theoretis masih ada kemungkinan
bahwa mengingat kepentingan Negara jang terdjalin
erat dalam sesuatu perusahaan, ada kalanja rakjat jang
menduduki tanah erfpacht harus meninggalkan persil
itu sama sekali. Dalam hal jang demikian mereka diberi
djaminan waktu dan bekal-perpindahan jang tjukup
memuaskan.
13. Sekali la g i; pendjelasan sub 12 tidak bermaksud mengika
atau membatasi kebidjaksanaan Gubernur. Begitu pun kami
tambah pula dengan andjuran, supaja putusan Gubernur
tentang soal tanah erfpacht tersebut disertai sjarat-sjara
m engenai :
a), kewadjiban pengusaha untuk memberi kesempatan
dan bantuan, agar supaja modal rakjat Indonesia ^
serta dalam perusahaannja (pasal 5 perdjandjian
uangan dan ekonomi). i j_2
b ). kewadjiban pengusaha jang tertjantum dalam P
perdjandjian K.M.B. tersebut. kuo
14. Sekalipun menurut hemat kami pedoman diatas .
djelas, baiklah kami tegaskan djuga, bahwa semua
semata-mata ditudjukan kepada penjelesaian soa^ oot.
tanah erfpacht buat pertanian besar (perkebunan . ^ a l i
landbouw) jang diduduki rakjat, dan bukan se
berarti pembaharuan hak erfpacht; tidak boleh PUndb0UW
nakan buat tanah erfpacht jang disebut kle^ ‘ a-4 /jj/50
perceleen. Perihal ini diatur dalam instruksi No-
(surat K. D. N. tanggal 15 - 3 - 1950 No. H / l / 1 3 ) - ^
15. Agar supaja kami dapat ikut memikirkan s° al*S°oncreet,
dihadapi pemerintah daerah setjara jang lefeih kiein-
harap pengiriman daftar-daftar tanah erfpacht a
landbouw jang telah kami minta dengan surat kami tanggal
11 - 12 -1950 No. 4 /1 /3 dipertjepat. Kalau kiranja belum
lengkap semua, kami pun tidak keberatan akan menerima
daftar sementara dari keterangan-keterangan jang sudah
masuk, asal kemudian disusul dengan berangsur-angsur apa
jang masih ketinggalan.
Harap para Residen didaerah Sdr. segera mendapat perin­
tah akan mendjalankan instruksi ini sebaik-baiknja dan
mudah-mudahan pedoman jang kami paparkan mendjadi
pegangan jang berguna bagi para Kepala daerah sekalian
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam masa peralihan ini.
Konsep ini ditanda tangani
oleh Menteri
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
untuk Beliau,
A.n. Wk. Kepala Bagian Agraria,
t.t.d.
S. PRAPTODIHARDJO.
Tindasan untuk :
1. Kementerian Dalam Negeri R. I. S.
2. Kementerian Kemakmuran R. I. S.
3. Kementerian Sosial R. I. S.
4. Kementerian Perburuhan R. I. S.
5. Kementerian Pertanian R. I.
6. Kementerian Perburuhan R. I.
7. Kementerian Sosial R. I.
8. Kementerian Kemakmuran R. I.
9. Semua Residen R. I. di Djawa
dan Sumatera.
10. M. B. K. D. dan M. B. K. S.
11. Pimpinan Pusat B. T. I.
12. Pimpinan Pusat S. T. 1.1.
13. Pimpinan Pusat Petani.
14. Pimpinan Pusat Sarbupri.
Lampiran: IX.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
JOGJAKARTA.

Instruksi No. 4. H. 50.


Kepada
Semua Gubernur Republik Indonesia
di
DJAWA dan SUMATERA.
• ^ an££al : I Maret 1950.— Lampiran :—
5
enjelesaian soal-soal tanah erfpacht ^kleinlandbouwpercelen
voor minvermogende Europeanen".
bernur^enTan a** m.inta dengan hormat perhatian Sdr. Gu-
bnt SOal tanah-tanah erfpacht jang dise-
’’4^ Perc n voor minvermogende Europeanen” .
a tS T J „ anah1 aML bUat kte“ Jandbouw itu bersandarkan
™ StbL 1904- N°- 326 jo bybi. 6050 dan
t e l L , ? a ^ ^ Utuut ini njata sekali memberi
an “ Pi an bantuan kepada bangsa Europa jang di-
2 1p, kurang mamPU. untuk mendapatkan penghidupan
lrnin • aPanS3n pertanian. Hal ind didasarkan atas politik
Koiomal jang menghendaki djaminan iang kuat supaja
gdongan E jang merupakan SeSschersgroep” di
dPn ^ eS1,! mendapat tingkat penghidupan jang sesuai
dengan kedudukan politiknja, dan dengan begitu merupa-
Kan >>maatschappeUjke Masse” tersendiri jang tetap me-
njendiri diatas rakjat Indonesia.
S ! ang UkUTan kemamPuan jang dipakai bagi golongan
europa, umum mengetahui, bahwa tingkat hidup jang buat
mereka dianggap miskin, kurang mampu, itu biasanja ma-
sih boleh disamakan dengan tingkat hidup rakjat Indonesia
jang berada.
3. Dengan adanja kesempatan jang bersifat „bevoorrechting”
kepada golongan Europa itu, maka sebenarnja perlindungan
hak-hak rakjat aseli atas tanahnja jang dimaksudkan olen
Agrarische wet 1870 sudah tinggal sembojan jang kosong
belaka, karena peraturan erfpacht buat kiein-landbouw
memberi hak atas tanah kepada bangsa Europa (chususnja
bangsa Belanda) jang harga pembeliannja tidak lebih dan
tanah jasan biasa, sedang besarnja padjak (canon) Pel’
ha-nja pun tidak djauh berbeda, bahkan lebih rendah dari
pada landrente.
4. Mudahlah difahami, bahwa pemerintah Republik Indonesia
tidak sadja ta’ dapat mengidjinkan langsung berlakunja
peraturan jang njata-njata memberat sebelah itu, tetapi
dengan djelas berpendirian, bahwa hak-hak erfpacht buat
kleinlandbouw itu pada azasnja selekas mungkin harus
hapus ; bukan karena hendak merugikan atau melepaskan
perlindungannja atas kepentingan sesuatu golongan, tetapi
berdasarkan keadilan semata-mata.
5. Dalam pada itu pemerintah Republik Indonesia menginsjafi
sepenuhnja, bahwa penghapusan hak-hak itu harus disertai
dengan gantinja. Tentang ini pangkal pendirian pemerintah
ialah, bahwa dalam negara R.I.S. maupun R.I. tidak akan
ada perbedaan kedudukan lain dari pada antara warga­
negara dan golongan bangsa-asing. Dalam sesuatu negara
jang demokratis semua warga negara mempunjai hak-hak
pokok jang sama dan mendapat perlindungan jang sama,
dengan tidak dipersoalkan lagi asal keturunannja.
6. Tetapi ada hal jang selalu mendjadi perhatian pokok peme­
rintah Republik Indonesia, sekalipun sekarang masih ber-
wudjud tjita-tjita, ja’ni : mendjamin bagi tiap-tiap tani
sebidang tanah jang tjukup luasnja untuk memberi peng-
hidupan jang lajak, dan membatasi luasnja tanah itu keatas,
hingga tidak ada lagi segolongan tani kuat jang mendjadi
penindas bagi golongan tani-lemah, sebagaimana jang di­
djalankan oleh tuan-tuan tanah sekarang ini.
Pendirian pemerintah itu diperkuat oleh Panitya Agraria
(terbentuk dengan Penetapan Presiden Republik Indonesia
No. 16 dan 17/1948) jang antara lain berpendapat djuga
bahwa untuk mewudjudkan masjarakat makmur jang bebas
dari penindasan, harus ada pembatasan luas tanah kebawah
dan keatas. Hanja berapa sedikit-dikitnja luas tanah itu
dan berapa sebanjak-banjaknja orang boleh memiliki tanah,
belum ada ketetapan angka jang dapat dipakai untuk
seluruh Indonesia. Buat di Djawa direntjanakan minimum
2 ha dan maximum 10 ha, buat luar Djawa barangkali
angka-angka itu harus ditiga atau lima kalikan.
7. Pertanjaan jang harus didjawab lebih dulu dalam mengha-
dapi soal tanah erfpacht buat klein-landbouw djadi : orang
jang berhak itu warga-negara atau bukan. Kalau ia masuk
warga-negara, maka pada azasnja tiadalah keberatannja
akan memberikan kepadanja hak atas tanah jang sama
kuatnja dengan hak milik (jasan) asal dibawah batas luas
10 ha buat di Djawa (buat luar Djawa belum ada perun-
dingan tentang hal itu). Tetapi buat bangsa asing be um
ada kepastian pendapat, apakah mereka akan diperbo e i-
kan mendapat hak tetap (untuk selama-lamanja) atas ana i
pertanian. ,
8. Dalam pada itu peraturan-peraturan tentang hak ana
dari zaman pendjadjahan belum diubah, hingga pada
kepada warga-negara keturunan b a n g s a -a s in g
in i ®
dapat diberi hak milik. Oleh karena itu maka dalam
peralihan ini pemerintah Republik Indonesia dalam ja£ouw
menjelesaikan soal tanah erfpacht buat klein-lan
berpendirian sebagai dibawah ini : h a n e sa
9. a. Hak erfpacht buat klein-landbouw baru untu ^ akan
asing (didalam arti bukan warga-negara) ti a
diberikan lagi. Kalau mereka hendak beruS.awa nle-
menghadjatkan tanah, bolehlah mereka mf n^g'undang
nurut peraturan-peraturan tentang itu. tianakan)-
baru tentang persewaan tanah sedang dire” girlg jang
b. Kepada warga negara keturunan bangsa per-
mempunjai tanah dengan hak erfpacht, me ntuk rne-
aturan Stbl. 1904 No. 326 diberi kesempatan bahwa
njesuaikan dengan dasar politik R.I. Ini ber ^ ha
le. luas tanah jang didapat tidak boleh lebi p3kai”
seorangnja; 2e. hak erfpacht diganti nama » sjarat
dan lamanja dibatasi sampai 10 tahun, d ? um tanah
bahwa djika sementara itu U n d a n g - u n d a n g ^ ta d ij
lama diganti baru jang tidak merugikan m dengan per-
hak itu pun akan diperbaharui djuga, s e s u a i ^ kepada
gantian hukum tadi (didjadikan hak leijih dari
badan-badan hukum tidak akan diberi hak men_
pada 10 ha ketjuali didalam beberapa ha
dapat dispensasi : 4e. tidak akan diberikan bantuan
keuangan dengan tjara apapun jang tidak diberikan
djuga kepada warga-negara asli; 5e. hak pakai itu
dengan sendirinja hapus, djika jang berhak bukan
warga-negara lagi.
c. Tentang tanah erfpacht klein-landbouw jang sudah ada,
harus ada ketentuan lebih dulu, siapa dan dimana
tempat tinggal mereka jang berhak itu. Untuk itu hen-
daknja diadakan pengumuman dalam surat-surat kabar,
supaja mereka jang berhak atas tanah erfpacht datang
mendaftarkan diri. Kantor pendaftaran boleh dikantor
keresidenan, waktu buat pendaftaran dibatasi sampai
2 bulan; kalau ada alasan untuk memperpandjang
waktunja, boleh ditambah 1 bulan dengan pengumuman
di surat kabar pula. Setelah waktu itu lampau, orang
tidak mempunjai hak lagi untuk mendapatkan kembali
tanahnja, ketjuali djika ia dapat menundjukkan dengan
bukti-bukti jang sjah, bahwa dalam tiga bulan tadi
tiadalah mungkin baginja untuk mengetahui tentang
pengumuman-pengumuman tersebut. Hak atas tanah
dan lain-lain kepunjaan orang jang berkepentingan tetap
diakui oleh negara. Enam bulan setelah pengumuman
jang pertama, bilamana tidak djuga orang jang berhak
itu mendaftarkan, maka pemerintah dapat mengambil
tindakan jang perlu untuk memberi kepastian, siapa
jang seterusnja menjelenggarakan tanah tadi ; tanah
itu misalnja dapat didjual umum (lelang), diusahakan
oleh badan Negara atau diserahkan pada suatu badan
dengan sjarat-sjarat jang tertentu.
d. Kalau sudah dapat diketahui siapa jang berhak atas
tanah, tentulah jang mendjadi pertanjaan lebih dulu ia
warga-negara atau bukan. Kalau ia bukan warga-negara
tanah erfpachtnja harus diserahkan kepada negara
dengan kerugian sepatutnja. Djika erfpachter berha-
djat meneruskan perusahaannja, ia dapat menjewa
tanah itu. Bila ia tidak menghendakinja, tanah itu dapat
diberikan pula dengan hak erfpacht itu kepada orang
( dehgan hak jasan kepada warga-negara aseli) dengan
pembajaran kerugian buat jang mempunjai hak semula
tadi.
Kalau jang berhak itu warga-negara, maka dua kemung-
kinan perlu ditindjau masing-masing, ja’ni : termijn
hak erfpacht sudah lampau atau belum. Buat erfpacht
jang sudah lampau waktunja paraturan jang masih ber-
laku (Stbl. 1904 No. 326) mendjamin, kepada jang
berhak akan diperpandjang termijnnja lagi. Tentang itu
tiadalah keberatannja, asal dengan perdjandjian-per-
djandjian baru seperti termaktub sub b diatas. Adapun
tanah kelebihannja mungkin diberikan kepada sesuatu
djawatan, perseorangan atau desa jang mempunjai
lingkungan tanah tadi, ataupun djika itu tidak mungkin,
dikuasai kembali oleh negara. Setjara suka-rela desa
dapat menjewakan tanah tersebut kepada erfpac er
kembali. Buat melepaskan haknja atas bagian tanah jang
diserahkan kepada desa itu erfpachter mendapat
kerugian sepatutnja. Ini bergantung kepada l e- a®a
mulanja tanah tadi, dari tanah liar (w °este ,.^ ° atau
jang dibuka oleh pengusaha dengan beaja sen ^ nah
hak dari pembelian tanah desa ; 2e. dari keadaan
pada waktu ini, tanaman dan perumahan jang a a^arang
Menurut keadilan dan kemanusiaan hendaknja
apa keperluan klein landbouw jang ada ^ an tanah
seberapa boleh diberikan kepada pengusa g^)
kelebihannja 10 ha tersebut hendaknja (kalau ^ peru-
dipilih dari bagian-bagian jang tidak terdap
mahan atau perlengkapan perusahaan. Sjarat
Perihal tersebut e ada ketjualinja jang Pen 1 menurut
mutlak bagi hak erfpacht klein landboUWberikutnja
Stbl. 1904 No. 326 dan p e r a t u r a n - p e r a t u r a n kepada

ialah, bahwa tanah itu tidak boleh di„par° ' gU(j pem.
rakjat jang berarti menjimpang dari pada m pacht
berian hak tadi. Dalam hal jang demikian a ^epada
seharusnja ditjabut, dan tanahnja diserahK memar0»
desa, terutama untuk mereka jang biasa ’’ ikirkan
tanah tersebut. Dalam pada itu hendaknja . nj a itu
djuga, apakah erfpachter dengan ditjabut tidak.
masih mempunjai mata pentjaharian lain a
Barang tentu orang itu berhak mempunjai kehidupan
jang lajak, dan kalau ia memang tidak ada sumber-
penghasilan lain, sebaiknjalah djika kepadanja masih
diberi beberapa ha dari tanah tersebut untuk dikerdja­
kan sendiri. atau setidak-tidaknja diusahakan olehnja
setjara orang tani biasa.
g. Apa jang tertera sub f berlaku djuga buat tanah
erfpacht klein landbouw jang belum lampau waktunja.
Hanja boleh dipertimbangkan pemberian uang kerugian,
bila ternjata bahwa hak erfpacht itu belum lama berla­
ku ; djumlah uang kerugian dapat ditetapkan dengan
mengingat harga pembelian tanah dari rakjat dulu dan
harga tanah dikalangan rakjat sekarang.
Kalau asalnja dari tanah liar jang dibuka atas usaha
erfpachter djumlah uang kerugian dapat ditaksir me­
nurut pedoman jang patut. Uang kerugian ini dibajar
oleh desa jang akan menerima tanah tersebut atau oleh
orang-orang jang diberi bagian menurut pedoman
tersebut f.
h. Tanah erfpacht klein landbouw jang diusahakan benar-
benar oleh jang berhak dan masa berlakunja belum
lampau. seharusnja dikembalikan kepada jang punja
(warga negara. periksa sub e) dengan sjarat-sjarat
seperti tersebut sub b dan e, ja’ni :
le. luasnja maximum 10 ha, 2e. lamanja sampai termijn
berlakunja habis dengan maximum 10 tahun (periksa
sub b 2e); 3e. tidak akan diberi bantuan keuangan
dengan tjara jang lain dari kepada warga negara aseli;
4e. hak erfpacht itu dengan sendirinja hapus, pada saat
jang berhak bukan warga negara lagi.
Tjara penjelesaian tanah kelebihannja sama halnja
dengan sub e.
9. Soal lain jang perlu diselesaikan, ialah tentang tindakan
rakjat jang telah menguasai tanah-tanah klein landbouw.
Soal ini mungkin lebih sulit dari pada penjelesaian tanah-
tanah perkebunan besar karena luasnja tanah klein land­
bouw memang tidak seberapa dan mereka jang berhak
biasanja tidak bermodal besar. Kalau jang satu bertalian
dengan kepentingan pembangunan ekonomi negara, jang
lain lebih erat hubungannja dengan soal keadilan dan ke-
manusiaan terhadap segolongan warga negara.
10. Akan membentuk panitya jang dapat diserahi pemeriksaan
tentang hal ichwalnja tanah-tanah klein landbouw pun ada
kesukaran-kesukarannja.
Dalam pada itu perlu hal itu segera didjalankan. Barang-
kali tjukuplah tentang tjara pemeriksaan (asal tjepat)
kami serahkan kepada Saudara Gubernur. Bagaimana soal
pendudukan rakjat atas tanah-tanah klein landbouw dapat
diselesaikan dengan mengingat pendirian Pemerintah ten­
tang itu sebagaimana tertera diatas, kami ingin lebih dulu ,
menerima pelaporan, usul atau pun pemandangan Saudara
Gubernur. Bersandarkan itulah nanti Pemerintah akan
menentukan sikapnja lebih landjut.
Harap dengan hormat kiranja segala sesuatu segera didja­
lankan dan kemudian kami menunggu pengiriman pela­
poran dan usul atau pemandangan Saudara jang kami
maksudkan tadi.
Konsep ini ditanda tangani
oleh Menteri
Menteri Dalam Negeri R-1-
untuk Beliau
A. n. Wk. Kepala Bagian Agraria,
1.1. d.
S. PRAPTODIHARDJ0 -
Tinclasan untuk :
1. Kementerian Dalam Negeri R. I. S.
Kementerian Kemakmuran R. I. S.
■i- Kementerian Sosial R. I. S.
4. Kementerian Perburuhan R. I. S.
3. Kementerian Pertanian R. I.
o. Kementerian Perburuhan R. 1.
'• Kementerian Sosial R. I.
8. Kementerian Kehakiman R. I.
m ^ ^ 'd e n R. I. di Djawa dan Sumatera.
10. M. B. K. D. dan M. B. K. S.
11- Pimpinan Pusat B. T. I.
12. Pimpinan Pusat S. T. 1. 1.
ia f ! mP,' nan Pusat Petani.
14. Pimpinan Pusat Sarbupri.
Lampiran X :
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA.
JOGJAKARTA.

SEGERA : SURAT EDARAN.


Kepada,
1. Semua Gubernur R. I.
2. Kepala Daerah Istimewa
Jogjakarta,
3. Residen Surakarta
LAMPIRAN :—
No. H.20/5/7. Tanggal : 9 Mei 1950.
Perihal: Penjelesaian tentang tanah-tanah jang dahulu diambil oleh
Pemerintah Pendudukan Djepang.
A. Dengan ini diharap perhatian terhadap soal dibawah ini :
1. Sebagaimana telah diketahui selama waktu pendudukan
Djepang, diberbagai tempat diseluruh daerah telah ter­
djadi pengambilan tanah-tanah dari penduduk Indonesia
aseli, maupun tanah-tanah jang tertjatat dengan hak'
hak barat oleh Pemerintah Balatentara Dai Nippon,
pengambilan mana disertai atau tidak disertai dengan
pemberian kerugian kepada pemiliknja.
2. Pada umumnja pengambilan tanah-tanah tersebut jang
didjalankan dengan tidak menurut peraturan-peraturan
jang ada, didasarkan atas kepentingan „Militer” atau
pun kepentingan „Pemerintah Militair” ataupun sebagai
„kebaktian dalam usaha membantu akan tertjapainja
kemenangan achir dalam peperangan sutji” . Uang ke­
rugian jang diberikan kepada pemilik umumnja, pula
ditetapkan menurut harga jang lazim pada itu waktu
oleh sebuah Comissie dari siapa tergantung pula apakah
kerugian memberikan kepuasan atau tidak kepada
masing-masing jang dirugikan.
Dalam suasana jang terpengaruh oleh keadaan pepe­
rangan lagi pula tak bebas dari rasa ketakutan atapun
paksaan bathin (morele dwang) itu dapatlah dime-
ngerti, bahwa sifat suka-rela dari pengambilan (pem-
belian) tadi mendjadi terbelakang.
3. Peperangan dan revolusi menimbulkan akibat terhadap
tanah-tanah tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada
ini waktu. Ada jang dipergunakan untuk kepentingan
jang dimaksudkan semula, ada jang sekarang masih
dipergunakan untuk kepentingan umum (Negara), ada
jang sedjak dahulu hingga kini terlantar, ada pula jang
sedjak beberapa waktu dipergunakan oleh dan untuk
orang-orang jang ta’ berhak.
Dalam soal sedjak mula-mula terdjadinja tidak diikat
oleh sesuatu peraturan jang tertentu, lagi pula bentuk
dan tjoraknja dimasing-masing tempat satu sama lain
amat berbedaan, sedang ketenangan Pemerintah di­
masing-masing daerah belum tertjapai sepenuhnja,
tidak mudahlah bagi Pemerintah sekarang untuk me­
ngadakan Peraturan penjelesaian jang serupa untu
seluruh Daerah.
4. Dalam pada itu Pemerintah menginsjafi bahwa dalam
hubungan hukum terpengaruh oleh suasana peperangan
dalam mana Pemerintah sendiri turut terlibat, su a ^
selajaknjalah djika Pemerintah pertama-tama
bil tindakan-tindakan untuk mentjahari penj6 jjan
jang memuaskan bagi mereka jang menderita kerU
Dalam masa peralihan sekarang ini, dalam m a n a ^
harus menudju ketertiban kedalam segala di'
keadaan jang keruh dan ragu-ragu seperti terlu an
atas itu tak dapat dibiarkan sadja. Tidak men.^ie^ atnbil
djika disana sini oleh pendjabat jang berw adjib i ^e_
tindakan-tindakan terhadap sematjam ini, kar
adaan jang memaksa atau sudah njata. mbalian
Sebaliknja dapat dimengerti djuga, bahwa penge be_
tanah-tanah tersebut kepada para pemilik sen\_ibatnja
gitu sadja akan menimbulkan kesalahan jang a
tak dapat dikira-kirakan. n ter-
Untuk mengembalikan ketertiban dalam kea etun.
maksud dimuka dibawah ini kami kemuka,al* e(joinan
djuk-petundjuk jang dapat dipakai sebagai P tanah.
dalam menjelesaikan soal-soal jang mengen p ejne.
tanah jang dahulu telah diambil (dibeli)^ ole
rintah Djepang.
1. Dalam prinsipnja tanah-tanah jang diserahkan dengan
rasa paksaan dan ketakutan itu dapat dikeluarkan ( dibe­
rikan lagi) atau dikembalikan kepada pemilik semula atau
achliwarisnja jang sjah, dengan dibebani kewadjiban
mengembalikan uang kerugian jang telah diterimanja
kepada Negara, kembali menurut ,,Sliding scale” ter-
maksud dalam pasal 53 ajat 2 Ordonantie Herstel Recht-
verkeer (Stbl. 1949 No. 70).
2. Djika pemilik semula atau achliwarisnja jang sjah
tidak menghendaki pengembalian tanahnja, ataupun
sudah njata ta’ ada lagi, maka apabila pemerintah tidak
memerlukannja untuk kepentingan Negara (umum)
tanah tersebut dikeluarkan (diberikan kepada orang
lain) (fihak ketiga) dengan mengingati keadaan
sekarang.
3. Kedudukan tanah :
a. tanah asal kepunjaan penduduk Indonesia aseli jang
diambil oleh Pemerintah Balatentara Dai Nippon de­
ngan pemberian kerugian, dipandang sebagai telah
dibatalkan dari hak-hak Indonesia aseli- atas tanah-
tersebut, dan oleh karenanja berpindah mendjadi tanah-
tanah Negeri jang bebas, (dahulu nama tanah G.G., vrij
staats-domein).
h. dalam hal mengembalikan tanah-tanah dari penduduk
Indonesia aseli tidak dengan pemberian kerugian, maka
tanah-tanah itu tetap kepunjaan para pemjjik semula.
c. terhadap pengambilan tanah-tanah jang tertjatat dengan
hak-hak barat (eigendom, erfpacht, opstal), dapat di-
pastikan, bahwa atjara pembalikan nama atau onteigen-
ning jang diharuskan menurut peraturan jang bersang-
kutan itu tidak didjalankan, sehingga hak-hak atas tanah-
tanah itu masih tetap tertulis atas nama pemilik semula
dan tanah-tanah ini juridis tidak kembali mendjadi tanah
negeri.
d. Djika ada terdjadi dalam mana tjara balik nama tersebut
telah djuga dipenuhi, maka tanahnja harus dianggap
telah kembali mendjadi tanah Negeri.
Tertiadap tanah sematjam ini, pengembalian hak itu
tidak diwudjudkan sebagai hak barat jang semula, akan
tetapi dengan hak persewaan menurut Stbl. 1940
No. 427.
Demikian m engingat pendirian Pemerintah R. I. bahwa
buat sem entara pem berian hak-hak barat atas tanah
tidak diadakan.
4. Djika keadaan tanah jang dikembalikan itu sekarang
banjak berbeda-beda dengan dahulu waktu diambil oleh
Pemerintah umpama sekarang adanja kosong sedang
dahulu memberikan hatsil, sedang semuanja dahulu
termasuk djuga dalam djumlah uang kerugian, maka
dalam hal sematjam ini uang kerugian jang harus di­
kembalikan kepada Negeri itu, dapat ditetapkan seba­
gian sadja, atau djika perlu dibebaskan sama sekali.
5. Bilamana pengembalian hak tidak mungkin sepenu nja
atau tidak mungkin sama sekali karena hal-hal jang
berkenaan dengan kepentingan umum, maka hen a nj^
ditjari penjelesaian jang memuaskan menurut kea aa ,
umpama dengan pemberian tambahan uang ^eru£ia \
Tjontoh I : sebidang tanah diambil untuk ses
keperluan. Kemudian atas tanah itu dibikin djalan ‘
Dalam hal ini pengembalian ta’ mungkin sepenu
karena kepentingan umum. nerluan
Tjontoh II : sebidang tanah diambil untuk kep^ ^
mendirikan bangunan Negeri sekoia hingga
( K a n t o r ,

sebagainja). Bangunan tersebut telah didinkan Dalam


kini masih dipakai untuk kepentingan Nege a kepen-
hal ini pengembalian hak ta’ mungkin, kare
tingan Negara. t,erdiri se-
Tjontoh III : sebidang tanah dimana * besar, dahulu
buah rumah tangga jang patut dan agak dan asrama
diambil untuk keperluan tempat latihan fcerganti
Seinendan. Setelah Seinendan bubar, S keperluan
dipergunakan untuk bermatjam - matja pihak
oleh orang - orang jang tak berhak atauPdipakai untuk
resmi, dan jang terachir (sekarang) ^elum a(*a’
rumah sekolah Negeri darurat, karena darj tanah
gedung rumah sekolah Negeri, sedang S1 . dahulu.
dan rumah tadi tak berubah dari pada a . pang dari
Dalam hal jang tak tertentu dan menj
tudjuan jang semula seperti ini, tanah dan rumah ter-
maksud harus dikembalikan kepada pemilik semula.
Adapun Negara masih memerlukan itu untuk keperluan
rumah sekolah, adalah soal lain, jang harus diselesai-
kan dengan sipemilik.
6. Tiap-tiap soal hendaknja ditindjau kembali dengan
seksama soal demi soal oleh sebuah komisi jang ditun-
djuk oleh masing-masing Residen. Dalam pemeriksaan
komisi ini hendaknja dinjatakan riwajat dari tanah jang
mendjadi soal itu, sedjak diambil oleh Pemerintah
Djepang hingga pada saat tindakan pemeriksaan ter­
sebut (a.i. keperluan apa mula-mulanja tanah diam bil;
besarnja uang kerugian apakah sudah selaras dengan
harga umum, dalam hal ini harga onteigening pada
waktu itu ; untuk apa tanah itu sesungguhnja diper-
igunakan ; dan sebagainja) lagi pula pendapat (usul-
usul) dari komisi untuk menjelesaikan soalnja.
7. Kemudian Residen menjatakan keputusannja dengan
surat keputusan dalam mana segala sebab-sebab jang
mengakibatkan keputusan tersebut dinjatakan dengan
tegas dan djelas. Dalam surat keputusan itu antara lain
harus dinjatakan tanah itu dikembalikan kepada pemilik
semula dengan hak apa, dikembalikan sebagian atau
tidak mungkin dikembalikan. Banjaknja uang jang harus
dikembalikan kepada Negeri, banjaknja tambahan uang
kerugian dan sebagainja.
8. Achirnja diharap agar soal ini dapat selekasnja dise-
lesaikan, sehingga keadaan jang tidak pada tempatnja
ini dapat segera dilenjapkan.
Menteri Dalam Negeri R. I.
untuk Beliau,
Kepala Bahagian Agraria,
Atas namanja.
Administrateur,
t.t.d. M. S. DANDASUBRATA.
Lampiran: XI.
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.

Nr. 46, 1952. Grondhuurordonnantie, Vorstenlansch Grondhuur­


reglement. Penetapan Undang-undang Nr. 6 tahun
1952, tentang penetapan ,,Undang-undang Darurat
Nr. 6 tahun 1951 untuk mengubah „Grondhuur
Ordonnantie” (Stbl. 1918 Nr. 88) dan „Vorsten-
landsch Grondhuurreglement” (Stbl. 1918 No.
2 0 )” sebagai Undang-undang.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang : .
a. bahwa Pemerintah dengan mempergunakan ha ja
termaktub dalam pasal 96 ajat (1) Undang-un ang
Dasar Sementara Republik Indonesia telah mene ap
Undang-undang Darurat Nr. 6 tahun 1951 untuk me g
ubah ,,Grondhuurordonnantie” (Stbl. 1918 .^ g
dan ,.Vorstenlandsch Grondhuurreglement” (S
No. 20); . . . . j j n_
b. bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetudjui ^ ^ a n
dang-undang Darurat itu dengan perubahan’-per Dewan
jang dimadjukan oleh Pemerintah dan ole
Perwakilan Rakjat; Semen-
Mengingat : pasal 97, 89 dan 142 Undang-undang
tara Republik Indonesia. . . Republik
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakja
Indonesia.
Mem utuskan :
Menet apkan: dang j)a-
Undang-undang tentang penetapan >>^n^an^'Ullc ^ i 1918
rurat untuk mengubah „Grondhuurordonnantie” ( 1 QI8
No. 8 8 ) dan „Vorstenladsch Grondhuurreglement
No. 2 0 ) ” sebagai Undang-undang
PaSal L rmdang-undang
Peraturan-peraturan jang termaktub dalam u ^ ror(jonan-
Darurat Nr. 6 tahun 1951 untuk mengubah „Grondxiu
tie (Stbl. 1918 No. 8 8 )” dan „Vorstenlandsch Grondhuurre-
glement (Stbl. 1918 No. 2 0 )” ditetapkan sebagai Undang-
undang jang bunjinja sebagai berikut :
Pertama : Sesudah pasal 8 „Grondhuurordonnantie” (Stbl. 1918
No. 88) diadakan dua pasal baru, jakni pasal 8a
dan 8b jang bunjinja sebagai berikut :
• Pasal 8a.
Menjimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 dan
8 serta peraturan-peraturan lain jang bertentangan dengan
ketentuan dalam pasal 8a ini, maka buat tanaman tebu dan
tanaman lain-lain jang ditetapkan oleh Menteri Pertanian,
didalam hal ini bila perlu atas usul Dewan Pemerintah
Daerah Propinsi bagi daerahnja masing-masing, perdjandji­
an sewa tanah jang dimaksud dalam pasal 1 hanja diper-
bolehkan buat paling lama satu tahun untuk tanaman jang
umurnja kurang dari waktu itu, sedang untuk tanaman jang
menghadjatkan waktu lebih dari satu tahun hanja diboleh-
kan buat selama umur tanaman tadi menurut kebiasaannja.
Pasal 8b.
Buat persewaan tanah tersebut dalam pasal 8a oleh Menteri
Dalam Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian dan
dengan mendengarkan pertimbangan-pertimbangan organi-
sasi-organisasi tani dan pengusaha diadakan peraturan-per­
aturan tentang uang sewa tanah, dengan mengingat per-
bedaan djenis dan banjaknja hasil tanah masing-masing.
Kedua : Sesudah pasal 15 ,,Vorstenlandsch Grondhuurregle-
ment” (Stbl. 1918 Nr. 20) diadakan dua pasal baru,
jakni pasal 15a dan 15b jang bunjinja sebagai beri­
kut :
Pasal 15a.
Menjimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 serta
peraturan-peraturan lain jang bertentangan dengan keten­
tuan dalam pasal 15a ini, maka buat tanaman tebu dan
tanaman lain-lain jang ditetapkan oleh Menteri Pertanian,
perdjandjian sewa tanah jang dimaksud dalam pasal 15b
hanja diperbolehkan buat paling lama satu tahun untuk
tanaman jang umurnja kurang dari waktu itu, sedang untuk
tanaman jang menghadjatkan waktu lebih dari satu tahun
hanja dibolehkan buat selama umur tanaman tadi menurut
kebiasaannja.
Pasal 15b.
Buat persewaan tanah tersebut dalam pasal 15a oleh Men­
teri Dalam Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian
dan dengan mendengarkan pertimbangan - pertimbangan
organisasi tani dan kaum pengusaha diadakan peraturan-
peraturan tentang uang sewa tanah, dengan mengingat per-
bedaan djenis tanaman dan banjaknja hasil tanah masing-
masing.
Pasal II.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundang-
annja.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memeri
tahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Djakarta
pada tanggal 23 Djuli 1952
Wakil Presiden Republik Indonesia
MOHAMMAD HATTA.
Menteri Pertanian
MOHAMMAD SARDJAN.
Menteri Dalam Negeri
MOHAMMAD ROEM.
Diundangkan
pada tanggal 8 Agustus 1952.
Menteri Kehakiman,
LOEKMAN WIRIADINATA.
Lampiran: XII.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
J O G J A K A R T ’A.

Instruksi No. 1. H. 50.


Kepada
Semua Residen.
No.. H 12/1/3.— Tanggal, 19 Djanuari 1950.— Lampiran :
P erihal: Penetapan minimum uang persewaan tanah buat perusahan
pertanian.
Berhubung dengan terbukanja kesempatan bagi para peru­
sahaan pertanian akan mendjalankan perusahaannja masing-
masing, maka pada waktu inilah persewaan tanah mendjadi
penting sekali.
Menurut Grondhuurordonnantie Stbl. 1918 N o.: 88 *) pa­
sal 8 sub b harus ada ketetapan tentang minimum harga sewa
jang telah ada peraturannja termuat dalam Bxiblad 9030 dan
9089. Menilik Pendjelasan dari pada peraturan-peraturan tadi,
minimum harga sewa ditetapkan dengan perhitungan jang me­
rugikan petani, dipagina 226 bukunja Maassen en Hens deel I
eerste stuk, tjetakan tahun 1934, terdapat suatu staat dari
„Handleiding tot berekening en vastelling van minimum grond-
huurprijzen zijn gesteld op de in geld uitgedrukte werkelijke
huurwaarde, is echter bij de regelen terberekening van die
prijzen —juist omdat het minimum geldt— steeds gezorgd, dat
men aan den lagen kant blijft” . Hal ini ternjata pula pada pagina
237 buku tersebut.
Perlu kami kemukakan, bahwa penetapan minimum huur-
prijs penting artinja, bukan sebagai richtprijs, tetapi sebagai
rechtsgrond untuk membatalkan perdjandjian persewaan bila­
mana uang sewanja ternjata dibawah minimumhuurprijs tadi.
Demikianlah masih perlu adanja minimum grondhuurprijs,
meskipun tjaranja pemerintah daerah menetapkan harus me-
njimpang daripada peraturan Bijblad-bijblad tersebut. Dalam

*) Meskipun undang-undang ini belum ditjabut, pelaksanaan disesuaikan


dengan agraris politik Pemerintah R. I. jang agak berbeda dengan
agraris politik Pemerintah Hindia Belanda.
pada itu, akan mengganti peraturan-peraturan tadi dengan jang
baru dan jang sama djelasnja, kini belum mungkin. Pelaporan-
pelaporan dari daerah belum kami terima dan penindjauan
belum dapat didjalankan. Maka dari itu dibawah ini hanja dapat
kami berikan instruksi dalam garis-garis besarnja sadja.
Berhubung dengan sedang direntjanakan Undang-undang
persewaan tanah oleh Panitia Agraria, maka instruksi ini harus-
lah dianggap bersifat sementara.
Ini berarti pula, bahwa Pemerintah daerah Keresidenan
bilamana dianggapnja perlu menilik keadaan, dapat menjim-
pang dari pada instruksi ini. Dalam hal itu kami mengharap
supaja Paduka Tuan segera menjampaikan laporan jang singkat
lengkap, agar supaja bila dikehendaki kami dapat memberi
pertimbangan lebih landjut, dan mungkin memberi bahan bagi
kami untuk mengambil tindakan buat daerah lainnja.
1. Persewaan tanah antara pabrik dan rakjat berdasarkan
sukarela. dan hanja memperkenankan buat satu plantjaar. Djika
suatu djenis tanaman pabrik berumur kurang daripada setahun,
maka buat djenis tanaman itu persewaan tanah hanja diperke-
nankan buat selama-lamanja satu tahun (12 bulan).
2. Luas tanah dari tiap-tiap desa jang boleh disewa tida
boleh lebih dari Vs luasnja tanah-pertanian didesa itu.
3. Dalam usahanja mendapatkan tanah, pabrik harus
hubungan lebih dahulu dengan Pamong-Pradja tempat-se
jang berkewadjiban mempertemukan wakil-pabnk dengan ^
Organisasi rakjat tani jang ada, untuk bersama menje es
soal-soal persewaan jang timbul ditempat itu. timent
4. Didalam masa peralihan jang masih penuh sen
ini kami jakin, bahwa Pamong-Pradja akan mengam geolah,
jang bidjaksana, dengan mendjauhkan tiap-tiap ^ pa(ja
olah pemerintah akan lebih memihak kepada pabrik
melindungi rakjat ini. se.
5. Ikut sertanja wakil Organisasi tani dalam ha > _
lama masih dalam batas-batas jang sehat dan lajak, k . dian
dang berguna sekali untuk mengurangi kedja.dian’hubungan
jang tidak diinginkan sebagai akibat mutlak dari per ,Qngan
langsung antara pabrik dan rakjat dan membimbing 8 kedu-
tani kearah organisasi-vorming, jang berarti mempsr
dukannja menghadapi modal asing.
6. Untuk menetapkan minimum uang sewa tanah, maka
dasar jang kami pandang sehat ialah :
a. Orang tani tidak boleh menerima uang sewa kurang dari-
pada hasil-bersih jang boleh diharapkan djika ia mengerdja­
kan tanahnja sendiri seperti biasa ;
b. Kalau uang sewa diwudjudkan berupa uang dan bahan,
maka bahan itu hendaknja dinilai menurut harga timum
tempat setempat.
Pendjelasan.
a. Hasil bersih itu dapat dihitung dari hasil kotor, dikurangi
ongkos-ongkos mengerdjakan, bawon dan lain-lain. Biasania
Djawatan Pertanian ahli dalam hal itu, tetapi bilamana per­
hitungan itu menimbulkan kesukaran, bolehlah harga per­
sewaan umum antara penduduk sendiri pada waktu ini
didjadikan sekedar pedoman, asal diingat benar-benar,
bahwa besarnja uang sewa terutama menilik suasana se­
karang mungkin dipengaruhi oleh „buiten economiscb
factoren” , misalnja keamanan, persaudaraan, dan lain-lain.
Itulah sebabnja maka kami menaruh keberatan atas dasar
„maro” jang dipakai dalam peraturan Bijblad tersebut
diatas.
Perhitungan jang disampaikan dari beberapa fihak kepada
kami menjatakan, bahwa minimum uang persewaan tanah
berdasarkan itu sekarang berkisar antara 10 sampai 15 kali
minimum persewaan tahun 1941.
b. Harga bahan pengganti uang sewa kami tentukan menurut
harga umum. Karena itu harga hasil bersih tersebut pun
menurut harga umum djuga. Bagi kaum Onderneming itu
berarti laba, karena bahan-bahan jang dibagikan didapatnja
dengan harga pemerintah. Sebaliknja kami tidak dapat me­
makai harga pemerintah sebagai dasar, kalau demikian per­
hitungan hasil bersihpun seharusnja dengan harga peme­
rintah djuga.
7. Djumlah minimum uang sewa tanah harus ditetapkan
sekabupaten, ketjuali kalau dianggap perlu untuk menetapkan
dua matjam buat sesuatu kabupaten. Buat keperluan itu ditiap-
tiap kabupaten supaja dibentuk suatu panitia, terdiri atas :
1). Bupati sebagai Ketua dan anggauta ;
2 ). Kepala Djawatan Pertanian sebagai anggauta ;
3 ). Wakil-wakil Organisasi tani jang djumlahnja harus seim-
bang dengan
4 ). Wakil-wakil onderneming.
Djika dipandang perlu, boleh dimasukkan sebagai anggauta
dalam panitia djuga wakil dari djawatan atau organisasi lain,
asalkan djumlah anggauta dengan begitu tidak mendjadi terlalu
banjak sehingga tidak dapat bekerdja lantjar.
8. Panitia tersebut disiapkan bentuknja oleh Bupati peme­
rintah daerah kabupaten, kemudian ditetapkan oleh Residen
(Pemerintah Daerah Keresidenan) jang berhak mengatur ke­
wadjiban panitia tersebut.
Panitia itu boleh disebut : Panitia pen eta p a n minimum
uang sewa tanah.
9. Putusan panitia tentang minimum uang harus
mendapat pengesahan Residen (pemerintah daerah keresi­
denan) lebih dahulu, kemudian atas perintah Residen diumum-
kan seperlunja. Dalam tempo .sebulan sedjak pengumuman iu
boleh orang mengadjukan keberatan-keberatan kepada pani ia
masing-masing. Panitia melaporkan adanja keberatan-kebera a
itu, disertai pendapatnja. Setelah berselang sebulan, ■ ” es|ang
(Pemerintah Daerah Keresidenan) memberi putusan en. an
keberatan-keberatan tadi, kemudian putusan itupun
10. Persewaan tanah dibawah minimum jang telah i®
tapkan oleh Residen (pemerintah daerah) adalah tida
menurut hukum. peme-
11. Lain dari pada minimum uang sewa tersebU^ anakan
rintah (Kementerian Kemakmuran) sedang mer18IL a richt-
djumlah uang sewa jang lajak sebagai richtprijs. Se a p aduka
prijs itu belum ditetapkan, kami pandang sebaiknja a
Tuan berusaha mentjapai persetudjuan antara fiha
onderneming. tidak
12. Djika perundingan - perundingan tentang j^esiden
membawa hasil sedang keadaannja mendesak, a ^ tp r ijs
(pemerintah daerah karesidenan) dapat m e n e n tu k a n ^ D a la m
sendiri dengan mengingat pendirian kedua belah i1 a
hal jang demikian kami mengharap segera pelaporan dari
Paduka Tuan.
Pun turunan penetapan minimum uang sewa tanah, richt-
prijs sebagai hasil perundingan dan lain-lain jang Paduka Tuan
pandang perlu, kami harapkan menerima pelaporannja.
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Kepala Bagian Agraria
t.t.d.
S. REKSODIHARDJO.
Tindasan:
1. Semua Gubernur.
2. M.B. K. D.
3. Kementerian Kemakmuran.
4. Kementerian Kehakiman.
5. B. T. I.
6. Petani Pusat.
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
KEMENTERIAN KEMAKMURAN
DJAWATAN PERKEBUNAN
Molenvliet Timur 6 DJAKARTA Tilp. Gambir 3403.
SD/Sk. Nota No.: G 1 9 3 /PKB
Djakarta, 20 Januari 1950.
Lampiran : 1.
HARGA SEWA TANAH UNTUK PENANAMAN TEBU
DALAM TAHUN 1950.
1. Pada persewaan tanah rakjat terdapat dua matjam
perdjandjian persewaan, jaitu persewaan untuk masa pendek
(paling lama untuk ZVz tahun), dan persewaan dalam masa
pandjang (paling lama 2VA tahun).
Pada persewaan tanah masa pandjang jang menjewa di-
haruskan membajar harga sewa terrendah (minimum-grond-
huurprijs) jang sudah ditetapkan, dan tidak diperkenankan
membajar muka atas djumlah harga persewaan jang harus di-
bajarnja. Pada perdjandjian persewaan waktu pendek maka
harga sewa tanah ditetapkan atas kemufakatan antara si penje-
wa dan petani (jang menjewakan), sehingga dapat dikatakan
bahwa penetapan ini didasarkan atas persesuaian kemauan
antara kedua belah fihak.
2. Oleh karena harga sewa tanah masa pendek dipenga-
ruhi oleh beberapa factor jang tidak dapat disangka-sangka
lebih dahulu dan jang tidak bersangkutan sama sekali dengan
harga sewa tanah jang sebenarnja, maka tidak dapatlah harga
ini dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan harga sewa
tanah sesudah perang.
3. Harga sewa terrendah jang telah ditetapkan sebelum
perang, sebaliknja dapatlah dipergunakan untuk tudjuan ini,
oleh karena harga tersebut didasarkan atas perbandingan harga
sebidang tanah terhadap tanah jang dipersewakan setjara maro.
Terpaksalah dikemukakan lebih dahulu, bahwa angka-angka
productiviteit dari beberapa klas tanah dan dasar perdjandjian
maro sesudah perang tiada berubah.
4. Karena itu jang sebenarnja harus dipentixigkan ialah
menjelidiki bagaimana perkisaran harga padi kering sesudah
perang. Untuk mendapatkan harga rata-rata dari padi di Djawa
Timur (a) jang diterima oleh petani didalam 18 bulan janS
lalu (bln. April 1948/bln. Desember 1949) dan (untuk Kediri
Madiun/Solo didalam 12 bulan jang lalu) haruslah djuga di-
peringatkan, bahwa dari djumlah penghasilan dimusim kemarau
didjual % bagian, dan dimusim hudjan ( Oktober s/d Maret ) ^
bagian dari penghasilan.
5. Rata-rata harga pasar dari beras (dihitung sen /kg )
didalam kedua musim tersebut diatas (lihatlah angka-angka
termuat dalam daftar terlampir) adalah sebagai berikut :
Musim Kemarau Musim Hudjan
Djawa Timur 59/60 sen n o sen
Madiun/Kedin 48 „ 137 „
Solo 50 „ 90 „
Dengan mempergunakan angka perbandingan antara Mu­
sim Kemarau dan Musim Hudjan didapatkan rata-rata harga
beras jang disesuaikan dengan factor-factor lain (gewogen
gemiddelde), ialah :
buat Djawa Timur 65
„ Madiun/Kediri 71
,, Solo 60
Harga padi dapatlah ditetapkan 35% (b) dari harga beras,
sehingga rata-rata :
Djawa Timur 23 sen/kg
Madiun/Kediri 25 „ „
Solo 21 „ „
6. Bilamana kita perbandingkan harga padi ini dengan
harga padi sebelum perang, jang untuk Djawa Timur, M a d iu n /
Kediri dan Solo adalah masing-masing 3,40 ct — 3,40 ct dan
2,51 ct tiap-tiap kg (c), maka perbandingan harga adalah lebih
kurang seperti berikut :
Djawa Timur = 23 : 3,4 = 7
Madiun/Kediri = 25 : 3,4 = 7,3
Solo = 21 : 2,51 = 8
a. = Dengan daerah Djawa Timur dimaksudkan :
Modjokerto, Lumadjang, Probolinggo, Besuki.
b. — Untuk perbandingan ini dipakai angka-angka dari harga b e r a s / p a d i
didalam tahun 1933 s/d 1940 (lihatlah Statiscal pochet book of
Indonesia 1941 tabel 184),
c. = Lihatlah Madjallah Economische Weekblad 1941.
7. Akan tetapi anggapan, bahwa kenaikan harga sewa
tanah seharusnja mesti berbanding langsung (rechtevenredig)
dengan kenaikan harga-rata-rata dari padi adalah tidak benar,
karena djanganlah dilupakan, bahwa biaja produksi dan biaja
pengangkutan pun mempengaruhinja djuga, sehingga „rende-
ment” (penghasilan bersih untuk petani) dari tanah tergantung
pada kedua factor tersebut.
8. Didalam djurusan ini sudah diadakan beberapa penje­
lidikan (Tjirebon dan Tulungagung), jang menjatakan bahwa
penghasilan bersih jang diterima oleh tani djika dia menger­
djakan tanah itu sendiri (dalam masa 18 bulan), menurut
keadaan sekarang, ialah f. 500.— 1 ha. buat tanah golongan
pertengahan (middelmatig goede gronden).
9. Berdasarkan harga sewa terendah sebelum perang
untuk Djawa Timur, Madiun/Kediri rata-rata l.k. f. 85.— 1 ha
dan untuk Solo rata-rata l.k. f. 75.— 1 ha, maka njatalah, bahwa
kenaikan sewa tanah dalam perbandingan seharga (inevenredig-
heid) dengan harga rata-rata dari beras sebelum perang dan
didalam tahun 1949, jang dipakai, menundjukkan angka-angka
jang lebih tinggi dari pada penghasilan bersih petani bilamana
dia mengerdjakan tanah itu sendiri.
10. Menurut uraian tersebut diatas dapat diambil kesim-
pulan, bahwa penetapan sewa tanah, jang dalam keadaan
sekarang merupakan penggantian kerugian jang pantas unluk
petani, dalam penjerahan tanahnja, tiada dapat ditentukan
dengan seksama. Oleh karena itu — dengan mengingat bahwa
soal ini selekas mungkin harus diselesaikan maka dibawah ini
disadjikan peraturan, jang hanja berlaku untuk tanaman 1950
sadja. Untuk tanaman 1951 bolehlah diharapkan sadjian per­
aturan, jang didasarkan atas penjelidikan dan keterangan-kete-
rangan jang lebih sempurna.
11. Peraturan ini didasarkan pada pengharapan, bahwa
perusahaan gula di Djawa ini mulai tahun giling 1951 akan
dapat berangsur-angsur memperbesar exportnia, sehingga di-
^ pasar dunia harus dapat concurensi dengan negara-negara
lain jang djuga menghasilkan gula.
Harga pasar dunia adalah djauh lebih rendah dari harga
jang berlaku didalam negeri sekarang ini. Lain dari itu dapat
diharapkan lagi untuk dimasa depan disini, jang perbandingan-
perbandingan harga akan mendjadi normaal ( = biasa) dan
begitu pula harga padi/beras akan mendjadi lebih murah dari
pada sekarang. Pertimbangan-pertimbangan ini dapat menarik
kesimpulan supaja sebaiknja pesewaan tanah diatur dapatnja
terdiri dari 2 bagian :
a. harga pokok sewa tanah, jang dibajar dengan uang tunai
(mendekati index dunia) dan
b. harga tambahan sewa tanah, jang disebabkan oleh karena
dimasa sekarang perbandingan - perbandingan harga sa­
ngat tidak teratur, harga tambahan mana sebaik-baiknja
dapat diberikan dengan berupa bahan-bahan.
12. Disini dapat dipandang sederhana kalau sewa tanah
jang paling rendah (minimum) untuk persewaan pandjang
untuk tahun 1950 ditetapkan sebagai berikut :
Djawa Timur :
a. harga pokok sewa tanah —4 x harga sewa terrendah
sebelum perang dunia ke II berlaku buat klas-klas sawah
jang bersangkutan.
b. harga tambahan sewa tanah, jaitu 100 kg. gula tiap-tiap
ha.
Madiun, Kediri dan Solo :
a. harga pokok sewa tanah = 4 x harga sewa terrendah
sebelum perang dunia ke II, jang berlaku bagi klas sawah
jang bersangkutan.
c. Kesempatan untuk membeli 30 meter textiel tiap hectai'e
ha.
c. Kesempatan untuk membeli 30 meter textiel tiap hectare
oleh kaum tani dengan membajar harga pokok pembelian
f. 40,—
Tambahan 100 kg. gula (djuga 30 m textiel) tiap-tiap ha
adalah ditetapkan untuk segala matjam kelas-kelas tanah; djadi
tanah-tanah jang termasuk klas lebih tinggi atau klas jang
rendah akan mendapat tambahan jang sama. Dari barang-
barang atau bahan-bahan tambahan ini adalah sebenarnja bagi
kaum tani diberbagai-bagai tempat tidak sama harganja.
Harga serendah-rendahnja dari 100 kg gula dapat ditaksir
f. 250,__ a f. 300,— sedangkan 30 m. textiel untuk kaum tani
dapat dihargakan sekurang-kurangnja f. 100,— a f. 120,—
13. Kalau kita perhatikan dengan tjara perhitungan ter-
sebut diatas berapa kaum tani menerima uang tunai ditambah
harga bahan-bahan jang diperolehnja sebagai dasar pukul rata
serendah-rendahnja sewa tanah, dapatlah kita angka-angka
seperti tersebut dibawah ini :
Djawa Timur :
(Modjokeiito-OLumadjang-Besuki-Probolinggo dan lain-lainnja)
4 x f. 85,- -I- f. 250,- a f. 300,- = f. 590,- a f. 640,-
Madiun/Kediri:
4 x f . 85,- + f. 250,- a f. 300,- + f. 1 0 0 - a f. 120,------
f. 4 0 - = f. 650,- a f. 720,-
Solo :
4 x f. 75,- -r f. 250,- a f. 300,- -j- f. 1 0 0 - a f. 120,------
f. 4 0 - = f. 610,- a f. 680,-
Dipelbagai daerah adalah tentang harga gula sebenarnja
djauh lebih tinggi dari pada angka-angka jang diperhitungkan
disini, jaitu diambil serendah-rendahnja f.250,— a f. 300,—-
14. Sikap terhadap sewa tanah untuk masa pendek tak
dapat diberi pedoman. Sebelum perang dunia ke II harga sewa
itu umumnja lebih rendah dari pada minimum grondhuurprijs
bagi persewaan pandjang. Djumlah sewa tanah jang disebu
diatas ini, adalah dimuksudkan terutama untuk kaum tani (jang
tidak dipersoalkan bagaimana tjaranja mempersewakan) su
paja dia mendapat pengganti kerugian jang sederhana an
hasil-hasil jang didapatnja kalau tanah itu dikerdjakannja ^
d ir i; disini tak ada dasarnja untuk persewaan pen e
diturunkan dengan beberapa persen. Menurunkan harga ^
tanah ini, tentulah sulit menentukannja berapa persen,
lebih kalau kita lihat bagaimana perbedaan keadaan i ^
bagai tempat. Oleh karena itu, djika pembajaran d ,jiana
lebih rendah lagi dari jang diuraikan diatas ini suda t la .
atau belum. Kalau hal ini masih belum memU j ^ t e r atau
dipertimbangkan atau diserahkan pada Gubernur
Residen jang bersangkutan, dimana ada pembentu a um tani
nitya, jang terdiri dari pihak-pihak : ondernemers, ^ dalam
dan Pemerintah Sipil untuk merundingkan hal m
Lampiran: XIV.

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT


KEMENTERIAN KEMAKMURAN

MSD/SP. Djakarta, 20 Djanuari 1950.

No. : 220/S .D .
HAL : Pedoman persewaan
tanah buat pabrik
gula 1950 / 1951.
LAMPIRAN : 2.
Kepada

1. J.M.Menteri Kemakmuran R.I. Jogjakarta.


2. J.M. Menteri Kemakmuran Negara Pasundan di Bandung-
3. Pemerintah Negara Djawa Timur, di Surabaja.
4. P.T. Gubernur Militer Djawa Timur di Surabaja.
5. P. T. Gubernur Djawa Tengah di Semarang.
6. P. T. Gubernur Militer Djawa Tengah di Semarang.
7. Organisasi Tani jang bersangkutan.
1. Oleh pabrik-pabrik gula dalam daerah Republik Indone­
sia (daerah Renville) direntjanakan tanaman tebu jang luasnja
20. 000 ha, jang akan ditanam dalam tahun 1950 dan digiling
dalam tahun 1951. Nama pabrik-pabrik jang akan tanam dan
luasnja tanaman masing-masing sebagai tersebut dalam lam-
piran A.
2. Djika rentjana tanaman dalam daerah Renville 20.000
ha tersebut diatas, ditambah dengan rentjana tanaman diluar
itu daerah 32. 000 ha, dapat tertjapai, dan dapat dipungut dengan
selamat, maka productie 1951 memberi kemungkinan men-
tjukupi kebutuhan dalam negeri dan memberi kelebihan buat
export ± 200.. 000 ton.
Betapa mendesaknja kepentingan buat dapat mengexport
gula dalam 1951 dapat dimengerti, djika kita ketahui :
7 1- a 3m+ 1 ^ 50 productie sangat kurang hing-
i^nirr3! 3^a sedang dalam tahun-tahun
I a u. ®xP0lt sangat kurang, sehingga kedudukan
gula dan Indonesia di pasar international terdesak oleh
u a, dan menurut suara-suara jang terachir djuga oleh
i pina, India dan Formosa. Djika tidak mungkin diada-
an expoit selekas-lekasnja, maka akan gelaplah ke-
uaukan perindustrian gula dihari kemudian, sedang
menurut susunan pereconomian Indonesia sebagai ke­
adaan sekarang, pereconomian Indonesia masih djuga
tergantung dari perindustrian gula.
ahwa pembangunan jang maha berat, berhubung be­
sarnja kerusakan-kerusakan alat productie, membutuh-
Kan export sebesar-besarnja.
nprindnct 1 2°'°00 ha janS direntjanakan buat disewa oleh
P stuan gula dalam „daerah Renville” tersebut diatas,
nndernpm^aran^ ^elum ada jang dapat disewa, karena pihak
ttoion ri 6r sail?Pa* sekarang masih sadja belum dapat perse-
S GllgQn pihak tani tentang besarnja pesewan.
4- Mengingat besarnja kepentingan, saja mohon pemban-
tuan dan pengaturan Jang Mulia/Paduka Tuan/Tuan-tuan akan
diajalankannja usaha-usaha, agar tanah jang dibutuhkan segera
dapat disewa. Musimnja telah mendesak, dipandang dari sudut
kepentingan tani maupun ondernemer.
5- Berapakah besarnja persewaan tanah sehectare ua
semusim jang dipandang lajak ? . ,
Politik Pemerintah R.I.S. pada azasnja ditudjukan pa a
- T r rtin^ tin§katan hiduP rakjat. Dan dalam Perh,u^ u^ aJ|
, n buruh dengan perusahaan-perusahaan, PemerinrtoiripPT1.
saha tertjapainja kepentingan bersama (belangeng
fain -uantara tani dan buruh disatu pihak dan perusa a
Pihak, agar tani dan buruh, dalam bentuk bagai P »
hntJmendaPat djuga bagian dari keuntungan, jang
perusahaan. Politiek tersebut diatas sesuai dengan P
diperdjuangkan oleh Delegasi Republik dengan disokong
e egasi B. F. 0. dalam Konperensi Medja Bundar. , .
, Walaupun Pemerintah bertindak kearah pohti ^
^ fS’ ^.arus diinsjafi, bahwa tjita-tjita itu tak akan d p
gus tertjapai.
7. Disamping itu harus diinsjafi djuga, bahwa perusahaan-
perusahaan pada umumnja menghadapi beberapa kesulitan, ber-
hubung besarnja modal baru jang diperlukan buat rehabilitatie,
karena besarnja kerusakan-kerusakan jang telah diderita ; dan
selandjutnja djuga berhubung besarnja risico, karena masih
sangat gojangnja harga-harga dipasar internasional, sehingga
untungnja belum tentu.
8. Karena oleh Negara dibutuhkan productie sebanjak
mungkin untuk dapat mengexport sebesar-besarnja buat kepen­
tingan deviezen guna pembangunan, maka kesulitan-kesulitan
jang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan, jang menghasilkan
bahan export harus mendapat perhatian.
9. Berhubung dengan jang tersebut diatas buat ini tahun
(buat tanaman tebu 1950/1951), hendaknja oleh segala instan-
si jang berkepentingan disetudjui, bahwa pada azasnja tani
diusahakan menerima pesewan buat tanahnja, jang dipergunakan
buat tanaman tebu 1950/1951, sebesar harga hasil jang dapat
diterima dari tanahnja djika ditanami padi.
Adapun buat musim kemudiannja akan diadakan lain tin­
dakan jang sesuai dengan politik Pemerintah.
10. Berdasar angka-angka jang terdapat dikantor kami,
maka besarnja persewaan terrendah jang dianggap memberi
ganti kerugian jang lajak bagi pemilik tanah, jang tanahnja
disewa oleh pabrik, djika dihitung menurut dasar tersebut diatas,
jalah sebagai jang diuraikan dalam lampiran dibawah jaitu :
11. Harga-harga sewa terendah tersebut diatas tiada
membeda-bedakan harga sewa buat persewaan pendek (kort-
jarig) atau pandjang (langjarig), berdasar jang diuraikan ter­
sebut dalam ajat 2.
Kepada Kepala Daerah atau panitia jang dibentuk disuatu
daerah dapat diberi kelonggaran, djika berhubung keadaan
daerah dipandang perlu, mengadakan perbedaan itu.
12. Demikian djuga djika angka-angka jang berlaku di­
suatu daerah banjak berbeda dengan angka-angka rata-rata (ge-
middelde cijfers), jang tersebut dalam nota terlampir, instansi-
instansi tersebut diatas dengan persetudjuan jang berkepen­
tingan dapat menjimpang dari angka-angka pedoman.
13. Me,ngingat gojangnja harga uang, djuga berhubung be-
rita-berita jang tersiar, bahwa uang jang sekarang berlaku akan
segera diganti dengan uang R.I.S., jang nilainja berlainan, dari
faham kami bagi tani akan lebih untung djika sebagian dari
uang persewaan dibajar berupa barang sebagai jang tersebut
diatas.
14. Dimana tani dan pab'rik tidak dapat mentjapai perse-
suaian sendiri, maka djika pendirian satu sama lain, tiada begitu
djauh berbeda, maka djika pihak-pihak jang berkepentingan
menjetudjui, mungkin besarnja persewaan dapat diserahkan
kepada ketetapan sebuah panitia, terdiri dari misalnja :
2 orang Wakil Tani
2 orang Wakil ondernemer
2 orang Wakil Kementerian Kemakmuran R.I. atau lain
Negara/Daerah Bagian,
seorang Wakil Kementerian Dalam Negeri R.I. atau Negara
Bagian, jang ditundjuk oleh Residen sebagai ketua.
15. Kami m o h o n J . M ./P . T ./T u a n u n tu k k ep en tin g an N e ­
g a r a su k a b e r u s a h a a k a n b e r h a siln ja r e n tja n a te rse b u t cfiatas.
16. B u a t p e n u tu p d itja ta t disin i, u n tu k m e n tje g a h sa a
fa h a m , b ah w a h a r g a p e d o m a n te r se b u t d ia ta s tid a k b e rsi a
p e r a tu r a n (v o o r s c h r ift ), ja n g m e sti d itu ru t. B e s a r n ja p e rsc w a a
p a d a a c h ir n ja h a ru s d ite ta p k a n d e n g a n p e r se su a ia n k e en
a n ta r a p e n je w a d a n ja n g m e n je w a k an . Im u ran
17. D im an a d im in ta u tu sa n K e m e n te ria n K e m a
R . I. S. b e r se d ia d a ta n g b u a t m e m b e ri p e n d je la sa n .
K E M E N T E R IA N K E M A K M U R A N
S e c r e ta r is D jenderal ,
ttd.
(Ir. Teko Sumodiwirjo)
Tembusan : Kementerian Dalam Negeri R. I- S. di
K e m e n te ria n D alam N e g e r i R . I- d i J ° s J
D ja w a ta n P e rk e b u n a n D ja k a r ta (1 0 x )
A. S. S,I. Factorij Djakarta (10 x ).
Lampiran: XV.
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
KEMENTERIAN KEMAKMURAN.
SD/Sk.
DJAKARTA, 4 PEBRUARI 1950-
No. G 337/Pkb.
HAL: Pedoman persewaan tanah buat pabrik gula 1950/1951.
Kepada
1. J. M. Menteri Kemakmuran R. I. Jogjakarta.
2. J. M. Menteri Kemakmuran Negara Pasundan di Bandung.
3. Pemerintah Negara Djawa Timur di Surabaja.
4. P. T. Gubernur Militer Djawa Timur di Surabaja.
5. P. T. Gubernur Djawa Tengah di Semarang.
6. P. T. Gubernur Militer Djawa Tengah di Semarang.
7. Organisasi2 Tani (d /a Kementerian Kemakmuran jang bersangkutan).
Menjambung surat kami tanggal 20/1-50 No. 22/SD, maka
setelah dibitjarakan dengan Wakil Kementerian R.I. dan' Wakil
Organisasi perusahaan gula *), kami tiada keberatan persewaan
tanah buat tanaman tebu 1950 dalam daerah R. I. (jang dulu
dinamakan daerah Renville) diatur sebagai berikut.
1. persewaan paling rendah (minimum grondhuur) di­
tetapkan 4 kali persewaan sebelum perang, d i t a m b a h
150% toeslag,
2. berhubung keadaan, jang dibajar dengan uang hanja
4 kali persewaan sebelum perang, sedang tambahan
150% toeslag itu dibajar dengan textiel 45 m. tiap-tiap
hectare dan kekurangan dibajar berupa gula. Textiel
dan gula itu dihargai menurut harga pasar dalam kabu-
palen jang bersangkutan,
3. Panitija jang diadakan ditiap-tiap daerah (jang
susunannja diserahkan kppada Kementerian Kemamuran
R.I. dan Kemakmuran Dalam Negeri R .I.) akan me-
mimpin persewaan tanah itu, dan menetapkan harga-
harga menurut keadaan daerah.
KEMENTERIAN KEMAKMURAN
Secretaris Djenderal,
ttd.
Ir. Teko Sumodiwirjo.
*) Pendirian jang tetap dari Organisasi ini masih belum diterima,
karena harus dirundingkan dalam Organisasinja.
Lampiran: XVI.
SEWA TANAH 1951/1952.
Agno. Agr. 20, 5/28 - 1951.
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI No. 3 TAHUN 1951.
tentang
UANG - SEWA TANAH UNTUK TANAMAN TEBU 1951/1952.

MENTERI DALAM NEGERI.


Menimbang : a. bahwa peraturan-peraturan tentang penetapan
uang-sewa tanah sebagaimana tersebut dalam
„Gouvernementsbesluit” tanggal 15 Pebruari
1918 No. 68 (bijblad No. 9030) dan „Gouver-
nementsbesluit” tanggal 15 Djanuari 1918 No.
39 (bijblad No. 9029) tidak sesuai lagi dengan
keadaan-keadaan sekarang dan karena itu per­
lu ditjabut ;
b. bahwa untuk persewaan tanah buat tanama
tebu tahun 1951/1952, perlu diadakan per­
aturan tentang uang-sewa atas dasar baru ; _
Mengingat : a. pasal 8b ,,Grondhuurordonnantie” (S.
No. 88) dan pasal 15b „Vorstenlandsch Gron
huurreglement” (S. 1918 No. 20);
b. pembitjaraan dalam sidang Dewan Men
tanggal 27 Pebruari 1951 ;
Dengan persetudjuan Menteri Pertanian,
MEMUTUSKAN: i 1 5 Pe-
pertam a: mentjabut „Gouvernementsbesluit” tanggal
bruari 1918 No. 68 (bijblad 9030) dan ,,Gou
mentsbesluit” tanggal 15 Djanuari 1918 No.
blad 9029); tanah untuk
Kedua menetapkan peraturan tentang uang-sewa w
tanaman tebu tahun 1951/1952.
PciScil 1. 1051/1952
Uang-sewa tanah untuk penanaman tebu tahun ^eias
buat semua matjam tanah, dan buat paling lama de ap uang_
bulan, ditetapkan sebesar Rp. 1.500,— tiap-tiap hecta* hectare
sewa tanah itu ditambah djika hatsil tebu dalam sa kwintal
lebih dari 750 kwintal, dengan Rp. 2.— buat tiaP'tiaP
tebu selebihnja itu. 9qq
Pasal
rasai 2.
a) Uang sewa tersebut dibajarkan pada jang berhak
sebagian demi sebagian, ja’ni : seribu rupiah pada waktu mulai
berlakunja perdjandjian sewa-menjewa, dan lima ratus rupiah
pada saat jang sebaiknja menurut ketentuan dalam ajat c di-
bawah ini, sesudah pembajaran pertama tadi, mengingat kepen*
tingan dan setelah mendapat persetudjuan jang berhak sendiri;
sedang uang-sewa tambahan termaksud dalam pasal 1 diatas,
dibajarkan sesudah diketahui hasil tebu tiap-tiap hectare tana
jang disewa untuk tanaman tebu itu.
b) Perhitungan beratnja hatsil tebu tiap-tiap hectare
adalah menurut pendapatan kamar-timbang, dengan ketentuan
bahwa potongan „kotoran” tidak diperbolehkan, sedang djutn-
lah beratnja tebu tiap-tiap hectare dibulatkan, menurut kelazim-
an dalam perusahaan gula.
c) Saat-pembajaran sebaliknja, dimaksud dalam ajat a) ter­
sebut diatas, ditetapkan oleh pegawai, dihadapan siapa dibuat
surat perdjandjian sewa-menjewa. Pegawai itu ditetapkan pula
untuk mengadakan pengawasan atas penimbangan hatsil tebu
tersebut dalam ajat b) pasal ini, ketjuali djika oleh Dewan
Pemerintah Daerah Kabupaten ditundjuk orang lain.
d) Dalam uang-sewa tersebut pasal 1 diatas sudah terma-
suk uang-dongkelan serta lain-lain pemberian uang kerugian
kepada jang berhak.
Pasal
jra&cu 3.
o.
Didalam keadaan jang sangat memaksa, Menteri Dalam
Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian dapat memberi
perketjualian atas penetapan uang-sewa tersebut pasal 1, baik
jang bersifat perketjualian umum (vrijstelling), maupun jang
chusus untuk sesuatu perusahaan atau sesuatu daerah (dispen-
sasi) dengan pengertian, bahwa uang-sewa itu tidak boleh
kurang dari f. 1.500.—
Pasal 4.
Peraturan ini berlaku pada hari diumumkannja dan akan
dimuat dalam Berita - Negara Republik Indonesia.
_ ^ Djakarta,...................... 1951-
Setudju :
Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri,
d. 1.1. t-
(TANDIONO MANU). ( ASS A AT) .
Lampiran: XVII.
t a m b a h a n
— E M B A R A N N E G A R A
Nr. 323.
t a n a m a n tebu. p e n e ta p a n u a n g sew a ta n a h .
KEPUTUSAN Menteri Agraria No. 1/K A /Per - 52
tahun 1952 tentang uang-sewa ta­
nah untuk tanaman tebu musim
1952/1953—
,E N t e R I A G R A R I A .
tebu musim lg ^ T g 8^ 31* 311 U£mg' Sewa tanah untuk tanaman'
Mn Pasa* dari Grondhuurordonnantie (Stbl. 1918
iQifi f Tasa *5k dai’i Vorstenlandsch Grondhuurreglement
S 9« t a £ - , 2 sebagai telah diu6ah dan ditambah-
Z n 2 t Undang-undang Darurat No. 6 tahun 1951 ;
17 Nopember i c akan surat keputusan Presiden R. I. tanggal
2 ( i\opembei ISol No. 288/th. 1951 •

Dengan persetudjuan Menteri Pertanian ;


Mp i, Memutuskan:
ne apkan : „Peraturan tentang uang-sewa tanah untuk
tanaman tebu musim 1952/1953” sebagai berikut :
B A B I.
TENTANG BEBERAPA ISTILAH.
P3Sfll 1
Peraturan ini jang dimaksudkan dengan :
ri • v^u-4. e ^U baik tanaman tebu biasa jang diusahakan
an bibit (selandjutnja disebut : tebu biasa), maupun jang
cuusahakan dari pertumbuhan tunas sesudahnja tanaman
ieou biasa itu ditebang (selandjutnja disebut : tebu tunas)
aupun pula tanaman tebu untuk menghasilkan bibit (selan­
djutnja disebut : tebu bibit):
>• musim 1952/1953 ialah untuk tebu :
Piasa : musim jang dimulai dalam permulaan tahun
1952 dan berlangsung seumur tanaman tebu
itu ;
2. tunas : musim jang dimulai dalam bulan tebu-biasa
musim 1951/1952 ditebang-habis dan kemudi­
an ditunaskan ;
3. bibit musim jang mulai berlaku dalam suatu bulan
dalam tahun 1952 ;
c. tanah ialah tanah pertanian jang dapat pengaii'an
ontjoran tertentu ;
d. tanah bukan ialah tanah peratanian jang tidak dapat pe-
ontjoran ngairan tertentu.

B A B II.
TENTANG WAKTU PERSEWAAN TANAH.
Pasal 2.
(1) Persewaan tanah untuk tanaman tebu-biasa, tebu-bibit dan
tebu-tunas tidak boleh meliwati waktu masing-masing :
18, 12 dan 14 bulan, ketjuali dalam hal tersebut ajat 4 dari
pasal ini.
(2) Uang-sewa tanah ditetapkan bulan sebulan sebesar kete-
tapan dalam pasal 3 dengan pengertian, bahwa dalam hal
ini sebulan berarti waktu jang lamanja 30 hari, sedang
sebagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
(3) Penjewa berhak menjerahkan kembali tanah jang disewa
itu sebelum tempo tersebut dalam surat perdjandjian
berachir, sedang petani jang menjewakan tanahnja berhak
menerima penuh uang-sewa pasti tersebut pasal 3, dengan
ketentuan, bahwa uang ini tidak dapat digugat kembali
djika perhitungan uang-sev tanah berdasarkan pemakai­
an tanah senjatanja, kurang dari uang-sewa pasti jang
dibajar tersebut.
(4) Apabila menurut kebiasaan setempat tanah bukan ontjor­
an disewa untuk tanaman tebu biasa buat paling lama 22
bulan berturut-turut dan dalam waktu itu diadakan pene-
bangan dua kali, maka persewaan ini seluruhnja dipan-
dang sebagai persewaan untuk tanaman biasa sedang
hasil dua kali penebangan itu didjumlah mendjadi satu.

B A B III.
TENTANG UANG - SEWA - TANAH.
(1) Uang-sewa tanah untuk tanaman tebu musim 1952/1953
ditetapkan menurut daftar tersebut dibawah ini :
| Besarnja Djumlah uang-sewa tsb.
Untuk Di (matjam) uang-sewa ruang 3 dibajar sebagai:
tanaman tiap^ bu-
lan/'hecta- Uang-sewa Uang-sewa
j re. pasti susulan.
1 2 3 4 5
Tebu-biasa ontjoran Rp. 140.— Rp. 2.000 Sebesar
kelebihan
bukan on­ Rp. 100— uang sewa
Rp. 1.600 menurut
tjoran perhitung­
an berda­
Tebu-tunas ontjoran Rp. 140.— Rp. 1.500 sarkan ru­
ang 3 di-
atasnja
bukan on­ Rp. 100.— Rp. 1.200 uang-sewa
tjoran pasti.
Tebu-bibit ontjoran Rp. 175.— Rp. 1.800
bukan on­ Rp. 125.— Rp. 1.400
tjoran

(2 ) Uang-sewa pasti dibajarkan sekaligus pada waktu perdjan-


djian sewa-menjewa diresmikan (verleden), sedang uang
sewa susulan dibajarkan pada waktu tebu ditebang habis.

B A B IV.
TENTANG UANG TAMBAHAN.
Pasal 4.
Uang-sewa tersebut pasal 3, ketjuali untuk tebu-bibit di­
tambah dengan uang - tambahan berdasarkan hatsil tebu jang
melebihi hatsil jang tertentu ( hatsil-pokok tebu), satu dan
menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal

Pasal 5.
(1) Uang-tambahan berdasarkan hatsil tebu tersebut pasal 4
adalah sebagai berikut :
Untuk Hatsil- Besarnja uang-tam bahan untuk tiap-tiap kwintal
tanaman pokok tebu diatas hatsil pokok tersebut ruang 2 :

1 2 3

tebu biasa 850 kw Rp. 3.— buat hatsil - lebih 250 kw. jang pertarn3>
Rp. 3.50 buat hatsil - lebih 250 kw. jang kedua;
Rp. 4.— buat hatsil-lebih selandjutnja.

tebu tunas 650 kw sebagai diatas. __

(2) Dalam hal tersebut 2 ajat 4, perhitungan uang-tambahan


ini didasarkan atas djumlah hatsil kedua penebangan itu-
(3) Uang-tambahan dibajarkan sesudah diketahui hatsil tebu
tiap-tiap hectare tanah jang disewa untuk tanaman tebu itu.

Pasal 6.
Djikalau seorang pemilik atau sedjumlah orang pemilik
menjewakan tanahnja untuk tanaman tebu, ketjuali tebu bibit,
dan tanahnja itu merupakan satu kelompokan seluas paling
sedikit empat hectare, maka, dengan disampingkannja ketentu­
an tersebut pasal 4, atas kehendak pemilik tersebut atau se-
djumlah pemilik itu bersama, dibajarkan uang-tambahan
berdasarkan hatsil gula (kristal) jang melebihi hatsil jang
tertentu (hatsil-pokok gula), satu dan lain menurut ketentuan-
ketentuan tersebut dalam pasal 7.

Pasal 7.
(1) Uang-tambahan berdasarkan hatsil gula (kristal) tersebut
pasal 6 adalah sebagai berikut :

Hasil-pokok
untuk gula (kristal) Besarnja uang - tambahan untuk tiap-tiap kwintal-
tanaman : tiap-tiap nja gula (kristal) diatas hatsil pokok tsb. ruang 2.
hectare

1 2 3
tebu biasa 85 kw 8% dari harga rata-rata per kwintal gula (kristal)
loco gudang perusahaan gula berdasarkan pera­
turan resmi.
tebu tunas ^ 65 kw 22% dari idem
(2) Kehendak tersebut dalam pasal 6 harus terbukti dari surat
keterangan dari pemilik atau sedjumlah pemilik bersama
jang (akan) menjewakan tanahnja kepada sesuatu peru­
sahaan gula, surat keterangan mana harus disjahkan oleh
kepala desa jang bersangkutan.
(3) Dalam hal tersebut pasal 2 ajat 4, perhitungan uang tam­
bahan ini didasarkan atas djumlah hatsil kedua pene-
bangan.
(4) Uang-tambahan dibajarkan sesudah diketahui :
a) hatsil tebu tiap hectare tanah jang disewakan;
b) rendemen tebu sub a. tersebut, dan
c) harga rata-rata per kwintal gula (kristal) loco gudang
perusahaan gula pada bulan tebu ditebang.
B A B V.
TENTANG KETENTUAN LAIN2.
Pasal 8. 1 _
(1) Perhitungan beratnja hatsil tebu tersebut dalam pasa
ajat 3 dan pasal 7 ajat 4 adalah menurut pendapat kamar
timbang dengan ketentuan bahwa potongan „kotoran
hanja diperbolehkan djika terbukti ada tjampuran ko oran
jang melebihi 1%, sedang djumlah beratnja tebu tiapi i p
hectare dibulatkan menurut kelaziman dalam perusa
gula. ■ t 4 dise-
(2) Penetapan rendemen tebu tersebut pasal 7 aja ^
lenggarakan menurut kelaziman dalam Perusahaan25(jang
(3) Penetapan harga gula rata-rata per kwintal loc°er|turan.
perusahaan gula diselenggarakan b e r d a s a r k a n p
peraturan resmi. negawai
(4) Dalam hal tersebut ajat 1 s/d 3 dari pasal , v'
tersebut dalam pasal 3 dari >>GrondhU^ steniandseh
(Stbl. 1918 No. 88) dan pasal 16 dan »Y01S^ . iang
Grondhuur-reglement” (Stbl. No. 20) atau wa“ oleh Gu-
resmi, pula pendjabat-pendjabat jang dltun, -1p aerah Isti-
bernur Kepala Daerah Propinsi, atau Kepala gawasan
mewa Jogjakarta, diwadjibkan mengadakan Pmelakukan
seperlunja, dengan ketentuan, bahwa dala“ nta dan me-
tugasnja itu pendjabat tersebut berhak menu gUrusj
nieriksa buku-buku darn perusahaan gula, sedang
pengusaha dari perusahaan gula jang bersangkutan diwa-
djibkan memenuhi permintaan tersebut.
Pasal 9.
(1) Djikalau tanah jang disewa oleh perusahaan tidak dapat
diserahkan kembali kepada petani jang menjewakannja
dalam bulan Oktober 1953, maka oleh penjewa, diatasnja
uang-sewa sebulan-bulannja tersebut pasal 3, dibajarkan
kepadanja uang kasepan menurut daftar tersebut dibawah
ini :
Penjerahan kembali tanah
Besarnja uang-kasepan :
dilaksanakan dalam bulan :
Nopember 50% ) dari uang-sewa sebulan2-
) nja tsb. dalam pasal 3.
Desember dan tiap-tiap 100% )
bulan selandjutnja )

jaran tersebut dalam pasal 5 atau 7.


Pasal 10.
Didaiam uang-sewa tersebut pasal 3 sudah termasuk uang-
dongkelan serta lain-lain pemberian uang-kerugian kepada jang
berhak.
Pasal 11.
Didalam keadaan jang sangat memaksa, Menteri Agraria
dengan persetudjuan Menteri Pertanian dapat memberi perke­
tjualian atas penetapan uang-sewa tanah tersebut dalam pasal
3, baik jang bersifat perketjuaian umum (vrijstelling) maupun
jang chusus untuk sesuatu perusahaan atau sesuatu daerah
(dispensalie) dengan pengertian bahwa uang-sewa tidak boleh
kurang dari uang-sewa pasti tersebut pasal 3.
Pasal 12.
Peraturan ini berlaku pada hari diumumkannja serta akan
dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Setudju : Djakarta, 7 Djanuari 1952.
MENTERI PERTANIAN : MENTERI AGRARIA :
d. 1.1. d. 1.1.
(Ir. SOEWARTO) (Mr. Dr. GONDOKOESOEMO)
Diumumkan pada tg. 7 Djanuari 1952.
Atas nama Menteri Agraria :
Administratur
d. t .t.
306 (SINGGIH PRAPTODIHARDJO).
Lam piran: XVIII.
SEWA TANAH UNTUK TANAMAN TEBU TAHUN 1950/1951.
PUTUSAN PANITYA-PANITYA DAERAH.

KABUPATEN, TANGGALNJA
SEWANJA 18 BULAN (SEMUSIM): KETERANGAN LAIN-LAIN :
KARESIDENAN: PENETAPAN:

Kes. Besuki. Res. Besk. 10 x minimum 1941. Uang sewa harus dibajar tunai, ketjuali
Bondowoso. 4-4-1950. I. Rp. 740. Rp. 980. Rp. 1150. Rp. 970 pemilik menghendaki gula, paling ba­
18-4-1950. II. 700. It 800. „ 800. „ 880 njak 2 kw. dengan harga setinggi-tinggi-
III. ft 590. tt 730. „ 770. „ 600 nja Rp. 25,— se-kw.
IV. ft 470. tf 630. „ 600. „ 600
V. it 310. ft 400. „ 470. „ 360
VI. ft 310. — „ 310
Bondowoso, Tamanan, Wonosari, Predjekan.

Panarukan Res. Besk. 10 X minimum 1941 (menurut klasnja) tidak idem


19-4-1950. boleh kurang dari:
No.: 17/Agr. a. Rp. 700,— distrik Sumberwaru.
b. „ 750,— „ Besuki.
c. ,, 850,—■ „ Penarukan dan
Situbondo.
Res. Malang! Res. Mai. Sedikitnja sawah Rp. 735,— A. Sawah bekas N.D.T.
Malang* 25-3-1950. tegal „ 490,— a. uang tunai Rp. 320,-
No.: R. 428.
b. 10 m tekstil
/U .T ./50.
a Rp. 4,— . . . . „ 40-
c. 150 kg gula
p a s ir .................... . 375,-

Djumlah ----- Rp. 735,—


Res. Kediri: Res. Kedr. Buat sawah minimum:
Kediri 16-5-1950. I. Rp. 970. Rp. 970.
No: 102/ 8. II. „ 780. „ 795.
III. „ 665. „ 660.
IV. „ 570. „ 570.
Kediri Ngadiluwih
B. Sawah daerah R.I. lama.
a. uang tunai Rp. 240,—
b. 45 m tekstil „ 180,—
c. 126 kg gula pasir „ 315,—

Djumlah .......... Rp. 735,—

C. Tegal.
a. uang tunai Rp. 160,—
b. 45 m tekstil „ 180,—
c. 60 kg gula pasir „ 150,—

Djumlah ........... Rp. 490,—

Djumlah bahan pakaian tsb. b. dengan


mengingat persediaan dapat dikurangi
atau ditambah, dalam hal mana bagian
gula harus ditambah atau dikurangi, se-
djumlah semua tertjapai.

Rp. 1095. Rp. 865. b. buat tanah kering 4/5-nja sawah.


.. 955. „ 740. c. mengenai klas V kebawah, disama-
„ 795. „ 580. kan dengan kl. IV.
„ 645. „ 520.
Pare Papar.
N o: 102/8 I. Rp. 1115. Rp. 1120. Rp. 1135. Rp. 952. d. Pembajaran dilakukan berupa uang
Ngandjuk
16-5-1950 II. „ 1029. „ 1030. „ 1045. „ 775. tunai 40% . textiel 45 m harga a
III. „ 845. „ 825. „ 860. „ 710. Rp. 4,— sampai Rp. 6,— sisanja
IV. „ 690. „ 710. „ 740. „ 585. gula pasir H.S. 1 kg-nja Rp. 2,50.
Ngandjuk, Warudjajeng, Kertosono, Lengkong e. Dalam djumlah tsb. sudah termasuk
idem I. Rp. 1160. Rp. 1115. Rp. 1210. Rp. 1200. uang dongkelan.
Tulungagung
II. „ 1030. „ 1030. „ 1005. „ 1030. f. Penetapan harga sewa tanah jang
III. „ 920. „ 945. „ 920. „ 835. minimum tsb, diuga berlaku untuk
IV. „ 750. „ 920. „ 805. „ 665. sewa th. 1949/1950.
Tulungagung, Ngunut, Tjampurdarat, dan
Res. Surabaja: Kalangbret.
Djombang 2-8-1950 Minimum sew a: Ditambah uang dongkelan Rp. 40,—
I. Rp. 900. Rp. 810. Rp. 790. Rp. 980. tiap ha.
II. „ 870. „ 810. „ 700. „ 760.
III. „ 630. „ 670. „ 590. „ 620.
Djombang, Ploso, Ngoro dan Modjoagung.

Res. Surabaja Minimum sewa tanah: Dibajar uang dan djuga gula: Tiap lha
6-4-1950. S. I. Rp. 765. I kw gula Rp. 280. Buat 1 th = 12/18
N o. 325/48 d. X uang sewa.
Res. Madiun. Res. Madiun. Minimum sewa 10 X sewa 1941. Dibajar dengan uang tunai 4 X sewa
Madiun. N o. 11/B/Res. Dengan kepastian serendah-rendahnja tahun 1941.
6-3-50. ' Rp. 600— (klas jang terendah). 45 m tekstil dengan harga 1Va X harga
N o. T /456/12. Pemerintah.
12-4-1950. Sisanja dengan gula S.H.S.
Res. Surakarta 16-5-1950. Minimum sewa tanah: Dibajarnja dengan uang 40%. 60%
Klaten: I. Rp. 1540. lainnja digunakan: 35 m tekstil a
II. It 1080. Rp. 2,50. 1 kw gula pasir SHS Rp. 300.
III. if 1030. (boleh djuga tidak).
IV. tt 820. Kalau ta’ beli gula terima uang kontan.
V. it 429. Waktu membuat got ketjil, pabrik ha­
rus membajar Rp. 100,— tiap ha.
Tidak wadjib mendjaga tanaman.
30d
Res. Pati
Pati Res. Pati. Minimum sewa tanah:
Pati : Djuana : Taju : Dibajar dengan uang jang
No. ll/B./R es. I. Rp. 924,30 Rp. 947,— Rp. 959,40 4 X sewa sebelum perang.
-1950. II. 783,90 „ 772,20 865,90 54 m tevtiel, dan gula.
III. >> 608,40 „ 573,30 678,60 Harga gula dan textiel menurut harga
it

IV. '»> 444,60 „ 427,05 526,50 pasar di dalam kabupaten.


V. 315,90 „ 292,50 374,40
tl

VI. )) 245,70 „ 198,80 245,70


ti

VII. 152,10 „ 198,90 » 234,—


ft
it

MINIMUM SEWA TANAH 12 BULAN :


D. Is. Jogja. Penetapan Sorogedug : Br. Ardjo : Wonotjatur: a. Groepdistrik hanja sampai V.
Rab. Sleman Pemerintah I Rp. 1603,— Rp. 1148,— Rp. 1603,— b. Sewa dibajar uang tunai.
Daerah: II „ 1311 — „ 1101,— .. 1346,— c. Penjewa menghendaki sebagian di­
No: 13/S.P./ III. „ 1311,— „ 1020,— „ 1020,— bajar dengan bahan, hanja bahan
50/Pen. IV. „ 787,— „ 962 — „ 962,— hasilnja (gula).
11-11-1950. Maguwo: Kaidrodjo: Godejan: d. Uang dongkelan diadakan persetu­
I. Rp. 1603,— Rp. 1603,— Rp. — djuan sendiri.
II. „ 1416,— „ 1346,—
III. „ 1160,—
tt
„ 1160,— „ 1160,—
IV. „ 997,— „ 997 — „ 997 —
Wonudjojo : Rd. Gunting Bedojo :
I. Rp. 1603,— Rp. 1568,— Rp. 1638,—
II. „ 1311,— „ 1101,— „ 1346,—
III. „ 1311,— „ 1020 — „ 1020,—
IV. 997,— „ 997,— 997-
Medari: Beran : Bulus :
I. Rp. 1148,— Rp. 1218,— Rp. —
II. „ 1069 — „ 1104 — 1209 —
III. „ 1019,— „ 984,— „ 1089,—
IV. „ 835 — „ 905 — .. 940,—
V. „ 616 — „ 756 — „ 756,—
I. Rp.1984,— Rp. 1780,— Rp. 1780,—
II. „ 1692,— „ 1624,— „ 1624,—
III. „ 1354,— „ 1400,— „ 1569,—
IV. „ 1111,— „ 1281,— „ 1315 —
V. „ 1089,— „ 851,— „ 987,—
Barongan: Padokan: Bantul:
I. Rp. 1531,— Rp. 1453,— Rp. 1428,—
IT. „ 1408,— „ 1233,— „ 1163,—
III. „ 1278,— „ 1138,— „ 998,—
IV. „ 953,— „ 1058,— „ 953,—
V. „ 481,— „ 873,— „ 418 —
Res. Pekalongan: | Res. Pklg. Minimum sewa tanah 10 x sewanja sebelum 4 X pokok dibajar uang.
Pekalongan INo. 11/B/Res. perang: 1942. 6 X pokok dibajar gula menurut harga
28-3-1950. Wirodesa: Kadjen : luar setempat, dengan keterangan bah­
wa harga + 4 x pokok tidak boleh ku­
I. Rp. 908,50 Rp. 697,20 rang dari 10 x pokok sebelum perang.
II. „ 598,60 „ 500,—
III. „ 584,50 „ 485,90
IV. „ 471,80 „ 471,80
Minimum sewa tanah 10 x sewanja sebelum
Res. Banjumas:
perang: 1940/1942.
Banjumas
Purbalingga Kalibagor :
I. Rp. 900,— iv. Rp. 690,—
II. „ 830,— v. „ 620,—
III. „ 760,— VI. „ 550,—
13-7-1950 Minimum sewa tanah 15 y sewa tahun 1941/ Tanah bekas tanaman tebu giling/bibit
putusan. bersama. 1942.
Res. Surakarta
Tjolomadu dapat pupuk menurut imbangan 1 ha 1
Dapat 60 m tekstil (diantaranja 20 m blatjo), kw ZA dalam 2e snit.
pertjuma. Diberi premie gula, jang produksinja
Dapat 1 kw gula S.H.S. kering pertjuma. 0-110 kw mendapat 1 kwintal gula.
Dapat pupuk ZA 1 kw untuk 2e snit. Lebihnja dari 110 kw produksinja men-
Kartosuro/ id Minimum sewa tanah 20 X sewa tahun 1941/ dapat 5%-nja. Lain dari pada itu, pena
Ngemplak 1942. naman sebelum ketentuan persetudjuan,
Dapat beli 45 m tekstil harga factuur. tiap 1 bulan membajar 1/18 harga sewa.
Dapat beli gula S.H.S. kering 1 kw dengan
harga Rp. 180,—
Res. Tjirebon
Besluit RIS. T jirebon: Sindang: Palimanan :
R / 179/49
I. Rp. 193,60 Rp. 168,— Rp. 164,80
12-7-1950
ir. „ 140,80 „ 148,60 „ 115,20
III. „ 116,80 „ 91,60 „ 94,40
IV. „ 91,20 „ 72,— „ 72,—
V. „ 75,20 „ 62,40 » 64,40
VI. „ 56,— „ — » 56,—
VII. „ 46,40 „ — „ 46,40
JT
L?vprnmSfl
C V U lll UCl
Ardjowinangun : Tjiledug: Plumbon:
Sewa tanah tahun 1949/1950 dan 1948/1949
I I /A g /9 /I.
3 kali 1941, jalah :
Bandung
I. Rp. 96,— Rp. 102,— Rp. 90,—
5-1-1949.
II. 78,— 78,— 72,—
III. 54,— 60,— 57,—
IV. 45,— 48,— 45 —
V. 39,— 39,— 39,—
VI. 33,— 30,— 30,—
VII. 24,— 21,— 21,—
VIII. — _
tiap 1 baunja 1 tahun.
Lampiran: XIX.

DASAR -D A SA R UNTUK MENETAPKAN PERSEWAAN TANAH


TAHUN 1950/1951 UNTUK TANAMAN TEBU.
Keputusan dari Panitya-' Daerah.

N o.: Perhitungan
dari
No. tgl. Keterangan:
1. P. Gula 1950/1951 Pabrik Gula Gondangwinangun (Rentjana
Gondangwina- Vorstenlands Cultuur - onderneming) tahun
ngun Klaten : 1950/1951.
1. Luas tanah jang disewa ada 800 ha.
2. Produksi jang direntjanakan 1182 kwin­
tal, per ha, atau semuanja 945.600 kw.
tebu.
3. Rendement 11% .
4. ‘Hasil gula 130 kw. per ha SHS atau semua
104.000 kw.
5. Waktu giling selama 75 hari.
6. Dasar upah Rp. 12,20.
P E R H IT U N G A N N J A P R O D U K S 1K O S T E N :

1. Gadji personnel stasan Rp' 2 ) 5 ,0 0 0 ,—

2. Gadji/upah pegawai
rendahan ........................ ” 228.900,—
3. Mobiel/truck perusahaan „ 81.000,—

4. Biaja kantor ................. ” 22.400,—


5. Dokter, obat2an dan
personeelnja, memper-
baiki djalan, biaja sla- 431.900,—
matan dll......................... ”
6. Sewa tanah 3 kali lipat » 272.200,—

7. Dongkelan dan kasepan » 72.000,—

8. Biaja mengerdjakan ta­ 480.000,—


nah ................................ ”
9. Pupuk (6 kw. ZA tiap 168.000,—
ha) ........................................ 200.000,—
10. Harga b ib it........... 50.000,—
11. Memperbaiki pengairan
12. Alat2 pertanian (patjul 76.000,—
dll.) ................................ ”
313
13. Biaja panen untuk ang-
kutan ............................. Rp. 9 4 . 5 6 0 >v^
14. Upah buruh . . . . . . . . 3 0 . 5 0 JW
15. Bahan2 ........................ ” 20.750,^
16. Biaja lain-lain............... „ 2 -5 0 0 ,
17. Biaja membuat gula .. „ 6 4 4 . 3 0 1 ,^.
18. Pemeliharaan alat2 .............. 32 7 .°00> \
19. Ganti mesin jang rusak „ 1 60 .00 °> \
20. Rehabilisasi kosten___ „ 4 2 3 . 0 0 0 ,-^.
2 1 . Onvoorziene uitgaven
10 % werk kapitaal ... „ 3 l 5 - l 21>-^
22. Rente werk-kapitaal 6 % „ 2 8 7 . 9 0 3 ,-^

Djumlah .................... Rp. 4.633-635,-^,


Dengan demikian maka biaja pembikinan guls
^kostprijs):
Rp. 4.633.635,— : 104.000 = Rp. 44,55 tiat
kw.-nja. Maka harga N.I.V.A.S. tabun 194s
tiap-tiap kw. Rp. 65,— .
Kalau begitu maka perusahaan masih untun g:
Rp. 65,---------- Rp. 44,55 = Rp. 2 0 ,4 5 tiaP
kw.-nja.
Kalau perhitungan itu disesuaikan dengan per­
sewaan tanah 15 kali lipat:
a. Djumlah biaja semua Rp. 4.633.635,— .
b. Ditambah kenaikan
sewa 4 X Rp. 272.200 „ 1.088.800,—
Djumlah: Rp. 5 .7 2 2 .4 3 5 ,— -

c. Djumlah ini harus diku- ■


rangi pengeluaran No. i
13, 12 dan 19 ialah:
Rp. 81.000,— +
Rp. 76.000,— +
Rp. 160.000— (sebab
ini merupakan modal
perusahaan) „ 317.000,—
Kostprijs-nja gula
104.000 kw...................... Rp. 5.405,435,—
Kostprijs tiap kw. gula 54,75
Dibulatkan mendjadi ........................ Rp. 55,—
Menurut dasar diatas, tuntutan tani persewaan
tanah 15 kali lipat itu, perusahaan tidak rugi,
hanja keuntungannja sadja jang berkurang.
Perhitungan Djw. Selama 18 bulan, dapat panen padi 2 kali, pa­
Pert. Rjt. nen kedele 2 kali, hasil sawah tiap 1 ha rata2
Karanganjar
Surakarta: 20 kw. padi kering, rata2 3 kw. kedele kering.
Harga beras th. 1950 rata2 Rp. 85,— tiap
kw.-nja.
Harga kedele rata2 Rp. 230,— tiap kw.-nja.
Djadi hasil sawah di Karangadjar satu musim
tebu (18 bl.).
2 X 9 X RP- 85,— = RP- 1-530,— (2 X
panen padi).
3 X 3 X Rp.230,— = RP- l-380>— <2 X
panen kedele). ___________
Djumlah hasil RP- 2.910,—
Kalau ditanami tebu, rata2 menghasilkan gula
1 10 kw. tiap ha.
Tuntutan BTI, STII dan P e t a n i , jalah: 1/5 x
110 X RP- 100,— = *P-
__ j?n 2 200,— (kalau ...

(
pcincrintsli
dibit ung harga gula
Rp. 100,— tiap kw.). (Rp- 7.7DQ,—

US X 100 X SP- S '* Rp. 3 5 0 ,-


(kalau harga gula dengan ha g
tiap kw.-nja). dongkelan, adjon2 ,
Dan masAv ua^ £Waa; got, pengam-
kasepan, rabuk Z .A ., P ^
bilan ketiran dan socl diterima, memakai
Kalau maro systeem ti •. Rata2 1 ha
usul STII atau Pet*“^ohasilkan tebu 800 kw.
tanah Karangaxoat
Djadi perhitungan b
Ditambah uang dongkelan
Rp. 2 .0 0 0 ,- +^ (rR00 -
Dj„ml-h = RP-
.. 300,—
315
N o.

Djadi lebih Rp. 255,— (panenan p a n en


1 kali Rp. 765;— _j_ panenan
kedele 2
Rp. 1380,— = Rp 2.145,__ ).
Perhitungan dari Petani:
Sewa Rp. 2.400,— (hasil 800 kw. — lOOO k v
inclusief uang dongkelan. Atau lebih R p- 255,^.
dari hasil panenan padi 1 kali dan k e d e le
kali (Rp. 765,— Rp . i 380;— _ Rp 2 .1 4 5 ’~\1
atau sama dengan hasil panenan padi sek^j'
kedele dua kali ditambah uang d o n g k e l a n -

3.
P P.P.N.I. (Persa- 1-12-1951. Tanaman tebu tiap 1 ha:
tuan Perusahaan 800,^.
Petani Nasional 1. Beli Z.A. 5 kw. a Rp. 160,__ R p .
Indonesia) Wono- 2. Beli bibit ............... 800,^
sobo— Ngaglik 3. Patok dan babad damen 50,^
Sleman — Jogja. 4. Bikin got (selokan) tiap
1 m 5 sen .................. 1 4 0 ,^
5. Lobang tiap lobang 30 sen 300,^.
6 . Gadang 15 1 50,^_
7. Tanam „ 10 1 0 0 ,^
Bubut 3 kali 15 1 50,-^.
9. Sulam 2 kali 5 50,-^
10 . Gebrus 15 150,.—,
11 . Gembing urug 15 150,—
12. Gembing urug ke-2 15 150,-_
13. Bongkar pundung ............... 175,-—
14. Mem’ouang ama 2 25,—
15. Mengairi 3 x ....................... 60,—
16. Urug mati 1 lobang 20 sen 2 0 0 ,—_
17. Klitik 1 lobang 5 sen 50,—
18. Monster .......................... 30,—
19. Rembang 1 lobang 7V^> sen 75,—
.
20 Angkutan ............................. 125,—
21 . Giling .......................... 1 0 0 ,—
22 .La in2 (tenaga, tali2 dll.) 2 0 0 ,—
24. Sewa tanah 18 bulan 2 . 1 0 0 ,—

Djumlah semua : Rp. 6 .3 4 0 ,-


Hasil tiap 1 ha. antara 1200 s /d 1400 kw. rata2
1300 kw. tebu. Rendem ent 11%, djadi gula
143 kw. a ...................................... RP- 100>—
hasil semua tiap 1 ha ada . . . „ 14.300,
tanah dan k a lk u la s i .................. » 6.340,

Keuntungan bersih Rp. 7.940,

cMiins
Telah menanam tebu seiuas 10 ha dan sudah
didjadikan gula dan didjual.
Tanaman tembakau Vorstenlanden
Rp 360,—
1. Beli Z.A . 2 kw. 1GO­
2. Beli bibit ........ SS,—
3. Babat damen . 15 —
4. Patah ............. 200,—
5. Garangsapi 140,—
6. G ot ................. 150,—
7. Gadang ......... 200,—
8. Lalahan ........ 150,—
9. Tanaman 50,—
10. Sulam 2 kali . 200,—
11. D angir 3 kali .................... 50 —
12. M engairi (eleb) ................ ..' 25 —
13. Obat2an ............................ 100,—
14. Ama2 ..................... 300,—
15. Ngunduh .................. 300,—
16. Sunduk ......... ;
17. Unit (melolos tembakau 100,-
dari s u d je n ) ......... 150,-
18. Ngunting ................ ....... 60,-
19. Beli tikar ................... ’ 25,-
20. Ngepres •• •■ ■ • ? 100,-
21. Lain2 280,-
22. Pegawai dan “
23. Sewa tanah 6 bu an
D jum lah semua
No.

Menghasilkan 1 ha 7 kw. tembakau keriV — I*,


harganja tiap se-kw. Rp. 1 .2 0 0 ,-^ sen>Vi
= Rp. 8.400,^
Kalkulasi dan sewa _
tanahnja ......................... — 3-690,^
Keuntungan bersih — Rp. 4.790,^
Tetapi kenjataannja, telah m en an am temb^
kau 20 ha, dapat menghasilkan 160 kv^- tetv»
bakau kering. Dan sudah dibeli oleh N .\,
Negresco dengan harga Rp. 1.400,— t'Vj
1 kw.-nja. Djadi „Keuntungan bersih”
1 ha. ada Rp. 11.204,-------- Rp. 3 .6 9 0 ,— ^
Rp. 7.510,
Tallyman padi:
1. Beli Z.A. 2 kw. Rp. 360,-
2. Bibit padi 45,-
3. Garang padi .. 2 0 0 ,-
4 .. Beli tjirit lembu 140,-
5. Matjul ............. 60,-
6 . Tanam ............. 60,-
7. Matun ........... 50,-
50,-
9. Panen ..................... 150,-
10. Meme ...................... 15,-
1 1 . Angkutan ............. 2 5 ,-
12. Pegawai .................. 100,-
13. Sewa tanah 6 bulan 7 0 0 ,-
Djumlah Rp. 1.955,—
Menghasilkan 25 kw. a 140,__ Rp. 3.500,—
Kalkulasi 99 1.955,—
Keuntungan bersih = Rp. 1.545,—
Tanaman biasa 15 kw. a 140,__ Rp. 2 . 1 0 0 ,—
Kalkulasi dan sewa tanah .. 1.287.50
Keuntungan bersih Rp. 812,50
Lampiran : aa. — -------------------------------------- -— ----------------------—
KEPUTUSAN ORGANISASI - ORGANISASI TANI
MENGENAI PERSEWAAN TANAH UNTUK TANAMAN TEBU TAHUN 1950/1951

Keputusan dari No. dan Isi dan maksud keputusan itu :


Organisasi Tani: Tanggal:

P. B., Petani 25-10-1950 U.U. jang melarang menggiling tebu rakjat dan memaksa gula rakjat oleh
Semarang pabrik gula supaja disesuaikan dengan kepentingan rakjat.
2. Perusahaan gula waktu jang akan datang harus mempergunakan tebu rakjat
(opkoopriet).
3. Sekarang bab 2 belum mungkin (untuk permulaan mungkin dapat didjalan­
kan didaerah Malang dan Kediri), sebagai peralihan menjewa tanah rakjat.
4. Persewaan jang berdasarkan persewaan sebelum perang tak dapat diper­
tahankan.
5. Minimum persewaan didasarkan „maro”.
6. Desa harus dapat keuntungan dari perusahaan gula.
7. Berdasarkan ini tiga pehak jang akan mendjaga.
8 . Minimum persewaan diperhitungkan s.b.b.;
tanah 1 ha menghasilkan 1000 kw tebu, rendement 12%. Bagian untuk
pemilik tanah Vz hasil = 500 kw tebu = 60 kw gula pasir. Biaja-biaja
menurut tahun 1942.
a. Biaja tebang, angkutan & timbangan Rp. 55,—
b. Biaja giling (gudang, karung, mesin dll.).„ 156,40
c. Biaja pengawasan tehnik „ 27,—
d. Ongkos-ongkos semua untuk gula60 kw Rp. 218,40
e.. Sekarang lipat 16 kali „ 3.494,40
f. Dapat dibajar dengan gula 34,95kw „ 3.495,—
g- Bagian pemilik 25,05 kw.
h. Minimum harus dibajar kepada pemilik
oleh Pabrik pertama n 1.500,—
Sisanja Rp. 1.005,— keuntungan, diserahkan
desa 335,—
Rp. 268,— untuk winst - belasting, dibajarkan
setelah diketahui berapa tebu dan rendementnja
(habis tebang).
j. Djadi selain Rp. 1.500,— sehabis tebang pemilik tanah mendapat
keuntungan lagi Rp. 402,-—•.
Tidak perlu berdasarkan sewa tanah sebulan perang, dan tidak perlu
mengambil perhitungan palawidja/padi jang mendjadi „inkomslenderving” .
D.P.P. B.T.I. Jogjakarta. Grondhuurordonnantie kolonial segera dihapuskan.
Sebelum terhapus, untuk persewaan tanah :
a. Sewa-menjewa dengan „aandeel in de winst” .
b. Deelbouwsysteem, tani memarokan sawahnja kepada perusahaan.
Opkoopriet (rakjat menanam sendiri) dengan sarat-sarat: pemberian
bibit, rabuk, pimpinan teknis, pemberian krediet, keuntungan dsb.
Disamping perusahaan Nasional buat tanaman tahun 1951/1952 dapat
diselenggarakan sewa-menjewa dengan „aandeel in de winst” dengan
sjarat-sjarat:
a. Sewa menjewa suka rela.

b. Dasar minimum sewa, kalau ditanami sendiri hasil setinggi-tingginja


padi, polowidjo, tebu, tembakau, sajuran dls. Dan ditambah ongkos
pemulihan, dongkelan dan kurusnja tanah, kasepan dsb.
c. Perusahaan memberi fonds kesedjahteraan desa.
Sidang Pimpinan S.T.I.T. Persewaan tanah bebas, pedoman :
wilajah Djawa Tengah Padi rendengan 30 kw. ongkos = Rp. 700,—
di Semarang. Kedele 7 kw. ongkos = „ 550,—
Djagung 10 kw. ongkos = „ 150,—

Hasil 1 tahun Rp. 1.400,—


Konsepsi dari Dewan
Pimpinan Pusat R.T.I.
Djakarta.
Persewaan bebas selama IV2 tahun untuk:
K las: I. 1V4 X Rp- 1.400,— = Rp. 2.100,—
Klas: II. — »
Klas: III. —” 1-850,
Tanah diserahkan pabrik, jang mengerdjakan sebagai pemaro, Petani dapat
50% dari hasil tebu. Bagian ini digilingkan kepada pabrik (Hasil tebu
tiap ha 1300 kw. tebu, rendement 12% dan ongkos kepabrik 60%) =
12/100 X 40/100 X 50/100 X 1300 kw. = 31,2 kw. gula a Rp. 100,— =
Rp. 3.120,—
Petani mendapat voorschot: Kl. I. Rp. 2.000,—
Kl. II. „ 1.900,—
Kl. III. „ 1.800,—
Sehabis giling, dipotong dari harga gula jang diterima.
Rakjat menanam tebu, tebu didjual kepada pabrik dengan harga jang
ditetapkan.
Untuk mentjukupi rakjat Indonesia akan gula, tidak dapat dipetjahkan
atas dasar perdjandjian K.M.B. Karena perdjandjian K.M.B. mengembalikan
hak-hak penghisapan (exploitasi) modal besar asing, dengan dirobah per-
aturan-peraturaimja. Akibat K.M.B. maka hak untuk menghasilkan gula
dikembalikan kepada modal besar asing. Maka untuk mendjamin tanah
bagi modal asing, dipertahankan hak persewaan tanah oleh pemerintah.
Adanja hak persewaan tanah, pada hakekatnja hanja merugikan haJc. tani,
karena hak inilah terdesak penghidupan rakjat tani.
Berdasarkan diatas R.T.I. berslkap :
1. Tidak menjetudjui adanja hak persewaan tanah.
2. Tidak dapat serta merundingkan masalah-masalah mentjari djalan untuk
menarik tani, supaja menjewakan kepada modal besar.
3. Pembatalan K.M.B. dengan sepenuhnja.
4. Nasionalisasi semua perusahaan penting jang menguasai hadjat hidup
manusia (bank, gula dan sebagainja).
5. Nasionalisasi semua tanah.
Konsepsi dari S.T.I.T. & 12-2-1951. Mengingat keadilan dan kemakmuran rakjat.
B.T.I. di Djember. Perkembangan ekonomi Nasional.
Maksud ajat 4 dan 5 surat Kem. Dalam Negeri Jogjakarta ttg. 19-1-1950
N o: H /1 2 /1 /3 .
Memutuskan:
Menolak adanja systeem persewaan tanah, karena:
a. Bertentangan dengan keterangan tiga diatas.
b. Berapapun besarnja uang sewa itu, systeem persewaan itu, psychologis,
politis dan ekonomis tetap merugikan rakjat.
c. Memisahkan tani dengan tanahnja.
d. Memberi kesempatan berkembangnja modal kapitalisme.
Menolak principe pemakaian tanah untuk perusahaan didasarkan sewa-
menjewa, seperti dalam no: 3 diatas.
Menerima systeem kerdja sama tani dan pengusaha, didasarkan persamaan
hak dan kedudukan, tanah petani sebagai modal petani.
Terpaksa dengan keadaan, systeem kerdja sama dengan dasar maro hasil
tebu, gula dan/atau berudjud uang dengan ketentuan:
a. Setiap tanah klas baik 1 ha, paronnja serendah-rendahnja sama dengan
djaminan hidup bagi tani, selama tanah itu ditanami tebu, dengan perhi­
tungan serendah-rendahnja Rp. 3,— — Rp. 3.50 sehari.
b. Pengusaha harus membajar voorschot/pindjaman kepada tani sebanjak
uang paron diatas sebagai djaminan hidup, diwaktu tanah diserahkan.
c. Maro dapat dilaksanakan dengan tebu, gula, uang dan/atau dengan lain
bahan jang diperlukan dengan pengertian :
1. Diwaktu rembang, maro dapat dilaksanakan dengan berupa tebu
dan/atau uang menurut harga jang ditetapkan bersama setidaknja
dengan penetapan harga pemerintah.
2. Djika tani menghendaki berupa gula, maka ia menerima gula
sebanjak tebu haknja dikurangi 60% setinggi-tingginja, dengan
rendement 1 2 %.
3. Djika tebu digiling, dapat menerima uang paron sebesar harga
gula paronnja pada saat itu. lihat no. 2 ).
d. Djika maro setjara (1, 2 dan 3) tsb. telah dileksanakan maka tani harus
mengembalikan uang pindjaman/voorschotnja, dengan uang/tebu/gula
salah satunja, jang mendjadi paronnja, sebanjak uang jang diterima-
nja dahulu.
5. Sesudah tanah dipakai, harus dikembalikan sebagai semula.
6 . Pengusaha harus membajar Rp. 0,50 tiap kw gula kepada:
75% untuk modal jajasan kepentingan tani.
25% untuk organisasi tani.
Mendesak kepada Pemerintah:
1. Supaja djangan mendasarkan penetapan pemakaian tanah buat peru­
sahaan pertanian, terutama untuk perusahaan pabrik gula dengan/atau
dasar „Sewa-menjewa”, akan tetapi dengan dasar kerdja sama berben-
tuk maro.
2. Supaja memperbesar usaha rakjat tani menanam tebu sendiri dengan
djalan memberikan bantuan kridit dan technik setjukupnja.
LAMPIRAN: XXI.
RESOLUSI-RESOLUSI/STATEMENT-STATEMENT DARI ORGANISASI TANI MENGENAI
PERSEWAAN TANAH TAHUN 1950/1951.
Resolusi/State- Tanggal Ditudjukan
ment diterima Tentang so’al persewaan tanah :
dari: dan No: kepada:
Resolusi dari B.T.I. 7-6-1950. Pemerintah 1. Uang persewaan dibajar waktu tanah diserahkan.
Grup Karangan 2. Tanah jang disewakan maximum lA tanah sanggan.
Klaten. 3. Premi gojang seluruh tanaman diharuskan.

Resolusi dari Ru- 20-10-1950. Pemerintah 1. Sewa tanah th. ’51/’52 dinaikkan sedikitnja 15 kali.
kun Tani Indonesia ' 2. Menuntut hapusnja kontrak pandjang, dan penjewaan dengan
(R.T.I.) Tjirebon. sukarela.
3. Pelaksanaan harus berhubungan dengan organisasi.
4. Pemerintah d.iangan memperpandjang haq erfpacht baru.
5. Erfpacht jang tidak dikerdjakan, supaja haq mengerdjakan diserah­
kan kepada rakjat.
6. Untuk membrantas idjon, pemerintah supaja memberi kridit.
Statement dari P.B. 30-11-1950. j Pemerintah Tingkat a :
S.T.I.I. Surakarta. Melandjutkan persewaan tanah dari petani kepada pabrik dengan
perubahan-perubahan dasarnia, diantaranja dasar harga uang dan
hatsil diluar negeri, mendapat persewaan lebih tinggi: untuk th.
’51/’52 paling rendah 15 kali dari sewa ’4 1 /’42.
Tingkat b :
Memarokan kepada pabrik sebagaimana biasa dilakukan oleh petani
kepada petani sendiri, dengan pembajaran dimuka, sebelum hasil
tebu/gula dapat dibagi; paling sedikit sama dengan persewaan jang
1 akan diterima, seandainja tanah itu disewakan.
324
Tingkat c :
Menanam tebu sendiri, dengan biaja dan bantuan teknis dari pabrik,
dengan perdjandjian tertentu antara Petani dan Pabrik mengenai
harga pendjualannja atau ongkos penggilingannja, jang tidak meru­
gikan kaum tani; harus sedikitnja sama dengan djumlah perse­
waan a.
Tingkat d :
Menanam dan menggiling tebu sendiri, didalam kebun dan pabrik
sendiri, jang diusahakan setjara koperasi, antara golongan jang
berkepentingan.
Statement bersama 19-1-1951. Pemerintah Berdasarkan atas keputusan rapat bersama antara Organisasi B.T.I.
dari B.T.I. Tja- Tjabang seluruh Daerah Madiun pada tanggal 19-1-1951, maka:
bang Madiun, Ma- 1. Tiap-tiap usaha persewaan tanah jang didjalankan oleh Pabrik Gula
getan, Gorang-ga- seluruh Daerah Madiun, hams melalui Panitya Persewaan tanah
reng, Ponorogo, dari B.T.I.
Ngawi.
2. Tiap-tiap terdjadinja persewaan tanah jang tidak melalui Panitya
tersebut, organisasi B.T.I. seluruh Daerah Madiun tidak dapat mem-
pertanggung djawabkan akibatnja.
Lampiran: XXII.
TJONTOH BLANKO PERDJANDJIAN SEWA TANAH
DAERAH MADIUN.
District ......................
Dessa ....................
Nomer k o n tra k .......... ...............................

saia ?n a m IT “ UaSSal
saja (nam a)................................ berpangkat . . . .
telah datang pada

Qnon'/’ " V i ' V ‘ " Jang menurut peraturan bijblad No ■ 9030/'


Timur ZggT tapan GulIer' ' ur; K ^ a Daerah P r„p i„si Djawa

sebagai pegawai jang berhak mengurus kontrak\ e r s e w a a n


dibawah to!1f saks,'saksi jang saja kenaI da" akan disebutkan
I. Pertama.
a........................................................
Kepala desa ........................................
District ...................................................
Kabupaten ..............................................
Berdasarkan atas penetapan pada pasal 8 dari nada Ordon-
nansi desa (Stbl. 1906
No. 83
berhubung dengan Stbl 1910
No 591 dan 1913No. 235,
berlaku bagi C a t a s «

sebagai' jang 'm ije w a lJ ,8 toetaf?" 14 d“ t“ ' selandjutnja


Pihak Pertama ;
b. Orang-orang jang namanja tersebut dalam daftar iang men­
djadi sebagian dari dan terlampir pada akte sewa-mJnjewa
tanah im, dalam hal mi masing-masing bertindak sebaeai
jang memiliki tanah.................................. s
dalam d e s a .................................................. .............................
district ......................................................... .............................
kabupaten ................................................... .............................
atau Wakilnja, seterusnja sebagai pihak jang meniewakan
disebut : J
Pihak Pertama.

) Lntuk daerah Kotapradja Madiun diisi tanggal 2 7 -2 -1 9 5 1 No B A /


16 A./73 dan untuk daerah luar Kotapradja Madiun diisi dengan saris
ST t/mSLw83 16Str“ P>- Vlde Srt- Kares-
Kedua.
Nama . .
Pekerdjaan .................................
dari pada onderneming gula
d i .........................................................................................
dalam hal ini bertindak menurut surat kuasa Notaris/ba-
'vah tangan diatas segel jang tundjukkan kepadaku, bagi
dan atas nama Administrateur onderneming gula.............
seterusnja sebagai pihak jang menjewa disebut :
Pihak Kedua. , „
Pihak Pertama dan Pihak Kedua saja kenal/ diperkenalkan
kepada saja oleh saksi-saksi dimaksud diatas.
Pihak Pertama menerangkan menjewakan kepada PinaK
Kedua jang menerangkan menerima persewaan tanah-
tanah, menurut sjarat-sjarat jang ditentukan a am
nansi persewaan tanah Stbl. 1918 No. 88L f n?p^ engiewa
dinjatakan pada daftar lampiran dari ak e
tanah ini, daftar mana ditanda t a n g a m djuga
kedua pihak serta saksi-saksi, buat d i t a n a m i dengan tebu
(giling, bibit), polowidjo, _r0S®Paak\eUsewa-menjewa tanah
(Daftar jang sebagian dan pada ak semua saksi-
ini ditanda tangam oleh ke Ppngurus Kontrak sewa
saksi dan saja selaku Pegawai Peng

Sewa menjewa itu terdjadi dengan perdjandjian sebagai


tersebut dibawah i n i : . ...................
1. bahwa penjewaan itu buat lamanja .. ••■ ^........
2 . bahwa penjewaan itu mulai berlaku pada tangga........
dan berachir pada tanggal ........'• 'V ’i’ ni? ada disitu
atau sewaktu tanaman onderneming jang
selesai dipanen. k dibaiar pada
3. bahwa bilamana sewa tanah i iainpiran, pihak
waktu jang disebutkan dalam daftar P. ^
pertama berhak akan memandang p iiaj jnj
bagai telah
Bupati diurungkan
_ jang oleh ke ua dalam register,
bersangkutan ment atat dalam *
dengan keterangan tjatatan itu dibuat atas pe
pihak pertama. . . kpsempatan akan
4. bahwa kedua belah pihak mempunjai k
mengadukan halnja kepada Bupati dan bila undang-
undang pokok No. 22/1943 sudah berdjalan kepada
D. P. D. dari D. P. R. D. jang bersangkutan bila ada
perselisihan tentang batas-batas dan lain soal ketjil
mengenai sawah-sawah jang disewakan tersebut daftar
lampiran dan putusan itu harus diturut oleh kedua
belah pihak.
5. a. bahwa persewaan tanah itu dilangsungkan melulu
untuk tanaman tebu.
b. bila oleh karena sesuatu hal tanah tiada dapat di­
tanami (dalam arti kata „ditjemplong” ) dengan
tebu, maka selambat - lambatnja pada tanggal 1
Nopember 1951 tanah supaja dikembalikan kepada
pemilik semula, dan pihak gula tidak berhak
untuk meminta kembali uang muka persewaan tanah
jang sudah dibajar untuk membajar penuh djumlah
Rp. 1500,— ketjuali didalam hal Residen Madiun
memandang ada alasan-alasan tjukup berhubung de­
ngan suatu keadaan luar biasa untuk menunda pe­
ngembalian tersebut selambat-lambatnja pada tang­
gal 1 Desember 1951.
6. Penjerahan sawah oleh pihak kedua dimulai sesudah
padi/tanaman rendengan diatasnja habis dipungut ha­
silnja.
7. Padjak bumi dari sawah sewaan didalam waktu perse­
waan mendjadi tanggungan pihak pertama.
8. Mengenai tanah bengkok pembajaran sewan tanah
penuh (100% ) akan diterimakan kepada pendjabat
pertama, dan bila dalam tempo persewaan ada mutasi,
kepada penggantinja akan dibajar sewa sebanjak sisa
dari waktu pembajarannja, dengan tjatatan, bahwa pem­
bajaran dilakukan tiap-tiap bulan buat masing-masing
bulannja 1/18 harga sewa tanah.
9. Bila didalam masa persewaan, tanah sewaan oleh karena
sesuatu hal djatuh ditangan orang lain, pihak kedua
tetap berhak memakai tanah itu.
10. Pihak Pertama dan Kedua berhak mengadakan perdjan-
djian-perdjandjian tambahan dalam akte perdjandjian
sewa-menjewa asal tidak menjalahi peraturan-peraturan
Perseh J??n /a ^au bunji serta maksud Stbl. 1918 No 88
' “ an ma" a ditjata‘ da,am dua heIai a« 4 e r s e 8
1J- Kedua h , , dan duP]icaatnJa)-
tunduk Plhak menjetudjui daIam soal-soal ketjil
undancr , a Putusan Bupati dan bilamana undang-
dart ng p ° » 0k N °- 2 2 /1 9 4 8 SUdah berdialan- P»da d" D
dinan^ • Jang bersangkutan, jang dalam hal ini
12 . aang sebagai penasehat dan arbiter.
dif.3 Pen§embalian tanah sewaan melampaui waktu jang
har daIam fatsaI 2 diatas, maka oleh pihak kedua
uans-S t dibajar uanS kerugian (selandjutnja disebut
hni * asePan) kepada pihak pertama buat tiap-tiap
_ an sebanjak 1/18 harga sewa tanah, sedang kasep-
13 g'?,3 Pengembalian itu tidak boleh melebihi 3 bulan.
1 a ^asepnja pengembalian itu, melampaui batas ter-
j 6 .ut Pasal 13, hingga pihak pertama tidak mungkin
agi menanami tanah itu dengan tanaman jang Iazim
diusahakan pada musim itu, atau terpaksa menanami
lanah tersebut dengan matjam tanaman jang menjim-
Pang dari matjam tanaman jang lazim ditanam pada
fflusim itu, maka pihak kedua harus membajar uang
kerugian kepada pihak pertama sebesar :
a- Harga hatsil bersih dari tanaman jang sesudah ta­
naman tebu lazim ditanami oleh pihak pertama,
bilamana tanah tersebut tidak mungkin lagi dita-
nami dengan suatu tanaman apapun djuga.
k- Perbedaan harga hatsil bersih antara tanaman jang
sesudah tanaman tebu lazim ditambah dengan ta­
naman jang mungkin ditanam bilamana tanah ter­
sebut masih mungkin ditanami dengan suatu tana-
nian jang menjimpang dari apa jang lazim ditanam
dalam musim tersebut.
Bilamana ada perselisihan dalam menentukan pasal
N°- 13 tersebut diatas, maka Bupati dan bila Undang-
undang pokok No. 22/1948 sudah berdjalan D.P.D.
dari D.P.R.D. jang bersangkutan dengan persetudjuan
■kepala Djawatan Pertanian Rakjat Kabupaten jang
bersangkutan, harus memberi keputusannja, jang harus
diturut oleh kedua pihak.
15. Tanah untuk pemberian dan pembuangan air (patusan)
dengan mengambil djalan jang baik (sebaiknja) akan
disewakan dengan harga R. 2000,— untuk tiap-tiap
hektar tiap-tiap 18 bulan.
16. Untuk panen, pada pabrik akan disewakan tanah jang
dibutuhkan guna djalan jang baik (sebaiknja) letaknja,
untuk mengeluarkan tebu jang telah dipotong (snij-
wegen) dengan harga R. 2000,— untuk tiap-tiap hektar.
tiap-tiap 18 bulan.

AKTE PERDJANDJIAN INI.


Diperbuat di ..................................................................... •
pada hari bulan seperti tersebut dikepala surat perdjan­
djian ini, dimuka saksi-saksi :
1. Nama .................................................................................
pekerdjaan (kepala desa) ..............................................
berumah .........................................................................................
2. nama .................................................................................
pekerdjaan (wakil organisasi tani) ..............................
berumah ..........................................................................................
3. nama ...................................................................................
pekerdjaan .....................................................................................
berumah ..........................................................................................
maka akte ini dibuat dua serupa dan setelah dibatja-
kan dalam bahasa daerah, ditanda tangani oleh pihak
pertama, pihak kedua, saksi-saksi dan saja sebagai pe-
ngurus akte persewaan tanah Stbl. 1918 No. 88 dengan
tjatatan bahwa saksi-saksi No............................................
nam a....................................................................................
tersebut diatas menjatakan tidak dapat BERTANDA
TANGAN atas akte itu.

Pegawai jang tersebut,


Pihak Pertama : pihak Kedua .
Saksi-saksi :
Ditetapkan pada tanggal . . . . bulan
...................... tahun 19 lima puluh.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA R. I.

Nr- 318 "TEMBAKAU DAN ROSELLA/CORCHORUS. UANG


SEWA - TANAH. Keputusan Menteri Dalam Negeri,
tentang uang sewa-tanah untuk tanaman tembakau
dan rosella/corchorus musim 1952/1953.
Nr. 2 tahun 1952.
MENTERI DALAM NEGERI :
Membatja peraturan Menteri Pertanian Nr. 4 tahun 1951
tentang penetapan tanaman tembakau dan rosella / corchorus
sebagai tanaman jang dimaksud dalam Undang-undang Darurat
Nr 6 tahun 1951;
Berkehendak menetapkan uang-sewa tanah untuk tanaman-
tanaman tersebut diatas musim 1952/1953 ;
Mengingat akan pasal 8b dari Grondhuur-ordonnantie (Stbl.
1918 Nr 88) dan pasal 15b dari Vorstenlandsch Grondhuurre­
glement (Stbl. 1918 Nr 20) sebagai telah diubah dan ditambah
jang terachir dengan Undang-undang Darurat Nr. 6 tahun 1951;
Dengan persetudjuan Menteri Pertanian;
Memutuskan :
Menetapkan „Peraturan tentang uang-sewa tanah untuk
tanaman tembakau dan rosella/corchorus musim 1952/1953
sebagai berikut :
B A B I.
TENTANG BEBERAPA ISTILAH.
Pasal 1.
Dalam peraturan ini jang dimaksud dengan :
a. musim 1 9 5 2 / 1 9 5 3 ialah musim tanaman tembakau atau
rosella/corchorus jang dimulai dalam tahun 1952 dan ber-
langsung seumur masing-masing tanaman itu ;
b. tanah bSkan ontjoran ialah tanah pertanian jang tidak men­
dapat pengairan tertentu.
B A B n.
TENTANG WAKTU PERSEWAAN TANAH.
Pasal 2.
( 1) Lamanja persewaan tanah untuk tanaman tersebut di-
bawah ini tidak boleh melampaui waktu jang tertjantum
dibelakang nama (djenis) tanaman itu :
a. tembakau tjerutu djenis „Vorstenlandsche tabak” :
9 bulan.
b. tembakau tjerutu sedjenis dengan djenis jang
lazim ditanam di Banjumas : 9 bulan.
c. tembakau djenis ..Virginia” : 7 bulan.
d. rosella/corchorus : 9 bulan.
(2) Uang-sewa tanah ditetapkan bulan sebulan sebesar keten­
tuan dalam pasal 3 dengan pengertian bahwa dalam hal
ini sebulan berarti waktu jang lamanja 30 hari, sedang
sebagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
(3) Penjewa berhak menjerahkan kembali tanah jang disewa
itu sebelum tempo tersebut dalam surat perdjandjian
berachir, sedang pemilik tanah berhak menerima penuh
uang-sewa pasti tersebut pasal 3, dengan ketentuan bahwa
djumlah uang ini tidak dapat digugat kembali djika per­
hitungan uang-sewa tanah berdasarkan lamanja pemakaian
tanah senjatanja, kurang dari uang-sewa pasti jang di-
bajarkan tersebut.
B A B III.
TENTANG UANG-SEWA TANAH.
Pasal 3.
(1) Uang-sewa tanah untuk semua tanaman tersebut dalam
pasal 2 ajat (1) musim 1952/1953 ditetapkan menurut
daftar tersebut dibawah ini :

Djumlah uang-sewa berdasar­


Besarnja uang- kan ladjur 2 dibajarkan
Djika ditanam di sewa tiap-tiap sebagai
(matjam) tanah
bulan/hectare.
uang-sewa uang-sewa susulan
pasti.
1 2 s' 4
ontjoran Rp. 140 — Rp. 850,— sew a menurut perhi-
sebesar keleblh an uang

tunqan berd asarkan l a ­


bukan ontjoran „ 100 — „ 650,— djur 2 d ia ta sn ja uang
sew a p a s‘ 1.
2
( ) Uang-sewa pasti harus dibajar penuh paling achir pada
waktu perdjandjian sewa-menjewa diresmikan sedang
uang-sewa susulan dibajarkan pada waktu tanaman dipu-
ngut/tebang habis. . . ,
(3) Dalam uang-sewa tersebut ajat (1) dari pasal ini su a
termasuk uang kerugian untuk memulihkan ana jang
disewa dalam keadaan semula.
B A B IV.
TENTANG UANG TAMBAHAN.
Pflssl 4>
( 1) Uang-sewa tanah untuk tanaman temb j pan^ uang-tam-
corchorus tersebut pasal 3 dit^ ^ sil tembakau kering-
bahan masing-masing berdasarkan ^ ^
los/serat kering jang m eiebihihanlJ f n_ketentuan ter-
pokok) satu dan lam menurut kete
sebut dalam ajat (2) dan (3) dari Pasa £ ‘ kering ios/
2
( ) Uang-tambahan berdasarkan hasil em a(jaiah sebagai
serat kering tersebut ajat (1) dan pasal mi adalah g
berikut : ______________ ______ —;—-
- — — T ----- tambahan untuk tiap 2
Hasil po­ S f f l i ' S a s hasil pokok terse-
Untuk tanaman : kok tiap2
hectare. but ladjur 2._ -------------

2 ---------------- r Z J lb ih tembakau
E p . 0,90 buat^ha^ ^ kg ja n g p er.
a. tembakau tjerutu
djenis „vorstenland-
she tabak” 1000 kg Rp ! __toiat idem 200 kg jang ke-
b. idem sedjenis de­ Rp idem 200 kg jang ke-
ngan djenis jang
lazim ditanam di tiga; 4 .
Banjumas 600 kg , f idem selandjutnja.

c. tembakau djenis 15 kw
RP- x’25 ? u t hasil lebih rosella/
..Virginia” Rp. 45, j?QjChorus" 5 kw jang per-

S /d e m 5 kw jang kedua;
S i i(te® s e la n d ju tn ja .

-------- ----------------------------------- — " I^dahdiketahui hasil


(3 ) Uang-tambahan dibajarkan segera s ^ ^jara jang di-
tembakau kering-los/serat kering, menu
tentukan dalam pasal 5. ^
TENTANG KETENTUAN LAIN - LAIN.
Pasal 5.
(1) Perhitungan beratnja tembakau kering-los atau serat
kering ialah menurut tjara-tjara jang lazim dilakukan
dalam perusahaan tembakau atau perusahaan rosella/
corchorus, tjara-tjara mana ditjantumkan dalam surat per­
djandjian jang bersangkutan.
(2) Dalam menetapkan perhitungan tersebut ajat (1) pasal
ini, pegawai tersebut dalam pasal 3 dari Grondhuurordon­
nantie (Stbl. 1918 No. 88) dan pasal 16 dari „Vorstenland-
sche Grondhuurreglement” (Stbl. 1918 No. 20), atau
wakilnja jang resmi, pula pendjabat-pendjabat jang di-
tundjuk Gubernur, Kepala Daerah Propinsi, atau Kepala
Daerah Istimewa Jogjakarta diwadjibkan mengadakan pe-
ngawasan seperlunja; dengan ketentuan bahwa dalam
melakukan tugasnja itu pendjabat tersebut berhak meme-
riksa buku-buku jang bersangkutan dengan hal itu dari
perusahaan, sedang pengurus penguasa perusahaan jang
bersangkutan diwadjibkan memenuhi permintaan tersebut.
Pemeriksaan buku dilakukan dikantor perusahaan.
Pasal 6.
(1) Djikalau tanah jang disewa oleh perusahaan tidak dapat
diserahkan kembali kepada pemiliknja sesudah waktu ter­
sebut dalam surat perdjandjian, maka penjewa diwadjib-
kan membajar uang kasepan diatas uang-sewa sebulan-
bulannja tersebut dalam pasal 3, sebesar 50% dari uang-
sewa itu.
(2 ) Uang kasepan tersebut ajat (1) dibajarkan bersama-sama
dengan pembajaran uang-sewa tersebut dalam pasal 3.
Pasal 7.
Didalam keadaan jang sangat memaksa, Menteri Dalam
Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian dapat memberi
perketjualian atas penetapan uang-sewa tanah tersebut dalam
pasal 3, baik jang bersifat perketjualian umum maupun jang
chusus untuk sesuatu perusahaan atau sesuatu daerah dengan
pengertian bahwa uang-sewa tidak boleh kurang dari uang-sewa
pasti tersebut ^pasal 3.
Pasal 8.
Peraturan „Tabaksverordening Residentie Banjumas” (Ver-
°™emng Recomba voor Midden-Java Nr. XXXII tertanggal
Oktober 1948 sebagai telah diubah dan ditambah) dikesam-
pingkan ketjuali dalam hal-hal jang sudah ada perdjandjian
berdasarkan peraturan tersebut.
Pasal 9.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini jang mengenai :
a- tanaman tembakau segala djenis berlaku untuk seluruh
Djawa dan Madura ketjuali daerah Kabupaten Bondowoso
dan Djember.
b. tanaman rosella/corchorus berlaku untuk seluruh Djawa
dan Madura.

Pasal 10.
Peraturan ini berlaku pada hari diumumkannja serta akan
dimuat dalam Berita-Negara Republik Indonesia.
RUTIPAN dsb.

Djakarta, 6 Mei 1952.


Setudju :
Menteri Pertanian : Menteri Dalam Negeii .

MOII. SARDJAN. Mr. MOHD. ROEM.


Lampiran: XXIV.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA R.I.
Nr. 319.PROPIN SI SUNDA KETJIL ” MEN GUSAH AKAN
TANAH PERTANIAN, TJARA BAGI HASIL. Ke­
putusan Menteri Dalam Negeri, tentang mengu­
sahakan tanah pertanian dengan tjara bagi hasil
didaerah Propinsi Sunda Ketjil.
Nr. 3 tahun 1952.
MENTERI DALAM NEGERI.
Menimbang, bahwa keadaan ekonomi dibeberapa daerah
dalam Propinsi Sunda Ketjil ternjata amat buruk sebagai akibat
dari tjara mengusahakan tanah pertanian dengan pembagian
hasil jang tidak adil antara pemilik dan pengusaha tanah itu ;
Menimbang pula, bahwa — sambil menunggu peraturan-
peraturan lebih landjut jang bersifat umum — perlu segera
diadakan ketentuan-ketentuan untuk sekedar mengatur tjara
mengusahakan tanah pertanian dibeberapa daerah dalam Pro­
pinsi Sunda Ketjil.
Mengingat pasal 83 Undang-undang Dasar Sementara Re­
publik Indonesia.
Memutuskan:
Menetapkan peraturan sebagai berikut :
„Peraturan tentang mengusahakan tanah pertanian dengan
tjara bagi hasil didaerah Propinsi Sunda Ketjil” .
Pasal 1.
Dalam peraturan ini jang dimaksudkan dengan :
a- mengusahakan tanah pertanian dengan tjara bagi-hasil ialah
suatu tjara mengusahakan tanah pertanian, dalam mana pe-
milik tanah pertanian (selandjutnja disebut : pemilik) me­
ngadakan perdjandjian dengan orang lain (selandjutnja
disebut : pengusaha) untuk mengerdjakan dan menanami
tanah itu dengan tanaman-tanaman jang umurnja kurang
dari satu tahun, sedang hasil dari usaha itu dibagi antara
mereka kedua fihak tersebut;
b- pemilik tanah pertanian ialah pula orang jang dengan
sesuatu hak atas tanah atau — dengan djalan bagaimana-
pun — mempunjai penguasaan penuh atas tanah itu ;
c. hasil ialah tanaman jang diusahakan ditanah tersebut sub
a dari pasal ini, sesudah dipotong dengan upah pengetam.
Pasal 2.
1. Gubernur diwadjibkan setjepat mungkin berusaha de­
ngan djalan damai agar supaja oleh pemilik dan pengusaha
diadakan perdjandjian tertulis didepan pegawai jang ditundjuk
oleh Gubernur, tentang mengusahakan tanah pertanian dengan
tjara bagi hasil, baik buat tanaman jang ada, maupun tanaman
jang akan datang ;
2. Dalam perdjandjian tersebut dalam ajat (1) a. 1. di-
tegaskan, berapa dari hasil tanah itu akan mendja i agian
pemilik dan pengusaha masing-masing;
3. Mengenai besarnja bagian masing-masing da
lam ajat (2) Gubernur memberi pedoman jang seadil- j .
Pasal 3*
Dalam mengadakan perdjandjian
dalam pasal 2 fihak pengusaha dapat diwa i tidak ada
berhak untuk itu ; afau djika wakil jar? dem kian tida
ataupun m enurut pendapat Gubernur ti a J
dak selaku itu, oleh orang jan g ditundju

Gubernur dikuasakan untuk ^ ! ^ g “ e?apan)J' dari hasil


ngetam, asal tidak kurang dan Vs (seperaei p
tanaman jang diketam itu.

Peraturan ini beriaKu ^ ^


dim uat dalam Berita Negara Republik Indonesi

Djakarta, 7 Mei 1952.


M enteri Dalam N e g e r i:

Mr. MOHD. ROEM.


Lampiran: XXV.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R. I.
Nr 320. KABUPATEN BONDOWOSO D-AN DJEMBER. TANAMAN
TEMBAKAU, PENETAPAN UANG SEWA TANAH. Keputusan
Menteri Dalam Negeri, tentang penetapan uang-sewa tanah untuk.
tanaman tembakau musim 1952/1953 didaerah Kabupaten Bondo­
woso dan Djember.
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Nr. 4 tahun 1952.
MENTERI DALAM NEGERI.
Berkehendak menetapkan uang sewa tanah untuk tanaman
tembakau musim 1952/1953 didaerah Kabupaten Bondowoso
dan Djember (karesidenan Besuki);
Membatja surat Gubernur Djawa Timur tertanggal 8 April
1952 Nr. BA/16 A/317 ;
Mendengar djuga laporan lisan dari utusan Gubernur Djawa
Timur dan Residen Besuki;
Mengingat akan pasal 8b dari Grondhuur-ordonnantie (Stbl.
1918 Nr. 88) sebagai telah diubah dan ditambah, terachir de­
ngan Undang-undang Darurat Nr. 6 tahun 1951;
Dengan persetudjuan Menteri Pertanian dan Menteri Per­
ekonomian ;
Memutuskan :

Pasal 1.

Pasal 2.

Setudju: Djakarta, 9 Djuli 1952.


Menteri Perekonomian, Menteri Dalam Negeri,
Mr. SOEMANANG Mr. MOH. ROEM.
Menteri Pertanian.
MOH. SARDJAN.
Lampiran: XXVIa.

LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nr. 1, 1952. TANAH. BARANG TETAP. PEMINDAHAN


DAN PEMAKAIAN. Undang-undang Darurat
Nr. 1 tahun 1952, tentang pemindahan dan
pemakaian tanah-tanah dan barang-barang
tetap jang lainnja jang mempunjai titel me­
nurut Hukum Eropah. (Pendjelasan dalam
Tambahan Lembaran Negara Nr. 182).
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Menimbang:
a. bahwa disebabkan keadaan darurat, maka belum ada
kesempatan jang tjukup untuk mengatur kedudukan
tanah dalam umumnja dan chususnja barang-barang
tetap jang lain-lain, selaras dengan kehendak sifat
Negara jang merdeka;
b. bahwa diantara segala matjam barang-barang tetap
tersebut, maka kebutuhan jang sangat dirasai untuk
mengurusnja dengan segera, ialah barang-barang tetap
jang sekarang ini mempunjai titel menurut hukum
Eropah ;
c. bahwa oleh karena itu, maka diperlukan lebih dahulu
mengadakan peraturan sementara mengenai urusan
perpindahan hak atau pemakaian barang-barang tetap
jang mempunjai titel menurut hukum Eiopah,
d bahwa oleh karena keadaan-keadaan jang mendesak
peraturan itu perlu segera diadakan ;

Mengingat:
pasal 96 ajat (1) Undang-undang Dasar Sementara
Republik Indonesia ;
Me n d e n g a r :
pendapat Dewan Menteri pada rapat ke - 22 pada tang­
gal 31 Djuli 1951;
Menetapkan:
Undang-undang Darurat tentang pemindahan dan p e­
makaian tanah-tanah dan barang-barang tetap jang lain­
nja jang mempunjai titel menurut Hukum Eropah.
Pasal 1.
(1). Dalam menunggu peraturan jang lebih landjut, maka buat
sementara setiap serah pakai buat lebih dari setahun dan
perbuatan jang berwudjud pemindahan hak, mengenai
tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnja, jang mem­
punjai titel menurut hukum Eropah hanja dapat dilakukan
setelah mendapat izin dari Menteri Kehakiman.
(2). Semua peraturan jang ada jang bertentangan dengan ajat
(1) buat sementara ditunda berlakunja.
(3). Semua perbuatan jang dimaksud dalam ajat (1 ) jang dila­
kukan diluar idzin Menteri Kehakiman dengan sendirinja
batal menurut hukum.
Pasal 2.
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari di-
undangkan. Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja,
memerintahkan pengundangan Undang-undang Darurat ini de­
ngan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta,
pada tanggal 2 Djanuari 1952.
Presiden Republik Indonesia :
SOEKARNO.
Menteri Kehakiman :
MOEHAMMAD NASROEN.
Diundangkan
pada tanggal 2 Djanuari 1952.
Menteri Kehakiman :
MOEHAMMAD NASROEN.
Lampiran: XXVI b.
TAMBAHAN
L E M B A R A N N E G A R A R. I.

Nr. 182. TANAH. BARANG TETAP. PEMINDAHAN DAN


PEMAKAIAN. Pendjelasan Undang-undang Daru-
rat Nr. 1 tahun 1952 tentang pemindahan dan
pemakaian tanah-tanah dan barang-barang tetap
jang lainnja jang mempunjai titel menurut Hukum
Eropah. .
Semendjak beberapa waktu pada pelbagai Kementerian
jang berkepentingan telah dimulai pekerdjaan-pekerdjaan per-
siapan jang dibutuhkan untuk pembangunan hukum baiang a
rang tetap jang baru, sebagai ichtiar hendak memenuhi e oen a
kehendak lain termaktub didalam Undang-undang Dasar eme
tara, umpama chusus pasal 38.
Sedang ichtiar ja n g dimaksud oleh karena pelbagai e s u -
an-kesulitan belum lagi selesai, maka dalam perhubunga
lintas kedapatan perbuatan-perbuatan mengenai L
tetap, ja n g dichawatirkan dikemudian hari apa
penglaksanaan ichtiar Pem erintah jang dima su = ‘ j ajjan
Teristimewa ditjatat disini, bahwa semendjak
kedaulatan telah banjak kedjadian barang- ar asing.
dahkan haknja atau pem akaiannja kepa a ,. h orang
Bukanlah m aksudnja Pem erintah hen a ^
asing m endapat hak atas sesuatu. b 8 indah tangan
m anakala telah banjak barang-barang , , ^ kalaU dikemudian
kepada pihak asing, maka dichawatinvai fu peraturan guna
hari setelah ichtiar Pem erintah itu te dipikir-pikir-
didjalankan akan terganggu harapan- ar muntjul keketje-
kan oleh orang-orang asing itu, sehingg
waan dalam dirinja. , .. „ ocm itu iang dapat
Supaja terhindar sesuatu ke: es ] ^ tamu_tamu kita
merusakkan perhubungan baik anta bilamana sekarang ini
orang-orang asing itu, maka sebaiknja , pemakaian
dimulai dengan pen^awasan atas pemindahan atau p
hak-hak atas barang-barang tetap itu. hukum perdata,
Oleh karena sSal jang dihadapi“ ^ “ iT p e n tin g a n
maka Pemerintah merasa lebih akan terdj g
bilamana pengawasan itu diserahkan chusus kepada Menteri
Kehakiman.
Tinggal lagi pendjelasan tentang istilah-istilah jang dipakai,
jaitu pemindahan hak. serah pakai barang-barang tetap jang
mempunjai titel menurut hukum Eropah.
Sebagai ternjata dari pertimbangan Undang-undang ini,
istimewa dibawah huruf c, buat sementara tidak akan dising-
gung hal-hal mengenai tanah dan lain-lain „barang-barang tetap”
jang bertakluk kepada hukum adat dan tanah jang telah diberikan
dengan hak agrarisch eigendom. Maka teranglah, bahwa hak atau
pemakaian tanah dan lain-lain barang tetap jang bertakluk ke­
pada Kitab Undang-undang Perdata (Burgerlijk Wetboek) se­
bagai chususnja dimaksudkan dalam pasal 506. 507 dan 508
„Kitab Undang-undang Perdata” tersebut.
Dari pasal-pasal jang dimaksud kenjataan, bahwa ada ba­
rang-barang jang hubungannja dengan tanah tidak begitu rapat,
sedangkan Undang-undang Darurat jang sekarang hendak me-
ngawasi semua tanah dan semua barang jang begitu rapat
hubungan dengan tanah, sehingga kepentingannja sama besarnja
dengan kepentingan tanah, sehingga maksudnja hendak me-
ngawasi semua perpindahan atau pemakaian barang-barang tetap
jang penting-penting itu diserahkan kepada pertimbangan
Menteri Kehakiman.
Jang dimaksudkan dengan pemindahan hak tanah dan lain-
lain barang tetap, ialah sebagai jang dimaksud dalam pasal 584
Kitab Undang-undang Perdata dengan istilahnja :
„Overdracht of levering ten gevolge van enen rechtstitel
van eigendomsovergang afkomstig van degene, die gerechtigd
was om over de eigendom te beschikken” .
Jang dimaksud dengan istilah serah pakai, ialah selain dari
sewa-menjewa tiap-tiap perbuatan sipemilik jang ditundjukkan
kepada berdirinja hak-hak jang dimaksud dalam pasal 508 Kitab
Undang-undang Perdata, Nr 1 sampai dengan Nr 6.
Termasuk Lembaran Negara Nr 1 tahun 1952.
Diketahui :
Menteri Kehakiman,
MOEHAMMAD NASROEN.
Lampiran: XXVIc.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I.

Nr. 183. TANAH. BARANG TETAP. UNDANG-UNDANG


DARURAT Nr. 1 TAHUN 1952. PELAKSANAAN.
Keputusan Menteri Kehakiman, tetang pelaksa-
naan Undang-undang Darurat Nr. 1 Tahun 1952,
mengenai pemindahan dan pemakaian tanah-tanah
dan barang-barang tetap lainnja jang mempunjai
titel menurut Hukum Eropah.
Tanggal 7 - 1 - 1952. Nr. JS. 5/1/19.
MENTERI KEHAKIMAN.
Menimbang:
bahwa untuk pelaksanaan undang-undang darurat Nr. 1
tahun 1952 tentang pemindahan dan sebagainja. (Lem­
baran Negara 1952 Nr. 1) perlu ditundjukkan pembe-
sar-pembesar jang atas nama Kami akan mengeluarkan
idzin jang dimaksud dalam undang-undang itu serta
ditetapkan instruksi (petundjuk) untuk pembesar-pem-
sar itu ;
Mengingat:
Lembaran - Negara 1952 Nr. 1 ;
Men den gar:
Rekan kami, Menteri Dalam N egeri;
Memutuskan :
Pertama:
Menundjukkan Djaksa-djaksa pada Pengadilan-penga-
dilan Negeri sebagai pembesar-pembesar jang atas
nama Kami akan mengeluarkan idzin-idzm jang di­
maksud dalam pasal 1 Lembaran-Negara 1952 Nr. l.
Kedua:
Menetapkan instruksi sebagai berikut .
PclScll 1•
1. Setelah diterima surat permohonan rangkap tiga untuk
memperoleh idzin, maka Djaksa pada Pengadilan^ Negeri jang
daerah hukumnja meliputi daerah kabupaten, dalam mana ter-
letak barang tetap jang bersangkutan, dengan segera meminta-
kan fatwa Bupati kabupaten jang tersebut.
2. Bupati untuk menjiapkan fatwanja mengadakan peme-
riksaan, dalam mana antara lain-lain diperhatikan faktor-faktor
politik dan ekonomis jang mempunjai pengaruh atas transaksi
jang bersangkutan.
3. Djika Djaksa tidak bersesuaian faham dengan fatwa
itu, maka surat-surat jang bersangkutan dikirimkannja langsung
kepada Kami, dalam mana Kamilah jang akan memutuskan apa-
kah idzin itu dapat atau tidaknja diberikan.
4. Djaksa memberitahukan keputusannja dengan membu-
buhi pernjataan ,,diizinkan” dengan diberi tanggal dan ditanda-
tangani olehnja pada surat permohonan rangkap tiga itu;
selandjutnja sehelai surat parmohonan itu dikirimkannja keffi-
beli kepada sipemohon dan sehelai disampaikannja kepada
Kami.
5. Djaksa mendaftarkan surat-surat permohonan jang
diterimanja itu dengan mentjatatkan dalam daftar itu : isi
ringkas permohonan itu, tanggal penerimaan fatwa, tanggal
fatwa diminta dari Bupati, tanggal penerimaan fatwa itu, isi
kesimpulan fatwa itu, keputusan djaksa dan tanggalnja serta
tanggal pengembalian dan pengiriman surat-surat jang bersang-
kutan kepada sipemohon dan kepada Kami.
Pasal 2.
1. Djika diadakan lelang, baikpun lelang atas kemauan
sendiri maupun lelang karena mendjalankan keputusan hakim,
maka idzin jang diperlukan itu baru dapat dimintakan setelah
selesai lelang itu.
2. Djika idzin jang dimaksud tidak diperkenankan kepa­
da orang jang pada lelang itu paling tinggi tawarannja dan
kepada siapa tertunda barang jang terlelang itu, maka idzin itu
dapat diminta oleh orang berikut jang tawarannja pada lelang
itu paling mendekati tawaran tertinggi itu dan djika kepada-
njapun tiada diperkenankan idzin itu, maka oleh orang berikut-
nia pula dalam tinggi tawarannja dan begitulah seterusnja,
ketjuali djika dalam sjarat-sjarat lelang itu dimasukkan pem-
batasan tawaran jang paling rendah, dalam hal mana, apabila
tidak diperkenankan idzin kepada semua orang jang tawarannja
iebih tinggi pada achirnja hanja jang dalam pembatasan harga itu
paling rendah tawarannja dapat memintakan idzin itu.
Pasal 3.
Oleh Kami dapat ditetapkan dalam hal-hal jang mana dapat
dikeluarkan idzin oleh djaksa dengan tak memerlukan fatwa
Bupati.
Pasal 4.
Apabila timbul keragu-raguan apakah sesuatu idzin di­
perlukan atau tidak, maka Djaksa jang ragu-ragu itu, demikian
djuga pegawai pemindahan hak jang ragu-ragu itu memadjukan
hal itu kepada Kami supaja Kami putuskan.
Pasal 5.
Djaksa dan Bupati haruslah sebaik-baiknja supaja segala
permintaan-permintaan itu dapat diselesaikan selekas mungkin.
Sedapat mungkin dan selekas mungkin haruslah keputusan atas
permintaan-permintaan itu telah diberitahukan dalam satu bu­
lan setelah diterima permintaan-permintaan itu. Apabila perlu
diperpandjangkan djangka waktu itu, selama-lamanja hanja
boleh sampai tiga bulan, maka hal memperpandjang itu harus­
lah setiap kali dilapurkan kepada Kami dengan didjelaskan
segala keadaan-keadaan jang memerlukan perpandjangan i u.

Ketiga:
Menetapkan, bahwa surat keputusan ini akan dimasuk an
dalam Tambahan Lembaran-Negara.
Menteri Kehakiman,
Mr. MOEHAMMAD NASROEN.
Lampiran : XXVId
TAMBAHAN
LEMBARAN- NEGARA R. I.

Nr. 211. TANAH. BARANG TETAP. UNDANG-UNDANG


DARURAT Nr 1 TAHUN 1952. PELAKSANAAN.
TAMBAHAN.
Keputusan Menteri Kehakiman tentang instruksi tambahan
mengenai pelaksanaan Undang-undang Darurat Nr 1 tahun
1952, tentang pemindahan dan pemakaian tanah-tanah dan
barang-barang tetap lainnja jang mempunjai titcl menurut
hukum Eropah.
K e p u t u s a n Menteri Kehakiman
tanggal 22 Pebruari 1952.
No. J. A. 10/9/5.
MENTERI KEHAKIMAN:
Menimbang : bahwa untuk kesempurnaan pe­
laksanaan Undang-undang Darurat Nr 1 tahun 1952
tentang pemindahan dan pemakaian tanah-tanah
dan barang-barang tetap jang lainnja jang mempu­
njai titel menurut Hukum Eropah, perlu ditundjuk-
kan bagi tempat - tempat diluar daerah kabupaten
lain-lain pembesar untuk melakukan_ kewadjiban-
kewadjiban seperti jang dimaksud dalam pasal 1
dan pasal 5 ajat 2, Keputusan Menteri Kehakiman
tanggal 7 Djanuari 1952 Nr. J.S. 5 /1 /1 9 ;
Mengingat : Lembaran-lembaran-Negara 1952
No. 1 dan Tambahan Lembaran-Negara 1952 Nr 183.
Mendengar : Menteri Dalam N eg eri;
Memperhatikan : surat Menteri Agraria tanggal
29 Djanuari 1952 Nr 591 /KA-52 ;
MEMUTUSKAN:
P e r t a m a : Menetapkan Instruksi Tambahan se­
bagai berikut : Bagi tempat-tempat dalam lingkung-
an daerah Hukum Pengadilan Negeri, dimana tidak
ada berkedudukan, seorang Bupati, maka tugas Bu­
pati sebagai tersebut dalam keputusan Menteri Ke-
hakiman tanggal 7 Djanuari 1952 Nr J.S. 5/1/19
dilakukan :
a. dalam daerah Kota Pradja jang merupakan kota
besar atau kota ketjil, oleh Wali Kota jang ber­
sangkutan atau atas namanja oleh seorang pe­
gawai Kota Pradja jang ditundjuknja ;
b. diluar daerah-daerah Kota Pradja, oleh seorang
pegawai jang kedudukannja dapat disamakan
dengan seorang Bupati dan djika dalam hal itu
ada keragu-raguan, maka pegawai sebagai jang
ditundjukkan oleh Gubernur jang bersangkutan.
K e d u a : Menetapkan, bahwa surat keputusan ini
akan dimasukkan dalam Tambahan Lembaran-Ne­
gara.
Menteri Kehakiman :
MOEHAMMAD NASRUN.
Lampiran : XXVIIa
KUT IPA N dari buku daftar surat - surat
putusan Menteri Dalam Negeri.
No. Agr. 12/5/14.
DJAKARTA, 28 DJUNI 1951.

MENTERI DALAM NEGERI:


Menimbang : a. bahwa untuk mentjegah, setidak-tidaknja
mengurangi berlangsungnja pengambilan
tanah perusahaan perkebunan didaerah
Sumatera Timur, propinsi Sumatera Uta-
ra, oleh orang-orang jang tiada berhak
dan dengan tjara tiada teratur, perlu di-
sediakan dalam waktu jang singkat tanah-
tanah jang tjukup luas untuk dibagi-ba-
gikan setjara adil dan rasionil kepada
orang-orang, terutama petani-petani, jang
menghadjatinja ;
b. bahwa dalam bulan September 1950 oleh
Acting-Gubernur Sumatera Utara sebagai
wakil Pemerintah Pusat Republik Indo­
nesia, dan Pengurus Deli Planters Veree-
niging, sebagai wakil dari Perusahaan-
perusahaan perkebunan tembakau di Su­
matera Timur, telah diadakan persetu­
djuan prinsip, bahwa Pemerintah R. I.
bersedia mengganti hak consesi dengan
suatu hak benda atas tanah jang luasnja
tidak melebihi 125.000 ha untuk paling
lama 30 tahun, sedang pihak D. P. V. ber­
sedia mengembalikan semua tanah-tanah
selebihnja kepada N eg eri;
Menimbang pula : bahwa penjelesaian reorganisasi pemakaian
tanah oleh perusahaan-perusahaan perkebun­
an didaerah Sumatera Timur setjara in-
tegraal, jang akan diselenggarakan dengan
suatu undang-undang, akan makan waktu
agak pandjang sehingga sebelum terbentuk
dan mulai berlakunja undang-undang te “
but, perlu diambil tindakan sementara
Mengingat : surat Acting Gubernur Sumatera Utara ter-
tanggal 19- 9-1950 No. 291/2/P S U dan
4U,10/6kami tGrtanggal 9 ' 10 ' 1950 No. H

MEMUTUSKAN:
Kesatu ; Membenarkan :

a. pemakaian tanah-tanah Negeri jang sekarang


dikuasainja dengan hak consesi oleh perusa­
haan perkebunan tembakau di Sumatera Ti­
mur seluas maximum 125.000 ha, dengan hak
benda, untuk waktu paling lama 30 tahun dan
dengan sjarat-sjarat Iain jang akan ditetapkan
oleh Pemerintah dikemudian hari;
b. penjerahan kembali tanah-tanah selebihnja
dari 125.000 ha itu oleh perusahaan-perusa­
haan perkebunan tembakau tersebut diatas
kepada Negeri.
Kedua ; Letak tanah-tanah, baik jang akan dilangsungkan
ditangan perusahaan-perusahaan perkebunan tem­
bakau, maupun jang akan dikembalikan kepada
Negeri, ditundjuk oleh Gubernur Sumatera Utara
dengan persetudjuan perusahaan-perusahaan jang
bersangkutan.
K e ti g a ; Penundjukan dan penjerahan kembali tanah -
tanah kepada Negeri harus sudah selesai dalam
tempo 3 bulan, terhitung mulai tanggal dikeluar-
kannja surat keputusan ini.
K e e m p a t : Sampai ada ketetapan lain, pembagian tanah-
tanah jang diserahkan kembali kepada Negeri
dilakukan menurut pedoman jang> sekarang di­
djalankan di Sumatera Timur.
S A L I N A N dari surat keputusan ini dikirinikan kepada :
1. Perdana Menteri di Djakarta. 2. Semua Menteri.
3. Gubernur Sumatera Utara di Medan. 4. Pe-
ngurus D. P. V. di Medan. 5. Pengurus A.V.R.O.S.
di Medan.
1, 2 dan 5 untuk diketahui,
3 dan 4 untuk dilaksanakan seperlunja.—

Menteri Dalam Negeri,


Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo.

Kepada
Gubernur Sumatera Utara
di
MEDAN.
Lampiran: XXVIIb.
S A L I N A N dari Daftar Ketetapan-Ketetapan Gubernur
Propinsi Sumatera Utara.
No.: 36/K Agr. M E D A N , 28 SEPTEMBER 1951.
GUBERNUR PROPINSI SUMATERA UTARA.
Menimbang : bahwa untuk memenuhi bunji Keputusan Men­
teri Dalam Negeri tanggal 28 Djuni 1951
No. Agr. 12/5/14 pei'lu diadakan. penghun-
djukan dari tanah-tanah Negeri jang sekarang
dikuasai dengan hak konsesi oleh perusahaan-
perusahaan perkebunan tembakau di Suma­
tera Timur :
a. seluas maximum 125.00 ha, jang akan di-
benarkan pemakaiannja dengan hak ben­
da, untuk waktu paling lama 30 tahun dan
dengan sjarat-sjarat lain jang akan ditetap­
kan oleh Pemerintah dikemudian hari ;
b. selebihnja dari 125.000 ha, seperti dimak-
sud sub a. jang oleh perusahaan perke­
bunan tembakau akan diserahkan kembali
kepada N e g e r i;
Memperhatikan : usul-usul dan andjuran-andjuran Komisi Agra­
ria Sumatera Timur, jang dibentuk dengan
surat Ketetapan kita tanggal .15 Agustus 1951
No. 26/K/Agr.;
Mengingat . kata sepakat jang tertjapai dengan Deli Plan­
ters Vereniging pada pertemuan tanggal
Septem ber 1951 di kantor kita.

MEMUTU SKAN :
KESATU : Menghundjuk tanah-tanah untuk keperluan Peru­
sahaan perkebunan tembakau di Su™atera T™
jang bereabung pada Deli Planters Vereniging di
Medan, seluas maximum 125.000 ha,
masuk sebahagian tanaman berumur Pancl^ §
(overjarige cultures), jang akan dibenarkan pema-
kaiannja dengan hak benda m enurut U ndang-.
Undang, dengan sjarat-sjarat dan ketentuan-keten-
tuan jan g kem udian akan ditetapkan oleh P em erin ­
tah, ja ’ni sebagaimana dinjatakan pada peta ja n g
terlam pir, ukuran 1 : 100.000, dimana tanah-tanah
itu ditjantumkan dengan warna biru m uda, dengan
sjarat-sjarat :
I. Tentang tanah-tanah ditepi-tepi djalan :
Tanah-tanah ditepi djalan umum kiri-kanan
antara kota-kota :
a. Tandjung Pura — Bindjei — Medan —
Tebing T in ggi;
b. Medan — Bandar Baru ;
selebar 250 meter dari tepi djalan masuk
kedalam dikembalikan kepada Pemerintah.
Penjerahan kembali kepada Pemerintah atas
tanah-tanah tersebut pada ajat a. dan b. tidak
berlaku pada bahagian-bahagian tanah diatas
dimana ada terdapat bangun-bangunan berikut
pekarangannja dari pihak perkebunan jang sa­
ngat diperlukan olehnja seperti rumah-rumah,
kantor-kantor, gedung-gedung, bangsal-bangsal,
djalan-djalan air, djalan-djalan kendaraan, ta­
naman djati dan bambu, jang belum diduduki
oleh rakjat pada tanggal ketetapan ini.
II. Tentang tanah-tanah persawahan.
Tanah-tanah persawahan jang sudah ada, dise­
rahkan kembali oleh Perusahaan Perkebunan
kepada Pemerintah.
III. Tentang tanah-tanah pekampungan dan kota
serta tanah-tanah jang diperlukan untuk peng-
luasan-pengluasannja.
Tanah-tanah perkampungan sekarang dan peng-
luasan-pengluasannja buat dikemudian hari
untuk selama 30 tahun akan ditentukan dan
diserahkan kepada Pemerintah jang patut luas­
nja buat menampung pertumbuhan penduduk
kampung jang dimaksud.
IV. Tentang tanah-tanah dipinggir sungai dan ke-
liling mata-mata air :
Tanah-tanah km-kanan sungai-sungai dan anak-
anak sungai jan g mana airnja terus menerus
mengalir, sepandjang minimum 50 meter
diukur dari pinggir sungai-sungai dan anak-
anak sungai itu dan sekeliling mata-mata air
minimum 100 m eter diukur dari pinggirnja
w adjib dihutankan atau ditanami dengan po-
hon-pohon keras seperti djati, rumbia, bambu,
djuar dan lain-lain jang diperlukan untuk usa-
hanja serta diurus oleh pihak perkebunan,
untuk m entjegah adanja erosi dan lain-lain.
Tanah-tanah jang didalam lingkungan djarak
50,— dan 100,— meter jang dimaksud, dihi-
tung masuk dalam luas maximum jang
125.000.— ha tersebut diatas.
KEDUA Tanah-tanah jang selebihnja dari 125.000.— ha jang
dimaksud dalam ajat kesatu diatas diserahkan kem­
bali kepada Negeri.
KETIGA Apabila dikemudian hari ternjata perlu diadakan
perubahan-perubahan mengenai tanah-tanah jang
dihundjuk, maka perubahan-perubahan ini dapat di­
adakan sesudah dilangsungkan perundingan dengan
Perusahaan-perusahaan Perkebunan Tembakau.
SALINAN dari surat keputusan ini dikirimkan kepada :
1. Perdana Menteri di Djakarta. 2. Semua Menteri-
Menteri. 3. Bupati Deli dan Serdang di Medan.
4. Bupati Langkat di Bindjei. 5. Kepala Djawatan
Kepolisian Sumatera Utara di Medan. 6. Kepala
Kedjaksaan di Medan. 7. Ketua Pengadilan Negeri
di Medan. 8. Ketua Pengadilan Negeri di Bindjei.
9. Pengurus Deli Planters Vereniging di Medan.
10. Pengurus A. V. R. O. S. di Medan.
1 2 5 6, 7, 8. 1° untuk dimaklumi,
3, 4, dan 9 untuk dilaksanakan seperlunja.
Sesuai bunjinja dengan Daftar tersebut :
Sekertaris,
dtt.
Tengku Soelaiman.
Lampiran: XXIX.
DAFTAR TANAH-TANAH PARTIKELIR JANG
BELUM DIKEMBALIKAN HINGGA SEKARANG. *)

^°" ! Nama tanah partikelir I Luasnja ] Nama pemiliknja.


urut na. i
1. A n t j o l 21 Ong W ie T in , T jid e n g - T im u r
N o . 3 D ja k a r ta
2. B id a r a T jin a 44 A h liw a r is Lam v K o e i L io n g
3. D ja ti 66 „K on g K oan”
4. D je la m b a r (Z o e te n d a l) 437
5. S c h o o n z ig t 3 »
6. T a n d ju n g L e n g k o n g 241 »»
7. G u nun gsari 51 I >>
8. D ja ti - T im u r 10 S tic h tin g S a le h A bdat W akaf
9. D je m b a ta n B e s i 66 G ouw H ie S ia n g
10. D je p a n g /P e d jo m p o n g a n 461 N .V . M ij. tot E x p l. van ■
V a s tig h e d e n H an T ia n g K it
11. G ang K en ari 6 S ech S a lim b in A w ab B a lo e w e l
12. K e b o n b a r u K e t jil 12 ! O e m a r M o e b a r a k B a lw a e l
13. K e b o n s ir ih 14 S ech O e m a r b in A b d u lla h b in S a id
B a s a la m a h
1
14. K e m a jo r a n - T im u r 51 N .V . M ij. tot E x p l. van V a s tig ­
1 heden „ K e m a jo r a n O ost” .
15. K r a m a t S a w a h (G g . S e n tio n g ) 5 N .V . B ouw M ij. K ram at Sawah.
16. K w ita n g B a r a t 35 N .V . B o u w M ij. A l - K a f f .
17. S o l i t u d e 50 N .V . A l g e m e e n S p a a r - & D e p o s it o j
B ank.
18. L o n t a r IX (S e n tio n g ) 4 N .V . M ij. to t E x p l. v. Grondeigen-
dom m en E u r a z ie I.
19. M a n is a n K e b o n N anas 16 | C h . S im Zech a.
20. M e la ju B esar 569 | L oa Sek H ie dan L oa Sek T jo e .
21. Padem angan 213 | H e n d r ik F r e d e r ik de G root 1 /6
| L auren s de G root 2 /6
| W ille m P ie te r de G root 3 /6 .
22. P akem bangan 10 | A h liw a r is T a n J o e N io (is t e r i d a r i
| L ia u w K e n g ).

*) L a m p ir a n p id a to M e n t e r i D a la m N e g e r i d a la m p e m b it ja r a a n U ndang-
undang p e n g e m b a lia n ta n a h p a r tik e lir di D ja k a r ta d im u k a P a r le m e n
12 P e b r u a r i 1953.
I
X

s
e
*03
g
o
C O O (D C O ^W C O 0W W C 5^iocO C O C O l> o
I0O

346.909
289.820
244.705

591.379
609.298
597.865
^ l > 0 5 ^ M H ^ 0 5 ^ ( O I > I > C O O O C O ( O l >
C D N W ^ ^ C O C q c q ^ C O O J C O Q M M C D C O 5
IUIBUB;ip ^ H CD IO H CO oi O H r i Ifj CO CO ID If5 CO
tH CO CO 1 C rH rH t-H rH |>
Suet ijejm n tQ
.3
-4->
a
cn

19.750
1.504
59.616

1.073.448

1.079.202
1.074.112
140.390

6.708

482.268
352.419
93.095

18.417

567.245
2.307
14.368

8.604

26.056
14.428

7.499

2.302

5.408
32.416
114.377
BCasenx qeiuinCg

a
a

1.181
483

1.182
514
655

1.187
t -I D O O fflO C -n n o jO Q t -r t ^ t -N I D
UBUnq95[J9(J N H1 CO H
>-1 I-t
(MC<1 00 <N IM>-H
T-l
EfusjBCuBq qG[uinr(x

87.984
13.118
37.685
30.457

102.540
100.003
14.900
574
53

4.788

1.665
5.980
506

1.576
473

575

914
141

5.388
177

17.267

89.624
38.100

101.394
104.043
14.900

32.747
1.665
574
506

141

914
1.576
5.980
5.159
177

53

575
482

5.398
PENGUSAHA

I
i
!

i
| | i-i « h in M |< n c o | | io > n a CO 00 CO H CO 00
m co co ^ co
tH t—< t-4
DALAM
JANG ADA
PERKEBUNAN - PERKEBUNAN
KEADAAN HUKUM TANAH
DIBAGI MENURUT
DIBERIKAN KEPADA
JANG
(HEKTAR)
LUAS TANAH

e
a
s0)

2 2 rt Q *c? W
)
ca S ^ .2 H g ^
!3
-J Qmf KEHf UMMa a QM^MMg j q
<N CO O CSJ 03 o in CO C- CO t- ca ca o 05 CO 05 l> CO
n u e u B iip t- CO o CO rH 05 rH ca n< ca o in O CO CO CO <N
<N rH in CO 05 t- CO rH o CO CO o in CO p tJJ p
3 u b C q e ju m C Q ; CO c4 t> O o ca CO 0 5 rH CD CO CO cd co
T—( rH CQ 0 5 CO 05 D-
CO CO CO ca in in

cq ca in t - o 00 CO ca rH rH t- o CO CO CO ca co CO CO CO d
CO 1
05 CO CO t —I 00 r> CO CO rH ca in rH D'* t-H CO CO ^ o
eC usenx q c iu in C Q <N p in H 05 <N rH ca p o p in in ca rH I > CO CO p cq p
|> rH CO (N in I > rH CO CO CO CO 0 5 [> CO t > rH in
t- (M (M in rH ca rH r™ CO CO rH CSJ o
rjj
CO P 0 5 CO
rH rH rH rH
cO

o tr - OiCOtMCOOCOCDOiCaOlCOOD IO N H 05 in
t-H C-lt—( CO rH Ca cj in t> rH rH rH
UBunqojfjacI (M
(N CO CO N IN N N

B tu ^ B C u B q q B iu in C Q p&
u

cas3

iu ib u b ; O 05
CM C-
t- t> CO
05 05 CD
CO
-ip SlIBf
Q
co

m 3
O i 0 5 l>
BtUSBHT I I I 1 I I 1 ! i I I C3 £— O
H
O
H
I>
CO
*5 <11
PENGUSAHA

ni is
C "O
«
E-I acunq3>[J3cI
I I 1 ! I ! I II II I
BCUHBCUBa
DALAM

CO o t> O CO t> o CO CO CO t- o 05 in
^ o w ^ in CO CO CO CO 05 in hes
lunmejip CO
CO o o co i> h ir: CD p CO M 0
ca ca ca irj i> co co co 6
3 U B f O CO CO O N r-
« N 'f f J *4*
DIBERIKAN KEPADA PERKEBUNAN - PERKEBUNAN JANG ADA

oCSJ 05 CO O CO f * H 05 w m C5 rH r ~
a
o Cu ;
rH
CO I 1 co ©
co inm ca oo
i-4 co CO
CO
in ^
CD
ts*
CO
C>1 T-» &
p CO ov
M b s b r t
05
CO
05 co co ^ lo h CO in h
0 5 (M
co
CO
CO O
co in ^
r-i

Cl CO co co in 05 05 05
&03
C
DIBAGI MENURUT KEADAAN HUKUM TANAH

co h co in co H CO CO 05 CO 05
rH in co co H
u c u n q 0 J iJ 3 ( 3 <N M m h ^ CO
^ CO
^
TjCunctuea;

^ W O N f f l ^ O i n c O M W O N M N CO CO CO t- 05 in
M ID H r-t m o
o TUIBUB}ip C 0 C 0 O 0 5 C 0 C 5 H r i < t » H I > C 0 0 5 O C 0
O D H iO N N O )l>fl) l> CO in ^ LO H T-i CNj C5 in 05 co
10 S3 i> in co oi oi ^
C5
3
»-<
gUCf r-i CO N H
(M
O O
T-H ( N
CO N CO H
CO l> CO in in in

2 s0)
p £
3
. . •+-> t » N i n M O C 0 C 0 N 0 5 H 0 ) M i n C D t > m co O 05 m^
co ca r-
< ® C 0 C 0 C O C O C 0 D ' C O t ' C 5 i n O 5 i n H C 0 in t> 05
3 ^
E fU S E n i
N O W i n C O N H N H ^ N N <M t-H ^ i> i>
EH :h £ in t>
ca m O O CO ^
CSJ
CO 1> O CO
CO CO CO
o d oi
co in in
< «4_j ^ ^
ca .H ;
o Ph W
< Ol
■C
cs M W M M T-HO (N
N ^ C tO-H t CS]* C D CS1C O M CO CO co
CO 1> CO
c D- I> t-
n u e u n q 9 J iJ 9 d

nCu^BCuBg

IUIBUCiip CO CO ^
rC
OC^OH
I I
yucf H
a
rz} c
S 2
(HEKTAR) JANG

e. 5?
b Cu s b i i t ;
t—^
rH
«—
iH TF

CO COE>
i

UBunqajfjad
ECmiBCueg I I I I ! I I i I I I
LUAS TANAH

in
iu ibu b ; in CS] o
o
-ip gUBf I ! I " I I I ! ” I I i p CS1

•4->
CO
.s
v
sa> in
o o
CO in
co in t’ o
Ph b Cusbht ; CO o
t-
o
i>
i>

M
J3
nj
a
CtS
H
uBunqajjaod
BtalBtUBa

rO
cCO
K
> < 0)
co si
CO
X Pi
X H (1)
Sh
<1 CO 3 a
W}

Q CO s CO c o>

C3 C3 PQ Eh S i t o
s- W bJD « «d d o
T3
c
^ CO=3 CO CO i § rQ HH

•2 S3 ,Q «3 sco § s Ui — B
•c-» C3 c3
I--J
P h D X2
o
o. S s I % M "*.S
s aS3 lc j aS3 •fH S £
C5 5♦ 3r-5 S
Q> C«O C«O 3CO 3CO 3“ I■—« -3
s -s CO
co « .§ 3 £3
tn H W 5 a 0 2 Eh
Lam piran : XXIX.
DAFTAR TANAH-TANAH PARTIKELIR JANG
BELUM DIKEMBALIKAN HINGGA SEKARANG. *)

No. j Luasnja
Nama tanah partikelir ^ Nama pemiliknja.
urut j ha.
!• 1 A n t j ol 21 Ong Wie Tin, Tjideng - Timur
1 No. 3 Djakarta
2. |Bidara Tjina 44 Ahliwaris Lauw Koei Liong
3. j Djati 66 ,,Kong Koan”
Djelambar (Zoetendal) 437
4' j Schoonzigt
5. 3
6. |Tandjung Lengkong 241
7- I Gunungsari 51
8. | Djati - Timur 10 Stichting Saleh Abdat Wakaf
9. J Djembatan Besi 66 Gouw Hie Siang
10. | Djepang/Pedjompongan 461 N.V. Mij. tot Expl. van
Vastigheden Han Tiang Kit
11. j Gang Kenari 6 Sech Salim bin Awab Baloewel
12. j Kebonbaru Ketjil 12 Oemar Moebarak Balwael
13. | Kebonsirih 14 Sech Oemar bin Abdullah bin Sait
1 Basalamah
14. |Kemajoran - Timur 51 N.V. Mij. tot Expl. van Vastig
! heden „Kemajoran Oost”.
15. | Kramat Sawah (Gg. Sentiong) 5 N.V. Bouw Mij. Kramat Sawah.
16. j Kwitang Barat 35 N.V. Bouw Mij. Al-Kaff.
17. | S o l i t u d e 50 N.V. Algemeen Spaar-& Deposito
1 Bank.
is . i Lon ta r IX (Sentiong) 4 | N.V. Mij. tot Expl. v. Grondeigen-
1 dommen Eurazie I.
19. ! Mamsan Kebon Nanas 16 | Ch. Sim Zecha.
20. | Melaju Besar 569 j Loa Sek Hie dan Loa Sek Tjoe.
21. j Pademangan 213 | Hendrik Frederik de Groot l/1
1 Laurens de Groot 2/6
! Willem Pieter de Groot 3/6.
22. 1 Pakembangan | 10 1 Ahliwaris Tan Joe Nio (isteri dar
1 1 Liauw Keng).

*) Lampiran pidato Menteri Dalam Negeri dalam pembitjaraan Undang-


undang pengembalian tanah partikelir di Djakarta dimuka Parlemen
12 Pebruari 1953.
23. Pakembangan (Paal Merah) | 6 I Tee Soei Kim.
24. Parapattan - Timur | 9 I Said Aboebakar b. Ali b. Aboe-
I b. Oemar b. Sjahab cs.
25. Parapattan - Barat j 2 I idem
26. Penggarengan | 12 N.V. Percelen Maatschappij.
27. Petamburan | 17 ; Stichting Saleh Abdat Wakaf.
.28. Salemba - Tegalan j 6 I Weduwe & W ezen-Fonds voor
i 1 Eur. Burg. Landsdienaren & Mr.
| 1 Filet.
29. Slingerland | 67 | H.H. Kan.
30. Selipi Selatan 150 j Vennootschap onder de firma
Kong Seng Siong.
31. Struiswijk 13 N.V. Landbouw Mij. Struiswijk.
32. Tanah Momandan 2 N.V. Mij. tot Expl. v. Grondeigcn-
dommen Eurazie I.
33. Tanah Rendah | 18 Ahliwaris Mr. E.J.F. Dunne.
34. Tjampedak (P o 1 o n i a ) 14 M.M. Lachinsky.
35. Tjipinang Prumpung 30 N.V. Bouw en Cultuur Mij. „Tji-
pinang Prumpung”
| 36. Pedoerenan 133 M u a r a c.s.
37. Pondok - Tjina 1310 Ahliwaris Lauw Koei Liong.
38. Tjinere 2150 Ahliwaris Lauw Koei Long.
39. Tjipinang Pondok Bambu 582 idem.
40. Gunung Mas 1396 ! N.V. Cult. Mij. Gunung Mas.
41. Gebruk 35 Thung Siang Keng c.s.
42. Kedung Badak — Tan Som Nio.
43. Tjisarua Utara 1266 | N.V. Cult. Mij. ..Tjisarua Noord”.
44. Kebon Baru/Kampung Dalam 113 Oemar Mubarak Balwael.
45. Mampang Udik 90 Stichting Wakal Talib b. Moham­
mad b. Said Baloewel.
46. Pangadegan Ketjil 2 Oemar Mubarak Balwael.
47. Tanah Pangadegan ”80” 45 Sech Ali bin Said Moengis.
48. Tanah Baru 51 Sech Ali bin Said Moengis.
49. B a b a d an /
150. Panggung - Timur 1 196 Stichting „Liem Son Tjoan Tong
51. Panggung - Barat 1 Kie”.
52. Darat (
53. Baterman Pelempen 527 Tan Twan Tjoang.
} 54. Bugangan 5809 Stichting „Sing Gwan Lip K ie”
155. Karangaju I. /
\56. Karangaju II 1 51 N.V. Bouw en Cultuur Mij.
57. Karangbolong j „Karangaju”
'58. Karangmodjo ( 1
59. Krapiak ) j 369 N.V. Cult. Handel & Bouw Mij
50. Karangtempel ) Kembangan.
M r i t j an 5.72 Goei Ing Djiem.
Manggung 20.64 N.V. Cultuur Mij. Panggung.
Penggiling 1253 Begrafenisfonds „Kian Gwan”.
Simongan idem
M1o y o idem
Panggung Kedungbatu __
Tjandi 106.72 Oei Thuong Bing
Wonodiri 38.86 Stichting „Soei Bie”
Ketanggungan Barat 2632 N.V. „Cultuur Mij. Ketanggungan
West”.
Brodolangu 77 N.V. Bankvereeniging Oei Tiong
Ham.
Telukbawur
Bagong Buku Manyar II 1.83 Njonja M.L. van der Zon-Brouwer
cs.
Gambuwan 0.23 N.V. „Wolff’s Stoomkoffiebran-
Genajan ,1 derij”.
Genajan - Mranggen I 2.1129 N.V. „De Industrieele Compagnie”
Mranggen )
Grudo - Barat 9.63 N.V. Bouw Mij. Kupang.
Gunungsari 134.20 N.V. Handel en Bouw Mij.
Kalibutuh Gunungsari.
4.71 N.V. Mij. voor Kleinwoningbouw
Keputran Lor Ons eigen Huis.
26.99 N.V. Bouw Mij. Keputran in Li-
Kupang II atau Pakis quidatie.
Pesawahan 35.09 N.V. Bouw Mij. „Koepang”.
Putjangan . 8.93 N.V. De „Perceelen Mij.”
Ginajan | 3.01 N.V. „Oranje Brouwerij”.
_Tegalsari
_ 3.14 N.V. „Oost-Java Stoomtram Mij.”
_ 0.17 N.V. idem
Karang Pelang 0.13 Njonja E Peters cs.
2.0832 N.V. „Industrie en Handel Mij.
Karah Ketintang ' Karangpelang”.
925 ' N.V. Mij. tot Expl. v. Onderne
mingen nagelaten door Mr. W.A.
Wonokitri (Kupang Selatan) Baron Boud.
BlauranTengah GangCj I* dan II 220.— N.V. „ B .P .M ”.
b ■*
Dinojo wuii 41 0.76 Djanda The Ing Bian — Han.
Embong Malang 0.54 Kwik Tiauw Swan.
42.13 N.V. Bouw & Handel Mij. „Thel
Kampung Undaan dan Giok Nio”.
Kampung Ngemplak 2.52 . Njonja The Guat Nio cs.
95. Kebangseran Tengah | 25.18 I Tjan Siong Gok.
96. Kedung An jar | I
97. Kupang III, Perc. Banju Urip 9.31 Liefdadigheidsfonds „Hok Kian
Kong Tik Soe”.
98. Kupang III, Perc. Banju Urip | I
Kidul 22.64 I Oey Tjiam Lieng cs.
99. Kupang III, Perc. Kupang I 20.27 Liefdadigheidsfonds „Hok Kian
Gedeh j Kong Tik Soe”.
100. Kupang I, Perc. Kupang |
Gedeh | 4.83 I Tan Khay Nio cs.
101. Kupang Gedeh | 2.27 j Tan Siong Gok.
102. Maspati dan Kupang Bubutan | 0'22 j Ong Hin Aan.
103. Patemon l . igg 64
104. Simokatrungan - Simokuwa- ? | N.V. Bouw & Handel Mij. The
ngean ;I j Giok Nio.
105. Tuwono 1.74
j I Vereeniging „Tjhim Tjik Kong
I i Sie”.
106. Verp. No. 9667 ; 1.57 Vereeniging „The Goan Tjing”.
107. B a r u k
j

! 1 .— | Goe Kim Nio cs.


108. Wonokitri Bong | 1.— Njonja The Kiok Hwie Nio.
109. Bagong Ginajan | 1.270 Firma Al. Said b. Awed Martok
(.V2 bagian) Sech Salim b. Ama-
barak.
110. Bagong Duku Manyar I j 1-70 Ahliwaris Sech Ibrahim b. Ali
I Baswedan.
Bagong Sabrangan . I 4.64 ider
Bagong Tambangan | 0.1 idemT
Bagong Tambangan Magersari j 0.6 idem.
Kampung Mergojoso I I 7.8 N.V. Bouw Mij. „Badjuber”.
Kampung Kaliasin Mergo- \ I 7.68 N.V. Bouw Mij. „Badjuber”.
joso
Kampung Mergojoso II ' idem.
Kampung Kaliasin idem.
Man uk an I 704 Ahliwaris Han Siauw Gwan
Pandjunan I 6. Ahliwaris Oei Tiong Ham.
Perning I 5. N.V. „Javasche Cultuur Mij”.
Kedawung ! 604 N.V. Cult. Mij. „Kedawung
i Kawisredjo".
Verp. No. 6636 ! 0.90 Onderlinge Levenverzekering Mij.
Verp. No. 7844 dan 7840 ! 0.90 Stichting Gedong Nasional Indone­
r sia.
Verp. No. 5153 | 0.13 Mas Bei Koesoemodiwirio.
Dradjat i 61. Ahliwaris R. Pangeran Bodro
Koesoemo.
DAFTAR TANAH-TANAH PARTIKELIR JANG TELAH DIBELI KEMBALI.
(STADSLANDEN).
0
Dibeli kem­ No. Letaknja di "ctn et
bali dalam Noma tanah partikelir (3 _ 2
tahun : Urut Kabupaten
i
3 a
"O
1913 | 1. Angke - Kapuk Djakarta !
1328
1917 j 2. Ranggunan-T j ond et-Kemang Djatinegara 1267
1918 | 3. Mampang 340
1918 | 4. Grogol, Pemanggisan Kampong Djatinegara dan 2792
Rawa, Kebon Djeruk, Paning- Djakarta
garan, Sarengseng, Gandaria- j
Selatan dan Tjipete. | i

>> 5. Sunter | Djakarta I


1266

}> 6. Uludjami I Djatinegara 1607


7. Sudimara, Tjileduk, Djombang 1 Djatinegara |
4970

}> 8. Sena j an, Petjandran | Djatinegara 1


434
9. Tanahabang, Kampong Lima, j Djakarta I
160
Duku | 1
>) 10. Serpong, Lengkong-Sampora, Djakarta 7190
Lengkong-Tjisauk. 1 1
>> 11. Pepanggo 1 198
li 12. Lengkong-Timur | 602

” 13. Pasilian (Djenggati), Kresek >>


1
i
13160
(Tjakung) I
n 14. Kampung Asem Tjantiga, Djatinegara dan
Pesing Kampong Tengah dan Djakarta 1488
Pedjuangan
j> 15. Tjililitan, Kampung-Melaju Djatinegara 1280
Ketjil dan Tjililitan-Ketjil
n 16. Tj empedak-Timur | Djatinegara 62
>> 17. Lengkong Gudang (Babakan- j ,Djakarta 480
Selatan)
1919 18. Pondok Petung Djatinegara 3335
)> 19. Pesing Kampung Bali „
253
20. Djatipadang 48
>1 21. Teluknaga Djakarta 749
)» 22. Tjiputat, Pondok Benda Wetan, Djatinegara 3067
Pondok Benda Tengah, Pondok
Benda Kulon
1920 j 23. Pengumben, Karuntagan, De- Djatinegara )
1 Vrijmanslandjes Sukabumi 1733

)) | 24. Kranggan )
J)
| 25. Tanah-Tinggi
X.
Djakarta 1573
1920 26. Pasarbaru dan Tjurug Betung Djakarta 17493
atau Sampiran
27. Struiswijk Djakarta -|- Djati­ 11186
28. Pulu Besar negara
1921 29. Tjempaka Putih Sunter Djakarta 209
30. Babakan Utara 349
1922 31. Balaradja atau Bumiaju 251
1925 32. Grendeng Barat atau Karawatji 2969
Ilir 112
1925 33. Kwitang-Timur atau Tanah Tinggi Djakarta 209
1927 34 Djatinegara Djatinegara 391
35. Pondok Labu I s/d V. »» 291
36. Tigaraksa Djakarta 10844
37. Tjikokol 463
38. Kebajoran, Tanah Kusir, Trogong
atau Gebruk dan Lebak-bulus atau
Simpleitas Djakarta 1546
39. Gandaria - Utara Kebajoran 211
40. Ulu Pella dan Pella Petogogan Djatinegara 371
41. Bazaar Tangerang Barat dan Kali
Pasir Djakarta 121
42. Pasir-Putih 190
43. Muara Angke atau Slingerland 454
44. Antjol Victoria atau Daru 1421
45. Kemiri atau Karangserang Dalam 4708
1928 46. Pesing Kalimati 127
47. Kedawung-Timur 326
48. Kramat Pulo atau Kramat Sentiong 58
49. Parungkuda atau Sewan 987
50. Tjikuja 3037
51. Antjol Pasir 1288
52. Kemajoran Barat atau Gang
Kadiman dan Kemajoran 191
53. Pondok Djagung dan Priang 667
54. Paninggangan 542
55. Mauk 3511
1929 56. Pakulonan atau Bergzicht 1149
57. Bendungan Ilir 59
58. Kalibata Krobakan Djatinegara 209
59. Tandjong Barat dan Djaga Karsa >> 3016
60. Karang-serang-laut Djakarta 3290
61. Selapandjang Timur J) 1075
62. Pesing Koneng dan Pesing
Jan Paul Djatinegara 210
1930 1 63. Poris, Gondrong atau Tjipondoh 1 3049
dan Pondok Kosambi Djakarta
i 64. Lengkong Barat i 1586
52
1 65. Kampung Duri Besar it
37
„ 66. Kalibata Kampung Djati Djatinegara j
a 67. Groot Kampong Makasar dan
Harmendaal »> ^ 420
a 68. Kramat Pakuadji atau Kramat
Tandjung Burung Djakarta 5251
69. Kampung Duri Ketjil 14
it

„ 70. Bodjongrenged ! 785


, 71. Sepatan n
1770
72. Pangkalan Timur, Pangkalan
Barat, Regalangus dan De Qual
Timur 2300
1931 73. Radjeg 1642
74. Tjengkareng dan Kalideres
tt
4198
19
tt
1951 75.
it
Kupang Praupan Kota Besar Surabaja
76. Tjipinang Vrededal Kotapradja Djakarta 213
87
tt
77. Peterongan Kota Besar Semarang
4
it
1952 78. Tanah Vikariat ca.
it 79. Pekunden, Batan, Randusari 213
1953 80. B u 1u Semarang 137

DAFTAR TANAH-TANAH PAKTIKELIR JANG SUDAH D1BELI


(AGRARISCHE LANDEN)

LO—1821 1. Sukabumi dan Blubur Sukabumi dan Bogor 16500


1910 2. Kandanghaur Indramaju 127568
» 3. Indramaju-Barat Indramaju dan Ma- 52500
1917 4. Tjibinong-Nanggewer djalengka 1995
1918 5. Parungpandjang Bogor
Bogor 7027
tt 6. Semplak Bogor 4635
1919 7. Tjilangkap Bogor 700
11 8. Janlapa Tjikopomajak Bogor 6601
„ 9. Pamanukan dan Tjiasem Krawang 142320
1920 10. Tapos Bogor 1733
i> 11. Tjikandi Udik Serang 18730
It 12. Tjiomas Serang 11186
13. Tjikandi Ilir Bogor 7204
14. Kedunghalang
a

it
Bogor 3595
1921 15. Tjikadu atau Tjiledjet Bogor 4614
JJ 16. Kuripan Bogor 8311
»> 17. Pondok Gedeh, Pondok Gedeh
Tengah, Tjutah Tjiawi dan
Tjidjeruk Bogor 20540
18. Tjiluar, Tanah Baru I s/d IV I
dan Sukaradja Bogor 4013
1922 19. Tjitrap atau Tjiteureup Bogor 21676
»> 20. Sadeng Djambu Bogor 2316
1927 21. Djasinga Bogor 20182
1928 22. Tjikopo Majak Bogor 868
1929 23. Tjikopo Selatan II dan III Bogor 2198
24. Tjiliwung Bogor 1570
Bogor
n
>> 25. Megamendung 2118
26. Nanggung dan Mandalasari Bogor 7700
>>
» 27. Gobang atau Tjibodas Bogor 6156
1930 28. Rumpin Bogor 2799
29. Tjitajam Bogor 1854
Bogor

n 30. Tjipeundeuj. 239
1936 31. Kampung-Melaju Djakarta 3971
>> 32. Kedawung Barat c.a. ti 2140
33. Tjawang-Tjikoko Djatinegara 250
>>
1937 34. Batu Tjeper Djakarta 1408
>> 35. Tjikoko Djatinegara 65
1938 36. Gunung Sindur Bogor 3978
37. Karawatji 2437
>» 38. Priok Beng Djakarta 84
)) 39. Telukputjung dan Tjakung Djatinegara 14281
1939 40. Tjihuni Djakarta 1648
1940 41. Tjiampea Bogor 40534
»» 42. Tjilintjing Djatinegara 1019
»» 6400
»» 43. B a b e 1 a n Krawang 55173
1949 44. Tegalwaru Bogor 4690
»» 45. Sawangan 23920
46. Bolang »
J>
Tangerang ! 8543
>> 47. Tjilongok Gandu Bogor ! 2678
M 48. Dramaga i 115073
5» 49. Michiels Arnold | 3992
>» 50. Tjimanggis | 4995
>> 51. Bodjong Gedeh | 2263
52. Tjikopo Utara j 4200
’J 53. Bodjong Karatan | 878
>> 54. Kaum Pandak I 2238
55. Tjikoleang I 389
>> 56. Trogong
1949 | 57. | Janlapa Timur
Bogor 1323
| 58. Tjisarua-Selatan
| 59. Pamanukan dan Tjiasem 2000
ft 60. Kebajoran Krawang 67602
a 61. Kedung Gedeh Djatinegara 19531
it 62. Tjabang Bungin 9729
it 63. Tambun 9699
a 64. Tandjung-Timur 12406
it 65. Babakan Djatinegara 7427
it 66. Pangkalan 2988
67. Terusan 371
>« 68. Pondok Tengah 2000
tt 69. Pondok Gedeh 2023
it 70. Pangadegan 5800
n 71. Karang Tjongok 69
a 72. Pulo Gadung 13332
a 73. Klender 1442
it 74. Tanah Rendah 1271
ii 75. Tjilebut 147
it 76. | Pabean Tjilluw 2547
it 77. | Tugu Timur dan Barat 284
it 78. | Kampong Mangga 24
1950 79. 1 Tjilodong 78
Bogor 3331
tt 80. 1 Mampang Ilir
it 81. | Rawabuaja/Tanah Kodja a 112
82. | Suradita Tangerang 963
83. | Lentengagung fi 1632
1951 84. | Pondok Tjabe Udik Djatinegara 43
it 85. | Depok Tangerang 552
Bogor 1244
DAFTAIt BUKU-BUKU DAN MADJALAH JANG MENDJADI
SUMBER BAHAN2 DAN SEBAGIAN DIKUTIP ISINJA.
1....................................................... Adatreclit bundul I (Gemengd).
2....................................................... Adatrecht bundel II (Java en Madoera).
3....................................................... Adatrecht bundel XXXIX (Gemengd).
4....................................................... „Agraria”. Laporan jang disusun oleh
Kantor Pusat Urusan Gerak-
an Tani Kementerian Perta­
nian R. I. untuk keperluan
dinas.
5. Wiradiputra, R.A................. Agraria (Ilukum tanah), Penerbitan
Djembatan/’52.
6.Trenite, Prof.Mr.G.J. Nolst Agrarische Regelingen; dalam buku: De
Landbouw in den Indischen Archipel
deel I, onder redactie van Dr. J.J. van
Hall en van Koppel/1951.
7.Maassen, Mrs. G.G.J. en Agrarische Regelingen voor het Gouver-
Hens, A.P.G............................ nementsgebied van Java en Madoera;
deel I eerste stuk, deel II tweede stuk,
deel II Bijlagen/1934.
^.......................................................... Agrarische Regelingen voor Zelfbe-
sturende Landschappen in Gewesten
buiten Java en Madoera; samensgesteld
door het Departement van Binnen-
landsch Bestuur afdeeling Agrarisch
Inspectie/1919.
9. Heyden, Mr. A.J. van der Aturan Landrente/1939.
10- Ter Haar Bzn, Prof Mr... Beginselen en stelsel van het Adatrecht
van Nederlandsch Indie.
!!• Sumitro, Prof. Dr................. Bunga Rampai Ekonomi/1951.
12. Rethe, Mr. Cecile ............ De Arbeid in den Lanbouw; dalam
buku: De Landbouw in den Indischen
Archipel deel I, onder redactie van
Dr. C.J.J. van Hall en C. van de Koppel.
13. Haccofl, Dr. J.T...................... De Indische Export producten. De be-
teekenis voor Indie en Nederland/1947.
Schrieke, Mr. J.J.................... De Lagere Inlandsche Rechtsgemeen-
s c lia p p e n in N e d e r la n d jc h I n d ie .
15. Gerritsen, Mr. J................... De Welvaart in Indie/1926.
16. Koppel, C. van d e ............. Eenige statistische gegevens over land­
bouw ; dalam buku: De Landbouw
in den Indischen Archipel, deel I, onder
redactie van Dr. C.J.J. van Hall en C.
van de Koppel/1952.
17. Boeke, Prof. Dr. J.H.D. Eeonomie van Indonesie/1950.
18................................
Erfpacht: a. Groote Landbouw ;
b. Kleine Landbouw;
c. Landgoederen en buiten-
verblijven.
Handleiding ten dienste van de Inland-
sche Bestuursambtenaren op Java en
Madoera, oleh Departement van Bin-
nenlandsch Bestuur.
19. Graaf, Dr. H.J. de ........... Geschiedenis van Indonesie/1951-
20. Cassuto, Mr. Is H ............ Handleiding tot de studie van het Adat-
recht van Nederlandsch Indie.
21. Schwarz, L.M........................ Harta Sedjengkal.
22. Wertheim, Dr. W.F........... Herrijzend Azie.
23. Vollenhoven, Mr. C. Van . Het Adatrecht van Nederlandsch Indie
tweede deel aflevering I en II.
24. Adam, Dr. L.......................... Het autonomie van het Indonesisch dorp.
25. Schwencke, G........................ Het Vorstenlandsch Grondhuurregle-
ment in de practijk en het Gronden-
recht in Jogjakarta.
26. Terra, Ir. G.J.A...................... Het welvaartspeil in Indie, dalam madj.
Landbouw tahun ke 20/1950.
27. Muller, Mr. F.J. Hoofdtrekken van het Adatrecht, de
dorpsinrichting en de agrarische wet-
telijke voorschriften in den Gouver-
uementslanden op Java en Madoera
zooveel van belang voor het Volks-
credietwezen/1951.
28. Supardi, Rd. Hutan dan perdagangan hasil hu-
tan/1951.
29. Supardi Rd. .. Hutan, Reboisasi, Industri/1951.
30. Rutgers, Ir. S.J.
Indonesie. Het Koloniale systeem in de
periode tussen de eerste en den tweede
Wereldoorlog/1947.
31. Tergast, Ir. G.C.W. Chr . Indonesie’s inheemse landbouw, dalam
madjalah „Indonesie”, Juli 1951.
3 2.................................................. Inleiding tot het grondrecht. Ontgin-
uingsordonnantie. Handleiding ten dien-
ste van de Inlandsche Bestuursamb-
tenaren op Java en Madoera, oleh
Departement van Binnenlandsch Be-
stuur.
3 3.................................................. Laporan tahun buku 1950/1951
De Javasche Bank.
3 4................................................... Pertanjaan Anggauta dan Djawaban
Pemerintah. Tambahan pada risalah
Resmi Dewan Perwakilan Rakjat R.I.S.
djilid II.
3 5.................................................... Risalah Resmi Dewan Perwakilan Rak­
jat R.I.S./1950.
36. Praptodihardjo, S. .. Sendi-sendi hukum tanah dimasa depan.
Penerbitan Pembangunan.
37. Edelman, C.H......................... Studien over de bodemkunde van
Nederlandsch Indie/1947.
38. Radjab, Mochd...................... Toradja Sa’dan, Balai Pustaka 1951.
39. Timmer, Prof. Dr. W.J. Totale Landbouw Wetenschap.
40. Tergast, Ir. G. C.A............... Vergroting van de Bedrijfsbasis in de
Indonesische landbouw, in het bij-
zonder op Java en Madoera, dalam
„Landbouw” tahun ke 22/1950.
41. Ter Haar, Bzn. Prof.Mr. .. Bzn. deel I. geschriften van Ter Haar
Verzamelde
ISI BUKU BAGIAN KEDUA. halam an.
1. Kata pengantar................................................................................................... 5
2. B a b VI I . .„
DJAMAN PENDJADJAHAN DJEPANG SAMPAISEKARANO. ^
I. Masalah tanah djaman pendjadjahan Djepang ............................ 0
il. Masalah tanah sesudah proklamasi kemerdekaan......................... ^
III. Sengketa tan ah .................................................................. ............. •
IV. Usaha Pemerintah dalam mengatasi keadaan dan tjarapenjele- ^
saian lain-lainnja.......................................................................................
3. B a b V I I I . , ACA
DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA DIMASA
DATANG. 5,
I. Riwajat hukum agraria di Indonesia ............................................ ^
... II. Persoalan mengenai dasar-dasar hak tanah .................. , ..............
III. ■Dasar-dasar hukum dan politik agraria ............................................
IV. Bagaimana melaksanakan dasar-dasar dan tudjuan ................ ^
V. Sjarat-sjarat dan dasar pembaharuan ...........................................
A. Transmigrasi......................................................................................'■
B. Industrialisasi ........................................................................ ........ ]9o
VI. Pembaharuan bentuk perusahaan dan tjara-tjara pertanian . ■• •
Tipe I: Melulu sawah dengan pengairan baik ■■• • .............
Tipe II: Melulu sawah dengan pengairan kurang baik . . • • ■•
Tipe III: Perusahaan sawah dengan pengairan jang baik ^
ditambah dengan penanaman tebu ....................... .. • •
Tipe IV: Pertanian sawah dengan • pengairan kurang baik
ditambah dengan penanaman tembakau .....................
Tipe V: Melulu tanah kering .................. ..................................
Tipe VI: Kombinasi sawah dengan tanah kering ............
VII. Memelihara kebaikan dan kesuburan tanah. Arti hutan bagi
m anusia...................................................................................................... 174
4. Penutuj) .................................................................................................................. 11
5. Lampiran-lampiran:
I: Pemerintahan Desa, peraturan-peraturan tentang tjara meme-
rintah serta peraturan rumah tangga Desa dalam daera
pemerintahan di Djawa dan M adura.............................................. jg 4
II Keterangan orang jang harus berodi .............................................. jpg
III Perdjandjian desa dalam kabupaten Sidoardjo ............................ 204
IV Keputusan desa Dampit ......................................................• • ' '
V Bab I: KetentuanPertanian besar. Stbl. 1904 No. 30 /
Stbl. 1909 No. 311 dan 1912 No. 349. Perkara-
jang berhubungan dengan tanah. Pak turun- _
tem urun.................................................................... ..
Bab II: Hak dan kewadjiban pemegang hak pak
turun temurun ....................................................... •
Bab III: Ketentuan Pertanian ketjil, Stbl. 1904 No. 326/
Stbl. 1905 . No. 153 dan 1908 No. 263.
Perkara2 jang berhubungan dengan hukum
tanah/pertanian ketjil atau perusahaan kebun
pak turun temurun ................................................
Bab IV: Tentang pemberian bantuan uang oleh Negeri
kepada „orang tani ketjil”, Bijblad No. 6050
Bab V: Ketentuan taman perdiaman, Rumah taman, Stbl.
1870 No. 118 ................................................................... 238
V ia: Undang-undang No. 13 tahun 1948: tentang peru­
bahan Vostenlandsch Grondhuurreglement ............ 240
V lb: Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1948: tentang
djaminan tersedianja tanah'2 oleh kalurahan- guna
perusahaan2 pertanian dalam Daerah - Istimewa
Jogjakarta dan Karesidenan Surakarta ..................... 247
VII: Persetudjuan Keuang^n dan Perekonomian.
Bagian A: Hak, Konsesi, Izin dan Mendjalankan
perusahaan ......................................... .. • • 255
VIII: Penjelesaian soal tanah2 erfpacht buat pertanian
besar (perkebunan — grootlandbouw) jang diduduki
Rakjat, Instruksi Kem. Dalam Negeri .No. 3 H. 50
tgl. 15 Maret 1950 No. H 4 / 1 / 1 2 .............................. 261
IX: Penjelesaian soal tanah2 erfpacht „k!einlandbouw-
percelen voor minvermogende Europeanen”, In-
truksi Kem. Dalam Negeri No. 4. H. 50 tgl. 15
Maret 1950 No. H. 4/1/13 .....................................269
X: Penjelesaian tentang tanah2 jang dahulu diambil
oleh Pemerintah pendudukan Djepang. Surat-edaran
segera Kem. Dalam Negeri No. H. 20/5/7 tanggal
9 Mei 1950 ....................................................................... 276
X I: Penetapan Undang2 No. 6 tahun 1952 tentang
penetapan Undang2 Darurat No. 6 tahun 1951
untuk mengubah „Grondhuurordonnantie Stbl. 1918
No. 88 dan „Vorstenlandsch Grondhuurreglement”
Stbl. 1918 No. 20 sebagai Undang2, Lembaran
Negara 1952 No. 46 ..................................................... 281
XII: ..Penetapan minimum uang persewaan tanah buat
perusahaan pertanian, Instruksi Kem. Dalam
Negeri No. 1. H. 50, tanggal 19 Djanuari 1950
No. H. 12/1/3 .................................................................. 284
X III: Harga sewa tanah untuk penanaman tebu dalam
tahun 1950 tgl. 20 Djanuari 1950 Nota No. G. 193/
PKB .................................................................... 289
X IV : Pedoman persewaan tanah buat pabrik gula 1950/
1951, tancsal 20-1-1950 No. 220/S.D................... 29f
XV: Seperti diatas, tgl. 4-II-1950 No.G-337/Pkb.......... 298
X V I: Sewa tanah 1951/1952. Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 3 tahun 1951 tentang uang-sewa tanah
untuktanaman tebu 1951/1952 .......................... 299
X V II: Keputusan Menteri Agraria No. l/K A/Per-52
tahun 1952 tentang uang-sewa tanah untuk tanaman
tebu musim 1952/1953, TambahanLembaran •
Negara No. 323 ............................................................. 301
X V III: Sewa tanah untuk tanaman tebu tahun 1950/
1951. Putusan Panitya2 D aerah.................................. 307
X IX : Dasar2 untuk menetapkan persewaan tanah tahun
1950/1951 untuk tanaman tebu. Putusan Panitya2
Daerah ....................................................... ......................
Keputusan organisasi2 Tani mengenai persewaan
tanah untuk tanaman tebu tahun1950/1951 ____ 319
XXI: Resolusi2/Statement2 dari organisasi2 Tani mengc- "
nai persewaan tanah tahun 1950/1951 ...................... 324
XXII; Tjontoh blangko perdjandjian sewa tanah daerah
Madiun .................................................................................... 326
XXIII: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang uang
sewa tanah untuk tanaman tembakau dan rosella/
corchorus musim 1952/1953, No. 2 tahun 1952,
Tambahan Lembaran Negara N o. 313 ................ 331
XXIV: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang mengusa-
hakan tanah pertanian dengan tjara bagi hasil
didaerah Propinsi Sunda Ketjil, N o. 3 tahun 1952,
Tambahan Lembaran Negara N o. 319 ................ 336
XXV: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pene­
tapan uang sewa tanah untuk tanaman tembakau
musim 1952/1953 didaerah Kabupaten Bondowoso
dan Djember, No. 4 tahun 1952, Tambahan Lem­
baran Negara N o. 320 ................................................... 338
XXVIa: Undang2 Darurat No. 1 tahun 1952 tentang pemin­
dahan dan pemakaian tanah2 dan barang2 tetap
jang lainnja jang mempunjai titel menurut Hukum
Eropa, Lembaran Negara 1952 N o. 1 ...................... 339
XXVIb: Pendjelasan Undang2 Darurat tersebut diatas, Tam­
bahan Lembaran Negara N o. 182 ............................... 341
XXVIc: Keputusan Menteri Kehakiman tentang pelaksa-
naan Undang2 Darurat tersebut diatas, tgl. 7-1-1952
No. J.S. 5 /1 /1 9 , Tambahan Lembaran Negara
No. 183 ................................................................................... 343
XXVId: Keputusan Menteri Kehakiman tentang instruksi
tambahan mengenai pelaksanaan Undang2 Darurat
tersebut diatas, tgl. 22-11-1952 No. J.A. 1 0/9/5,
Tambahan Lembaran Negara No. 211 ...................... 346
XXVIIa: Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemakai­
an tanah2 Negeri jang dikuasai dengan hak konsesi
oleh perusahaan perkebunan tembakau di Sumatera-
Timur, tgl. 28 Djuni 1951 No. Agr. 1 2 /5 /1 4 ___ 348
XXVIIb: Ketetapan Gubernur Propinsi Sumatera-Utara ten­
tang tersebut diatas, tgl. 28 September 1951
No. 36/K /A gr.................... ............................................... 351
XXVIIIa: Luas tanah jang diberikan kepada perkebunan2
jang ada dalam pengusaha dibagi menurut keadaan
hukum tanah pada tahun 1950
XXVIIIb: Seperti tersebut diatas
XXVIIIc: Seperti tersebut diatas
XXIX: A. Daftar tanah2 Partikelir jang belum dikem-
balikan hingga sekarang ........................................ 354
B. Daftar tanah2 Partikelir jang telah dibeli kem­
bali (Stadslanden)...................................................... 358
C. Daftar tanah2 Partikelir jang sudah dibeli
(Agrarische landen) ..................................... ........... 360
6. Daftar buku2 dan madjalah2 jang mendjadi sumber bahan2 dan seba­
gian dikutip isinja ............................................................................................... 363
UNIVERSITAS INDONESIA
PERPUSTAKAAN

TGL. KEMBALI TGL. KEMBALI

1 2 Mffi

d ? r

Anda mungkin juga menyukai