Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti
kondisi morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya
berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau
budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi
tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari
morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan
mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi daya.
IV - 1
4.1.2 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat
kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/ pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa
peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta penggunaan
lahan eksisting, dengan keluaran peta SKL Kemudahan Dikerjakan dan penjelasannya.
Sebelum melakukan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan, terlebih dahulu harus diketahui
penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.2).
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi
semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami
pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena proses
pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi
tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai oleh proses pembentukan
tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih
tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol dan
litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat
berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan horison B. Contoh tanah
dewasa adalah andosol, latosol, grumosol. Tanah Tua proses pembentukan tanah
berlangsung lebih lanjut sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada
horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah
pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit). Hasil analisis SKL
Kemudahan Dikerjakan dapat dilihat dalam tabel 4.3 dan Peta 4.2.
Tabel 4.2
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Kemudahan
Dikerjakan
IV - 2
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan
peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau
tuf vulkanik. (Suhendar, Soleh)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah belum
terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai pada
3. Gleisol sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan beberapa 4
memperlihatkan horison diatas lapisan batuan dasar. (Djauhari,
Noor)
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal,
tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas
dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah
sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-
4. Grumosol retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas 2
absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini
berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik
bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub
arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. (Suhendar, Soleh)
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,
kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal,
konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga
5. Latosol 2
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih
dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik,
breksi batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan
induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman
tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan
singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam,
6. Litosol 4
dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat
kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol
dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga
dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik,
tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut,
konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa,
kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang
dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf
7. Mediteran 1
vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid,
bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di
daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan
ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah –
kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar,
Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk
9. Regosol 4
material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan
gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 3
Tabel 4.3
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Peta
Peta
Peta Peta Jenis Penggunaan SKL Kemudahan
No. Peta Morfologi Ketinggian Nilai
Kelerengan Tanah Lahan Dikerjakan
(mdpl)
Eksisting
Kemudahan
1. Bergunung > 40 % >1.600 Mediteran Hutan 1
dikerjakan rendah
Berbukit, Pertanian, Kemudahan
2. 15 – 40 % >1.200 – 1.600 Latosol, 2
bergelombang Perkebunan dikerjakan kurang
Kemudahan
3. Berombak 8 – 15 % >800 – 1.200 Andosol semak belukar 3
dikerjakan sedang
Tegalan, Kemudahan
4. Landai 2–8% >400 – 800 Regosol 4
tanah kosong dikerjakan cukup
Kemudahan
5. Datar 0–2% 0 – 400 Alluvial Permukiman 5
dikerjakan tinggi
Sumber : Hasil Analisis 2012
IV - 4
4.1.3 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan bencana gunung berapi dan
kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta SKL Kestabilan
Lereng dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kestabilan Lereng, terlebih
dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah
(tabel 4.4). Hasil analisis SKL Kestabilan Lereng dapat dilihat dalam tabel 4.5 dan Peta 4.3.
Tabel 4.4
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Kestabilan
Lereng
IV - 5
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di
daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000
meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras,
kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang
merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur
6. Litosol tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, 4
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu,
kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH
netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
7. Mediteran berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 3
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid,
bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst
dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut
terra rossa. (Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi
horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi
lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal
9. Regosol dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir 2
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
(Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisis 2011
IV - 6
Tabel 4.5
Analisis SKL Kestabilan Lereng
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan melihat kemiringan lereng di
lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah
longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa
digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air. Sebenarnya satu SKL saja tidak bisa menentukan peruntukkan lahan apakah itu untuk
pertanian, permukiman, dll. Peruntukkan lahan didapatkan setelah dilakukan overlay terhadap semua SKL.
IV - 7
4.1.4 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis
pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta SKL kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta kedalaman efektif tanah,
peta tekstur tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Kestabilan Pondasi dan penjelasannya. Sebelum melaksanakan analisis SKL
Kestabilan pondasi, harus diketahui terlebih dahulu sifat faktor pendukungnya terhadap
analisis kestabilan pondasi meliputi jenis tanah (tabel 4.6). Hasil analisis SKL Kestabilan
Pondasi dapat dilihat dalam tabel 4.7 dan Peta 4.4.
Tabel 4.6
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis Kestabilan
Pondasi
IV - 8
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah
hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh,
warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di
daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000
meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi. (Suhendar, Soleh)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras,
kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang
merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur
6. Litosol tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, 4
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu,
kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar, Soleh)
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH
netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
7. Mediteran berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 3
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid,
bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst
dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut
terra rossa. (Suhendar, Soleh)
8. Non Cal 3
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi
horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi
lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal
9. Regosol dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir 2
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
(Suhendar, Soleh)
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 9
Tabel 4.7
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. SKL
ini diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan stabil untuk
pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai
bangunan. Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil,
misalnya pondasi cakar ayam.
IV - 10
4.1.5 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan
air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan
kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan,
peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting
dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis
SKL Ketersediaan Air , terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat
dalam analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.8). Hasil analisis SKL Ketersediaan Air dapat dilihat
dalam tabel 4.9 dan Peta 4.5.
Tabel 4.8
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Ketersediaan Air
IV - 11
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu,
kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar,
Soleh).
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH
netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
7. Mediteran berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis 3
bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid,
bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst
dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah
mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut
terra rossa. (Suhendar, Soleh).
8. Non Cal 2
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi
horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi
lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal
9. Regosol dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir 3
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
(Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 12
Tabel 4.9
Analisis SKL Ketersediaan Air
Peta
Peta Peta Peta Peta Jenis Peta Curah
No. Penggunaan SKL Ketersediaan Air Nilai
Morfologi Kelerengan Ketinggian Tanah Hujan
Lahan Eksisting
Tegalan, tanah Ketersediaan air sangat
1. Bergunung > 40 % Latosol 1
kosong rendah
Berbukit, Alluvial,
2. 15 – 40 % semak belukar Ketersediaan air rendah 2
bergelombang Grumosol
Mediteran,
3. Berombak 8 – 15 % Hutan Ketersediaan air sedang 3
Regosol
Pertanian, 1500 –3000
4. Landai 2–8% 4
perkebunan mm/tahun Ketersediaan air tinggi
5. Datar 0–2% 0 – 500 m Andosol Permukiman 5
Sumber : Hasil Analisis 2012
IV - 13
4.1.6 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik
bersifat lokal maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah
hujan, peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL untuk Drainase dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL untuk Drainase,
terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis
tanah (tabel 4.10).Hasil analisis SKL untuk Drainase dapat dilihat dalam tabel 4.11 dan Peta
4.6.
Tabel 4.10
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL untuk
Drainase
IV - 14
No. Jenis Tanah Sifat Nilai
Penggunaan lahan umumnya tegalan, semak, rumput,
belukar, semak, dan hutan. (Blog TANI MUDA)
Tanah yang baru terbentuk, perkembangan horison tanah
belum terlihat secara jelas. Tanah entisol umumnya dijumpai
3. Gleisol pada sedimen yang belum terkonsolidasi, seperti pasir, dan 2
beberapa memperlihatkan horison diatas lapisan batuan
dasar. (Djauhari, Noor)
Jenis tanah grumosol sifat tanahnya mudah longsor dan
4. Grumosol 1
memiliki drainase buruk. (Kota Probolinggo)
Tanah yang sudah menunjukkan adanya perkembangan
profil, dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering
dengan drainase baik, atau susunan horison A-Bg-C pada
lahan basah dengan drainase terhambat. Tanah terbentuk
dari berbagai macam bahan induk, yaitu tuf volkan masam,
tuf volkan intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan
granodiorit serta skis. Tanah ini mempunyai penyebaran
paling luas, menempati grup landform dataran volkan,
perbukitan volkan, dan dataran tektonik. Tanah dari bahan
volkan intermedier berwarna coklat kemerahan, tekstur
lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur
cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah
5. Latosol 5
netral, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang,
kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-
basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg, KTK tanah
rendah, KTK liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa
tinggi. Pada landform dataran volkan sifat tanah dipengaruhi
oleh bahan induknya. Tanah penampang cukup dalam,
berwarna coklat kekuningan sampai kemerahan, drainase
baik, tekstur halus sampai agak halus, konsistensi gembur
sampai teguh, dan reaksi tanah agak masam sampai masam.
Sebagian besar telah diusahakan untuk lahan pertanian,
seperti persawahan, tegalan dan kebun campuran. Sisanya
masih berupa semak belukar dan hutan. (Blog TANI MUDA)
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras,
kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang
merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur
tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
6. Litosol 3
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu,
kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat
dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam. (Suhendar,
Soleh).
7. Mediteran Sama dengan inceptisol/latosol 5
8. Non Cal 2
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi
horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi
lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal
9. Regosol dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir 2
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan
di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
(Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 15
Tabel 4.11
Analisis SKL Untuk Drainase
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau
mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah tergenang.
IV - 16
4.1.7 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap
erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah,
peta hidrogeologi, peta tekstur tanah, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting
dengan keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis
SKL Terhadap Erosi, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam
analisa yaitu jenis tanah (tabel 4.12). Hasil analisis SKL Ketersediaan Air dapat dilihat dalam
tabel 4.13 dan Peta 4.7.
Tabel 4.12
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Terhadap
Erosi
IV - 17
Tabel 4.13
Analisis SKL Terhadap Erosi
Peta
Peta Peta Peta Jenis Peta Tekstur Peta Curah
No. Penggunaan SKL Erosi Nilai
Morfologi Kelerengan Tanah Tanah Hujan
Lahan Eksisting
1. Bergunung > 40 % Regosol semak belukar Erosi tinggi 1
Berbukit, Andosol, Kasar (Pasir) Tegalan, tanah
2. 15 – 40 % Erosi cukup tinggi 2
bergelombang Grumosol kosong
1000 – 1500 Pertanian,
3. Berombak 5 – 15 % Mediteran Sedang (lempung) Erosi sedang 3
mm/tahun perkebunan
Erosi sangat
4. Landai 2–8% Latosol Permukiman 4
Halus (liat) rendah
5. Datar 0–2% Alluvial Hutan Tidak ada erosi 5
Sumber : Hasil Analisa 2012
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan
terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada
pengelupasan lapisan tanah.
IV - 18
4.1.8 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui
daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan
pengeolahan limbah, baik limbah padat maupun cair. Dalam analisis ini membutuhkan
masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan, peta topografi, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta
SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Pembuangan
Limbah, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa
yaitu jenis tanah (tabel 4.14). Hasil analisis SKL Pembuangan Limbah dapat dilihat dalam
tabel 4.15 dan Peta 4.8.
Tabel 4.14
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL
Pembuangan Limbah
Sumber: Citarik
Sumber : Hasil Analisa 2010
IV - 19
Tabel 4.15
Analisis SKL Pembuangan Limbah
Peta Peta Peta Peta Jenis Peta Curah Peta Penggunaan SKL Pembuangan
No. Nilai
Morfologi Kelerengan Ketinggian Tanah Hujan Lahan Eksisting Limbah
1. Bergunung > 40 % Regosol Hutan Kemampuan lahan 1
Berbukit, Andosol, Pertanian, untuk pembuangan
2. 15 – 40 % 2
bergelombang Grumosol perkebunan limbah kurang
Kemampuan lahan
1000 – 1500
3. Berombak 5 – 15 % Mediteran Permukiman untuk pembuangan 3
mm/tahun
limbah sedang
4. Landai 2–8% Latosol Semak belukar Kemampuan lahan 4
Tegalan, tanah untuk pembuangan
5. Datar 0–2% 0 – 500 m Alluvial 5
kosong limbah cukup
Sumber : Hasil Analisa 2012
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai lokasi pembuangan.
Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tapi biasanya tidak ada data rinci yang tersedia. SKL
pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan limbah.
IV - 20
4.1.9 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi,
peta jenis tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan gunung
berapi dan kerentanan gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya. Analisis SKL terhadap Bencana Alam
juga mengikutsertakan analisis terhadap jenis tanah yang sama dengan SKL Terhadap Erosi.
Hasil analisis SKL Terhadap Bencana Alam dapat dilihat dalam tabel 4.16 dan Peta 4.9.
IV - 21
Tabel 4.16
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
SKL bencana alam merupakan overlay dari peta-peta bencana alam, meliputi:
• Peta rawan bencana gunung berapi dan aliran lava
• Peta rawan longsor (kerentanan gerakan tanah)
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi ada peta rawan bencana gunung api dan longsor. Sedangkan lereng data yang dialiri sungai
dinilai tinggi pada rawan bencana banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan kelas 5
artinya tidak rawan bencana alam.
IV - 22
4.1.10 Analisis Kemampuan Lahan
Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan
untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan
pada tahap analisis berikutnya. Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil analisis
SKL. Keluaran dari analisis ini meliputi:
a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan
b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:
1) Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2) Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan kemampuan
lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.
3) Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan kemampuan
lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan kemampuan lahan
tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot yang digunakan sesuai dengan tabel...
4) Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan kemampuan
lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai
kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
5) Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas kemampuan
lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai ... - .... yang
menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan dan digambarkan
dalam satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan tata ruang.
IV - 23
SKL SKL SKL SKL SKL SKL SKL
SKL SKL Untuk Kemampuan
Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersediaan Terhadap Pembuangan Bencana
Morfologi Drainase Lahan
Dikerjakan Lereng Pondasi Air Erosi Limbah Alam
Bobot: 5 Bobot: 1 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 5 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 0 Bobot: 5 Total Nilai
5 1 5 3 5 5 3 0 5 32
Bobot 10 2 10 6 10 10 6 0 10 64
x 15 3 15 9 15 15 9 0 15 96
Nilai 20 4 20 12 20 20 12 0 20 128
25 5 25 15 25 25 15 0 25 160
Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang
mungkin diperoleh ada;ah 32 sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan demikian, pengkelasan dari total nilai ini
adalah:
1) Kelas a dengan nilai 32 – 58
2) Kelas b dengan nilai 59 – 83
3) Kelas c dengan nilai 84 – 109
4) Kelas d dengan nilai 110 – 134
5) Kelas e dengan nilai 135 – 160
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:
Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan
32 – 58 Kelas a Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah
59 – 83 Kelas b Kemampuan pengembangan rendah
84 – 109 Kelas c Kemampuan pengembangan sedang
110 – 134 Kelas d Kemampuan pengembangan agak tinggi
135 – 160 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi
IV - 24
1) Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tidak mutlak berdasarkan selang nilai, tetapi
memperhatikan juga nilai terendah = 1 dari beberapa satuan kemampuan lahan, yang
merupakan nilai penentu apakah selang nilai tersebut berlaku atai tidak. Dengan
demikian apabila ada daerah atau zona tertentu yang mempunyai selang nilai cukup
tinggi, tetapi karena mempunyai nilai terendah dan menentukan mungkin saja kelas
kemampuan lahannya tidak sama dengan daerah lain yang memiliki nilai kemampuan
lahan yang sama.
2) Klasifikasi kemampuan lahan yang dihasilkan hanya berdasarkan kondisi fisik apa adanya
belum mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non fisik.
IV - 25
4.2.3 Arahan Pemanfaatan Air Baku
Arahan ini bertujuan untuk mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber air baku dalam perencanaan tata ruang. Data-data yang dibutuhkan meliputi
peta SKL Ketersediaan Air, peta Penggunaan Lahan saat ini dan Data Hasil Perhitungan
Ketersediaan Air. Dalam delineasi arahan pemanfaatan air baku, digunakan landasan sebagai
berikut:
Arahan Pemanfaatan Air Baku
Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai
Kelas b Rendah 2
Kelas c Cukup 3
Kelas d Baik 4
IV - 26
4.2.5. Evaluasi Pola Ruang Terhadap Kesesuaian Lahan
Evaluasi ini bertujuan mengetahui penyimpangan atau ketidaksesuaian penggunaan
lahan yang ada saat ini dilihat dari hasil studi kesesuaian lahan ini. Data-data masukan yang
dibutuhkan meliputi Peta Penggunaan Lahan eksisting, Semua SKL dan Klasifikasi
Kemampuan Lahan. Data selain peta yang dibutuhkan adalah Arahan Kesesuaian Lahan,
Persyaratan dan Pembatas pembangunan, Penyimpangan-penyimpangan penggunaan lahan
yang ada saat ini dari kemampuan dan kesesuaian lahan serta Arahan-arahan penyesuaian
dan pengembangan berikutnya.
Langkah Pengerjaan dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan yang ada
dengan karakteristik fisik wilayah berdasarkan klasifikasi kemampuan lahan, satuan-satuan
kemampuan lahan dan arahan-arahan kesesuaian lahan. Hasil analisis kesesuaian lahan
berupa tabel evaluasi kesesuaian lahan dan peta evaluasi kesesuaian lahan.
IV - 27
ARAHAN RASIO TUTUPAN RENCANA POLA RUANG ZONA EVALUASI
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Kawasan hutan produksi budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Kawasan industri menengah&kecil budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Kawasan perkebunan budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Kawasan pertanian beririgasi budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Kawasan tambak budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Permukiman pedesaan budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 10% Taman nasional lindung Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 20% Kawasan hutan produksi budidaya Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Rawa lindung Tidak Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Sempadan sungai lindung Tidak Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 30% Taman nasional lindung Tidak Sesuai
Rasio Tutupan Lahan Maksimal 20% Taman nasional lindung Tidak Sesuai
IV - 28
ARAHAN PEMANFAATAN AIR BAKU RENCANA POLA RUANG ZONA EVALUASI
Baik Kawasan hutan produksi budidaya Sesuai
Baik Kawasan industri menengah&kecil budidaya Sesuai
Baik Kawasan perkebunan budidaya Sesuai
Baik Kawasan pertanian beririgasi budidaya Sesuai
Baik Kawasan tambak budidaya Sesuai
Baik Permukiman pedesaan budidaya Sesuai
Rendah Taman nasional lindung Sesuai
Cukup Kawasan hutan produksi budidaya Sesuai
Baik Rawa lindung Tidak Sesuai
Baik Sempadan sungai lindung Tidak Sesuai
Baik Taman nasional lindung Tidak Sesuai
Cukup Taman nasional lindung Tidak Sesuai
IV - 29
Tugas : Individu, Lokasi di Tempat Studio Wilayah dengan
Delineasi masing-masing 4 Grid pada RBI dengan kode yang
berdekatan.
Buat laporan nya, setiap tahapan harus ada layout peta, Format
Laporan bebas dan bentuk penjilidannya, dikumpul bersamaan dengan
file laporan yang di email ke mk.ptgl.pwk@gmail.com
(Atention : No Plagiat)
IV - 30
SATUAN KEMAMPUAN LAHAN
KABUPATEN MALINAU
ANALISA KEMAMPUAN LAHAN
SKL MORFOLOGI
Morfologi berarti bentang alam. Kemampuan lahan Kabupaten Malinau dominan morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu kawasan
kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini di kabupaten
Malinau sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk
wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi
rendah di Kabupaten Malinau Tidak terlalu banyak luasaan wilayah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar
dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi daya.
Parameter Penyusunan SKL Morfologi
Morfologi Lereng SKL Morfologi Nilai
Gunung/pegunungan dan >40% Kemampuan lahan dari morfologi tinggi 1
bukit/perbukitan
Gunung/pegunungan dan 25-40% Kemampuan Lahan Dari Morfologi Cukup 2
bukit/perbukitan
Bukit/perbukitan 15-25% Kemampuan lahan dari morfologi sedang 3
Datar 2-15% Kemampuan Lahan Dari Morfologi Kurang 4
Datar 0-2% Kemampuan Lahan Dari Morfologi Rendah 5
PETA SKL MORFOLOGI
KABUPATEN MALINAU
Kemudahan Dikerjakan
Sedang
0%
2%
25% Kemudahan Dikerjakan
Rendah
36%
Kemudahan Dikerjakan
Kurang
Kemudahan Dikerjakan
Cukup
37%
Kemudahan Dikerjakan
Tinggi
SKL KESTABILAN LERENG
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan
melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Kabupaten Malinau kawasan disebut kestabilan lerengnya
Kurang, maka kondisi wilayahnya Kurang stabil, artinya mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak
aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman dan budi daya. Kawasan ini bisa digunakan untuk
hutan, perkebunan dan resapan air. Parameter Penyusunan SKL Kestabilan Lereng
Morfologi Lereng Ketinggian Curah hujan Penggunaan Lahan SKL kestabilan lereng Nilai
Gunung/pegunungan dan >40% Tinggi Sama Semak, belukar, ladang Kestabilan lereng tinggi 1
bukit/perbukitan
Gunung/pegunungan dan 25-40% Cukup tinggi Sama Kebun, hutan, belukar Kestabilan lereng cukup 2
bukit/perbukitan
Bukit/perbukitan 15-25% Sedang Sama Semua Kestabilan lereng sedang 3
9%
26% Kestabilan Lereng
Sedang
Kestabilan Lereng
Kurang
Kestabilan Lereng
Tinggi
65%
SKL KESTABILAN PONDASI
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi
yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Berdasarkan hasil analisa dominan Kestabilan
Pondasi Rendah di Kabupaten Malinau, dan hanya diwilayah permukiman di ibukota kabupaten
termasuk dalam kestabilan pondasi tinggi
SKL Kestabilan lereng Penggunaan Lahan SKL kestabilan pondasi Nilai
Kestabilan lereng rendah Semak, belukar, ladang Daya dukung dan kestabilan pondasi rendah 1
Kestabilan lereng kurang Kebun, hutan, belukar Daya dukung dan kestabilan pondasi kurang 2
Kestabilan lereng tinggi Semua Daya dukung dan kestabilan pondasi tinggi 4
Semua 5
PETA SKL KESTABILAN PONDASI
KABUPATEN MALINAU
1%
Daya Dukung dan
Kestabilan Pondasi
Kurang
Daya Dukung dan
Kestabilan Pondasi
Tinggi
99%
SKL KETERSEDIAAN AIR
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan
penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan, peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta
jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan
penjelasannya. kabupaten Malinau Masuk dalam kategori sedang dan tinggi dikarenakan dominan
wilayah masih hutan dengan curah hujan yang tinggi
Morfologi Lereng Penggunaan Lahan SKL Ketersediaan Air Nilai
Gunung/pegunungan dan >40% Semak, belukar, ladang Ketersediaan air sangat rendah 1
bukit/perbukitan
Gunung/pegunungan dan 25-40% Kebun, hutan, belukar Ketersediaan air rendah 2
bukit/perbukitan
Bukit/perbukitan 15-25% Semua Ketersediaan air sedang 3
4%
Ketersediaan Air Tinggi
27%
Ketersediaan Air
Sedang
Ketersediaan Air
69% Rendah
SKL UNTUK DRAINASE
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan
secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun meluas dapat dihindari. Kondisi Kabupaten
Malinau masuk dalam kategori Cukup dan Kurang, dominan cukup mendekati ke Tinggi berdasarkan hasil skoring berada
di kawasan hutan yang tingkat kemampuan mengalirkan air hujan masih alami. Sedangkan drainase kurang di kawasan
permukiman dikarenakan berada di dataran rendah dan tutupan lahan resapan kurang
4%
27%
Drainase Kurang
Drainase Cukup
Drainase Tinggi
69%
SKL TERHADAP EROSI
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah,
sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang
lebih hilir.
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah
terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air.
Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah. Kondisi di Kabupaten Malinau tingkat Erosi dari
sedang ke cukup tinggi dikarenakan daerah ini dominan perbukitan dan gunung dengan curah hujan yang tinggi
sehingga potensi Erosi masuk Kategori cukup tinggi, sedangkan erosi rendah berada di kawasan Permukiman
masuk kategori daratan rendah/landai dengan jenis tanah alluvial dominan
Morfologi Lereng Penggunaan Lahan SKL kestabilan lereng Nilai
10%
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-daerah yang
mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan limbah, baik limbah padat
maupun cair. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta kemiringan, peta
topografi, peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan eksisting
dengan keluaran peta SKL Pembuangan Limbah dan penjelasannya
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak
sebagai lokasi pembuangan. SKL pembuangan limbah kurang di kabupaten Malinau berarti wilayah
tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan limbah
Morfologi Lereng Ketinggian Penggunaan Lahan SKL Pembuangan Limbah Nilai
Gunung/pegunungan dan >40% Tinggi Semak, belukar, ladang Kemampuan lahan untuk 1
bukit/perbukitan pembuangan limbah kurang
Gunung/pegunungan dan 25-40% Cukup tinggi Kebun, hutan, belukar 2
bukit/perbukitan
Kemampuan Lahan
Untuk Pembuangan
26% Limbah Kurang
Kemampuan Lahan
Untuk Pembuangan
2% Limbah Cukup
72% Kemampuan Lahan
Untuk Pembuangan
Limbah Sedang
SKL TERHADAP BENCANA ALAM
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima
bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut.
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis
tanah, peta tekstur tanah, peta curah hujan, peta bencana alam (rawan gunung berapi dan kerentanan gerakan tanah)
dan peta penggunaan lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Bencana Alam dan penjelasannya.
Kabupaten Malinau Masuk dalam Kategori cukup ke Tinggi dalam kemampuan lahan dari sisi Geologi contohnya
pergeseran tanah/longsor.
Gunung/pegunungan dan >40% Tinggi Semak, belukar, ladang Potensi bencana alam 5
bukit/perbukitan tinggi
Analisa kemampuan lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan dan
dapat digunakan sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisi berikutnya. Data yang dibutuhkan dalam analisis
kemampuan lahan adalah peta-peta hasil analisis SKL sebelumnya. Output yang dikeluarkan oleh analisis kemampuan lahan adalah peta
klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan, kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan dan
potensi dan kendala fisik pengembangan lahan.
No Satuan Kemampuan Lahan Bobot
1 SKL mofologi 5
2 SKL kemudahan dikerjakan 1
3 SKL kestabilan lereng 5
4 SKL kestabilan pondasi 3
5 SKL ketersediaan air 5
6 SKL terhadap erosi 3
7 SKL untuk drainase 5
8 SKL pembuangan limbah 0
9 SKL terhadap bencana alam 5
PETA KEMAMPUAN LAHAN
KABUPATEN MALINAU
Kemampuan
8% Pengembangan Sedang
21%
Kemampuan
Pengembangan
Rendah
Kemampuan
71% Pengembangan Agak
Tinggi