Anda di halaman 1dari 5

Nama: Vergina Natasha

NRP: 8312420007

Ada Apa Ketika Afiliasi Ernst & Young Salah Audit Keuangan Indosat?

Sabtu, April 1 11:07 RedaksiLapsus

MAJALAH ICT – Jakarta. Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Suherman & Surja yang
merupakan afiliasi Ernst & Young (EY) di Indonesia, didenda US$1 juta setelah regulator audit AS
menyematkan label penyimpangan pemeriksaan, terhadap hasil audit pembukuan salah satu
kliennya. Penetapan Dewan Pengawas Perusahaan Akuntan Publik (PCAOB) yang diumumkan di
Amerika Serikat.

Disebutkan KAP Purwantono, Suherman & Surja telah merilis hasil audit sebuah perusahaan
telekomunikasi Indonesia pada 2011, yang menampilkan opini berdasarkan bukti-bukti yang
tidak memadai. Sebuah perusahaan mitra EY yang mengkaji kembali hasil audit tersebut
menemukan kejanggalan bahwa hasil audit perusahan telekomunikasi itu tidak menyajikan
dukungan yang memadai, mengenai pencatatan sewa 4.000 ruang di menara telpon selular.

PCAOB mengungkapkan, hasil audit perusahaan akuntan publik afiliasi E&Y itu malah memberi
opini wajar tanpa pengecualian. PCAOB juga mengungkapkan bahwa tak lama sebelum memeriksa
hasil audit tahun 2012, KAP Purwantono, Suherman & Surja membuat lusinan audit baru “yang
tidak semestinya”, yang menghambat penyelidikan.

Berlandaskan temuan-temuan tersebut, PCAOB menindaklanjuti dengan mengenakan denda US$1


juta kepada KAP Purwantono, Suherman & Surja, dan memberi sanksi kepada dua mitranya. Hasil
audit perusahaan telekomunikasi tahun 2011 itu melibatkan Roy Iman Wirahardja dan James
Randall Leali, bekas direktur praktik profesional ET untuk Asia Pasifik.

“Ketergesa-gesaan mereka dalam menerbitkan laporan audit kepada kliennya, firma dan kedua
mitra tersebut melalaikan tugas dasarnya untuk menyajikan bukti audit yang memadai,” kata
Caludius B,. Modesti. Direktur PCAOB Divisi Penegakan Hukum dan Investigasi itu, juga
menyatakan bahwa Wirahardja dan Leali tidak mengakui maupun menyangkal permasalahan
tersebut.

EY sendiri dalam pernyataannya mengakui bahwa perilaku dalam permasalahan tersebut telah
melanggar kode etik global. “Sejak peristiwa ini, kami terus memperketat proses audit dan
kebijakan kami.”

Menohok Indosat

Penyimpangan audit ini langsung saja menohok Indosat, yang pada saat itu memang mengalami
perbaikan hasil audit. Menjawab hal itu, Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo
Deva Rachman mengatakan bahwa selama tahun yang berakhir pada 31 Desember 2012, pihaknya
mereevaluasi kebijakan akuntansi yang relevan dan sebagai hasilnya, seperti yang tercantum di
pelaporan ke the US Securities and Exchange Commission pada 2012 dan 2013 di formulir 20-F,
laporan keuangan 2011 telah disajikan kembali. “Lebih lanjut, manajemen kami juga telah
mereevaluasi dan memperbaiki internal controls over financial reporting yang relevan,” katanya.
Sebagai tambahan, jelas Deva, untuk best practice, pihak Indosat mengevaluasi secara berkala
kebijakan akuntansi dan internal controls untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang
berlaku.

Sementara itu, data yang didapatkan Majalah ICT, terungkap bahwa karena tidak tepat dalam
mencatatkan akuntansi penjualan 2.500 menara kepada PT Tower Bersama Infrastructure
Tbk yang diikuti dengan sewa kembali (leaseback), PT Indosat Tbk (Indosat) merevisi
laporan keuangan 2010, 2011 serta 9 bulan pertama tahun 2012.

Menurut manajemen Indosat, penyajian kembali laporan keuangan tersebut terkait dengan
pencatatan akuntansi yang tepat untuk penjualan menara dimana pada 7 Februari 2012, Indosat
setuju untuk menjual 2.500 menara telekomunikasi dan aset lainnya kepada TBIG dan anak
perusahaannya, PT Solusi Menara Indonesia.

Aksi perbaikan laporan keuangan itu telah melewati proses pre clearance kepada US Securities and
Exchange Commission (US SEC). Adapun nilai potensial keseluruhan transaksi 541,5 juta dolar
AS. Saat penutupan transaksi nilai yang dibayar adalah 429 juta dolar AS yang terdiri atas tunai
sebesar 326 juta dolar AS dan 5 persen kepemilikan saham dalam TBIG dengan nilai wajar sebesar
103 juta dolar AS atau setara Rp.977,292 miliar.

Alasan Indosat mengajukan revisi penyajian laporan keuangan per September 2012 atas transaksi
tersebut adalah kompleksitas dan pertimbangan yang tinggi dalam menentukan pencatatan
akuntansi yang tepat. “Berdasarkan perlakuan akuntansi yang direvisi seluruh slot yang disewa
kembali seharusnya dicatat sebagai sewa pembiayaan yang mengakibatkan penangguhan atas
sejumlah laba awal terkait dengan slot yang disewa kembali,” papar manajemen ISAT dalam
laporan tertulis.

Dalam laporan keuangan (LK) triwulanan yang berakhir 30 September 2012 ISAT mengakui
sebagian besar sewa atas slot yang disewa kembali sebagai sewa operasi dan mengakui keuntungan
awal dari penjualan sebesar Rp.2.187.300 juta dan keuntungan yang ditangguhkan sebesar
Rp68.635 juta. Dampak dari revisi LK triwulan per 30 September 2012 menyebabkan penurunan
jumlah laba langsung yang diakui dari Rp. 2,187 triliun jadi Rp.1,125 triliun. Selain itu terjadi
peningkatan laba yang ditangguhkan dari Rp. 68,635 miliar menjadi Rp. 1,410 triliun. Laba yang
ditangguhkan ini akan diamortisasi selama 10 tahun berdasarkan periode sewa dalam laporan laba
rugi konsolidasi.

Dengan kondisi ini, maka akibat terhadap kinerja Indosat pada saat itu adalah penurunan laba
sebesar Rp1,079 triliun, peningkatan aset Rp. 2,160 triliun dan dan peningkatan kewajiban atau
pasiva menjadi Rp.3,315 triliun. Revisi juga berdampak pada LK 2010 dan 2011. Untuk 2010, laba
bersih lebih rendah sebesar Rp.12,363 miliar, sementara nilai aset menjadi Rp. 506,941 miliar dan
kewajiban jadi Rp.519,304 miliar. Sedangkan untuk 2011, laba menjadi lebih rendah sebesar Rp.
50,449 miliar, peningkatan aset jadi Rp.68,930 miliar dan peningkatan kewajiban menjadi
Rp.131,742 miliar.

Sumber Referensi: Majalah ICT – Ada Apa Ketika Afiliasi Ernst & Young Salah Audit Keuangan
Indosat?
Tugas ABA2:

1. Anda boleh mencari referensi lain untuk fakta-fakta yang terjadi pada PT.Indosat, Tbk. dan
KAP EY selain informasi di atas sebanyak-banyaknya.

2. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa “KAP Purwantono, Suherman & Surja telah merilis
hasil audit sebuah perusahaan telekomunikasi Indonesia pada 2011, yang menampilkan
opini berdasarkan bukti-bukti yang tidak memadai. Sebuah perusahaan mitra EY yang
mengkaji kembali hasil audit tersebut menemukan kejanggalan bahwa hasil audit perusahan
telekomunikasi itu tidak menyajikan dukungan yang memadai, mengenai pencatatan
sewa 4.000 ruang di menara telpon selular.”, bahaslah terkait pelanggaran standar audit
yang terjadi pada PT. Indosat, Tbk. berdasarkan Standar Pelaporan Keempat (Bukti audit:
SA 500-580).

3. Jelaskan bagaimana seharusnya cara-cara untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat dalam kasus PT. Indosat Tbk tersebut?

SOAL 2
Standar audit (SA 500, Para 6) berbunyi sebagai berikut :
“Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai dengan kondisi
untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat”

Auditor diwajibkan untuk mengumpulkan bukti yang cukup dan tepat sebagai dasar untuk
mendukung opini yang diberikan.
1. Ketepatan Bukti
Ketepatan bukti adalah ukuran kualitas bukti, yakni relevansi dan reliabilitasnya dalam
memenuhi tujuan audit atas golongan transaksi saldo- saldo akun dan pengungkapan yang
bersangkutan. Apabila bukti dipandang sangat tepat, maka akan sangat membantu auditor dalam
mendapatkan keyakinan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar.

2. Relevansi Bukti
Bukti harus relevan dengan tujuan audit yang harus diuji terlebih dahulu oleh auditor sebelum
dapat dikatakan sebagai bukti yang tepat. Relavansi menjadi masalah dalam kaitannya dengan
tujuan audit. Karena terkadang ada bukti yang relevan dengan suatu tujuan audit dan ada juga
yang tidak relevan dengan tujuan lainnya.

3. Reliabilitas Bukti
Reliabilitas berkaitan dengan seberapa jauh bukti ini dapat dipercaya. Sama seperti relevansi,
apabila tingkat reliabiliasnya tinggi, maka bukti ini akan sangat membantu auditor dalam
meyakini bahwa laporan keuangan telah di sajikan secara wajar. Reliabilitas tergantung pada
apakah bukti telah memenuhi karakteristik – karakteristik berikut :
• Independensi pembuatan bukti
• Efektivitas pengendalian internal klien
• Pengetahuan langsung auditor
• Kualifikasi individu pemberi informasi
• Tingkat objektivitas
• Ketepatan waktu
4. Kecukupan Bukti
Kecukupan ini berkaitan dengan kuantitas atau seberapa banyak bukti audit yang harus
diperoleh. Kuantitas bukti audit ini dipengaruhi oleh penilaian auditor tentang risiko kesalahan
penyajian material dan juga oleh kualitas bukti audit itu sendiri. Ada dua factor yang
menentukan ketepatan ukuran sampel dalam audit yaitu ekspektasi auditor tentang kesalahan
penyajian dan efektivitas pengendalian internal dalam organisasi klien.

SOAL 3
Dari kasus yang dijelaskan diungkapkan “Mereka menemukan bahwa hasil audit atas
perusahaan telekomunikasi itu tidak didukung dengan data yang akurat, yakni dałam hal persewaan
lebih dari 4.000 unit tower selular. Namun afiliasi EY di Indonesia itu merilis laporan hasil audit
dengan status wajar tanpa pengecualian”. Hal ini berkaitan dengan bukti audi yang menadi dasar/
pedoman Suatu nilai yang teatera didalam laporan keuangan.
Seperti yang kita ketahui bahwa tujuan audit laporan keuangan adalah menyatakan pendapat
atas kewajaran laporan keuangan klien. Untuk mendasari pendapat tersebut, maka auditor harus
menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti yang mendukung laporan keuangan tersebut. Dengan
demikian, pekerjaan audit adalah pekerjaan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, dan sebagian
besar waktu audit sebenarnya tercurah pada perolehan atau pengumpulan dan pengevaluasian bukti
tersebut.
Untuk memperoleh bukti audit yang auditor melaksanakan prosedur audit yang merupakan
instruksi terperinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat
tertentu dalam audit. Adapun 7 Jenis bukti audit, yaitu:
1. Pengujian fisik (physical examination), merupakan bukti yang diperoleh lewat pemeriksaan
secara fisik atau lewat perhitungan oleh auditor terhadap harta perusahaan. Misalnya, uang
tunai, surat berharga, barang persediaan.
2. Konfirmasi, merupakan bukti yang didapatkan lewat penegasan dari pihak ketiga sebagai
jawaban atas permintaan informasi yang berkaitan dengan asersi manajemen dan tujuan
audit. Umumnya auditor lebih memilih konfirmasi tertulis karena mudah di-review oleh
supervisor audit dan memberikan dukungan keandalan.
3. Dokumentasi, merupakan pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor atas dokumen dan
catatan klien guna mendukung informasi yang telah tersaji. Dokumentasi digunakan secara
luas sebagai bukti audit karena biayanya yang relatif rendah dan pada banyak kesempatan
menjadi satu-satunya bukti audit yang tersedia dan layak.
4. Prosedur analitis, dengan cara menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai
apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar. Misalnya, auditor melakukan
perbandingan total beban gaji dengan jumlah tenaga kerja untuk menunjukkan apakah ada
pembayaran gaji yang tidak semestinya.
5. Wawancara dengan klien, merupakan upaya untuk memperoleh informasi secara lisan
ataupun tertulis dari klien yang menjadi bukti respon atas pertanyaan dari auditor.
6. Perhitungan ulang, merupakan pengujian atas keakuratan hasil perhitungan klien.
7. Observasi, merupakan penggunaan alat indera untuk menilai aktivitas klien. Misalnya,
auditor melakukan kunjungan ke lokasi pabrik untuk mengamati proses produksi.

Cara memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat bergantung jenis test yang digunakan
oleh akuntan publik. Apabila pengendalian internal perusahaan buruk maka auditor harus
memperluas ruang lingkup pemeriksaan dan membuat compliance test. Prosedur audit yang dipakai
oleh auditor untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat:
1. Lakukan analytical review terlebih dahulu.
2. Pahami resiko yang mungkin terjadi.
3. Lakukan test ketaatan (Compliance test)
4. Lakukan pengujian secara rinci terhadap bukti yang telah dikumpulkan.

Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan
dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh karena itu,
auditor harus waspada jika menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar, seperti contoh
berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan yang tidak sehat, manajemen yang
tidak dapat dipercaya, penggantian auditor publik yang dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas,
perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba, usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi
perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini perlu dimiliki oleh auditor untuk menghindarkan
dirinya dari pernyataan pendapat wajar atas laporan keuangan klien yang berisi ketidakjujuran.
Dari kasus diatas diungkapkan adanya data yang tidak akurat yang ditemukan, namun pihak
auditor memberikan opini WTP. Hal tersebut selayaknya menjadi tanggungjawab auditor yang
memberikan opini tersebut, karena seharusnya dalam memberikan opini harus disertai bukti audit
yang kuat, agar konsisten dengan opini yang dikemukakan dan agar tidak merugikan pengguna
laporan keuangan tersebut. Hal ini juga melanggar kode etik dan standar/ prosedur audit yang
seharusnya dilakukan oleh auditor yang handal

Anda mungkin juga menyukai