Antara Senja Dan Pelangi
Antara Senja Dan Pelangi
11
“Sudah ku bilang hati-hati jika ingin berlari,
jangan lupa untuk tetap hadap kedepan.” Oceh lelaki
itu.
“Aku gapapa, Zidan. Tenang aja ih. Oh iya,
udah maghrib, aku mau pulang dulu yaaa.” Pamit
gadis itu. Lelaki yang diketahui namanya Zidan
hanya tersenyum dan menggangguk-anggukkan
kepalanya.
Keesekokan harinya, mereka bermain lagi.
Saat itu, senja mulai datang. Hening, tanpa ada
perbincangan sama sekali. Sehingga karena terasa
bosan, Zidan berkata, “mau sepedaan?”
“Dadakan banget sih! Ban sepedaku lagi
bocor tuh.”
“Gapapa. Kan bisa aku gonceng kamu.”
“Hmmmm? Beneran? Kalau aku jatuh
gimana?”
“Tidak akan.”
“Kalau iya?”
“Ah, banyak tanya, sudah. Ayoooo!”
12
Akhirnya mereka berdua terus tertawa
sepanjang perjalanan. Menikmati senja sore yang
indah ditambah dengan senyuman yang terus
mengembang diantara mereka berdua.
“Zidaaaaan! Ayo berhenti disana!” Suruh
Chelsea, ia menunjuk tempat yang membuat mata
mereka berdua dapat memandang senja secara
langsung. Kedua sahabat itu akhirnya duduk dan
menyamankan posisi mereka untuk melihat senja.
Mereka, sangat, sangat, sangat suka dengan senja.
“Zidan,” panggil Chelsea.
“Ya?”
“Kalau disuruh milih, kamu bakal pilih
pelangi, atau senja?”
“Senja.”
“Kenapa gitu? Apa karena dia lebih cantik
daripada pelangi? Apakah semua hal dilihat dari
nilai kecantikannya?”
“Hahaha,” Zidan tertawa sejenak. “Bukan
gitu, Chelseaa.”
13
“Masa sih? Terus apa? Tapi, pelangi cantik
sih, dan senja juga cantik. Mereka sebenarnya sama
tau, sama sama cantik dan juga meninggalkan.”
“Nah, itu perbedaannya.”
“Hah? Yang mana?”
“Pelangi akan pergi, dan tidak tahu kapan ia
akan kembali. Itu seperti janji yang tidak ia tepati.
Seperti perasaan yang digantung. Berbeda dengan
senja, dia akan pergi, namun akan selalu kembali.
Seperti janji yang ditepati.”
“Hm iya juga sih. Kalau gitu, kamu kalau
diberi pilihan, kamu akan memilih menjadi senja
bukan?”
“Tentu.”
“Oke! Udah yuk, balik. Laper nih.”
“Hahaha, ayo.”
Mereka berdua kembali ke rumah masing-
masing, dan setelah bertahun-tahun berlalu, mereka
tumbuh dengan baik. Chelsea bekerja di tempat
14
yang ia idam-idamkan sejak dulu. Sedangkan Zidan
memutuskan untuk berkuliah diluar negeri.
“Jadi? Kamu bakal pergi ninggalin aku?”
“Iya.”
“Kamu tetap megang janji bahwa kamu akan
jadi senja bukan?”
“Tentu.” Ucapan terakhir yang keluar dari
mulut Zidan, Chelsea mempercayai ucapan itu
selama bertahun-tahun lamanya. Dan Zidan
menepati janjinya untuk pulang kembali dan
menemui Chelsea. Namun, Zidan yang ia kenal dulu
bukanlah Zidan yang ia kenal sekarang. Zidan yang
dulunya lembut, penyabar, riang, sekarang menjadi
Zidan yang kasar dan galak.
Saat itu, Chelsea menyadari bahwa menjadi
pelangi tidaklah seburuk itu. Karena pelangi selalu
datang setelah hujan. Berbeda dengan senja yang
setelah kedatangannya, langit menjadi gelap.
15